KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

87
KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : NURDIANSYAH 1111048000049 K O N S E N T R A S I K E L E M B A G A A N N E G A R A P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1436 H/2015 M

Transcript of KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

Page 1: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM

PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

NURDIANSYAH

1111048000049

K O N S E N T R A S I K E L E M B A G A A N N E G A R A

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1436 H/2015 M

Page 2: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

i

Page 3: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

ii

Page 4: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

iii

Page 5: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

iv

ABSTRAK

Nurdiansyah, NIM 1111048000049, KEWENANGAN KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PENUNTUTAN TINDAK PIDANA

PENCUCIAN UANG, Konsentrasi Kelembagaan Negara, Program Studi Ilmu

Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1436 H/2015 M.

Masalah yang akan diteliti dalam penetian ini adalah kewenangan Komisi

Pemberantasan Korupsi dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang. Dari

permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian ini dengan tujuan meneliti lebih

dalam tentang kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi, khususnya dalam

penuntutan tindak pidana pencucian uang dengan menelaah peraturan perundangan-

undangan yang terkait serta melihat dissenting opinion hakim tindak pidana korupsi

dalam menafsirkan tentang kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam

penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai bahan pertimbangan analisis atas

permasalahan yang akan diteliti.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan

(statue approach) dan pendekatan kasus (case approach). Adapun data yang

digunakan yaitu data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tersier. Dalam pengumpulan data menggunakan teknik

pengumpulan data secara library research (studi kepustakaan), baik bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier dikumpulkan

berdasarkan topik permasalahan yang telah diklasifikasi untuk dikaji secara

komprehensif. Dalam menganalisis data menggunakan metode penalaran (logika)

deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari suatu masalah yang bersifat umum terhadap

permasalahan konkret yang dihadapi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa mengacu kepada peraturan perundang-

undangan yang terkait tindak pidana pencucian uang tidak dijelaskan bahwa Komisi

Pemberantasan Korupsi berwenang dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang.

Kata Kunci : Kewenangan, Komisi Pemberantasan Korupsi,

Penuntutan, Tindak Pidana Pencucian Uang

Pembimbing I : Dr. Wahiduddin Adams, SH, MA

Pembimbing II : Arip Purkon, MA

Daftar Pustaka : Tahun 1981 s.d. Tahun 2014

Page 6: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

v

KATA PENGANTAR

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Alhamdulillah, segala piji bagi Allah S.W.T., Tuhan semesta alam. Tiada

daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Shalawat serta salam selalu

tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad S.A.W. beserta keluarga, sahabat,

dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Tiada cipta karya melainkan atas petunjuk

dari-Nya. Karena rahmat dan ridho-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya

ilmiah ini dengan judul “KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN

KORUPSI DALAM PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG”.

Dalam penulisan dan penyelesaian skripsi ini tidaklah mudah. Namun, segala

hambatan akan menjadi ringan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Bapak Dr. JM. Muslimin, MA periode

2014-2015 dan Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA yang telah mengayomi

kami.

2. Ketua dan Sekertaris Program Studi Ilmu, Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, SH.

MH dan Bapak Arip Purkon, MA yang telah membimbing, meluangkan waktu

dan mengarahkan segenap aktifitas yang berkenaan dengan Program Studi Ilmu

Hukum.

Page 7: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

vi

3. Pembimbing Skripsi Penulis, Bapak Dr. Wahiduddin Adams, SH, MA dan Bapak

Arip Purkon, MA yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan

memberi arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik.

4. Penguji Skripsi Penulis Bapak Dr. Alfitra, SH. MA dan Bapak Nur Rohim Yunus

L. LM yang telah menguji skripsi penulis dan memberikan arahan dalam

penulisan skripsi.

5. Pembimbing Akademik, Bapak Ahmad Bachtiar, M. Hum dan Bapak Nur Rohim

Yunus, L. LM yang sudah banyak membantu penulis selama ini.

6. Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Bapak Wawan

Yunarwanto,SH yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melakukan wawancara pribadi sebagai bahan dalam skripsi ini.

7. Spesialis Kerjasama Pada Direktorat Kerjasama dan Humas PPATK, Bapak Boby

Mokosugianta, SH dan Ibu Dhiyah Ferawati, SH yang memberikan kesempatan

kepada penulis untuk melakukan wawancara pribadi sebagai bahan dalam skripsi

ini.

8. Segenap dosen yang telah mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada penulis,

Pimpinan Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baik perputakaan

Fakultas maupun Perpustakaan Utama yang telah member fasilitas untuk

melakukan studi kepustakaan, Karyawan serta petugas umum Fakultas Syariah

dan Hukum pada khususnya dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada umumnya.

Page 8: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

vii

9. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Ayahanda Khaerul Saleh, MH dan Ibunda Siti

Syamsiati, SH dengan segala pengorbanannya baik materiil maupun formil dan

yang terutama doanya serta motivasi yang tiada henti-hentinya sehingga penulis

dapat menyelesaikan studi tepat waktu, juga adik-adikku tercinta dan segenap

keluargaku yang telah memberikan dorongan dan doa selama kuliah sampai

selesainya skripsi ini. Serta teman special penuli,

10. Teman spesial yaitu Verina pradita Agusti yang selalu menemani, memberi

motivasi serta semangat untuk terus percaya diri dan memberikan sumbangsih

pemikiran kepada penulis sampai selesainya skripsi ini.

11. Teman-teman Fakultas Syariah dan Hukum khususnya Program Studi Ilmu

Hukum angkatan 2011 dan semua pihak yang belum tersebut, terima kasih telah

memberikan dan inspirasi, motivasi dan bantuan serta dukungan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Demikian ucapan terima kasih penulis, semoga Allah S.W.T. memberikan

pahala dan balasan yang setimpal atas semua jasa-jasa mereka. Penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang banyak.

Jakarta, 18 Maret 2015 M

Nurdiansyah

Page 9: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................. iii

ABSTRAK ......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................................ 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 8

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu .............................................................. 10

E. Kerangka Konseptual .................................................................................... 11

F. Metode Penelitian.......................................................................................... 13

G. Sistematika Penulisan ................................................................................... 18

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG KEWENANGAN DAN LEMBAGA

NEGARA

A. Teori Tentang Kewenangan .......................................................................... 20

1. Pengertian Kewenangan .......................................................................... 20

2. Jenis-jenis Kewenangan ......................................................................... 24

B. Teori Tentang Lembaga Negara.................................................................... 27

1. Pengertian Lembaga Negara ................................................................... 27

2. Jenis-jenis Lembaga Negara ................................................................... 29

3. Lembaga Negara Penunjang (Auxiliary State Organs) ........................... 30

Page 10: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

ix

BAB III KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG

A. Komisi Pemberantasan Korupsi .................................................................... 33

1. Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan Komisi Pemberantasan

Korupsi ................................................................................................... 33

2. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi ...... 35

3. Visi dan Misi Komisi Pemberantasan Korupsi ....................................... 37

4. Landasan Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi................................. 38

B. Pencucian Uang ............................................................................................ 39

1. Pemahaman Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ............................ 39

2. Hubungan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak Pidana

Korupsi ................................................................................................... 42

BAB IV ANALISIS KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

DALAM PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

A. Konstruksi Hukum Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi

Dalam Penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang ...................................... 46

B. Dissenting Opinion para hakim Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) dalam

menafsirkan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Penuntutan

Tindak Pidana Pencucian Uang ................................................................... 59

C. Prospek Pengaturan Kewenangan Penuntutan Tindak Pidana Pencucian

Uang Yang Terkait Dengan Kasus Tindak Pidana Korupsi Di Masa

Mendatang ..................................................................................................... 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................... 71

B. Saran .............................................................................................................. 73

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 74

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), dan menjamin semua warga

negara dengan kedudukan yang sama dimata hukum dan pemerintahan serta wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Di berbagai

belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan

dengan tindak pidana lainnya termasuk di Negara Indonesia. Secara umum,

pengertian tindak tidana korupsi adalah suatu perbuatan curang yang merugikan

keuangan negara.1 Menurut Adnan Buyung Nasution, korupsi yang sudah terjadi

secara sistematis dan meluas ini bukan hanya merupakan tindakan yang merugikan

keuangan negara melainkan juga merupakan satu pelanggaran terhadap Hak Asasi

Manusia (HAM).2

Munurut Andi Hamzah, korupsi secara etimologis berasal dari bahasa latin

yaitu “corruptio” atau “corruptus” yang dalam bahasa Eropa seperti Inggris yaitu

“coruption”, dalam bahasa Belanda “korruptie” yang selanjutnya muncul pula dalam

1 Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, cet.III, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 15.

2 Adnan Buyung Nasution, Pentingnya Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi

(Jakarta: Pusat Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Trisakti, 2002), h. 2- 5.

Page 12: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

2

perbendaharaan bahasa Indonesia: korupsi, yang dapat berarti suka di suap.3 Lalu bila

dilihat di dalam Black’s Law Dictionary sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah,

Korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu

keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah

menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan

untuk dirinya sendiri atau orang lain.4Arti harfiah dari kata itu adalah kebusukan,

keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan

dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.5 Dalam Kamus

Bahasa Indonesia kata „korupsi‟ diartikan sebagai perbuatan yang buruk seperti

penggelapan uang , penerimaan uang sogok dan sebagainya.6

Seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana korupsi dan tindak

pidana pencucian uang sangat erat kaitannya. Hal tersebut dikarenakan di dalam

tindak pidana pencucian uang, korupsi dapat menjadi predicate crime (tindak pidana

asal) dalam tindak pidana pencucian uang. Pada hakikatnya pencucian uang adalah

suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul

uang/dana atau harta kekayaanhasil tindak pidana melalui berbagai transaksi

keuangan agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari

3 Andi Hamzah, Delik-delik Tersebar Di Luar KUHP dengan Komentar (Jakarta: Pradnya

Paramita, 1995), h. 135. 4 Rohim, Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi (Pena Multi Media, 2008), h. 2.

5 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi:Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 4-5. 6 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi:Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional,

h. 6.

Page 13: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

3

kegiatan yang sah/legal.7 Tindak Pidana Korupsi dengan Tindak Pidana Pencucian

Uang memiliki hubungan atau keterkaitan yang sangat fundamental. Hal tersebut

secara jelas dapat dilihat dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.Dalam

Undang-Undang itu sendiri dikenal satu istilah yang disebut dengan “tindak pidana

asal” (predicate crime).Tindak pidana asal (predicate crime) didefenisikan sebagai

tindak pidana yang memicu (sumber) terjadinya tindak pidana pencucian uang. Hasil

tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. Korupsi, b.

Penyuapan, c. Narkotika, d. Psikotropika, e. Penyelundupan tenaga kerja, f.

Penyelundupan migrant, g. Di bidang perbankan, h. Di bidang pasar modal, i. Di

bidang perasuransian, j. Kepabeanan, k. Cukai, l. Perdagangan orang, m.

Perdagangan senjata gelap, n. Terorisme, o. Penculikan, p. Pencurian, q.

Penggelapan, r. Penipuan, s. Pemalsuan, t. Perjudian, u. Prostitusi, v. Di bidang

perpajakan, w. Di bidang kehutanan, x. Di bidang lingkungan hidup, y. z. Di bidang

kelautan dan perikanan dan Tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 4

(empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia atau diluar wilayah Negara Kesatuaan Republik Indonesia dan tindak

pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

Pada umumnya pelaku tindak pidana Pencucian Uang berusaha

menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil

7Wikipedia, “Pencucian Uang”, artikel diakses pada 1 November 2014 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang.

Page 14: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

4

dari tindak pidana dengan berbagai cara agar Harta Kekayaan hasil kejahatannya sulit

ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan Harta

Kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Oleh karena itu,

tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem

perekonomian dan sistem keuangan, melainkan juga dapat membahayakan sendi-

sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.8

Dalam pemberantasan korupsi, lembaga yang khusus menangani

pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya bersifat Independen dan Bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Tujuan dibentuknya KPK adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna

terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.Kaitannya dengan tindak pidana

pencucian uang, KPK mempunyai wewenang dalam menangani kasus tindak pidana

pencucian uang yang tindak pidana asalnya (predicate crime) Korupsi. Hal tersebut

telah Diatur dalam Pasal 74 Undang-undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan

dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu: “Penyidikan tindak pidana

Pencucian Uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut Undang-undang ini.”

8 Wikipedia, “Pencucian Uang”.

Page 15: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

5

Penjelasan Pasal 74, yaitu yang dimaksud dengan “penyidik tindak pidana

asal” dalam Undang-undang No. 8 tahun 2008 adalah pejabat dari instansi yang diberi

kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik

Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional,

serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian

Keuangan Republik Indonesia.

Dalam melakukan upaya Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

untuk pertama kalinya, KPK menjerat M. Nazaruddin dalam kasus tindak pidana

pencucian uang saham Garuda pada Februari 2012. KPK mulai sering menggunakan

UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang untuk menjerat tersangka korupsi. Mereka antara lain Wa Ode

Nurhayati, Djoko Susilo, Luthfi Hasan Ishaaq, Ahmad Fathanah, Rudi Rubiandini,

M. Akil Mochtar, dan Anas Urbaningrum.9 Penerapan Undang-undang Tindak Pidana

Pencucian Uang adalah cara efektif untuk membuka peluang lebih besar terhadap

pengembalian keuangan negara. Hampir semua kasus yang ditangani KPK

menggunakan Undang-undangTindak Pidana Pencucian Uang. Penggabungan kasus

korupsi dengan Tindak Pidana Pencucian Uang memberikan keuntungan tersendiri

bagi KPK dalam penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi. Pertama, lebih banyak

aktor yang terjerat, termasuk korporasi. Kedua, hukuman lebih maksimal. Ketiga,

9HukumOnline.com, “Grey Area Penanganan TPPU”, artikel diakses pada 1 November

2014 dari http://www.hukumonline.com/ berita/baca/lt52f0d3968ed1f/grey-area-penanganan-tppu-

bagian-1.

