Pembahasan Kadar Karbohidrat_Yuanita_057.docx
Click here to load reader
-
Upload
isanugraha1 -
Category
Documents
-
view
151 -
download
4
Transcript of Pembahasan Kadar Karbohidrat_Yuanita_057.docx
Nama : Yuanita RahmahNPM : 240210100057Kelompok 1B TIP 2010
VI. PEMBAHASAN
5.1 Penentuan Kadar Gula Reduksi dan Gula Total Metode Luff Schoorl
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi
dan merupakan oligosakarida, polimer dengan derajat polimerisasi 2-10 dan
biasanya bersifat larut dalam air yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan
fruktosa. Gula memberikan flavor dan warna melalui reaksi browning secara non
enzimatis pada berbagai jenis makanan. Gula paling banyak diperdagangkan
dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi
manis dan keadaan makanan atau minuman, didalam industri pangan, sukrosa
diperoleh dari bit atau tebu (Winarno, 1997).
Berbagai cara analisa dapat dilakukan terhadap karbohidrat untuk
memenuhi berbagai keperluan. Pada praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar
gula reduksi dan gula total dengan metode Luff Schoorl. Pada penentuan gula cara
Luff Schoorl yang ditentukan bukan kuprooksida yang mengendap melainkan
dengan menentukan kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula
reduksi (reaski blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi
(titrasi sampel). (Sudarmadji,S. 1989) Sebelum dilakukan penentuan kadar gula,
diperlukan preparasi sampel, yaitu pembebasan bahan yang akan diuji dari
komponen zat pencampur dan dilakukan penjernihan terhadap larutan yang akan
dianalsis.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Penentuan Kadar Gula Reduksi Metode Luff Schoorl
Sampel Kel.Berat
Sampel(gram)
Volume penitrat
(ml)a b
Kadar Gula
Pereduksi
Rata-rata
Tepung Jagung
1 1,0005 24,4 1,6 3,84 7,67%8,88%
6 1,0408 23,8 2,2 5,28 10,15%
Tepung Beras
2 1,0082 23,3 2,7 6,48 12,9%14,45%
7 1,0120 22,6 3,4 8,2 16,2%Tepung Singkon
g
3 1,0078 23,9 2,1 4,8 9,5%10,66%
8 1,0152 23,5 2,5 6 11,8%
Ubi4 1,0081 24,25 1,75 4,2 8,33%
9,48%9 1,0368 23,7 2,3 5,52 10,65%
Talas 5 1,0531 23,85 2,15 5,16 10,25% 9,69%
Nama : Yuanita RahmahNPM : 240210100057Kelompok 1B TIP 2010
10 1,0531 24 2 4,8 9,13%Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012
Tabel 2. Hasil Pengamatan Penentuan Kadar Gula Total Metode Luff Schoorl
Sampel Kel.Berat
Sampel(gram)
Volume penitrat
(ml)a b
Kadar Gula
Pereduksi
Rata-rata
Tepung Jagung
1 1,0005 23,8 2,2 5,28 52,77%49,44%
6 1,0408 24 2 4,8 46,12%
Tepung Beras
2 1,0082 23,9 2,1 5,04 50,09%49,95%
7 1,0120 23,9 2,1 5,04 49,8%Tepung Singkon
g
3 1,0078 24,4 1,6 3,84 38,1%53,325%
8 1,0152 23,1 2,9 6,96 68,55%
Ubi4 1,0081 24,7 1,3 3.12 30,95%
38,58%9 1,0368 24 2 4,8 46,21%
Talas5 1,0531 23,8 2,2 5,28 52,77%
49,16%10 1,0531 24 2 4,8 45,55%
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012
Sampel yang akan dihitung kadar gulanya pada praktikum kali ini adalah
tepung jagung, tepung beras, singkong, ubi, dan talas. Sampel dihaluskan untuk
ubi dan talas serta masing-masing sampel yang digunakan sebanyak 2,5 gram.
Setelah bahan dibebaskan dari zat pencampur kemudian bahan dilarutkan dalam
akuades. Karbohidrat yang larut dalam air dapat ditentukan setelah dilakukan
penjernihan. Penjernihan ekstrak didasarkan pada prinsip bahwa logam-logam
berat dapat mengendapkan koloid yang ada di dalam ekstrak atau zat kimia
tertentu dapat menghilangkan/mengendapkan koloid, zat warna atau zat warna
lain.
