Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara Part 2

15
KORUPSI DI BERBAGAI NEGARA Korupsi merupakan fenomena sosial yang hingga kini masih belum dapat diberantas secara maksimal. Korupsi tumbuh seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dan berada di berbagai belahan dunia, bahkan di negara maju sekali pun, seperti halnya Singapura dan China. Korupsi ada di berbagai tingkatan dan tidak ada cara yang mudah untuk memberantasnya. Korupsi tidak saja mengancam sistem kenegaraan, tetapi juga menghambat pembangunan dan menurunkan tingkat kesejahteraan jutaan orang dalam waktu yang tidak terlalu lama. Korupsi telah menciptakan pemerintahan irasional, pemerintahan yang didorong oleh keserakahan, bukan oleh tekad untuk mensejahterakan masyarakat. Grafik berikut merupakan pemeringkatan negara hasil pengolahan oleh Political and Economy Risk Consultancy (PERC) – sebuah lembaga independen yang berbasis di Hong Kong – menunjukkan peringkat korupsi negara-negara di Asia berdasarkan perhitungan skor, yaitu sebagai berikut : Rentang skor dari nol sampai sepuluh, dimana skor nol mewakili posisi terbaik, sedangkan skor 10 mewakili posisi

description

Berbagai pembahasan terkait pemberantasan korupsi di berbagai negara, yang meliputi lembaga maupun cara pemberantasan korupsi.

Transcript of Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara Part 2

Page 1: Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara Part 2

KORUPSI DI BERBAGAI NEGARA

Korupsi merupakan fenomena sosial yang hingga kini masih belum dapat diberantas secara maksimal. Korupsi tumbuh seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dan berada di berbagai belahan dunia, bahkan di negara maju sekali pun, seperti halnya Singapura dan China. Korupsi ada di berbagai tingkatan dan tidak ada cara yang mudah untuk memberantasnya. Korupsi tidak saja mengancam sistem kenegaraan, tetapi juga menghambat pembangunan dan menurunkan tingkat kesejahteraan jutaan orang dalam waktu yang tidak terlalu lama. Korupsi telah menciptakan pemerintahan irasional, pemerintahan yang didorong oleh keserakahan, bukan oleh tekad untuk mensejahterakan masyarakat.

Grafik berikut merupakan pemeringkatan negara hasil pengolahan oleh Political and Economy Risk Consultancy (PERC) – sebuah lembaga independen yang berbasis di Hong Kong – menunjukkan peringkat korupsi negara-negara di Asia berdasarkan perhitungan skor, yaitu sebagai berikut :

Rentang skor dari nol sampai sepuluh, dimana skor nol mewakili posisi terbaik,

sedangkan skor 10 mewakili posisi terburuk. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dipilih 3

negara yang mewakili profil korupsi yang terbaik, yaitu Singapura dan Hong Kong, serta

profil korupsi yang lemah yaitu India. Pemilihan Singapura dan Hong Kong lebih didasarkan

pada fakta bahwa kedua negara tersebut paling sukses dalam upaya pemberantasan korupsi.

Sedangkan pemilihan India atas dasar pertimbangan kemiripan struktur pemerintahan dan

cakupan wilayah yang relatif sama luasnya. Berikut ini adalah perbandingan umum masing-

masing sampel negara yang menjadi lokus kajian ini :

Page 2: Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara Part 2

KORUPSI DI BEBERAPA NEGARA

1. SINGAPURA

Singapura dikenal sebagai salah satu negara paling sejahtera di dunia dengan jaringan perdagangan internasional yang kuat, terutama didukung oleh adanya aktivitas pelabuhan Singapura yang termasuk pelabuhan paling sibuk di dunia. Kondisi ekonomi yang sangat bagus dicerminkan oleh Gross Domestic Product (GDP) per kapita yang menyamai atau setara dengan negara-negara Eropa Barat. Berdasarkan laporan PERC, Singapura adalah salah satu negara yang secara konsisten sebagai negara paling bersih korupsi di level Asia. Singapura adalah negara dengan kinerja pemberantasan korupsi terbaik di Asia, bahkan termasuk yang terbaik di dunia. Dengan skor yang mendekati angka absolut 0, Singapura mencatatkan diri sebagai negara dengan konsistensi pemberantasan korupsi yang paling baik. Grafik di atas bahkan membuktikan bahwa skor yang dimiliki oleh Singapura berada jauh di atas rata-rata skor Asia.