Page 16: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

6

mengefektifkan pengembalian aset negara. Dan keempat, bisa memiskinkan

koruptor.10

Permasalahan yang dihadapi KPK dalam Penanganan Tindak Pidana

Pencucian Uang yaitu dalam hal penuntutan. Hal tersebut dikarenakan tidak diaturnya

secara jelas kewenangan KPK dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang di

dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uangkewenangan KPK dalam hal penuntutan.

Perbedaan pendapat (Dissenting Opinion) para hakim TIPIKOR yang dapat

dilihat terjadi pada perkara Lutfi Hasan Ishaq dan Ahmad Fathanah dimana ada 2

majelis hakim yaitu menyatakan setuju bila KPK dapat melakukan penuntutan

terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang,yaitu Hakim I Made Hendra dan Joko

Subagyo ,dimana kedua hakim tersebut menyatakan bahwa jaksa KPK tidak

berwenang menuntut Tindak Pidana Pencucian Uang.11

Perbedaan pendapat ini

menjadi tidak terhindarkan karena Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang

memang tidak mengatur kewenangan jaksa KPK menuntut perkara Tindak Pidana

Pencucian Uang tetapi dalam kenyataannya jaksa KPK dapat melakukan penuntutan

terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang.12

Berdasarkan uraian tersebut di atas,

10

HukumOnline.com, “Grey Area Penanganan TPPU”. 11

HukumOnline.com, KPK “Berwenang Tangani TPPU Sejak 2002”, artikel diakses pada 2

November 2014 darihttp:// www.hukumonline.com/berita/baca/lt52267e44e3133/kpk-berwenang-

tangani-tppu-sejak-2002. 12

Muhammad Fadli, “Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam

Penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang”, Jurnal Legislasi Indonesia, no. 1 Vol 11 (2014): h. 15.

Page 17: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

7

penulis merasa perlu untuk membahas dan meneliti secara lebih mendalam atas

berbagai fenomena tersebut serta penelitian ini dapat dijadikan sebagai skripsi dengan

tema atau judul tentang “KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN

KORUPSI DALAM PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi penelitian ini yaitu membahas

tentang kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penututan Tindak

Pidana Pencucian Uang yang dihubungkan dengan Undang-undang, teori-teori,

kasus-kasus dan wawancara pihak-pihak yang terkait, serta Dissenting Opinion

para hakim Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) dalam menafsirkan kewenangan

Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penuntutan Tindak Pidana Pencucian

Uang.

2. Perumusan Masalah

Berdasar dari latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah

diuraikan, menurut peraturan perundang-undangan tidak dijelaskan tentang

kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penuntutan Tindak Pidana

Pencucian Uang tetapi dalam kenyataannya Komisi Pemberantasan Korupsi dapat

melalukan penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang. Rumusan tersebut di atas

penulis rinci dalam bentuk pertanyaan yaitu sebagai berikut:

Page 18: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

8

1. Bagaimana Konstruksi Hukum/Argumentasi Yuridis sehingga Komisi

Pemberantasan Korupsi merasa berwenang dalam penuntutan Tindak Pidana

Pencucian Uang?

2. Bagaimana Dissenting Opinion para hakim Tindak Pidana Korupsi

(TIPIKOR) dalam menafsirkan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi

dalam penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang?

3. Bagaimana prospek pengaturan kewenangan penuntutan Tindak Pidana

Pencucian Uang yang terkait dengan kasus Tindak Pidana Korupsi di masa

mendatang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai.

Penelitian tentang Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam

penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang memiliki tujuan yaitu sebagai berikut:

a. Tujuan secara Umum

1) Untuk mengetahui Konstruksi Hukum/ Argumentasi Yuridis kewenangan

Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penuntutan Tindak Pidana

Pencucian Uang.

2) Untuk mengetahui Dissenting Opinion para hakim Tindak Pidana Korupsi

(TIPIKOR) dalam menafsirkan Kewenangan Komisi Pemberantasan

Korupsi dalam penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Page 19: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

9

3) Untuk mengetahui prospek pengaturan kewenangan penuntutan Tindak

Pidana Pencucian Uang yang terkait dengan kasus Tindak Pidana Korupsi

di masa mendatang.

b. Tujuan secara khusus yaitu untuk memenuhi persyaratan akademis guna

memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Konsentrasi Kelembagaan

Negara, Program Studi Ilmu Hukum di Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Dalam setiap penelitian, disamping memiliki tujuan tentunya penulis juga

mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca

penelitian ini. Adapun manfaat yang diharapkan dan dihasilkan dalam penelitian

ini antara lain:

a. Manfaat Teoritis

1) Memberikan manfaat terhadap khasanah perkembangan ilmu hukum,

khususnya lembaga negara yang bertugas melakukan pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang .

2) Menambah dan memperkaya referensi dan literature kepustakaan hukum

tata negara yang kaitannya tentang Kewenangan Komisi Pemberantasan

Korupsi dalam penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang.

b. Manfaat Praktis

Page 20: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

10

1) Menjadi kesempatan bagi penulis untuk membentuk dan mengembangkan

penalaran dan pola pikir ilmiah serta dapat menguji dan mengetahui

kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang diperoleh.

2) Memberi sumbangan pemikiran bagi institusi atau lembaga yang terkait

langsung terhadap penelitian ini.

3) Dapat menjadi jawaban atas masalah yang diteliti dalam penelitian ini.

D. Kajian (Review) Studi Terdahulu

Dalam melakukan penelitian ini, penulis melihat kajian atau review terdahulu

sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan dalam penelitian ini. Adapun kajian

atau review terdahulu yang menjadi acuan antara lain:

1. Skripsi mengenai “Eksistensi State Auxiliary Organs Dalam Rangka

Mewujudkan Good Governance” oleh Angga Martandy Prihantoro,

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun

2010, skripsi ini membahas tentang keberadaan dan kedudukan State Auxiliary

Organs yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi dalam struktur ketatanegaraan

Indonesia serta dalam mewujudkan Good Governance di Indonesia, sedangkan

penelitian ini membahas tentang kewenangan Komisi Pemberantasan korupsi

dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi khususnya dalam hal penuntutan

Tindak Pidana Pencucian Uang.

2. Skripsi mengenai “Tugas dan Wewenang kejaksaan dan Komisi

Pemberantasan Korupsi dalam penanggulangan Tindak Pidana Korupsi

Page 21: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

11

(Kajian Perbandingan)” oleh Evi Yuliani, Mahasiswi Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009,

Skripsi ini membahas tentang membandingkan tugas dan wewenang Kejaksaan

dengan Komisi Pemberansan Korupsi dalam penuntutan Tindak Pidana Korupsi

dalam hal penuntutan, sedangkan dalam penelitian ini membahas tentang

membahas kewenangan Komisi Pemberansan Korupsi dalam penuntutan Tindak

Pidana Pencucian Uang .

3. Skripsi mengenai “Indepedensi Yuridis KPK: Telaah Teoritis dan Praktis”

oleh Benu Pangestu, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013, Skripsi ini membahas

tentang urgensi dan tantangan KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,

serta mengkaji lebih tentang peran dan kedudukan KPK di dalam struktur

kelembagaan Negara berdasarkan undang-undang yang terkait, sedangkan

penelitian ini khusus membahas tentang kewenangan Komisi Pemberansan

Korupsi dalam pentuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang.

E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitanantara

konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang inginditeliti. Kerangka

konsep ini gunanya untuk menghubungkan ataumenjelaskan secara panjang lebar

tentang suatu topik yang akan dibahas. Kerangka konseptual menjelaskan pengertian-

Page 22: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

12

pengertian yang berkaitan dengan istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan ini,

antara lain:

1. Menurut Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

adalah lembaga Negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya

bersifat Independen dan Bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dan dibentuk

dengan Tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya

pemberantasan tindak pidana korupsi.

2. Kewenangan adalah hak seorang individu untuk melakukan sesuatu tindakan

dengan batas-batas tertentu dan diakui oleh subjek hukum dalam suatu kelompok

tertentu.

3. Menurut Pasal 1 angka 6 KUHAP, Penuntut Umum adalah jaksa yang telah

diberi wewenang melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

4. Menurut Pasal 1 angka 6 KUHAP, Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang

melakukan penuntutan serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

5. Menurut Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jaksa KPK adalah penuntut umum pada

Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi.

6. Menurut Pasal 1 angka 7 KUHAP, Penuntutan adalah tindakan penuntut untuk

melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan

Page 23: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

13

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya

diperiksa dan diputus oleh hakim di siding pengadilan.

7. Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang diancam dengan pidana oleh

undang-undang, bertentangan dengan hukum dilakukan dengan kesalahan oleh

seseorang yang mampu bertanggung jawab.13

8. Pencucian Uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal-asul uang atau harta kekayaan yang

diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan

yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah.14

9. Korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang secara melawan

hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

koorporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian Negara.15

10. Dissenting Opinion adalah suatu pendapat berbeda yang dilakukan oleh seorang

anggota/beberapa majelis hakim minoritas, yang wajib dimuat dan merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya adalah suatu proses sistematis dan terencana

untuk menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, serta doktrin-doktrin

13

Roni Wiyanto, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia (Bandung, C.V.Mandar Maju, 2012),

h. 160. 14

Aziz syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Cet. IV, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 19. 15

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Cet II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 9.

Page 24: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

14

guna menjawab isu hukum yang dihadapi secara kontekstual.16

Adapun Metode

penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat diuraikan penulis sebagai

berikut:

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.

Metode penelitian hukum normatif adalah metode atau cara yang dipergunakan di

dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang

ada.17

Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder dari bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut kemudian

disusun secara sistematis, dikaji, dan kemudian ditarik kesimpulan dalam

hubungannya dengan masalah yang diteliti. Masalah yang akan dikaji dalam

penelitian ini adalah Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam

penuntutan terhadap Tindak Pidana Pencucian uang.

2. Jenis Pendekatan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan perundang-

undangan (statue approach) dan pendekatan kasus (case approach).Pendekatan

undang-undang (statue approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-

undang dan regulasi yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.Selain

itu, penulis juga menggunakan Pendekatan kasus (case approach) yang dilakukan

16

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Prenada Media: Jakarta, 2005), h. 35. 17

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

cet XI, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), h. 13–14.

Page 25: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

15

dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti yang telah menjadi putusan pengadilan serta melihat

dissenting opinion hakim Tindak Pidana Korupsi dalam menafsirkan

Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penuntutan terhadap Tindak

Pidana Pencucian Uang.

3. Sumber Data

Dalam penelitian normatif ini jenis data yang digunakan adalah data

hukum sekunder. Menurut Soerjono Soekanto, data hukum sekunder dibagi

menjadi:18

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mencakup ketentuan-

ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai kekuatan

hukum yang mengikat. Bahan-bahan hukum primer meliputi perundang-

undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan perundang-

undangan, dan putusan-putusan hakim.19

Bahan hukum primer yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Undang-undang Hukum

Acara Pidana;

2) Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi;

18

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

cet XI, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), h. 59. 19

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cet VI, (Jakarta : Kencana, 2010), h. 141.

Page 26: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

16

3) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari

penelusuran buku-buku dan artikel-artikel yang berkaitan dengan penelitian

ini, yang memberikan penjelasan mendalam mengenai bahan hukum primer

dan bahan hukum yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah buku-

buku, skripsi, tesis, majalah, jurnal hukum, wawancara ahli, dan lain

sebagainya yang berkaitan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan

Tindak Pidana Pencucian Uang serta artikel ilmiah dan tulisan di internet.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.Dalam hal ini penulis

membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk mencari istilah-istilah yang

berkaitan dengan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data

secara library research (studi kepustakaan) serta wawancara ahli/seseorang yang

berwenang atau berkompeten, baik bahan hukum primer dan bahan

Page 27: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

17

hukumsekunder dan bahan hukum tersier dikumpulkan berdasarkan topik

permasalahan yang telah diklasifikasi untuk dikaji secara komprehensif.20

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Penelitian ini mendeskripiskan data-data yang diperoleh selama penelitian,

yaitu apa yang tertera dalam bahan-bahan hukum yang relevan dan menjadi acuan

dalam penelitian hukum kepustakaan.21

Data kualitatif adalah fokus dari

penelitian ini. Dengan demikian penulis berharap untuk dapat memberikan

gambaran utuh dan menyeluruh bagi berbagai fenomena yang ingin diteliti, yaitu

seputar permasalahan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam

penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pada akhirnya memberikan

simpulan yang solutif untuk memecahkan permasalahan yang diteliti dengan

memberikan rekomendasi seperlunya.Metode penalaran yang dipilih oleh penulis

adalah metode penalaran (logika) deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari suatu

masalah yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.

6. Metode Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini mulai dari awal hingga akhir mengacu

pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.

20

Suratman dan H. Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum (Bandung: Alfabeta, 2013), h.

123. 21

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

2004), h. 52.

Page 28: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

18

G. Sistematika Penelitian

Dalam penelitian hukum terdapat sistematika penelitian yang berguna untuk

memudahkan peneliti menelaah dan mengkaji penelitian.Pada penelitian ini yang

berjudul “Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Penuntutan Tindak

Pidana Pencucian Uang” penulis merasa perlu untuk menguraikan terlebih dahulu

sistematika penulisan sebagai gambaran singkat. Sesuai dengan buku pedoman

penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2012. Penulis menyusun sistematika yang terbagi dalam

lima bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun rinciannya

yaitu sebagai berikut:

BAB Pertama, PENDAHULUAN yang berisi tentang uraian latar belakang,

pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (review)

studi terdahulu, kerangka konseptual, metode penelitian dan sistematika penelitian.