Zat penjernih yang digunakan harus memiliki sifat-sifat yang
menguntungkan yaitu antara lain dapat mengendapkan zat bukan gula tanpa
mengabsorbsi atau memodifikasi zat gula, dalam keadaan berlebih tidak
mengganggu ketepatan analisa dan hasil pegendapan harus mudah dipisahan dari
larutannya. Pada praktikum kali ini digunakan Pb Asetat 5% sebagai bahan
penjernih karena Pb Asetat merupakan salah satu bahan yang cukup efektif untuk
mengendapkan asam amino dan asam organik pada umumnya. Akan tetapi jumlah
timbal yang terlalu banyak juga menyebabkan hasil akhir yang kurang baik
Nama : Yuanita RahmahNPM : 240210100057Kelompok 1B TIP 2010
sehingga diperlukan penghilangan kelebihan timbale yang bertindak sebagai
buffer, pada praktikum ini digunakan Natrium Phospat 5%. Setelah sampel
ditambahkan dua jenis zat tersebut, maka dilakukan penyaringan larutan, apabila
yang akan diuji adalah monosakarida dan disakarida maka yang diambil adalah
larutan yang telah disaring namun apabila polisakarida yang akan diuji maka
endapan pada kertas saring yang digunakan, karena akan dilakukan penentuan
kadar gula reduksi dan total maka digunakan larutan hasil saringan dan dilakukan
evaporasi sampai volume akhir menjadi setengah volume awal dengan tujuan
untuk menghilangkan destruksi senyawa gula. Larutan yang telah didinginkan ini
menjadi sampel larutan A yang digunakan sebagai bahan pembuatan larutan B
yang akan diuji kadar gula totalnya.
Larutan B dibuat karena yang kita inginkan tidak hanya pengujian kadar
gula reduksi saja melainkan pengujian kadar gula total. Larutan B dibuat dengan
memipet larutan A sebanyak 50 ml serta menambahkan 5 tetes indikator metil
orange dan 20 ml HCl 4N dengan tujuan untuk menginversi gula dan dipanaskan
selama 30 menit. Inversi sukrosa menghasilkan gula invert atau gula reduksi
(glukosa dan fruktosa). Gula invert akan mengkatalisis proses inversi sehingga
kehilangan gula akan berjalan dengan cepat. Laju inersi sukrosa akan semakin
besar pada kondisi pH rendah dan temperatur tinggi dan berkurang pada pH tinggi
(pH 7) dan temperatur rendah. Laju inversi yang paling cepat adalah pada kondisi
pH asam (pH 5). Larutan hasil inversi ini dapat digunakan setelah dipanaskan dan
dinetralkan kembali menggunakan NaOH 4N 60% yang dilakukan secara bertahap
tetes demi tetes sampai terjadi perubahan warna dari merah menjadi orange.
Setelah didapatkan larutan B maka dilakukanlah penentuan kadar gula
total dengan metode Luff Schoorl. Sebelumnya dilakukan pemisahan suatu
senyawa dari campurannya atau salah satu alat yang dapat digunakan untuk
reaksi-reaksi yang berlangsung pada suhu tinggi adalah seperangkat alat refluks.
Alat ini digunakan untuk menguapkan senyawa folatil yang tersisa tanpa
mengurangi volume sebuah larutan karena prinsip kerjanya adalah sikus yang
akan mengubah uap menjadi zat cair kembali.
Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat dengan cara ini mula-
mula kuprioksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam K-
Nama : Yuanita RahmahNPM : 240210100057Kelompok 1B TIP 2010
iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida.
Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi dengan menggunakan Na-tiosulfat.
Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum.
Setelah diketahui selisih nilai blanko dan titrasi sampel kemudian dikonsultasikan
dengan tabel yang sudah ada yang menghubungkan antara banyaknya Na-tiosulfat
dengan banyaknya gula reduksi yang ada dalam larutan. Terjadi perubahan warna
dari kuning jerami menjadi putih susu. Reaksi yang terjadi dalam penentuan gula
cara Luff Schrool dapat dituliskan sebagai berikut :
R-COH + CuO Cu2O + R-COOH
H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2 KI Cu I2 + K2SO4
Cu2+ + 4I- Cu2I2 + I2
I2 + Na2S203 Na2S4O6 + NaI
I2 + amilum : biru
Blanko yang dilakukan didapatkan hasilnya adalah 26 ml, sehingga hasil
hasil titrasi dengan Na2S2O3 0,1N mendapat hasil yang tepat bila volume tritrasi
tidak melebihi dari 26 ml. Perubahan warna tidak selalu putih, hal ini dikarena
perubahan warna tergantung terhadap sampel. Penganalisaan masing-masing
reaksi setengah akan menjadikan keseluruhan proses kimia lebih jelas. Karena
tidak terdapat perbuahan total muatan selama reaksi redoks, jumlah elektron yang
berlebihan pada reaksi oksidasi haruslah sama dengan jumlah yang dikonsumsi
pada reaksi reduksi.
