Pembangunan regional mteri pak iman

21
PEMBANGUNAN REGIONAL Pengertian Pembangunan Regional Pembangunan regional adalah usaha meningkatkan kualitas kehidupan maupun kualitas lingkungan, sektor dan jangkauannya sangat luas. (Sumaatmaja, 1989: 49) Menurut sumber lain, pembangunan regional ialah strategi pemerintah nasional dalam menjalankan campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi jalannnya proses pembangunan di daerah-daerah sebagai bagian dari daerah nasional supaya terjadi perkembangan kearah yang dikehendaki. http://www.ginandjar.com/public/05MemantapkanLandasan.pdf Landasan Pembangunan Regional Kawasan Indonesia terdiri dari 13.667 pulau. Luas daratan di Indonesia mencapai 1.922.570 Km 2 , luas perairannya 3.257.483 Km 2 . Jadi, luas keseluruhannya mencapai 5.180.053 Km 2 , jika ditambah dengan ZEE maka luas Indonesia mencapai 7.900.000 Km 2 , secara administrasi Negara Indonesia terbagi menjadi 33 provinsi, menurut kecermatan yang tinggi dalam melaksanakan strategi pembangunan nasional dan regional. Wilayah yang luas yang terdiri dari lautan juga luas, serta di beberapa bagian daratan dan laut berbatasan langsung dengan Negara tetangga, dalam melaksanakan pembangunan diperlukan koordinasi serta komunikasi yang meyakinkan agar asas adil dan merata benar-benar dapat dilaksanakan. Ditinjau dari aspek kependudukan, sifat demografi Indonesia menunjukan pemerataan yang tidak seimbang. Perbedaan demografi secara regional baik yang berkenaan dengan unsur fisis maupun unsur non fisis, memberikan dasar yang berbeda dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di kawasan masing-masing. Landasan-landasan geografi yang perlu diperhatikan sesuai dengan kondisi regional setempat, yaitu lokasi, kondisi demografi, prasarana dan sarana, potensi sumber daya, sosial budaya setempat, kesuburan tanah, hidrologi dan topografi region masing-masing. Memperhatikan lokasinya, apakah perbatasan dengan negara tetangga, di daerah pegunungan, di daerah dataran rendah, daerah pedalaman, di pantai, daerah aliran sungai dan lain-lainnya. lokasi region tersebut, memberikan landasan bagi pembangunan setempat apakah akan daerah pelabuhan, kawasan industri, kawasan pertanian, daerah pariwisata, kota dan perkampungan

Transcript of Pembangunan regional mteri pak iman

PEMBANGUNAN REGIONAL

Pengertian Pembangunan Regional

Pembangunan regional adalah usaha meningkatkan kualitas kehidupan maupun kualitas

lingkungan, sektor dan jangkauannya sangat luas. (Sumaatmaja, 1989: 49) Menurut sumber lain,

pembangunan regional ialah strategi pemerintah nasional dalam menjalankan campur tangan

pemerintah untuk mempengaruhi jalannnya proses pembangunan di daerah-daerah sebagai

bagian dari daerah nasional supaya terjadi perkembangan kearah yang dikehendaki.

http://www.ginandjar.com/public/05MemantapkanLandasan.pdf

Landasan Pembangunan Regional

Kawasan Indonesia terdiri dari 13.667 pulau. Luas daratan di Indonesia mencapai

1.922.570 Km2, luas perairannya 3.257.483 Km

2. Jadi, luas keseluruhannya mencapai 5.180.053

Km2, jika ditambah dengan ZEE maka luas Indonesia mencapai 7.900.000 Km

2, secara

administrasi Negara Indonesia terbagi menjadi 33 provinsi, menurut kecermatan yang tinggi

dalam melaksanakan strategi pembangunan nasional dan regional. Wilayah yang luas yang

terdiri dari lautan juga luas, serta di beberapa bagian daratan dan laut berbatasan langsung

dengan Negara tetangga, dalam melaksanakan pembangunan diperlukan koordinasi serta

komunikasi yang meyakinkan agar asas adil dan merata benar-benar dapat dilaksanakan. Ditinjau

dari aspek kependudukan, sifat demografi Indonesia menunjukan pemerataan yang tidak

seimbang. Perbedaan demografi secara regional baik yang berkenaan dengan unsur fisis maupun

unsur non fisis, memberikan dasar yang berbeda dalam perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan di kawasan masing-masing.

Landasan-landasan geografi yang perlu diperhatikan sesuai dengan kondisi regional

setempat, yaitu lokasi, kondisi demografi, prasarana dan sarana, potensi sumber daya, sosial

budaya setempat, kesuburan tanah, hidrologi dan topografi region masing-masing.

Memperhatikan lokasinya, apakah perbatasan dengan negara tetangga, di daerah pegunungan, di

daerah dataran rendah, daerah pedalaman, di pantai, daerah aliran sungai dan lain-lainnya. lokasi

region tersebut, memberikan landasan bagi pembangunan setempat apakah akan daerah

pelabuhan, kawasan industri, kawasan pertanian, daerah pariwisata, kota dan perkampungan

pelajar dan mahasiswa, kawasan perdagangan dan lain-lain. Dari faktor lokasi saja sudah cukup

banyak alternatif yang dapat diketengahkan.

