PEMBAHSAN lengkap

download PEMBAHSAN lengkap

of 59

description

paru

Transcript of PEMBAHSAN lengkap

Bab I

Pendahuluan

1.1 Pemicu

Setiap pagi Tn.ikhlas 24 tahun, berlari-lari kecil diselingi jalan cepat berkeliling kompleks perumahannya. Tetapi beberapa terakhir ia tidak keluar rumah karena sesak nafas disertai mengi. Semakin lama semakin tidak nyaman dan sulit bernapas. Dia juga ada keluhan batuk berdahak. Keluarga memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit terdekat. Tn. Ikhlas tampak payah bernapas dan gelisah, bibi kebiruan, otot-otot leher dan dadanya bergerak-gerak saat bernapas, sampai di rumah sakit dokter memberikan oksigen melalui hidung dan memberikan obat untuk mengatasi sesak napasnya.1.2 Identifikasi Fakta Tn.Ikhlas 24 tahun, berlari-lari kecil mengelilingi komplek tiap pagi Beberapa hari terakhir sesak napas disertai mengi, semakin lama semakin sulit bernapas & batuk berdahak

Tn.Ikhlas tampak payah bernapas, gelisah, bibir kebiruan, otot leher & dada nya bergerak saat bernapas

Di RS diberikan oksigen melalui hidung & obat untuk sesak napasnya.

1.3 Rumusan Masalah

Apa yang menyebabkan Tn.Ikhlas 24 tahun beberapa hari terakhir ini mengalami sesak napas yg semakin berat?1.4 Analisis Masalah

1.5 Hipotesis

Tn. Ikhlas beberapa hari terakhir ini mengalami sesak napas yang semakin berat karena terjadi kekurangan oksigen yang bias disebabkan oleh banyak factor, diantaranya gangguan respirasi, penyakit KardiVaskular, & Metabolik1.6 Learning Issues1. Definisi, klasifikasi, patofisiologi, etiologi Sesak Napas (cara membedakan)a. Respirasi

b. Kardiovaskular

c. Metabolic

d. Hematologi

2. Bagaimana mekanisme batuk berdahak, sianosis, dan sesak napas dgn otot-otot bantuan napas?3. Pengertian hipoksia & bagaimana gejala klinisnya?

4. Jelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, Tatalaksana

a. Asma

b. Bronkoektasis

c. Pnemoni

d. Atelectasis

e. TB

5. Apa saja obat-obat yang digunakan untuk sesak napas?

6. Jelaskan tentang pemberian bronkodilator & Oksigen?

7. Apakah ada hubungan aktifitas pasien pada pemicu dngn dyspnea? Jelaskan!

8. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang dan Pemeriksaan Fisik pada kasus ini?

9. Jelaskan gangguan ventilasi & asam basa, Transpot gas?

Bab II

Pembahasan

2.1 Sesak Napas Dyspnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar Meningkatnya usaha bernapas yg terjadi akibat kongesti pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan pengembangan paru

Terjadi ketika kebutuhan (demand) oksigen jauh melebihi kapasitas nya

Seseorang yang mengalami dyspnea sering mengeluh napasnya menjadi pendek atau merasa tercekik.

Mekanisme sesak napas

1. Peningkatan kerja bernapas

2. Penurunan kapasitas bernapas

3. Bernapas yang tidak semestinya

2.2 SianosisSianosis adalah warna kebiruan pada kulit dan mukosa membrane akibat peningkatan hemoglobin reduced.

Tampak bila Hb reduced pada vena cutaneous > 5 g/dl. Penambahan Hb reduced 3 g/dl menimblkan sianosis

