Pembangunan Nasional Dengan Sismennas Yg Berkeadilan

11
p PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN SISMENNAS YANG BERKEADILAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN NASIONAL DALAM RANGKA PENANGGULANGAN TERORISME A. PENDAHULUAN Sistem manajemen nasional adalah 1 suatu sistem yang meliputi faktor karsa, sarana dan upaya dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan nasional. Dalam konsepsi Sismennas,, manajemen merupakan faktor upaya, organisasi sebagai faktor sarana dan embanan Nasional sebagai faktor karsa yang memberi arah dan pemerpadu keseluruhan proses. Sebagai suatu sistem, Sismennas merupakan perpaduan dari tata nilai, struktur, fungsi dan proses secara menyeluruh untuk mencapai tujuan nasional. Sebagai manajemen, Sismennas adalah rangkaian pengambilan keputusan/ kebijaksanaan dalam melaksanakan keseluruhan fungsi managerial yang terdiri dari perencanaan, pengendalian dan penilaian dengan kewenangan pembuatan aturan, penerapan aturan dan pengujian aturan, dalam rangka pencapaian tujuan secara berdaya dan berhasil guna. Secara nasional, Sismennas menunjukkan cakupan keseluruhan aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara, serta seluruh bidang, tatanan, wilayah, tingkatan bidang administrasi pemerintahan. Salah satu fungsi yang diemban dalam Sistem Manajemen Nasional adalah Fungsi Penyelenggaraan Pembangunan. Fungsi tersebut diimplementasikan dalam bentuk kebijakan pembangunan yang harus diterapkan oleh Pemerintah dan segenap jajarannya. Dalam menetapkan kebijakan pembangunan diperlukan strategi yang matang karena terbukti kesalahan dalam menetapkan kebijakan pembangunan berdampak fatal terhadap Ketahanan Nasional. Bukti nyata adalah munculnya pemberontakan di berbagai daerah pada masa awal kemerdekaan dimana dirasakan tidak meratanya pembangunan nasional. Pada masa globalisasi saat ini sensitivitas akan hal tersebut semakin tinggi dengan risiko aksi terorisme dan separatisme. 1 Prof. Dr. Ginandjar Kartasasmita, Sistem Manajemen Nasional Dalam Tinjauan Administrasi Publik

Transcript of Pembangunan Nasional Dengan Sismennas Yg Berkeadilan

Page 1: Pembangunan Nasional Dengan Sismennas Yg Berkeadilan

p

PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN SISMENNAS YANG

BERKEADILAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN

NASIONAL DALAM RANGKA PENANGGULANGAN TERORISME

A. PENDAHULUAN

Sistem manajemen nasional adalah1 suatu sistem yang meliputi faktor karsa, sarana dan

upaya dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan nasional. Dalam konsepsi Sismennas,,

manajemen merupakan faktor upaya, organisasi sebagai faktor sarana dan embanan Nasional

sebagai faktor karsa yang memberi arah dan pemerpadu keseluruhan proses.

Sebagai suatu sistem, Sismennas merupakan perpaduan dari tata nilai, struktur, fungsi dan proses

secara menyeluruh untuk mencapai tujuan nasional.

Sebagai manajemen, Sismennas adalah rangkaian pengambilan keputusan/ kebijaksanaan

dalam melaksanakan keseluruhan fungsi managerial yang terdiri dari perencanaan, pengendalian

dan penilaian dengan kewenangan pembuatan aturan, penerapan aturan dan pengujian aturan,

dalam rangka pencapaian tujuan secara berdaya dan berhasil guna.

Secara nasional, Sismennas menunjukkan cakupan keseluruhan aspek kehidupan masyarakat,

bangsa dan Negara, serta seluruh bidang, tatanan, wilayah, tingkatan bidang administrasi

pemerintahan.

