Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

14
Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto Eko K. Subha, Nanda Kristandi, Ferdi Alvianda, Aula Rieza, Anggi Yhurinda P Jurusan Teknik Infomatika Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Jln. Veteran No. 8 Malang 65145 INDONESIA [email protected] Abstractβ€”Sistem pemantau kondisi pasien dapat membantu dalam pengambilan keputusan tindakan medis yang harus dilakukan sehingga memudahkan kerja tenaga medis dalam melayani pasien. Pada sistem pendukung keputusan ini, terdapat dua metode yang digunakan untuk membantu dalam pencarian keputusan, yaitu metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Inference System Tsukamoto. Metode AHP merupakan metode pendukung keputusan yang menguraikan masalah multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Fuzzy Tsukamoto cocok digunakan dalam pemantauan kondisi pasien rawat inap, karena sangat fleksibel dan memiliki toleransi pada data yang ada. Keywords β€” Pemantauan Kondisi Pasien, Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Inference System Tsukamoto. I. PENDAHULUAN Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan umum, membutuhkan keberadaan suatu sistem informasi yang akurat dan handal, serta cukup memadai untuk meningkatkan pelayanan kepada para pasien serta lingkungan yang terkait lainnya. Informasi yang intensif memainkan peranan vital dalam pengambilan keputusan. Pelayanan kesehatan di rumah sakit berupa pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, dan pelayanan gawat darurat yang mencangkup pelayanan medis dan pelayanan penunjang medis. Masing-masing pelayanan mempunyai sistem informasi yang terintegrasi dalam suatu sistem informasi rumah sakit. Kondisi penyakit level kronis membutuhkan pemantauan yang ekstra waspada dari pihak rumah sakit. Pemantauan tersebut bisa mengenai infus, tekanan darah, detak jantung dan lain-lain. Dengan demikian dibutuhkan sistem pemantau kondisi pasien yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan tindakan medis yang harus dilakukan sehingga memudahkan kerja tenaga medis dalam melayani pasien. Sistem Early Warning Scoring System (EWSS) dapat mengidentifikasi keadaan pasien yang beresiko lebih awal dan menggunakan multi parameter [1]. Para ahli mengatakan bahwa, sistem ini dapat menghasilkan manfaat lebih bagi pasien dan rumah sakit dengan mengidentifikasi penurunan kondisi pasien. EWS yang digunakan di rumah sakit Indonesia saat ini masih berbasis kertas dan perhitungannya masih dilakukan manual dengan menggunakan tabel. Perlu dilakukan trasformasi media dari semula kertas ke media yang dapat dengan mudah diakses oleh tenaga medis. Salah satu media yang dapat digunakan adalah komputer. Pada sistem pendukung keputusan ini, terdapat dua metode yang digunakan untuk membantu dalam pencarian keputusan, yaitu metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Inference System Tsukamoto. Metode AHP merupakan metode pendukung keputusan yang menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Fuzzy Tsukamoto cocok digunakan dalam pemantauan kondisi pasien rawat inap, karena sangat fleksibel dan memiliki toleransi pada data yang ada. Metode ini memiliki kelebihan yaitu lebih intuitif, diterima oleh banyak pihak, lebih cocok untuk masukan yang diterima dari manusia bukan mesin. II. KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi Pemantauan Kondisi Pasien, metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Inference System Tsukamoto. A. Pemantauan Kondisi Pasien Pelayanan rawat inap merupakan salah satu bentuk pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada pasien yang perlu menginap untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, bagi individu dengan keadaan medis tertentu, pada kasus bedah, kebidanan, penyakit kronis atau rehabilitasi yang memerlukan perawatan dokter setiap hari. Sedangkan DepKes 1991 membatasi pelayanan rawat inap adalah layanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosis, terapi, rehabilitasi medis dan atau pelayanan medis lainnya (Antin Yohana. 2006). Pasien yang mendapatkan layanan rawat inap membutuhkan pemantauan. Kondisi penyakit level kronis membutuhkan pemantauan yang ekstra waspada dari pihak rumah sakit. Pemantauan tersebut bisa mengenai infus, tekanan darah, detak jantung dan lain-lain. Hasil pemantauan akan digunakan untuk menentukan tidakan medis yang harus dilakukan. Penentuan tindakan medis ini akan dibantu oleh sistem pendukung keputusan yang

description

Sistem pemantau kondisi pasien dapat membantu dalam pengambilan keputusan tindakan medis yang harus dilakukan sehingga memudahkan kerja tenaga medis dalam melayani pasien. Pada sistem pendukung keputusan ini, terdapat dua metode yang digunakan untuk membantu dalam pencarian keputusan, yaitu metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Inference System Tsukamoto. Metode AHP merupakan metode pendukung keputusan yang menguraikan masalah multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Fuzzy Tsukamoto cocok digunakan dalam pemantauan kondisi pasien rawat inap, karena sangat fleksibel dan memiliki toleransi pada data yang ada.

Transcript of Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

Page 1: Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap

Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi

Tsukamoto Eko K. Subha, Nanda Kristandi, Ferdi Alvianda, Aula Rieza, Anggi Yhurinda P

Jurusan Teknik Infomatika Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Jln. Veteran No. 8 Malang 65145 INDONESIA

[email protected]

Abstractβ€”Sistem pemantau kondisi pasien dapat

membantu dalam pengambilan keputusan tindakan medis yang

harus dilakukan sehingga memudahkan kerja tenaga medis

dalam melayani pasien. Pada sistem pendukung keputusan ini,

terdapat dua metode yang digunakan untuk membantu dalam

pencarian keputusan, yaitu metode Analytical Hierarchy Process

(AHP) dan Fuzzy Inference System Tsukamoto. Metode AHP

merupakan metode pendukung keputusan yang menguraikan

masalah multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki.

Fuzzy Tsukamoto cocok digunakan dalam pemantauan kondisi

pasien rawat inap, karena sangat fleksibel dan memiliki toleransi

pada data yang ada.

Keywords β€” Pemantauan Kondisi Pasien, Analytical

Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Inference System

Tsukamoto.

I. PENDAHULUAN

Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan

umum, membutuhkan keberadaan suatu sistem informasi yang

akurat dan handal, serta cukup memadai untuk meningkatkan

pelayanan kepada para pasien serta lingkungan yang terkait

lainnya. Informasi yang intensif memainkan peranan vital

dalam pengambilan keputusan.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit berupa pelayanan

rawat jalan, pelayanan rawat inap, dan pelayanan gawat

darurat yang mencangkup pelayanan medis dan pelayanan

penunjang medis. Masing-masing pelayanan mempunyai

sistem informasi yang terintegrasi dalam suatu sistem

informasi rumah sakit. Kondisi penyakit level kronis

membutuhkan pemantauan yang ekstra waspada dari pihak

rumah sakit. Pemantauan tersebut bisa mengenai infus,

tekanan darah, detak jantung dan lain-lain. Dengan demikian

dibutuhkan sistem pemantau kondisi pasien yang dapat

membantu dalam pengambilan keputusan tindakan medis

yang harus dilakukan sehingga memudahkan kerja tenaga

medis dalam melayani pasien.

Sistem Early Warning Scoring System (EWSS) dapat

mengidentifikasi keadaan pasien yang beresiko lebih awal dan

menggunakan multi parameter [1]. Para ahli mengatakan

bahwa, sistem ini dapat menghasilkan manfaat lebih bagi

pasien dan rumah sakit dengan mengidentifikasi penurunan

kondisi pasien. EWS yang digunakan di rumah sakit Indonesia

saat ini masih berbasis kertas dan perhitungannya masih

dilakukan manual dengan menggunakan tabel. Perlu

dilakukan trasformasi media dari semula kertas ke media yang

dapat dengan mudah diakses oleh tenaga medis. Salah satu

media yang dapat digunakan adalah komputer.