Landasan kependudukan yang wajib diperhatikan bagi pembangunan juga berkenaan

dengan kualitas kehidupannya, tingkat pendidikan, kombinasi berdasarkan umur, penyebarannya

dalam ruang, keadaan sosial budaya, dan lain-lain. Bagi kepentingan pembangunan, jika region

tersebut penduduknya sangat rengang, berarti perlu mendatangkan penduduk dari wilayah lain,

jika kesuburan tanah, dan keadaan hidrologi memadai, bahkan region tersebut dapat dibangun

sebagai daerah trasmigrasi. Selain menambah sumber daya manusia bagi ketenagakerjaan juga

dapat dibina integrasi nasional.

Tingkat pendidikan penduduk dan kebutuhan akan pendidikan, memberi landasan tentang

perencanaan, pengembangan dan pembangunan pendidikan region yang bersangkutan. aspirasi,

jumlah, penyebaran dan tingkat penduduk, menggambarkan lapangan pekerjaan yang bagaimana

cocok pada region tersebut agar nantinya ada relevannya.

Aspek potensi sumber daya yang ada di suatu region, terkait dengan kebutuhan

pembangunan yang wajib diadakan, memperhatikan jenis sumber daya yang ada di kawasan tadi

nantinya mampu menompang pembangunan.

Prasarana dan sarana yang ada di suatu kawasan, berupa jalan, jembatan, jaringan

telekomunikasi, kendaraan, pelabuhan, terminal dan lain sebagainya, memberikan landasan

terhadap kelancaran dan pelaksanaan pembangunan setempat. Jika prasarana ini belum memadai

perencanaan dan penbangunan wajib diarahkan pada pembangunan di sektor ini.

Keadaan iklim, cuaca, khususnya berkenaan dengan curah hujan sebagai sumber daya air

yang mempengaruhi hidrologi serta tinggi rendah temperatur, berpengaruh langsung terhadap

sektor pertaniaan dalam arti luas (cocok tanam, perkebunan, peternakan, perikanan).

Keadaan morfologi dan topografi wilayah Indonesia dari satu region ke region lainnya

yang tidak seragam. Hal ini member landasan perencanaan pengembangan dan pembangunan

sektor pertaniaan, prasarana dan sarana (jalan, medan, jembatan telekomunikasi) dan biasanya

morfologi dan topografi berpengaruh terhadap sektor pariwisata, karena morfologi dan topografi

juga secara alamiah menganugrahkan keindahan alam yang dapat dimanfaatkan.

Hidrologi setempat seperti sungai, danau rawa dan laut, keadaan hidrologi secara

langsung berpengaruh terhadap perkembangan dan pembangunan kepariwisataan, dalam

perkembangan kependudukan, ekonomi, pemukiman dan perkotaan dewasa ini di Indonesia

keadaan hidrologi cukup menjadi masalah yang wajib ditangani secara terencana. (Sumaatmaja,

1988)

KONSEP WILAYAH (region)

Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh krieria tertentu yang

bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu:

1. Wilayah Homogen, adalah wilayah yang dipandang dari satu aspek/criteria yang

mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama. Sifat-sifat yang homogen itu

misalnya dalam hal ekonomi, contohnya: daerah dengan struktur produksi dan konsumsi

yang homogen. Dalam hal geografi contohnya daerah yang memilki topografi dan iklim

yang sama.

2. Wilayah Nodal, adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan

antara pusat dan daerah belakangnya. Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus

penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, komunikasi dan transportasinya juga.

3. Wilayah Administrasi, adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan

kepentingan administrasi pemerintah atau politik, seperti: propinsi, kabupaten,

kecamatan, desa/kelurahan, dan RT/RW.

4. Wilayah Perencanaan, adalah wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan

keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dapat dilihat sebagai wilayah yang

cukup besar untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam

penyebaran penduduk dan kesempatan kerja. Wilayah perencanaan harus memiliki cirri

sebagai berikut: (a) cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi

berskala ekonomi, (b) mampu mengubah industri sendiri dengan tenaga kerja yang ada,

(c) mempunyai struktur ekonomi yang homogen, (d) mempunyai sekurang-kurangnya

satu titik pertumbuhan, (e) menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan

pembangunan (f) masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama terhadap

persoalan-persoalannya. (Budiharsono, 2001:14-16)

Masalah Pembangunan Region

Tiap region di wilayah Indonesia yang luas ini selain memiliki sumber daya dan kondisi

geografi yang berbeda- beda, juga menghadapi masalah yang berbeda dalam pengembangan dan

pembangunan regional masing- masing. Oleh karena itu bagi kepentingan pengembangan dan

pembangunan regional yang mendukung pembangunan nasional yang meyakinkan, wajib

melakukan studi, penelitian dan analisis geografi secara mendalam terlebih dahulu. Studi ini

memberikan jaminan terhadap pemanfaatan ruang secara tepat guna yang berdaya guna dalam

menciptakan hasil guna yang setinggi-tingginya.

Jumlah dan penyebaran penduduk yang berbeda-beda di tiap region, bukan hanya

menjadi masalah bagi region masing-masing, juga menjadi masalah bangsa dan Negara

Indonesia. Masalah ini sudah menjadi dasar perencanaan pengembangan dan pembangunan

kependudukan di Indonesia. Pembangunan kependudukan yang terungkap dalam kebijakan

kependudukan, bukan hanya berkenaan dengan keluarga berencana melainkan juga terkait

dengan peningkatan kualitas pendidikan, ketenaga kerjaan, keahlian dan kepemimpinan.( Tap.