1.1 Kebijakan dan Perundangan Pemberantasan Korupsi di Singapura:

Salah satu pilar strategi pemberantasan korupsi di Singapura adalah perangkat perundangan anti korupsi yang selalu dikembangkan dan disesuaikan dengan dinamika lingkungan internal dan eksternal. Pengembangan perundangan anti korupsi di Singapura dilakukan dengan adanya beberapa amandemen atau perubahan yang dianggap perlu untuk mengantisipasi masalah secara kontekstual. Amandemen ini dilakukan bukan untuk merubah isi, namun justru untuk memperluas daya jangkau perundangan dalam rangka efektivitas pemberantasan korupsi. Instrumen utama perundangan di Singapura terkait dengan pemberantasan korupsi, yaitu :

1. Prevention of Corruption Act (PCA) 17 Juni 1960

2. Corruption, Drug Trafficking and Other Serious Crimes (Confiscation of Benefits) Act 1999

Page 3: Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara Part 2

Beberapa hal penting yang dapat digaris bawahi dan menjadi pelajaran dalam PCA ini adalah:

1. Pengembalian hasil korupsi kepada negara

2. Ketidaksesuaian antara kekayaan dengan pendapatan dapat dijadikan bukti di pengadilan

3. Pernyataan di bawah sumpah atas kekayaan yang dimiliki seseorang (khususnya pejabat publik), pasangan, maupun anak-anaknya.

4. Menyelidiki kasus korupsi di sektor publik maupun swasta.

1.2 Kelembagaan dalam Pemberantasan Korupsi di Singapura:

Pada tahun 1952 Pemerintah Singapura dibawah PM Lee Kuan Yew membentuk lembaga yang disebut Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) sebagai sebuah lembaga anti korupsi yang terpisah dari kepolisian untuk melakukan penyelidikan semua kasus-kasus korupsi.

Dalam sejarahnya CPIB merupakan salah satu lembaga anti korupsi tertua di dunia. Meskipun dibentuk oleh pemerintah, CPIB adalah lembaga yang independen dan bertanggung jawab atas seluruh penyelidikan dan pencegahan korupsi di Singapura. Di masa awal pembentukannya, CPIB menghadapi tantangan yang sangat berat. Saat itu, undang-undang anti korupsi sangat tidak memadai sehingga menghambat pengumpulan bukti-bukti dalam kasus korupsi. Di sisi lain, persoalan yang muncul adalah lemahnya dukungan publik terhadap CPIB. Masyarakat tidak mau bekerjasama dengan CPIB karena mereka ragu akan efektivitas lembaga ini, dan mereka juga takut dijatuhi hukuman pidana yang disebabkan kasus korupsi. Situasi ini mulai berubah ketika People’s Action Party memperoleh kekuasaan di tahun 1959. Tindakan yang tegas mulai diambil terhadap pegawai-pegawai negeri yang korup. Sebagian dari mereka dipecat dari pemerintahan, sedangkan yang lain memilih keluar secara sukarela untuk menghindari penyelidikan. Kepercayaan publik terhadap CPIB terus meningkat ketika masyarakat menyadari bahwa pemerintah bersungguh-sungguh dalam memberantas korupsi.

1.3 Strategi Pencegahan Tindak Korupsi di Singapura :

Strategi yang ditempuh Singapura dalam memberantas korupsi disebut sebagai pilar strategi anti korupsi, memiliki empat fokus utama yaitu: Effective Anti-Corruption Agency; Effective Acts (or Laws); Effective Adjudication; dan Efficient Administration. Dimana keempat pilar di atas dilandasi oleh “strong political will against corruption” dari pemerintah.

