Pembelajaran Pendidikan Keorangtuaan (040215)
-
Upload
centre-for-adult-learning-and-literacy -
Category
Education
-
view
179 -
download
0
Transcript of Pembelajaran Pendidikan Keorangtuaan (040215)
Mengagas model Pembelajaran Parenting Education (Pendidikan Keorangtuaan)
Pengantar
Paska pelantikan kabinet kerja 26 Oktober 2014 sejalan penetapan Kementrian Kebudayaan dan
Pendidikan Dasar, dan Menengah, wacana pembentukan Direktorat Pendidikan Keorangtuaan terus
menguat dan menandai peningkatan perhatian terhadap pendidikan ini.
Direktorat Pendidikan Masyarakat telah dua tahun lalu bersama UNESCO Jakarta bersama-sama
mengadopsi Parenting Education. Sejak itu, terutama Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat
Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PP-PAUDNI) Regional I Bandung
dan Regional II Semarang mengembangkan pula model pembelajaran pendidikan keorangtuaan.
Tipologi model pembelajaran ini melekat dengan keberadaan program Dirjen PAUDNI. Di tahun
2015, UPT PP-PAUDNI Regional I Bandung telah memisahkan kajian pendidikan keorangtuaan,
sementara UPTPP-PAUDNI Regional II Semarang masih menggabungkan kajian pendidikan
keorangtuaan dengan kajian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas).
Catatan ini membahas tiga isu model pembelajaran pendidikan keorangtuaan berkenaan dengan:
satuan pendidikan penyelenggara, sasaran penerima manfaat dan muatan pembelajaran. Ketiga isu
ini akan melekat dengan delapan standar sebagaimana Peraturan Pemerintah (PP) Republik
Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam ketentuan umum, PP ini
hanya menggarisbawahi dua jalur pendidikan yaitu formal dan nonformal. Sedangkan pendidikan
informal disinggung dalam penjelasan umum berkaitan dengan pengakuan kompetensi peserta didik.
1. Satuan Pendidikan
Memperhatikan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengupas
satuan pendidikan nonformal (pasal 26 ayat 4) terdiri dari lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim,serta satuan pendidikan
yang sejenisnya. Maka pendidikan keorangtuaan dapat diselenggarakan oleh semua satuan
pendidikan nonformal.
Alih-alih mengharapkan semua satuan PNF menyelenggarakan program pendidikan
keorangtuaan, sesungguhnya PKBM sebagai coordination centre for community development
(Hardiyanto, 2014:13) dapat memberikan kontribusi lebih luas sebagai pangkalan/wadah
dibanding sebagai satuan pendidikan semata. Dengan demikian, PKBM lebih memproyeksikan
pada isu-isu seperti penetapan tujuan belajar, pemilihan peserta didik, pengembangan jejaring
dan kemitraan, pelibatan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, penggalangan dana,
metodologi pembelajaran, dan pengendalian dan pengelolaan (Forojalla, 1993:292-294)
Sehingga,PKBM dapat dianalogikan menyerupai universitas yang memiliki berbagai fakultas-
fakultas sebagai satuan pendidikan yang melayani pembelajaran antara lain pendidikan
keorangtuaan.
2. Penerima Manfaat
Masyarakat di luar sekolah yang diproyeksikan menjadi peserta didik pendidikan keorangtuaan,
terutama harus memenuhi kriteria sebagai orang tua (Kusmaryani,-) yakni dimulai dari rentang
usia 18 – 40 tahun (dewasa dini), 40 – 60 tahun (dewasa madya) dan lebih dari 60 tahun (dewasa
lanjut). Tugas perkembangan orang tua ini memiliki ciri mulai dari fisik, kognisi, emosi, sosial dan
moral (Hiryanto). Kenyataan tugas perkembangan melahirkan konsekuensi bagi orang tua
sebagai individu, bapak/ibu anak-anak mereka, termasuk sebagai anggota masyarakat dalam
kehidupan dengan pasangan hidup, dalam keluarga, di dunia kerja,kehidupan masyarakat selain
mengalami perubahan fisik (lihat table 1).
3. Muatan Program
Memperhatikan tugas perkembangan orang tua, sejak ‘gelombang ketiga’ paradigm meritocracy
digantikan parentocracy (Brown,1997) maka tantangan pendidikan keorangtuaan menjadi
sangat mendesak dilihat dari muatan pembelajaran. Kurikulum, bahan ajar dan media, serta
penilaian hasil belajar sebagai persiapan pembelajaran harus menghiraukan proper preparation
prevent poor performance (5P’s) (Mason,2005:218) dan ini menjadi prioritas pengembangan
model pembelajaran yang dilakukan UPT seperti PP-PAUDNI Regional I Bandung dan II Semarang.
Sumber: Hutterman et.al., 2014:267-278
Tabel 1. Tugas Perkembangan Orang Tua
Referensi:
Brown, Phillips. (1997) The ‘Third Wave’: Education and the Ideology of Parentocracy dalam Educatioanal: Culture,Economy, Society. Oxford: New York.
Forojalla, S.B. (1993) Educational Planning for Development. ST. Martin’s Press: New York.
Hardiyanto, Edy (2014) Kontribusi PNF dalam Penerapan Undang-Undang Desa. Andragogia. Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak Usia Dini,Nonformal dan Informal. Volume 7 No. 1 – Juni 2014. PP-PAUDNI Regional II Semarang dan Pasca Sarjana PLS UNNES Semarang.
Hutteman, Roos, Marie Hennecke, Ulrich Orth, Anne K. Reitz, dan Jule Specht (2014) Developmental Tasks as a Framework to Study Personality Development in Adulthood and Old Age. European Association of Personality Psychology. Wiley Online Library. Available on: https://www.academia.edu/6603932/Developmental_tasks_as_a_framework_to_study_personality_development_in_adulthood_and_old_age (Wednesday, 04 February 2015:09.25)
Hiryanto (-) Masa Dewasa On-Line. Available on: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Drs.%20Hiryanto,%20M.Si./BAB%20IX%20masa%20dewasa.pdf (Wednesday, 04 February 2015:08.25)
Kusmaryani, Rosita Endang (-) Tugas-tugas Perkembangan. On-Line. Available on: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Rosita%20Endang%20Kusmaryani,%20M.Si./TUGAS%20%E2%80%93%20TUGAS%20%20PERKEMBANGAN.pdf (Wednesday, 04 February 2015:08.20)
Mason,Robert (2005) The Training Manager’s Handbook. Diterjemahkan oleh:Ramelan. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta