Pembahasan ekstraksi
Transcript of Pembahasan ekstraksi
Pembahasan
Pada Praktikum dilakukan ektraksi bahan pengemas untuk mengathui sifat kimia
dari plastik. Plastik dikenal luas sebagai bahan pembungkus makanan yang fleksibel,
praktis dan murah, oleh sebab itu hampir semua jenis bahan pangan dapat dikemas
dengan plastik. Hanya saja plastik terdiri dari banyak macam yang memiliki sifat-sifat
yang berbeda, oleh karena itu plastikpun harus disesuaikan sifatnya dengan bahan yang
dikemas, agar aman (tidak menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan).
Untuk lebih jelasnya definisi dari plastik sendiri terdiri dari polimer; yaitu rantai-
panjang atom mengikat satu sama lain. Rantai ini membentuk banyak unit molekul
berulang, atau "monomer". Plastik yang umum terdiri dari polimer karbon saja atau
dengan oksigen, nitrogen, chlorine atau belerang di tulang belakang. (beberapa minat
komersial juga berdasar silikon). Tulang-belakang adalah bagian dari rantai di jalur utama
yang menghubungkan unit monomer menjadi kesatuan. Untuk mengeset properti plastik
grup molekuler berlainan "bergantung" dari tulang-belakang (biasanya "digantung"
sebagai bagian dari monomer sebelum menyambungkan monomer bersama untuk
membentuk rantai polimer.
Selain beberapa keunggulan yang telah disebutkan di atas, banyak produsen
mengemas produknya dengan plasik dikarenakan sifat plastik yang kuat tetapi ringan,
tidak berkarat, bersifat termoplastis (bisa direkat menggunakan panas), dapat diberi label
atau cetakan dengan berbagai kreasi, dan mudah diubah bentuknya, dan yang terpenting
dapat digunakan dalam bentuk tunggal komposit atau multilapis dengan hampir semua
jenis bahan lain seperti kertas, plastik sendiri, karton, dsb yang biasa disebut laminasi.
Dapat dilihat ada dua sifat plastik yaitu termoplastis dan termoset. Plastik thermoplast
adalah plastik yang dapat dicetak berulang-ulang dengan adanya panas, sedangkan plastik
thermoset adalah plastik yang apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak dapat
dicetak kembali karena bangun polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi.
Pada praktikum sampel yang digunakan adalalah Plastik jenis Poliprophylen 0,1
dan 0,3; Low dan High Density Poliethylene; serta Polivinyl Chlorida. Semua jenis
plastik yang diujikan sangat umum untuk mengemas bahan pangan di sekeliling kita.
Semua plastik yang diuji ternyata merupakan plastik bersifat Thermoplast. Telah
disinggung sebelumnya, sifat kimia dari plastik sangat penting. Plastik disebutkan
merupakan polimer yang dapat masuk dalam tubuh manusia karena bersifat tidak larut,
sehingga bila terjadi akumulasi dalam tubuh akan menyebabkan kanker karena
merupakan bahan kimia yang tidak larut air di dalam tubuh sehingga tidak dapat keluar
dari tubuh. Bila makanan dibungkus dengan plastik, monomer-monomer ini dapat
berpindah ke dalam makanan, dan selanjutnya berpindah ke tubuh orang yang
mengkonsumsinya. Hal ini dapat terjadi jika sifat kimia produk dan plastik tidak cocok
karena migrasi (perpindahan) monomer tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi
berbeda-beda, umumnya adalah suhu. Suhu tinggi dapat terjadi pada makanan yang
dikemas panas atau penyimpanan dan proses pengolahannya. Demikian juga dengan
lamanya makanan tersebut disimpan. Karena, semakin lama waktu kontak antara
makanan tersebut dan kemasan plastik, jumlah monomer yang bermigrasi dapat makin
tinggi jumlahnya.