Pada sistem pendukung keputusan ini, terdapat dua

metode yang digunakan untuk membantu dalam pencarian

keputusan, yaitu metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

dan Fuzzy Inference System Tsukamoto. Metode AHP

merupakan metode pendukung keputusan yang menguraikan

masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks

menjadi suatu hirarki. Fuzzy Tsukamoto cocok digunakan

dalam pemantauan kondisi pasien rawat inap, karena sangat

fleksibel dan memiliki toleransi pada data yang ada. Metode

ini memiliki kelebihan yaitu lebih intuitif, diterima oleh

banyak pihak, lebih cocok untuk masukan yang diterima dari

manusia bukan mesin.

II. KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi

Pemantauan Kondisi Pasien, metode Analytical Hierarchy

Process (AHP) dan Fuzzy Inference System Tsukamoto.

A. Pemantauan Kondisi Pasien

Pelayanan rawat inap merupakan salah satu bentuk

pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan

kepada pasien yang perlu menginap untuk keperluan

observasi, diagnosis, pengobatan, bagi individu dengan

keadaan medis tertentu, pada kasus bedah, kebidanan,

penyakit kronis atau rehabilitasi yang memerlukan

perawatan dokter setiap hari. Sedangkan DepKes 1991

membatasi pelayanan rawat inap adalah layanan terhadap

pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur

untuk keperluan observasi, diagnosis, terapi, rehabilitasi

medis dan atau pelayanan medis lainnya (Antin Yohana.

2006).

Pasien yang mendapatkan layanan rawat inap

membutuhkan pemantauan. Kondisi penyakit level kronis

membutuhkan pemantauan yang ekstra waspada dari pihak

rumah sakit. Pemantauan tersebut bisa mengenai infus,

tekanan darah, detak jantung dan lain-lain. Hasil

pemantauan akan digunakan untuk menentukan tidakan

medis yang harus dilakukan. Penentuan tindakan medis ini

akan dibantu oleh sistem pendukung keputusan yang

Page 2: Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

dikembangkan menggunakan metode Analytical Hierarchy

Process (AHP) dan Fuzzy Inference System Tsukamoto.

Kedua metode ini digunakan untuk saling mendukung

dengan harapan keputusan yang direkomendasikan lebih

akurat. Gambar 1 merupakan struktur hirarki parameter

yang akan digunakan dalam pemantauan kondisi pasien.

Gambar 1. Struktur hirarki parameter dalam pemantauan

kondisi pasien

Kerangka komunikasi efektif yang digunakan di

rumah sakit adalah komunikasi SBAR (Situation,

Background, Assessment, Recommendation). Metode

komunikasi ini digunakan pada saat perawat melakukan

handover ke pasien. Komunikasi SBAR adalah kerangka

teknik komunikasi yang disediakan untuk petugas

kesehatan dalam menyampaikan kondisi pasien [2].

Untuk memantau kondisi pasien, Early Warning

Score (EWS) digunakaan sebagai indikator tingkat

penyakit pasien. Dalam rumah sakit, EWS digunakan

sebagai bagian dari "track-and-trigger", sistem dimana

meningkatnya skor menghasilkan respon yang bervariasi

ter-gantung pada peningkatan frekuensi observasi [3].

Dalam rumah sakit, biasanya penentuan EWS dil-akukan

dengan memasukkan tanda-tanda vital kedalam tabel

penghi-tungan EWS. Kemudian, total skor EWS

dicocokkan dengan skor yang ada di protocol pengamatan

kondisi pasien seperti pada Tabel 12.

B. Analytical Hierarchy Process (AHP)

AHP merupakan suatu model pendukung keputusan

yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model

pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi

faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu

hirarki, menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan

sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang

kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level

pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria,

sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir

dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang

kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-

kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk

hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih

terstruktur dan sistematis.

AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan

masalah dibanding dengan metode yang lain karena

alasan-alasan sebagai berikut:

1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari

kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang

paling dalam.

2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas

toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif

yang dipilih oleh pengambil keputusan.

3. Memperhitungkan daya tahan output analisis

sensitivitas pengambilan keputusan.

Pengolahan data dengan menggunakan metode AHP

dimulai dengan menyusun struktur hierarki dan

dilanjutkan dengan menentukan nilai prioritas kriteria

(membuat matriks berpasangan dan matriks normalisasi).

Lalu, melakukan uji konsistensi indeks dan rasio.

Jika sudah memenuhi CR≀ 0,1, untuk menentukan

nilai prioritas aternatif. Jika tidak memenuhi CR ≀ 0,1,

maka matriks berpasang anantar criteria perlu diperbaiki.

Setelah menentukan nilai prioritas alternative lalu

menetapkan nilai prioritas global dengan mengalikan nilai

prioritas alternative dengan nilai prioritas kriteria.

C. Fuzzy Inference System Tsukamoto

Inferensi adalah proses penggabungan banyak aturan

berdasarkan data yang tersedia. Komponen yang

melakukan inferensi dalam sistem pendukung keputusan

disebut mesin inferensi. Dua pendekatan untuk menarik

kesimpulan pada IF-THEN rule (aturan jika-maka) adalah

forward chaining dan backward chaining [4].

1. Forward Chaining

Forward chaining mencari bagian JIKA terlebih

dahulu. Setelah semua kondisi dipenuhi, aturan dipilih

untuk mendapatkan kesimpulan. Jika kesimpulan yang

diambil dari keadaan pertama bukan dari keadaan yang

terakhir, maka ia akan digunakan sebagai fakta untuk

disesuaikan dengan kondisi aturan JIKA yang lain untuk

mendapatkan kesimpulan yang lebih baik. Proses ini

berlanjut hingga dicapai kesimpulan akhir.

2. Backward Chaining

Backward chaining adalah kebalikan dari forward

chaining. Pendekatan ini dimulai dari kesimpulan dan

hipotesis bahwa kesimpulan adalah benar. Mesin inferensi

kemudian mengidentifikasi kondisi JIKA yang

diperlukan untuk membuat kesimpulan benar dan mencari

fakta untuk menguji apakah kondisi JIKA adalah benar.

Jika semua kondisi JIKA adalah benar, maka aturan dipilih

dan kesimpulan dicapai. Jika beberapa kondisi salah, maka

aturan dibuang dan aturan berikutnya digunakan sebagai

hipotesis kedua. Jika tidak ada fakta yang membuktikan

bahwa semua kondisi JIKA adalah benar atau salah, maka

mesin inferensi terus mencari aturan yang kesimpulannya

sesuai dengan kondisi JIKA yang tidak diputuskan untuk

bergerak satu langkah ke depan memeriksa kondisi

tersebut. Proses ini berlanjut hingga suatu set aturan

didapat untuk mencapai kesimpulan atau untuk

membuktikan tidak dapat mencapai kesimpulan.

Sistem inferensi fuzzy merupakan suatu kerangka

komputasi yang didasarkan pada teori himpunan fuzzy,

aturan fuzzy yang berbentuk IF-THEN, dan penalaran

fuzzy. Secara garis besar, diagram blok proses inferensi

Page 3: Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

fuzzy terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Blok Sistem Inferensi Fuzzy [4]

Sistem inferensi fuzzy menerima input crisp. Data

input kemudian dikirim ke basis pengetahuan yang berisi

n aturan fuzzy dalam bentuk IF-THEN. Fire strength

(nilai keanggotaan anteseden atau ) akan dicari pada setiap

aturan. Apabila aturan lebih dari satu, maka akan dilakukan

agregasi semua aturan. Selanjutnya pada hasil agregasi

akan dilakukan defuzzy untuk mendapatkan nilai crisp

sebagai output sistem. Salah satu metode FIS yang dapat

digunakan untuk pengambilan keputusan adalah

metodeTsukamoto.

