Pembahasan Demam Tipoid

37
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini hanya didapatkan pada manusia. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. 1,2 Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000

Transcript of Pembahasan Demam Tipoid

Page 1: Pembahasan Demam Tipoid

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang

disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai

negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.

Penyakit ini hanya didapatkan pada manusia. Penyakit ini juga merupakan

masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan

erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air

dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang

masih rendah. 1,2

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit

ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum

klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003

memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia

dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.4 Di negara berkembang,

kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95%

merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25

kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini

tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan

358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/

tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang

terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus. 3

Page 2: Pembahasan Demam Tipoid

2

Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08 %

dari seluruh kematian di Indonesia. Namun, berdasarkan hasil Survei Kesehatan

Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995

demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi. 4

Beberapa faktor penyebab demam tifoid masih terus menjadi masalah

kesehatan penting di negara berkembang meliputi pula keterlambatan penegakan

diagnosis pasti. Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara

klinis dan melalui pemeriksaan laboratorium. Diagnosis demam tifoid secara

klinis seringkali tidak tepat karena tidak ditemukannya gejala klinis spesifik atau

didapatkan gejala yang sama pada beberapa penyakit lain pada anak, terutama

pada minggu pertama sakit. 3

Masalah lain dalam menegakkan diagnosis demam tifoid pada daerah-

daerah dimana tidak dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium bakteriologi

maupun serologi sehingga diagnosis praduga demam tifoid ditegakkan atas

dasar gejala dan tanda klinis yang ada. Mengingat hal ini maka ketajaman

pengenalan gejala serta tanda klinis sangat penting. Akan tetapi untuk

memastikan diagnosis dibutuhkan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan

bakteriologis dan serologis. 2

Berbagai metode diagnostik masih terus dikembangkan untuk mencari

cara yang cepat, mudah dilakukan dan murah biayanya dengan sensitivitas dan

spesifisitas yang tinggi. Hal ini penting untuk membantu usaha penatalaksanaan

penderita secara menyeluruh yang juga meliputi penegakan diagnosis sedini

mungkin dimana pemberian terapi yang sesuai secara dini akan dapat

menurunkan mortalitas dan morbiditas pasien. 3

Page 3: Pembahasan Demam Tipoid

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikrobiologi Salmonella Typhi

Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi,

s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang

lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cenderung untuk menjadi lebih

berat daripada bentuk infeksi salmonella yng lain. (5)

Gambar 2.1. Strukur Salmonella Typhi (5)

Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil,

tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan

glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak

meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob

dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent

terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C

(130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap

dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan

Page 4: Pembahasan Demam Tipoid

4

dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan

makanan kering, dan bahan tinja. (5)

Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH.

Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap

panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas. (5)

1. Antigen O

Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman.

Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap

pemanasan 100°C selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang encer. (6)

2. Antigen H

Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S.

typhi dan berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1

tunggal yang juga dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak

aktif pada pemanasan di atas suhu 60°C dan pada pemberian alkohol atau

asam. (6)

3. Antigen Vi

Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. Typhi (kapsul) yang melindungi

kuman dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila

dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60°C, dengan pemberian asam dan

fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui adanya karier. (6)

4. Outer Membrane Protein (OMP)

Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar

membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel

Page 5: Pembahasan Demam Tipoid

5

terhadap lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein

porin dan protein nonporin. Porin merupakan komponen utama OMP,

terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran

hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya

resisten terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85–100°C. Protein

nonporin terdiri atas protein OMP A, protein a dan lipoprotein, bersifat

sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum diketahui dengan

jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen OMP S typhi yang sangat

spesifik yaitu antigen protein 50 kDa/52 kDa. (6)

B. Patofisiologi Demam Tifoid

HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat

masuknya Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp

masuk bersama-sama cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi

daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya

hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung,

sehingga Salmonella spp lebih mudah masuk ke dalam usus penderita.