BAB Kedua, LANDASAN TEORI TENTANG KEWENANGAN DAN

LEMBAGA NEGARA yang berisi teori tentang kewenangan dan teori tentang

lembaga Negara. Dimana teori tentang kewenangan menjelaskan pengertian

kewenangan dan jenis-jenis kewenangan, sedangkan teori tentang lembaga Negara

menjelaskan tentang pengertian lembaga Negara, jenis-jenis lembaga Negara, dan

lembaga negara penunjang (auxiliary state organs).

BAB Ketiga, KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN PENCUCIAN

UANG yang berisi tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pencucian uang,

dimana Komisi pemberantasan Korupsi menjelasakan latar belakang dan tujuan

Page 29: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

19

pembentukan komisi pemberantasan korupsi, Tugas, wewenang dan kewajiban

Komisi Pemberantasan Korupsi, Visi danmisiKomisi Pemberantasan Korupsi, dan

Landasan hukum Komisi Pemberantasan Korupsi, sedangkan Pencucian Uang

menjelaskan tentang Pemahaman Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan

Hubungan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Korupsi.

BAB Keempat, ANALISA KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN

KORUPSI DALAM PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

yang berisi tentang deskripsi hasil penelitian atas permasalahan yang telah

dirumuskan oleh penulis yaitu Pertama, Konstruksi Hukum/Argumentasi Yuridis

kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penuntutan Tindak Pidana

Pencucian Uang. Kedua, Dissenting Opinion para hakim tindak pidana korupsi

(TIPIKOR) dalam menafsirkan kewenangan komisi pemberantasan korupsi dalam

penuntutan tindak pidana pencucian uang.Ketiga, Prospek pengaturan kewenangan

penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang yang terkait dengan kasus Tindak Pidana

Korupsi di masa mendatang.

BAB Kelima, PENUTUP yang berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian,

serta memberi saran-saran sebagai evaluasi dari penelitian.

Page 30: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

20

BAB II

LANDASAN TEORI TENTANG KEWENANGAN DAN

LEMBAGA NEGARA

A. Teori Tentang Kewenangan

1. Pengertian Kewenangan

Dalam Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara dikenal istilah

kewenangan, dimana istilah kewenangan diberikan kepada suatu organ

Negara/lembaga Negara. Kewenangan atau wewenang memiliki kedudukan

penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi. Begitu

pentingnya kedudukan wewenang ini sehingga F.A.M. Stroik dan J.G.

Steenbeek menyatakan: “Het begrip bevoegdheid is dan ook een kembegrip in

het staats-en administratief recht”.22

Dari pernyataan tersebut dapat diartikan

bahwa wewenang merupakan konsep inti dari hukum tata negara dan hukum

administrasi.

Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) sebagaimana dikutip

oleh Kamal Hidjaz, kata wewenang disamakan dengan kata kewenangan,

yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan

membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada

22

E.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek, Inleiding in het Staats-en. Administratief Recht

(Alphen aan den Rijn : Samsom H.D. Tjeenk Willink, 1985), h. 26.

20

Page 31: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

21

orang/badan lain.23

Kewenangan biasa disebut dalam bahasa Inggris dengan

sebutan Authority yang dalam Black S Law Dictionary diartikan sebagai

“Legal power; a right to command or to act; the right and power of public

officers to require obedience to their orders lawfully issued in scope of their

public duties”.24

Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa Kewenangan

atau wewenang adalah kekuasaan hukum, hak untuk memerintah atau

bertindak; hak atau kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi aturan hukum

dalam lingkup melaksanakan kewajiban publik.

Dalam mendefinisikan kewenangan terdapat banyak definisi yang

dijelaskan oleh pakar/ahli yaitu antara lain:

a. Menurut Philipus M. Hadjon, wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan

sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam konsep hukum

publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan.25

b. Menurut F.P.C.L. Tonner berpendapat sebagaimana dikutip oleh Ridwan

HR “Overheidsbevoegdheid wordt in dit verband opgevad als het

vermogen om positief recht vast te srellen en Aldus rechtsbetrekkingen

tussen burgers onderling en tussen overhead en te scheppen”. Dari

kalimat tersebut dapat diterjemahkan bahwa kewenangan pemerintah

dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan

23

Kamal Hidjaz, Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem Pemerintahan

Daerah Di Indonesia (Makasar: Pustaka Refleksi, 2010), h. 35. 24

Henry Campbell Black, Black’S Law Dictionary ( West Publishing, 1990), h. 133. 25

Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang”, YURIDIKA, No.5&6 Tahun XII, September –

Desember, 1997 , h.1.

Page 32: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

22

hukum positif, dan dengan begitu dapat diciptakan hubungan hukum

antara pemerintahan dengan warga Negara.26

c. Menurut Ferrazi kewenangan yaitu sebagai hak untuk menjalankan satu

atau lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan (regulasi dan

standarisasi), pengurusan (administrasi) dan pengawasan (supervisi) atau

suatu urusan tertentu.27

d. Ateng syafrudin berpendapat ada perbedaan antara pengertian

kewenangan dan wewenang.28

Atas hal tersebut harus dibedakan antara

kewenangan (authority, gezag) dengan wewenang (competence,

bevoegheid). Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal,

kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-

undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel”

(bagian) tertentu saja dari kewenangan.

e. Menurut S. F. Marbun, Kewenangan dan wewenang harus dibedakan.

Kewenangan (authority, gezag) adalah kekuasaan yang diformalkan baik

terhadap segolongan orang tertentu maupun terhadap sesuatu bidang

pemerintahan tertentu secara bulat. Sedangkan wewenang (competence,

bevoegdheid) hanya mengenal bidang tertentu saja. Dengan demikian,

kewenangan berarti kumpulan dari wewenang-wewenang

26

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), h. 100. 27

Ganjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum (Bogor: Ghalia Indonesia,

2007), h. 93. 28

Ateng Syafrudin, “Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan

Bertanggung Jawab”, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, (Bandung, Universitas Parahyangan, 2000), h. 22.

Page 33: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

23

(rechsbevoegdheden). Jadi, wewenang adalah kemampuan bertindak yang

diberikan peraturan perundang-undangan untuk melakukan hubungan

hukum.29

Dari definisi yang dijelaskan oleh para ahli, bila dilihat dari sisi tata

Negara dan administrasi Negara, penulis berpendapat bahwa kewenangan

adalah suatu hak yang dimiliki oleh suatu organ Negara/lembaga Negara

berupa wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan

atau peraturan tertentu untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai organ

Negara/lembaga Negara. Kewenangan yang diberikan oleh undang-undang

kepada suatu organ Negara/lembaga Negara adalah kewenangan yang

memiliki legitimasi, sehingga munculnya kewenangan adalah membatasi agar

penyelenggara negara dalam melaksanakan pemerintahan dapat dibatasi

kewenangannya agar tidak berlaku sewenang-wenang. Dalam

mengaplikasikan suatu kewenangan yang dimiliki oleh suatu organ

Negara/lembaga Negara, penulis memberi contoh yaitu mengenai

kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dalam pasal 12

ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu member wewenang kepada KPK

untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.

29

Kamal Hidjaz, Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem Pemerintahan

Daerah Di Indonesia (Pustaka Refleksi, Makasar, 2010), h. 35.

Page 34: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

24

2. Jenis-Jenis Kewenangan

Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe

voegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup

wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat

keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka

pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang

utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Secara yuridis,

pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan

perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.30

Dalam

memperoleh kewenangan ada tiga cara untuk memperoleh kewenangan yaitu

antara lain:

a. Atribusi, yaitu pemberian kewenangan oleh pembuat undang-undang

sendiri kepada suatu organ pemerintahan, baik yang sudah ada maupun

yang baru sama sekali.31

Artinya kewenangan itu bersifat melekat

terhadap organ pemerintahan tersebut yang dituju atas jabatan dan

kewenangan yang diberikan kepada organ pemerintahan tersebut.

b. Delegasi adalah penyerahan wewenang yang dipunyai oleh organ

pemerintahan kepada organ yang lain.32

Dalam delegasi mengandung

suatu penyerahan, yaitu apa yang semula kewenangan si A, untuk

30

Indroharto, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (Bandung: Citra Aditya Bakti,

1994), h. 65. 31

Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008), h. 104. 32

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, h. 105.

Page 35: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

25

selanjutnya menjadi kewenangan si B. Kewenangan yang telah diberikan

oleh pemberi delegasi selanjutnya menjadi tanggung jawab penerima

wewenang.

c. Mandat diartikan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan.

Pelimpahari itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk

gungmembuat keputusan a/n pejabat Tata Usaha Negara yang memberi

mandat.33

Tanggungjawab tidak berpindah ke mandataris, melainkan

tanggungjawab tetap berada di tangan pemberi mandat, hal ini dapat

dilihat dan kata a.n (atas nama). Dengan demikian, semua akibat hukum

yang ditimbulkan oleh adanya keputusan yang dikeluarkan oleh

mandataris adalah tanggung jawab si pemberi mandat.34

Jika melihat cara-cara memperoleh suatu kewenangan organ

pemerintahan/lembaga Negara, penulis menghubungkan teori kewenangan ini

dengan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penuntutan

Tindak Pidana Pencucian Uang. Pertama, dengan cara atribusi kewenangan

dimana dalam Pasal 68 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menjelaskan

bahwa“Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta

pelaksanaan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap

tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang ini dilakukan

33

Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang Pemerintahan (Bestuurbevoegdheid)”, Pro

Justitia Tahun XVI, no.I (Januari 1998), h. 90. 34

Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang Pemerintahan (Bestuurbevoegdheid)”, h. 94.

Page 36: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

26

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan

lain dalam undang-undang ini”. Disitu ada kata-kata “dilakukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan” artinya Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2010 sifatnya tidak menutup dari undang-undang lain, dalam hal ini

masih ada kemungkinan KPK menggunakan Undang-Undang no. 30 Tahun

2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang memberikan KPK

kewenangan penuntutan.

Kedua, dengan cara Delegasi dimana dalam hal penyidikan tindak

pidana pencucian uang yang dilakukan oleh penyidik KPK, apabila dalam

penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyidik KPK ada

indikasi tindak pidana pencucian uang, maka berdasarkan pasal 75 Undang-

Undang Nomor 8 tahun 2010, maka penyidik KPK dapat menggabungkan

antara tindak pidana korupsi dengan tindak pidana pencucian uang. kemudian

setelah penyidikan selesai, maka penyidik KPK melaporkan atau

berkoordinasi dengan penuntut umum KPK untuk selanjutnya diteruskan ke

tahap penuntutan oleh jaksa KPK.

Ketiga, dengan cara Mandat dimana Komisi Pemberantasan Korupsi

memberi mandat kepada jaksa KPK untuk melakukan penuntutan atas perkara

tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah korupsi

sebagai penuntut umum KPK dengan bertindak atas nama Komisi

Pemberantasan Korupsi.

Page 37: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

27

B. Teori Tentang Lembaga Negara

1. Pengertian Lembaga Negara

Di dalam suatu Negara, tentunya memiliki organ-organ Negara yang

biasa disebut dengan istilah Lembaga Negara. Istilah lembaga Negara dalam

kepustakaan Inggris, biasa disebut dengan istilah Political Institution,

sedangkan dalam terminologi bahasa Belanda terdapat istilah Staat Organen.

Sementara itu, bahasa Indonesia menggunakan lembaga negara, badan negara,

atau organ Negara.35

Dalam memahami istilah organ atau lembaga Negara secara dalam,

dapat dilihat dari pandangan Hans Kelsen sebagaimana yang dikutip oleh

Jimly Asshidiqie mengenai “The concept of state organ” dalam bukunya

“General Theory of Law and State”, dimana dalam bukunya tersebut Hans

Kelsen menguraikan bahwa “Whoever fulfills a function determined by the

legal order is an organ”.36

Dari kalimat tersebut dapat diartikan bahwa siapa

saja yang menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh suatu hukum (legal

order) adalah suatu organ. Artinya, organ Negara itu tidak selalu berbentuk

organik. Di samping organ Negara yang berbentuk organik, lebih luas lagi,

setiap jabatan yang ditentukan oleh hukum dapat juga disebut sebagai organ,

35

Firmansyah Arifin dkk., Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga

Negara (Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2005), h. 88. 36

Jimly Asshidiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi

(Jakarta: Konstitusi Press, 2006), h. 36-38.

Page 38: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

28

asalkan fungsi-fungsinya bersifat menciptakan norma (norm creating)

dan/atau menjalankan norma (norm applying).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagaimana yang dikutip oleh

Firmansyah Arifin, dkk, kata “lembaga” memiliki beberapa arti, salah satu arti

yang paling relevan digunakan dalam penelitian ini adalah badan atau

organisasi yang tujuannya melakukan suatu usaha. Kamus tersebut juga

memberi contoh frase yang menggunakan kata lembaga, yaitu “lembaga

pemerintah” yang diartikan sebagai badan-badan pemerintahan dalam

lingkungan eksekutif. Apabila kata “pemerintah” diganti dengan kata

“negara”, maka frase “lembaga negara” diartikan sebagai badan-badan negara

di semua lingkungan pemerintahan Negara (khususnya di lingkungan

eksekutif, legislatif, dan yudikatif).37

Seiring dengan perkembangannya, pemahaman tentang lembaga

Negara muncul dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-

1/2003 atas pengujian Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang

Penyiaran yang menyatakan bahwa “dalam sistem ketatanegaraan Indonesia

istilah lembaga Negara tidak selalu dimaksudkan sebagai lembaga Negara

yang dimaksudkan dalam UUD yang keberadaannya atas dasar perintah

konstitusi, tetapi juga ada yang dibentuk atas perintah undang-undang dan

bahkan ada lembaga Negara yang dibentuk atas dasar keputusan presiden”.

37

Firmansyah Arifin dkk.,Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara

(Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2005), h. 30.