Pada metode Tsukamoto, implikasi setiap aturan

berbentuk implikasi "Sebab-Akibat"/Implikasi "Input-Output"

yang antara anteseden dan konsekuen harus ada berhubungan.

Setiap aturan direpresentasikan menggunakan himpunan-

himpunan fuzzy, dengan fungsi keanggotaan yang monoton.

Kemudian untuk menentukan hasil tegas (crisp solution)

digunakan rumus penegasan (defuzzifikasi) yang disebut

"Metode rata-rata terpusat" atau "Metode defuzzifikasi rata-

rata terpusat (center average deffuzzyfier).

III. MANUALISASI

Pada bagian ini akan diuraikan manualisasi Sistem

Pendukung Keputusan Pemantau Kondisi Pasien Rawat

Inap Menggunakan Metode AHP dan Fuzzy Inferensi

Tsukamoto. Proses manualisasi metode AHP dan Fuzzy

Inferensi Tsukamoto terdapat pada diagram alir Gambar 3.

Mulai

Menentukan Bobot

Parameter

Fuzifikasi Nilai Input

Selesai

Seleksi Rule

Defuzzifikasi

Gambar 3.Diagram Alir Manualisasi Metode AHP dan Fuzzy

Inferensi Tsukamoto

A. Menentukan Bobot Parameter Input

Penentuan bobot parameter input dilakukan

menggunakan metode AHP. Tabel 1 merupakan matrik

berpasangan parameter input (A).

Paramet

er

Tekana

n

Darah

Detak

Jantu

ng

Oksige

n

Darah

Suhu

Tubu

h

Gula

Dara

h

Tekanan

Darah 1 1/3 1/3 3 3

Detak

Jantung 3 1 3 4 3

Oksigen

Darah 3 1/3 1 4 4

Suhu

Tubuh 1/3 1/4 1/4 1 2

Gula

Darah 1/3 1/3 1/4 1/2 1

SUM 7.6 2.25 4.8 12.5 13

Tabel 1. Matrik Berpasangan Parameter Input

Untuk menentukan bobot parameter, matrik

berpasangan perlu dinormalisasi dan dihitung

consistency ratio untuk memastikan bahwa matrik

berpasangan parameter input konsisten dan dapat

digunakan. Normalisasi merupakan setiap nilai dalam

kolom matrik A dibagi dengan hasil penjumlahan

kolomnya seperti pada Rumus 1.

π‘π‘œπ‘Ÿπ‘š_𝐴(𝑖,𝑗) = 𝐴(𝑖,𝑗)

π‘†π‘ˆπ‘€π‘— ……… Rumus 1

Norm_A(i,j) merupakan nilai matrik ternormalisasi pada

baris ke-i dan kolom ke-j. A(i,j) merupakan nilai matrik

Input

IF-THEN

IF-THEN

Agregasi

Defuzzy

Output

Crips

Aturan-1

Aturan-n

Fuzzy

FuzzyFuzzy

Crips

Page 4: Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

pebandingan pada baris ke-I dan kolom ke-j. SUMj

merupakan jumlah nilai matrik berpasangan pada kolom

ke-j.

Normalisasi

Paramet

er

Tekan

an

Darah

Detak

Jantu

ng

Oksig

en

Darah

Suhu

Tubu

h

Gula

Dara

h

Tekana

n Darah 0.13 0.14 0.06 0.24 0.23

Detak

Jantung 0.39 0.44 0.62 0.32 0.23

Oksigen

Darah 0.39 0.14 0.20 0.32 0.30

Suhu

Tubuh 0.04 0.11 0.05 0.08 0.15

Gula

Darah 0.04 0.14 0.05 0.04 0.07

Tabel 2. Tabel Normalisasi Matrik Berpasangan

Parameter Input.

Contoh, nilai normalisasi elemen matrik (1,1) adalah

π‘π‘œπ‘Ÿπ‘š_𝐴(1,1) = 𝐴(1,1)

π‘†π‘ˆπ‘€1

= 1

7.6= 0.13

Setelah matrik ternormalisasi diperoleh, langkah

selanjutnya adalah menentukan bobot kriteria (X). Bobot

merupakan nilai rata-rata per baris dari matrik

ternormalisasi. Untuk menghitung bobot dapat

menggunakan Rumus 2.

𝑋𝑖 = βˆ‘ π‘π‘œπ‘Ÿπ‘š_𝐴(𝑖,𝑗)𝑛𝑗=1

𝑛 ……….. Rumus 2

Xi merupakan bobot kriteria ke-I, Norm_A(i,j) merupakan

nilai matrik ternormalisasi pada baris ke-i dan kolom ke-

j, dan n merupakan jumlah kriteria.

Bobot (X)

0.16

0.40

0.27

0.08

0.07

Tabel 3. Bobot Kriteria

Contoh, bobot Tekanan Darah/kriteria (1) adalah

𝑋1

= π‘π‘œπ‘Ÿπ‘š_𝐴(1,1) + π‘π‘œπ‘Ÿπ‘š_𝐴(1,2) + π‘π‘œπ‘Ÿπ‘š_𝐴(1,3) + π‘π‘œπ‘Ÿπ‘š_𝐴(1,4) + π‘π‘œπ‘Ÿπ‘š_𝐴(1,5)

5

𝑋1 = 0.13 + 0.14 + 0.06 + 0.24 + 0.23

5= 0.16

Langkah Langkah selanjutnya adalah mengalikan matrik

berpasangan dengan bobot menggunakan konsep

perkalian matriks.

[ 1 1/3 1/33 1 3

3 34 3

3 1/3 11/3 1/4 1/41/3 1/3 1/4

4 41 21/2 1]

π‘₯

[ 0.160.400.270.080.07]

=

[ 0.682.281.530.450.37]

Kemudian mencari koefisien bobot (πœ†π‘šπ‘Žπ‘˜π‘ ) menggunakan Rumus 3.

πœ†π‘šπ‘Žπ‘˜π‘  = βˆ‘

𝐴π‘₯𝑖π‘₯𝑖⁄𝑛

𝑖=1

𝑛 ………….. Rumus 3

𝐴π‘₯ adalah hasil perkalian antara matriks berpasangan

dengan bobot kriteria (π‘₯) sedangkan 𝑛 adalah jumlah

kriteria.

πœ†π‘šπ‘Žπ‘˜π‘  = 0.68

0.16⁄ + 2.28 0.4⁄ + 1.53 0.27⁄ + 0.45 0.08⁄ + 0.37 0.07⁄

5=

5.39

N 1 2 3 4 5 6 7 8

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1 1.41

Tabel 4. Random Consistency Index (RI)

Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai

consistency index (CI) menggunakan Rumus 4.

𝐢𝐼 = πœ†π‘šπ‘Žπ‘˜π‘ βˆ’π‘›

π‘›βˆ’1 …………… Rumus 4

𝐢𝐼 = 5.39 βˆ’5

5βˆ’1= 0.098

Langkah terakhir adalah menghitung nilai consistency

ratio (CR) menggunakan Rumus 5, untuk mengetahui

konsistensi matrik berpasangan yang digunakan.

𝐢𝑅 = 𝐢𝐼

𝑅𝐼 ……………. Rumus 5

Berdasarkan Tabel 3.4, random consistency index (RI) =

1.12 sehingga nilai CR adalah

𝐢𝑅 = 0.098

1.12= 0.08

Karena nilai CR < 0.1, maka matrik berpasangan

konsisten dan bias digunakan.

B. Fuzzifikasi Nilai Input

Setelah melakukan pembobotan kriteria, langkah

selanjutnya adalah fuzzifikasi. Fuzzifikasi nilai input

digunakan untuk merubah nilai input kedalam nilai fuzzy

dan variabel linguistik fuzzy. Fuzzifikasi dilakukan

Page 5: Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

setelah fungsi keanggotaan fuzzy setiap variabel input

dibentuk. Berikut in himpunan variabel linguistik pada

sistem pemantau kondisi pasien rawat inap adalah

sebagai berikut:

1. Tekanan Darah (SBP): Low-3, Low-2, Low-1,

Normal-0, High-2.

