penegakan ham yang berkeadilan

52
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan- percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Filsafat hukum adalah filsafat yang obyeknya hukum yang berusaha untuk mencari hakikat dari hukum. Semua ilmu berawal dari filsafat, Semua ilmu berpijak pada 1

description

makalah

Transcript of penegakan ham yang berkeadilan

Page 1: penegakan ham yang berkeadilan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran

manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami

dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan

mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan

argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu

dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak

diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.

Filsafat hukum adalah filsafat yang obyeknya hukum yang berusaha untuk

mencari hakikat dari hukum. Semua ilmu berawal dari filsafat, Semua ilmu berpijak

pada filsafat.1Filsafat hukum mempelajari hukum secara spekulatif dan kritis artinya

filsafat hukum berusaha untuk memeriksa nilai dari pernyataan-pernyataan yang

dapat dikatagorikan sebagai hukum Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan

pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat hukum Secara kritis, filsafat

hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada,

melihat koherensi, korespondensi dan fungsinya. Lebih jauh H. Muchsin, dalam

bukunya Ikhtisar Filsafat Hukum menjelaskan dengan cara membagi definisi filsafat

1 Achmad Roestandi, Pengantar Teori Hukum, Bandung, Fakultas Hukum Uninus, 1980, hal. 17

1

Page 2: penegakan ham yang berkeadilan

dengan hukum secara tersendiri, filsafat diartikan sebagai upaya berpikir secara

sungguh-sungguh untuk memahami segala sesuatu dan makna terdalam dari sesuatu

itu, kemudian hukum disimpulkan sebagai aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis

yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat, berupa perintah dan larangan

yang keberadaanya ditegakkan dengan sanksi yang tegas dan nyata dari pihak yang

berwenang di sebuah negara.

Filsafat hukum mereleksi semua masalah fundamental yang berkaitan

dengan hukum, dan tidak hanya merefleksi hakikat dan metode dari ilmu hukum atau

ajaran metode. Lebih dari itu, filsafat hukum bersikap kritis terhadap pengaruh dari

filsafat ilmu modern pada teori hukum.2

Dalam pembahasan kali ini yaitu mengenai penegakan Hak Asasi Manusia

yang berkeadilan dalam perspektif Filsafat Hukum, bagaimana kita dapat berfikir

secara logis tentang kehidupan HAM yang ada dimuka bumi ini, dalam hal ini tentu

saja kita membicarakan mengenai sisi keadilannya, bagaimana komposisi keadilan itu

sendiri dalam kehidupan berfalsafah. Sesungguhnya pada dasarnya sebuah keadilan

didapatkan oleh manusia secara bebas dan itu merupakan haknya ketika mereka

sudah terbentuk seperti janin ketika berada dalam kandungan ibu. Pada zaman

sekarang ini semua orang mengenal sebutan “keadilan”, tetapi sayangnya mereke

mencederai nama keadilan itu sendiri dengan sikap mereka yang tidak memikirkan

orang lain, tetapi hanya memikirkan dirinya saja dan kelompoknya saja. Betapa

ironisnya ketika keadilan itu keluar dari jalan yang benar karena pikiran manusianya

2 Astim Riyanto, Fulsafat Hukum, Bandung, YAPEMDO, 2010, hal. 25

2

Page 3: penegakan ham yang berkeadilan

dalam berfalsafah yang telah menyimpang dari aturan-aturan atau kaidah-kadiah yang

ada.

Keadilan merupakan posisi yang teratas dalam moralitas bereaksi, kita harus

menggunakan sikap keadilan tanpa pandang bulu, tidak bertindak berdasarkan kasta

atau staus sosial yang ada, sebab pada dasarnya Indonesia mengandung azas “equality

before the law”. Filsafat hukum harus dapat menekan segala problematika hukum

yang ada di dalam negara ini maupun di dunia ini, tidak boleh adanya proses presure

of mind atau presure of react dalam menjalankan sikap hukum.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah HAM dan bagaimana perundangan-perundangan di Indonesia

mengaturnya ?

2. Apakah yang dimaksud dengan filsafat hukum ?

3. Bagaimana HAM yang masuk didalam teori keadilan ditinjau dari filsafat

hukum ?

3

Page 4: penegakan ham yang berkeadilan

BAB II

PEMBAHASAN

A. HAK ASASI MANUSIA (HAM)

1. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh

Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Pada hakikatnya HAM

terdiri dari atas dua hak dasar yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak

kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir HAM yang lainnya atau tanpa kedua hak

dasar ini hak asasi manusia lainnya sulit ditegakkan.

Hak asasi manusia dimaksud di Indonesia diatur melalui Undang-Undang

Dasar 1945, baik dalam pembukaan maupun dalam batang tubuhnya. Batang tubuh

dimaksud, dapat diungkapkan beberapa pasal diantaranya: Pasal 5 ayat (1), 20 ayat

(1), 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33 ayat (1) dan ayat (3), dan 34. Namun, hak asasi

manusia secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.

Hak asasi manusia yang bertujuan untuk: (1) mengembangkan kondisi yang

kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia  sesuia dengan pancasila, Undang-

Undang Dasar 1945, dan piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia; (2) meningkatkan perlindungan dan penegakan hak

asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan

kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.3 3 Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, hal.146-147

4

Page 5: penegakan ham yang berkeadilan

2. Ruang Lingkup Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak asasi manusia mempunyai ruang lingkup yang luas dan mencakup

berbagai aspek kehidupan. Hal ini diungkapkan sebagai berikut:

1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,

martabat, dan hak miliknya;

2) Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi

di mana saja ia berada;

3) Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap

ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu;

4) Setiap orang tidak boleh diganggu yang merupakan hak yang berkaitan

dengan kehidupan pribadi di dalam tempat kediamannya;

5) Setiap orang berhak atas kemerdekan dan rahasia dalam hubungan

komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas

perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan Undang-Undang;

6) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau

perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, penghilangan paksa, dan

penghilangan nyawa;

7) Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditekan, disiksa, dikucilkan, diasingkan,

atau dibuang secara sewenang-wenang;

8) Setiap orang berhak hidup dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang

damai, aman dan tenteram, yang menghormati, melindungi dan melaksanakan

5

Page 6: penegakan ham yang berkeadilan

sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana

diatur dalam undang-undang.

