Pembelajaran IPS Dalam Membentuk Moral Bangsa
-
Upload
uzzy-de-angelo -
Category
Documents
-
view
299 -
download
0
description
Transcript of Pembelajaran IPS Dalam Membentuk Moral Bangsa
MAKALAH
PEMBELAJARAN IPS DALAM MEMBENTUK MORAL
BANGSA
Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Esti Swatika Sari, M.Hum
Disusun oleh :
Fauzi Styobudi (13416244013)
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013
1. Pendahuluan
Kasus-kasus kriminalitas sering terdengar dalam pemberitaan media
kita, baik itu cetak ataupun elektronik. Hal ini tidak hanya terjadi pada
masyarakat biasa tetapi tidak jarang public figure ataupun pejabat juga
tersandung kasus kriminal. Sebenarnya apa yang terjadi dengan masyarakat
kita ? Apakah nilai-nilai luhur kita sudah hilang ditelan globalisasi dan
modernisasi ?
Sistem pendidikan kita yang menjadi salah satu faktor pembentuk
kepribadian bangsa harus dirumuskan secara cermat agar dapat membangun
karakter manusia Indonesia kearah yang lebih baik. Disadari atau tidak bahwa
berhasil tidaknya suatu pendidikan, sukses tidaknya dalam mencapai suatu
tujuan pendidikan sedikit banyak bergantung pada kurikulmnya. Apabila
kurikulumnya didesain dengan baik, sistematis, komprehensif dan integral
dengan semua kebutuhan pengembangan dan pembelajaran peserta didik
untuk mempersiapkan dirinya dalam menghadapi kehidupan di masa datang,
maka tujuan yang diharapkan tentu akan terwujud.
Dengan dikeluarkannya kurikulum penyempurna dari kurikulum
sebelumnya yaitu Kurikulum 2013, diharapkan dapat membentuk kepribadian
bangsa Indonesia karena kurikulum 2013 menyeimbangkan antara materi
akademis dan materi tentang moral. Tidak hanya itu, kurikulum 2013 juga
mengembangkan peserta didik untuk dapat berfikir kritis tentang masalah
sosial yang ada disekitar mereka dan mencoba menyelesaikan masalah
tersebut dengan landasan materi yang diajarkan di sekolah.
Diturunkannya Kurikulum 2013 adalah bentuk upaya pemerintah
dalam mewujudkan mimpi Indonesia yaitu “Generasi Emas 2045”.
Diharapkan pada 2045, Indonesia menjadi Negara Besar di dunia dengan
didukung dengan Sumber Daya Alam yang melimpah dan Sumber Daya
Manusia yang mumpuni atas “didikan” kurikulum 2013. Jika kedua sumber
daya itu sudah terpenuhi, mimpi itu bukan sekedar mimpi lagi.
2. Karakteristik IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur
geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi,
bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama (Numan Soemantri,
2001).
Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah,
ekonomi, hukum dan politik, sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa
sehingga menjadi pokok bahasan atau topik tertentu. Kompetensi Dasar IPS
juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan
pendekatan interdisipliner dan multidisipliner. Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan
masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan
pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-
upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan,
kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan (Daldjoeni, 1981).
3. Pembelajaran IPS dalam Kurikulum 2013
Pembelajaran IPS merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu- ilmu
sosial dan humaniora (Prosiding Kinasih Widirahmita: 2013). Pengembangan
pembelajaran IPS harus mampu mengembangkan siswa agar peka terhadap
masalah sosial dan terampil mengatasi masalah yang menimpa dirinya
maupun yang menimpa masyarakat. Namun pada kenyataannya, masih
banyak guru mengajar dengan metode “ceramah” dan kurang menuntut siswa
untuk aktif dan kreatif. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi semua guru
agar dapat melakukan pembelajaran dengan menekankan keaktifan peserta
didik.
Dalam Kurikulum 2013, mata pelajaran IPS tercantum dalam struktur
Kurikulum 2013 untuk SD/MI dan SMP/MTs. Di SMA dan SMK tidak ada
mata pelajaran IPS tetapi disiplin-disiplin ilmu pembentuk IPS (Ekonomi,
Geografi, Sosiologi dan Sejarah) diajarkan secara terpisah.