2. Detak Jantung (HR): Low-2, Low-1, Normal-0,

High-1, High-2, High-3.

3. Oksigen Darah (SPO2): Low-3, Low-2, Low-1,

Normal-0.

4. Suhu Tubuh (TEMP): Low-2, Normal-0, High-2.

5. Gula Darah (BS): Low-3, Low-2, Normal-0, High-

2, High-3.

Variabel linguistik ditentukan berdasarkan range nilai

pada Modified Early Warning Score (MEWS)[5].

Input Low-3 Low-2 Low-

1

Normal

-0

High-

1

High-2 High-3

SBP <7

5

70-

85

80-

10

0

95-

199

- - >18

5

HR - <50 45-

60

53-

100

95-

11

0

105

-

130

>12

5

SPO2 <8

5

83-

90

87-

95

>93 - - -

TEM

P

- <36.

5

- 36-

38.5

- >38 -

BS <6

6

63-

72

- 70-

110

- 106

-

150

>14

0

Tabel 5. Modified Early Warning Score

Nilai fuzzy parameter input akan dikalikan dengan

bobot parameter untuk digunakan pada tahap

defuzzifikasi, sedangkan variabel linguistik akan

digunakan pada tahap seleksi rule. Berikut ini adalah

fungsi keanggotaan masing-masing parameter.

1. Fungsi Derajat Keanggotaan Tekanan Darah

Sistolik (SBP)

Nilai-nilai yang berbeda tekanan darah

mengubah hasilnya dengan mudah. Dalam hal ini,

kami menggunakan tekanan darah sistolik. Variabel

input ini dibagi menjadi 5 fuzzy set yaitu Low-3,

Low-2, Low-1, Normal-0, dan High-2; fungsi

keanggotaan dari 5 fuzzy set adalah trapesium.

Langkah pertama dalam menerapkan algoritma

kontrol logika fuzzy adalah untuk fuzzify variabel

yang diukur. Untuk fuzzify variabel SBP, harus

ditentukan range nilai untuk SBP. Ditentukan nilai

SBP menjadi 100 sampai 185mm Hg (mungkin, tidak

semua orang setuju dengan hal ini, pilihan ini

berdasarkan pengalaman β€œahli”). Dengan demikian

kita membuat himpunan fuzzy berlabel Normal-0 dan

menetapkan nilai-nilai SBP antara 101 dan 199 mm

Hg ke tingkat keanggotaan dari 1,0 di set ini.

Selanjutnya kita mengatasi masalah lebih jelas dari

apa yang kisaran nilai untuk SBP mungkin bisa

normal, tetapi juga menjadi abnormal. Setiap saran

ahli, kisaran 185-199 diputuskan untuk berada di

ujung atas dan 95 sampai 100 di ujung bawah

pertama. Dengan kata lain, jika SBP di atas 199 mm

Hg, itu terlalu tinggi (yang diberi label High-2 pada

fuzzy set), pilihan terbaik adalah rentang nilai antara

185 dan 199 mm Hg. Tabel fungsi keanggotaan dan

grafik fuzzy set dan variabel SBP secara berturut-

turut ditunjukkan pada Tabel 6 dan Gambar 4.

Input Field Range Fuzzy Set

Tekanan Darah

Sistolik

(TDS)

<75 Low-3

70 – 85 Low-2

80 – 100 Low-1

95 – 199 Normal-0

>185 High-2

Tabel 6 Range Fuzzy Set SBP

Gambar 4. Grafik Fuzzy Set Tekanan Darah Sistolik

Fungsi Derajat Keanggotaan SBP

ππ‘³π’π’˜βˆ’πŸ‘[𝒙] =

{

1, π‘₯ < 7075βˆ’π‘₯

75βˆ’70, 70 ≀ π‘₯ < 75

0, π‘₯ β‰₯ 75

..................Rumus 6

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

-50 50 150 250

SBP

Low-3

Low-2

Low-1

Normal-0

High-2

Page 6: Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

ππ‘³π’π’˜βˆ’πŸ[𝒙] =

{

π‘₯βˆ’70

75βˆ’70, 70 ≀ π‘₯ < 75

1, 75 ≀ π‘₯ < 8085βˆ’π‘₯

85βˆ’80, 80 ≀ π‘₯ < 85

0, π‘₯ ≀ 70 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ π‘₯ β‰₯ 85

................Rumus 7

ππ‘³π’π’˜βˆ’πŸ[𝒙] =

{

π‘₯βˆ’80

85βˆ’80, 80 ≀ π‘₯ < 85

1, 85 ≀ π‘₯ < 95100βˆ’π‘₯

100βˆ’95, 95 ≀ π‘₯ < 100

0, π‘₯ ≀ 80 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ π‘₯ β‰₯ 100

...............Rumus 8

ππ‘΅π’π’“π’Žπ’‚π’βˆ’πŸŽ[𝒙] =

{

π‘₯βˆ’95

100βˆ’95, 95 ≀ π‘₯ < 100

1, 100 ≀ π‘₯ < 185199βˆ’π‘₯

199βˆ’185, 185 ≀ π‘₯ < 199

0, π‘₯ ≀ 95 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ π‘₯ β‰₯ 199

.............Rumus 9

ππ‘―π’Šπ’ˆπ’‰βˆ’πŸ[𝒙] =

{

π‘₯βˆ’185

199βˆ’185, 185 ≀ π‘₯ < 199

1, π‘₯ β‰₯ 1990, π‘₯ < 185

..............Rumus 10

2. Fungsi Derajat Keanggotaan Detak Jantung

(HR)

Berdasarkan sistem MEWS scoring dan setiap

saran ahli, enam fuzzy set (Low-2, Low-1, Normal-0,

High-1, High-2, dan High-3) digunakan dalam

variabel detak jantung. Fungsi keanggotaan dari fuzzy

set ini adalah trapesium. Penentuan nilai HR mirip

dengan penentuan nilai SBP. Tabel fungsi

keanggotaan dan grafik fuzzy set variabel detak

jantung secara berturut-turut ditunjukkan pada Tabel

7 dan Gambar 5.

Input Field Range Fuzzy Set

Detak Jantung

(HR)

<50 Low-2

45 - 60 Low-1

53 - 100 Normal-0

95 - 110 High-1

105 - 130 High-2

>125 High-3

Tabel 7. Range Fuzzy Set Detak Jantung

Gambar 5. Grafik Fuzzy Set Detak Jantung

Fungsi Derajat Keanggotaan HR

πœ‡πΏπ‘œπ‘€βˆ’2[π‘₯] =

{

1, π‘₯ < 4550βˆ’π‘₯

50βˆ’45, 45 ≀ π‘₯ < 50

0, π‘₯ β‰₯ 50

.................Rumus 11

πœ‡πΏπ‘œπ‘€βˆ’1[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’45

53βˆ’45, 45 ≀ π‘₯ < 50

1, 50 ≀ π‘₯ < 5360βˆ’π‘₯

60βˆ’53, 53 ≀ π‘₯ < 60

0, π‘₯ ≀ 45 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 60

................Rumus 12

πœ‡π‘π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘™βˆ’0[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’53