Page 4: Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara Part 2

Komitmen politik pemerintah yang tinggi dalam memberantas korupsi adalah faktor utama dan terpenting dari keberhasilan Singapura dalam memberantas korupsi. Selanjutnya, negara tersebut menyadari pentingnya membentuk lembaga anti korupsi yang independen, memiliki kewenangan yang memadai, dan memiliki integritas tinggi. Keberadaan peraturan perundang-undangan yang tegas dan jelas mengenai korupsi juga sangat menentukan efektivitas lembaga anti korupsi dan hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku korupsi. Kemudian administrasi pemerintahan yang efisien merupakan outcomes dari efektifnya lembaga anti korupsi, undang-undang, dan sanksi korupsi.

2. HONG KONG

Sama halnya dengan Singapura, kinerja pemberantasan korupsi di Hong Kong tergolong sangat baik. Dalam 10 tahun terakhir, skor yang di capai Hong Kong selalu berada di atas skor rata-rata Asia. Capaian ini menempatkan Hong Kong sebagai salah satu wilayah yang paling bersih korupsi di Asia. Namun demikian terdapat data menarik dari ICAC mengenai kecenderungan pelaku korupsi di Hong Kong, yang meningkat dari segi jumlah, maupun dari sektor-sektor di mana para pelaku itu berasal.

2.1 Kebijakan dan Perundangan Pemberantasan Korupsi di Hong Kong :

Instrumen perundangan di Hong Kong yang berhubungan dengan strategi pemberantasan korupsi di Hong Kong, adalah:

The Independent Commission Against Corruption Ordinance

The Prevention of Bribery Ordinance

The Elections (Corrupt and Illegal Conduct) Ordinance

Pada The Independent Commission Against Corruption Ordinance, dinyatakan secara detail tentang korupsi (receiving any advantage), peran-peran dari berbagai posisi ICAC, prosedur untuk menangani tersangka, kewenangan untuk menangkap, menahan dan memberikanjaminan, mencari dan menyita, kemampuan mengambil sampel forensik dari

Page 5: Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara Part 2

seorang tersangka, dan kemampuan menginvestigasi setiap tuduhan korupsi oleh pegawai negeri.

Sedangkan pada The Elections (Corrupt and Illegal Conduct) Ordinance ditekankan upaya pencegahan praktik pemilihan yang ilegal dan korup, dan tuduhan spesifik yang melibatkan proses pemilihan umum untuk memilih the Chief Minister, Dewan Legislatif (Legislative Council), Dewan Distrik (District Council), serta Kepala, Wakil Kepala atau Komisis Eksekutif pada the Rural Committee dan dewan desa (Village Representative).

2.2 Kelembagaan dalam Pemberantasan Korupsi di Hong Kong:

Lembaga anti korupsi yang terdapat di Hong Kong adalah ICAC (Independent Commission Against Corruption). Pemerintah Hong Kong membentuk ICAC dengan 3 (tiga) tujuan utama yakni pencegahan, penindakan, dan pendidikan korupsi. Dalam perkembangannya, ICAC berhasil menekan kasus korupsi dan mendapatkan respon positif dari masyarakat Hong Kong. Keberhasilan ICAC ini tidak terlepas dari komitmen dan konsistensi serta pendekatan yang komprehensif antara pencegahan dan penindakan. Pendidikan masyarakat dan peningkatan kesadaran (public awarness) mengenai dampak buruk korupsi merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki ICAC dalam menangani korupsi di Hong Kong.