Jenis Sianosis

Sianosis sentral

Sianosis perifer

Sianosis gabgan sentral dan perifer

Infark miokard + edema paru

2.3 Hipoksia Oksigen jaringan menurun

Kadar oksigen darah menurun ( PaO2 dan Hb O2

Penyebab :hipoventilasi, gangguan difusi, dll

Normal: PaO2 = 85 100 mmHg

SaO2 = 97%

Petunjuk Hipoksia

1. Laboratorium

a. PaO2 < 70 mmHg

b. SaO2 < 90%

c. pH darah < 7.35

d. PaCO2 < 76 mmHg bila hiperventilasi atau

e. PaCo2 > 44 mmHg bila hipoventilasi2. System saraf sentral

a. Gangguan mental

b. Gelisah, mudah tersinggung

c. Wajah : gelisah, berkeringat

d. Apatis ( coma bila berlanjut

2.4 Asma, Bronkopneumonia,PPOK, Atelektasis, TBASMA

Penyakit asma berasal dari kata Asthma yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti sukar bernapas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Asma juga disebut penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran pernafasan, peradangan, rasa nyeri, pembengkakan, dan iritasi pada saluran nafas di paru-paru. Hal lain juga disebutkan bahwa Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih lebihan dari kelenjar kelenjar di mukosa bronchus. Asma adalah penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar saluran pernafasan, peradangan, rasa nyeri, pembengkakan, dan iritasi pada saluran nafas di paru-paru dengan kata lain Asma adalah suatu keadaan di mana terjadi penyempitan pada aliran nafas akibat dari rangsangan tertentu(pemicu)sehingga menyebabkan peradangan dan menyebabkan sulitnya bernafas dan berbunyi "ngik" setiap bernafas. Hal ini biasanya mengurangi kualitas hidup seorang penderita karena bisa menyebabkan gampang lelah dan gampang sakit. Pada saat seseorang penderita asma terkena faktor pemicunya, maka dinding saluran nafasnya akan menyempit dan membengkak sehingga menyebabkan sesak nafas. Kadang, dinding saluran nafas pun dilumuri oleh lendir yang lengket sehingga dapat menyebabkan sesak nafas yang lebih parah. Jika tidak ditangani dengan baik, asma bahkan dapat menyebabkan kematian.

Banyak kasus-kasus penyakit asma di masyarakat yang tidak terdiagnosis, yang sudah terdiagnosis pun belum tentu mendapatkan pengobatan secara baik. Belum lagi masalah biaya pengobatan, absennya dari sekolah atau kerja, gangguan aktivitas sosial serta pengaruh sakitnya terhadap orang-orang yang berhubungan dengan penderita penyakit asma.

Penyakit asma paling banyak terjadi pada anak dan berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Alergi dapat menyerang semua organ dan fungsi tubuh tanpa terkecuali. Disamping itu banyak permasalahan kesehatan lain yang menyertai berupa gangguan organ tubuh lain, gangguan perilaku dan permasalahan kesehatan lainnya, penyakit asma adalah penyakit yang mempunyai banyak faktor penyebab, dimana yang paling sering karena faktor atopi atau alergi. Faktor-faktor penyebab dan pemicu penyakit asma antara lain debu rumah dengan tungaunya, bulu binatang, asap rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain. Penyakit ini merupakan penyakit keturunan. Bila salah satu atau kedua orang tua, kakek atau nenek anak menderita penyakit asma maka bisa diturunkan ke anak. Prof Dr. dr Heru Sundaru, Sp.PD, KAI, Guru Besar FKUI menjelaskan, penyakit asma bukan penyakit menular tapi penyakit keturunan.

Gejala Penyakit Asma

Secara umum gejala asma adalah sesak napas, batuk berdahak dan suara napas yang berbunyi ngik-ngik dimana seringnya gejala ini timbul pada pagi hari menjelang waktu subuh, hal ini karena pengaruh keseimbangan hormon kortisol yang kadarnya rendah ketika pagi dan berbagai faktor lainnya.

Penderita asma akan mengeluhkan sesak nafas karena udara pada waktu bernafas tidak dapat mengalir dengan lancar pada saluran nafas yang sempit dan hal ini juga yang menyebabkan timbulnya bunyi ngik-ngik pada saat bernafas. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan yang terjadi dapat berupa pengerutan dan tertutupnya saluran oleh dahak yang dirpoduksi secara berlebihan dan menimbulkan batuk sebagai respon untuk mengeluarkan dahak tersebut. Gambar dibawah ini adalah gambar penampang paru dalam keadaan normal dan saat serangan asma.

Salah satu ciri asma adalah hilangnya keluhan di luar serangan. Artinya, pada saat serangan, penderita asma bisa kelihatan amat menderita (banyak batuk, sesak napas hebat dan bahkan sampai seperti tercekik), tetapi di luar serangan dia sehat-sehat saja (bisa main tenis 2 set, bisa jalan-jalan keliling taman, dan lain-lain). Inilah salah satu hal yang membedakannya dengan penyakit.

Penyakit Asma dapat disebabkan oleh :

Faktor Intrinsik Infeksi :

virus yang menyebabkan ialah para influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV)

bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus

jamur, misalnya aspergillus

Cuaca:

perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan percepatan iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara emosional : takut, cemas dan tegang aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari.

Aspek genetik

Kemungkinan alergi

Saluran napas yang memang mudah terangsang

Jenis kelamin

Ras/etnik

Faktor lingkungan 1. Bahan-bahan di dalam ruangan : - Tungau debu rumah - Binatang, kecoa

2. Bahan-bahan di luar ruangan - Tepung sari bunga - Jamur

3. Makanan-makanan tertentu, Bahan pengawet, penyedap, pewarna makanan

4. Obat-obatan tertentu

5. Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray )

6. Ekspresi emosi yang berlebihan

7. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif

8. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan

9. Infeksi saluran napas

10. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas fisik tertentu.