Dari pengertian dan ruang lingkup hak asasi manusia tersebut, dapat

diketahui dan dipahami bahwa di negara Republik Indonesia yang berdasar atas

hukum amat  dihormati dan dijunjung tinggi hak asasi manusia. 

3. Periode Hak Asasi Manusia (HAM) Di Indonesia

a. Materi HAM Dalam UUD 1945

Menyikapi jaminan UUD 1945 atas HAM,  terdapat pandangann yang

beragam. Setidaknya, terdapat tiga kelompok pandangan, yakni : pertama, mereka

yang berpandangan bahwa UUD 1945 tidak memberikan jaminan HAM secara

komprehensif; kedua, mereka yang berpandangan bahwa UUD 1945 memberikan

jaminan atas HAM secara komprehensif; dan berpandangan bahwa UUD 1945 hanya

memberikan pokok jaminan atas HAM.4

Pandangan pertama didukung oleh Mahfud MD dan Bambang. Hal ini

didasarkan bahwa istilah HAM tidak ditemukan secara pribadi di dalam Pembukaan,

Batang Tubuh, maupun Penjelasannya. Menurut Sutiyoso, di dalam UUD 1945 hanya

ditemukan penjelasannya dengan tegas perkataan hak dan kewajiban wraga negara

dan hak DPR.5 Menurut mahfud, tidak sedikit orang yang berpendapat bahwa UUD

1945 tersebut sebenarnya tidak banyak memberi pada HAM, bahkan UUD 1945 tidak 4 Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia : Dari UUD 1945

Sampai Dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, Jakarta, Kencana, 2007, hal. 94-955 Bambang, Konsepsi Hak Asasi Manusia dan Implementasinya di Indonesia, Yogyakarta,

UII Press, 2002, hal. 89

6

Page 7: penegakan ham yang berkeadilan

berbicara apa pun tentang universal kecuali dalam dua hal, yaitu sila ke empat

Pancasila cetakkan atas “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dan pasal

penendervasikan jaminan “Kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agama dan

beribadah.

Hal yang sama ditegaskan Azhary, kalau ada yang beranggapan UUD 1945

tidak atau kurang menjamin HAM, itu adalah suatu anggapan yang keliru.

Selengkapnya ia mengatakan:

”apabila diperhatikan baik pembukaan maupun Batang Tubuh UUD 1945,

ternyata cukup banyak memerhatikan hak-hak asasi. Berdasarkan itu, UUD 1945

mengakui hak asai Individu, tetapi tidak berarti sebagai kepentingan perseorangan

ataupun komunisme-fasisme yang mengutamakan masyarakatnya atau negaranya.

Dengan demikian kepentingan hak asasi individu diakui substansinya, namun dibatasi

jangan sampai melanggar hak individu lainnya ataupun hak asasi orang banyak

rakyat.”

Terdapat dua pandangan untuk melihat HAM dalam UUD 1945, yakni

sebagai berikut :

Pertama segi filosofis. Sesuai dengan asas demokrasi yang digariskan dalam

pola dasar pembangunan nasional, demokrasi yang ingin diketengahkan adalah

demokrasi berdasarkan Pancasila yang meliputi bidang-bidang politik, sosial, dan

ekonomi, serta dalam penyelesaian masalah-masalah nasional berusaha sejauh

mungkin menempuh jalan permusyawaratan untuk mencapai mufakat. Pada

pokoknya, prinsip inilah yang dianut dalam UUD 1945 sebagai konstitusi yang

7

Page 8: penegakan ham yang berkeadilan

dijiwai oleh filsafat pancasila. Ini berarti bahwa di dalam UUD 1945 ada

dicantumkan kewajiban dasar di samping adanya hak-hak dasar. Kewajiban dasar

dimaksudkan secara garis besarnya yang tersurat adalah kewajiban menjunjung

hukum dan pemerintahan. Kedua, segi yuridis. Suatu pandangan mengatakan “waktu

UUD 1945 dirancang, maka kata pembukaannya menjamin demokrasi revolusioner.

Akibatnya pendirian ini yaitu hak dasar tidaklah diakui seluruhnya, melainkan satu

dua saja yang kira-kira sesuai dengan suasana politik dan sosial pada tahun 1945.

Yang dipengaruhi oleh peperangan antara negara fasisme melawan demokrasi.

Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

dalam UUD 1945 tidak ditemukan sebuah pengaturan yang tegas, akibatnya muncul

berbagai intrepretasi terhadap muatan kualitas muatan dan jaminan UUD 1945 atas

HAM. Akan tetapi, satu hal yang patut mendapat apresiasi positif adalah, bahwa

para pendiri Bangsa Indonesia telah berhasil memfomulasikan sebuah tatanan

kehidupan nasional berikut jaminan atas HAM.

b. Materi Muatan HAM Dalam Konstitusi RIS 1949

Penekanan dan jaminan Konstitusi RIS atas HAM, secara historis, sangat

dipengaruhi oleh keberadaan Universal Declaration of Human

Rights (UDHR/DUHAM) yang dirumuskan oleh PBB pada 10 desember 1948.

Dalam konteks negara bangsa, maka diseminasi HAM versi PBB pada waktu itu

sangat dirasakan memengaruhi konstitusi-kontitusi negara-negara di dunia, termasuk

konstitusi RIS 1949.

8

Page 9: penegakan ham yang berkeadilan

Meskipun tidak ditemukan kata Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi RIS,

namun ada tiga kalimat yang dipergunakan, yakni setiap/segala/sekalian orang/siapa

pun/tiada seorang pun, setiap warga negara, dan berbagai kata yang menunjukkan

adanya kewajiban asasi manusia, dan negara. Keseluruhan kata ini dapat ditafsirkan

kepada makna dan pengertian HAM yang sesungguhnya. Dengan kata lain, manusia

secara pribadi, kelompok, keluarga, dan sebagai warga negara benar-benar ditegaskan

sebagai mereka yang mendapatkan jaminan dalam Konstitusi RIS.