Perhitungan : (V blanko−V sampel )× NNa 2 SO 3
0,1=a nilai a diketahui tabel luff schoorl
Kadar gula= b × fpW sampel (mg)
×100%
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai kadar gula reduksi
tertinggi terdapat pada tepung beras yaitu sebesar 14,55%, dilanjutkan kadar gula
reduksi singkong, talas, ubi, dan tepung jagung dengan nilai berturut-turut
10,60%, 9,69%, 9,48%, dan 8,88 %. Hasil kadar gula total tertinggi terdapat pada
singkong yaitu sebesar 53,32%, dilanjutkan kadar gula total tepung beras, tepung
jagung, talas, dan ubi dengan nilai berturut-turut 49,95%, 49,11%, 49,16%, dan
38,58%. Berdasarkan hasil pengamatan ini dapat disimpulkan singkong dan
Nama : Yuanita RahmahNPM : 240210100057Kelompok 1B TIP 2010
tepung beras memiliki kadar gula baik total maupun reduksi lebih besar
dibandingkan sampel yang lain.
5.2. Penentuan Kadar Pati
Pati disusun oleh amilosa dan amolopektin. Amilosa merupakan
polisakarida yang linear sedangkan amilopektin adalah polisakarida yang
bercabang. Tiap jenis pati tertentu disusun oleh kedua fraksi tersebut dalam
perbandingan yang berbeda-beda. Pada pati jenis yang rekat (addesif) amilosa
dalam pati berkisar 20-30%. Pemisahan antara fraksi amilosa dan amilopektin
dapat menggunakana elektrodialisa atau dengan n-butanol atau thymol.
Amilopektin larut dalam n-butanol sedangkan amilosa tidak larut. Amilosa
memberikan warna biru dengan larutan iodin dan amilopektin memberikan warna
violet (sudarmadji,S. 1989).
Peranan perbandingan amilosa dan amilopektin terlihat pada serealia,
contohnya pada beras. Semakin kecil kandungan amilosanya maka semakin lekat
pula nasi tersebut. Beras ketan praktis tidak ada amilosanya (1-2%). Beras yang
mengandung amilosa lebih besar dari 2 % disebut beras biasa atau beras bukan
ketan.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Penentuan Kadar Pati Metode Luff Schoorl
SampelKel
.
Berat Sampel(gram)
Volume penitra
t(ml)
a bKadar Gula
Pereduksi
Kadar Pati
Rata-rata
Biskuit1-2 1,0026 13,1 10,9 27,34 27,69% 24,5421%
26,56%6-7 1,0389 11 13 33 31,76% 28,584%
Crakers 3-4 1,0179 5,5 18,5 48,55 47,69% 42,92%
42,376%8-9 1,0008 6,2 17,8 46,52 46,48% 41,832%
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012
Praktikum kali ini akan menentukan kadar pati yang terdapat biskuit dan
crakers sebanyak 1 gram. Sampel ditambahkan 100 ml akuades yang kemudian
didiamkan selama 1 jam sambil diaduk. Selanjutnya larutan disaring dan dicuci
menggunakan akuades sebanyak 250 ml. Pindahkan residu dan ditambah 200 ml
HCL 2,5% dengan tujuan untuk menghidrolisa pati sehingga diperoleh gula
reduksi.
Nama : Yuanita RahmahNPM : 240210100057Kelompok 1B TIP 2010
Setelah diperoleh gula reduksi kemudian dilakukan penentuan gula
reduksi dengan metode luff schoorl. Kemudian dilakukan refluks selama 1 jam
dengan tujuan menghidrolisa pati tanpa mengurangi volume larutan yang
direfluks. Larutan direfluks kemudian didinginkan dan dipindahkan ke dalam labu
ukur yang ditambahkan 3 tetes indikator PP 1% dan dinetralkan dengan NaOH
sampai berwarna merah muda berbayang, namun hasil yang didapat pada pada
paraktikum ini larutan berubah warna menjadi merah muda yang terlalu pekat.
Terakhir yang dilakukan adalah seperti penentuan kadar gula total dan dilakukan
titrasi. Setelah mengetahui jumlah gula reduksi hasil hidrolisa pati tersebut maka
dapat dihitung jumlah pati yaitu dengan mengalikan dengan suatu faktor konversi
sebesar 0,9, faktor konversi ini diperoleh dari perbandingan berat molekul pati
dengan jumlah berat molekul gula reduksi yang dihasilkan.