Page 39: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

29

Pertimbangan tersebut dikutip kembali pada putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 031/PUU-IV/2006 atas pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2002 tentang Penyiaran.

Dari pengertian-pengertian mengenai istilah lembaga Negara, penulis

sependapat dengan pendapat mahkamah konstitusi di dalam putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-1/2003 dan menarik kesimpulan

bahwa lembaga Negara adalah suatu organ Negara yang dibentuk oleh Negara

baik melalui UUD 1945, Undang-undang maupun Keputusan Presiden yang

memiliki tugas dan fungsinya serta wewenang yang diatur oleh peraturan

yang terkait sebagai penyelenggara Negara.

2. Jenis-jenis Lembaga Negara

Ketentuan UUD 1945 tidak mengklasifikasikan jenis-jenis lembaga

Negara. dalam memahami jenis-jenis Lembaga Negara secara teori ada 3 jenis

lembaga Negara yaitu antara lain: Lembaga Negara Utama, Lembaga Negara

Kedua, Lembaga Negara Ketiga. Sebagaimana penjelasan sebagai berikut:

a. Lembaga Negara Utama

Lembaga Negara utama adalah lembaga tinggi Negara yang

tugas dan wewenangnya diatur oleh Undang-undang dasar 1945. Lembaga

tinggi Negara ini terbagi atas Lembaga Legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Adapun organ Negara yang termasuk lembaga Negara utama antara lain:

DPR, DPD, MPR, Presiden dan Wakil Presiden, MA, MK, dan BPK.

Page 40: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

30

b. Lembaga Negara Kedua

Lembaga Negara kedua adalah Lembaga Negara yang

kewenangannya disebutkan di dalam UUD 1945 dan Undang-undang.

Lembaga Negara kedua ini disebutkan secara eksplisit ataupun Implisit di

dalam Undang-undang dasar 1945 selain lembaga Negara Utama/lembaga

tinggi Negara.38

Adapun organ Negara yang termasuk lembaga Negara

kedua antara lain: Kementerian, Kepolisian RI, Kejaksaan RI, TNI, Bank

Sentral, dan lain sebagainya.

c. Lembaga Negara Ketiga

Lembaga Negara ketiga adalah lembaga Negara dalam lingkup

pemerintahan daerah. Adapun organ Negara yang termasuk lembaga

Negara ketiga antara lain: Gubernur/Bupati/Walikota Pemerintahan

Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota.

3. Lembaga Negara Penunjang (Auxiliary State Organs)

Dalam memahami istilah Lembaga Negara Penunjang (Auxiliary State

Organs), ada beberapa istilah-istilah yang disamakan dengan Auxiliary State

Organs, ada yang menyebutkan komisi Negara, ada yang menyebutkan

Auxiliary State bodies, Auxiliary State Agencies dan adapula yang

menyebutkan sebagai lembaga Negara Independen.

38

Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD

1945 (Jakarta: Kencana, 2010), h. 179.

Page 41: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

31

Menurut Jimly Asshidiqie yang menyebutkan lembaga Negara penunjang

sebagai komisi Negara memberikan definisi yaitu komisi Negara adalah organ

Negara (state organ) yang diedealkan independen dan karenanya berada

diluar kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.39

Dengan demikian dapat

dipahami bahwa Lembaga Negara penunjang ini bebas dari pengaruh dan

intervensi manapun. Lembaga Negara penunjang (Auxiliary State Organs)

dibagi menjadi 2 yaitu:40

a. Komisi Negara Eksekutif (Executive Branches Agencies)

Komisi Negara Eksekutif adalah Komisi Negara yang tugas dan

fungsinya dimaksudkan untuk membantu kinerja dari lembaga eksekutif.

Adapun organ Negara yang termasuk dalam Komisi Negara Eksekutif

antara lain: Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan, Komisi Hukum

Nasional, ,Komite Akreditasi Nasional, dan lain sebagainya.

b. Komisi Negara Independen (Independent Regulatory Agencies)

Komisi Negara Independen adalah Suatu organ Negara/komisi

yang independen, karena berada diluar dari kekuasaan manapun

(kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif) dan bertanggung jawab

langsung kepada rakyat melalui DPR sebagai representatif dari rakyat,

namun mempunyai fungsi dari ketiga lembaga tersebut (legislatif,

39

Denny Indrayana, Negara Antara Ada Dan Tiada Refomasi Hukum Ketatanegaraan

(Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2008), h. 265-266. 40

Sri Sumantri, Lembaga Dan Auxikiary Bodies Dalam Sitem Ketatanegaraan Mnurut UUD

1945 (Surabaya, Airlangga University Press, 2002), h. 204.

Page 42: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

32

eksekutif, dan yudikatif). Adapun organ Negara yang termasuk dalam

Komisi Negara Eksekutif antara lain: Komisi Pemberantasan Korupsi,

Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Penyiaran Indonesia,

PPATK, Komnas HAM, dan lain sebagainya.41

Dalam hal ini, penulis menghubungkan teori tentang Lembaga

Negara Penunjang/Independen (auxiliary state organs) dengan penelitian

ini karena Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan salah satu dari

Lembaga Negara Penunjang/Independen (auxiliary state organs). KPK

merupakan Lembaga Negara yang dalam menjalankan kewenangannya

bebas dari pengaruh dan intervensi pihak atau lembaga manapun baik

dalam upaya pemberantasan korupsi maupun tindak pidana pencucian

uang termasuk kewenangan KPK dalam penuntutan tindak pidana

pencucian, meskipun dalam banyak pihak memperdebatkan perihal

kewenangan KPK dalam penuntutan TPPU seperti halnya dissenting

opinion hakim TIPIKOR dalam putusan pengadilan terkait tindak pidana

pencucian uang.

41

Sri Sumantri, Dan Auxikiary Bodies Dalam Sitem Ketatanegaraan Mnurut UUD 1945, h.

208.

Page 43: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

33

BAB III

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG

A. Komisi Pemberatasan Korupsi

1. Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi

Dalam penanganan tindak pidana korupsi, harus diakui bahwa

eksistensi lembaga pemerintahan yang menangani perkara korupsi belum

berfungsi secara efektif dan effesien dalam pemberantasan tindak pidana

korupsi. Hal demikian diperparah oleh indikasi adanya keterlibatan aparat

penegak hukum dalam penanganan kasus korupsi. Paling tidak terdapat 3

alasan yang membuat hal demikian terjadi yaitu: Pertama, melalui media

massa seringkali ditemukan adanya beberapa kasus korupsi besar yang tidak

pernah jelas ujung akhir penanganannya. Kedua, pada kasus tertentu juga

sering terjadi adanya pengeluaran SP3 (surat perintah penghentian

penyidikan) oleh aparat terkait sekalipun bukti awal secara yuridis dalam

kasus tersebut sesungguhnya cukup kuat. Ketiga, kalaupun suatu kasus

korupsi penanganannya sudah sampai di persidangan pengadilan, seringkali

public dikejutkan bahkan dikecewakan oleh adanya vonis-vonis yang

melawan arus dan rasa keadilan masyarakat.42

Selain itu, penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana

korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami

42

Mahrus Ali, Hukum Pidana Korupsi Di Indonesia (Yogyakarta: UII Press, 2011), h.169.

33

Page 44: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

34

berbagai hambatan. Untuk itulah diperlukan metode penegakan hukum secara

luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai

kewenangan luas independen serta bebas dari kekuasaan manapun dalam

upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang pelaksanaannya dilakukan

secara optimal, intensif, efektif, propesional serta berkesinambungan.43

Pembentukan lembaga yang diharapkan mampu memberantas atau paling

tidak meminimalisir maraknya kasus korupsi salah satunya adalah dengan

pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam bagian konsideran

huruf a dan b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan, bahwa debentuknya

Komisi tersebuat karena di satu sisi realitas korupsi di Indonesia dinilai

semakin memperihatinkan dan menimbulkan kerugian besar terhadap

keuangan maupun perekonomian Negara sehingga menghambat

pembangunan nasional dalam mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan dan

keadilan masyarakat. Pada sisi lain, upaya pemberantasan korupsi yang telah

berjalan selama ini dinilai pula belum terlaksana secara optimal. Karena

aparat penegak hukum yang bertugas menangani perkara tindak pidana

korupsi dipandang belum dapat berfungsi secara efektif dan effesien.44

Mengenai latar belakang dan tujuan terbentuknya Komisi

Pemberantasan Korupsi, penulis sependapat dengan pendapat yang

43

Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi Aspek Nasional Dan Aspek Internasional

(Bandung: Mandar Maju, 2004), h. 26-29. 44

Artidjo Alkostar,Korupsi Politik Di Negara Modern (Yogyakarta: UII Press, 2008), h. 377.

Page 45: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

35

dikemukakan oleh Ryaas Rasyid sebagaimana dikutip oleh Ni‟matul Huda

yang menyatakan “Fenomena menjamurnya komisi Negara memberi kesan

bahwa Indonesia berada dalam darurat karena pelbagai institusi yang ada

selama ini tidak berperan serta berjalan efektif sesuai dengan ketatanegaraan

dan konstitusi. DPR belum mampu menjalankan fungsi pengawasan terhadap

kinerja lembaga Negara yang berada di bawah lembaga eksekutif. Di sisi lain,

lembaga kuasi Negara adalah terobosan sekaligus perwujudan

ketidakpercayaan rakyat dan pimpinan Negara terhadap lembaga kenegaraan

yang ada”.45

Atas dasar itulah, penulis menyimpulkan bahwa tujuan

pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi adalah untuk mengoptimalkan

pemberantasan tindak pidana korupsi yang sulit diwujudkan jika masih

mengandalkan lembaga penegak hukum yang telah ada seperti kepolisian dan

kejaksaan. Hal ini disebabkan karena pada kenyataannya aparat penegak

hukum itu sendiri seringkali terlibat dalam praktik korupsi atas perkara yang

mereka tangani.

2. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi

Menurut ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa

terdapat lima tugas Komisi Pemberantasan Korupsi yang harus dilaksanakan

yaitu Pertama, Koordinasi dengan dengan instansi yang berwenang

45

Ni‟matul Huda, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi (Yogyakarta: UII

Press, 2007), h. 207.

Page 46: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

36

melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Kedua, Supervisi terhadap

instansi yang berwenang melakukan suvervisi terhadap instansi yang

berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Ketiga,

Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana

korupsi. Keempat, Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana

korupsi, dan Kelima, Melakukan monitor terhadap penyelenggara

pemerintahan Negara.

Dalam hal agar tugas Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut berjalan

efektif dan dapat mewujudkan tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan

Korupsi diberi kewenangan-kewenangan hukum yang secara eksplisit

tercantum dalam ketentuan Pasal 7, Pasal 8, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi.46

Dalam hal tugas koordinasi dengan instansi lain, Komisi

Pemberantasan Komisi Korupsi diberikan kewenangan hukum berdasarkan

ketentuan pasal 7 yaitu Pertama, Mengkoordinasikan penyelidikan,

penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. Kedua, Menetapkan sistem

pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi. Ketiga,

Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi

kepada instansi yang terkait. Keempat, Melaksanakan dengar pendapat atau

pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak

46

Mahrus Ali, Hukum Pidana Korupsi Di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2011), h. 170-176.

Page 47: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

37

pidana korupsi. Kelima, Meminta laporan instansi terkait mengenai

pencegahan tindak pidana korupsi.

Untuk dapat melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan

undang-undang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi agar tidak

disalahgunakan, maka ketentuan pasal 15 di undang-undang Komisi

Pemberantasan Korupsi membebankan kewajiban-kewajiban tertentu kepada

Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu Pertama, Memberikan perlindungan

terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan

keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi. Kedua, Memberikan

informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan

untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak

pidana korupsi yang ditanganinya. Ketiga, Menyusun laporan tahunan dan

menyampaikannya kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Keempat,

Menegakkan sumpah jabatan. Kelima, Menjalankan tugas, tanggungjawab,

dan wewenangnya berdasarkan asas kepastian hukum, asas keterbukaan, asas

akuntabilitas, asas kepentingan umum, dan asas proporsionalitas.

3. Visi dan Misi Komisi Pemberantasan Korupsi

Sebuah lembaga Negara memiliki Visi dan Misi dalam menjalankan

tugas dan wewenangnya.Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki Visi dan

Misi yang diharapkan dan hendak dicapai. Visi Komisi Pemberantasan

Korupsi adalah “Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari Korupsi”. Visi ini

Page 48: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

38

menunjukan suatu tekad kuat dari Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dapat

segera menuntaskan segala permasalahan yang menyangkut korupsi, kolusi

dan nepotisme.Lalu adapun misi dari Komisi Pemberantasan Korupsi adalah

“Penggerak Perubahan Untuk Mewujudkan Bangsa yang Antikorupsi”.

Dengan misi tersebut diharapkan nantinya komisi ini dapat menjadi sebuah

lembaga yang mampu membudayakan antikorupsi di masyarakat, pemerintah

dan swasta.

4. Landasan Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi

Adapun Landasan/Dasar hukum KPK dalam menjalankan tugas dan

fungsinya adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi;

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara

Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi Kolusi, dan Nepotisme;

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi;

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Page 49: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

39

B. Pencucian Uang

1. Pemahaman Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Sebelum mengemukakan pengertian tindak pidana pencucian uang

(money laudering) terlebih dahulu dikemukakan perkembagan kejahatan

pencucian uang dan kaitannya dengan kejahatan pencucian uang sebagai salah

satu jenis kejahatan yang mendunia. Kejahatan merupakan sebuah istilah yang

sudah lazim dan populer di kalangan masyarakat Indonesia atau crime bagi

orang inggris. Menurut Howard Abadinsky sebagaimana yang dikutip oleh

Arief Amrullah yaitu, kejahatan dipandang sebagai mala in se atau mala in

prohibita. Mala in se menunjuk kepada perbuatan yang pada hakikatnya

adalah kejahatan, seperti pembunuhan. Sedangkan mala in prohibita

menunjuk kepada perbuatan yang oleh Negara ditetapkan sebagai perbuatan

yang dilarang (unlawful).47

Dari pengertian kejahatan dapat dihubungkan

dengan pengertian tindak pidana pencucian uang. Tindak pidana pencucian

uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal-asul uang atau harta kekayaan yang

diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta

kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah.48

Pada awalnya objek pencucian uang yang paling utama dilakukan

adalah hasil dari penjualan obat-obatan terlarang/narkotika dan

47

Arief Amrullah, Tindak Pidana Pencucian Uang(Malang: Bayumedia Publishing, 2003),

h. 2. 48

Aziz syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Cet. IV, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 19.

