Pemantauan Kondisi Pasien Rawat Inap
Menggunakan Metode AHP-Fuzzy Inferensi
Tsukamoto Eko K. Subha, Nanda Kristandi, Ferdi Alvianda, Aula Rieza, Anggi Yhurinda P
Jurusan Teknik Infomatika Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Jln. Veteran No. 8 Malang 65145 INDONESIA
AbstractβSistem pemantau kondisi pasien dapat
membantu dalam pengambilan keputusan tindakan medis yang
harus dilakukan sehingga memudahkan kerja tenaga medis
dalam melayani pasien. Pada sistem pendukung keputusan ini,
terdapat dua metode yang digunakan untuk membantu dalam
pencarian keputusan, yaitu metode Analytical Hierarchy Process
(AHP) dan Fuzzy Inference System Tsukamoto. Metode AHP
merupakan metode pendukung keputusan yang menguraikan
masalah multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki.
Fuzzy Tsukamoto cocok digunakan dalam pemantauan kondisi
pasien rawat inap, karena sangat fleksibel dan memiliki toleransi
pada data yang ada.
Keywords β Pemantauan Kondisi Pasien, Analytical
Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Inference System
Tsukamoto.
I. PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan
umum, membutuhkan keberadaan suatu sistem informasi yang
akurat dan handal, serta cukup memadai untuk meningkatkan
pelayanan kepada para pasien serta lingkungan yang terkait
lainnya. Informasi yang intensif memainkan peranan vital
dalam pengambilan keputusan.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit berupa pelayanan
rawat jalan, pelayanan rawat inap, dan pelayanan gawat
darurat yang mencangkup pelayanan medis dan pelayanan
penunjang medis. Masing-masing pelayanan mempunyai
sistem informasi yang terintegrasi dalam suatu sistem
informasi rumah sakit. Kondisi penyakit level kronis
membutuhkan pemantauan yang ekstra waspada dari pihak
rumah sakit. Pemantauan tersebut bisa mengenai infus,
tekanan darah, detak jantung dan lain-lain. Dengan demikian
dibutuhkan sistem pemantau kondisi pasien yang dapat
membantu dalam pengambilan keputusan tindakan medis
yang harus dilakukan sehingga memudahkan kerja tenaga
medis dalam melayani pasien.
Sistem Early Warning Scoring System (EWSS) dapat
mengidentifikasi keadaan pasien yang beresiko lebih awal dan
menggunakan multi parameter [1]. Para ahli mengatakan
bahwa, sistem ini dapat menghasilkan manfaat lebih bagi
pasien dan rumah sakit dengan mengidentifikasi penurunan
kondisi pasien. EWS yang digunakan di rumah sakit Indonesia
saat ini masih berbasis kertas dan perhitungannya masih
dilakukan manual dengan menggunakan tabel. Perlu
dilakukan trasformasi media dari semula kertas ke media yang
dapat dengan mudah diakses oleh tenaga medis. Salah satu
media yang dapat digunakan adalah komputer.
Pada sistem pendukung keputusan ini, terdapat dua
metode yang digunakan untuk membantu dalam pencarian
keputusan, yaitu metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
dan Fuzzy Inference System Tsukamoto. Metode AHP
merupakan metode pendukung keputusan yang menguraikan
masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks
menjadi suatu hirarki. Fuzzy Tsukamoto cocok digunakan
dalam pemantauan kondisi pasien rawat inap, karena sangat
fleksibel dan memiliki toleransi pada data yang ada. Metode
ini memiliki kelebihan yaitu lebih intuitif, diterima oleh
banyak pihak, lebih cocok untuk masukan yang diterima dari
manusia bukan mesin.
II. KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi
Pemantauan Kondisi Pasien, metode Analytical Hierarchy
Process (AHP) dan Fuzzy Inference System Tsukamoto.
A. Pemantauan Kondisi Pasien
Pelayanan rawat inap merupakan salah satu bentuk
pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan
kepada pasien yang perlu menginap untuk keperluan
observasi, diagnosis, pengobatan, bagi individu dengan
keadaan medis tertentu, pada kasus bedah, kebidanan,
penyakit kronis atau rehabilitasi yang memerlukan
perawatan dokter setiap hari. Sedangkan DepKes 1991
membatasi pelayanan rawat inap adalah layanan terhadap
pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur
untuk keperluan observasi, diagnosis, terapi, rehabilitasi
medis dan atau pelayanan medis lainnya (Antin Yohana.
2006).