Dalam kurikulum 2013 SD/MI, mata pelajaran IPS di SD memiliki dua
posisi yang berbeda. Untuk kelas I-III, pembelajaran IPS tidak menjadi suatu
mata pelajaran tetapi pembelajaran IPS disisipkan ke mata pelajaran yang lain
seperti Bahasa Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Sedangkan pembelajaran IPS untuk kelas IV-VI berbeda dengan kelas I-III
karena nama mata pelajaran IPS telah dimunculkan sebagai suatu sumber
pembelajaran.
Mata pelajaran IPS di SMP menggunakan pendekatan integratif dalam
organisasi Kompetensi Dasar dan pembelajaran (S. Hamid Hasan, 2 Oktober
2013). Integrasi dalam KD ini meliputi konten geografi, sejarah, ekonomi,
sosiologi, dan antropologi. Konten-konten tersebut kemudian diintegrasikan
untuk merumuskan Kompetensi Dasar sebagai dasar pembelajaran IPS
terpadu. Jika digambar dengan bagan:
4. Terjadinya Degradasi Moral pada Masyarakat Kita
Seperti yang sudah dijelaskan sedikit pada pendahuluan di atas, bahwa
kriminalitas di Indonesia sudah menjadi pemandangan keseharian di media-
media Indonesia. Masyarakat Indonesia seakan sudah lupa dengan jatidirinya
sebagai masyarakat yang santun.
Geografi
Sejarah
Ekonomi
Sosiologi
Antropologi
KD IPS
Pembelajaran
IPS Terpadu
Pancasila sebagai dasar Negara, sebagaimana maksud para founding
fathers (Sekretariat Negara RI, 1995), dalam perjalanannya sangat elastis
untuk dimanipulasi sedemikian rupa baik oleh penguasa negeri ini ataupun
oleh masyarakat yang tidak sepakat dengan nilai-nilai yang terkandung pada
Pancasila.
Pancasila harus tetap dijunjung tinggi dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat di Indonesia, yang mana Negara Indonesia adalah Negara yang
majemuk. Pancasila diharapkan menjadi common denominator bagi segenap
elemen bangsa Indonesia, tanpa membedakan asal-usul ras, bahasa, agama,
dan golongan. Dengan demikian, jika disepakati bahwa Pancasila adalah civil
religion, maka keanekaragman bangsa Indonesia dipayungi dan diikat oleh
kesadaran bersama dalam keutuhan sebagai bangsa yang ber-ketuhanan,
menghormati dan menjunjung tinggi kemanusiaan, menjaga persatuan,
menghormati hak dan kedaultan rakyat, serta mewujudkan keadilan sosial.
Masyarakat sudah melupakan (atau malah tidak tahu) karakteristik
Pancasila dalam kepribadian masyarakat madani. Seperti yang dituliskan di
buku Transformasi Bangsa Menuju Masyarakat Madani (Tim Nasional
Reformasi, 1999), disana disebutkan ada delapan karakteristik Pancasila.
Pertama, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua,
demokratis dan beradab yang menghargai adanya perbedaan pendapat. Ketiga,
mengakui hak-hak asasi manusia sebagaimana yang digariskan dalam UUD
1945. Keempat, tertib dan sadar hukum. Kelima, percaya pada diri sendiri,
memiliki kemandirian dan kreatif terhadap pemecahan masalah yang dihadapi
serta memiliki orientasi yang kuat pada penguasaan ilmu dan teknologi.
Keenam, memiliki semangat kompetitif dalam suasana kooperatif, penuh
persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain dengan semangat kemanusiaan
secara universal. Ketujuh, suatu tatanan kehidupan masyarakat beradab yang
menjunjung tinggi nilai-nilai budi luhur yang telah mengakar dalam tatanan
kehidupan masyarakat Indonesia. Kedelapan, masyarakat belajar yang tumbuh
dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.