Salmonella spp kemudian memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di

dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk

menghasilkan lebih banyak Salmonella spp. (5)

Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya

mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita.

Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding empedu atau

secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu,

maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu

Page 6: Pembahasan Demam Tipoid

6

yang infektif terjadilah invasi ke dalam usus untuk kedua kalinya yang lebih

berat daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi

yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi

jelas. Demam tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh

infeksi menyeluruh dan toksemia yang dalam. Berbagai macam organ

mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang membentuk darah,

terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa dan

sumsum tulang. (5)

Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis

superfisial yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama

disebabkan oleh sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia

sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa yang nekrotik kemudian membentuk

kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas sehingga terbentuk ulkus yang

berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar

dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang

jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus

bahkan dapat mencapai membran serosa. (5)

Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk

ulkus, maka perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus.

Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan

penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam

tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai

dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam

tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi

Page 7: Pembahasan Demam Tipoid

7

menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan

usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada

serangan demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun

perforasi. (5)

Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih

tetap mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka

penderita merupakan urinary karier penyakit tersebut. (5)

Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan

melunak. Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi

endokaritis. Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis

serta meningitis kadang-kadang dapat terjadi pada demam tifoid. (5)

Page 8: Pembahasan Demam Tipoid

8Kuman masuk bersama

makanan & minuman yang terkontaminasi

Lolos dan masuk ke ususBila respon imunitas humukral mucosa (IgA)

Dimusnahkan dilambung oleh HCL

Berkembang Biak

Nembus sel, epitel terutama sel M

Menembus sampai lamina propira

Berkembang biak & difagosit oleh sel’fagosit terutama makrofag

Kuman hidup dan berkembang biak

Dibawah ke plaque peyeri ileum distal

Masuk ke sirkulasi darah

Tejadi bakterima I (asymptomatik)

Menyebar keseluruh organ Relikuloendotelial tubuh hati & splen

Diogran RE S.Typhi akan meninggalkan sel” fagosit

Berkembang biak di luas sel/ ruang sihusoit

Diorgan RE S.Typhi akan meninggalkan sel” fagosit

Berkembang biak di luar sel/atau ruang sinusoit

Masuk lagi ke sirkulasi daerah

Bakterima kedua tanda” dan gejala penyakit infeksi sistem karena

Makrofag yang telah teraktivasi & hiperaktif saat fagosit, terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi

Gejala reaksi inflamasi sistemik deman, malaise, mialgya, sakit kepala, sakit perut, instabilita, vascular,

ganggua mental & gangguan koagulasi

Masuk kekantung empedu

Berkembang biak

Ekskresi B’sama cairannya empedu secara intermitten kedalam lumen usus

Sirkulasi darah

Proses berulangSebagian menembus

lumrn usus

Sebagian dikeluarkan lewat feces

Menginduksi reaksi hipersensifitas tipe lembut, hiperplasi jaringan dan nekrosis organ

Didalam plaque peyere

Erosi pembuluh darah

Pendarahan cel cerna

Perforasi peritonitis nyeri tekan

Page 9: Pembahasan Demam Tipoid

9

C. Gejala Klinis Demam Tifoid Anak

Perbedaan antara demam tifoid pada anak dan dewasa adalah

mortalitas (kematian) demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan

dengan dewasa. Risiko terjadinya komplikasi fatal terutama dijumpai pada

anak besar dengan gejala klinis berat, yang menyerupai kasus dewasa. Demam

tifoid pada anak terbanyak terjadi pada umur 5 tahun atau lebih dan

mempunyai gejala klinis ringan ataupun tanpa gejala (asimptomatik) (7).

Masa inkubasi rata-rata bervariasi 7-20 hari. Inkubasi terpendek 3 hari

dan terlama 60 hari. Lamanya masa inkubasi berkorelasi dengan jumlah

kuman yang ditelan, keadaan umum atau status gizi serta status imunologis

pasien. Walaupun gejala demam tifoid ini bervariasi namun secara garis besar

dapat dikelompokan, antara lain (7) :

- Demam satu minggu atau lebih;

- Gangguan pencernaan; dan

- Gangguan kesadaran.