2.3 Strategi Pencegahan Tindak Korupsi di Hong Kong:

Strategi pemberantasan korupsi yang dimiliki Hong Kong memiliki tiga pendekatan utama yaitu: prevention; investigation; dan education. Masing-masing pendekatan memiliki tujuan dan sasaran yang berbeda. Pendekatan pertama yaitu pencegahan dilakukan melalui legalisasi dan prosedur yang mengatur secara detil mengenai definisi dan sanksi korupsi. Selanjutnya, pendekatan penyelidikan merupakan langkah-langkah penindakan untuk memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi. Kemudian pendekatan pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan haknya sebagai warga negara dan kesadaran akan dampak negatif korupsi bagi kelangsungan pembangunan. Strategi ICAC dalam mengimplementasikan pendekatan-pendekatan di atas pada dasarnya terbagi ke dalam tiga fase yaitu:

1. Periode 1974-1980-an: membangun kepercayaan dan legislasi.

2. Periode awal 1980-awal 1990-an: memberikan layanan dan informasi.

3. Periode awal 1990-an sampai sekarang: leadership, ownership, dan partnership.

Page 6: Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara Part 2

3. INDIA

Berdasarkan data PERC, peringkat India dalam 10 tahun terakhir selalu berada di bawah skor rata-rata Asia. Namun demikian pada dua tahun terakhir terdapat peningkatan yang sangat baik, yaitu menembus skor terbaik di bawah 7, setelah pencapaian terbaik sebelumnya pada tahun 1998. Hal ini merupakan indikasi penting dari keseriusan dan itikad yang kuat berbagai pihak di India untuk memberantas korupsi. Penyebab korupsi di India diyakini bukan karena rendahnya gaji atau kesejahteraan pegawai. Penegakan hukum yang masih lemah menjadi faktor yang berkontribusi langsung terhadap level korupsi di India.

3.1 Kebijakan dan Perundangan Pemberantasan Korupsi di India :

Perundangan India yang menjadi bagian dari strategi pemberantasan korupsi di India adalah:

Right to Information Act, 2005

The Central Vigilance Commission Act, 2003

The Prevention of Corruption Act, 1988

The Delhi Special Police Establishment Act, 1946

The Criminal Law (Amendment) Ordinance, 1944

3.2 Kelembagaan dalam Pemberantasan Korupsi:

Berbeda dengan Singapura dan Hong Kong, saat ini India tidak memiliki sebuah lembaga yang secara khusus menangani korupsi. Lembaga anti korupsi India telah berevolusi menjadi suatu lembaga penyelidik yang bukan hanya menangani kasus korupsi namun juga kasus-kasus kejahatan/kriminal lainnya. Mengenai kasus korupsi di India, dewasa ini ditangani oleh dua lembaga yang utama yaitu Central Bureau of Investigation (CBI) dan Central Vigilance Commission (CVC).

Page 7: Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara Part 2

Lingkungan eksternal yang berkembang sedemikian rupa, menyebabkan CBI tidak lagi hanya menyelidiki kasus-kasus korupsi akan tetapi ia bertransformasi menjadi sebuah lembaga penyelidikan nasional.

3.3 Strategi Pencegahan Tindak Korupsi di India:

India merupakan negara yang sedikit banyak memiliki kemiripan dengan Indonesia antara lain dari segi cakupan wilayah dan jumlah penduduk. Dengan demikian, tantangan kedua negara dalam menghadapi suatu persoalan termasuk korupsi dapat dikatakan relatif sama.

Strategi yang dilakukan dalam menangani korupsi di India adalah :

1. Perbaikan Pelayanan Dasar

Pelayanan dasar merupakan isu penting dalam penyelenggaraan pemerintahan di India. Selain karena berhubungan langsung dengan kepentingan rakyat banyak, juga menyangkut kredibilitas pemerintah yang berkuasa. Strategi dalam perbaikan pelayanan dasar adalah

a. Lebih kompetitif, yaitu menumbuhkan situasi “persaingan” antar jenis pelayanan untuk memacu kinerja pelayanan yang lebih baik.

b. Penyederhanaan prosedur, yaitu dengan memangkas berbagai tingkatak birokrasi sehingga mempermudah dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.

c. Insentif, sebagai stimulan untuk memacu pegawai agar dapat meningkatkan kinerja kesehariannya.

d. Transparansi, yaitu membuka akses publik yang lebih luas, sehingga seluruh proses pemberian layanan publik dapat diketahui secara terbuka oleh masyarakat.

e. Penggunaan Teknologi Informasi, adalah salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan. India dengan jumlah populasi di atas 1 milyar memerlukan teknologi informasi untuk mengatas kendala geografis dan keterjangkauan penduduk ke seluruh penjuru negeri.