MPR RI No. II/MPR/1983. Bab IV)

Kebijaksanaan pembangunan regional

Kebijaksanaan pembangunan regional adalah segala usaha yang dilakukan untuk

mencapai tujuan pembangunan meningkatkan kualitas kehidupan dan kualitas lingkungan dalam

region tersebut.

Dalam menerapkan kebijakan regional juga harus menerapkan pendekatan yang berbeda

sesuai dengan kondisi geografi dan sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Asas adil dan

merata yang diterapkan dalam pembangunan nasional yang diterapkan dalam pembangunan

regional, berarti setiap daerah memiliki kesempatan yang sama dalam pembangunan, tetapi pada

pelaksanaannya dengan modal dasar dan factor dominan. Dengan demikian pembangunan

regional harus disesuaikan dengankondisi pada daerah bersangkutan demi kesejahteraan dan

peningkatan kualitas lingkungan.

Ada 3 tahapan dalam pembangunan regional, yaitu pra pembangunan, proses

pembangunan, dan pasca pembangunan.

Pra Pembangunan Proses Pembangunan Pasca Pembangunan

Dalam melaksanakan pembangunan dan kebijakan pembangunan regional, pada tahap pra

pembangunan kita wajib melakukan penelitian yang dimulai dengan identifikasi modal dasar apa

yang dimiliki region yang bersangkutan, faktor dominan apa yang melandasinya dan masalah-

masalah apa yang menjadi hambatan yang harus diatasi. Ketiga pokok tersebut wajib ditelaah

secara mendalam demi keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Untuk itu perlu melakukan

pengumpulan data region yang akan dikembangkan dan dibangun di region yang bersangkutan.

Data yang terkumpul kemudian dianalisis untuk ditarik kesimpulannya. Kesimpulan tersebut

menjadi dasar perencanaan bagi pembuat keputusan untuk mengembangkan “ kebijaksanaan

pembangunan regional”.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembangunan regional antara lain:

1. faktor hidrografi, sebagai peninjang secara langsung dalam kehidupan, menjamin pertanian,

pembangkit tenaga, dan prasarana serta sarana komunikkasi transportasi.

2. faktor topografi, dalam hal ini tinggi rendahnya permukaan bumi setempat yang memberi

landasan terhadap pembangunan yang akan dikembangkan di region yang bersangkutan.

3. faktor klimatologi, merupakan factor domiana yang berpengaruh terhadap gerak langkah

manusia termasuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan regional dan nasional.

4. faktor flora dan fauna merupakan sumber daya hayati, contonya tumbuh-timbuhan, hutan, hewan

di darat maupundi peraiaran yang menunjang pengembangan dan pembangunan region tersebut.

5. faktor kemungkinan pengembangan, merupakan faktor yang wajib diperhitungkan bagi masa

depan mengingatpertumbuhan dan perkembangan penduduk dengan segala kebutuhannya yang

tidak kunjung akan berhenti. Factor ini menunjang stabilitas kehidupan dengan pengembangan

dan pembangunannya pada masa yang akan datang.

Modal dan faktor diatas, dianalisis dan dirumuskan menjadi aspek-aspek geografi yang

dapat diteliti bagi kepentingan perancangan, perencanaan dan pembangunan regional serta

nasional. Selanjutnya, tiap aspek tadi diukur tingkat kualitasnya untuk menentukan

kebijakasanaan regioanal dalam rangka membuat keputusan tentang model pembangunan yang

akan dikembangkan. Untuk kepentingan pengukuran tadi, kita wajib menentukan parameter yang

menjadi pedoman penentuan kualitas aspek yang menunjang atau menjadi masalah/penghambat

pembangunan.

Kembali kepada identifikasi, pengumpulan data dan analisis aspek-aspek geografi region

yang akan dikembangkan, aspek-aspek geografi yang akan diidentifikasi dan dianalisis meliputi:

1. Keadaan lahan dengan kondisi morfooginya

2. Kemungkinan pengmbangan transportasi-komunikasi

3. Kemungkinan pengembangan teknologi

4. Kependudukan (demografi)

5. Hidrologi

6. Iklim dan cuaca

7. Kemungkinan penjagaan dan pelestariaan lingkungan

8. Lokasi relatif terhadap daerah lain.

Secara umum, aspek-aspek diatas merupakan modal dasar dan faktor dominan bagi

pengembangan industri, pemukiman dan daerah perdagangan. Tetapi sektor manakah yang

paling sesuai dan pada lokasi mana dari region itu yang paling serasi bagi sektor tersebut untuk

dikembangkan, disini perlu pengumpulan data dan analisis lebih lanjut. (Sumaatmaja, 1988)

Pelaksanaan Pembangunan Regional

Dalam pelaksanaan pembangunan regional, diperlukan perencanaan yang tepat. agar

sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Proses perencanaan pembangunan harus dikaitkan

dengan orientasi untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perencanaan

pembangunan yang ideal dilaksanakan memenuhi beberapa dimensi, yaitu :

a) Dimensi Substansi, artinya rencana pembangunan yang disusun dari sisi materinya harus sesuai

dengan aspirasi dan tuntutan yang berkembang di masyarakat.