60βˆ’53, 53 ≀ π‘₯ < 60

1, 60 ≀ π‘₯ < 95100βˆ’π‘₯

100βˆ’95, 95 ≀ π‘₯ < 100

0, π‘₯ ≀ 53 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 100

................Rumus 13

πœ‡π»π‘–π‘”β„Žβˆ’1[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’95

100βˆ’95, 95 ≀ π‘₯ < 100

1, 100 ≀ π‘₯ < 105110βˆ’π‘₯

110βˆ’105, 105 ≀ π‘₯ < 110

0, π‘₯ ≀ 95 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 110

................Rumus 14

πœ‡π»π‘–π‘”β„Žβˆ’2[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’105

110βˆ’105, 105 ≀ π‘₯ < 110

1, 110 ≀ π‘₯ < 125130βˆ’π‘₯

130βˆ’125, 125 ≀ π‘₯ < 130

0, π‘₯ ≀ 105 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 130

..............Rumus 15

πœ‡π»π‘–π‘”β„Žβˆ’3[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’125

130βˆ’125, 125 ≀ π‘₯ < 130

1, π‘₯ β‰₯ 1300, π‘₯ < 125

.................Rumus 16

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

0 100 200

HR

Low-2

Low-1

Normal-0High-1

High-3

Page 7: Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

3. Fungsi Derajat Keanggotaan Oksigen Darah

(SPO2)

Nilai variabel ini adalah tingkat kejenuhan

oksigen pada darah pasien. Dalam hal ini, digunakan

empat variabel linguistik (fuzzy set) (Low-3, Low-2,

Low-1, dan Normal-0). Setiap nilai yang lebih tinggi

dari 95(>95) dianggap sebagai Normal-0. Pada table

ini fuzzy set didefinisikan. Fungsi keanggotaan dari

fuzzy set adalah trapesium dan ditunjukkan pada

Gambar 6.

Input Field Range Fuzzy Set

SPO2

<85 Low-3

83 - 90 Low-2

87 - 95 Low-1

>93 Normal-0

Tabel 8. Range Fuzzy Set Oksigen Darah

Gambar 6. Grafik Fuzzy Set Oksigen Darah

Fungsi Derajat Keanggotaan SPO2

πœ‡πΏπ‘œπ‘€βˆ’3[π‘₯] =

{

1, π‘₯ < 8385βˆ’π‘₯

85βˆ’83, 83 ≀ π‘₯ < 85

0, π‘₯ β‰₯ 85

...................Rumus 17

πœ‡πΏπ‘œπ‘€βˆ’2[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’83

85βˆ’83, 83 ≀ π‘₯ < 85

1, 85 ≀ π‘₯ < 8790βˆ’π‘₯

90βˆ’87, 87 ≀ π‘₯ < 90

0, π‘₯ ≀ 83 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 90

...............Rumus 18

πœ‡πΏπ‘œπ‘€βˆ’1[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’87

90βˆ’87, 87 ≀ π‘₯ < 90

1, 90 ≀ π‘₯ < 9395βˆ’π‘₯

95βˆ’93, 93 ≀ π‘₯ < 95

0, π‘₯ ≀ 87 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 95

...............Rumus 19

πœ‡π‘π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘™βˆ’0[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’93

95βˆ’93, 93 ≀ π‘₯ < 95

1, π‘₯ β‰₯ 950, π‘₯ < 93

..................Rumus 20

4. Fungsi Derajat Keanggotaan Suhu Tubuh

(TEMP)

Tiga fuzzy set (Low-2, Normal-0, dan High-2)

digunakan untuk variabel suhu tubuh. Dalam tabel

ini fuzzy set didefinisikan. Fungsi keanggotaan dari

fuzzy set ini adalah trapesium. Fungsi keanggotaan

ini dijelaskan dalam Gambar 7.

Input Field Range Fuzzy Set

Suhu Tubuh

(TEMP)

<36.5 Low-2

36 - 38.5 Normal-0

>38 High-2

Tabel 9. Range Fuzzy Set Suhu Tubuh

Gambar 7. Grafik Fuzzy Set Suhu Tubuh

Fungsi Derajat Keanggotaan suhu Tubuh

πœ‡πΏπ‘œπ‘€βˆ’2[π‘₯] =

{

1, π‘₯ < 3636.5βˆ’π‘₯

36.5βˆ’36, 36 ≀ π‘₯ < 36.5

0, π‘₯ β‰₯ 36.5

..................Rumus 21

πœ‡π‘π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘™βˆ’0[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’36

36.5βˆ’36, 36 ≀ π‘₯ < 36.5

1, 36.5 ≀ π‘₯ < 3838.5βˆ’π‘₯

38.5βˆ’38, 38 ≀ π‘₯ < 38.5

0, π‘₯ ≀ 36 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 38.5

............Rumus 22

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

-50 50 150

SPO2

Low-3

Low-2

Low-1

Normal-0

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

0 50

TEMP

Low-2

Normal-0

High-2

Page 8: Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

πœ‡π»π‘–π‘”β„Žβˆ’2[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’38

38.5βˆ’38, 38 ≀ π‘₯ < 38.5

1, π‘₯ β‰₯ 38.50, π‘₯ < 38

..............Rumus 23

5. Fungsi Derajat Keanggotaan Gula Darah

(BS)

Gula darah merupakan faktor yang sangat

penting. Input field ini memiliki lima fuzzy set (Low-

3, Low-2, Normal-0, High-2, dan High-3). Dalam

sistem ini, Telah ditetapkan bahwa jika nilai jumlah

gula darah lebih rendah dari 66 (<66) maka pasien

memiliki gula darag rendah (Low-3), jika lebih tinggi

dari 140 (>140) maka pasien memiliki gula darah

yang sangat tinggi (High-3), dan set lainnya

ditunjukkan pada tabel dibawah ini. Gambar 3.9

menunjukkan fungsi keanggotaan gula darah. Fungsi

keanggotaan dari fuzzy set ini adalah trapesium.

Input Field Range Fuzzy Set

Gula Darah

(BS)

<66 Low-3

63 - 72 Low-2

70 - 110 Normal-0

106 - 150 High-2

>140 High-3

Tabel 10. Range Fuzzy Set Gula Darah

Gambar 8. Grafik Fuzzy Set Gula Darah

Fungsi Derajat Keanggotaan Gula Darah

πœ‡πΏπ‘œπ‘€βˆ’3[π‘₯] =

{

1, π‘₯ < 6366βˆ’π‘₯

66βˆ’63, 63 ≀ π‘₯ < 66

0, π‘₯ β‰₯ 66

................Rumus 24

πœ‡πΏπ‘œπ‘€βˆ’2[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’63

66βˆ’63, 63 ≀ π‘₯ < 66

1, 66 ≀ π‘₯ < 7072βˆ’π‘₯

72βˆ’70, 70 ≀ π‘₯ < 72

0, π‘₯ ≀ 63 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 72

..................Rumus 25

πœ‡π‘π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘™βˆ’0[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’70

72βˆ’70, 70 ≀ π‘₯ < 72

1, 72 ≀ π‘₯ < 106110βˆ’π‘₯

110βˆ’106, 106 ≀ π‘₯ < 110

0, π‘₯ ≀ 70 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 110

.............Rumus 26

πœ‡π»π‘–π‘”β„Žβˆ’2[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’106

110βˆ’106, 106 ≀ π‘₯ < 110

1, 110 ≀ π‘₯ < 140150βˆ’π‘₯

150βˆ’140, 140 ≀ π‘₯ < 150

0, π‘₯ ≀ 106 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 150

.............Rumus 27

πœ‡π»π‘–π‘”β„Žβˆ’3[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’140

150βˆ’140, 140 ≀ π‘₯ < 150

1, π‘₯ β‰₯ 1500, π‘₯ < 140

..............Rumus 28

6. Fungsi Derajat Keanggotaan Output

Pada bagian ini menjelaskan output dari sistem

logika fuzzy. Terdapat satu output variabel β€œRisk

Group”, yang mengarahkan ketingkat kemungkinan

kondisi pasien. Range-nya dari 0 sampai 14. Nilai

tertinggi adalah nilai resiko kesehatan tertinggi

pasien. Sistem ini mempunyai 15 fuzzy set untuk

output variabel risk group yaitu NRM, LRG1, LRG2,

LRG3, LRG4, HRG5, HRG6, HRG7, HRG8, HRG9,

HRG10, HRG11, HRG12, HRG13, dan HRG14;

yang secara garis besar dikelompokkan ke dalam tiga

status, yaitu Normal (NRM), resiko rendah/low risk

(LRG),dan resiko tinggi/high risk (HRG).