Hak-hak asasi manusia sebagai bagian dalam keluarga juga ditegaskan

dalam Konstitusi RIS, sebagaimana terdapat dalam pasal 37 yang berbunyi, “keluarga

berhak atas perlindungan oleh masyarakat dan negara”. Keberadaan pasal ini

menunjukkan elemen keluarga sebagai unit terkecil dalam sebuah negara patut

memperoleh jaminan konstitusi.

Kemudian manusia sebagai warga negara juga memiliki hak-hak dasar yang

memperoleh jaminan dalam Konstitusi RIS. Menariknya, status manusia sebagai

warga negara tidaklah menghilangkan statusnya sebagai seorang pribadi/individu dan

keluarga. Keempat, kewajiban asasi manusia dan negara. Sebagaimana dipahami

bahwa hak sangat terkait dengan kebebasan dan kewajiban, maka sebagai pribadi,

manusia memiliki kewajiban, begitu pula halnya negara. Penegasan ini tercantum

dalam pasal 23 yang berbunyi,”setiap warga negara berhak dan berkewajiban turut

serta dan sungguh-sungguh dalam pertahanan kebangsaan”. Pasal 31 juga

menyatakan secara eksplisit, yaitu “setiap orang yang ada di daerah negara harus

9

Page 10: penegakan ham yang berkeadilan

aptuh kepada UU, termasuk aturan-aturan hukum yang tak tertulis, dan kepada

penguasa-penguasa yang sah dan yang bertindak sah”.

Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat dikatakan bahwa HAM dalam

Konstitusi RIS menempati posisi penting yang menunjukkan terdapatnya sebuah

jaminan dan perlindungan yang ideal. Meski Konstitusi RIS terbilang “sementara”,

namun kenyataannya muatan-muatan hak asasi mendapatkan jaminan konstitusional.

Jaminan atas hak-hak asai tersebut semakin dikuatkan dengan terdapatnya kewajiban

asasi yang harus dilaksanakan oleh penguasa/pemerintah.

c. Materi Muatan HAM Dalam UUDS 1950

Secara anatomik, UUDS  1950 terdiri atas 6 Bab dan 146 Pasal.

Sebagaimana ditegaskan diatas bahwa materi muatan UUDS 1950 adalah perubahan

atas Konstitusi RIS 1949, maka perihal HAM juga disamping memiliki kesamaan

secara umum, terdapat juga perbedaan-perbedaan yang prinsipil.

Seiring dengan perubahan bentuk negara dari Serikat ke bentuk negara

kesatuan Republik Indonesia, berubah pula konstitusinya. Melalui UU No. 7 Tahun

1950 ditetapkan perubahan konstitusi sementara Republik Indonesia Serikat menjadi

UUDS Republik Indonesia. Karena UUD ini asalnya dari konsntitusi RIS, maka tidak

ada perubahan substansi yang mencolok di dalamnya, kecuali dalam hal bentuk

negara dan beberapa pasal yang menyesuaikan dengan perubahan struktur negara.

Dalam hal perlindungan HAM, UUDS 1950 juga tidak terlalu berbeda dengan apa

yang diatur dalam konstitusi RIS.

10

Page 11: penegakan ham yang berkeadilan

Menurut catatan Soepomo, setidaknya terdapat beberapa perbedaan

mendasar Konstitusi RIS 1949 dengan UUDS 1950 dalam hal penegasannya tentang

HAM. Pertama, hak dasar mengenai kebebasan agama, keinsyafan batin dan pikiran

meliputi kebebasan bertukar agama atau keyakinannya, dan sebagainya sebagaimana

tertuang pada pasal 18 Konstitusi RIS, oleh pasal 18 UUDS 1950, pernyataan

meliputi kebebasan bertukar agama atau keyakinan tidak ditegaskan lagi.

Kemudian yang kedua didalam Pasal 21 UUDS 1950 diatur perihal hak

berdemonstrasi dan hak mogok yang sebelumnya tidak terdapat pada Konstitusi RIS,

dan ketiga dasar perekonomian sebagaimana dimuat pada pasal 33 UUD 1945,

diadopsi kedalam pasal 38 UUDS 1950. Dalam pada itu, Pasal 37 ayat (3) melarang

organisasi –oirganisasi yang bersifat monopoli partikelir yang merugikan

perekonomian nasional.

Pencatuman hak-hak asasi manusia sebagai pribadi, keluarga, warga negara,

dan kewajiban asasi, baik pribadi, warga negara maupun negara dalam UUDS 1950,

dinilai sangat sistematis. Bahkan, dengan masuknya beberapa pasal perubahan atas

Konstitusi RIS 1949, dapat dikatakan bahwa UUDS 1950 membuat terobosan baru

dalam  jaminanan HAM yang sebelumnya belum pernah diatur dalam HAM PBB

tahun 1948 dan Konstitusi RIS 1949.

d. Materi Muatan HAM Pasca Kembali Ke UUD 1945

Materi muatan HAM dalam UUD 1945 tidak mengalami perubahan apapun .

Meskipun diakui materi muatan HAM dalam UUD 1945 sangat sumir, namun

11

Page 12: penegakan ham yang berkeadilan

kehendak Dekrit mengakibatkan bahwa secara serta merta apa yang tertuang dalam

UUD 1945 pada saat pertama kali berlaku sejak Proklamasi Kemerdekaan RI menjadi

sepenuhnya berlaku kembali seajak 5 Juli 1959. Todung Mulya Lubis dengan tegas

mengatakan bahwa kembali berlaku UUD 1945 itu berarti bahwa jaminan konstitusi

atas HAM menjadi tidak sempurna dan tidak tegas.

Sejak UUD 1945 diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden tanggal 5

Juli 1959Kemudian Dekrit Presiden berserta lampiranya berupa UUD 1945

diundangkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia No.75 tahn 1995. Tindakan

mendekritkan kembali ke UUD 1945 , pada sementara kalangan mempertanyakan

keabsahan dari segi hukumnya. Menurut kedua pendapat Mahkamah Agung dalam

suatu acara khas dengan ketua Dewan Redaksi Suluh Indonesia pada 11 juli 1959,

beliau mengatakan:”di dasarkan pada suatu hakikat hukum tidak tertulis bahwa dalam

keadaan ketaatanegaraan tertentu, kita dapat terpaksa mengadakan tindakan yang

menyimpang dari peraturan  tata negara yang ada”. Berdasarkan kondisi gawat itulah

Presiden sebagai Panglima Tertinggi Angakatan Perang mengeluarkan dekritnya.