b) Dimensi Proses, artinya proses penyusunan rencana pembangunan yang dilaksanakan memenuhi

kriteria scientific (memenuhi kaidah keilmuan atau rational) dan demokrasi dalam pengambilan

keputusan,

c) Dimensi Konteks, artinya rencana pembangunan yang telah disusun benar-benar didasari oleh

niat untuk mensejahterakan masyarakat dan bukan didasari oleh kepentingan-kepentingan

tertentu,

http://www.cimbuak.net/content/view/85/5/

Perkembangan kehidupan manusia sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, yang membawa dampak terhadap pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekonolgi bagi

kehidupan umat manusia pada umumnya. Contohnya ada komputer, handphone, dan lain-

lainnya. Hal tersebut membuat kemudahan-kemudahan manusia dalam melaksanakan pekerjaan

sesuai bidangnya. (Sumaatmaja, 1988)

Pelaksanaan pembangunan di Indonesia seharusnya berwawasan lingkungan. Artinya,

pembangunan dalam suatu sektor kehidupan harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Oleh

karena itu ada perencanaannya, yang wajib disertai analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan

analisis manfaat dan resiko terhadap lingkungan (AMRIL). Untuk memahami apa dampak itu

dapat dilihat pada diagram alir berikut:

Menimbulkan menimbulkan

Kegiatan

manusia

Akibat

Dampak

Kegiatan yang dilakukan manusia sangat bermacam-macam , misalnya dalam usulan

dalam kegiatan pembangunan. Umpamanya usualan tersebut adalah pembuatan jalan raya yang

memeotong sebuah pinggiran kota. Bila tegak lurus dengan jalan raya itu terdapat puluhan

aliaran sungai-sungai (besar maupun kecil), maka suatu sitem drainase yang kurang baik yang

dapat menimbulkan dampak banjir, maka dampaknya akan dirasakan oleh penduduk setempat.

Hal ini berarti bahwa dalam memanfaatkan lingkungan alam dalam bentuk pembangunan, wajib

memperhatikan kelestarian dan kualitas lingkungan agar manfaat serta kegunaanya tetap

langgeng.(Soeriatmaja,2000:60)

Penduduk dan kebutuhannya baik secara kuantitatif maupun kualitatif akan terus

meningkat. Hal ini yang mendorong pertumbuhan produksi barang-barang konsumsi dengan

perdagangannya. Sehingga volume perdagangannya juga terus meningkat.

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan beberapa hal yang dijabarkan sebagai

berikut:

Pembangunan regional adalah usaha meningkatkan kualitas kehidupan maupun kualitas

lingkungan, sektor dan jangkauannya sangat luas.

Konsep wilayah ada 4 yaitu, Wilayah Homogen, Wilayah Nodal,. Wilayah Administrasi,

dan Wilayah Perencanaan

Dalam pemerataan pembangunan jumlah dan penyebaran penduduk yang berbeda-beda

di tiap region, bukan hanya menjadi masalah bagi region masing-masing, juga menjadi

masalah bangsa dan Negara Indonesia.

Kebijaksanaan pembangunan regional adalah segala usaha yang dilakukan untuk

mencapai tujuan pembangunan meningkatkan kualitas kehidupan dan kualitas lingkungan

dalam region tersebut.

Pelaksanaan pembangunan di Indonesia seharusnya berwawasan lingkungan. Artinya,

pembangunan dalam suatu sektor kehidupan harus memperhatikan kelestarian

lingkungan. Oleh karena itu ada perencanaannya, yang wajib disertai analisis dampak

lingkungan (AMDAL) dan analisis manfaat dan resiko terhadap lingkungan (AMRIL).

http://agussunthe.blogspot.com/2012/07/pembangunan-regional.html

Kamis, 19 Juli 2012

Jumat, 08 Maret 2013

MAKALAH EKONOMI REGIONAL JAWA BARAT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama hampir setengah abad, perhatian utama masyarakat perekonomian dunia tertuju

pada cara-cara untuk mempercepat tingkat pertumbuhan pendapatan nasional. Para ekonom dan

politisi dari semua negara, baik negara-negara kaya maupun miskin, yang menganut sistem

kapitalis, sosialis maupun campuran, semuanya sangat mendambakan dan menomorsatukan

pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pada setiap akhir tahun, masing-masing negara selalu

mengumpulkan data-data statistiknya yang berkenaan dengan tingkat pertumbuhan GNP

relatifnya, dan dengan penuh harap mereka menantikan munculnya angka-angka pertumbuhan

yang membesarkan hati. “Pengejaran pertumbuhan” merupakan tema sentral dalam kehidupan

ekonomi semua negara di dunia dewasa ini. Seperti kita telah ketahui, berhasil-tidaknya

program-program pembangunan di negara-negara dunia ketiga sering dinilai berdasarkan tinggi-

rendahnya tingkat pertumbuhan output dan pendapatan nasional.