Membership functions pada variabel ini adalah

trapesium. Detail membership Functions dapat

dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 9.

Output Field Range Fuzzy Set

Risk Group

Output Field

0<RG<0.5 NRM

0.5<RG<1.5 LRG 1

1.5<RG<2.5 LRG 2

2.5<RG<3.5 LRG 3

3.5<RG<4.5 LRG 4

4.5<RG<5.5 HRG 5

5.5<RG<6.5 HRG 6

6.5<RG<7.5 HRG 7

7.5<RG<8.5 HRG 8

8.5<RG<9.5 HRG 9

9.5<RG<10.5 HRG 10

10.5<RG<11.5 HRG 11

11.5<RG<12.5 HRG 12

12.5<RG<13.5 HRG 13

13.5<RG<14 HRG 14

Range Fuzzy Set

Tabel 11. Range Fuzzy Set Risk Group

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

-100 100 300 500

BS

Low-3

Low-2

Normal-0

High-2

High-3

Page 9: Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

Gambar 9. Grafik Fuzzy Set Risk Group

Fungsi Derajat Keanggotaan Output

πœ‡π‘π‘…π‘€[π‘₯] =

{0.5βˆ’π‘₯

0.5βˆ’0, 0 ≀ π‘₯ < 0.5

0, π‘₯ ≀ 0 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 0.5..............Rumus 29

πœ‡πΏπ‘…πΊβˆ’1[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’0.5

1βˆ’0.5, 0.5 ≀ π‘₯ < 1

1.5βˆ’π‘₯

1.5βˆ’1, 1 ≀ π‘₯ < 1.5

0, π‘₯ ≀ 0.5 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 1.5

..............Rumus 30

πœ‡πΏπ‘…πΊβˆ’2[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’1.5

2βˆ’1.5, 1.5 ≀ π‘₯ < 2

2.5βˆ’π‘₯

2.5βˆ’2, 2 ≀ π‘₯ < 2.5

0, π‘₯ ≀ 1.5 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 2.5

..................Rumus 31

πœ‡πΏπ‘…πΊβˆ’3[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’2.5

3βˆ’2.5, 2.5 ≀ π‘₯ < 3

3.5βˆ’π‘₯

3.5βˆ’3, 3 ≀ π‘₯ < 3.5

0, π‘₯ ≀ 2.5 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 3.5

................Rumus 32

πœ‡πΏπ‘…πΊβˆ’4[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’3.5

4βˆ’3.5, 3.5 ≀ π‘₯ < 4

4.5βˆ’π‘₯

4.5βˆ’4, 4 ≀ π‘₯ < 4.5

0, π‘₯ ≀ 3.5 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 4.5

.............Rumus 33

πœ‡π»π‘…πΊβˆ’5[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’4.5

5βˆ’4.5, 4.5 ≀ π‘₯ < 5

5.5βˆ’π‘₯

5.5βˆ’5, 5 ≀ π‘₯ < 5.5

0, π‘₯ ≀ 4.5 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 5.5

................Rumus 34

πœ‡π»π‘…πΊβˆ’6[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’5.5

6βˆ’5.5, 5.5 ≀ π‘₯ < 6

6.5βˆ’π‘₯

6.5βˆ’6, 6 ≀ π‘₯ < 6.5

0, π‘₯ ≀ 5.5 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 6.5

................Rumus 35

πœ‡π»π‘…πΊβˆ’7[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’6.5

7βˆ’6.5, 6.5 ≀ π‘₯ < 7

7.5βˆ’π‘₯

7.5βˆ’7, 7 ≀ π‘₯ < 7.5

0, π‘₯ ≀ 6.5 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 7.5

.................Rumus 36

πœ‡π»π‘…πΊβˆ’8[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’7.5

8βˆ’7.5, 7.5 ≀ π‘₯ < 8

8.5βˆ’π‘₯

8.5βˆ’8, 8 ≀ π‘₯ < 8.5

0, π‘₯ ≀ 7.5 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 8.5

.................Rumus 37

πœ‡π»π‘…πΊβˆ’9[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’8.5

9βˆ’8.5, 8.5 ≀ π‘₯ < 9

9.5βˆ’π‘₯

9.5βˆ’9, 9 ≀ π‘₯ < 9.5

0, π‘₯ ≀ 8.5 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 9.5

................Rumus 38

πœ‡π»π‘…πΊβˆ’10[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’9.5

10βˆ’9.5, 9.5 ≀ π‘₯ < 10

10.5βˆ’π‘₯

10.5βˆ’10, 10 ≀ π‘₯ < 10.5

0, π‘₯ ≀ 9.5 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 10.5

...............Rumus 39

πœ‡π»π‘…πΊβˆ’11[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’10.5

11βˆ’10.5, 10.5 ≀ π‘₯ < 11

11.5βˆ’π‘₯

11.5βˆ’11, 11 ≀ π‘₯ < 11.5

0, π‘₯ ≀ 10.5 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 11.5

..............Rumus 40

πœ‡π»π‘…πΊβˆ’12[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’11.5

12βˆ’11.5, 11.5 ≀ π‘₯ < 12

12.5βˆ’π‘₯

12.5βˆ’12, 12 ≀ π‘₯ < 12.5

0, π‘₯ ≀ 11.5 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 12.5

............Rumus 41

πœ‡π»π‘…πΊβˆ’13[π‘₯] =

{

π‘₯βˆ’12.5

13βˆ’12.5, 12.5 ≀ π‘₯ < 13

13.5βˆ’π‘₯

13.5βˆ’13, 13 ≀ π‘₯ < 13.5

0, π‘₯ ≀ 12.5 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’π‘₯ β‰₯ 13.5

...........Rumus 42

πœ‡π»π‘…πΊβˆ’14[π‘₯] =

{π‘₯βˆ’13.5

14βˆ’13.5, 13.5 ≀ π‘₯ < 14

0, π‘₯ ≀ 13.5 ................Rumus 43

Pada penelitian ini, model parameter output

yang digunakan adalah nilai EWS sehingga EWS

SCORE=6 pada rule ke-1 yang pada dasarnya sama

dengan RiskGroup = HRG6 pada rule ke-2.

1. If SBP=high2 and HR=normal and SPO2=low1

and TEMP=normal and BS=high3 THEN EWS

SCORE=6.

2. If SBP=high2 and HR=normal and SPO2=low1

and TEMP=normal and BS=high3 THEN

RiskGroup=HRG6.

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

-1 4 9 14

Risk Group

NRM

LRG1

LRG2

LRG3

LRG4

HRG5

HRG6

Page 10: Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

7. Konsep Pengambilan Rekomendasi Tindakan

Medis

Konsep pengambilan rekomendasi tindakan

medis didasarkan pada early warning score (EWS)

yang dicocokan dengan tabel protocol pengamatan

seperti pada Tabel 12 [1].