Salah satu fungsi yang diemban dalam Sistem Manajemen Nasional adalah Fungsi

Penyelenggaraan Pembangunan. Fungsi tersebut diimplementasikan dalam bentuk kebijakan

pembangunan yang harus diterapkan oleh Pemerintah dan segenap jajarannya. Dalam

menetapkan kebijakan pembangunan diperlukan strategi yang matang karena terbukti kesalahan

dalam menetapkan kebijakan pembangunan berdampak fatal terhadap Ketahanan Nasional. Bukti

nyata adalah munculnya pemberontakan di berbagai daerah pada masa awal kemerdekaan

dimana dirasakan tidak meratanya pembangunan nasional. Pada masa globalisasi saat ini

sensitivitas akan hal tersebut semakin tinggi dengan risiko aksi terorisme dan separatisme.

1 Prof. Dr. Ginandjar Kartasasmita, Sistem Manajemen Nasional Dalam Tinjauan Administrasi Publik

Page 2: Pembangunan Nasional Dengan Sismennas Yg Berkeadilan

p

Dengan demikian diperlukan perhatian khusus terhadap penyelenggaraan pembangunan

nasional sebagai bagian dari Sistem Manajemen Nasional.

B. PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Kabinet pertama2 di Indonesia yang dibentuk setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17

Agustus 1945 disebut sebagai Kabinet Presidensial masih bersifat formal dan belum dapat

melaksanakan roda pembangunan dan pemerintahan. Program kabinet tersebut pun tidak pernah

diumumkan.

Pasca pengakuan kedaulatan pada tahun 1949, Bangsa Indonesia masih mengalami masalah

perekonomian yang kompleks. Kondisi perekonomian masih dikuasai asing, sehingga pada masa

pemerintahan Kabinet Natsir (1950-1951), Soemitro Djoyohadikusumo sebagai ekonom

sekaligus Menteri Perdagangan pada saat itu menggagas gerakan ekonomi yang disebut Program

Benteng. Program ini bertujuan melindungi usaha-usaha pribumi dengan mengucurkan kredit

bagi pengusaha lokal dalam rangka membangun struktur ekonomi nasional (Pembangunan

Ekonomi Indonesia). Pada akhirnya tujuan program tersebut tidak tercapai dengan baik, bahkan

berdampak pada defisit negara.

Kabinet Natsir hanya bertahan selama dua tahun, demikian juga kabinet-kabinet setelahnya

hanya bertahan rata-rata satu atau dua tahun. Program dari tiap kabinet tersebut bersifat jangka

pendek, kecuali dimulai pada Masa Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957) dengan Rencana

Pembangunan Lima Tahun. Kabinet terakhir pada masa Demokrasi Liberal adalah Kabinet

Djuanda (1957-1959).

Beberapa pencapaian penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan telah dihasilkan oleh

setiap kabinet yang pernah berkuasa. Namun ternyata semua pencapaian tersebut tidak mampu

menahan “kekecewaan” daerah khususnya di luar jawa. Hal ini dikarenakan Penyelenggaraan

Pembangunan Nasional masih tersentralisasi di Jawa oleh Pemerintah Pusat sehingga menyulut

ketegangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

2 Manggala BP-7 Pusat. 1985. Susunan Kabinet Republik Indonesia.

Page 3: Pembangunan Nasional Dengan Sismennas Yg Berkeadilan

p

Tahun 1953 – 1962 Indonesi bergolak3, daerah-daerah menuntut otonomi hingga meningkat

dengan pecahnya perang. Prof. Dr. R.Z. Leirissa, sejarahwan UI, menyebutkan adanya

ketidakpuasan di daerah-daerah terhadap sistem pembangunan saat itu. Ketidakpuasan

tersebut yang kemudian didukung oleh beberapa perwira Tentara Nasional dan tokoh politik

nasional semakin memperkuat daerah yang pada akhirnya dijawab oleh pemerintah pusat dengan

Operasi Militer.