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai infeksi akut

pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,

dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang

meningkat. Setelah minggu kedua maka gejala dan tanda klinis makin jelas,

berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut

kembung, mungkin disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai

dengan yang berat (7,8).

Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti

orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise

Page 10: Pembahasan Demam Tipoid

10

pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39-41◦C) serta dapat juga

bersifat ireguler terutama pada bayi dan tifoid kongenital (7).

Lidah tifoid terjadi beberapa hari setelah panas meninggi dengan

tanda-tanda antara lain lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian

belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila

penyakit makin progresif akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih

prominem (7).

Gambar 2.3. Lidah Tifoid (7)

Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal

minggu kedua. Merupakan nodul kecil menonjol dengan diameter 2-4cm,

berwarna merah pucat, serta hilang pada penekanan. Rosola ini merupakan

emboli kuman dimana di dalamnya mengandug kuman salmonella dan

terutama didapatkan di daerah perut, dada, dan kadang-kadang daerah pantat

maupun bagian flexor lengan atas (8).

Limpa pada umumnya sering membesar dan sering ditemukan pada

akhir minggu pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena

malaria. Pembesaran limpa pada tifoid tidak progresif dengan kosistensi lebih

lunak (8).

Page 11: Pembahasan Demam Tipoid

11

Tofoid kongenital didapatkan dari ibu hamil yang menderita demam

tifoid dan menularkan pada janin melalui darah. Pada umumnya besifat fatal

namun pernah dilaporkan tifoid kongenital dapat hidup dengan gejala tidak

khas dan menyerupai sepsis neonatorum. Pada tipe kongenital kuman dapat

ditemukan dalam darah, hati, limpa, serta kelainan patologis pada usus tidak

didapatkan. Hal ini menjelaskan bahwa pada tifoid kongenital penularannya

lewat darah dan secara cepat menimbulkan gejala-gejala tifoid sepsis pada

janin. Demam tifoid pada anak usia < 2 tahun jarang dilaporkan, bila terjadi

biasanya gambaran klinisnya berbeda dengan anak yang lebih besar.

Kejadiannya sering mendadak disertai panas yang tinggi, muntah-muntah,

kejang, dan tanda-tanda perangsangan meningeal. Pada pemeriksaan darah

ditemukan leukositosis (20.000-25.000/mm3), limpa sering teraba pada

pemeriksaan fisik. Perjalanan fisiknya lebih pendek, lebih variasi, sering tidak

melebihi minggu, angka kematian yang tinggi ( 12,5%) (7).

Gsmbsr 2.2. Pasien Demam tifoid (

D. Penegakan Diagnosis Demam Tifoid Anak

Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis

yang diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Pemeriksaan

Page 12: Pembahasan Demam Tipoid

12

Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik,

imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan

untuk membantu menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau

perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit (8).

1. Hematologi

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit

perdarahan usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah

(leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.

Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif.

LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat

Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).

2. Urinalisis

Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)

Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi

penyulit.

3. Kimia Klinik

Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran

peradangan sampai hepatitis Akut.

4. Imunorologi

Tes Widal

Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya

antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi atau

paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular

dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis

Page 13: Pembahasan Demam Tipoid

13

seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera

diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu

antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin.

Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat

memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat

disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi,

reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi

anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil

negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah

mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1

minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit

imunologik lain.

Diagnosis Demam Tifoid atau Paratifoid dinyatakan bila titer O =

1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi

mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O

meningkat setelah akhir minggu 1. Melihat hal-hal di atas maka

permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam

beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan

besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak

sebelumnya.