Mengingat konsep pertumbuhan ekonomi sebagai tolok ukur penilaian pertumbuhan

ekonomi nasional sudah terlanjur diyakini serta diterapkan secara luas, maka kita tidak boleh

ketinggalan dan mau tidak mau juga harus berusaha mempelajari hakekat dan sumber-sumber

pertumbuhan ekonomi tersebut. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang

berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output per kapita yang terus menerus

dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator

keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya

makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu

distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan

per kapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan,

penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.

http://edisugiartonos.blogspot.com/2012/11/makalah-pertumbuhan-ekonomi.html

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini

adalah sebagai berikut :

Tinjauan Ekonomi Regional Menurut Penggunaan di Jawa Barat

Pengeluaran Konsumsi RumahTangga di Jawa Barat

Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit di Jawa Barat

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah di Jawa Barat

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di Jawa Barat

Ekspor dan Impor

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan penulisan dalam pembahasan makalah ini

adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui Tinjauan Ekonomi Regional Menurut Penggunaan di Jawa Barat

Untuk mengetahui Pengeluaran Konsumsi RumahTangga di Jawa Barat

Untuk mengetahui Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit di Jawa Barat

Untuk mengetahui Pengeluaran Konsumsi Pemerintah di Jawa Barat

Untuk mengetahui Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di Jawa Barat

Untuk mengetahui Ekspor dan Impor

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Ekonomi Regional Menurut Penggunaan

Struktur ekonomi Jawa Barat ditinjau dari sudut pengeluaran tidak akan terlepas dari

Konsumsi, Investasi dan Ekspor-Impor. Konsumsi meliputi konsumsi rumahtangga, pengeluaran

lembaga non profit dan konsumsi pemerintah. Selama ini konsumsi merupakan komponen yang

paling berperan terhadap perekonomian Jawa Barat, rata-rata setiap tahunnya sejak tahun 2000

mengambil porsi 70 persen dari PDRB. Investasi yang dalam konteks PDRB dibatasi sebagai

Pembentukkan Modal Tetap bruto berperan sekitar 15 persen dari PDRB. Ekspor Jawa Barat

cukup besar dibanding propinsi-propinsi lainnya di Indonesia yaitu sekitar 40 persen dari PDRB,

hal ini disebabkan industri pengolahan baik industri besar, sedang dan kecil, 20 persen

terkonsentrasi dari total nasional di propinsi ini. Begitu pula impornya yang mempunyai peranan

sekitar 27 persen. Penduduk Jawa Barat yang besar menjadi pangsa pasar yang sangat potensial.

Walaupun begitu Jawa Barat merupakan propinsi besar dengan volume ekspor-impor yang besar

namun tidak memilki pelabuhan yang memadai untuk kegiatan tersebut.

Tabel 1.

PDRB menurut Penggunaan Jawa Barat adh berlaku

Tahun 2000-2004 (milyar rupiah)

Uraian 2000 2001 2002 2003*) 2004**)

[1] [2] [3] [4] [5] [6]

1.Pengeluaran KRT

a. Makanan

b. Non Makanan

123.024,2

0

75.268,44

47.755,76

137.281,

92

86.916,0

6

50.365,8

6

154.029,

82

95.376,7

4

58.653,0

72

165.744,

29

100.460,

55

65.283,7

4

185.012,4

7

111.757,6

1

73.254,86

2. Konsumsi LNP 1.174,46 1.239,90 1.397,89 1.532,10 1.664,72

3. Konsumsi Pem. 11.145,32 12.896,9

6

14.870,7

3

17.769,8

2

21.985,75

4. PMTB 30.581,65 33.585,7

0

36.073,1

9

40.873,4

6

47,749.37

5. Perubahan Stok 3.650,57 5.211,60 3.695,08 4.919,20 6.631,79

6. Ekspor

a. Antar Negara

b. Antar Propinsi

82.923,33

54.860,16

28.063,17

88.114,3

0

52.632,1

7

35.482,1

2

100.710,

28

63.318,9

0

37.391,3

9

104.618,

82

66.863,6

4

37.755,1

8

125.621,4

5

83.036,58

42.584,87

7. Impor

a. Antar Negara

b. Antar Propinsi

56.746,51

16.088,12

40.658,39

59.143,4

2

17.858,0

9

41.285,3

3

69.369,6

0

16.763,3

5

52.606,2

6

64.762,7

0

15.114,9

9

49.647,7

1

83.359,95

15.788,33

67.571,62

Jumlah 195.753,0

3

219.186,

97

241.407,

39

270.695,

00

305,305,6

1

*) Angka diperbaiki

**) Angka sementara

Pengeluaran akhir konsumsi rumah tangga meliputi seluruh pengeluaran yang dilakukan

oleh anggota rumah tangga suatu penduduk, baik pengeluaran untuk makanan maupun bukan

makanan. Nilai konsumsi rumah tangga seperti yang terlihat di tabel 1 ini jika dibagi jumlah

penduduk pertengahan tahun maka akan terlihat rata-rata besarnya pengeluaran perkapita

masyarakat Jawa Barat baik untuk makanan maupun non makanan yang meliputi pengeluaran

untuk sandang, pendidikan, perumahan, pengeluaran kesehatan, barang-barang tahan lama,

rekreasi dsb. Laju pertumbuhan komponen ini tidak lepas dari pertumbuhan penduduk Jawa

Barat yang menjadi salah satu tujuan dari migrasi dari propinsi-propinsi lain, selain itu

pendorongnya adalah daya beli masyarakat, serta pola konsumsi masyarakat. Percepatan

peningkatan daya beli merupakan salah satu target pemda Jabar untuk bisa mencapai IPM

dengan angka 80 pada tahun 2010 dan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Target itu

bisa dicapai dengan meningkatkan pendapatan melalui perluasan peluang usaha, kesempatan

kerja, dan peningkatan produktivitas.

Konsumsi Pemerintah Jawa Barat rata-rata setiap tahunnya sekitar 6 persen dari PDRB

dimana komponen ini meliputi seluruh konsumsi yang dilakukan pemerintah baik tingkat

propinsi, tingkat kabupaten, pemerintahan desa di seluruh Jawa Barat dan alokasi pusat untuk

Jawa Barat. Konsumsi tersebut merupakan penjumlahan belanja barang dengan belanja pegawai,

penyusutan barang modal dikurangi pendapatan dari barang dan jasa yang di produksi sendiri.