Masih dalam dekade yang sama, satu aksi terorisme terjadi di Jakarta pada 30 November

1957 dikenal dengan Peristiwa Cikini, aksi peledakan granat di area SD Sekolah Perguruan

Cikini dengan target pembunuhan Presiden Soekarno. Peristiwa ini oleh pemerintah pusat pada

saat itu dikaitkan dengan perlawanan yang ada di daerah sehingga hasil Musyawarah Nasional

(Munas) 1957 yang seharusnya dapat mengakomodir tuntutan daerah dibekukan. Ironisnya pada

hari yang sama 30 November 1957, sebagaimana hasil Munas sedang dilangsungkan

Musyawarah Pembangunan Nasional. Dengan demikian pelaksanaan pembangunan nasional

semakin terhambat.

Masalah yang kompleks pada era Orde Lama tersebut secara tidak langsung menunjukkan

adanya kegagalan sistem manajemen nasional sebagai fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan

fungsi penyelenggaraan pembangunan.

Pada era Orde Baru, Sistem Manajemen Nasional dalam fungsi Penyelenggaraan

Pembangunan, secara administratif menjadi lebih sistematis. Hal ini terlihat dari adanya

pedoman dan landasan yang jelas dan terencana dalam rangka pembangunan nasional. Pada era

ini dicetuskan Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan sebagai pedoman

pembangunan nasional. Landasan bagi perencanaan pembangunan nasional adalah ketetapan

MPR dalam bentuk GBHN. GBHN menjadi landasan hukum dalam penjabaran perencanaan

pembangunan yang disebut dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).

Periode awal periode pemerintahan Orde Baru diwarnai dengan kebijakan pembangunan

yang berfokus pada angka pertumbuhan ekonomi dengan membuka peluang besar masuknya

modal asing. Dalam menggambarkan situasi konkret, Hariman Siregar selaku Ketua Dewan

3 Nasionalisme Sang Pemberontak. Metro Files-Metro TV. 2010.

Page 4: Pembangunan Nasional Dengan Sismennas Yg Berkeadilan

p

Mahasiswa UI pada tahun 1973, menggambarkan bahwa perekonomian negara pada waktu itu

ditopang oleh lima sektor4. Lima sektor tersebut yaitu:

1. Bantuan Luar Negeri,

2. Modal Asing,

3. Ekspor Karet,

4. Minyak Bumi,

5. Kayu.

Sedangkan sebagaimana diketahui bahwa peningkatan hasil karet, minyak bumi dan kayu pun

tidak mungkin tanpa ditunjang oleh sumber-sumber luar pada poin 1 & 2. Dengan demikian

bantuan luar negeri dan modal asing merupakan faktor pokok dalam perekonomian negara.

Dalam tempo yang relatif singkat pada Repelita I dapat dilihat dari makro ekonomi di atas

kertas, terlihat prestasi yang mengesankan. Inflasi dapat ditekan, situasi moneter terkendali dan

laju pertumbuhan ekonomi meninggi. Namun menurut Dorodjatun Kuntjoro Jakti, 80% biaya

investasi pembangunan justru datang dari luar negeri.5

Keadaan utang luar negeri hingga akhir 1973 dari Intergovermental Group on Indonesia

(IGGI) saja mencapai US$ 2,73 miliar. Situasi tersebut sangat serius mengingat Orde Baru pada

saat itu baru berusia tujuh tahun. Konsekuensi yang sangat mungkin ditimbulkan di masa datang

tentu sangat mahal, masyarakat kecil akan menjadi lebih berat kehidupannya. 6

Pemerataan pembangunan fisik kala itu sudah lebih baik dibanding pemerintahan

sebelumnya namun tidak diimbangi dengan pemerataan pembangunan non-fisik.Pemikiran yang

mendasari konsep pembangunan nasional lebih banyak dipengaruhi pemikiran materialisme atas

hasil ekonomi dan pembangunan fisik.7 Ini terjadi akibat adanya arogansi sektoral yang

4 Imran Hasibuan dkk. 2011. Hariman & Malari, Gelombang Aksi Mahasiswa Menentang Modal Asing. Jakarta : Q-

Communication. 5 Eep Saefulloh Fatah. 2010.Konflik, Manipulasi dan Kebangkrutan Orde Baru: Manajemen Konflik Malari,Petisi 50,

dan Tanjung Priok. Jakarta: Burung Merak Press. 6 Ingrid Palmer. 1978. The Indonesian Economy since 1965: A Case Study of Political Economy. London: Frank Cass.