2. Hukuman yang efektif

Hukuman yang dimaksud didukung dengan adanya The Prevention of Corruption Act, 1988 dan The Criminal Law (Amendment) Ordinance, 1944.

3. Peran masyarakat (hak untuk memperoleh informasi), dengan dikeluarkannya RTI (Right To Information Act) pada tahun 2005, telah menjamin pentingnya peran masyarakat terutama dalam mewujudkan hak untuk mengakses informasi.

4. Peran lembaga swadaya masyarakat dalam mengawasi perilaku para pejabat pemerintah terkait dengan penyalahgunaan wewenang.

Page 8: Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara Part 2

4. INDONESIA

Di mata internasional Indonesia seolah identik dengan praktik korupsi. Citra yang begitu buruk ini sudah melekat pada setiap individu maupun bangsa. Data PERC menunjukkan belum adanya perbaikan signifikan dan efektif terhadap pemberantasan korupsi.

4.1 Kebijakan dan Perundangan Pemberantasan Korupsi :

Saat ini tecatat lebih dari 10 peraturan perundangan termasuk Tap MPR yang mengatur penanganan korupsi, baik secara langsung, maupun tidak langsung. Berdasarkan catatan dari Indonesian Corruption Watch (ICW) dalam situs resminya, rincian peraturan perundangan tersebut antara lain adalah

1. TAP MPR No. XI Tahun 1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas KKN

2. Undang-Undang:

a. UU 20/2001 Pemberantasan Tidak pidana Korupsi

b. UU 30/2002 Komisi Anti Korupsi

c. UU 31/1999 Pemberantasan Korupsi. Telah diperbaharui menjadi UU No 20 Tahun 2001

d. UU 11/1980 tentang Antisuap

e. UU 15/2002 tentang tindak pidana anti pencucian uang. UU ini telah dirubah menjadi UU No 25 tahun 2003 PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 51

f. UU 25/2003 tentang perubahan UU No 15/2002 tentang tindak pidana anti pencucian uang

g. UU No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih Bebas dari KKN

h. UU No 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003

i. UU No 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Masalah pidana

3. Peraturan Pemerintah:

a. PP 71/2000 ttg peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi

b. Peraturan Pemerintah No.110 tahun 2000 tentang kedudukan Keuangan DPRD

c. Penjelasan Peraturan Pemerintah No.110 tahun 2000 tentang kedudukan Keuangan DPRD

d. PP No 24 Tahun 2004 tentang Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD

e. PP No 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD

f. PP No 19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

4. Instruksi Presiden (Inpres):

Page 9: Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara Part 2

a. Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi

b. Inpres No. 4 Tahun 1971, Tentang Pengawasn Tertib Administrasi di LembagaPemerintah

c. Inpres No. 9 Tahun 1977, Tentan Operasi Tertib

d. Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

e. Inpres No 1 Tahun 1971, tentang koordinasi pemberantasan uang palsu

5. Keputusan Presiden (Keppres):

a. Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2005 Tentang Timtastipikor

b. Keppres No. 12 Tahun 1970 tentang "Komisi 4"

c. Keppres No 80 Tahun 2003, tentang pedoman pengadaan barang jasa

di instansi pemerintah PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 52

d. Keppres No 16 Tahun 2004, tentang perubahan keppres 80/2003 tentang pedoman pengadaan barang jasa di instansi pemerintah