Otonomi daerah yang dilaksanakan penuh pada tahun 2001 berdampak kepada nilai tambah yang

dilakukan oleh sektor pemerintah, hal ini disebabkan perubahan status kepegawaian dan perda-

perda tentang perekonomian. Walaupun begitu, penghitungan konsumsi tidak berubah secara

signifikan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada konsumsi pemerintah lebih banyak

disebabkan besarnya perubahan dari belanja barang karena sesuai dengan pertumbuhan APBD

dan APBN.

Pembentukkan Modal Tetap Bruto yang dilakukan berbagai institusi di Jawa Barat seperti

BUMN/BUMD, Pemerintah, Swasta dan rumah tangga dari tahun 2000 sampai 2004 mengalami

peningkatan. Institusi ini tersebar di sembilan sektor lapangan usaha, dari sektor pertanian

sampai dengan sektor jasa-jasa. Investasi dilakukan pada berbagai jenis barang modal seperti

bangunan, kendaraan, mesin, peralatan, ternak dan yang lainnya. Iklim investasi yang makin

membaik, terutama masalah keamanan, berkurangnya pungutan-pungutan liar serta birokrasi

yang tidak berbelit-belit diharapkan dapat menarik banyak investor baru. Begitu pula bagi para

investor lama, pengembangan usaha baru dengan menambah barang-barang modal ini

memerlukan kondisi yang diyakini dapat mengembalikan semua yang ditanam dengan

menguntungkan. Pertumbuhan pada investasi diharapkan mendorong laju pertumbuhan ekonomi

dan dapat mengurangi pengangguran walaupun penambahan mesin-mesin baru yang

berteknologi tinggi di satu sisi sangat efisien untuk perusahaan tapi disisi lain juga tidak menjadi

solusi buat pengangguran. Perlu dipikirkan sektor apa saja yang perlu teknologi padat modal atau

padat karya tanpa mengesampingkan efisiensi perusahaan. Pengembangan investasi pada Usaha

Kecil Menengah juga perlu mendapat perhatian karena surplus usaha dari untuk UKM dibawa

keluar Jawa Barat kemungkinannya kecil sekali sehingga setiap kenaikan investasi ini dapat

membawa peningkatan kesejahteraan bagi penduduk Jawa Barat sendiri.

2.2 Pengeluaran Konsumsi RumahTangga

Nilai konsumsi dari tahun 2000 sampai dengan 2004 selalu mengalami kenaikan sesuai

dengan pertumbuhan penduduk, kenaikan harga dari barang dan jasa, serta meningkatnya daya

beli masyarakat. Nilai komponen ini bergerak dari 123 024 milyar rupiah pada tahun 2000

menjadi 185 012 milyar rupiah pada tahun 2004. Kenaikan itu mencapai 11,59 persen pada tahun

2001 selanjutnya 12,20 persen,7,61 persen dan pada tahun 2004 tumbuh mencapai 11,63 persen.

Tetapi jika melihat besarnya inflasi yang terjadi pada pengeluaran ini yang dari 2001 mencapai

9,50 persen, 8,50 persen, 4,70 persen dan 9,08 persen maka akan kita lihat bahwa kenaikan riil

dari konsumsi rumah tangga ini hanya 1,90 persen di tahun 2001 kemudian meningkat 3,41

persen, 2,77 persen dan 2,34 persen.

Tabel 3

Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga, Inflasi dan PDRB Perkapita

Propinsi Jawa Barat

Uraian 2000 2001 2002 2003 2004

[1] [2] [3] [4] [5] [6]

Pertumbuhan Konsumsi Rumah

Tangga

1.90 3.41 2.77 2.34

Inflasi KRT 9.50 8.50 4.70 9.08

Distribusi KRT 62.85 62.63 63.80 61.23 60.60

PDRB Perkapita (milyar Rp) 5.479,68

5

6.017,

73

6.494,10 7.134,

25

7.880,

89

Peranan Konsumsi Rumah tangga di Jawa Barat sejak tahun 2000 sampai tahun terakhir

2004 mengambil porsi diatas 60 persen, sehingga mempunyai multiplier effect yang tinggi

sehingga perubahan yang kecilpun akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi

regional. Jika melihat komposisi pengeluaran untuk makanan dan non makanan, maka rata-rata

dalam lima tahun terakhir sekitar 60 persen untuk pengeluaran makanan dan hampir 40 persen

untuk non makanan. Dari tahun 2000 sampai dengan 2004 komponen ini tidak mengalami

perubahan yang signifikan, tetapi jika dibandingkan atas dasar harga konstan 1993, ada sebagian

porsi dari Konsumsi Rumah Tangga yang terambil terutama oleh investasi dan net ekspor.

2.3 Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit

Pengertian lembaga Non Profit secara umum adalah setiap lembaga nirlaba yang independen dan

tidak terpengaruh oleh institusi pemerintah. Secara khusus Bank Dunia mendefinisikan Non

Government Organization atau kemudian juga diterjemahkan sebagai organisasi swasta yang

pada umumnya bergerak dalam kegiatan-kegiatan pengentasan kemiskinan, mengangkat dan

menyuarakan berbagai kepentingan orang miskin atau pihak yang terpinggirkan, memberikan

pelayanan sosial dasar, atau melakukan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

Maraknya Lembaga Non Profit di Indonesia khususnya di Jawa Barat dimulai tahun 2000 sejak

ada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2000 tentang cara pelaksanaan

peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan

tindak pidana korupsi. Tetapi untuk lembaga non profit yang bersifat keagamaan, di Jawa barat

sudah lama ada dan cukup banyak.