Pada praktikum sampel yang diujikan akan direndam dalam beberapa larutan
yaitu larutan sabun 1%, Asam Sitrat, NaOH, H2O2, dan minyak goreng. Pelarut yang
digunakan memiliki sifat berbeda-beda yang mungkin dimiliki oleh berbagai jenis
makanan yang biasa dikemas. Seperti misalnya bahan pangan yang bersifat asam, basa
dan sebagainya. Asam sitrat mewakili sifat asam, NaOH mewakili sifat basa, Sabun yang
biasa sebagai pelarut organik, H2O2 yang bersifat oksidator dan minyak goreng yang
sangat sering berada pada bahan pangan yang mewakili sifat berminyak. Kemasan plastik
digunting berukuran 1 X 6 cm, agar muat ke dalam tabung reaksi dan penimbangan lebih
mudah. Setelah ditimbang, plasik dimasukkan dalam tabung reaksi yang telah diberi
macam-macam pelarut yang telah disebutkan di atas. Setelah itu didiamkan selama 24
jam agar plastik bereaksi dengan pelarut dan mengamatinya akan lebih mudah. Setelah
24 jam plastik tersebut diangkat, dicuci dengan air, dikeringkan dan yang terakhir plastik
tersebut ditimbang kembali tetapi untuk yang menggunakan pelarut minyak goreng
plastik tersebut dibersihkan dengan kertas dan dicelupkan dalam alkohol karena minyak
tidak akan larut dalam air.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa terjadi perubahan dalam berat sampel
setelah dilakukan perendaman. Sebagian besar beratnya bertambah dan ada beberapa
sampel yang beratnya berkurang. Perubahan berat ini terjadi karena adanya reaksi antara
sampel dan larutan. Jika beratnya bertambah artinya plastik menyerap larutan, namun jika
beratnya berkurang artinya plastik terserap oleh larutan. Ternyata ada beberapa plastik
yang tidak mengalami perubahan, dapat dikatakan artinya plastik tidak bereaksi dengan
pelarut tersebut.
Pada plastik PP 0,1 hampir terjadi penambahan berat pada semua larutan,
terutama pada larutan minyak goreng. Hal ini berarti plastik PP 0,1 cocok untuk
mengemas makanan berminyak karena plastik tersebut menyerap minyak (bukan larut).
Lain halnya pada larutan H2O2, tidak terjadi penambahan berat yang berarti plastik ini
cocok untuk mengemas bahan pangan yang bersifat oksidator seperti misalnya pada BTM
pematang tepung, atau justru melindungi produk dari senyawa yang dapat mengoksidasi
bahan pangan yang dikemas agar tidak terdestruksi. Pada plastik PP 0,3 dapat dilihat dari
hasil pengemasan bahwa pada larutan sabun, H2O2, dan Minyak goreng terjadi
penambahan berat sehingga dapat dikatakan plastik ini cocok untuk mengemas bahan
tersebut, namun pada larutan NaOH dan Asam Sitrat terjadi penurunan berat yang artinya
plastik larut pada kedua larutan tersebut. Ini berarti plastik jenis PP 0,3 tidak cocok untuk
mengemas bahan pangan yang bersifat asam dan basa.
Hal yang membedakan antara PP 0,1 dan 0,3 hanyalah ketebalannya saja. Plastik
PP 0,3 mempunyai permeabilitas lebih rendah dari PP 0,1 karena semakin tebal plastik
maka kemungkinan permeabilitas rendah akan semakin besar. Mungkin dengan
rendahnya permeabilitas plastik PP 0,3 tidak tahan terhadap asam dan basa. Perubahan
berat pada PP 0,3 rata-rata lebih kecil jika dibandingkan dengan PP 0,1, ini artinya PP 0,1
lebih tahan dengan perlakuan kimia dibanding PP 0,3. Dilihat dari deskripsinya pada
plastik PP ini hanya pada larutan sabun yang tidak terdapat gelembung. Mungkin adanya
gelembung adalah pertanda terjadi reaksi secara fisik namun belum tentu secara kimia.
Oleh sebab itu plastik PP ini sangat cocok melindungi bahan pangan dari sejenis larutan
sabun. Mungkin semakin banyak gelembung menandakan reaksi fisik tersebut lebih
mudah terjadi, namun uji ini agak sulit dilakukan karena mungkin gelembung yang
terbentuk mungkin bukan berasal dari reaksi yang ada antara plastik dan larutan tetapi
lebih pada adanya gas. Secara umum sifat dari plastik PP (Polypropylene) adalah aman
untuk mengemas makanan karena memiliki permeabilitas terhadap uap air yang rendah,
tahan terhadap lemak, tahan terhadap suhu tinggi, tahan terhadap bahan kimia,
mempunyai “impact strength” yang baik dan mempunyai permukaan yang mengkilap.
Beberapa sifat yang diujikan cocok dengan sifat dari PP itu sendiri.