7 Sunan Mursyid Syamsudin (Dir. LSDP, alumni FE-UI). Visioner Neo-Kolonialisme Peradaban: Fundamental Error

Pemikiran Ekonomi-Pembangunan Indonesia. www.iluni.or.id. ikatan alumni FE UI.

Page 5: Pembangunan Nasional Dengan Sismennas Yg Berkeadilan

p

menimbulkan ketimpangan antarsektor dalam pembangunan. Muncul pula ekses lain yaitu

merajalelanya korupsi dan mislokasi keuangan negara seperti dalam proyek TMII.8

Kondisi ini mendorong terorganisirnya gerakan mahasiswa tahun 1973 yang mengkritisi

kebijakan pemerintah dengan mengusung pemikiran strategi pembangunan alternatif untuk

membereskan masalah ketergantungan dan menyusun kekuatan ekonomi dalam negeri. Puncak

dari gerakan ini adalah demonstrasi mahasiswa pada tanggal 15 Januari 1974 yang sering disebut

dengan Peristiwa Malari.

Pasca peristiwa Malari, pemerintah menjadi represif terhadap gerakan-gerakan oposisi

sehingga kebijakan pembangunan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. Hasil-hasil

pembangunan fisik pada masa orde baru sudah terdistribusi hingga ke daerah-daerah.

Pertumbuhan ekonomi yang tercatat pun cukup mengesankan. Meskipun demikian porsi hasil

pembangunan pada era itu lebih banyak dinikmati oleh kalangan-kalangan tertentu terpolarisasi

di wilayah penguasa hingga munculah konglomerasi dan kesenjangan sosial. Artinya pemerataan

pembangunan tidak berkeadilan.

Ironis, pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan pemerataan secara serius dan tidak

dipersiapkannya penguatan ekonomi dalam negeri yang mantap sehingga ketika terjadi krisis

ekonomi pada tahun 1997, Indonesia tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun

di atas fondasi yang rapuh.

Penyebab utama runtuhnya orde baru adalah krisi moneter tahun 1997.9 Sejak tahun 1997

kondisi ekonomi Indonesia semakin terpuruk, sedangkan KKN semakin merajalela dan

kemiskinan rakyat terus meningkat. Momentum ini menggerakkan mahasiswa untuk melakukan

perubahan dengan demonstrasi. Upaya represif yang ditunjukkan pemerintah dengan jatuhnya

korban pada peristiwa Trisakti justru semakin menyulut semangat para mahasiswa untuk

menuntut Reformasi. Demonstrasi besar-besaran dengan mengusung tuntutan Reformasi

merupakan puncak dari ekspresi kekecewaan terhadap ketidakadilan pembangunan nasional oleh

pemerintah Orde Baru. Pada akhirnya Presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei

1998.

8 Hariman Siregar.1995.Gerakan Mahasiswa 1970an , makalah pengantar diskusi yang diselenggarakan mahasiswa

Indonesia di Kanada dan Amerika Serikat. 9 Sanusi Fattah. Berakhirnya Masa Orde Baru dan Lahirnya Reformasi. www.crayonpedia.org