Dari kedelapan ciri itu, menurut Tim Nasional Reformasi ada nilai-
nilai moral yang penting untuk dimiliki sebagai upaya mewujudkan
masyarakat madani, yaitu (1) bersilaturahmi, (2) persaudaraan, (3)
persamaan, (4) adil, (5) baik sangka, (6) rendah hati, (7) tepat janji, (8)
lapang dada, (9) dapat dipercaya, (10) harga diri, (11) hemat, (12)
dermawan.
Jangan sampai penyelewengan nilai-nilai Pancasila membuat
disintegrasi bangsa seperti bubarnya Republik Federal Sosialis Yugoslavia
dan ambruknya imperium Uni Soviet pada awal 1990-an. Indonesia sebagai
masyarakat plural dan rentang luas wilayahnya sangat besar telah banyak
mengalami gerakan disintegrasi nasional. Upaya memisahkan diri dan
membentuk pemerintah berdaulat sendiri merupakan masalah yang sering
terjadi di masyarakat multi etnis dan luas.
5. Pembelajaran IPS dalam Membentuk Moral Bangsa
Pembelajaran IPS adalah cara yang tepat untuk menyisipkan
pendidikan karakter untuk membentuk moral bangsa. Dalam lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Strukur Kurikulum Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah disebutkan bahwa Kurikulum 2013 dirancang
dengan karakteristik sebagai berikut:
a. Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan
sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan
intelektual dan psikomotorik;
b. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman
belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di
sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber
belajar;
c. Mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;
d. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai
sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
e. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci
lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;
f. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi kompetensi dasar,
dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan
untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti;
g. Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif,
saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata
pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
Dari karakteristik diatas dapat ditarik intisari pembelajaran IPS adalah
pembelajaran yang menekankan peran aktif siswa dengan berfikir kritis untuk
menyelesaikan masalah pada dirinya dan masalah yang ada lingkungan
sosialnya. Tentunya untuk ukuran seorang siswa SMP jangan dibebankan
pada masalah yang besar tetapi sesuai ukuran seorang siswa SMP misalnya,
mengatasi masalah buang sampah sembarangan yang terjadi di sekolahnya.
Dengan menanamkan sifat seperti itu sejak dini diharapkan dapat berlanjut di
kehidupan pada masa yang akan datang.
Dalam teori perkembangan kepribadian yang penulis kutib dari buku
Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral, Intelektual, Emosional dan
Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri karangan Dr. Sjarkawi,
M.Pd., disebutkan bahwa perkembangan pribadi itu berlangsung melalui tiga
fase, yaitu:
a. Mulai perkembangan itu sampai dengan sekitar usia 5 tahunan,
merupakan fase yang banyak berkaitan dengan kewibawaan dan
kekuasaan. Pada fase ini inti dari penghargaan diri dan sikap
mengenai aturan yang diterjemahkan dalam bentuk gambaran diri
adalah diarahkan kepada apa yang diharapkan oleh tokoh-tokoh
terdekat yang menguasainya.
b. Masa anak-anak dan masa remaja, merupakan masa yang sebagian
besar diarahkan pada persoalan hubungan dengan teman
sebayanya. Pada masa ini mereka mengembangkan
penghargaannya terhadap harapan orang lain serta menaruh
perhatian terhadap perilaku jujur, keadilan, dan sikap bersedia
membalas jasa orang lain.
c. Fase orang mulai memasuki dunia kerja dan mulai berkeluarga.
Persoalan-persoalan pada masa lalu berpadu dengan persoalan
identitas diri. Pada masa ini seseorang menentukan corak
kepribadian yang diharapkan dengan cara mengembangkan suatu
“pola umum gambaran dirinya”, mereka mulai merintis tujuan
hidupnya serta merencanakan strategi yang akan ditempuhnya
dalam mengejar tujuan hidup yang dipilihnya.
Dari ketiga fase tersebut ada kesinambungan antara fase satu, dua dan
tiga. Oleh karena itu perlu diadakannya pendidikan karakter pada fase kedua
agar pada fase ketiga dapat dinikmati “hasilnya”. Pendidikan karakter bisa
dengan mata pelajarannya langsung atau disisipkan pada pelajaran lain
misalnya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau Ilmu Pengetahuan
Sosial yang mana pada kurikulum 2013, pembelajaran IPS menjadi mata
pelajaran bercorak pendidikan karakter.