Pasien yang mendapatkan layanan rawat inap
membutuhkan pemantauan. Kondisi penyakit level kronis
membutuhkan pemantauan yang ekstra waspada dari pihak
rumah sakit. Pemantauan tersebut bisa mengenai infus,
tekanan darah, detak jantung dan lain-lain. Hasil
pemantauan akan digunakan untuk menentukan tidakan
medis yang harus dilakukan. Penentuan tindakan medis ini
akan dibantu oleh sistem pendukung keputusan yang
dikembangkan menggunakan metode Analytical Hierarchy
Process (AHP) dan Fuzzy Inference System Tsukamoto.
Kedua metode ini digunakan untuk saling mendukung
dengan harapan keputusan yang direkomendasikan lebih
akurat. Gambar 1 merupakan struktur hirarki parameter
yang akan digunakan dalam pemantauan kondisi pasien.
Gambar 1. Struktur hirarki parameter dalam pemantauan
kondisi pasien
Kerangka komunikasi efektif yang digunakan di
rumah sakit adalah komunikasi SBAR (Situation,
Background, Assessment, Recommendation). Metode
komunikasi ini digunakan pada saat perawat melakukan
handover ke pasien. Komunikasi SBAR adalah kerangka
teknik komunikasi yang disediakan untuk petugas
kesehatan dalam menyampaikan kondisi pasien [2].
Untuk memantau kondisi pasien, Early Warning
Score (EWS) digunakaan sebagai indikator tingkat
penyakit pasien. Dalam rumah sakit, EWS digunakan
sebagai bagian dari "track-and-trigger", sistem dimana
meningkatnya skor menghasilkan respon yang bervariasi
ter-gantung pada peningkatan frekuensi observasi [3].
Dalam rumah sakit, biasanya penentuan EWS dil-akukan
dengan memasukkan tanda-tanda vital kedalam tabel
penghi-tungan EWS. Kemudian, total skor EWS
dicocokkan dengan skor yang ada di protocol pengamatan
kondisi pasien seperti pada Tabel 12.
B. Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP merupakan suatu model pendukung keputusan
yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model
pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi
faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu
hirarki, menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan
sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang
kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level
pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria,
sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir
dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang
kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-
kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk
hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih
terstruktur dan sistematis.
AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan
masalah dibanding dengan metode yang lain karena
alasan-alasan sebagai berikut:
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari
kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang
paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas
toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif
yang dipilih oleh pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan output analisis
sensitivitas pengambilan keputusan.
Pengolahan data dengan menggunakan metode AHP
dimulai dengan menyusun struktur hierarki dan
dilanjutkan dengan menentukan nilai prioritas kriteria
(membuat matriks berpasangan dan matriks normalisasi).
Lalu, melakukan uji konsistensi indeks dan rasio.
Jika sudah memenuhi CRβ€ 0,1, untuk menentukan
nilai prioritas aternatif. Jika tidak memenuhi CR β€ 0,1,
maka matriks berpasang anantar criteria perlu diperbaiki.
Setelah menentukan nilai prioritas alternative lalu
menetapkan nilai prioritas global dengan mengalikan nilai
prioritas alternative dengan nilai prioritas kriteria.
C. Fuzzy Inference System Tsukamoto
Inferensi adalah proses penggabungan banyak aturan
berdasarkan data yang tersedia. Komponen yang
melakukan inferensi dalam sistem pendukung keputusan
disebut mesin inferensi. Dua pendekatan untuk menarik
kesimpulan pada IF-THEN rule (aturan jika-maka) adalah
forward chaining dan backward chaining [4].
1. Forward Chaining
Forward chaining mencari bagian JIKA terlebih
dahulu. Setelah semua kondisi dipenuhi, aturan dipilih
untuk mendapatkan kesimpulan. Jika kesimpulan yang
diambil dari keadaan pertama bukan dari keadaan yang
terakhir, maka ia akan digunakan sebagai fakta untuk
disesuaikan dengan kondisi aturan JIKA yang lain untuk
mendapatkan kesimpulan yang lebih baik. Proses ini
berlanjut hingga dicapai kesimpulan akhir.
2. Backward Chaining
Backward chaining adalah kebalikan dari forward
chaining. Pendekatan ini dimulai dari kesimpulan dan
hipotesis bahwa kesimpulan adalah benar. Mesin inferensi
kemudian mengidentifikasi kondisi JIKA yang
diperlukan untuk membuat kesimpulan benar dan mencari
fakta untuk menguji apakah kondisi JIKA adalah benar.