Page 6: Pembangunan Nasional Dengan Sismennas Yg Berkeadilan

p

Orde Reformasi yang tumbuh bersama globalisasi saat ini ternyata tidak sepenuhnya

mengambil pelajaran dari kasalahan-kesalahan pemerintahan yang lalu. Padahal dengan gebyar

globalisasi tantangan Indonesia justru semakin besar. Sejak akhir tahun 1998 saat akhir

pemerintahan Soeharto, hingga masa pemerintahan Megawati, keadilan harus dikorbankan oleh

segerbong agenda untuk penyelesaian masalah kronis bangsa-negara, yakni membayar utang,

privatisasi, mengejar pemasukan negara, memelihara momentum pertumbuhan, pengurangan

campur tangan pemerintah (liberalisasi), menjaga nilai tukar rupiah dsb. Kenyataan itu

menunjukkan bahwa tidak ada perubahan paradigma pembangunan nasional.

Fakta yang menjadi bukti ketidakadilan tersebut salah satunya adalah mengenai alokasi &

distribusi dana BLBI, Kredit program pemerintah dan proyek-proyek APBN, proyek-proyek

BUMN yang sebagian besar untuk pengusaha besar. Setelah kredit macet-pun, pengusaha besar

memperoleh keringanan dan pengampunan. Sedangkan alokasi & distribusi BLBI dan kredit

program serta APBN untuk sektor kecil-menengah tidak mencapai 20%. Setelah macet, tidak ada

keringanan dan dipaksa aset (berupa rumah tinggal) disita dan dilelang.10

Kesalahan mendasar dalam Paradigma Pembangunan yang ditetapkan sebagai Strategi dan

kesalahan dalam pemikiran yang melandasi pembangunan ekonomi telah ditempuh sejak Orde

baru hingga saat ini.11

Kesalahan terbesar salah satunya adalah kesalahan dalam penetapan

strategi-kebijakan pembangunan yang mengorbankan prinsip keadilan dengan menempatkan

prioritas pada pembangunan fisik-ekonomi sebagai kaidah dasar. Pembangunan Non-fisik yang

bertujuan membawa kemajuan manusia (cerdas,sehat,aman) dan kesejahteraan hanya

memperoleh porsi perhatian yang hanya mencukupi untuk manusia Indonesia maju pelan-pelan,

dan akibat krisis nasional, bahkan mayoritas rakyat hanya sekadar bertahan hidup.12

Paradigma pembangunan yang dianut Indonesia sampai sekarang dan negara-negara lain

yang menganutnya dimana terlalu berfokus pada mengejar pertumbuhan ekonomi, dalam tataran

internasional paradigma tersebut telah dikritik. Pembangunan jauh lebih luas dari sekadar

pertumbuhan (growth). Pembangunan tidak hanya fenomena kuantitatif berupa stabilitas

ekonomi makro seperti pertumbuhan yang tinggi, inflasi di bawah 10 % dan tingkat bunga yang

10

Sunan Mursyid Syamsudin (Dir. LSDP, alumni FE-UI). Visioner Neo-Kolonialisme Peradaban: Fundamental Error Pemikiran Ekonomi-Pembangunan Indonesia. www.iluni.or.id. ikatan alumni FE UI. 11

sda. 12

sda.

Page 7: Pembangunan Nasional Dengan Sismennas Yg Berkeadilan

p

rendah, kurs mata uang yang stabil, jumlah devisa yang besar serta berbagai indicator moneter

lainnya. Namun Pembangunan juga harus berkaitan dengan indicator kualitatif berupa tingginya

kesejahteraan yang dicerminkan tingkat kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan yang makin

rendah serta proses transformasi kualitas masyarakat berupa etos kerja, kecerdasan,

produktivitas, efisiensi, kebebasan dan tanggung jawab, hak asasi manusia, keamanan serta cara

hidup dan peradaban yang makin tinggi dalam standar dunia modern.

Pada era Reformasi ini suara kekecewaan terhadap pemerintah dan pelaksanaan

pembangunan sudah sering didemonstrasikan di ibukota negara maupun di kota-kota lain di

Indonesia. Bahkan ekspresi kekecewaan sudah semakin sporadis dengan aksi terorisme.