Perhitungan : (V blanko−V sampel )× NNa 2 SO 3
0,1=a nilai a diketahui tabel luff schoorl
Kadar gula= b × fpW sampel (mg)
×100%
Kadar Pati = Kadar Gula Total × 0,9
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan kadar pati untuk sampel
biskuit yang dilakukan secara duplo oleh dua kelompok berturut 24,5421% dan
28,584%, sehingga kadar pati rata-rata yang diperoleh untuk sampel biskuit
adalah 26,56%. Nilai kadar pati untuk sampel cracker yang dilakukan secara
duplo berturut adalah 42,92% dan 41,832%, sehingga kadar pati rata-rata sampel
crakers adalah 42,376%. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa
crakers memiliki kadar pati yang paling tinggi dibandingkan dengan biskuit.
Kadar pati rata-rata paling tinggi adalah sampel crakers yaitu 42,376%, sedangkan
kadar pati biskuit rata-rata adalah 26,56%. Hal ini dikarenakan komposisi crakers
terdiri dari tepung beras dan tepung terigu yang proses pengolahannya tidak
megalami reduksi berkali-kali sehingga pati belum banyak terhidrolisa.
Sedangkan sampel biskuit terdiri dari komponen tepung jagung sebanyak 36
gram, tepung pisang sebanyak 4 gram, dan tepung kacang merah sebanyak 30
gram.
5.3 Penentuan Kadar Serat Kasar
Nama : Yuanita RahmahNPM : 240210100057Kelompok 1B TIP 2010
Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah
diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih dan terdiri dari selulosa dengan
sedikit lignin dan pentosan. Serat dalam hal ini adalah suatu senyawa yang tidak
dapat dicerna dalam dalam organ pencernaan tubuh manusia. Kandungan serat
dalam makanan juga dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses
pengolahan misalnya proses penggilingan dan pemisahan antara kulit dan
kotiledon. Selain itu serat dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan dan
effisiensi suatu proses makanan tersebut. Di dalam analisa penentuan serat kasar
diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer dengan
kondisi tertentu. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa adalah defatting
dengan tujuan menghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel
menggunakan pelarut lemak dan digestion yang terdiri dua tahapan yaitu
pelarutan dengan asam dan pelarutan dengan basa (Sudarmadji, S. 1989). Sampel
yang digunakan dalam pengujian serat kasar kali ini adalah kangkung, bayam,
daun singkong, caisim, dan padi.
Hal yang pertama dilakukan adalah menimbang sampel halus sebanyak 1
gram untuk dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilakukan proses digestion
pertama dengan menambahkan asam sulfat 0,255 N sebanyak 100 ml dan
direfluks selama 30 menit. Penyaringan dengan cuci endapan menggunakan
akuades panas sampai air cucian tidak bersifat asam lakukan pengujian dengan
kertas lakmus dengan terlebih dahulu kertas lakmus kontrol celupkan dalam
akuades. Penyaringan harus segera dilakukan setelah digestion selesai karena
penundaan penyaringan akan mengakibatkan lebih rendahnya hasil analisa karena
terjadi perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai. Selanjutnya
dilakukan digestion tahap kedua, yaitu menambahkan 200 ml NaOH 0,313N dan
direfluks selama 30 menit. Sama seperti penggunaan asam, yaitu untuk
menghidrolisis serat makanan yang terkandung dalam sampel dengan
menggunakan basa. Nilai serat kasar lebih rendah daripada serat makanan karena
H2SO4 dan NaOH mempunyai mempunyai kemampuan lebih besar untuk
menghidrolisis komponen serat makanan dibandingkan dengan enzim pencernaan.
Serat makanan berkisar antara 2-3 kali serat kasar. Setelah kedua tahap digestion
selesai, dilakukan penyaringan dengan kertas saring yang sudah diketahui
Nama : Yuanita RahmahNPM : 240210100057Kelompok 1B TIP 2010
beratnya. Cuci dengan 15 ml K2SO4 10% dan 50 ml akuades panas serta 15 ml
alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 105oC
selama 1-2 jam dan didinginkan di dalam desikator selama 15 menit. Kertas saring
dapat ditimbang dan dihitung kadar serat kasar bahan pangan yang diujikan
sampai berat konstan. Residu yang diperoleh dalam pelarutan menggunakan asam
dan basa merupakan serat kasar yang mengandung ± 97% selulosa dan lignin, dan
sisanya adalah senyawa lain yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Penentuan Kadar Serat Kasar
Sampel Kel.