Total Score

Minimum

Observatio

n

Frequency

Alert Response

1 12 Hourly

Nurse in

charge

Nurse in

charge to

review if

new score 1

2 6 Hourly

Nurse in

charge

Nurse in

charge t

review

3 4 Hourly

Nurse in

charge &

Team/On

-call

SHO

SHO to

review

within 1

hour

4-6 1 Hourly

Nurse in

charge &

Team/On

-call

SHO

-SHO to

review

within Β½

hour

-If no

response to

treatment

within 1

hour,

contact

Registrar

-Consider

continuous

patient

monitoring

-Consider

transfer to

higher level

of care

>= 7 Β½ Hourly

Nurse in

charge &

Team/On

-call

Registrar

inform

Team/On

-call

Consulta

nt

-Registrar to

review

immediately

-Continuous

patient

monitoring

recommend

ed

-Plan to

transfer to

higher level

of care

-Activate

Emergency

Response

System

(ERS) (as

appropriate

to hospital

model)

Note: Single score triggers

Score of 2

HR <= 40

(Bradicardi

a)

Β½ Hourly

Nurse in

charge &

Team/On

-call

SHO

SHO to

review

immediately

*score of 3

in any

single

parameter

Β½ Hourly

pr as

indicated

by

patient’s

condition

Nurse in

charge &

Team/On

-call

SHO

-SHO to

review

immediately

-If no

response to

treatment or

still

concerned

contact

Registrar

-Consider

activating

ERS

*score of 3

in any

single

parameter

Β½ Hourly

pr as

indicated

by

patient’s

condition

Nurse in

charge &

Team/On

-call

SHO

-SHO to

review

immediately

-If no

response to

treatment or

still

concerned

contact

Registrar

-Consider

activating

ERS

* in certain circumstances a score of 3 in a single

parameter may not require Β½ hourly observations. i.e.

some patients on O2

- When communicatingpatiens score inform

relevant personnel if patient is charted for

supplemental oxygen e.g. post-op.

- Document all communication and management

plans at each escalation point in medical and

nursing notes.

- Escalation protocol may be stepped down as

appropriate and documented in management plan.

IMPORTANT:

- If response is not carried out as above

CNM/Nurse in charge must contact the Registrar or

Consultant.

- If you are concerned about a patient ascalate care

regardless of score.

Tabel 12 Protokol Pengamatan Kondisi Pasien

Page 11: Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

Protocol pengamatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah protocol pada Tabel 12 yang

telah dimodifikasi, seperti pada Tabel 13.

Total Score

Minimum

Observatio

n

Frequency

Alert Response

0.5 – 1.5 12 Hourly Nurse in

charge

Nurse in

charge to

review if

new score

1

1.6 – 2.5 6 Hourly Nurse in

charge

Nurse in

charge t

review

2.6 – 3.5 4 Hourly

Nurse in

charge &

Team/On

-call

SHO

SHO to

review

within 1

hour

3.6 – 6.5 1 Hourly

Nurse in

charge &

Team/On

-call

SHO

-SHO to

review

within Β½

hour

-If no

response to

treatment

within 1

hour,

contact

Registrar

-Consider

continuous

patient

monitoring

-Consider

transfer to

higher

level of

care

Note: Single score triggers

Score of 1.6

– 2.5 HR <=

40

(Bradicardia

)

Β½ Hourly

Nurse in

charge &

Team/On

-call

SHO

SHO to

review

immediatel

y

*score of 3

in any

single

parameter

Β½ Hourly

pr as

indicated

by

patient’s

condition

Nurse in

charge &

Team/On

-call

SHO

-SHO to

review

immediatel

y

-If no

response to

treatment

or still

concerned

contact

Registrar

-Consider

activating

ERS

* in certain circumstances a score of 3 in a single

parameter may not require Β½ hourly observations. i.e.

some patients on O2

- When communicatingpatiens score inform

relevant personnel if patient is charted for

supplemental oxygen e.g. post-op.

- Document all communication and management

plans at each escalation point in medical and

nursing notes.

- Escalation protocol may be stepped down as

appropriate and documented in management plan.

IMPORTANT:

- If response is not carried out as above

CNM/Nurse in charge must contact the Registrar or

Consultant.

- If you are concerned about a patient ascalate care

regardless of score.

Tabel 13. Protokol Pengamatan Kondisi Pasien Versi

Modifikasi

Peneliti menggunakan versi modifikasi dari

protocol pengamatan untuk menghindari kesalahan

dalam pengambilan rekomendasi tindakan medis

karena sistem ini memungkinkan untuk menghasilkan

score bilangan pecahan.

Pada tahap fuzzifikasi ini, nilai tanda vital yang

digunakan adalah satu input normal, satu input fuzzy,

dan 3 input tidak normal; yaitu input normal suhu

tubuh (TEMP = 37), input fuzzy detak jantung (HR =

97) dan input tidak normal [tekanan darah (SBP =

200), oksigen darah (SPO2 = 92), dan gula darah (BS =

250)].

Nilai fungsi derajat keanggotaan (πœ‡) untuk masing-

masing input adalah

1. Suhu tubuh (TEMP) - Rumus 22

πœ‡π‘π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘™βˆ’0[37] = 1

2. Detak jantung (HR) - Rumus 13 dan Rumus 14

πœ‡π‘π‘œπ‘Ÿπ‘šπ‘Žπ‘™βˆ’0[97] = 100βˆ’π‘₯

100βˆ’95=

100βˆ’97

5=

3

5= 0.6

[97] = π‘₯βˆ’95

100βˆ’95=

97βˆ’95

5=

2

5= 0.4

3. Tekanan darah (SBP) - Rumus 10

πœ‡π»π‘–π‘”β„Žβˆ’2[200] = 1

4. Oksigen darah (SPO2) - Rumus 19

Page 12: Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

πœ‡πΏπ‘œπ‘€βˆ’1[92] = 1

5. Gula darah (BS) - Rumus 28

πœ‡π»π‘–π‘”β„Žβˆ’3[250] = 1

C. Seleksi Rule

Rule merupakan serangkaian aturan yang digunakan

sebagai dasar perhitungan yang akan dilakukan dalam

metode fuzzy Tsukamoto. Sistem yang dikembangkan

dalam penelitian ini meliputi 1800 rule yang

dibangkitkan menggunakan Rumus 45 [5].

𝑁 = 𝑝1 π‘₯ 𝑝2 π‘₯ … π‘₯ 𝑝𝑛 ………………………Rumus 45

N merupakan jumlah total rule dan pn merupakan jumlah

variabel input linguistik untuk parameter n. Rule yang

digunakan dalam penelitian ini dibangun berdasarkan

sistem penilaian modified early warning score (MEWS).

Dari fungsi keangotaan pada manualisasi fuzzifikasi

diperoleh dua rule, yaitu

1. If SBP=high2 and HR=normal and SPO2=low1 and

TEMP=normal and BS=high3 THEN EWS

SCORE=6 (Rule 1600)

2. If SBP=high2 and HR=high1 and SPO2=low1 and

TEMP=normal and BS=high3 THEN EWS

SCORE=7 (Rule 1660)

D. Defuzzifikasi

Tujuan akhir tahap defuzifikasi adalah untuk

menghasilkan nilai output berupa nilai EWS yang nilai ini

akan digunakan untuk memberitahukan kondisi pasien

dan rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan. Untuk

menentukan nilai output, digunakan Rumus 46 [5].

𝑂𝑒𝑑𝑝𝑒𝑑 = βˆ‘ (πΆπ‘’π‘›π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘– π‘₯ π‘†π‘‘π‘Ÿπ‘’π‘›π‘”π‘‘β„Žπ‘–)𝑛𝑖=1

βˆ‘ π‘†π‘‘π‘Ÿπ‘’π‘›π‘”π‘‘β„Žπ‘–π‘›π‘–=1

………Rumus 46

Center merupakan nilai EWS yang ada pada rule,

misal center = 6 pada rule If SBP=high2 and

HR=normal and SPO2=low1 and TEMP=normal and

BS=high3 THEN EWS SCORE=6. Sedangkan strength

merupakan nilai minimum dari nilai fuzzy parameter

input, misal pada nilai fuzzy parameter input SBP=1,

HR=0.6, SPO2=1, TEMP=1, dan BS=1; maka nilai

strength = 0.6.

