Pemeriksaan Diagnostik Yuni
-
Upload
alpriyando-rindy-agustinus -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of Pemeriksaan Diagnostik Yuni
-
7/22/2019 Pemeriksaan Diagnostik Yuni
1/6
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mansjoer, dkk (1999 : hal 472), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada
klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.
b. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostik TB paru, namun pemeriksaan
ini tidak spesifik karena hanya 30 70 % pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
d.Tes Mantoux / Tuberkulin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
e. Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu
mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
f. Becton Dickinson diagnostic instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak
oleh mikobakterium tuberculosis.
G Pemeriksaan radiology : Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah
2) Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak ( nodular )
3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda
4) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
5) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
6) Bayangan millier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata
pada seluruh lapang paru
-
7/22/2019 Pemeriksaan Diagnostik Yuni
2/6
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2235), pemeriksaan diagnostic
yang dapat dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)
Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen apical lobus atas atau segmen apical
lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus
menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis
berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah
diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini
dikenal dengan tuberkuloma .
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. lama-lama dinding
menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis.
Pada klasifikasi bayangannya tambak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada
atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian
atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberculosis millier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar
merata pada seluruh lapang paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura
(pleuritis), massa cairan dibagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radioulsen
di pinggir paru/pleura (pnemothorax)
Pada satu foto dada sering di dapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberculosis
yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis fibrotik, klasivikasi kavitas (non sklerotik/sklerotik)
maupun atelektasis dan emfisema.
b. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah sakit
rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT-Scan). Pemeriksaan ini lebih superiordibandingkan dengan radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan
sayatan dapat dibuat transversal.
c. Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )
Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai proses-proses dekat apek
paru, tulang belakang, perbatasan dada perut. Sayatan dapat dibuat transversal, segital dan
koronal.
d. Darah
-
7/22/2019 Pemeriksaan Diagnostik Yuni
3/6
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya
tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah
leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah
normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali
normal dan jumlah limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.
e. Sputum (BTA)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada
satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
f. Tes tuberculin/ tes mantoux
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan diagnosis tuberculosis
terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux yakini dengan menyuntikan 0,1
cc tuberculin P.P.D (purified protein derivative).
Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U ( first strength).
kadang-kadang bila dengan 5 T.U masih memberikan hasil negative, berarti tuberculosis dapat
disingkirkan , umumnya tes mantoux dengan 5 T.U. Sudah cukup berarti. Tes tuberculin hanya
menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah terserang Mycobacterium tuberculosis,
mycobacterium bovis.
Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative = golongan non sensitivity.
2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran antibody
normal masih menonjol.
3) Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity disini peran antibody
selular paling menonjol.
8. Penatalaksanaan Medik
a. Pengobatan
Menurut (Widuyono, 2008: hal 18), pengobatan yang dapat diberikan pada klien dengan
tuberculosis Paru, yaitu :
1) Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC baru.
2) Kategori II (2 HRZES / HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien yang pengobatan
kategori 1 nya gagal).
3) Kategori III (2 HR/ 4H3R3) untuk pasien yang baru dengan BTA negative RO positif
-
7/22/2019 Pemeriksaan Diagnostik Yuni
4/6
4) Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila ada pemeriksaan akhir tahap intensif dari
pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemuukan BTA positif. Obat diminum sekaligus 1
jam sebelum sarapan pagi.
Dosis pemberian obat kategori 1:
a) Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE) :
1) INH (H) : 300 mg1 tablet.
2) Rimfapisin (R) : 450 mg - 1 kaplet
3) Pirazinamid (P) :1500 mg - 3 kaplet @ 500 mg
4) Ethambutol (E) : 750 mg3 kaplet @250 mg
Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali regimen ini di sebut kombipak
II
b) Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam semingggu selan 4 bulan (4 H3R3) :
1) INH (H) : 600 mg2 tablet @ 300 mg
2) Rimfapisin (R) : 450 mg1 kaplet
Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu (intermiten) sebanyak 54 kali regimen ini disebut
kombipak III.
Ta
b. Menurut Mansjoer (2000 : hal 474 ), pembedahan pada TB Paru.
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkembang. Indikasi pembedahan
dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relative.
1) Indikasi mutlak pembedahan adalah:
a) semua pasien yang telah mendapat OAT tetapi sputum tetap posoitif.
b) Pasien batuk darah masih tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c) Pasien dengan fisula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif.
2) Indikasi relative pembedahan adalah:
1. Pasien denga sputum negative dan batuk-batuk darah perulang
2. Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan
3. Sisa kavitas yang menetap.
Intervensi NIC dan NOCNo NIC NOC
-
7/22/2019 Pemeriksaan Diagnostik Yuni
5/6
1. Posisikan pasien head up 30 derajat Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan masalah akan berkurang, dengan kriteria: pergerakan dada normal, penggunaan otot-
otot bantu berkurang
Pertahankan jalan napas
Perhatikan pergerakkan dada, amati penggunaan otot-otot bantu
Pertahankan oksigen sesuai advis dokter
Pantau jumlah respirasi
Berikan nebu, sesuai advice dokter
E. ImplementasiWaktu No. Dx Implementasi Respon
10-/03/2011
17.05 1 Memposisikan nyaman pasien Posisi semi fowler
17.06 1 Memberikan terapi oksigen sesuai advis dokter Oksigen kanul 3 L/menit
17.08 1 Mengauskultasi bunyi paru Terdengar whezeng
17.10 1 Memberikan terapy sesuai program
Nebu ventolin 1:1 Ps. kooperatif
17.30 1 Mengobservasi status respyratory RR = 24 x/menit
Retraksi dan penggunaan otot bntu berkurang
F. EvaluasiWaktu No. Dx SOAP
10/03/2011
Jam 17.40 1
S:-
O:
a. Retraksi dinding dada berkurang
b. Penggunaan otot bantu napas berkurang
-
7/22/2019 Pemeriksaan Diagnostik Yuni
6/6
c. Napas cuping hidung (-)
d. RR = 24 x/menit
e. Sianosis (-)
A: Ketidakefektivan Pola Napas teratasi
P:
a. Anjurkan control dokter