C. KEGAGALAN PEMBANGUNAN NASIONAL DAN TERORISME

Fakta sejarah mengenai buruknya sistem manajemen khususnya dalam rangka

penyelenggaraan pembangunan telah berdampak pada kekecewaan yang dirasakan mayoritas

elemen bangsa yang tidak tersentuh hasil-hasil pembangunan secara adil. Aksi-aksi

“perlawanan” terhadap sistem tersebut selalu mewarnai di sepanjang perjalanan sejarah

Indonesia, di era Orde Lama, Orde Baru dan bahkan sampai dengan era Reformasi hari ini.

Kondisi yang semakin memberikan tantangan adalah ketika Orde Reformasi saat ini tampil

memimpin proses pembangunan nasional, ekonomi dunia sedang memasuki era baru Globalisasi.

Apabila kesalahan manajemen pembangunan terulang pada era ini, risikonya semakin besar

karena pertaruhan nasib rakyat di era globalisasi jauh lebih tinggi dengan persaingan yang lebih

keras.

Pada dasarnya aksi “perlawanan” tersebut dengan beragam cara dan metodenya merupakan

perwujudan dari ekspresi kekecewaan yang diderita akibat ketidak-adilan yang menimpanya.

Ted Robert Gurr, seorang sisiolog yang mendalami konflik sosial-politik, menyatakan Teori

Deprivasi Relatif yang ditulis di dalam bukunya berjudul Why Men Rebel (1970). Teori

Deprivasi Relatif13

menyatakan tentang kekecewaan akibat adanya kesenjangan antara harapan

yang diinginkan dengan kenyataan yang terjadi. Perasaan kecewa tersebut berpengaruh terhadap

13

T.R. Gurr.1970. Why Men Rebel. New Jersey : Princeton University Press.

Page 8: Pembangunan Nasional Dengan Sismennas Yg Berkeadilan

p

perilaku, sikap, termasuk pandangan politik seseorang atau kelompok yang pada akhirnya akan

mengarah pada tindakan terhadap lingkungan sosial di sekitarnya.

Teori Deprivasi Relatif terutama menjelaskan kenapa orang melakukan aksi protes,

pemberontakan, terorisme atau perilaku agresif massal lainnya. Aksi yang mewarnai Indonesia

sejak masa Orde Lama hingga saat ini yang beberapa diantaranya disebutkan pada uraian

Penyelenggaraan Pembangunan Nasional di atas, dapat dijelaskan dengan Teori Deprivasi

Relatif ini.

Teori Deprivasi Relatif dikategorikan menjadi dua yaitu:

1. Deprivasi Relatif Egoistik (DRE)

Kategori ini merujuk pada orang yang kecewa ketika dia membandingkan kondisinya

dengan orang atau kelompok lain dan mendapati adanya kekurangan dari dirinya

dibanding orang atau kelompok lain.

2. Deprivasi Relatif Fraternalistik (DRF)

Deprivasi Relatif Fraternalistik adalah kekecewaan suatu kelompok ketika

membandingkan kondisinya dengan kelompok lain. Dalam studi lebih lanjut oleh para

sosiolog untuk menguji teori tersebut, terbukti bahwa DRF lebih berpotensi mendorong

tindakan ekstrim dan militan dibanding DRE.

Demokrasi yang merupakan wujud kritik atas ortoritas klerikal yang imperialis, dominan,

represif dan monolitik14

sejatinya menawarkan konsepsi ideal yang dapat menjadi jalan mudah

untuk mencairkan konflik. Dengan penerapan yang benar secara maksimal dan efektif,

demokrasi seharusnya mampu memberi solusi atas beragam kekecewaan atas ketidak-adilan

yang dirasakan rakyat.

Namun pada kenyataannya, media dialog dan komunikasi yang seharusnya difasilitasi oleh

lembaga wakil rakyat tidak berjalan dengan efektif. Beragam kasus tidak bermoral yang terkuak

di DPR semakin memiskinkan kepercayaan rakyat.