Pertimbangan ini telah dimuat dalam konsideran alinea ketiga dan keempat berbunyi:

“Bahwa hal yang demikian menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang

membahayakan persatuan keselamatan negara, nusa, dan bangsa serta merintangi

pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, dan bahwa

dengan dukungan terbesar rakyat Indonesia  dan dorongan oleh keyakinan kami

sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan negara

proklamasi”

12

Page 13: penegakan ham yang berkeadilan

Sisi fleksibelitas UUD 1945 mengakibatkan fleksibel pula arah dan

penegakan HAM di Indonesia. Akibatnya, muatan HAM didalam UUD1945 ,

menurut Mahmud MD, sangat tergantung dari konfigurasi politik tertentu. Jika

konfigurasi politik demokratis, maka HAM memperoleh tempat dan implementasi

yang rekatif proporsional, tetapi jika konfigurasi politik sedang bekerja dibawah

payung otoritarian maka HAM pun akan mendapat perlakuan yang buruk.

e. Materi Muatan HAM Dalam Peraturan Perundang-undangan

Diakui bahwa, di awal-awal kepemimpinan Soeharto (1966-1998), rakyat

menaruh harapan yang besar, khususnya dalam rangka pemulihan kehidupan dan

kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini, tidak ketinggalan juga perhatian

terhadap upaya-upaya perlindungan dan jaminan atas HAM. Meskipun, UUD 1945

telah berlaku pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959, akan tetapi dirasa perlu untuk segera

dikeluarkan kebijakan-kebijakan yang sistematis dan strategis dalam hal penegakan

HAM di Indonesia.

Disinilah pertama kalinya MPRS menetapkan sebuah ketetapan MPRS No.

XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia-panitia Ad-Hoc. Ketetapan ini

memberikan perintah agar agar secepatnya membentuk panitia kecil yang akan

membahas sebuah Piagam Hak Asasi Manusia. Menindaklanjuti hal itu, kemudian

pimpinan MPRS menetapkan rancangan Piagam HAM yang tertuang dalam

rancangan Pimpinan MPRS RI No. A3/I/Ad-Hoc B/MPRS/1966 yang diberi nama,

“Piagam Hak-hak Azasi Manusia dan Hak-hak serta Kewajiban Warga Negara.

13

Page 14: penegakan ham yang berkeadilan

Pada awalnya rencana perumusan piagam HAM ini mendapat respons positif

dari masyarakat. Naman sayangnya, seiring dengan semakin matangnya konsolidasi

kekuatan Orde Baru, lembaga MPRS dinilai tidak bersih dari Demokrasi terpimpin

model Soekarno. Dalam perspektif Orde Baru, sebagai lembaga, MPRS dianggap

tidak tepat mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis meskipun menyangkut

jaminan hak asasi manusia. Karena itu, seiring dengan upaya mematangkan

konsolidasi pemerintahan ke arah pembangunan nasional, maka apa yang telah

direncanakan oleh MPRS ini menjadi deadlock tanpa diperoleh kejelasan yang

berarti.

Dalam kebijakan selanjutnya, pengaturan HAM pada masa Orde Baru

tidaklah dalam bentuk Piagam HAM, melainkan dalam berbagai peraturan

perundang-undangan. Sikap demikian menjadi bukti bahwa Orde Baru hanya

mengakui hak-hak hukum masyarakat sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan.

Untuk memajukan dan melindungi HAM yang sesuai dengan prinsip negara

berdasarkan atas hukum sekaligus agar langkah percepatan penegakan HAM berjalan

efektif, maka pemerintah Orde Baru membentuk sebuah Komisi Nasional HAM,

yang mempunyai dua tujuan pokok Komisi Nasional. Pertama, membantu

pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai

dengan pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB, serta DUHAM; kedua,

meningkatkan perlindungan hak asasi manusia guna mendukung terwujudnya tujuan

14

Page 15: penegakan ham yang berkeadilan

pembangunan nasional yaitu pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan

pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.

Pada masa Pemerintah Habibie (1998-1999), tepatnya pada 15 Agustus

1998, telah diatur kerangka kerja Komnas HAM melalui Kepres No. 129 Tahun 1998

Tentang Rencana Aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia Indonesia. Tujuannya

adalah untuk menjamin peningkatan, pemajuan, dan perlindungan hak-hak asasi

manusia indonesia dengan mempertimbangkan nilai-nilai adat istiadat, budaya, dan

agama berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanaannya maka

dibentuklah sebuah Panitia Nasional yang berkedudukan di bawah dan bertanggung

jawab kepada presiden.

Sebagai bagian dari HAM, pada tanggal 26 Oktober 1998 berlaku UU No. 9

Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan Pendapat di Muka Umum. UU ini

memiliki nilai penting dalam menjamin hak kebebasan berpendapat sebagai hak asasi

manusia. sejalan dengan kegiatan RAN HAM, maka pada tanggal 25 Mei 1999

pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi Internasional PBB penghapusan

diskriminasi rasial yang tertuang dalam UU No. 29 Tahun 1999 tentang pengesahan

“International Convention on the Elimination of All Form of Racial Discrimination

1965”(Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

Rasial 1965).

Dalam rangka melaksanakan Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998, pada

tanggal 23 september 1999 tentang Hak Asasi Manusia atau UU HAM. UU ini

15

Page 16: penegakan ham yang berkeadilan

menegaskan dua hal prinsipil, yakni Hak Asasi Manusia (HAM)                dan

Kewajiban Dasar Manusia (KDM).

Untuk memperkuat upaya penegakan HAM di Indonesia, RAN HAM,

sebagaiman telah ditegaskan dalam Kepres No. 129 Tahun 1998, belaku selama lima

tahun terhitung sejak 15 Agustus 1998 hingga Desember Tahun 2004 maka

dipandang perlu melakukak evaluasi atas kesinambungan RANHAM untuk lima

tahun berikutnya, yakni tahun 1004 sampai dengan Tahun 2009.

