pembahasan 4.docx
-
Upload
indri-hadiansyah -
Category
Documents
-
view
37 -
download
0
Transcript of pembahasan 4.docx
Nama : Indri Hadiansyah NPM : 240210100100
Kelompok : 18
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Blansing
Blansing adalah suatu proses termal yang diterapkan pada pengolahan pangan,
biasanya proses ini dilakukan sebelum pengalengan , pembekuan, atau pengeringan.
Blansing dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, dalam air mendidih, selama 1,5-12
menit, pada suhu 88º-99º C dan dalam stim pada tekanan 1 atm dengan suhu 100º C
(Tjahjadi dan Marta,2011).
Proses blansing bertujuan untuk menonaktifkan enzim, terutama
polifenoloksidase (penyebab pencoklatan enzimatis), lipoksigenase (penyebab
ketengikan), serta katalase dan peroksidase. Tujuan lainnya adalah untuk
menghilangkan kotoran yang melekat, mengurangi jumlah mikroorganisme, serta
mengeluarkan udara dari jaringan untuk mencegah reaksi oksidasi (Tjahjadi dan
Marta,2011). Proses blansing biasanya dilakukan pada sayuran, karena sayuran
memiliki keasaman yang lebih rendah dan mengandung organisme tanah yang lebih
tahan panas (Anonim, 2007). Proses pemanasan pada blansing tentunya berpengaruh
pada sifat bahan pangan terutama berat, tekstur, dan warna. Hal ini terkait dengan
kandungan dalam bahan pangan itu sendiri terutama karbohidrat dan protein sebagai
bahan yang paling dominan.
Pada praktikum kali ini dilakukan proses blansing dengan pengukusan dan
perebusan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik pada bahan pangan yang diujikan.
Pada umumnya keduanya berprinsip sama, yaitu membunuh mikroorganisme dan
menginaktivasi enzim penyebab kerusakan. Pemanasan dengan uap air tidak akan
merusak kandungan gizi yang terdapat di dalamnya. Namun blansing dengan uap air
memiliki waktu yang relatif yang lama untuk menuju kematangan daripada blansing
dengan air mendidih. Hal ini dikarenakan laju pindah panas yang terjadi. Hasil
pengamatan pada proses blansing dengan pengukusan dapat terlihat pada tabel 5.1
dibawah ini.
Nama : Indri Hadiansyah NPM : 240210100100
Kelompok : 18
Tabel 5.1 Blansing dengan Pengukusan
BahanSebelum Blansing Sesudah Blansing
Warna Aroma Tekstur Warna Aroma Tekstur
Kubis PutihKhas
Kubis +Renyah Lebih Cerah
Lebih
menyengat
+++
Lunak
Buncis HijauKhas
Buncis +Kasar
Lebih
terang &
mengkilat
Tidak terlau
menyengat
++
Lunak
Wortel OrangeKhas
wortel +
Keras &
berserab
ut
Lebih
terang &
mengkilat
Lebih
menyengat
+++
Lunak
Tomat MerahKhas
Tomat +
lembut &
licin
Lebih
merah &
mengkilat
Tidak
terlalu
menyengat
++
Lebih
lunak
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011)
*Keterangan : makin bertambah + makin menyengat
Pengamatan proses blansing dengan pengukusan diawali dengan pemotongan
beberapa sampel bahan pangan. Proses ini bertujuan untuk memperbesar luas
permukaan sampel sehingga pindah panas yang terjadi lebih merata dan cepat.
Setelah itu bahan dimasukan kedalam dandang yang telah banyak mengeluarkan uap
air, lamannya proses pengukusan ini tergantung pada komoditas bahan pangan yang
diujikan. Setelah proses pengukusan selesai, sampel bahan pangan tersebut
dicelupkan pada air es selama tiga menit, yang bertujuan untuk menonaktifkan enzim
yang tahan terhadap suhu dingin. Pada tabel diatas terlihat perbedaan fisik bahan
antara sebalum dan sesudah blansing. Pada umumnya warna bahan pangan yang
sudah dilakukan blansing menjadi lebih terang dan mengkilap dari sebelum dilakukan
blansing, ini bisa diakibatkan karena pori-pori bahan tersebut yang sebelumnya terisi
Nama : Indri Hadiansyah NPM : 240210100100
Kelompok : 18
gas menjadi terisi oleh air yang mengakibatkan efek mengkilat pada sampel. Selain
warna, aroma bahan sesudah blansing pun mengalami perbedaan. Aroma sampel
bahan pangan yang sudah mengalami blansing dengan pengukusan pada umumnya
menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Ini bisa disebabkan karena terjadinya reaksi
kimia selama pengukusan sehingga uap air masuk dalam sampel bahan pangan yang
diujikan yang menyebabkan aromanya menjadi lebih kuat dari sebelumnya.