11. Perubahan cuaca

Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu.

Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.

Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk.

Asma ialah penyakit paru dengan cirri khas yakni saluran napas sangat mudah bereaksi terhadap barbagai ransangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma. Kelainan yang didapatkan adalah:

Otot bronkus akan mengkerut ( terjadi penyempitan)

Selaput lendir bronkus udema

Produksi lendir makin banyak, lengket dan kental, sehingga ketiga hal tersebut menyebabkan saluran lubang bronkus menjadi sempit dan anak akan batuk bahkan dapat sampai sesak napas. Serangan tersebut dapat hilang sendiri atau hilang dengan pertolongan obat.

Pada stadium permulaan serangan terlihat mukosa pucat, terdapat edema dan sekresi bertambah. Lumen bronkus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti pembuluh darah, infiltrasi sel eosinofil dalam secret didlam lumen saluran napas. Jika serangan sering terjadi dan lama atau menahun akan terlihat deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin bosal, hyperplasia serat elastin, juga hyperplasia dan hipertrofi otot bronkus. Pada serangan yang berat atau pada asma yang menahun terdapat penyumbatan bronkus oleh mucus yang kental.

Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen antibody menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan kelainan patologi tadi.

Mediator kimia tersebut adalah:

a) Histamin

Kontraksi otot polos

Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga terjadi edema

Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus, mukosaa, hidung dan mata

b) Bradikinin

Kontraksi otot polos bronchu

Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah

Vasodepressor (penurunan tekanan darah)

Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah

c) Prostaglandin

bronkokostriksi (terutama prostaglandin F)

Asma telah meningkat secara drastis selama beberapa dekade. Dalam id.wikipedia.org (indonesia) di ulas tentang penyebab asma. Berikut sedikit kutipannya "Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.

Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.

Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya: - kontraksi otot polos - peningkatan pembentukan lendir - perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang.

Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien.

Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara." Sebenarnya penyebab pasti asma belum diketahui, masih banyak yang mengira bahwa faktor-faktor berikut ini dapat menyebabkan asma atau faktor risiko asma :

Kecenderungan dari alergi

Sejarah Keluarga asma

Infeksi pernafasan pada anak usia dini

Alergi udara dan infeksi virus pada anak usia dini, pada saat sistem kekebalan sedang berkembang

Eksposur ke asap rokok

Kegemukan (Obesitas)

Penanganan dan Pengobatan Penyakit Asma Penyakit Asma

Sampai saat ini belum dapat diobati secara tuntas, ini artinya serangan asma dapat terjadi dikemudian hari. Penanganan dan pemberian obat-obatan kepada penderita asma adalah sebagai tindakan mengatasi serangan yang timbul yang mana disesuaikan dengan tingkat keparahan dari tanda dan gejala itu sendiri. Prinsip dasar penanganan serangan asma adalah dengan pemberian obat-obatan baik suntikan (Hydrocortisone), syrup ventolin (Salbutamol) atau nebulizer (gas salbutamol) untuk membantu melonggarkan saluran pernafasan. Pada kasus-kasus yang ringan dimana dirasakan adanya keluhan yang mengarah pada gejala serangan asma atau untuk mencegah terjadinya serangan lanjutan, maka tim kesehatan atau dokter akan memberikan obat tablet seperti Aminophylin dan Prednisolone. Bagi penderita asma, disarankan kepada mereka untuk menyediakan/menyimpan obat hirup (Ventolin Inhaler) dimanapun mereka berada yang dapat membantu melonggarkan saluran pernafasan dikala serangan terjadi.

Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.

1. Penobatan non farmakologik

a) Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.

b) Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

c) Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2. Pengobatan farmakologik

a) Agonis beta

Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent,

b) Metil Xantin

Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.

c) Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

d) Kromolin

Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.

e) Ketotifen

Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.

f) Iprutropioum bromide (Atroven)

Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus

a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam

b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.

d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.

e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.

f) Antibiotik spektrum luas.

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan cuaca.

Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.

Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.

I. DEFINISI

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)?.

Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam COPD adalah emfisema paru- paru dan Bronchitis Kronis. Nama lain dari copd adalah "Chronic obstructive airway disease " dan "ChronicObstructive Lung Diseases (COLD)"

II. KLASIFIKASI

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut;

A. Bronkitis Kronik

Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.

EtiologiTerdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :

1. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.

2. Alergi

3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll

Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai beberapa alat tubuh, yaitu :

1. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.

2. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus.

3. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.

Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

PatofisiologiBronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya virus, seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosa bronchitis kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut.

Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme.

Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami :

1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan meningkatkan produksi mukus.

2. Mukus lebih kental

3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.

4. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.

5. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.

6. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.

7. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.

8. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF

B. Emfisema paru

Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai "overinflation".

PatogenesisTerdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu:

1. Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar.

2. Hyperinflation Paru Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi.

3. Terbentuknya Bullae Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X ray.

4. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas

Tipe EmfisemaTerdapat tiga tipe dari emfisema :

1. Emfisema Centriolobular. Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan kerusakan bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi biasanya kantung alveolar tetap bersisa.

2. Emfisema Panlobular (Panacinar). Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada seorang perokok.

3. Emfisema Paraseptal. Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi enzim alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner, seringkali Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.

PatofisiologiEmfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan elastisitas recoil.

Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada "dead space" atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida.

Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok

C. Asma

Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme

D. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe

III. ETIOLOGI

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:

1. Merokok sigaret yang berlangsung lama

2. Polusi udara

3. Infeksi peru berulang

4. Umur

5. Jenis kelamin

6. Ras

7. Defisiensi alfa-1 antitripsin

8. Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan

IV. PATOFISIOLOGI

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.

Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping).

Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).

V. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).

2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1. Kelemahan badan

2. Batuk

3. Sesak napas

4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi

5. Mengi atau wheeze

6. Ekspirasi yang memanjang

7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut

8. Penggunaan otot bantu pernapasan

9. Suara napas melemah

10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

11. Edema kaki, asites dan jari tabuh

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan radiologist

Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.

2. Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

3. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.

4. Corakan paru yang bertambah.

5. Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

2. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

3. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

5. Laboratorium darah lengkap

VII. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.

2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.

2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.

3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.

4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara

2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :

1. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksiInfeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 40.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.

2. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO23. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.

4. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.

3. Terapi jangka panjang di lakukan :

1. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 40,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.

2. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.

3. Fisioterapi

4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik

5. Mukolitik dan ekspektoran

6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

VIII. KOMPLIKASI

1. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen 1 jam) diperlukan.Akhirnya, setiap suasana yang diperkaya oksigen merupakan bahaya kebakaran, dan tindakan pencegahan yang tepat harus diambil baik dalam ruang operasi dan untuk pasien pada oksigen di rumah.

Adalah penting untuk menyadari hipoksemia yang masih dapat terjadi meskipun pemberian oksigen tambahan.Selanjutnya, ketika oksigen tambahan diberikan, desaturation terjadi pada waktu kemudian setelah obstruksi jalan napas atau hipoventilasi, berpotensi menunda deteksi peristiwa ini penting.Oleh karena itu, apakah atau tidak oksigen diberikan kepada pasien pada risiko untuk masalah ini, adalah penting bahwa baik saturasi oksigen dan kecukupan ventilasi dinilai sering.

Penggunaan Terapi Oksigen

Koreksi Hipoksia

Seperti yang dinyatakan sebelumnya, penggunaan terapi utama oksigen untuk memperbaiki hipoksia.Namun, hipoksia yang paling sering manifestasi dari penyakit yang mendasari, dan pemberian oksigen dengan demikian harus dipandang sebagai terapi simtomatis atau raguan.Upaya harus diarahkan pada mengoreksi penyebab hipoksia tersebut.Misalnya, obstruksi jalan napas tidak mungkin untuk menanggapi peningkatan tekanan oksigen inspirasi tanpa relief obstruksi.Lebih penting lagi, sementara hipoksemia karena hipoventilasi setelah overdosis narkotika dapat ditingkatkan dengan pemberian oksigen tambahan, pasien tetap beresiko untuk kegagalan pernafasan jika ventilasi tidak bertambah melalui stimulasi, pembalikan narkotika, atau ventilasi mekanik.Para hipoksia yang dihasilkan dari penyakit paru yang paling dapat dikurangi setidaknya sebagian dengan pemberian oksigen, sehingga memungkinkan waktu untuk terapi definitif untuk membalik proses primer.Dengan demikian, pemberian oksigen adalah pengobatan dasar dan penting untuk digunakan dalam segala bentuk hipoksia, dengan pengertian bahwa respon akan bervariasi dengan cara yang umumnya diprediksi dari pengetahuan tentang proses patofisiologi yang mendasarinya.