Menyikapi hal tersebut, maka Presiden Megawati mengesahkan Kepres No.

40 Tahun 2004 tentang RANHAM Tahun 2004-2009 yang efektif berlaku sejak

tanggal 11 mei 2004. Yang menitikberatkan kepada percepatan penegakan HAM

yang tidak saja melibatkan komitmen lembaga-lembaga negara, tetapi juga partisipasi

aktif masyarakat Indonesia.

Berdasarkan uraian ini kelihatan bahwa penjabaran ketentuan HAM dalam

UUD 1945 ke dalam peraturan-peraturan organik terbilang tidak berjalan secara

stimulan. kerap kali tarikan atas nama kepentingan politis begitu mewarnai lahirnya

sebuah UU. Dengan kata lain, sebagai akibat dari multi-interpestasinya pasal-pasal

HAM dalam UUD 1945 menyebabkan terabaikannya taraf konsistensi muatan HAM

dalam peraturan perundang-undangan. Akibatnya tidak ada jalan lain selain

melakukan sosialisasi HAM secara baik, misalnya dengan pembntukan Komnas

HAM, Komnas Hak-hak Anak, Komnas Hak-hak Perempuan, dan yang terakhir

RANHAM. Jelas sekali bahwa pembentkan panitia-panitia ini tidak dapat berjalan

secara maksimal apabila ketentuan-ketentuan yang mengatur perihal HAM, baik

16

Page 17: penegakan ham yang berkeadilan

dalam UUD 1945, maupun dalam ketentuan-ketentuan orgniknya tidak berjalan

secara konsisten dan konsekuen.

B. FILSAFAT HUKUM

1. Pengertian Filsafat Hukum

Para ahli hukum memberikan pengertian sebagai filsafat hukum dengan

rumusan yang berbeda, sebagai berikut :

a) Menurut Soetikno

Filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia ingin mengetahui

apa yang ada di belakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia

menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi

penjelasan mengenai nilai, mengkaji sampai pada dasar-dasarnya dan berusaha untuk

mencapai  akar-akar dari hokum.

b) Menurut  Satjipto Raharjo dan Soerjono Soekanto

Filsafat hukum mempelajari pertanyaan-pertanyaan dasar dari hukum,

tentang dasar bagi kekuatan yang mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh

pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum

bisa menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut pemahaman

yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata

hukum tertentu dan mempertayakan konsistensi logis, peraturan, bidang serta sistem

hukum itu sendiri.6

6 Prof.Dr.H.Zainuddin Ali,MA, Filsafat Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, hal.16

17

Page 18: penegakan ham yang berkeadilan

Bisa disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat, yakni tingkah

laku atau etika yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain, filsafat

hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Jadi yang dikaji secara

mendalam sampai pada inti atau dasarnya yang disebut hakikat.7 Filsafat hukum

dituntut untuk menyertakan argumen-argumen yang dapat dipahami dari perspektif

rasional.[7] Jadi filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai selain

itu fisafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai.8

2. Manfaat Filsafat Hukum

Adapun untuk mempermudah memahami apa manfaat dari filsafat hukum,

disini kami akan membahasnya berdasarkan sifat-sifat filsafat hukum. Sifat-sifat

filsafat hukum terbagi dalam tiga sifat, yaitu:

a) Holistik atau menyeluruh

Dengan cara berpikir yang holistik tersebut, kita diajak untuk berwawasan

luas dan terbuka. Mereka diajak untuk menghargai pemikiran, pendapat dan pedirian

orang lain. Itulah sebabnya dalam filsafat hukum diajarkan berbagai aliran tentang

hukum. Dengan demikian kita tidak bersifat arogam dan apriori, bahwa disiplin ilmu

yang dimilikinya lebih tinggi daripada disiplin ilmu lainnya.

b) Mendasar

7 Herman Bakir,SH.,MH., Filsafat Hukum ‘Desain dan Arsitektur Kesejarahan, Bandung, Refika Aditama, 2007, hal. 217

8 Prof.Darji Darmodiharjo,SH, dan, DR.Shidarta,SH.,MHum, hal.18

18

Page 19: penegakan ham yang berkeadilan

Artinya dalam menganalisis suatu masalah kita dituntut untuk berpikir kritis

dan radikal. Mereka yang mempelajari filsafat hokum diajak untuk memahami hokum

tidak dalam arti hokum positif semata, tidak akan mampu memanfaatkan dan

memanfaatkan hokum secara baik.

c) Spekulatif

Sifat ini tidak boleh diartikan secara negatif. Sebagaimana dinyatakan oleh

Suriasumantri, bahwa semua ilmu yang berkembang saat ini bermula dari sifat

spekulatif tersebut. Sifat ini mengajak mereka yang mempelajari filsafat hokum untuk

berpikir inovatif, selalu mencari sesuatu yang baru. Memang salah satu ciri orang

yang besifat yang senang terhadap hal yang baru. Tapi disini tentu saja, tindakan

spekulatif.

Ini dimaksud dengan tindakan yang terarah, yang dapat dipertangung

jawabkan secara ilmiah. Dengan berpikir spekulatif (dalam arti positif) itulah hokum,

dapat dikembangkan kearah yang dapat dicita-citakan bersama.9

Berikut beberapa teori tentang keadilan yang dikemukakan tokoh. Didalam

filsafat hukum terdapat beberapa ahli yang mengemukakan teori keadilan, para ahli

itu ialah Plato, Aristoteles, Cicero dan John Rawls.

  

C. HAM Dalam Aliran Keadilan Ditinjau Dari Filsafat Hukum

1. Teori Keadilan Pada Masa Klasik

9 Op.cit, hal. 16-17

19

Page 20: penegakan ham yang berkeadilan

Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya

filsafat Yunani. Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang

bersifat etik, filosofis, hukum sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang

berpikir bahwa bertindak adil tergantung pada kekuatan dan kekuatan yang dimiliki,

untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu saja tidak begitu halnya

penerapannya dalam kehidupan manusia. Berikut beberapa teori tentang keadilan

yang dikemukakan tokoh. Didalam filsafat hukum terdapat beberapa ahli yang

mengemukakan teori keadilan, para ahli itu ialah Plato, Aristoteles dan John Rawls.

a) PLATO

Plato ialah seorang pemikir idealis abstrak yang mengakui kekuatan-

kekuatan diluar kemampuan manusia sehingga pemikiran irasional masuk dalam

filsafatnya. Demikian pula halnya dengan masalh keadilan, Plato berpendapat bahwa

keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber ketidakadilan adalah

adanya perubahan dalam masyarakat. Masyarakat memiliki elemen-elemen prinsipal

yang harus dipertahankan, yaitu:

1) Pemilahan kelas-kelas yang tegas, misalnya kelas penguasa yang diisi oleh

penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas dengan domba

manusia.