Perubahan lainnya terjadi pada tekstur dari sampel bahan pangan diatas. Tekstur
keempat bahan tersebut relatif lebih lunak dibandingkan sebelum dilakukan blansing.
Ini disebabkan karena penambahan kadar air pada saat proses pengukusan sehingga
menyebebkan tekstur keempat bahan pangan diatas menjadi lebih lunak.
Proses blansing selanjutnya dilakukan dengan proses perebusan. Hasil
pengamatan dari pengamatan tersebut dapat terlihat pada tabel 5.2 dibawah ini.
Tabel 5.2 Blansing dengan Perebusan
BahanSebelum Blansing Sesudah Blansing
Warna Aroma Tekstur Warna Aroma Tekstur
Kubis PutihKhas
Kubis +Renyah Lebih Hijau
Lebih
menyengat
+++
Lunak
Buncis HijauKhas
Buncis +Kasar Hijau cerah
Tidak terlau
menyengat
++
Lunak
Wortel OrangeKhas
wortel +
Keras &
berserab
ut
Lebih
terang &
mengkilat
Lebih
menyengat
++
Lunak
Tomat MerahKhas
Tomat +
Lembut
& licin
Lebih
merah &
mengkilat
Tidak
terlalu
menyengat
++
Lebih
lunak
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011)
Keterangan : makin bertambah + makin menyengat
Nama : Indri Hadiansyah NPM : 240210100100
Kelompok : 18
Proses blansing dengan perebusan memiliki perbedaan dengan proses
blansing dengan pengukusan. Terlihat dari tabel 5.2 diatas, proses blansing dengan
perebusan menyebabkan sampel bahan pangan menjadi lebih lunak. Ini disebabkan
karena pada proses perebusan ini air dari proses perebusan langsung masuk dalam
sampel yang menyebabkan penambahan kadar air dalam sampel tersebut sehingga
tekstur dari keempat sampel tersebut akan lebih lunak dari pada bahan yang
dilakukan blansing dengan pengukusan, selain itu perubahan tekstur ini diakibatkan
oleh penyusutan sel. Mekanisme penyusutan yaitu, pati tergelatinisasi, membran
sitoplasma berubah, dinding sel sedikit berubah, pektin termodifikasi, protein nukleus
dan sitoplasma terdenaturasi, kloroplas dan kromoplas mengalami penurunan. Semua
komponen tersebut keluar sel sehingga beratnya berkurang, namun air pada blanser
akan memasuki sel.
Struktur kristal granula pati dalam air pada suhu ruang di bawah 50°C, hanya
sebagian kecil dari granula yang membengkak, dan perubahan ini bersifat reversibel.
Jika suspensi dalam air dipanaskan maka granula pati akan menyerap air dan
ukurannya menjadi besar. Pada suhu di atas 50, sebagian besar granula pati mulai
menyerap air lebih banyak dan strukturnya mulai berubah. Perubahan ini bersifat
irreversibel dan merusak struktur aslinya.
Kandungan protein akan berubah jika terkena panas saat proses blansing.
Dengan adanya panas disertai air dapat menyebabkan denaturasi protein. Bila protein
mengalami denaturasi, konfigurasi dari molekul-molekul protein asli dan sifat-sifat
imunologis spesifik yang membedakan kebanyakan protein berubah. Aktivitas enzim
hilang bila dipanaskan sehingga akan menyebabkan kenaikan viskositas.. Berbeda
dengan tekstur, aroma sampel yang dilakukan perebusan ini tidak seharum blansing
dengan pengukusan. Warna dari keempat sampel diatas menjadi lebih terang dan
mengkilat karena gas-gas yang ada pada sampel tersebut tergantikan oleh air .