Toksisitas oksigen

Oksigen digunakan dalam produksi energi sel dan sangat penting untuk metabolisme sel.Namun, oksigen juga mungkin tindakan merugikan pada tingkat sel.Keracunan oksigen mungkin hasil dari peningkatan produksi hidrogen peroksida dan agen reaktif seperti superoksida anion, oksigen singlet, dan radikal hidroksil (Carraway dan Piantadosi, 1999) yang menyerang dan merusak lipid, protein, dan makromolekul lainnya, terutama di membran biologis.Sejumlah faktor membatasi toksisitas oksigen yang diturunkan agen reaktif, termasuk enzim seperti superoksida dismutase, glutation peroksidase, dan katalase, yang mengais oksigen beracun oleh-produk, dan mengurangi agen seperti besi, glutathione, dan askorbat.Faktor-faktor ini, bagaimanapun, tidak cukup untuk membatasi tindakan-tindakan destruktif oksigen ketika pasien terkena konsentrasi tinggi selama periode waktu yang diperpanjang.Jaringan menunjukkan kepekaan diferensial toksisitas oksigen, yang kemungkinan hasil dari perbedaan baik dalam produksi senyawa reaktif dan mekanisme pelindung mereka.

Saluran pernafasan

Sistem paru biasanya yang pertama untuk menunjukkan toksisitas, fungsi dari eksposur terus-menerus terhadap ketegangan oksigen tertinggi di dalam tubuh.Perubahan halus dalam fungsi paru dapat terjadi dalam waktu 8 sampai 12 jam paparan oksigen 100% (Sackner dkk., 1975).Peningkatan permeabilitas kapiler, yang akan meningkatkan gradien oksigen alveolar / arteri dan akhirnya menyebabkan hipoksemia lebih jauh, dan penurunan fungsi paru dapat dilihat setelah hanya 18 jam paparan (Davis et al, 1983;. Clark, 1988).Cedera serius dan kematian, bagaimanapun, memerlukan eksposur lebih lama.Kerusakan paru secara langsung berhubungan dengan tekanan oksigen inspirasi, dan konsentrasi kurang dari 0,5 atm tampaknya aman selama jangka waktu yang lama.Endotelium kapiler adalah jaringan yang paling sensitif dari paru-paru.Cedera endotel mengakibatkan hilangnya daerah permukaan dari edema interstisial dan kebocoran ke dalam alveoli (Crapo dkk., 1980).

Mengurangi konsentrasi oksigen inspirasi tetap landasan terapi untuk keracunan oksigen.Penurunan sederhana dalam toksisitas juga telah diamati pada hewan diperlakukan dengan enzim antioksidan (White dkk., 1989).Toleransi juga mungkin memainkan peran dalam perlindungan dari toksisitas oksigen, hewan terkena sebentar untuk ketegangan oksigen yang tinggi yang kemudian lebih tahan terhadap toksisitas (Kravetz dkk, 1980;.. Coursin et al, 1987).Sensitivitas dalam diri manusia juga dapat diubah oleh preexposure ke konsentrasi oksigen yang tinggi maupun rendah (Hendricks et al, 1977;. Clark, 1988).Studi-studi ini sangat menyarankan bahwa perubahan dalam surfaktan alveolar dan tingkat seluler enzim antioksidan memainkan peran dalam perlindungan dari toksisitas oksigen.

Retina

Fibroplasia Retrolental dapat terjadi ketika neonatus terkena ketegangan oksigen meningkat (Betts dkk., 1977).Perubahan ini dapat berkembang menjadi kebutaan dan cenderung disebabkan oleh angiogenesis (Kushner et al, 1977;. Ashton, 1979).Insiden gangguan ini telah menurun dengan apresiasi baik dari masalah dan menghindari berlebihan konsentrasi oksigen inspirasi.Dewasa tampaknya tidak mengembangkan penyakit.

Sistem saraf pusat

Masalah SSP jarang terjadi, dan toksisitas terjadi hanya dalam kondisi hiperbarik mana paparan melebihi 200 kPa (2 atm).Gejala termasuk kejang dan perubahan visual, yang mengatasi ketika ketegangan oksigen kembali normal.Masker

Masker oksigen menutup hidung dan mulut dengan rapat, merupakan metode yang paling efektif dalam pemberian oksigen tingkat tinggi dan dipilih pada kondisi perawatan yang kritis.