6. Surat Edaran:

a. Surat edaran Jaksa Agung tentang percepatan penanganan kasus korupsi tahun 2004

b. Surat edaran Dirtipikor Mabes Polri, tentang pengutamaan

penanganana kasus korupsi

c. Surat Keputusan Jaksa Agung tentang Pembentukan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Tahun 2000

d. Keputusan Bersama KPK-Kejaksaan Agung dalam Kerjasama Pemberantasan korupsi

7. PERDA: Perda Kabupaten Solok No 5 Tahun 2004 Tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan

Dengan begitu banyaknya peraturan perundangan yang telah dan sedang diterapkan, maka seyogyanya pemberantasan korupsi di Indonesia harus mulai menemukan arah yang tepat. Indonesia, akan membuka celah dalam penerapan hukum. Sehingga perlu rumusan dan indikator baku untuk menentukan definisi dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

4.2 Kelembagaan dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia:

Sejak tahun 2002, KPK secara formal merupakan lembaga anti korupsi yang dimiliki Indonesia. Pembentukan KPK didasari oleh Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sesuai dengan undang-undang tersebut, KPK memiliki tugas melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak

Page 10: Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara Part 2

pidana korupsi; supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Sementara itu, kewenangan yang dimiliki oleh KPK adalah mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Namun demikian, kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus korupsi di Indonesia bukan hanya terletak di KPK saja. Saat ini lembaga Kepolisian dan Kejaksaan juga memiliki wewenang yang sama dalam hal penyelidikan dan penyidikan. Sedangkan Kejaksaan memiliki kewenangan melakukan penuntutan di pengadilan. Tersebarnya kewenangan di sejumlah lembaga ini memiliki konsekuensi tertentu yang dapat berimplikasi positif maupun negatif. Implikasi positifnya antara lain adalah kasus-kasus korupsi dapat cepat ditangani tanpa harus menunggu tindakan dari suatu lembaga tertentu. Masyarakat juga dapat melaporkan indikasi kasus dugaan korupsi kepada lembaga-lembaga terkait baik itu KPK, Kepolisian maupun Kejaksaan. Namun demikian, hal tersebut juga berimplikasi negatif yaitu terjadinya perbedaan interpretasi terhadap satu kasus korupsi. Dimana masing-masing lembaga memiliki persepsi yang berbeda, contohnya penuntutan yang diajukan oleh masing-masing lembaga di peradilan tidak seragam. Masing-masing memiliki argumennya sendiri-sendiri sehingga terkadang putusan hukuman di lembaga peradilan atas kasus-kasus korupsi relatif kurang obyektif dan tidak memuaskan rasa keadilan di masyarakat.

4.3 Strategi Pencegahan Tindak Korupsi :

Indonesia menempuh strategi pemberantasan korupsi melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu: sistem; regulasi; dan institusional. Pendekatan tersebut didasarkan pada keterkaitan antara elemen-elemen (pelaku) dalam pemberantasan korupsi yang ada di Indonesia. Meskipun demikian, pemberantasan korupsi di Indonesia lebih mengedepankan pada aspek penindakan (ex post facto) dibandingkan dengan pencegahan (ex ante). Strategi Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 11: Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara Part 2

Pendekatan Sistem yang ditempuh Pemerintah Indonesia mencakup: pencegahan; penegakan hukum; dan kerjasama. Pendekatan Regulasi dalam memberantas korupsi meliputi: pengesahan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor); Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); penyusunan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tipikor; dan ratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Sedangkan Pendekatan Institusional terdiri dari: pembentukan institusi independen; pembentukan institusi yang bersifat koordinatif; dan pembentukan pengadilan khusus.

Upaya-upaya lain yang ditempuh Pemerintah Indonesia dalam mencegah korupsi mencakup reformasi birokrasi yang menekankan keterbukaan, kesempatan yang sama dan transparansi dalam rekrutmen pegawai negeri, kontrak, retensi dan proses promosi termasuk remunerasi dan diklat. Selanjutnya pemerintah juga memprioritaskan reformasi sektor pengadaan barang dan jasa yang rentan dengan praktik-praktik korupsi. Kemudian menetepkan peraturan perundang-undangan mengenai anti pencucian uang.