Porsi Lembaga Non Profit di Jawa Barat sangat kecil kurang dari 1 persen dari nilai PDRB. Dari

tahun 2000 sampai dengan 2004 komponen ini hanya sekitar 0,55 sampai dengan 0,60 persen.

Laju pertumbuhan untuk Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit adalah –3,04 pada tahun

2001 karena booming komponen ini terjadi di tahun 2000, meningkat lagi 4,74 persen pada

tahun 2002 dan selanjutanya 7,71 persen pada tahun 2003 dan 1,34 persen pada tahun 2004.

Lembaga ini selain mendapat dukungan pemerintah juga mendapat bantuan dari berbagai

lembaga donor internasional.

Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pemerintah selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang

dikembangkan oleh lembaga ini namun perkembangannya belum mampu mendongkrak

perkembangan ekonomi Jawa Barat secara agregat jika dibandingkan dengan komponen-

komponen penyusun PDRB yang lain.

2.4 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Dalam menjalankan kegiatan sehari-hari pemerintah membutuhkan anggaran yang

digunakan untuk keperluan belanja rutin pegawai dan keperluan pembiayaan pembangunan.

Besar kecilnya pengeluaran konsumsi Pemerintah dipengaruhi oleh komponen belanja pegawai,

belanja barang dan belanja modal dan belanja pemerintah lainnya. Peran yang dimiliki oleh

pemerintah ini digunakan terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatan pelayanan yang tidak

dapat dilakukan oleh pihak swasta. Jumlah pengeluaran pemerintah ini merupakan salah satu

komponen penting dari PDRB.

Selama periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 pengeluaran pemerintah secara

nominal selalu semakin membesar dari tahun ke tahunnya sesuai dengan peningkatan pada

APBD dan APBN. Kontribusi Konsumsi Pemerintah pada periode tersebut berkisar antara 6

sampai dengan 7 persen, tahun 2004 mencapai 7,23 persen karena pengeluaran pemerintah pada

tahun ini melonjak dengan adanya pemilu. Rata- rata setiap tahun, pengeluaran belanja barang

menghabiskan sekitar 32 - 35 persen dari konsumsi pemerintahan dan belanja pegawainya

punya porsi berkisar antara 58 sampai 65 persen, sedangkan penyusutan barang modal antara 3 –

5 persen dan tahun 2004 porsi belanja barang mencapai 35,4 persen. Kecuali untuk tahun 2000

belanja barangnya mencapai 44 persen, belanja pegawai 52 persen, polanya mengalami

pergeseran setelah Otonomi Daerah diterapkan secara utuh, dan pegawai pusat banyak yang

dilimpahkan menjadi pegawai pemerintah daerah. Secara teoritis kenaikan pengeluaran

pemerintah sejak tahun 2000 hingga tahun 2004 merupakan salah satu kebijakan untuk

meningkatkan pembangunan lewat instrumen kebijakan fiskal. Instrumen ini diambil untuk

meningkatkan daya beli masyarakat sehingga dapat meningkatkan kehidupan perekonomian.

Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah secara riil terus bergerak. Laju pada

tahun 2002 lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya sebesar 11,75 persen, selanjutnya 18,10

persen dan 12,07 persen.

2.5 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

Salah satu komponen pengeluaran PDRB adalah Investasi. Dalam konteks PDRB

Penggunaan, investasi dikenal sebagai Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). PMTB

menggambarkan adanya proses penambahan dan pengurangan barang modal pada tahun tertentu.

PMTB disebut sebagai “bruto” karena di dalamnya masih terkandung unsur penyusutan, atau

nilai barang modal sebelum diperhitungkan nilai penyusutannya. PMTB adalah semua

pengadaan barang modal untuk digunakan/dipakai sebagai alat yang tetap (fixed assets). Selama

ini pertumbuhan ekonomi Jawa Barat ditopang oleh konsumsi, besarnya kontribusi konsumsi

memberikan andil terbesar dari pertumbuhan ekonomi, sesungguhnya motor pertumbuhan

ekonomi adalah pembentukan modal. Untuk itu kedepannya diharapkan investasi dan ekspor

dapat memperbaiki kinerjanya dan tanda-tandanya pada tahun-tahun terakhir cukup positif.

Walaupun dalam perkembangan ilmu ekonomi ditemukan bahwa ada perbedaan antara

pertumbuhan ekonomi dengan tingkat penambahan stok modal dan angkatan kerja. Perbedaan ini

merupakan faktor residual sebagai hasil peningkatan produktivitas faktor-faktor produksi dari

perubahan teknologi dan peningkatan kualitas SDM. Atas dasar itu berkembang konsep modal

manusia. Berdasarkan penelitian menunjukkan investasi tersebut telah menghasilkan sumber

pertumbuhan yang tidak kalah pentingnya dengan investasi modal fisik tetapi informasi

mengenai investasi yang ada dalam publikasi ini hanya terbatas pada investasi modal fisik.