Elisa Salmonella typhi atau paratyphi lgG dan lgM

Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang

dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk

mendeteksi Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test)

Page 14: Pembahasan Demam Tipoid

14

hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid atau

Paratyphoid dinyatakan apabila lgM positif menandakan infeksi akut dan

jika lgG positif menandakan pernah kontak atau pernah terinfeksi atau

reinfeksi atau daerah endemik.

5. Mikrobiologi

Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)

Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan

Demam Typhoid atau paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif

maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebalikanya

jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid atau Paratifoid, karena

hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu

antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak

segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam

spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan

darah masih dalam minggu pertama sakit, sudah mendapatkan terapi

antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi (5,6).

Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui

karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2 -

7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari).

Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah,

kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan urin dan tinja.

6. Biologi molekular

PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak

dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang

Page 15: Pembahasan Demam Tipoid

15

kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji

ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit

(sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen

yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta

jaringan biopsi (8).

E. Diagnosis Banding

1. Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan karena

plasmodium yag menyerang erotrosit yang ditandai dengan ditemukannya

bentuk aseksual dalam darah. Malaria mempunyai gambaran karateristik

demam periodik, anemia dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada

masing-masing plasmodium. Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum

terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, merasa dingin di

punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tidak

enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin.(9)

Gejala yang klasik adalah trias malaria. Secara berurutan periode

dingin (15-60 menit) : mulai menggigil. Penderita sering membungkus diri

dengan selimut dan pada saat menggigil seluruh badan bergetar dan gigi

saling terantuk, diikuti dengan kenaikan temperatur. Periode panas :

penderita muka merah, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi beberapa

jam, diikuti dengan keadaan berkeringat. Periode berkeringat : penderita

berkeringat dan temperatur mulai turun (9)

2. Dengue Fever

Page 16: Pembahasan Demam Tipoid

16

Dengue fever adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi

yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trobositopenia, dan diuresis

hemoragi.(9)

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari,

yang diikuti dengan fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien

sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan

jika mendapat pengobatan tidak adekuat (9)

F. Komplikasi Demam Tifoid Anak

Pada akhir minggu ke-2 sampai masuk minggu ke-3 merupakan masa

yang berbahaya. Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi

demam tifoid mulai dari yang ringan sampai berat bahkan kematian. Dengan

terapi yang tepat, banyak penderita yang sembuh dari demam tifoid. Namun

tanpa terapi yang tepat, beberapa penderita mungkin tidak selamat dari

komplikasi demam tifoid (8).

Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan

usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan perlu diwaspadai dari

demam tifoid yang muncul pada minggu ke-3. Sekitar 5 persen penderita

demam tifoid mengalami komplikasi ini (8).

Perdarahan usus umumnya ditandai keluhan nyeri perut, perut

membesar, nyeri pada perabaan, seringkali disertai dengan penurunan tekanan

darah dan terjadinya syok, diikuti dengan perdarahan saluran cerna sehingga

tampak darah kehitaman yang keluar bersama tinja. Perdarahan usus muncul

ketika ada luka di usus halus, sehingga membuat gejala seperti sakit perut,

Page 17: Pembahasan Demam Tipoid

17

mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput perut (peritonitis). Jika hal ini

terjadi, diperlukan perawatan medis yang segera (8).

Komplikasi lain yang lebih jarang, antara lain :

1. Anak dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan karena ada diare.

Sehingga dapat terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit.

2. Kejang Demam

3. Gangguan Kesadaran

4. Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).

5. Pneumonia.

6. Peradangan pankreas (pankreatitis).

7. Infeksi ginjal atau kandung kemih.

8. Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis).

9. Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.

G. Upaya Pencegahan Demam Tifoid Anak

Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum

dan khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan

higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat

menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan

pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang

masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi.

Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual

(keliling) minuman/makanan (9)

Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah

vaksin yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi.

Page 18: Pembahasan Demam Tipoid

18

Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan

secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan,

vaksin tifoid hanya direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke

tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan

penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium. (9)

Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan

kepada anak-anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan

proteksi, oleh karena itu haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu

sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja.