Mengapa perlu pendidikan karakter, ditengah-tengah kehidupan
berbangsa dan bernegara yang sedang dirundung kemalangan bertubi-tubi
meski telah lebih dari enam dekade bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai
bangsa merdeka ? Pertanyaan ini mewakili pertanyaan berbagai elemen
masyarakat yang menginginkan adanya pendidikan karakter ditengah
masyarakat yang makin pudar rasa kebanggaan dan jati diri sebagai bangsa
beradab dan Negara berdaulat.
Pendidikan karakter sebagai sebuah program kurikuler telah
dipraktikan di sejumlah Negara. Studi J. Mark Halstead dan Monica J. Taylor
(2000) menunjukan bagaimana pembelajaran dan pengajaran nilai-nilai
sebagai cara membentuk karakter terpuji telah dikembangkan di sekolah-
sekolah di Inggris. Peran sekolah yang menonjol terhadap pembentukan
karakter berdasarkan nilai-nilai tersebut ialah dalam dua hal yaitu:
to build on an supplement the values children have already begun
to develop bf offering further exposure to a range of values that are
current in society (such as equal opportunities and respect for
diversity); and to help children to reflect on, make sense of and
apply their own developing values (Halstead dan Taylor, 2000:
169).
Dengan demikian peran program pendidikan karakter ialah untuk
membangun dan melengkapi nilai-nilai yang telah muali tumbuh dengan nilai-nilai
yang ada di masyarakat, dan membantu anak untuk mereflesikan, membangun
kepekaan serta menerapkan pengembangan nilai-nilai yang dimiliki anak tersebut
(Samsuri, 2011: 6). Dan untuk mencapai tujuan tersebut pendidikan karakter tidak
bisa berjalan sendirian. Pendidikan karakter butuh ilmu-ilmu pendamping seperti
Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Kesenian, Pendidikan Olahraga.
6. Penutup
Mata pelajaran IPS-SMP dalam kurikulum 2013 lebih memberikan
kemungkinan pengembangan potensi peserta didik menjadi pengetahuan yang
digunakan dalam kehidupan masyarakat, didukung oleh kemampuan berfikir,
sikap peduli dan kemampuan mengembangkan kehidupan masyarakat di
sekitarnya, serta kemampuan untuk terus mengembangkan dirinya.
Dengan diberlakukannya Kurikulum 2013 diberbagai sekolah
diharapkan dapat memperbaiki sistem pendidikan kita yang dahulu. Yang
mana kurikulum terdahulu lebih mementingkan materi-materi akademis tanpa
menyiratkan pengajaran tentang karakter dan moral.
Pendidikan karakter dan moral yang ditonjolkan pada kurikulum 2013
tidak bisa kita lihat hasilnya satu atau dua tahun mendatang tapi butuh belasan
tahun untuk melihat hasil dari pendidikan karakter. Ini tentu akan berdampak
pada kehidupan bernegara dan bermasyarakat di Indonesia. Kita sudah bosan
dengan pemberitaan media-media Indonesia yang “dijejali” berita tentang
kriminalitas.
Daftar Pustaka
Hasan, S. Hamid. 2013. IPS dalam Kurikulum 2013. Bandung.
Halstead, M.J. dan Taylor, M.J. 2000. Learning and Teaching Research. Cambridge
Journal of Education. Vol. 30 No. 20, PP. 169-202.
Kinasih Widirahmita dkk. 2013. Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran IPS. Yogyakarta.
K. Smith, Mark. 2010. Teori Pembelajaran & Pengajaran. Yogyakarta: Mirza Media Pustaka.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Strukur Kurikulum Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
Samsuri. 2011. Pendidikan Karakter Warga Negara, Kritik Pembangunan Karakter
Bangsa. Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia.
Sjarkawi. 2011. Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral, Intelektual,
Emosional dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani. 1999. Transformasi Bangsa Menuju Masyarakat Madani. Jakarta: Kantor Sekertariat Wakil Presiden
Republik Indonesia.