Korelasi antara LPE dengan Investasi dikenal dengan Incremental Capital Output Ratio

(ICOR). ICOR menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi relatif akibat adanya investasi. Dengan

ICOR kita dapat melihat efisiensi penggunaan modal yang secara signifikan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi di suatu daerah pada tahun tertentu.

Jawa Barat yang merupakan daerah penyangga Ibukota Jakarta adalah propinsi yang paling

diminati oleh investor baik dari dalam negeri maupun manca negara. Data-data dalam PDRB

menunjang kondisi tersebut diatas, dimana besaran PMTB pada periode tahun 2000-2004 selalu

mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 senilai 30.581,650 milyar, kemudian naik cukup besar

pada tahun 2004 hingga mencapai 47.749,373 milyar. Kenaikan komponen PMTB ini pada tahun

2001 sebesar 9,82 persen, bahkan pada tahun 2003 dan 2004 kenaikannya di atas 10 persen yaitu

masing-masing sebesar 13,31 persen dan 16,82 persen. Jika dilihat secara riil (tanpa pengaruh

inflasi) laju komponen PMTB ini selalu mengalami percepatan laju yang relatif stabil, kecuali

pada tahun 2002 yang sebesar 2,50 persen, laju pada peiode 2001-2004 selalu di atas 3 persen

dan laju yang paling tinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 5,15 persen. Dari data-data

tersebut dapat ditarik kesimpulan nilai investasi yang ditanamkan di Jawa Barat pada periode

tahun 2001-2004 selalu mengalami peningkatan dengan penambahan besaran investasi yang

stabil (walaupun terjadi inflasi) tiap tahunnya.

2.6 Ekspor dan Impor

Suatu wilayah dikatakan memperoleh manfaat dari perdagangan jika terdapat surplus

perdagangan. Oleh karenanya upaya mendorong ekspor sudah merupakan strategi tersendiri yang

pada saat sekarang akan menentukan hidup matinya suatu negara. Komoditi unggulan Jawa

Barat selama ini sebagai komoditi ekspor harus didukung dengan berbagai sarana yang harus

diciptakan oleh kebijakan ekonomi secara makro dan strategi perusahaan secara mikro.

Ekspor Jawa Barat pada periode tahun 2000-2004 berdasarkan harga berlaku, kecuali pada

ekspor antar negara di tahun 2001, baik ekspor antar negara maupun antar propinsi hampir

keseluruhan mengalami kenaikan. Untuk tahun 2002 sampai tahun 2004 terus mengalami

kenaikan, peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2004 dengan mencapai 83.036,58 milyar,

sedangkan ekspor antar propinsi yang terus mengalami kenaikan dari 28.063,17 milyar di tahun

2000 milyar hingga mencapai 42.584,87 milyar pada tahun 2004. Secara riil volume ekspor-

impor Jawa Barat pada tahun 2004 bila dibandingkan tahun 2003 mengalami kenaikan. Dimana

ekspor lajunya meningkat 13,41 persen, sedangkan impor mencapai hingga 16,04 persen. Laju

ekspor sangat dipengaruhi oleh peningkatan pada ekspor antar negara dengan laju 16,95 persen,

dan laju impor sangat ditunjang dengan kenaikan pada impor antar propinsi yang mencapai 23,12

persen.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Uraian di atas memperlihatkan bahwa pada periode tahun 2000-2004 PDRB Propinsi

Jawa Barat menurut Penggunaan baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan

hampir selalu mengalami peningkatan kecuali untuk ekspor dan impor yang pada beberapa tahun

terkontraksi dengan pertumbuhan negatif yang cukup besar. Laju Pertumbuhan ekonomi Jawa

Barat tahun 2001 sebesar 3.89 persen, selanjutnya tumbuh 3.94 persen, tahun 2003 tumbuh 4,53

persen dan tahun 2004 tumbuh cukup tinggi untuk periode setelah krisis yaitu 5,08 persen.

Struktur perekonomian Jabar sedikit bergeser dengan terambilnya porsi konsumsi

rumah tangga oleh komponen investasi dan ekspor. Diharapkan kedua komponen ini terus

memacu pertumbuhan ekonomi yang sekaligus dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran

di Jawa barat. Kontributor terbesar perekonomian Jawa Barat pada periode 2000 sampai dengan

2004 masih komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mencapai proporsi diatas 60

persen, disusul PMTB yang berperan rata-rata 15 persen, Belanja pemerintah sekitar 6 persen

serta ekspor netto sekitar 14 persen. Peranan pengeluaran lembaga non profit hampir tidak

menunjukkan sumbangan yang berarti karena hanya sekitar 0,6% dari PDRB total.

Tahun 2004 juga merupakan tahun dengan laju pertumbuhan ekonomi global yang positif

baik, begitu pula Indonesia dan juga Jawa Barat mengalami hal yang sama. Hampir seluruh

indikator seperti yang dipaparkan di atas menunjukkan kondisi yang positif di Jawa Barat.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=makalah+pembangunan+ekonomi+jawa+barat&source=we

b&cd=19&cad=rja&ved=0CFwQFjAIOAo&url=http%3A%2F%2Fwww.jabarprov.go.id%2Froo

t%2Fpdrb%2FBABIII-04OK2.doc&ei=98S4UJvXFcrirAeJyYDoDQ&usg=AFQjCNEAuvvs-

srsYf3ATm8U7IAAE_rWUQ

http://edisugiartonos.blogspot.com/2012/11/makalah-pertumbuhan-ekonomi.html