Manualisasi pada tahap defuzzifikasi adalah sebagai

berikut. Sebelum menghitung nilai output, nilai πœ‡

masing-masing parameter perlu dikalikan dengan bobot

parameter seperti pada Tabel 3.3. Nilai terkecil dari

πœ‡ π‘₯ π‘π‘œπ‘π‘œπ‘‘ merupakan strength dari rule yang

bersangkutan.

Bo

bot

Rule 1600 Rule 1660

Para

met

er

πœ‡ πœ‡ π‘₯ π‘π‘œπ‘π‘œπ‘‘ Para

meter πœ‡ πœ‡ π‘₯ π‘π‘œπ‘π‘œπ‘‘

0.1

6

SBP

=hi

1 0.16 SBP=

high2

1 0.16

gh2

0.4

0

HR

=no

rma

l

0.

6

0.24 HR=h

igh1

0.

4

0.16

0.2

7

SP

O2=

low

1

1 0.27 SPO2

=low

1

1 0.27

0.0

8

TE

MP

=no

rma

l

1 0.08 TEM

P=nor

mal

1 0.08

0.0

7

BS=

high

3

1 0.07 BS=h

igh3

1 0.07

Tabel 14. Penghitungan Strength

Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai output

menggunakan rumus Rumus 46.

𝑂𝑒𝑑𝑝𝑒𝑑 (π‘ π‘π‘œπ‘Ÿπ‘’) = (6 π‘₯ 0.07) + (7 π‘₯ 0.07)

(0.07 + 0.07)= 6.5

Nilai EWS = 6.5 namun tanda vital yang diinputkan

mengandung nilai 3 (high3) pada gula darah (BS)

sehingga jika nilai ESW dicocokkan dengan Tabel 3.13,

hal ini memenuhi kondisi β€œscore of 3 in any single

parameter” sehingga rekomendasi tindakan medis yang

diajukan adalah

1. SHO to review immediately.

2. If no response to treatment or still concerned

contact Registrar.

3. Consider activating ERS.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan diuraikan hasil mengujian system

yang dikembangkan dengan membandingkan hasil

rekomendasi tindakan medis yang dihasilkan sistem ini

dengan rekomendasi tindakan medis manual menggunakan

Table 13. Pada Tabel 15 adalah hasil pengujian score yang di-

peroleh dari perhintungan manual EWS (pakar) dan

perhitungan menggunakan metode AHP-Tsukamoto. Data

yang digunakan me-wakili masing-masing staus kondisi

pasien yaitu kondisi pasien dengan status normal (NRM),

resiko rendah (LRG), dan resiko tinggi (HRG).

Page 13: Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

Pasien

Tanda Vital

Hasil

No

MEWS

(Pakar)

AHP-

Tsukamoto

SBP HR SPO2 Temp BS Status Score Status Score

NORMAL (NRM)

1 161 62 97 37 72 NRM 0 NRM 0

2 121 79 97 36.59 103.5 NRM 0 NRM 0

3 120 65 95 37 88 NRM 0 NRM 0

4 170 80 96 37.5 102 NRM 0 NRM 0

5 127 89 98 38.1 89.46 NRM 0 NRM 0.4

LOW RISK GROUP (LRG)

6 139 70 98 37.5 120.42 LRG 2 LRG 2

7 135 92 96 37 138 LRG 2 LRG 2

8 120 71 98 37 119.52 LRG 2 LRG 2

9 129 88 97 36.1 134.28 LRG 2 HRG 3.6

10 117 63 98 38.2 115 LRG 2 LRG 2.8

11 180 92 97 37 226 LRG 3 LRG 3

12 134 84 100 37 163.26 LRG 3 LRG 3

13 175 70 97 37.5 167 LRG 3 LRG 3

14 184 75 96 37 156 LRG 3 LRG 3

15 144 87 97 37 206 LRG 3 LRG 3

16 147 88 97 37 277 LRG 3 LRG 3

17 118 92 96 38.2 165 LRG 3 HRG 3.8

18 132 82 95 38.2 160.38 LRG 3 HRG 3.8

19 180 96 98 37 201 LRG 3 LRG 3.5

20 137 96 100 36.6 204 LRG 3 LRG 3.5

21 181 58 96 36.6 181 LRG 3 LRG 3.5

22 151 56 98 37 237.42 LRG 3 LRG 3.5

23 118 84 94 37 161 LRG 3 LRG 3.5

24 96 55 96 37 68 LRG 3 LRG 3.18

HIGH RISK GROUP (HRG)

25 137 92 96 39 253.44 HRG 5 HRG 5

26 134 76 97 40 184 HRG 5 HRG 5

27 159 65 96 39 416.7 HRG 5 HRG 5

28 187 87 97 41 161 HRG 5 HRG 5.48

29 73 97 97 38.3 145 HRG 5 HRG 6.51

30 86 48 88 37.5 69 HRG 6 HRG 6

31 190 120 94 38.6 120 HRG 6 HRG 7.39

32 190 127 94 38.6 120 HRG 6 HRG 7.89

33 76 40 80 36.6 60 HRG 10 HRG 10

34 300 135 94 40 160 HRG 10 HRG 10.5

35 200 97 92 37 250 HRG 10 HRG 6.5

Tabel 15. Hasil Pengujian Score Menggunakan Metode AHP dan Fuzzy Inferensi Tsukamoto

Berdasarkan Tabel 3.13, pengelompokan status

secara garis besar adalah status normal memiliki nilai

EWS <=0.5, status resiko rendah (LRG) memiliki

rentang nilai EWS 0.6<=EWS<=3.5 dan status resiko

tinggi (HRG) memiliki nilai EWS>3.5.

Ketelitian sistem ini didasarkan pada kesamaan

status yang dihasilkan sistem dan status dari pakar. Pada

tabel hasil pengujian (Tabel 3.17), terdapat 3 pasien yang

berdasarkan perhitungan pakar, kondisi mereka berada

dalam status resiko rendah(LRG) namun hasil

Page 14: Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi Tsukamoto

perhitungan sistem mereka berada dalam status resiko

tinggi(HRG). Berdasarkan hasil pengujian dengan

jumlah data set 35, tingkat keteli-tian sistem ini adalah

πΎπ‘’π‘‘π‘’π‘™π‘–π‘‘π‘–π‘Žπ‘› = 32

35 π‘₯ 100% = 91.428571429%

V. KESIMPULAN

Dengan jumlah data set 35, tingkat kecocokan

antara penghitungan manual dengan perhitungan AHP-

Tsukamoto adalah Β±91.42. Dengan hasil ini, kami bisa

menyimpulkan bahwa mengan menggunakan metode

AHP dan Fuzzy Inferensi Tsukamoto untuk menghitung

nilai early warning score (EWS) untuk memantau

kondisi pasien, hasilnya tidaklah jauh berbeda dengan

hasil perhitungan pakar. Namun meskipun begitu,

banyak hal yang perlu diperbaiki dari sistem ini.

REFERENCES

[1] White, Barry, Crowley, Philip, & O’Halloran, Siobhan, Guiding

Framework and Policy for the National Early Warning Score System to Recognise and Respond to Clinical Deterioration, 2010.

[2] Rochmat, Noer, Implementasi Sasaran Keselamatan Pasien:

Komunikasi Efektif di Instalasi Rawat Inap, Makalah, Semarang, 2014 [3] Ensiklopedia Bebas Wikipedia, Early Warning Score, URL:

http://en.wikipedia.org/wiki/Early_warning_score, 2014.

[4] Abdurrahman, Ginanjar, Penerapan Metode Tsukamoto (Logika Fuzzy) dalam Sistem Pendukung Keputusan untuk Menentukan Jumlah

Produksi Barang Berdasarkan Data Persediaan dan Jumlah Permintaan,

Skripsi, Yogyakarta, 2011. [5] Al-Dmour, Jumanah A., Fuzzy Logic Based Patients’ Monitoring

System, Tesis, Sharjah, 2013.