2) Identifikasi takdir Negara dengan takdir kelas penguasa; perhatian khusus

terhadap kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada persatuannya,

aturan-aturan yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan kelas ini, dan

20

Page 21: penegakan ham yang berkeadilan

pengawasan yang ketat serta kolektivisasi kepentinga-kepentingan

anggotanya.

Untuk mewujudkan keadilan masyrakat harus dikembalikan pada struktur

aslinya, domba menjadi domba, penggembala menjadi penggembala. Tugas ini

adalah tugas Negara untuk menghentikan perubahan. Dengan demikian keadilan

bukan mengenai hubungan antara individu melainkan hubungan individu dengan

Negara. Bagaimana individu melayani Negara.

Keadilan juga dipahami secara metafisis keberadaanya sebagai kualitas atau

fungsi makhluk super manusia, yang sifatnya tidak dapat diamati oleh manusia.

Konsekuensinya ialah, bahwa realisasi keadilan di geser ke dunia lain, diluar

pengalaman manusia; dan akal manusia yang esensial bagi keadilan tunduk pada

cara-cara Tuhan yang tidak dapat diubah atau keputusan-keputusan Tuhan yang tidak

dapat diduga. Oleh karena inilaj Plato mengungkapkan bahwa yang memimpin

Negara seharusnya manusia super, yaitu the King of Philosopher.

b) ARISTOTELES

Aristoteles adalah peletak dasar rasionalitas dan empirisme. Pemikirannya

tentang keadilan diuraikan dalam bukunya yang berjudul Nicomachean Ethics. Buku

ini secara keseluruhan membahas aspek-aspek dasar hubungan antar manusia yang

meliputi masalah-masalah hukum, keadilan, solidaritas perkawanan, dan

kebahagiaan.

21

Page 22: penegakan ham yang berkeadilan

Keadilan diuraikan secara mendasar oleh Aristoteles dalam Buku ke-5 buku

Nicomachean Ethics. Untuk mengetahui tentang keadilan dan ketidakadilan harus

dibahas tiga hal utama yaitu (1) tindakan apa yang terkait dengan istilah tersebut, (2)

apa arti keadilan dan (3) diantar dua titik ekstrim apakah keadilan itu terletak.10

Keadilan dalam arti umum keadilan diuraikan sebagai suatu sikap dan

karakter. Sikap dan karakter yang membuat orang melakukan perbuatan dan berharap

atas keadilan adalah keadilan, sedangkan sikap dan karakter yang membuat orang

bertindak dan berharap ketidakadilan adalah ketidakadilan.

Pembentukan sikap dan karakter berasal dari pengamatan terbanyak objek

tertentu yang berisi ganda. Hal ini bias berlaku dua dalil, yaitu:

1. Jika kondisi “baik” diketahui, maka kondisi buruk juga diketahui;

2. Kondisi “baik” diketahui dari sesuatu yang berada dalam kondisi “baik”

Untuk mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih,

diperlukan pengetahuan yang jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan

secara jernih pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yng lain juga

ambigu.

Secara umum dikatakan bahwa orang yang tak bisa adil adalah orang yang

tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair),

maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan

fair. Karena tindakan memenuhi atau mematuhi hukum adalah adil, maka semua

tindakan perbutan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah adil.

10

22

Page 23: penegakan ham yang berkeadilan

Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan bagi

masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan

mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil.

Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar sosial.

Keadilan yang lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi

juga kebahagiaan orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan pemenuhan

kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai sebuah nilai-nilai.

Keadilan dan tata nilai dalam hal ini adalah sama tetapi memiliki esensi yang

berbeda. Sebagai hubungan seseorang dengan orang lain adalah keadilan, namun

sebagai suatu siakp khusus tanpa kualifikasi adalah nilai. Ketidakadilan dalam

hubungan sosial terkait erat dengan keserakahan sebagai ciri utama tindakan yang

tidak fair.

Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat luas,

bahkan pada suatu titik bisa bertentangan dengan hukum sebagai salah satu tata nilai

sosial. Suatu kejahatan yang dilakukan adalah suatu kesalahan. Namun apabila hal

tersebut bukan merupakan keserakahan tidak bisa disebut menimbulkan

ketidakadilan. Sebaliknya sesuatu tindakan yang bukan merupakan kejahatn dapat

menimbulkan ketidakadilan.

Sebagai contoh, sorang pengusaha yang membayar gaji buruh dibawah

UMR, adalh suatu pelanggaran hukum dan kesalahan. Namun tindakan ini belum

tentu mewujudkan ketidakadilan. Apabila keuntungan dan kemampuan membayar

perusahaan tersebut memang terbatas, maka jumlah pembayaran itu adalah keadilan.

23

Page 24: penegakan ham yang berkeadilan

Sebaliknya walaupun seorang pengusaha membayar burunya sesuai UMR, yang

berarti bukan kejahatan, bisa saja menimbulkan ketidakadilan karena keuntungan

perusahaan tersebut sangat besar dan hanya sebagian kecil yang diambil untuk upah

buruh. Ketidakadilan ini mencul karena keserakahan dan ini termasuk melanggar hak

asasi buruh tersebut.

Hal tersebut di atas adalah keadilan dalam arti umum. Keadilan dalam arti

ini terdiri dari dua unsur yaitu fair dan sesuai dengan hukum, yang masing-masing

bukanlah hal yang sama. Tidak fair adalah melanggar hukum, tetapi tidak semua

tindakan melanggar hukum adalah tidak fair. Keadilan dalam arti umum terkait erat

dengan kepatuhan terhadap hukum.