Page 50: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

40

penyelundupan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, dimana

maraknya terjadi korupsi menjadi objek utama dalam tindak pidana asal

(predicate crime) dalam tindak pidana pencucian uang. Di dalam undang-

undang tindak pidana pencucian uang telah disebutkan beberapa tindak pidana

asal (predicate crime) yaitu Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun

2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

yaitu Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak

pidana: Korupsi, Penyuapan, Narkotika, Psikotropika, Penyelundupan tenaga

kerja, dan lain sebagainya serta Tindak pidana yang diancam dengan pidana

penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia atau diluar wilayah Negara Kesatuaan Republik

Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut

hukum Indonesia.

Praktik tindak pidana pencucian uang (money laundering) tidak mudah

dalam pemberantasannya. Faktor penyebab timbulnya money laundering

yaitu,49

Pertama, Globalisasi sistem perputaran secara internasional. Kedua,

Kemajuan teknologi di bidang perbankan yang menciptakan electronic

banking dan e-money sehingga pelayanan bank dapat dilakukan dengan

internet. Ketiga, Kerahasian bank untuk setiap rekening para nasabahnya

sehingga memungkinkan para nasabahnya menggunakan nama samara

49

Pathorang Halim, Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Pencucian Uang Di Era

Globalisasi (Yogyakarta: Total Media, 2013), h. 34-37.

Page 51: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

41

(anonym) dalam proses penyimpanan dananya, serta dimungkinkan terjadinya

layering (pelapisan), dimana sumber pertama sebagai pemilik sesungguhnya

tidak diketahui jelas karena deposan yang terakhir hanyalan sekedar

ditugaskan untuk mendepositkan di suatu bank. Keempat, Ketentuan hukum

dimana hubungan lawyer dengan klien adalah hubungan kerahasiaan yang

tidak boleh diungkapkan. Kelima, Belum adanya peraturan money laundering

di dalam suatu Negara tertentu.

Dalam membuktikan suatu tindak pidana pencucian uang, tidak mudah

untuk membuktikan adanya suatu money laundering, karena kegiatannya

sangat komplek sekali, namun para pakar berhasil menggolongkan proses

money laundering kedalam tiga tahap, yaitu:

a. Tahap Penempatan Uang (Placement)

Pada tahap ini, pelaku menempatkan dana haramnya ke dalam

sistem keuangan melalui perbankan dengan menyimpan dananya pada

suatu bank. Kemudian, pelaku memindahkan dananya ke bank lain yang

berada diluar negera tempat ia menempatkan dananya pertama kali. Pada

saat itulah, dana haram milik pelaku kegiatan pencucian uang tersebut

masuk dalam suatu jaringan keuangan global. Dengan demikian, bank

merupakan pintu utama dari tahap pertama kegiatan pencucian uang.50

b. Tahap Pelapisan Uang (Layering)

50

Alfitra, Modus Operandi Tindak Pidana Khusus Di Luar KUHP (Jakarta: Raih Asa Sukses,

2014), h. 57.

Page 52: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

42

Pada tahap ini, pelaku telah memecah uang haramnya ke dalam

beberapa rekening atas nama beberapa nasabah yang tidak saling

mengenal satu sama lain dalam jumlah nominal yang tidak mencurigakan

otoritas moneter dan dilakukan antarnegara. Kegiatan pemecahan ke

dalam beberapa lapis nasabah melalui beberapa lapis rekening antarbank

antarnegara disebut pelapisan dengan maksud menyamarkan asal-usul

dana tersebut. Dengan demikian dilakukan layering, akan semakin sulit

bagi aparat penegak hukum untuk dapat mengetahui asal-usul dana

tersebut.51

c. Tahap Penyatuan Uang (Integration)

Pada tahap ini, pelaku menyatukan kembali uang hasil kejahatan

yang telah melalui proses arus keuangan yang sah. Pada tahap ini uang

hasil kejahatan benar-benar telah bersih dan sulit untuk dikenali sebagai

hasil dari kejahatan.

2. Hubungan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Korupsi

Kejahatan merupakan suatu perilaku yang menyimpang, selalu

melekat pada tiap bentuk masyarakat yang tidak pernah sepi dari kejahatan.

Perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata, serta dapat

menimbulkan ketegangan social yang mengancam berlangsungnya ketertiban

sosial. Salah satu kejahatan yang memiliki dimensi yang menimbulkan

berbagai kejahatan lanjutan dengan kejahatan tipologi lainnya adalah tindak

51

Alfitra, Modus Operandi Tindak Pidana Khusus Di Luar KUHP, h. 58.

Page 53: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

43

pidana pencucian uang (money laundering). Tindak pidana pencucian uang

(money laundering) adalah suatu proses yang dengan cara itu asset, terutama

asset tunai yang diperoleh dari tindak pidana dimanipulasi sedemikian rupa

sehingga asset tersebut seolah-olah berasal dari sumber yang sah. Tindak

pidana pencucian uang merupakan salah satu kejahatan terorganisasi yang

pada dasarnya termasuk kejahatan terhadap pembangunan dan kesejahteraan

sosial yang menjadi pusat perhatian dan keperihatinan internal nasional dan

eksternal internasional.

Tindak pidana pencucian uang memiliki keterkaitan dengan tindak

pidana korupsi. Di dalam dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun

2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Uang.Dalam Undang-Undang itu sendiri dikenal satu istilah yang disebut

dengan “tindak pidana asal” (predicate crime).Tindak pidana asal (predicate

crime) didefenisikan sebagai tindak pidana yang memicu (sumber) terjadinya

tindak pidana pencucian uang. Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan

yang diperoleh dari tindak pidana: Korupsi, Penyuapan, Narkotika,

Psikotropika, Penyelundupan tenaga kerja, dan lain sebagainya serta Tindak

pidana yang diancam dengan pidana penjara 4 tahun atau lebih, yang

dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau diluar wilayah

Page 54: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

44

Negara Kesatuaan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga

merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.52

Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan korupsi merupakan salah

satu tindak pidana asal/tindak pidana lanjutan/predicate crime dari tindak

pidana pencucian uang. Dalam hal penegakan hukum tindak pidana korupsi,

Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menggunakan Undang-Undang No. 8

Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

Uang. Mengingat semakin canggihnya cara atau modus yang digunakan oleh

para pelaku tindak pidana korupsi yaitu salah satunya adalah dengan

melakukan pencucian uang.

Peneggakan tindak pidana korupsi oleh komisi pemberantasan korupsi

dapat memperluas makna pembuktiannya dengan dukungan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yakni salah

satunya adalah undang-undang tindak pidana pencucian uang.53

Dimana

dalam undang-undang tindak pidana pencucian uang mengatur sebuah

lembaga yaitu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

yang setiap tahunnya melaporkan adanya indikasi kuat terjadinya tindak

pidana pencucian uang kepada para penegak hukum, termasuk Komisi

Pemberantasan Korupsi apabila ada indikasi terjadinya tindak pidana

52

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan (Bandung: PT. Citra Adhitya Bakti, 2010), h. 213. 53

NLRP, Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

(Jakarta: Netherlads Reform Program, 2011), h. 470.

Page 55: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

45

pencucian yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Komisi

Pemberantasan Korupsi mendapatkan dukungan publik yang baik dan

diharapkan terus dapat meningkatkan kinerja dalam memberantas segala

bentuk korupsi termasuk tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana

asalnya adalah korupsi. Menurut penulis, pada dasarnya tindak pidana

pencucian uang adalah suatu tindak pidana yang tidak dapat berdiri sendiri,

dimana setiap ada tindak pidana pencucian pastilah ada tindak pidana

asal/unsure tindak pidana lain seperti korupsi.

Page 56: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

46

BAB IV

ANALISIS KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

DALAM PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

A. Konstruksi Hukum KewenanganKomisi Pemberantasan Korupsi Dalam

Penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang

Sebelum menguraikan tentang kewenangan KPK dalam penuntutan tindak

pidana pencucian uang, Terlebih dahulu penulis akan menguraikan yaitu, Pertama

tentang subjek yang melakukan penuntutan yang di dalamnya juga akan

membahas mengkaji tentang jaksa KPK dan jaksa pada Kejaksaan, Kedua, akan

diuraikan tentang kewenangan, Ketiga, akan menguraikan sedikit tentang

pencucian uang. Setelah itu Penulis akan mengkaitkan ketiga hal tersebut

sebagaimana telah dirinci dalam penelitian ini yaitu kewenangan KPK (jaksa

KPK) dalam melakukan penuntutan tindak pidana pencucian.

Pertama, penulis akan menguraikan tentang subjek yang melakukan

penuntutan atas suatu tindak pidana yang dalam hal ini disebut jaksa. Dalam hal

ini ada istilah jaksa dan kejaksaan. Dapat dibedakan antara jaksa dengan

kejaksaan yaitu, Jaksa adalah tokoh utama dalam penyelenggaraan peradilan

utama sedangkan Kejaksaan adalah sebutan bagi institusi dalam sistem peradilan

pidana yang memiliki fungsi menuntut dan membuat dokumen seperti surat

46

Page 57: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

47

dakwaan dan surat tuntutan.54

Menurut Pasal 1 angka 6 KUHAP, Jaksa adalah

pejabat yang diberi wewenang melakukan penuntutan serta melaksanakan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan Penuntut

Umum sebagaimana dalam Pasal 1 angka 6 KUHAP, adalah jaksa yang telah

diberi wewenang melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

Kejaksaan sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-undang Nomor 16 tahun

2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah satu dan tidak terpisahkan

dalam melaksanakan tugas penuntutan tindak pidana dan kewenangan lain.55

Jadi

dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa dimanapun jaksa berada, fungsi jaksa

sebagai penuntut umum dalam melakukan penuntutan tindak pidana tetap

melakat. Lalu kaitannya dengan KPK, Dalam hal ini KPK memiliki Jaksa

penuntut umum yang berasal dari KPK yang sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 51 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 bahwa “Penuntut adalah

penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan

diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi”. Dalam hal ini maka timbul

suatu pemikiran tentang bagaimana kedudukan Jaksa KPK dengan Jaksa pada

kejaksaan.

54

Suradji, Mudiyati, dan Sutriya (Editor), Analisis dan Evaluasi Hukum Penunututan dan

Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen

Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2008), h. 8. 55

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Cet. V, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 66.

Page 58: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

48

Dalam wawancara dengan Jaksa Penuntut Umum KPK yaitu Wawan

Yunarwanto pada tanggal 10 maret 2015 yang menjelaskan kedudukan jaksa KPK

dan jaksa pada kejaksaan agung bahwa:56

“Dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang

Kejakasaan Republik Indonesia bahwa jaksa adalah satu dan tidak

terpisahkan. Seluruh jaksa yang ada di KPK adalah berasal dari Kejaksaan

Agung. Jadi dalam hal ini jaksa yang ada di KPK hanya diberhentikan

sementara oleh kejaksaan agung dan kemudian diangkat oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi. Dalam hal ini tidak ada perbedaan secara fungsi

antara jaksa yang ada di KPK dengan jaksa yang ada di Kejaksaan Agung.

Perihal pengangkatan dan pemberhentian, sebagaimana jaksa KPK

diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi

sedangkan jaksa diangkat dan diberhentikan oleh jaksa agung itu hanya

perbedaan dalam segi administratif.”

Penyataan yang sama terkait kedudukan jaksa KPK dan jaksa pada

kejaksaan agung juga diutarakan oleh Boby Mokosugianta selaku spesialis

Kerjasama pada Direktorat Kerjasama dan Humas PPATK yang menjelaskan

bahwa:

“Sebenarnya tidak ada perbedaan antara jaksa yang di KPK dengan jaksa

yang di kejaksaan agung, karena jika dilihat dari sisi penegakan hukum

sama saja karena fungsinya sama, lalu jika dilihat dari lembaga negaranya

sama-sama lembaga Negara non kementerian. Perihal pengangkatan

seperti halnya jaksa KPK diangkat oleh KPK dan jaksa di kejaksaan

agung diangkat oleh jaksa agung itu perbedaan dalam hal kepegawaian

bukan dalam hal kedudukan.”57

Dari penyataan tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa tidak ada

perbedaan dalam hal kedudukan antara jaksa KPK dengan jaksa dari kejaksaan

56

Wawan Yunarwanto, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Wawancara

Pribadi, Jakarta, 10 Maret 2015. 57

Boby Mokosugianta, Spesialis Kerjasama Pada Direktorat Kerjasama dan Humas PPATK,

Wawancara Pribadi, Jakarta, 09 Maret 2015.

Page 59: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

49

dalam hal fungsi melakukan penuntutan. Hanya saja berbeda dari segi

pengangkatan dan pemberhentiannya.