Dosis ulangan diperlukan setiap dua tahun untuk orang-orang yang memiliki

resiko terjangkit. (9)

Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada

anak-anak kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara

terpisah diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang-

kurangnya satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada

vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-

orang yang masih memiliki resiko terjangkit. (9)

Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau

harus menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi

(per injeksi) adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi

dosis vaksin sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan

dosis lainnya. Orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang

dilemahkan (per oral) adalah : orang yang mengalami reaksi berbahaya saat

diberi vaksin sebelumnya maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang

Page 19: Pembahasan Demam Tipoid

19

yang memiliki sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan

vaksin ini, mereka hanya boleh mendapatkan vaksin tifoid yang diinaktifasi,

diantara mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit lain yang

menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan

dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh semisal steroid

selama 2 minggu atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan

perawatan kanker dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak

boleh diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik.

Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan

problem serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang

menyebabkan bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem

serius dari kedua jenis vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang

diinaktivasi, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang

per 100), sakit kepada (sekitar 3 orang per 100) kemerahan atau

pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang per 100). Pada vaksin

tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah demam atau

sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak, mual, muntah-muntah atau

ruam-ruam (jarang terjadi). (9)

H. Managemen Penatalaksanaan Demam Tifoid

1. Pengobatan kausal

a. kloramfenikol/ tiamfenikol 100 mg/ kgBB/ hari dibagi 3-4 dosis

selama 10 hari

b. kotrimoksasol dengan dasar trimetropin 8-10 mg/kgBB/ hari aau

sulfameoksasol 40-50 mg/kgBB/hari selama 7 hari

Page 20: Pembahasan Demam Tipoid

20

c. amoksisilin 100mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis selama 14-21

hari

d. sefriakson 80 mg/kgBB/hari selama 7 hari

e. sefiksim 15-20 mg/kgBB/hari selama 10 hari

2. Memperbaiki keadaan umum : koreksi elektrolit atasi dehidrasi,

hipoglikemi

3. Pengobatan suportif : roboronsia

4. Pengobatan dietetik tergantung kondisi penderita bila perlu makanan

lunak/ cair mudah dicerna tinggi kalori dan protein

5. Tirah baring bila perlu isolasi penderita

6. Pada kasus berat deksametason 1-3 mg/kgBB/ hari dengan antibiotik yang

sesuai

7. Transfusi darah sesuai keperluan (4)

G. Upaya Rehabilitatif Pada Penderita Demam Tifoid Anak

1. Pisahkan anak penderita demam tifoid dari saudara-saudaranya untuk

menghindari penularan. Bahkan bila ibu menemani, tidak disarankan

untuk tidur bersama dengan anak yang sakit. Sebaiknya tempatkan anak

yang sakit di kamar tersendiri, tentunya dengan perhatian penuh dari

kedua orang tua untuk menghindari perasaan terisolir/kesepian pada anak

tersebut.

2. Upayakan klien dengan demam tifoid beristirahat total di tempat tidur

sampai demamnya turun. Demam bisa berlangsung selama dua minggu.

Setelah demam turun, teruskan istirahat sampai suhu normal kembali.

Jelaskan pada anak bahwa untuk mandi, buang air besar dan kecil harus

Page 21: Pembahasan Demam Tipoid

21

meminta pertolongan kepada ibu atau orang dewasa lainnya yang ada di

rumah.

3. Ingatkan kepada siapa saja yang membantu untuk selalu mencuci tangan

dengan desinfektan sebelum dan sesudah kontak dengan anak yang sakit.

4. Seperti halnya di rumah sakit, orang tua perlu mengukur suhu tubuh anak

dan mencatatnya. Catatan suhu tubuh ini sangat penting untuk

dikonsultasikan ke dokter dan bila ada peningkatan suhu tubuh yang

tinggi.