Jika semua kondisi JIKA adalah benar, maka aturan dipilih
dan kesimpulan dicapai. Jika beberapa kondisi salah, maka
aturan dibuang dan aturan berikutnya digunakan sebagai
hipotesis kedua. Jika tidak ada fakta yang membuktikan
bahwa semua kondisi JIKA adalah benar atau salah, maka
mesin inferensi terus mencari aturan yang kesimpulannya
sesuai dengan kondisi JIKA yang tidak diputuskan untuk
bergerak satu langkah ke depan memeriksa kondisi
tersebut. Proses ini berlanjut hingga suatu set aturan
didapat untuk mencapai kesimpulan atau untuk
membuktikan tidak dapat mencapai kesimpulan.
Sistem inferensi fuzzy merupakan suatu kerangka
komputasi yang didasarkan pada teori himpunan fuzzy,
aturan fuzzy yang berbentuk IF-THEN, dan penalaran
fuzzy. Secara garis besar, diagram blok proses inferensi
fuzzy terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Blok Sistem Inferensi Fuzzy [4]
Sistem inferensi fuzzy menerima input crisp. Data
input kemudian dikirim ke basis pengetahuan yang berisi
n aturan fuzzy dalam bentuk IF-THEN. Fire strength
(nilai keanggotaan anteseden atau ) akan dicari pada setiap
aturan. Apabila aturan lebih dari satu, maka akan dilakukan
agregasi semua aturan. Selanjutnya pada hasil agregasi
akan dilakukan defuzzy untuk mendapatkan nilai crisp
sebagai output sistem. Salah satu metode FIS yang dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan adalah
metodeTsukamoto.
Pada metode Tsukamoto, implikasi setiap aturan
berbentuk implikasi "Sebab-Akibat"/Implikasi "Input-Output"
yang antara anteseden dan konsekuen harus ada berhubungan.
Setiap aturan direpresentasikan menggunakan himpunan-
himpunan fuzzy, dengan fungsi keanggotaan yang monoton.
Kemudian untuk menentukan hasil tegas (crisp solution)
digunakan rumus penegasan (defuzzifikasi) yang disebut
"Metode rata-rata terpusat" atau "Metode defuzzifikasi rata-
rata terpusat (center average deffuzzyfier).
III. MANUALISASI
Pada bagian ini akan diuraikan manualisasi Sistem
Pendukung Keputusan Pemantau Kondisi Pasien Rawat
Inap Menggunakan Metode AHP dan Fuzzy Inferensi
Tsukamoto. Proses manualisasi metode AHP dan Fuzzy
Inferensi Tsukamoto terdapat pada diagram alir Gambar 3.
Mulai
Menentukan Bobot
Parameter
Fuzifikasi Nilai Input
Selesai
Seleksi Rule
Defuzzifikasi
Gambar 3.Diagram Alir Manualisasi Metode AHP dan Fuzzy
Inferensi Tsukamoto
A. Menentukan Bobot Parameter Input
Penentuan bobot parameter input dilakukan
menggunakan metode AHP. Tabel 1 merupakan matrik
berpasangan parameter input (A).
Paramet
er
Tekana
n
Darah
Detak
Jantu
ng
Oksige
n
Darah
Suhu
Tubu
h
Gula
Dara
h
Tekanan
Darah 1 1/3 1/3 3 3
Detak
Jantung 3 1 3 4 3
Oksigen
Darah 3 1/3 1 4 4
Suhu
Tubuh 1/3 1/4 1/4 1 2
Gula
Darah 1/3 1/3 1/4 1/2 1
SUM 7.6 2.25 4.8 12.5 13
Tabel 1. Matrik Berpasangan Parameter Input
Untuk menentukan bobot parameter, matrik
berpasangan perlu dinormalisasi dan dihitung
consistency ratio untuk memastikan bahwa matrik
berpasangan parameter input konsisten dan dapat
digunakan. Normalisasi merupakan setiap nilai dalam
kolom matrik A dibagi dengan hasil penjumlahan
kolomnya seperti pada Rumus 1.
ππππ_π΄(π,π) = π΄(π,π)
ππππ β¦β¦β¦ Rumus 1
Norm_A(i,j) merupakan nilai matrik ternormalisasi pada
baris ke-i dan kolom ke-j. A(i,j) merupakan nilai matrik
Input
IF-THEN
IF-THEN
Agregasi
Defuzzy
Output
Crips
Aturan-1
Aturan-n
Fuzzy
FuzzyFuzzy
Crips
pebandingan pada baris ke-I dan kolom ke-j. SUMj
merupakan jumlah nilai matrik berpasangan pada kolom
ke-j.