Kedua, penulis akan menguraikan tentang Kewenangan. Secara Hukum

Administrasi Negara, Kewenangan adalah suatu hak yang dimiliki oleh suatu

organ Negara/lembaga Negara berupa wewenang yang diberikan oleh suatu

peraturan perundang-undangan atau peraturan tertentu untuk menjalankan tugas

dan fungsinya sebagai organ Negara/lembaga Negara. Adapun tujuan dari

kewenangan yaitu memiliki legitimasi, sehingga munculnya kewenangan adalah

untuk membatasi agar penyelenggara negara dalam melaksanakan pemerintahan

dapat dibatasi kewenangannya agar tidak berlaku sewenang-wenang. Menurut

teori kewenangan ada 3 cara dalam memperoleh kewenangan yaitu sebagai

berikut:

1. Atribusi, yaitu pemberian kewenangan oleh pembuat undang-undang sendiri

kepada suatu organ pemerintahan, baik yang sudah ada maupun yang baru

sama sekali.58

Artinya kewenangan itu bersifat melekat terhadap organ

pemerintahan tersebut yang dituju atas jabatan dan kewenangan yang

diberikan kepada organ pemerintahan tersebut.

2. Delegasi adalah penyerahan/pelimpahan wewenang yang dipunyai oleh organ

pemerintahan kepada organ yang lain.59

Dalam delegasi mengandung suatu

penyerahan, yaitu apa yang semula kewenangan si A, untuk selanjutnya

58

Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008), h. 104. 59

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, h. 105.

Page 60: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

50

menjadi kewenangan si B. Kewenangan yang telah diberikan oleh pemberi

delegasi selanjutnya menjadi tanggung jawab penerima wewenang.

3. Mandat diartikan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan. Pelimpahari

itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat

keputusan a/n pejabat Tata Usaha Negara yang memberi mandat.60

Tanggungjawab tidak berpindah ke mandataris, melainkan tanggungjawab

tetap berada di tangan pemberi mandat, hal ini dapat dilihat dan kata a.n (atas

nama). Dengan demikian, semua akibat hukum yang ditimbulkan oleh adanya

keputusan yang dikeluarkan oleh mandataris adalah tanggung jawab si

pemberi mandat.61

Ketiga, penulis akan menguraikan tentang tindak pidana pencucian uang.

pengertian dari Tindak pidana pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan

yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-asul uang atau

harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah

menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah.62

Pada

awalnya objek pencucian uang yang paling utama dilakukan adalah hasil dari

penjualan obat-obatan terlarang/narkotika dan penyelundupan. Namun seiring

dengan perkembangan zaman, dimana maraknya terjadi korupsi menjadi objek

utama dalam tindak pidana asal (predicate crime) dalam tindak pidana pencucian

60

Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang Pemerintahan (Bestuurbevoegdheid)”, Pro

Justitia Tahun XVI, no.I (Januari 1998), h. 90. 61

Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang Pemerintahan (Bestuurbevoegdheid)”, h. 94. 62

Aziz syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Cet. IV, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 19.

Page 61: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

51

uang. Di dalam undang-undang tindak pidana pencucian uang telah disebutkan

beberapa tindak pidana asal (predicate crime) yaitu Pasal 2 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang menyatakan bahwa salah satu tindak pidana asal

(predicate crime) dari Tindak pidana pencucian uang adalah “korupsi”. Dalam

penanganan tindak pidana korupsi adalah termasuk dari tugas dan kewenangan

KPK.

Setelah ketiga hal yang telah disebutkan diatas, dapat dikaitkan dengan

penelitian ini yang akan mengkaji secara luas tentang Kewenangan KPK dalam

penuntutan tindak pidana pencucian uang. Menurut teori kewenangan ada 3 cara

dalam memperoleh kewenangan yaitu, Atribusi, Delegasi dan Mandat.63

Kewenangan dengan cara Atribusi, Kewenangan secara Atribusi ini penulis

hubungkan dengan kewenangan KPK dalam melakukan penuntutan tindak pidana

pencucian uang, dimana dalam Pasal 68 Undang-undang No. 8 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

menjelaskan bahwa“Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang

pengadilan serta pelaksanaan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang ini

dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali

ditentukan lain dalam undang-undang ini”. Dari pasal tersebut ada kata-kata

63

Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan

Pelayanan Publik, Cet. IV, (Bandung: Nuansa Cendikia, 2014), h. 138-139.

Page 62: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

52

“dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” artinya

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 sifatnya tidak menutup dari undang-

undang lain, dalam hal ini masih ada kemungkinan KPK menggunakan Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang

memberikan KPK kewenangan penuntutan.

Lalu KPK dalam menjalankan kewenangannya bisa dengan cara Delegasi.

Kewenangan secara Delegasi ini penulis hubungkan dengan kewenangan KPK

dalam melakukan penuntutan tindak pidana pencucian uang, dimana dalam hal

penyidikan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh penyidik KPK,

apabila dalam penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyidik

KPK ada indikasi tindak pidana pencucian uang, maka berdasarkan pasal 75

Undang-undang Nomor 8 tahun 2010, maka penyidik KPK dapat menggabungkan

antara tindak pidana korupsi dengan tindak pidana pencucian uang. kemudian

setelah penyidikan selesai, maka penyidik KPK melaporkan atau berkoordinasi

dengan penuntut umum KPK untuk selanjutnya diteruskan ke tahap penuntutan

oleh jaksa KPK.

Kemudian KPK juga dalam menggunakan kewenangannya bisa dengan

cara Mandat. Kewenangan secara Mandat ini penulis hubungkan dengan

kewenangan KPK dalam melakukan penuntutan tindak pidana pencucian uang,

dimana Komisi Pemberantasan Korupsi memberi mandat kepada jaksa KPK

untuk melakukan penuntutan atas perkara tindak pidana pencucian uang yang

Page 63: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

53

tindak pidana asalnya adalah korupsi sebagai penuntut umum KPK dengan

bertindak atas nama Komisi Pemberantasan Korupsi.

Di dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memang tidak secara eksplisit

menjelaskan bahwa KPK berwenang dalam penututan tindak pidana pencucian,

sehingga dalam beberapa perkara muncul dissenting opinion hakim tipikor yang

menyatakan bahwa KPK tidak berwenang dalam menuntut tindak pidana

pencucian uang karena menurut beberapa hakim tipikor yang dissenting opinion

menggangap tidak ada satupun pasal yang menyatakan kewenangan KPK dapat

menuntut tindak pidana pencucian uang. Hal tersebut yang seringkali menjadi

kendala KPK khususnya jaksa penuntut umum KPK dalam melakukan

penuntutan tindak pidana pencucian uang.

Dalam wawancara dengan Jaksa Penuntut Umum KPK yaitu Wawan

Yunarwanto yang mengemukakan Konstruksi hukum/alasan yuridis sehingga

KPK merasa berwenang dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang

menjelasakan:64

“Alasan yuridis sehingga KPK merasa berwenang dalam penuntutan

tindak pidana pencucian uang yaitu: Pada umumnya pemberantasan

korupsi ada berbagai macam cara, secara universal bahwa salah satu cara

dalam pemberantasan tindak pidana korupsi adalah melalui tindak pidana

pencucian uang. Jadi bila KPK menemukan tindak pidana pencucian maka

disitu juga KPK melakukan upaya untuk pemberantasan tindak pidana

korupsi. Pertama berdasarkan undang-undang yang terkait yaitu Undang-

64

Wawan Yunarwanto, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Wawancara

Pribadi, Jakarta, 10 Maret 2015.

Page 64: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

54

Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan

tindak pidana pencucian uang, Undang-undang Nomor 30 tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-

undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Lalu

berdasarkan Yurisprudensi dari perkara-perkara tindak pidana pencucian

uang yang ditangani KPK. Kemudian yang terbaru adalah Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-XII/2014 tanggal 12 februari 2015

Dalam hal ini MK menolak seluruh permohonan Akil mochtar sehingga

tidak ada satupun putusan MK yang menyatakan bahwa KPK tidak

berwenang dalam penuntutan TPPU.”

Hampir sama dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Boby

Mokosugianta selaku speseialis Kerjasama pada Direktorat Kerjasama dan Humas

PPATK yang menjelaskan:

“Konstruksi hukum sehingga KPK berwenang dalam penuntutan tindak

pidana pencucian uang yaitu, Pertama, Yurisprudensi bahwa ternyata

selama ini pengadilan menerima, Jadi apabila penyidik KPK telah selesai

melakukan penyidikan maka penyidik KPK melaporkan atau

berkoordinasi dengan penuntut umum KPK. Jadi tidak dapat dipisahkan

antara penyidikan di KPK dengan penuntutan di KPK karena secara

struktural keduanya terikat dan secara sah undang-undang KPK mengatur

hal tersebut. Kedua, Putusan Mahkamah Konstitusi yang setara dengan

undang-undang. Namanya tetap putusan juga tetapi dapat merubah

undang-undang, maka dengan adanya putusan Mahkamah Kontitusi dapat

memperkuat kewenangan KPK dalam penuntutan TPPU”.65

Dalam hal ini penulis sependapat dengan kedua narasumber tersebut

bahwa KPK berwenang dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang.

Pertama, secara filosofi pada umumnya pemberantasan korupsi ada berbagai

macam cara, secara universal salah satu cara dalam pemberantasan tindak pidana

65

Boby Mokosugianta, Spesialis Kerjasama Pada Direktorat Kerjasama dan Humas PPATK,

Wawancara Pribadi, Jakarta, 09 Maret 2015.

Page 65: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

55

korupsi adalah melalui tindak pidana pencucian uang. Hal itulah yang harus

menjadi dasar filosofi yang harus dipegang oleh KPK. Jadi bila KPK menemukan

tindak pidana pencucian yang tindak pidana asalnya adalah korupsi, maka disitu

juga KPK melakukan upaya untuk pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK

sebagai lembaga Independen (Auxiliary State Organ) merupakan Lembaga

Negara yang dalam menjalankan kewenangannya bebas dari pengaruh dan

intervensi pihak atau lembaga manapun baik dalam upaya pemberantasan korupsi

maupun tindak pidana pencucian uang termasuk kewenangan KPK dalam

penuntutan tindak pidana pencucian, meskipun dalam banyak pihak

memperdebatkan perihal kewenangan KPK dalam penuntutan tindak pidana

pencucian uang seperti halnya dissenting opinion hakim TIPIKOR dalam putusan

pengadilan terkait tindak pidana pencucian uang.

Kedua, menganilisis dari aturan Perundang-Undangan yang berlaku. Jika

melihat Pasal 68 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menyebutkan “penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta pelaksanaan putusan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap tindak pidana

sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang ini dilakukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-

undang ini”. Dari ketentuan tersebut ada kata-kata “dilakukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ada ketentuan lain dalam

undang-undang ini” artinya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 sifatnya tidak

Page 66: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

56

menutup dari undang-undang lain, dalam hal ini masih ada kemungkinan KPK

menggunakan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang

memberikan KPK kewenangan penuntutan. KPK sebagaimana Pasal 6 huruf c

dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyebutkan bahwa “Komisi

Pemberantasan Korupsi memiliki tugas dan wewenang melakukan penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi”. Mengacu pada dasar

hukum tersebut maka dapat dipahami bahwa KPK memiliki kewewenang dalam

hal penuntutan.

Dalam hal melakukan penuntutan, KPK mempunyai jaksa sendiri yang

berasal dari internal KPK sebagaimana dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Terkait

dengan kedudukan jaksa KPK dengan jaksa pada Kejaksaan sebagaimana Pasal 2

ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia, Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan dalam menjalankan fungsi

penuntutan terhadap tindak pidana. Pada kenyataannya seluruh jaksa di KPK

adalah berasal dari Kejaksaan Agung dan KPK tidak merekrut penuntut umum

yang berasal dari luar kejaksaan. Dengan demikian, penuntut umum di KPK dan

penuntut umum di kejaksaan adalah satu kesatuan dan memiliki fungsi yang sama

yaitu sebagai penuntut umum.

Pada Pasal 75 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, menyebutkan

“dalam hal penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak

Page 67: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

57

pidana pencucian uang dan tindak pidana asal, penyidik menggabungkan

penyidikan tindak pidana asal dengan penyidikan tindak pidana pencucian uang

dan memberitahukannya kepada PPATK”. Dari Pasal 75 tersebut maka KPK

dapat menggabungkan antara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian

uang. Dalam hal ini apabila penyidik KPK dalam melakukan penyidikan tindak

pidana pencucian uang kemudian memisahkan antara penyidikan tindak pidana

pencucian uang penuntutan tindak pidana pencucian, dimana penyidikan tindak

pidana korupsinya ditangani KPK sedangkan penuntutan tindak pidana pencucian

uangnya ditangani Kejaksaan maka hal tersebut tidak akan efisien. Apabila tidak

efisien maka akan bertentangan dengan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor

48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang penyebutkan “peradilan

dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan”. Dasar hukum tersebut telah

dijadikan alasan oleh Mahkamah Agung bahwa setiap peradilan itu harus

mengacu pada asas sederhana, cepat dan biaya ringan. Jadi pada intinya

penuntutan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh penuntut umum

KPK akan lebih baik dilakukan dibandingkan bila harus diserahkan penuntutan

kepada penuntut umum kejaksaan karena prosesnya akan lebih sederhana, cepat

dan biaya ringan serta prosesnya akan berjalan efisien dengan adanya koordinasi

intern antara penyidik KPK dengan penuntut umum KPK dalam penanganan

perkara tindak pidana pencucian uang, sehingga penunututan tindak pidana

pencucian uang akan berjalan efesien.

Page 68: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

58

Ketiga,Yurisprudensi atau putusan-putusan hakim terdahulu. Jika melihat

kasus-kasus yang ditangani oleh KPK terkait tindak pidana pencucian uang, ada

beberapa perkara-perkara KPK yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap yang

tidak ada satupun amar dari tingkat Pengadilan Negeri/Tipikor, Pengadilan Tinggi

maupun Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa KPK tidak berwenang. Ada

beberapa perkara yang telah memiliki kekuatan hukum tetap diantaranya yaitu:

Wa Ode Nurhayati, Djoko Susilo, Lutfi Hasan Ishaq, Ahmad Fathanah dan

terakhir Akil Mochtar.66

Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa selama ini

pengadilan menerima penunutan tindak pidana pencucian uang yang ditangani

KPK.