Berat Sampel(gram)
W1
Berat Kertas Saring(gram)
W2
Berat Kertas Saring+Sampel
Setelah di Oven
(gram)W3
% Serat Kasar
Rata-rata
Kangkung1 1,0059 0,8427 0,8981 5,51%
4,57%6 1,0682 0,85 0,8889 3,64%
Bayam2 1,0215 0,8062 0,9161 10,76%
7,715%7 1,0058 0,8338 0,8808 4,67%
Daun Singkong
3 1,0098 0,8478 0,9152 6,67%5,685%
8 1,0910 0,8511 0,9024 4,70%
Caisim4 1,0342 0,8496 0,8806 2,99%
3,62%9 1,0116 0,8474 0,8904 4,25%
Padi5 1,0105 0,8479 0,9949 14,5%
13,295%10 1,0026 0,8371 0,9578 12,03%
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012 Perhitungan
Berat residu = berat serat kasar
% kadar serat=W 3−W 2
W 1
× 100 %
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan secara duplo didapatkan
hasil kadar serat kasar untuk sampel kangkung secara berurutan adalah 5,51% dan
3,64%, sehingga serat kasar rata-rata untuk sampel kangkung adalah 4,575%.
Kadar serat kasar yang didapat pada sampel bayam secara berurutan adalah 10,7%
dan 4,67% sehingga serat kasar rata-rata untuk sampel bayam adalah 7,715%.
Hasil kadar serat sampel bayam didapati dari sampel yang selisih melebihi
setengahnya. Kadar serat kasar yang didapat pada sampel daun singkong secara
Nama : Yuanita RahmahNPM : 240210100057Kelompok 1B TIP 2010
berurutan adalah 6,67% dan 4,7%, sehingga serat kasar rata-rata untuk sampel
daun singkong adalah 5,675%. Kadar serat kasar yang didapat dari sampel caisim
secara berurutan adalah 2,99% dan 4,25%, sehingga kadar serat kasar rata-rata
untuk sampel caisim adalah 3,625%. Kadar serat kasar yang didapat dari sampel
padi secara berurutan adalah 14,5% dan 12,03%, sehingga kadar serat kasar rata-
rata untuk sampel padi adalah 13,295%. Kadar serat kasar rata-rata dari yang
paling tinggi ke paling rendah adalah padi yaitu sebesar 13,295%, dilanjutkan
kadar serat rata-rata bayam yaitu 7.715%, lalu daun singkong yaitu 5,675%,
kangkung sebesar 4,575%, dan yang paling sedikit serat kasar rata-rata adalah
caisim sebesar 3,625%. Kadar serat kasar padi memiliki kadar serat kasar paling
tinggi dikarenakan dedak yang masih mengandung serat yang tinggi.
Nama : Yuanita RahmahNPM : 240210100057Kelompok 1B TIP 2010
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa
simpulan diantaranya adalah
Luff Schrool, yang ditentukan bukann kuprooksida yang mengendap tetapi
dengan menentukan kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan
gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sample gula
reduksi (titrasi sampel).
Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat dengan kuproksida yang
ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam K-iodida. Banyaknya
iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida.
Sampel yang digunakan untuk penentuan kadar gula reduksi dan total
adalah tepung beras, tepung jagung, singkong, ubi, dan talas.
Kadar gula total tertinggi terdapat pada singkong yaitu sebesar 53,32%,
dilanjutkan kadar gula total tepung beras, tepung jagung, talas, dan ubi
dengan nilai berturut-turut 49,95%, 49,11%, 49,16%, dan 38,58%.
Pati disusun oleh amilosa dan amolopektin.
Sampel yang digunakan dalam penentuan kadar pati adalah biskuit dan
crakers.
Kadar pati rata-rata paling tinggi adalah sampel crakers yaitu 42,376%,
sedangkan kadar pati biskuit rata-rata adalah 26,56%.
Serat merupakan senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan
manusia.
Serat kasar mengandung senyawa selulosa, hemi selulosa, pektin, dan non
karbohidrat.
Sampel untuk penentuan kadar serat kasar diantaranya adalah kangkung,
bayam, daun singkong, caisim, dan padi.
Nama : Yuanita RahmahNPM : 240210100057Kelompok 1B TIP 2010
Kadar serat kasar rata-rata dari yang paling tinggi adalah padi yaitu sebesar
13,295%.
Kadar serat kasar rata-rata paling sedikit serat kasar adalah caisim sebesar
3,625%.
Kadar serat kasar semakin tinggi apabila kandungan karbohidratnya juga
semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, Anton., dkk 1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Sudarmaji,S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1979. Kimia pangan dan gizi. Penerbit PT. Gramedia,. Jakarta.