B. Pasteurisasi
Nama : Indri Hadiansyah NPM : 240210100100
Kelompok : 18
Proses pasteurisasi merupakan proses pemanasan dengan suhu yang relatif
cukup rendah (dibawah 100 °C) dengan tujuan untuk membunuh semua bakteri
patogen yang terdapat pada bahan makanan, memperpanjang umur simpan makanan
dengan cara mematikan bakteri pembusuk dan menginaktifasi enzim (Tjahjadi &
Marta, 2011) . Pemilihan proses ini didasarkan pada sifat produk yang relatif asam
sehingga mikroba menjadi lebih sensitif terhadap panas. Selain itu, penggunaan panas
yang tidak terlalu tinggi juga dapat mengurangi resiko rusaknya beberapa zat gizi
seperti vitamin C. Proses pasteurisasi sedikit memperpanjang umur simpan produk
pangan dengan cara membunuh semua mikroorganisme patogen (penyebab penyakit)
dan sebagian besar mikroorganisme pembusuk, melalui proses pemanasan. Karena
tidak semua mikroorganisme pembusuk mati oleh proses pasteurisasi, maka untuk
memperpanjang umur simpannya produk yang telah dipasteurisasi biasanya disimpan
di refrigerasi (suhu rendah).
Proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, dengan cara tidak
kontinyu (batch) dan kontinyu. Pasteurisasi secara batch dilakukan dengan
memanaskan bahan pangan pada suhu dan waktu pasteurisasi tertentu, selanjutnya
dikemas dalam kemasan steril dengan teknik pengisian hot filling. Sementara
pasteurisasi kontinyu dilakukan dengan menggunakan pelat pemindah panas (plate
heat exchanger). Proses berlangsung tanpa terputus, bahan yang telah dipasteurisasi
langsung dibawa ke tahap pendinginan dan langsung dikemas. Cara kontinyu
menggunakan suhu yang lebih tinggi dengan waktu proses yang lebih singkat
dibandingkan metode batch. Proses sterilisasi menggunakan kombinasi suhu tinggi
dan waktu tertentu untuk membunuh semua mikroorganisme termasuk sporanya
didalam bahan pangan, yang dapat tumbuh pada kondisi normal. Proses ini lebih
intens dari proses pasteurisasi, menggunakan suhu di atas 100 °C dengan waktu yang
lebih lama sehingga bisa mempengaruhi penampakan dan rasa produk. Sterilisasi
komersial tidak sama dengan sterilisasi absolut. Pada sterilisasi komersial, proses
sterilisasi ditujukan untuk membunuh semua mikroorganisme yang hidup pada suhu
penyimpanan normal (disuhu ruang). Harus diingat, bahwa beberapa mikroorganisme
bisa membentuk spora yang mampu bertahan pada suhu tinggi. Pada kondisi
Nama : Indri Hadiansyah NPM : 240210100100
Kelompok : 18
penyimpanan yang benar, spora ini tidak bergerminasi, tetapi pada suhu penyimpanan
yang salah (suhu penyimpanan diatas suhu penyimpanan normal), maka spora
tersebut dapat bergerminasi dan menyebabkan kerusakan makanan kaleng.
Clostridium botulinum menjadi target utama dari proses sterilisasi komersial untuk
pangan yang pHnya diatas 6.4, atau awnya diatas 85%. Ketidakcukupan proses
sterilisasi (suhu tidak tercapai atau waktu sterilisasi kurang) akan menyebabkan spora
C. botulinum bergerminasi dan tumbuh serta memproduksi toksin botulin yang sangat
mematikan didalam makanan kaleng tersebut. Waktu dan suhu sterilisasi bahan
pangan tergantung pada jenis wadah yang digunakan, dan kondisi (jenis, komposisi
dan kekentalan) bahan pangan yang akan disterilisasi. Sebagai contoh, proses
sterilisasi soup memerlukan waktu yang lebih pendek dari proses sterilisasi kornet.
Cairan (kuah) soup akan membantu mempercepat proses pindah panas (heat transfer)
secara konveksi. Pada sterilisasi kornet, proses pindah panas terjadi secara konduksi
sehingga proses pemanasan berjalan lambat. Produk pangan sterilisasi mempunyai
umur simpan yang panjang dan dapat disimpan pada suhu ruang, misalnya kornet dan
cocktail buah kalengan. Produk juga harus dilengkapi dengan keterangan tanggal
kadaluarsa pada labelnya.
Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan terhadap susu yang dilakukan
perbedaan perlakukan sebagai berikut. Perlakuan pertama sampel susu segar
dilakukan pasteurisasi dan disimpan pada suhu kamar selama dua hari. Perlakukan
kedua sampel susu segar dilakukan pasteurisasi dan simpan dalam lemari es selama
lima hari. Perlakukan ketiga sampel susu tidak dilakukan pasteurisasi dan sampel
tersebut disimpan pada suhu ruang selama dua hari. Terakhir, perlakukan keempat
sampel susu segar tidak dilakukan pasteurisasi dan sisimpan dalam lemari es selama
lima hari.