Dalam kondisi demikian, rakyat harus berjuang sendiri dengan segala ekspresi. Kekecewaan

yang diekspresikan di tengah proses demokratisasi negara Indonesia yang masih 2/3 jalan ke

14

Mark E Warren.1999. Democracy and Trust. Cambridge University Press.

Page 9: Pembangunan Nasional Dengan Sismennas Yg Berkeadilan

p

batas aman berdemokrasi ini15

masih mendapat ruang longgar untuk ter-ekspresi dalam berbagai

bentuk bahkan yang mengarah kepada kekerasan dan aksi Terorisme.

Paradigma pembangunan yang dianut Indonesia sampai sekarang dan negara-negara lain

yang menganutnya dimana terlalu berfokus pada mengejar pertumbuhan ekonomi, dalam tataran

internasional paradigma tersebut telah dikritik. Pembangunan jauh lebih luas dari sekadar

pertumbuhan (growth). Pembangunan tidak hanya fenomena kuantitatif berupa stabilitas

ekonomi makro seperti pertumbuhan yang tinggi, inflasi di bawah 10 % dan tingkat bunga yang

rendah, kurs mata uang yang stabil, jumlah devisa yang besar serta berbagai indikator moneter

lainnya. Namun Pembangunan juga harus berkaitan dengan indicator kualitatif berupa tingginya

kesejahteraan yang dicerminkan tingkat kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan yang makin

rendah serta proses transformasi kualitas masyarakat berupa etos kerja, kecerdasan,

produktivitas, efisiensi, kebebasan dan tanggung jawab, hak asasi manusia, keamanan serta cara

hidup dan peradaban yang makin tinggi dalam standar dunia modern.16

Kenyataan adanya desakan Globalisasi dan eksistensi paradigma pembangunan liberal dapat

merapuhkan ekonomi rakyat dalam negeri dan menggiring bangsa Indonesia menjadi penonton

di negeri sendiri. Situasi ini dapat dikaitkan dengan probabilitas peningkatan tensi kekecewaan

dimana berdasarkan teori Deprivasi Relatif merupakan faktor mendasar terjadinya aksi-aksi

Terorisme.

Kondisi tersebut bukan lagi ada di angan-angan belaka. Jumlah kasus Terorisme semakin

meningkat mulai tahun 2000. Peningkatan aksi terorisme berada pada rentan waktu yang sama

dengan peningkatan tensi kekecewaan publik terhadap manajemen pembangunan nasional yang

dijalankan pemerintah. Indikator kekecewaan tersebut dapat dilihat dari maraknya demonstrasi,

opini publik di media masa dan elektronik serta maraknya kerusuhan sosial.

Pada awal tahun 2011 pemerintah melaporkan pencapaian-pencapaian pembangunan 2010 yang

memuaskan.17

Antara lain pertumbuhan ekonomi sekitar 6%, inflasi 6,28%, kurs rupiah sekitar

Rp. 9.000 per dolar AS, jumlah devisa yang terbesar sepanjang sejarah bangsa sekitar US$95

15

AM. Hendropriyono.2010. Terorisme Dalam Kajian Filsafat Analitika: Relevansinya dengan Ketahanan Nasional. www.rimanews.com. 16

Michael P Todaro.1981.Economic Development in Third World. London: Longman. 17

Redaksi Media Indonesia. www.mediaindonesia.com

Page 10: Pembangunan Nasional Dengan Sismennas Yg Berkeadilan

p

miliar, IHSG sekitar Rp. 3.700 serta outstanding perbankan sekitar Rp.2.700 triliun ditambah

perbankan syariah sekitar Rp.70 triliun. 18

Kemiskinan turun dari sekitar 14,5% menjadi 13,3% atau sekitar 31,5 juta jiwa.