Pada sampel plastik LDPE pada semua larutan terjadi kenaikan berat, terutama
pada minyak goreng dan tidak terdapat gelembung pada perubahan secara fisiknya. Hal
ini mungkin berarti plastik jenis LDPE baik untuk menahan reaksi kimia yang terajadi
karena plastik dapat menahan semua senyawa tersebut. Sifat LDPE secara umum adalah
kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah
60oC sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong
baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen. Percobaan dilakukan
dalam suhu ruang dan terbukti pada suhu di bawah 60 oC, plastik ini tahan perlakuan
kimia. Oleh sebab itu LDPE banyak digunakan untuk mengemas bahan pangan yang
suhunya tidak tinggi.
Sedangkan Plastik High Density Polyethylen (HDPE) mempunyai jumlah rantai
cabang yang lebih sedikit dibanding jenis LDPE. Dengan demikian, high density
memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi
sampai 120oC, dapat dibuat karung plastik dan BJ-nya 0,041- 0,965 g/cm3. Selain itu,
HDPE sering digunakan untuk kemas kaku (wadah) juga bermacam-macam tutup wadah.
Ikatan hidrogen antar molekul juga berperan dalam menentukan titik leleh plastik
(Harper, 1975). Pada hasil pengamatan terjadi penurunan berap pada larutan asam sitrat,
mungkin terjadi kesalahan saat menimbang atau membilas plastik sehingga beratnya
berkurang, seharusnya HDPE tahan perlakuan kimia, yang terbukti tidak terjadi
gelembung pada semua plastik kecuali pada NaOH yang itupun sedikit terjadi. Secara
umum sifat HDPE adalah lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi,
namun ternyata HDPE dianjurkan hanya untuk sekali pemakaian karena pelepasan
senyawa antimoni trioksida terus meningkat seiring dengan waktu.
Pada plastik terakhir yaitu PVC, terjadi peningkatan berat yang sangat sedikit
pada semua larutan, hanya pada NaOH saja tidak terjadi peningkatan berat dan adanya
gelembung hanya pada larutan NaOH yang itupun hanya pada bagian atas dan pada
minyak goreng. PVC mengalami sedikit perubahan berat jika dibandingkan semua
sampel plastik Poly Vinyl Chlorida (PVC) mengandung DEHA (di-2-etil-heksil-adipat)
yang dapat bereaksi dengan makanan yang dikemas dengan plastik berbahan PVC ini saat
bersentuhan langsung dengan makanan tersebut karena DEHA ini lumer pada suhu-15oC.
Oleh sebab itu penggunaan PVC ini dibatasi untuk penggunaan bahan pangan. Namun
karen praktikum dilakukan pada suhu ruang, sifat tersebut tidak terlalu tampak.
Jadi dari praktikum yang ada sifat kimia dan fisik sangat penting dalam
mengemas bahan pangan karena bermacam-macam reaksi dapat terjadi pada plastik
tegantung bahan pangan yang dikemas yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Oleh
sebab itu untuk mengemas makanan harus meneliti reaksi apa saja yang terjadi antara
plastik dan produk agar terhindar dari reaksi kimia yang dapat menimbulkan toksik
sehingga aman untuk digunakan.
Kesimpulan
- perubahan pada berat seperti penurunan atau kenaikkan berat yang terjadi dapat
menunjukkan tingkat kelarutan kemasan plastik terhadap berbagai senyawa kimia
atau dapat meresapnnya suatu larutan ke dalam suatu kemasan plastik
- semakin lama waktu kontak antara makanan tersebut dan kemasan plastik, jumlah
monomer yang bermigrasi dapat makin tinggi jumlahnya.
- plastik jenis PP 0,3 tidak cocok untuk mengemas bahan pangan yang bersifat
asam dan basa.
- PP 0,1 lebih tahan dengan perlakuan kimia dibanding PP 0,3
- LDPE banyak digunakan untuk mengemas bahan pangan yang suhunya tidak
tinggi.
- HDPE dianjurkan hanya untuk sekali pemakaian karena pelepasan senyawa
antimoni trioksida terus meningkat seiring dengan waktu
- PVC mengalami sedikit perubahan berat jika dibandingkan semua sampel plastik.
- sifat kimia dan fisik sangat penting dalam mengemas bahan pangan karena
bermacam-macam reaksi dapat terjadi pada plastik
Daftar Pustaka
Syarief Rizal, Sassya Santausa, S. Isyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan
Laboratorium rekayasa Proses Pangan Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi
Institut Pertanian Bogor.
Suyitno. 1990. Bahan-bahan Pengemas. PAU. UGM. Yogyakarta.
Herudiyanto, M. 2003. Pengemasan. Program Studi Teknologi Pangan Jurusan
Teknologi Industri Pertanian Faperta UNPAD.