Hasil pengamatan dari keempat perlakuan pada sampel-sampel tersebut dapat
dilihat pada tabel-tabel dibawah ini.
Tabel 5.3 Hasil Pengamatan Susu Segar Pasteurisasi pada Suhu Ruang
Kriteria Sebelum Setelah Setelah
Nama : Indri Hadiansyah NPM : 240210100100
Kelompok : 18
Pengamatan Pemanasan Pemanasan Didiamkan 2 Hari
Warna Putih gading Putih gading Putih gading
Aroma Amis Amis Bau youghurt
Tebal lapisan krim - - 3,5 cm
Tekstur Cair Cair Cairan kental
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011)
Tabel 5.3 diatas menunjukan perbedaan sifat fisik susu setelah dilakukan
perlakuan yang berbeda. Sebelum dilakukan pemanasan dan setelah dilakukan
pemanasan, sampel susu tersebut masih memiliki sifat fisik yang hampir sama, tetapi
setelah disimpan dalam suhu ruang selama dua hari, terjadi endapan setebal 3,5 cm,
dan terjadi perubahan pada aroma dari sampel susu tersebut menjadi berbau youghurt,
serta teksturnya pun ikut berubah. Hasil ini dapat diakibatkan karena selama proses
penyimpanan sampel susu tersebut dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme
sehingga terjadi perubahan sifat fisik baik warna, aroma, tebal krim, serta tekstur.
Pengamatan lainnya dilakukan terhadap sampel susu tanpa pasteurisasi yang
disimpan pada suhu kamar. Hasil pengamatan sampel tersebut dapat dilihat pada tabel
5.4 dibawah ini.
Tabel 5.4 Hasil Pengamatan Susu Segar Tanpa Pasteurisasi pada Suhu Ruang
Kriteria Pengamatan Sebelum Pemanasan Setelah Didiamkan 2 Hari
Warna Putih gading Putih gading
Aroma Amis Basi/youghurt
Tebal lapisan krim - 0,8 cm
Tekstur Cair Cair kental
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011)
Pada tabel diatas kita bias melihat perbedaan sifat fisik dari susu yang telah
dilakukan perlakuan khusus. Pada susu segar tanpa pasteurisasi ini setelah didiamkan
Nama : Indri Hadiansyah NPM : 240210100100
Kelompok : 18
selama du hari pada suhu kamar karakteristik sampel susu tersebut berubah, ini dapat
terlihat dengan tejadinya endapan. Endapan ini bisa disebabkan karena aktifnya
enzim atau penambahan asam. Enzim rennet (dadi) yang dihasilkan dalam perut anak
sapi atau enzim proteolitik lain yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebabkan
terjadinya penggumpalan pada susu. Kerja dari enzim ini biasanya terjadi dalam tiga
tahap yaitu penyerapan enzim dalam partikel-partikel kasein, diikuti dengan
perubahan keadan partikel kasein itu sebagai akibat kerja enzim, dan terakhir
mengendapnya kasein yang telah berubah itu sebagai garam kalsium atau garam
kompleks. Adanya ion-ion kalsium dalam susu diperlukan untuk proses pengendapan.
Berlainan dengan penggumpalan oleh enzim, penggumpalan oleh asam
dikendalikan oleh pH. Partikel kasein berada pada titik isoelektris pada pH 4,6. Pada
pH tersebut afinitas partikel terhadap air menurun, dan oleh karenanya akan terjadi
pengendapan. Pengendapan ini juga berakibat pada perubahan aroma dan terjadinya
lapisan krim pada sampel susu tersebut.
Pengamtan selanjutnya dilakukan pada susu segar dengan passteurisasi yang
disimpan dalam lemari es. Hasil pengamatan tersebut dapat terlihat pada tabel 5.5
dibawah ini.