Pengangguran dari sekitar 10% menjadi 9%. Khusus untuk dua hal terakhir (kemiskinan dan

pengangguran) harus mendapat catatan khusus. Kemiskinan yang garisnya sekitar Rp. 215.000

per bulan sebagai pendapatan seharusnya dikategorikan sebagai extreme poverty (melarat).

Karena mereka yang berpendapatan sekitar Rp. 300.000 per bulan saja hidup dengan rumah

hamper roboh, beralaskan tanah, dan terkadang makan hanya sekali sehari. Bahkan menurut

Bank Dunia kategori penduduk miskin adalah mereka dengan penghasilan US$2 per hari atau

sekitar Rp. 540.000, maka dengan standar tersebut akan lebih realistis jika sekitar 49% dari

penduduk Indonsia (sekitar 116 juta jiwa) tergolong miskin.19

Juga masalah penganggur terbuka yang diukur bekerja hanya dengan 1 jam seminggu dinilai

terlalu longgar. Belum lagi setengah penganggur dan penganggur tersembunyi yang kesemuanya

sekitar 30%. Jadi problem pengangguran masih lebih dari 42 juta jiwa.20

Kekecewaan muncul di tengah publik karena jarak antara harapan dan kenyataan masih jauh

bahkan menjauh. Pemerintah ngotot dengan seluruh pencapaian numerik yang membaik, tetapi

publik tidak merasakan perubahan substantive. Laju pertumbuhan ekonomi yang membaik dan

membesar dalam hitungan pemerintah tidak menyentuh perubahan substantif di bidang lapangan

pekerjaan dan pengangguran serta jumlah orang miskin. Dan disinilah, ketika banyak

pengangguran dan orang miskin, kaderisasi terorisme semakin subur.

D. URGENSI UPAYA REORIENTASI MENUJU SISMENNAS YANG BERKEADILAN

Berdasarkan fakta-fakta yang diuraikan di atas, Penyelenggaraan Pembangunan Nasional

telah mengalami kegagalan dengan masalah utama yaitu berjalannya Sistem Manajemen yang

tidak berkeadilan. Hasil dari penerapan sistem yang selama ini dijalankan adalah rapuhnya

ekonomi dalam negeri yang juga berdampak pada tingginya kesenjangan sosial-ekonomi. Pada

18

Didin S Damanhuri (Guru Besar Ekonomi-Politik IPB).2011.Outlook Pembangunan 2011.www.mediaindonesia.com 19

Didin S Damanhuri (Guru Besar Ekonomi-Politik IPB).2011.Outlook Pembangunan 2011.www.mediaindonesia.com 20

sda.

Page 11: Pembangunan Nasional Dengan Sismennas Yg Berkeadilan

p

situasi ini kekecewaan publik akan semakin mendorong pada ekspresi-ekspresi dalam aksi

kekerasan dan melemahkan ketahanan nasional.

Sistem Manajemen Nasional merupakan fondasi dari keseluruhan fungsi penyelenggaraan

pemerintahan dan fungsi penyelenggaraan pembangunan. Dengan perbaikan pengelolaan

menjadi Sistem Manajemen yang berkeadilan dapat menjadi kunci dari masalah berantai yang

berujung pada Terorisme dan aksi lainya yang dapat mengancam Ketahanan Nasional.

Eksistensi globalisasi saat ini menuntut dipercepatnya upaya-upaya perbaikan sistem manajemen

nasional khususnya dalam fungsi Penyelenggaraan Pembangunan.

Penyelenggaraan Pembangunan Nasional dengan Sismennas yang berkeadilan akan

mengahsilkan pemerataan hasil-hasil pembangunan baik fisik maupun non-fisik. Konsekuensi

dari perhatian terhadap pembangunan non-fisik salah satunya adalah keterlibatan rakyat secara

merata dan aktif dalam roda perekonomian di tengah globalisasi. Hal ini dengan sendirinya akan

memperkuat Ketahanan Nasional sekaligus menutup kesempatan berkembangnya kaderisasi

teroris di Indonesia.

---prakoso B / 2011---