Keempat, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-XII/2014

tanggal 12 februari 2015 yang menolak seluruh permohanan uji materi yang

dimohonkan oleh Akil Mochtar yang salah satunya menguji tentang kewenangan

KPK dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 yaitu Pasal 76 ayat (1) yang

menyebutkan “penuntut umum wajib menyerahkan berkas perkara tindak pidana

pencucian uang kepada pengadilan negeri paling lama 30 hari kerja terhitung

sejak tanggal diterimanya berkas perkara yang telah dinyatakan lengkap”. Hal

tersebut menurut pemohon yaitu Akil Mochtar hanya penuntut umum pada

kejaksaan RI bukan penuntut umum dari KPK. Mahkamah Konstitusi

berpendapat bahwa penuntut umum adalah satu kesatuan, baik yang bertugas di

66

Wawan Yunarwanto, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Wawancara

Pribadi, Jakarta, 10 Maret 2015.

Page 69: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

59

kejaksaan RI ataupun di KPK. Dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, tidak

ada satupun putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa KPK tidak

berwenang dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang.

B. Dissenting Opinion Para Hakim Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Dalam

Menafsirkan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam

Penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang

Dalam putusan No.38/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST. dalam perkara

Lutfhi Hasan Ishaq dan putusan No. 39/ PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST.

Dalam perkara Lutfhi Hasan Ishaq dan Ahmad Fathanah ini terdapat ada 2 hakim

yang sama yang memberikan dissenting opinion mengenai kewenangan penuntut

umum KPK dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang. yaitu majelis hakim

I made Hendra Kusuma dan Joko Subagyo. Pada dasarnya dissenting opinion

merupakan pendapat yang dibuat oleh satu atau lebih anggota majelis hakim yang

tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh mayoritas anggota majelis

hakim.67

Adapun pertimbangan hakim dalam dissenting opinion kedua hakim

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penuntut umum yang mempunyai wewenang melakukuan penuntutan atas

semua tindak pidana yang tidak dikecualikan dalam suatu ketentuan khusus

67 Pontang Moerad, Pembentukan Hukum Melalui putusan Pengadilan dalam Perkara

Pidana (Bandung: PT. Alumni, 2005), h. 111.

Page 70: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

60

adalah jaksa. Oleh karena itu dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

tidak diatur ketentuan khusus (lex specialist) siapa yang berwenang

melakukan penuntutan atas tindak pidana pencucian uang, maka yang berlaku

adalah ketentuan umum sebagaimana Pasal 1 angka 6 dan Pasal 13 KUHAP,

bahwa yang berwenang melakukan penuntutan tindak pidana pencucian uang

adalah jaksa. Hal mana memperoleh penegasan dalam penjelasan pasal 71

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang menjelaskan bahwa

surat permintaan pemblokiran yang dikirimkan kepada penyedia jasa

keuangan tersebut harus ditandatangani oleh:

a. Kordinator penyidik/ketua tim penyidik untuk tingkat penyidikan.

b. Kepala kejaksaan negeri untuk tingkat penuntutan.

c. Hakim ketua majelis untuk tingkat pemeriksaan pengadilan.

Dari penjelasan pasal 71 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

dapat diketahui bahwa pada tingkat penuntutan surat permintaan pemblokiran

kepada penyedia jasa keuangan harus ditandatangani oleh kepala kejasaan, itu

artinya dalam tingkat penuntutan tindak pidana pencucian uang hanya ada

jaksa dan tidak ada KPK, karena apabila pada tingkat penuntutan tindak

pidana pencucian uang diperlukan pemblokiran rekening, itu hanya dapat

dilakukan oleh jaksa sebab surat permintaan pemblokiran dimaksud harus

ditandatangani oleh kepala kejaksaan. Tidak ada disebut KPK atau pimpinan

Page 71: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

61

KPK, hanya satu-satunya “kepala kejaksaan”. Sehingga hanya jaksa lah

penuntut umum untuk tindak pidana pencucian uang.

2. Dalam Pasal 72 ayat (5) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

mengatur bahwa surat permintaan kepada pihak pelapor untuk memberikan

keterangan secara tertulis mengenai harta kekayaan tersangka atau terdakwa

harus ditandatangani oleh jaksa agung atau kepala kejaksaan agung dalam hal

permintaan diajukan oleh jaksa penyidik dan/atau penuntut umum. Ini berarti

bahwa penuntut umum yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2010 tersebut adalah hanya penuntut umum dibawah jaksa agung atau

dibawah kepala kejaksaan tinggi, sehingga tidak termasuk penuntut umum

pada KPK karena penuntut umum pada KPK tidaklah berada dibawah jaksa

agung atau kepala kejaksaan tinggi melainkan berada dibawah KPK sendiri.

3. Menurut teori kewenangan, setiap penyelenggaraan Negara dan pemerintahan

harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh Undang-

Undang. Kemudian P.de Haan, menyatakan bahwa wewenang pemerintah

tidak jatuh dari langit, tetapi ditentukan oleh hukum. Bahwa dengan demikian

kewenangan penuntutan atas tindak pidana pencucian uang oleh KPK tidak

lah dapat didasarkan pada anggapan KPK sendiri bahwa kewenangan itu

dimilikinya karena KPK mempunyai kewenangan penyidikan atas tindak

pidana pencucian uang melainkan harus ditentukan secara eksplisit dalam

undang-undang, karena kewenangan tersebut tidak jatuh dari langit akan

tetapi ditentukan oleh hukum.

Page 72: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

62

4. Dalih-dalih KPK menggunakan alasan sesuai dengan prinsip peradilan yang

cepat, sederhana, dan biaya murah, sehingga efisien maka pemikiran tersebut

sangat berbahaya oleh karena dapat mengarah kepada menghalalkan segala

cara untuk mencapai tujuan.

Dari dissenting opinion hakim TIPIKOR tersebut, menurut penulis sah-

sah saja asalkan tidak melewati koridor hukum atau aturan perundang-undangan

yang ada. Jika melihat suatu hadist yaitu Rasulullah SAW bersabda:

Artinya; “dari 'Amru bin 'ash ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi

wasallam bersabda: "Jika seorang hakim mengadili dan berijtihad, kemudian

ijtihadnya benar, maka ia mendapat dua pahala, dan jika seorang hakim

berijtihad, lantas ijtihadnya salah (meleset), baginya satu pahala.” (HR.

Bukhari).68

Dissenting Opinion adalah suatu pendapat berbeda yang dilakukan oleh

seorang anggota/beberapa majelis hakim minoritas, yang wajib dimuat dan

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.69

Dissenting Opinion

hakim dianggap sah sebagaimana dalam Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan “dalam

hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim

berbeda wajib dimuat dalam putusan”. Hal tersebut dapat dipahami bahwa hakim

68

HR. Bukhari no 6805, Software kutub at-tis’ah. 69

Bagir Manan, “Dissenting Opinion dalam Sistem Peradilan Indonesia”, Varia Peradilan

Tahun XXI No. 253, 2006, h. 13.

Page 73: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

63

dalam memutus tidak boleh menyembunyikan keyakinannya, dalam arti karena

sebagai hakim minoritas lalu menyembunyikan keyakinannya bahwa ia tidak

sependapat dengan keputusan hakim yang lain.

Dissenting opinion hakim TIPIKOR berimplikasi pada tidak bulatnya

musyawarah hakim dalam menjatuhkan putusan tetapi hal ini bukan berarti bahwa

putusan tersebut tidak sah karena keputusan akhir adalah berdasarkan hakim

mayoritas. Dissenting opinion hakim tersebut juga dapat membuat ketidakpastian

hukum karena tentu banyak pihak yang mempertanyakan tentang kewenangan

KPK dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang karena memang pada

dasarnya tidak disebutkan secara eksplisit kewenangan KPK dalam penuntutan

tindak pidana pencucian uang di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Terkait Dissenting Opinion hakim TIPIKOR diatas, penulis berpendapat

bahwa dissenting opinion hakim tersebut hanya melihat dari segi kepastian

hukum dalam arti hanya melihat dari konteks Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Gustav Radbruch sebagaimana dikutip oleh Marwan Mas mengemukakan bahwa

“dalam hukum ada tiga tujuan hukum yang harus dicapai yaitu, pertama-tama

wajib memprioritaskan keadilan, lalu disusul kemanfaatan dan yang terakhir

kepastian hukum sehingga idealnya, tiga tujuan hukum itu seyogianya diusahakan

Page 74: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

64

dalam setiap putusan”.70

Dimana kepastian hukum bertujuan untuk mewujudkan

prinsip persamaan setiap warga negara dihadapan hukum tanpa adanya

diskriminasi, Keadilan hukum beretujuan untuk menciptakan suatu keadilan

dalam suatu hukum, dan kemanfaatan hukum bertujuan untuk menciptakan

manfaat bagi masyarakat sehingga fungsi hukum dapat tercapai dengan baik.71

Sebagaimana dissenting opinion hakim TIPIKOR di atas, penulis

berpendapat, hakim TIPIKOR tersebut hanya melihat secara konteks Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2010. Sebenarnya dalam hal mencari kepastian hukum,

hakim seharusnya tidak hanya melihat dari satu aturan hukum saja karena suatu

peraturan perundang-undangan dapat berhubungan dengan peraturan perundang-

undang lain. Memang secara eksplisit tidak dijelaskan dalam Undang-undang

Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang tetapi sebenarnya Pasal 68 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

yang menyebutkan “penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang

pengadilan serta pelaksanaan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang ini

dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali

ditentukan lain dalam undang-undang ini”. Dari kata-kata “dalam undang-undang

ini dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali

70

Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. II, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 82. 71

Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, h. 83.

Page 75: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

65

ditentukan lain dalam undang-undang ini” dapat dipahami bahwa Undang-undang

Nomor 8 tahun 2010 memberi ruang untuk masuknya undang-undang lain seperti

halnya Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman sehingga atas dasar-dasar tersebut KPK dapat berwenang

dalam penunutan tindak pidana pencucian Uang.

Penuntut umum KPK dalam melakukan penuntutan tindak pidana

pencucian uang juga memakai dasar hukum KUHAP sebagaimana dalam Pasal 38

ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa “segala kewenangan berkaitan

dengan penyelidikan, penyidikan dan penunututan yang diatur dalam Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga bagi

penyelidik, penyidik dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam hal pemblokiran dan surat permintaan kepada pihak pelapor untuk

memberikan keterangan secara tertulis mengenai harta kekayaan tersangka atau

terdakwa juga telah diatur dalam Pasal 12 ayat (1) dimana Komisi Pemberantasan

Korupsi memberi mandat kepada jaksa KPK untuk melakukan penuntutan atas

perkara tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah korupsi

sebagai penuntut umum KPK dengan bertindak atas nama Komisi Pemberantasan

Korupsi sehingga KPK memiliki kewenangan tersebut.

Selain kepastian hukum, tujuan hukum juga harus mencapai keadilan dan

kemanfaatan. Dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan

Page 76: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

66

oleh KPK, apabila hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik KPK terkait

tindak pidana pencucian uang diserahkan kepada jaksa pada kejaksaan maka tidak

akan efesien karena akan memakan waktu dan biaya yang cukup banyak sehingga

tidak menciptakan keadilan dan kemanfaatan. Jika hal tersebut terjadi maka tidak

akan efiesien. Apabila tidak efesien maka akan bertentangan dengan Pasal 2 ayat

(4) Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang

penyebutkan “pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi

segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan dengan

sederhana, cepat dan biaya ringan”. Hal tersebut telah dijadikan oleh Mahkamah

Agung bahwa setiap peradilan harus memenuhi asas sederhana, cepat, dan biaya

ringan.72

Dalam hal terjadi ketidakefesien baik waktu maupun biaya serta proses

yang rumit, maka hal tersebut akan merugikan banyak pihak serperti misalnya

tersangka atau terdakwa dalam mencari keadilan. Kemudian kemanfaatan juga

dapat dilihat apabila dalam penyidikan dan penuntutan tindak pidana pencucian

uang adanya sinergitas antara penyidik KPK dan penuntut umum KPK maka

dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang prosesnya akan lebih cepat

karena tidak memakan waktu lama, lalu prosesnya sederhana karena dilakukan

antar intern KPK yaitu koordinasi antara penyidik KPK dengan penuntut umum

KPK, kemudian juga akan ringan biayanya.

72

Wawan Yunarwanto, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Wawancara

Pribadi, Jakarta, 10 Maret 2015.

Page 77: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

67

Dari ketiga tujuan hukum tersebut yaitu kepastian hukum, keadilan dan

kemanfaatan menurut penulis sangat penting bagi setiap keputusan yang

dikeluarkan oleh hakim agar hukum dapat ditegakkan dengan seadil-adilnya

sebagaimana telah dijelaskan dalam QS. Al-Nisa (4): 58

Artinya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang

berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di

antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah

memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah

Maha mendengar lagi Maha melihat”.

Dalam QS. Al-Nisa (4): 135 juga dijelaskan

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar

penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah”.

Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran tersebut, penulis menyimpulkan bahwa

dapat dipahami tujuan dari penegakkan hukum yang utama yaitu keadilan dengan

seadil-adilnya, sehingga ayat-ayat Al-Quran tersebut wajib dipegang teguh oleh

para hakim dalam memberikan suatu putusan atas suatu perkara agar terciptanya

penegakkan hukum yang seadil-adilnya.