Kerugian menggunakan masker adalah:

- Masker mengganggu kemampuan pasien untuk berkomunikasi

- Dapat dipindahkan pada saat makan, minum, makan obat diganti nasal canula

- Menyebabkan individu Claustrophobia

- Dengan masker mambuta beberapa pasien tidak nyaman

- Lembab

- Mengikat/sungkup harus terus melekat pada pipi/wajah pasien untuk mencegah kebocoran

- Dapat terjadi aspirasi jika pasien muntah, terutama pada pasien yang tidak sadar/pasien anak

The Simple Mask/Sungkup muka sederhana

- system aliran rendah

- Masker ini mempunyai ventilasi lubang disisinya dan memberikan reservoir/penampung di

atas muka dimana oksigen mengalir, sehingga pasien menghirup konsentrasi oksigen yang tinggi

- biasanya digunakan untuk jangka pendek, saat konsentrasi oksigen 30-60% yang diingikan -Posisi oksigen sering disingkat sebagai FIO2 yang artinya sedikit oksigen yang diinspirasi

- memerlukan 6-8 liter/m

- konsentrasi oksigen yang benar-benar diterima oleh pasien tergantung TV, RR, masker yang

tepat juga aliran berapa liter

- karena pasien ekspirasi mengggunakan CO2 dan masuk ke dalam reservoir yang sama, kadangkadang CO2 dari udara yang diinspirasi cenderung meningkat

- kecepatan aliran 6-8 liter/menit membantu membilas CO2 dari masker sehinggan kebanyakan

pasien dalam hal ini bukan masalah

- sedikit peningaktan CO2 benar-benar akan menstimulasi respirasi

- Bagaiman jika pasien tertahan CO2 yang berlebih, masker jenis ini merupakan kontra indikasi

Sungkup muka dengan kantung Rebreathing

- Aliran 6-10 liter/m

- Konsentrasi oksigen mencapai 80%

- Udara inspirasi sebagian bercampur dengan udara ekspirasi 1/3 bagian volume ekskalasi

masuk ke kantung 2/3 bagian volume ekskalasi melewati lubang-lubang pada bagian

samping

Non Rebreathing masker

- System aliran tinggi

- Mempunyai kantong yang melekat ke dasarnya dan dapat mengalirkan 50-100%

- Oksigen yang mengalir ke dalam kantung dan terkumpil di sanan sebagai penampung

- Ketika pasien ekspirasi, katup special antara kantung dan masker menutup dan udara di

ekspirasi ke luar melalui celah/vent pada sisi masker

- Dan ketika pasien inspirasi, katup terbuka sehingga udara yang diinspirasi datang dari

kantung dan mempunyai konsentrasi oksigen yang tinggi

- Kecepatan aliran 12-15 liter/m perlu untuk menjaga kantung tetap menggembung

- Udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi dan tidak dipengaruhi oleh

udara luar

Ventury mask/ sungkup venture

- Memberikan aliran yang bervariasi dengan konsentrasi oksigen 24-50% dipakai dengan

tipe ventilasi tidak teratur - Sistim aliran tinggi lainnya dibuat untuk mengalirkan oksigen pada % yang khusus 24-

40%

- Oksigen murni diberikan pada kecepatan aliran yang tinggi melewati celah/vents yang

khusus

- Efek venture menyebabakan oksigen ini bercampur dengan udara ruang pada tingkat yang dapat diprediksi

- Oleh sebab itu pasien menerima konsentrasi oksigen yang konstan tanpa memperhatikan kecepatan kedalaman pernapasan

- Masker merkuri dapat digunakan dengan/tanpa humudifikasi

- Type masker ini yang paling umum digunakan untuk pasien kritis

- Alat ini digunakan pada pasien dengan hiperkarbi yang disertai dengan hipoksemi

sedang sampai berat

Prinsip terapi inhalasi

Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui penghisapan. Terapi pemberian ini, saat ini makin berkembang luas dan banyak dipakai pada pengobatan penyakit-penyakit saluran napas. Berbagai macam obat seperti antibiotik, mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator sering digunakan pada terapi inhalasi. Obat asma inhalasi yang memungkinkan penghantaran obat langsung ke paru-paru, dimana saja dan kapan saja akan memudahkan pasien mengatasi keluhan sesak napas. Untuk mencapai sasaran di paru-paru, partikel obat asma inhalasi harus berukuran sangat kecil (2-5 mikron).

Keuntungan terapi inhalasi ini adalah obat bekerja langsung pada saluran napas sehingga memberikan efek lebih cepat untuk mengatasi serangan asma karena setelah dihisap, obat akan langsung menuju paru-paru untuk melonggarkan saluran pernapasan yang menyempit. Selain itu memerlukan dosis yang lebih rendah untuk mendapatkan efek yang sama, dan harga untuk setiap dosis lebih murah. Untuk efek samping obat minimal karena konsentrasi obat didalam rendah

Inhaler/MDI/Metered-Dose Inhaler

Digunakan dengan cara menyemprotkan obat ke dalam mulut, kemudian dihisap agar masuk ke dalam mulut, kemudian dihisap agar masuk ke paru-paru. Pasien perlu melakukan beberapa kali agar dapat menggunakan inhaler dengan benar. Jika pasien kesulitan untuk melakukan gerakan menyemprotkan dan menghisap obat secara beruntun, maka dapat digunakan alat bantu spancer. Manfaat spancer adalah memungkinkan pasien menghisap obat bebrapa kali, memaksimalkan usaha agar seluruh obat masuk ke paru-paru, dan dapat membantu menekan inhaler untuk anak-anak. Untuk satu produk inhaler 60-400 dosis/semprotan.