Teori keadilan Aristoteles atas pengaruh Aristoteles secara tradisioanal

keadilan dibagi menjadi tiga:

1. Keadilan Legal

Keadilan legal yaitu perlakuan yang sama terhadap semua orang sesuai

dengan hukum yang berlaku. Itu berarti semua orang harus dilindungi dan tunduk

pada hukum yang ada secara tanpa pandang bulu. Keadilan legal menyangkut

hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan Negara. Intinya adalah

semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan sama oleh Negara dihadapan

dan berdasarkan hukum yang berlaku. Semua pihak dijamin untuk mendapatkan

perlakuan yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku.

2. Keadilan Komutatif

24

Page 25: penegakan ham yang berkeadilan

Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dengan

orang yang lainya ata warga Negara yang satu dengan warga Negara yang lainnya.

Keadilan komutatif menyangkut hubungan horizontal atara warga Negara satu dengan

warga Negara lainnya. Dalam bisnis, keadilan komutatif juga disebut atau berlaku

sebagai keadilan tukar. Dengan kata lain, keadilan komutatif menyangkut pertukaran

yang adil antara pihak-pihak yang terlibat. Prinsip keadilan komutatif menuntut agar

semua orang menepati apa yang telah dijanjikannya, mengmbalikan pinjaman,

memberi ganti rugi yang seimbang, memberi imbalan atau gaji yang pantas dan

menjual barang dagangan mutu dan harga yang seimbang.

3. Keadilan Distributif

Prinsip dasar keadilan distributif yang dikenal sebagai keadilan ekonomi

adalah distibusi ekonomi yang merata atau dianggap adail bagi semua warga Negara.

Keadilan distributif punya relevansi dalam dunia bisnis, khususnya dalam

perusahaan. Berdasarkan prinsip keadilan ala Aristoteles, setiap karyawan harus

digaji sesuai dengan prestasi, tugas, dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Distributif yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai dengan nilai

kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat.

c). CICERO

Keadilan merupakan hak yang didapat oleh semua manusia tanpa terkecuali,

dalam hal ini keadilan berarti memilik struktur paling atas dalam kehidupan di dunia.

Keadilan di dapatkan oleh manusia secara bebas, tidak memerlukan budget apabila

25

Page 26: penegakan ham yang berkeadilan

ingin memilikinya, karena keadilan merupakan hal yang murni di dapat oleh manusia

sejak mereka dalam rahim ibu.

Berikut beberapa ide Cicero mengenai Keadilan11 :

1. Keadilan merupakan mahkota kemuliaan dari sebuah kebajikan2. Keadilan adalah tujuan yang konstan, yang memberikan setiap orang

haknya3. Keadilan tidak termasuk dalam mencederai manusia4. Keadilan harus diperhatikan bahkan sampai titik terendah5. Keadilan tidak turun dari puncaknya6. Keadilan tidak memeras upah, tidak ada jenis harga, dia dicari untuk

dirinya sendiri7. Keadilan ekstrim adalah ketidakadilan ekstrim8. Jika hidup kita terancam oleh  kekerasan maka setiap cara untuk

melindungi diri kita secara moral adalah benar

2. Teori Keadilan Pada Masa Modern

a). JOHN RAWLS

 John Rawls dikenal sebagai seorang fisuf yang secara keras mengkritik

ekonomi pasar bebas. Baginya pasar bebas memberikan kebebsan bagi setiap orang,

namun dengan adanya pasar bebas maka keailan sulit ditegakan. Oleh karena hal ini,

ia mengembangkan  sebuah teori yang disebut teori keadilan. Menurut Rawls, prinsip

paling mendasar dari keadilan adalah bahwa setiap orang memiliki hak yang sama

dari posisi-posisi mereka yang wajar. Menurutnya kebaikan bagi seluruh masyarakat

tidak dapat mengesampingkan atau mengganggu rasa keadilan dari setiap orang yang

telah memperoleh rasa keadilan, khususnya masyarakat lemah. 12

11 http://archive.mises.org/2917/cicero-on-justice-law-and-liberty/,  Diunduh pada tanggal 17 September 2015, pukul. 22.30

12 John Rawls, Teori Keadilan (a Theory Justice), 1997, hal. 3

26

Page 27: penegakan ham yang berkeadilan

Teori keadilan Rawls dapat disimpulakan memiliki inti sebagai berikut:

1. Memaksimalkan kemerdekaan. Pembatasan terhadap kemerdekaan ini

hanya untuk kepentingan kemerdekaan itu sendiri.

2. Kesetaraan bagi semua orang, baik kesetaraan dalam kehidupan sosial

maupun kesetaran dalam bentuk pemanfaatan  kekayaan alam.

Pembatasan dalam hal ini hanya dapat diizinkan bila ada kemungkinan

keuntungan yang lebih besar.

3. Kesetaraan kesempatan untuk kejujuran dan penghapusan terhadap

ketidaksetaraan berdasarkan kelahiran dan kekayaan.

Untuk memberikan jawaban atas hal tersebut, Rawls melahirkan prinsip

keadilan, yang sering dijadikan rujukan oleh beberapa ahli yakni:

1. Prinsip Kebebasan (liberty of principle)

2. Prinsip Persamaan (equal of principle)

Rawls mencoba menggiring masyarakat untuk memperoleh prinsip

kesamaan dan kebebesan yang adil itulah sebabnya mengapa Rawls menyebut

teorinya tersebut sebagai “justice as fairness”.13

Secara spesifik, Rawls mengembangkan gagasan mengenai prinsip-prinsip

keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep ciptaannya yang dikenal dengan:

1. Posisi Asali (Original Postion)

13http:/ilhamendra.wordpress.com/2010/10/19/teori-keadilan-john-rawls-pemahaman-sederhana-buku-a-theory-of-justice/, Diunduh pada tanggal 17 september 2015, pukul. 22.34.

27

Page 28: penegakan ham yang berkeadilan

Konsep ini menjelaskan dimana seseorang memosisikan adanya situasi yang

sama dan setara antara tiap-tiap orang yang ada di dalam masyarakat serta tidak ada

pihak yang memiliki posisi yang lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, seperti

misalnya kedudukan, status sosial, tingkat kecerdasan, kemampuan, kekuatan dan lain

sebagainya. Sehingga orang-orang tersebut dapat melakukan kesepakatan dengan

pihak lain.