5. Biasanya dokter memberikan obat yang sudah diperhitungkan sampai suhu

tubuh turun. Jika obat hampir habis, sementara suhu tubuh makin tinggi,

konsultasikanlah ke pelayanan medis atau dokter karena mungkin

membutuhkan perawatan yang lebih intensif di rumah sakit.

6. Untuk membantu mempercepat penurunan suhu tubuh, upayakan agar

anak banyak minum air putih, dikompres dengan air hangat, dan jangan

menutupinya dengan selimut agar penguapan suhu lebih lancer.

7. Berikan makanan yang mengandung banyak cairan dan bergizi seperti sop

dan sari buah, juga makanan lunak, seperti bubur

8. Pembuangan feses dan urine harus dipastikan dibuang ke dalam WC dan

disiram dengan air sebanyak-banyaknya. WC dan sekitarnya pun harus

bersih agar tidak ada lalat yang akan membawa kuman ke mana-mana.

Bila anak menggunakan pot atau urinal untuk BAK dan BAB, jangan lupa

untuk merendamnya dengan cairan desinfektan setelah dipakai.

9. Rendam pakaian anak dengan desinfektan sebelum dicuci, dan jangan

mencampurnya dengan pakaian yang lain. (10)

Page 22: Pembahasan Demam Tipoid

22

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan

oleh Salmonella typhi

2. Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil,

tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul

3. Gejala dari Demam Tifoid anak dapat dikelompokkan menjadi demam

satu minggu atau lebih, gangguan pencernaan; dan gangguan kesadaran.

4. Pemeriksaan Laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis

demam tifoid anak meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia

klinik, imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular

5. Diagnosis Banding dari demam tifoid anak antara lain adalah dengue fever

dan malaria.

6. Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan usus

dan perforasi yang kemudian dapat menyebabkan kematian.

7. Upaya pencegahan pada demam tifoid anak dapat dilakukan dengan

menggunakan vaksin.

8. Penatalaksanaan demam tifoid dapat dilakukan dengan memberikan

antibiotik, terapi suportif, dietetik, tirah baring dan memperbaiki keadaan

umum pasien.

Page 23: Pembahasan Demam Tipoid

23

B. Saran

1. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang masih sering terjadi di

masyarakat, sehingga perlu perhatian khusus dari semua pihak untuk

bekerja sama menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit ini.

2. Dalam penyusunan referat ini masih banyak sekali kekurangan baik dalam

cara penulisan maupun isi tulisan sehingga perlu dilakukan telaah lebih lanjut

unutk kebaikan dalam penyusunan referat ini dan referat selanjutnya.

Page 24: Pembahasan Demam Tipoid

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Cleary TG. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Eds.

Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 16. Philadelphia : WB Saunders,

2000:842-8.

2. Rampengan T.H., Laurent I. R. Demam Tifoid. Dalam : Penyakit Infeksi

Tropik pada Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1993 : 53; 59.

3. Risky V. P., Ismoedijanto. Metode Diagnostik Demam Tifoid pada Anak.

Available at http://www.pediatrik.com/buletin/06224114418-f53zji.pdf.

Accessed at 8 September 2008.

4. Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus A., Marcellus S., Siti S. Demam Tifoid.

Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta :

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2006 : 1774.

5. Tirta Swarga. Demam Tifoid. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. 2008

6. Puspa Wardani, Prihartini, Probohusodo. Kemampuan Uji Tabung Widal

Menggunakan Antigen Import dan Antigen Lokal. Indonesian Journal of

Clinical and Medical Labolatory. 12. 1. 2005 : 31-7

7. Rampengan, T.H., Laurentz, I.R : Penyakit Infeksi Tropik Paada Anak. EGC.

1997: 53-72.

8. Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soedarmo SS, Garna H,

Hadinegoro SR, Eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit

Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI, 2002:367-75.

9. Harijanto. Malaria. Dalam : Aru W. Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam:

Jilid III Edisi IV. Jakarta : BP FKUI, 2006: 1754-5