Normalisasi
Paramet
er
Tekan
an
Darah
Detak
Jantu
ng
Oksig
en
Darah
Suhu
Tubu
h
Gula
Dara
h
Tekana
n Darah 0.13 0.14 0.06 0.24 0.23
Detak
Jantung 0.39 0.44 0.62 0.32 0.23
Oksigen
Darah 0.39 0.14 0.20 0.32 0.30
Suhu
Tubuh 0.04 0.11 0.05 0.08 0.15
Gula
Darah 0.04 0.14 0.05 0.04 0.07
Tabel 2. Tabel Normalisasi Matrik Berpasangan
Parameter Input.
Contoh, nilai normalisasi elemen matrik (1,1) adalah
ππππ_π΄(1,1) = π΄(1,1)
πππ1
= 1
7.6= 0.13
Setelah matrik ternormalisasi diperoleh, langkah
selanjutnya adalah menentukan bobot kriteria (X). Bobot
merupakan nilai rata-rata per baris dari matrik
ternormalisasi. Untuk menghitung bobot dapat
menggunakan Rumus 2.
ππ = β ππππ_π΄(π,π)ππ=1
π β¦β¦β¦.. Rumus 2
Xi merupakan bobot kriteria ke-I, Norm_A(i,j) merupakan
nilai matrik ternormalisasi pada baris ke-i dan kolom ke-
j, dan n merupakan jumlah kriteria.
Bobot (X)
0.16
0.40
0.27
0.08
0.07
Tabel 3. Bobot Kriteria
Contoh, bobot Tekanan Darah/kriteria (1) adalah
π1
= ππππ_π΄(1,1) + ππππ_π΄(1,2) + ππππ_π΄(1,3) + ππππ_π΄(1,4) + ππππ_π΄(1,5)
5
π1 = 0.13 + 0.14 + 0.06 + 0.24 + 0.23
5= 0.16
Langkah Langkah selanjutnya adalah mengalikan matrik
berpasangan dengan bobot menggunakan konsep
perkalian matriks.
[ 1 1/3 1/33 1 3
3 34 3
3 1/3 11/3 1/4 1/41/3 1/3 1/4
4 41 21/2 1]
π₯
[ 0.160.400.270.080.07]
=
[ 0.682.281.530.450.37]
Kemudian mencari koefisien bobot (πππππ ) menggunakan Rumus 3.
πππππ = β
π΄π₯ππ₯πβπ
π=1
π β¦β¦β¦β¦.. Rumus 3
π΄π₯ adalah hasil perkalian antara matriks berpasangan
dengan bobot kriteria (π₯) sedangkan π adalah jumlah
kriteria.
πππππ = 0.68
0.16β + 2.28 0.4β + 1.53 0.27β + 0.45 0.08β + 0.37 0.07β
5=
5.39
N 1 2 3 4 5 6 7 8
RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1 1.41
Tabel 4. Random Consistency Index (RI)
Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai
consistency index (CI) menggunakan Rumus 4.
πΆπΌ = πππππ βπ
πβ1 β¦β¦β¦β¦β¦ Rumus 4
πΆπΌ = 5.39 β5
5β1= 0.098
Langkah terakhir adalah menghitung nilai consistency
ratio (CR) menggunakan Rumus 5, untuk mengetahui
konsistensi matrik berpasangan yang digunakan.
πΆπ = πΆπΌ
π πΌ β¦β¦β¦β¦β¦. Rumus 5
Berdasarkan Tabel 3.4, random consistency index (RI) =
1.12 sehingga nilai CR adalah
πΆπ = 0.098
1.12= 0.08
Karena nilai CR < 0.1, maka matrik berpasangan
konsisten dan bias digunakan.
B. Fuzzifikasi Nilai Input
Setelah melakukan pembobotan kriteria, langkah
selanjutnya adalah fuzzifikasi. Fuzzifikasi nilai input
digunakan untuk merubah nilai input kedalam nilai fuzzy
dan variabel linguistik fuzzy. Fuzzifikasi dilakukan
setelah fungsi keanggotaan fuzzy setiap variabel input
dibentuk. Berikut in himpunan variabel linguistik pada
sistem pemantau kondisi pasien rawat inap adalah
sebagai berikut:
1. Tekanan Darah (SBP): Low-3, Low-2, Low-1,
Normal-0, High-2.
2. Detak Jantung (HR): Low-2, Low-1, Normal-0,
High-1, High-2, High-3.
3. Oksigen Darah (SPO2): Low-3, Low-2, Low-1,
Normal-0.