Kondisi demikianlah yang dimaksud oleh Rawls sebagai “posisi asal” yang

bertumpu pada pengertian ekulibrium reflektif dengan didasari oleh ciri rasionalitas

(rationality), kebebasan (freedom), dan persamaan (equality) guna mengatur struktur

dasar masyarakat (basic structure of society). Hipotesa Rawls yang tanpa rekam

historis tersebut sebenarnya hampir serupa dengan apa yang dikemukakan oleh

Thomas Nagel sebagai “pandangan tidak darimanapun (the view from nowhere),

hanya saja dirinya lebih menekankan pada versi sangat abstrak dari “the State of

Nature”.

2. Selubung Ketidaktahuan (Veil of Ignorence)

Konsep ini diterjemahkan oleh Rawls bahwa setiap orang dihadapkan pada

tertutupnya seluruh fakta dan keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk terhadap

posisi sosial dan doktrin tertentu, sehingga membutakan adanya konsep atau

pengetahuan tentang keadilan yang tengah berkembang. Dan setiap orang atau

kelompok yang terlibat dalam situasi yang sama tidak mengetahui konsepsi-konsepsi

mereka tentang kebaikan.

28

Page 29: penegakan ham yang berkeadilan

Rawls menjelaskan bahwa para pihak di dalam posisi asali masing-masing

akan mengadopsi dua prinsip keadilan utama, yaitu:

1. Prinsip Kebebasan (Liberty of Principle)

Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan-kebebasan dasar yang

paling luas dan kompatibel dengan kebebasan-kebebasan sejenis bagi orang lain.

Prinsip ini dikenal dengan prinsip kebebasan yang sama (equal liberty principle),

seperti misalnya kemerdekaan berpolitik (political of liberty), kebebasan berpendapat

dan mengemukakan ekspresi (freedom of speech and expression), serta kebebasan

beragama (freedom of religion).

Ini merupakan hal yang paling mendasar (hak asasi) yang harusnya dimiliki

semua orang. Dengan kata lain, hanya dengan adanya jaminan kebebasan yang sama

bagi semua orang maka keadilan akan terwujud (Prinsip Kesamaan Hak). Prinsip ini

tidak lain adalah “prinsip kesamaan hak” merupakan prinsip yang memberikan

kesetaraan hak dan tentunya berbanding terbalik dengan beban kewajiban yang

dimiliki setiap orang. Prinsip ini merupakan ruh dari asas kebebasan berkontrak.

2. Prinsip Persamaan (Equal of Principle)

Ketimpangan atau ketidaksamaan sosial dan ekonomi yang diatur

sedemikian rupa.

                                                  

29

Page 30: penegakan ham yang berkeadilan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh

Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Pada hakikatnya HAM

terdiri dari atas dua hak dasar yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak

kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir HAM yang lainnya atau tanpa kedua hak

dasar ini hak asasi manusia lainnya sulit ditegakkan.

Sedangkan filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia ingin

mengetahui apa yang ada di belakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di

dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia

memberi penjelasan mengenai nilai, mengkaji sampai pada dasar-dasarnya dan

berusaha untuk mencapai  akar-akar dari hukum. Dan di dalam filsafat hukum

terdapat teori yang bernama teori keadilan.

Jika kita sangkut pautkan HAM itu sendiri dengan prinsip keadilan yang di

dalamnya disebutkan bahwa keadilan itu memberi perlakuan yang sama terhadap

semua orang sesuai dengan hukum yang berlaku dalam filsafat hukum jelasberkaitan.

Karena Ini merupakan hal yang paling mendasar (hak asasi) yang harusnya dimiliki

semua orang. Dengan kata lain, hanya dengan adanya jaminan kebebasan yang sama

bagi semua orang maka keadilan akan terwujud (Prinsip Kesamaan Hak). Prinsip ini

30

Page 31: penegakan ham yang berkeadilan

tidak lain adalah “prinsip kesamaan hak” merupakan prinsip yang memberikan

kesetaraan hak dan tentunya berbanding terbalik dengan beban kewajiban yang

dimiliki setiap orang. Prinsip ini merupakan ruh dari asas kebebasan berkontrak.

B. Saran

1. Dengan ini semua orang harus dilindungi dan tunduk pada hukum yang ada

secara tanpa pandang bulu.

2. Aparat penegak hukum bersama pemegang kekuasaan (pemerintah) agar

segera menyelesaikan permasalahan HAM yang telah lama dikubur secara

paksa selama ini.

31

Page 32: penegakan ham yang berkeadilan

Daftar Pustaka

Sumber Buku :

Achmad Roestandi, Pengantar Teori Hukum, Bandung, Fakultas Hukum Uninus,

1980.

Astim Riyanto, Fulsafat Hukum, Bandung, YAPEMDO, 2010.

Bambang, Konsepsi Hak Asasi Manusia dan Implementasinya di Indonesia,

Yogyakarta, UII Press, 2002.

Darji Darmodiharjo,SH,dan,DR.Shidarta,SH.,MHum, Pokok-Pokok Filsafat Hukum

‘Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia’, Jakarta, Gramedia Pustaka

Utama, 2008.

Herman Bakir,SH.,MH., Filsafat Hukum ‘Desain dan Arsitektur Kesejarahan’,

Bandung, Refika Aditama, 2007.

John Rawls, Teori Keadilan (a Theory Justice), 1997.

Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia : Dari UUD 1945

Sampai Dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002, Jakarta, Kencana,

2007.

Zainuddin Ali,MA, Filsafat Hukum,Jakarta,Sinar Grafika, 2005.

Sumber Internet :

32

Page 33: penegakan ham yang berkeadilan

Aristoteles, ”Nicomachean Ethics”, Translated by : W.D.Ross,

http://bocc.ubi.pt/pag/Aristoteles-nicomachean.html.

http://archive.mises.org/2917/cicero-on-justice-law-and-liberty/.

http:/ilhamendra.wordpress.com/2010/10/19/teori-keadilan-john-rawls-

pemahaman-sederhana-buku-a-theory-of-justice/.

33