Tabel 5.5 Pengamatan Susu Segar Pasteurisasi pada Lemari Es
Kriteria
Pengamatan
Sebelum
Pemanasan
Setelah
Pemanasan
Setelah Didiamkan 5
Hari
Warna Putih gading Putih gading Putih gading
Aroma Amis Amis Kurang terasa aroma susu
Tebal lapisan krim - - -
Tekstur Cair Cair Sangat kental
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011)
Tabel diatas menunjukan perbedaan sifat fisik dari setiap perlakukan yang
dilakukan. Sifat fisik sampel susu sebelum dan setelah dilakukan pemanasan memang
Nama : Indri Hadiansyah NPM : 240210100100
Kelompok : 18
tidak terlalu terlihat perubahannya, tetapi setelah didiamkan dalam lemari es selama
lima hari aroma susu tersebut menjadi tidak terlalu tercium, serta tekstur dari sampel
tersebut berubah menjadi sangat kental. Hasil ini berbeda dengan susu segar yang
dilakukan pasteurisasi dan sisimpan pada suhu ruang. Perbedaan ini diakibatkan
karena sampel yang disimpan dalam lemari es ini memiliki mikroorganisme lebih
sedikit karena mikroorganisme tidak terlalu tumbuh dengan baik pada susu dingin.
Sehingga terjadi perbedaan hasil antara susu yang disimpan dalam lemari es dan susu
yang disimpan dalam suhu ruang.
Pengamatan terakhir dilakukan pada susu yang didiamkan pada lemari es
tanpa pasteurisasi. Hasil dari pengamatn ini dapat terlihat pada tabel 5.6 dibawah ini.
Tabel 5.6 Hasil Pengamatan Susu Segar Tanpa Pasteurisasi pada Lemari Es
Kriteria Pengamatan Sebelum Pemanasan Setelah Didiamkan 5 Hari
Warna Putih gading Putih gading
Aroma Amis Amis
Tebal lapisan krim - 1,5 cm
Tekstur Cair Membeku
(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011)
Hasil pengamatan susu segar tanpa pasteurisasi yang disimpan dalam lemari
es ini menunjukan perubahan tebal lapisan krim. Ini disebabkan karena pada sampel
susu ini tidak dilakukan pasteurisasi terlebih dahulu shingga mengakibatkan masih
banyaknya mikroorganisme yang ada dalam sampel susu tersebut yang setelah
disimpan selama lima hari terjadi pembentukan lapisan krim karena aktifnya enzim
yang ada dalam mikroorganisme pada susu tersebut.
Nama : Indri Hadiansyah NPM : 240210100100
Kelompok : 18
VI. KESIMPULAN
1. Blansing adalah suatu proses termal yang diterapkan pada pengolahan pangan,
biasanya proses ini dilakukan sebelum pengalengan , pembekuan, atau
pengeringan.
2. Proses blansing bertujuan untuk menonaktifkan enzim.
3. Warna bahan pangan yang sudah dilakukan blansing menjadi lebih terang dan
mengkilap dari sebelum dilakukan blansing, diakibatkan karena pori-pori
bahan tersebut yang sebelumnya terisi gas menjadi terisi oleh air yang
mengakibatkan efek mengkilat.
4. Kandungan protein akan berubah jika terkena panas saat proses blansing.
5. Proses pasteurisasi merupakan proses pemanasan dengan suhu yang relatif
cukup rendah (dibawah 100 °C) dengan tujuan untuk membunuh semua
bakteri patogen yang terdapat pada bahan makanan, memperpanjang umur
simpan makanan dengan cara mematikan bakteri pembusuk dan
menginaktifasi enzim.
6. Proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, dengan cara tidak
kontinyu (batch) dan kontinyu.
7. Endapan bisa disebabkan karena aktifnya enzim atau penambahan asam.
8. Adanya ion-ion kalsium dalam susu diperlukan untuk proses pengendapan.
9. Penggumpalan oleh asam dikendalikan oleh pH.
10. Sampel yang disimpan dalam lemari es ini memiliki mikroorganisme lebih
sedikit karena mikroorganisme tidak terlalu tumbuh dengan baik pada susu
dingin.
Nama : Indri Hadiansyah NPM : 240210100100
Kelompok : 18
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010. Prinsip Pasteurisasi dan Sterilisasi Komersial Produk Pangan.Dapat
diakses di http://id.shvoong.com/exact-sciences/1799738-prinsip-pasteurisasi-
dan-sterilisasi-komersial/. Diakses tanggal 20 Maret 2011,16.00.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton.1987. Ilmu
Pangan.Penerjemah : Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. 1994. ILMU PANGAN, Pengantar Ilmu
Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Penerjemah : Murdijati Gardjito. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Zain, Sudaryanto, Ujang Suhadi, Sawitri dan Ulfi Ibrahim.2005. Teknik Penanganan
Hasil Pertanian. Penerbit Pustaka Gratuna, Bandung.