Page 78: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

68

C. Prospek Pengaturan Kewenangan Penuntutan Tindak Pidana Pencucian

Uang Yang Terkait Dengan Kasus Tindak Pidana Korupsi Di Masa

Mendatang

Secara filosofis, KPK lahir karena ketidakefesiennya para penegak hukum

lain seperti kepolisian dan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi. Sehingga

pemberantasan korupsi adalah tugas utama dari Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK).73

Seiring dengan perkembangan zaman, para koruptor menggunakan

berbagai cara dalam melakukan korupsi yaitu salah satunya dengan pencucian

uang.74

Penyidikan tindak pidana korupsi jika ada indikasi ada tindak pidana

pencucian uang maka sebagaimana pasal 75 Undang-undang Nomor 8 tahun

2010, dapat diartikan bahwa penyidik KPK dapat menggabungkan tindak pidana

pencucian uang dengan tindak pidana korupsi. setelah penyidikan dari penyidik

KPK selesai maka diserahkan kepada penunut umum KPK untuk selanjutnya

dilakukan penuntutan. Dalam hal penunutan tindak pidana pencucian uang yang

dilakukan oleh KPK terdapat kendala-kendala yang salah satunya adalah tidak

diaturnya secara eksplisit kewenangan KPK dalam penuntutan tindak pidana

pencucian uang di dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kewenangan

Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang

selalu diperdebatkan baik oleh para praktisi hukum seperti para panasehat hukum

73

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Cet. V, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 69. 74

Wawan Yunarwanto, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Wawancara

Pribadi, Jakarta, 10 Maret 2015.

Page 79: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

69

terdakwa tindak pidana pencucian uang, hakim TIPIKOR maupun para

akademisi/pakar hukum.

Pada awalnya KPK dapat melakukan penuntutan tindak pidana pencucian

uang yaitu pertama kali pada kasus Wa Ode Nurhayati yang kemudian putusan

tersebut menjadi Yurisprudensi oleh hakim-hakim selanjutnya dalam memutus

perkara tindak pidana pencucian uang yang penunutut umumnya berasal dari

KPK.75

Seiring dengan berjalannya waktu munculah gugatan ke Mahkamah

Konstitusi yang diajukan oleh mantan hakim Mahkamah Konstitusi sekaligus

terpidana kasus pencucian uang yaitu Akil Mochtar yang melakukan uji materi

Undang-undang Nomor 8 tahun 2010. Dalam permohonan uji materi tersebut juga

menguji kewenangan penuntutan tindak pidana pencucian, dimana pemohon yang

pada intinya menyatakan bahwa dalam penunutan tindak pidana pencucian uang

adalah kewenangan penuntut umum pada Kejaksaan Agung bukan penuntut

umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Kemudian dalam putusan

Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa kejaksaan adalah satu kesatuan dan

tidak terpisahkan, sehingga tidak ada perbedaan antara penuntut umum di KPK

maupun di Kejaksaan Agung. Apalagi tindak pidana pencucian uang tersebut

terkait dengan tindak pidana korupsi, maka akan lebih cepat bila penuntutannya

ditangani oleh KPK dibandingkan harus dikirim ke kejaksaan. Dalam putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-XII/2014 tidak ada satupun yang

75

Wawan Yunarwanto, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Wawancara

Pribadi, Jakarta, 10 Maret 2015.

Page 80: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

70

menyatakan bahwa KPK tidak berwenang menuntut tindak pidana pencucian

uang.

Dalam hal ini penulis sependapat dengan putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 77/PUU-XII/2014 tersebut karena pada dasarnya penuntut umum di KPK

maupun di kejaksaan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan

dimanapun jaksa atau penuntut umum berada maka fungsinya sebagai penunut

umum tetap ada selama ada surat perintah untuk melakukan penunutan. Dengan

adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menurut penulis, maka KPK tidak

perlu ragu lagi dalam melakukan penuntutan tindak pidana pencucian uang. Pasca

putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-XII/2014, untuk prospek

pengaturan kewenangan penuntutan tindak pidana pencucian uang yang terkait

dengan kasus tindak Pidana korupsi di masa mendatang menurut penulis perlu

diadakan revisi Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan memasukan kewenangan

KPK dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang. Hal tersebut juga dapat

menguatkan bahwa tindak pidana pencucian uang ini sebagai salah satu cara

melakukan korupsi yang harus diberantas.

Page 81: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

71

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis paparkan

pada bab sebelumnya dengan mengacu pada rumusan masalah yang telah penulis

rinci, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:

1. Konstuksi Hukum/Argumentasi Yurudis kewenangan Komisi Pemberantasan

Korupsi dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang, penulis

menyimpulkan bahwa KPK berwenang melakukan penuntutan dengan dasar-

dasar yaitu: Pertama, Yurisprudensi bahwa selama ini pengadilan memutus

perkara tindak pidana pencucian uang yang penuntut umumnya berasal dari

KPK. Kedua, pasal 68 dan 69Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 Tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang yang memberi

ruang kepada undang-undang lain untuk masuk yaitu Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan

Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 yang menjadi dasar KPK

untuk menggabungkan antara tindak pidana korupsi dengan tindak pidana

pencucian sehingga KPK berwenang dalam menuntut tindak pidana pencucian

uang. Ketiga, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-XII/2014

71

Page 82: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

72

terkait uji materi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 yang di dalamnya

tidak ada satupun pernyataan yang menyebutkan bahwa KPK tidak berwenang

menuntut tindak pidana pencucian uang.

2. Dissenting Opinion Para Hakim Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) dalam

menafsirkan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penuntutan

Tindak Pidana Pencucian Uang, penulis menyimpulkan bahwa sah-sah saja

dalam suatu putusan hakim mengeluarkan dissenting opinion. Hal tersebut

dapat dipahami bahwa hakim dalam memutus tidak boleh menyembunyikan

keyakinannya, dalam arti karena sebagai hakim minoritas lalu

menyembunyikan keyakinannya bahwa ia tidak sependapat dengan keputusan

hakim yang lain. Tetapi yang terpenting dalam suatu putusan, hakim dalam

memutus suatu perkara hendaknya harus mencapai 3 tujuan hukum yaitu

kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.

3. Berkaitan dengan rumusan masalah ketiga yaitu Prospek pengaturan

kewenangan penuntutan tindak pidana pencucian uang yang terkait dengan

kasus tindak pidana korupsi di masa mendatang, penulis menyimpulkan

dengan adanya Yurisprudensi dari putusan-putusan hakim terdahulu dan yang

terbaru adalah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-XII/2014 maka

perlu perlu diadakan revisi Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan

memasukan kewenangan KPK dalam penuntutan tindak pidana pencucian

uang.

Page 83: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

73

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis paparkan pada

bab sebelumnya Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis

paparkan pada bab sebelumnya serta kesimpulan yang telah diuraikan di atas,

maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Kepada KPK, untuk terus melakukan pemberantasan Korupsi termasuk tindak

pidana pencucian uang yang pidana asalnya adalah korupsi. Dalam

pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang berkaitan dengan korupsi,

KPK tidak perlu ragu lagi dalam menjalankan kewenangannya dalam

penuntutan tindak pidana pencucian uang karena dengan adanya

Yurisprudensi, Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 dan Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 77/PUU-XII/2014, maka hal tersebut adalah dasar-dasar

yang menguatkan KPK dalam penuntutan tindak pidana pencucian uang.

2. Kepada para Hakim TIPIKOR yang menangani perkara tindak pidana

pencucian uang, dalam memberikan putusan hendaknya harus mencapai 3

tujuan hukum yaitu kepastian hukum, keadilan dan kemanfaat sehingga

hukum dapat diteggakan dengan seadil-adilnya.

3. Kepada para pembuat undang-undang, perlu dilakukan revisi Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang dengan memasukan kewenangan KPK dalam penuntutan

tindak pidana pencucian uang, pasca Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-

XII/2014.

Page 84: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

74

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Alfitra. Modus Operandi Tindak Pidana Khusus Di Luar KUHP. Jakarta: Raih Asa

Sukses, 2014.

Ali, Mahrus. Hukum Pidana Korupsi Di Indonesia. Yogyakarta: UII Press, 2011.

Alkostar, Artidjo. Korupsi Politik Di Negara Modern. Yogyakarta: UII Press, 2008.

Amrullah, M. Arief. Tindak Pidana Pencucian Uang. Malang: Bayumedia

Publishing, 2003.

Arief, Barda Nawawi. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan. Bandung: PT. Citra Adhitya Bakti, 2010.

Arifin, Firmansyah, dkk. Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga

Negara. Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2005.

Asshidiqie, Jimly. Perkembangandan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi. Jakarta: Konstitusi Press, 2006.

Atmasasmita, Romli. Sekitar Masalah Korupsi Aspek Nasional Dan Aspek

Internasional. Bandung: Mandar Maju, 2004.

Black, Henry Campbell. Black’S Law Dictionary.West Publishing, 1990.

Ganjong. Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia,

2007.

Halim, Pathorang. Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Pencucian Uang Di Era

Globalisasi. Yogyakarta: Total Media, 2013.

Hamzah, Andi. Delik-delik Tersebar Di Luar KUHP dengan Komentar Jakarta:

Pradnya Paramita, 1995.

__________. Pemberantasan Korupsi:Melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007

Hartanti, Evi. Tindak Pidana Korupsi.Jakarta: Sinar Grafik, 2008.

74

Page 85: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

75

Hidjaz, Kamal. Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem

Pemerintahan Daerah Di Indonesia. Makasar: Pustaka Refleksi, 2010.

HR. Bukhari no 6805, Software kutub at-tis’ah.

HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.

__________. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.

Huda, Ni‟matul. Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi. Yogyakarta: UII

Press, 2007.

Indrayana, Denny. Negara Antara Ada Dan Tiada Refomasi Hukum Ketatanegaraan.

Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2008.

Indroharto. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Bandung: Citra Aditya Bakti,

1994.

Mas, Marwan. Pengantar Ilmu Hukum. Cet. II. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Media, 2005.

Moerad, Pontang. Pembentukan Hukum Melalui putusan Pengadilan dalam Perkara

Pidana. Bandung: PT. Alumni, 2005.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2004.

Nasution, Adnan Buyung.Pentingnya Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Jakarta: Pusat Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Trisakti, 2002.

NLRP. KetentuanPencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Jakarta: Netherlads Reform Program, 2011.

Pangestu, Benu. Indepedensi Yuridis KPK: Telaah Teoritis dan Praktis. Skripsi S1

Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Prihantoro, Angga Martandy. Eksistensi State Auxiliary Organs Dalam Rangka

Mewujudkan Good Governance Di Indonesia (Studi Kelembagaan Komisi

Pemberantasan Korupsi). Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas

Maret Surakarta, 2010.

Rohim. Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi. Pena Multi Media, 2008.

Page 86: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

76

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat. cet. XI. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009.

Suradji, Mudiyati, dan Sutriya (Editor). Analisis dan Evaluasi Hukum Penunututan

dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum

Nasional, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2008.

Stroink, E.A.M. dan J.G. Steenbeek. Inleiding in het Staats-en. Administratief

Recht.Alphen aan den Rijn: Samsom H.D. Tjeenk Willink, 1985.

Suratman dan H. Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum. Bandung: Alfabeta, 2013.

Syamsuddin, Aziz. Tindak Pidana Khusus.Jakarta: Sinar Grafika, 2014.

Sumantri,Sri. Lembaga Dan Auxikiary Bodies Dalam Sitem Ketatanegaraan Mnurut

UUD 1945. Surabaya: Airlangga University Press, 2002.

Tutik,TitikTriwulan.Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen

UUD 1945. Jakarta: Kencana, 2010.

Wiyanto, Roni. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia. Bandung: C.V.Mandar Maju,

2012.

Yuliani, Evi. Tugas Dan Wewenang Kejaksaan Dan Komisi Pemberantasan Korupsi

Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi. Skripsi S1 Program Studi

Perbandingan Mazhab Dan Hukum, Fakultas Syariah Dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

Zulfa, Eva Achjani. Pergeseran Paradigma Pemidanaan. Bandung: Lubuk Agung,

2011.

Jurnal: Fadli, Muhammad. “Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam

Penuntututan Tindak Pidana Pencucian Uang”.Jurnal Legislasi Indonesia, No.

1 Vol 11. 2014.

M. Hadjon, Philipus.“Wewenang Pemerintahan (Bestuurbevoegdheid)”. Pro Justitia

Tahun XVI No. I (Januari 1998).

__________. “Tentang Wewenang”. YURIDIKA, No.5&6 Tahun XII. (September-

Desember 1997).

Page 87: KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM …

77

Manan, Bagir. “Dissenting Opinion dalam Sistem Peradilan Indonesia”. Varia

Peradilan Tahun XXI No. 253, 2006.

Syafrudin, Ateng. “Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan

Bertanggung Jawab”. Jurnal Pro Justisia Edisi IV.Bandung: Universitas

Parahyangan, 2000.

Internet:

HukumOnline.com. “Grey Area Penanganan TPPU”. Artikel diakses pada 1

November 2014 dari http:// www.hukumonline.com /berita/baca

/lt52f0d3968ed1f /grey-area- penanganan-tppu-bagian-1.

HukumOnline.com, “KPK Berwenang Tangani TPPU Sejak 2002”.Artikel diakses

pada 2 November 2014 dari http:// www.hukumonline.com

/berita/baca/lt52267e44e3133/kpk-berwenang-tangani-tppu-sejak-2002.

Wikipedia. “Pencucian Uang”. Artikel diakses pada 1 November 2014 pada 1

November 2014 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang.

Peraturan Perundang-Undangan:

Republik Indonesia.Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1981 Nomor 76. Tambahan Lembaran NegaraRepublik

Indonesia Nomor 3209.

Republik Indonesia.Undang-undang No.30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002

Nomor 137. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250.

Republik Indonesia.Undang-Undang No. 10 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Lembaran Negara Republik

Indonesia tahun 2010 Nomor 122.Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5164.

Wawancara:

Wawancara Pribadi dengan Boby Mokosugianta selaku Spesialist dan Kerjasama

Humas PPATK. Jakarta. 09 Maret 2015.

Wawancara Pribadi dengan Wawan Yunarwanto selaku Jaksa Penuntut Umum

Komisi Pemberantasan Korupsi. Jakarta. 10 Maret 2015.