pembahasan KFA

4
4.3 Pembahasan Kromatografi Lapis Tipis ( KLT ) adalah metode pemisahan campuran zat secara fisiko kimia berdasarkan sifat kepolaran masing – masing komponen dalam campuran tersebut. Kromatografi Lapis Tipis dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida - lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan metode kromatografi kertas. Pada kromatografi Lapis Tipis menggunakan sebuah kertas lapis tipis alumunium seperti sebuah lempeng logam atau plastik yang keras sebagai fase pendukung yang digunakan untuk media atau perantara fase diam. Sedangkan pelarut yang dipilih disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Data yang diperoleh dari Kromatografi Lapis Tipis ini adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Pada bahan adsorben sebagai fase diam digunakan sillica gel dengan mekanisme sorpsi adalah pada partikel sillica gel mengandung gugus hidroksil pada permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen. Adsorben yang dilapiskan pada lempeng alumunium yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Bahan lapisan tipis seperti silika gel

description

kimia farmasi analisis I

Transcript of pembahasan KFA

4.3 PembahasanKromatografi Lapis Tipis ( KLT ) adalah metode pemisahan campuran zat secara fisiko kimia berdasarkan sifat kepolaran masing masing komponen dalam campuran tersebut. Kromatografi Lapis Tipis dapat digunakan untuk memisahkan senyawa senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida - lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan metode kromatografi kertas. Pada kromatografi Lapis Tipis menggunakan sebuah kertas lapis tipis alumunium seperti sebuah lempeng logam atau plastik yang keras sebagai fase pendukung yang digunakan untuk media atau perantara fase diam. Sedangkan pelarut yang dipilih disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Data yang diperoleh dari Kromatografi Lapis Tipis ini adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa.Pada bahan adsorben sebagai fase diam digunakan sillica gel dengan mekanisme sorpsi adalah pada partikel sillica gel mengandung gugus hidroksil pada permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen. Adsorben yang dilapiskan pada lempeng alumunium yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi pereaksi yang lebih reaktif. Mula mula bejana kromatografi harus dijenuhkan terlebih dahulu dengan satu jenis eluen. Eluen dapat berupa pelarut tunggal ataupun campuran pelarut dan pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Untuk membuat eluen yang berfungsi sebagai fase gerak digunakan pelarut n-heksana-kloroform-butanol dengan perbandingan 1:1:1 yang kemudian didiamkan selama 30 menit dengan tujuan agar eluen menguap sehingga uap dari fase gerak yang telah dijenuhkan tersebut dapat terjadi interaksi antara adsorbent dengan eluen yang sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen dan melewati garis awal eluen. Oleh sebab itu pemisahan komponen zat sampel secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluen. Polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti butanol ke dalam pelarut non polar seperti n-heksan dan kloroform akan meningkatkan harga Rf secara signifikan. Penotolan zat sampel no. 4 dilakukan pada garis awal sebanyak 3 kali menggunakan pipa kapiler yang berbeda dengan tujuan agar bercak penotolan kurang dari 3 mm. Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel. Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Proses elusi dilakukan sampai eluen membasahi seluruh permukaan fase diam menuju garis akhir eluen diperjelas dengan menggunakan pencil yang kemudian diperjelas kembali dengan pendeteksian bercak. Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan dengan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Pendeteksian bercak dengan cara-cara kimiawi yaitu dengan cara menyemprot lempeng KLT dengan reagen p-DAB HCl yang akan bereaksi secara kimia dengan solute yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kemudian dihitung nilai Rf dari setiap bercak yang timbul dari zat pemanding dan sampel. Berdasarkan hasil dari analisa kelompok kami setelah perhitungan nilai Rf sampel yang diuji adalah sulfametoksazol karena sifatnya yang non polar dibandingkan sulfadiazin dan sulfadimidin. Menurut literatur ( Farmakope Indonesia IV ) kelarutan sulfametoksazol yaitu praktis tidak larut dalam air namun larut dalam etanol, dimana butanol yang digunakan sebagai eluen merupakan turunan alkohol yang memiliki gugus OH dimana gugus ini berikatan ( ikatan hidrogen ) dengan sillica gel.