Turbuhaler

Digunakan dengan cara menghisap, dosis obat ke dalam mulut, kemudian diteruskan ke paruparu. Pasien tidak akan mendapat kesulitan dengan menggunakan turbuhaler karena tidak perlu menyemprotkan obat terlebih dahulu. Satu produk turbuhaler mengandung 60-200 dosis.

Rotahaler

Digunakan dengan cara yang mirip dengan turbuhaler. Perbedaan setiap kali akan menghisap obat, rotahaler harus didiisi dulu dengan obat yang berbentuk kapsul/rotacap. Jadi rotahaler hanya berisi satu dosis, rotahaler sangat cocok untuk anak-anak dan usia lanjut.

Nebulizer

Nebulizer digunakan dengan cara menghirup dengan cara menghirup larutan obat yang telah diubah menjadi bentuk kabut. Nebulizer sangat cocok digunakan untuk anak-anak, usila dan mereka yang sedang mengalami serangan asma parah. Dua jenis nebulizer berupa kompresor dan ultrasonic. Tidak ada kesulitan sama sekali dalam menggunakan nebulizer, karena pasien cukup bernapas seperti biasa dan kabut obat akan terhirup masuk ke dalam paru-paru. Satu dosis obat akan terhirup habis tidak lebih dari 10 menit. Anak-anak usia kurang dari 2 tahun membutuhkan masker tambahan untuk dipasangkan ke nebulizer Untuk memberikan medikasi secara langsung pada saluran napas untuk mengobati bronkospasme akut, produksi mucus yang berlebihan, batuk dan sesak napas dan epiglottis Keuntungan nebulizer terapi adalah medikasi dapat diberikan langsung pada tempat/sasaran aksinya seperti paru-paru sehingga dosis yang diberikan rendah. Dosis yang rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik dan efek samping sistemik. Pengiriman obat melalui nebulizer ke paru-paru sangat cepat, sehingga aksinya lebih cepat daripada rute lainnya seperti: subkutan/oral. Udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab, yang dapat membantu mengeluarkan sekresi bronkus.

Perhatian dan Kontraindikasi

- Pasien yang tidak sadar/confusion tidak kooperatif dengan prosedur ini, membutuhkan mask/sungkup, tetapi mask efektifnya berkurang secara spesifik.

- Medikasi nebulizer kontraindikasi pada keadaan dimana suara napas tidak ada/berkurang, kecuali jika medikasi nebulizer diberikan melalui endotracheal tube yang menggunakan tekanan positif. Pasien dengan penurunan pertukaran gas juga tidak dapat menggerakkan/memasukkan medikasi secara adekuat ke dalam saluran napas.

- Pemakaian katekolamin pada pasien dengan cardiac irritability harus dengan perlahan. Ketika diinhalasi katekolamin dapat meningkatkan cardiac rate dan menimbulkan disritmia

- Medikasi nebulizer tidak dapat diberikan terlalu lama melalui IPPB/Intermittent Positive Pressure Breathing, Sebab IPPB mengiritasi dan meningkatkan bronkhospasme

Komplikasi/efek samping obat berupa nausea, vomit, tremor, bronkospasme, takikardia

Bronkodilator

Pelepasan kejang dan bronkodilatasi dapat dicapai dengan cara merangsang system adrenergic dengan adrenergika atau melalui penghambatan system kolinergis dengan antikolinergika, juga dengan teofilin.

Agonis -adrenergik (-mimetika): salbotamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol, dan klenbuterol (spiropent). Juga salmeterol dan formoterol (long acting).

Zat-zat ini bekerja k.l. selektif terhadap reseptor-2 adrenergik (bronchospasmolysis) dan praktis tidak terhadap reseptor-1 (stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap kedua reseptor sebaiknya jangan digunakan lagi berhubung efeknya terhadap jantung, seperti efedrin, isoprenalin, dan orsiprenalin. Pengecualian adalah adrenalin (reseptor dan yang sangat efektif pada keadaan kemelut.

Mekanisme kerjanya adalah melalui stimulasi reseptor 2 yang banyak terdapat di trakea (batang tenggorok) dan bronkus, yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosfat (ATP) yang kaya energy menjadi menjadi cyclic-adenosine-monophosphate (cAMP) dengan pembebasan energy yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase, a.l. bronkodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh mastcells.

Penggunaannya semula sebagai monoterapi kontinu, yang ternyata secara berangsur meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi paru, karena tidak menanggulangi peradangan dan peningkatkan kepekaan bagi allergen pada pasien alergis. Oleh karena itu sejak beberapa tahun hanya digunakan untuk melawan serangan dan sebagai pemeliharaan dalam kombinasi dengan zat antiradang, yaitu kortikosteroid inhalasi.

Dengan di-introduksinya 2-agonis kerja panjang seperti salmeterol dan formoterol, senyawa-senyawa ini lebih berperan untuk pengobatan pemeliharaan terhadap asma. Kombinasinya dengan kostikosteroida inhalasi bersifat komplementer karena bekerja sinergistis berdasarkan daya kerjanya yang positif terhadap masing-masing reseptor. Yang sudah beredar adalah sediaan kombinasi flutikason-salmeterol (seretide) dan budesonida-formoterol (symbycort) yang merupakan obat pilihan pertama bagi penderita asma agak parah yang kurang mendapatkan menfaat dari kortikosteroid inhalasi saja.

Kehamilan dan laktasi salbutamol dan terbutalin dapat digunakan oleh wanita hamil, begitu pula fenoterol dan heksoprenalin setelah minggu ke-16. Salbutamol, terbutalin dan salmoterol mencapai air susu ibu. Dari obat lainnya belum terdapat cukup data untuk menilai keamanannya pada binatang percobaan; salmeterol ternyata merugikan janin.

Antikolinergika : ipratropium, tiotropium dan detropin. Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara system adrenergic dan system kolinergis. Bila karena suatu sebab reseptor 2 dari system adrenergic terhambat, maka system kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronkontriksi. Antikolinergika memblok reseptor muskarin dari saraf kolinergik di otot polos bronkus, hingga aktivitas saraf adrenergic menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi.

Penggunaannya terutama untuk terapi pemeliharaan HRB, tetapi juga bergunan untuk meniadakan serangna asma akut (melalui inhalasi dengan efek pesat). Ipratropium dan tiotropium khusus digunakan sebgai inhalasi, kerjanya lebih panjang daripada salbutamol. Kombinasinya dengan 2-mimetika sering kali digunakan karena menghasilkan efek aditif. Deptropin (brontin) berdaya mengurangi HRB tetapi kerja spamolitisnya ringan, sehingga diperlukan dosis tinggi dengan risiko efek samping yang lebih tinggi pula. Adakalanya senyawa ini masih digunakan pada anak-anak kecil dengan hipersekresi dahak, yamg belum mampu diberikan terapi inhalasi.

Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan dahak dan takikardi. Yang tak jarang mengganggu terapi. Begitu pula efek atropine lainnya seperti mulut kering, obstipasi, sukar berkemih, dan penglihatan kabur akibat Gangguan akomodasi. Penggunaannya sebagai inhalasi meringankan efek samping ini.

Derivate-ksantin : teofilin, amonifilin

Daya bronkorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blockade reseptor adenosine. Selain itu, teofilin seperti kromoglikat-mencegah meningkatnya hiperreaktivitas dan berdasarkan ini bekerja profilaktis.

Resorpsi dari turunan teofilin sangat bervariasi; yang terbaik adalah teofilin microfine dan garam-garamnya aminofilin dan koliteofilinat.

Penggunaannya secara terus-menerus pada terapi pemeliharaan ternyata efektif mengurangi frekuensi serta hebatnya serangan. Pada keadaan akut (injeksi aminofilin) dapat dikombinasikan dengan 2-mimetika hendaknya digunakan dengan hati-hati berhubung kedua jenis obat saling memperkuat efek terhadap jantung. Kombinasinya dengan efedrin (Asmadex, Asmasolon) praktis tidak meningkatkan efek bronkodilator, sedangkan efeknya terhadap jantung dan efek sentralnya sangat diperkuat. Oleh Karena ini, sediaan kombinasi demikian tidak dianjurkan, terutama bagi para pemula.

BAB III

Penutup

3.1Kesimpulan

Tn. Ikhlas beberapa hari terakhir ini mengalami sesak napas yang semakin berat karena terjadi kekurangan Oksigen yang di sebabkan dari system respirasi dengan diagnosis kerja Asma dan diagnosis bandingnya adalah emfisema, bronkiektasism dan pneumoni.DAFTAR PUSTAKA

Harrison : Principle of Internal Medicine, 15th edition, McGraw-Hill, page : 1491-1493.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit FKUI

Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC 15. Zul Dahlan.(2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994

Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson.2006. Patofisologi edisi 6,vol.2. Penerbit buku kedokteran.EGC.Jakarta.

Harrison. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 199528