4. Suhu Tubuh (TEMP): Low-2, Normal-0, High-2.
5. Gula Darah (BS): Low-3, Low-2, Normal-0, High-
2, High-3.
Variabel linguistik ditentukan berdasarkan range nilai
pada Modified Early Warning Score (MEWS)[5].
Input Low-3 Low-2 Low-
1
Normal
-0
High-
1
High-2 High-3
SBP <7
5
70-
85
80-
10
0
95-
199
- - >18
5
HR - <50 45-
60
53-
100
95-
11
0
105
-
130
>12
5
SPO2 <8
5
83-
90
87-
95
>93 - - -
TEM
P
- <36.
5
- 36-
38.5
- >38 -
BS <6
6
63-
72
- 70-
110
- 106
-
150
>14
0
Tabel 5. Modified Early Warning Score
Nilai fuzzy parameter input akan dikalikan dengan
bobot parameter untuk digunakan pada tahap
defuzzifikasi, sedangkan variabel linguistik akan
digunakan pada tahap seleksi rule. Berikut ini adalah
fungsi keanggotaan masing-masing parameter.
1. Fungsi Derajat Keanggotaan Tekanan Darah
Sistolik (SBP)
Nilai-nilai yang berbeda tekanan darah
mengubah hasilnya dengan mudah. Dalam hal ini,
kami menggunakan tekanan darah sistolik. Variabel
input ini dibagi menjadi 5 fuzzy set yaitu Low-3,
Low-2, Low-1, Normal-0, dan High-2; fungsi
keanggotaan dari 5 fuzzy set adalah trapesium.
Langkah pertama dalam menerapkan algoritma
kontrol logika fuzzy adalah untuk fuzzify variabel
yang diukur. Untuk fuzzify variabel SBP, harus
ditentukan range nilai untuk SBP. Ditentukan nilai
SBP menjadi 100 sampai 185mm Hg (mungkin, tidak
semua orang setuju dengan hal ini, pilihan ini
berdasarkan pengalaman βahliβ). Dengan demikian
kita membuat himpunan fuzzy berlabel Normal-0 dan
menetapkan nilai-nilai SBP antara 101 dan 199 mm
Hg ke tingkat keanggotaan dari 1,0 di set ini.
Selanjutnya kita mengatasi masalah lebih jelas dari
apa yang kisaran nilai untuk SBP mungkin bisa
normal, tetapi juga menjadi abnormal. Setiap saran
ahli, kisaran 185-199 diputuskan untuk berada di
ujung atas dan 95 sampai 100 di ujung bawah
pertama. Dengan kata lain, jika SBP di atas 199 mm
Hg, itu terlalu tinggi (yang diberi label High-2 pada
fuzzy set), pilihan terbaik adalah rentang nilai antara
185 dan 199 mm Hg. Tabel fungsi keanggotaan dan
grafik fuzzy set dan variabel SBP secara berturut-
turut ditunjukkan pada Tabel 6 dan Gambar 4.
Input Field Range Fuzzy Set
Tekanan Darah
Sistolik
(TDS)
<75 Low-3
70 β 85 Low-2
80 β 100 Low-1
95 β 199 Normal-0
>185 High-2
Tabel 6 Range Fuzzy Set SBP
Gambar 4. Grafik Fuzzy Set Tekanan Darah Sistolik
Fungsi Derajat Keanggotaan SBP
ππ³ππβπ[π] =
{
1, π₯ < 7075βπ₯
75β70, 70 β€ π₯ < 75
0, π₯ β₯ 75
..................Rumus 6
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
-50 50 150 250
SBP
Low-3
Low-2
Low-1
Normal-0
High-2
ππ³ππβπ[π] =
{
π₯β70
75β70, 70 β€ π₯ < 75
1, 75 β€ π₯ < 8085βπ₯
85β80, 80 β€ π₯ < 85
0, π₯ β€ 70 ππ‘ππ’ π₯ β₯ 85
................Rumus 7
ππ³ππβπ[π] =
{
π₯β80
85β80, 80 β€ π₯ < 85
1, 85 β€ π₯ < 95100βπ₯
100β95, 95 β€ π₯ < 100
0, π₯ β€ 80 ππ‘ππ’ π₯ β₯ 100
...............Rumus 8
ππ΅πππππβπ[π] =
{
π₯β95
100β95, 95 β€ π₯ < 100
1, 100 β€ π₯ < 185199βπ₯
199β185, 185 β€ π₯ < 199
0, π₯ β€ 95 ππ‘ππ’ π₯ β₯ 199
.............Rumus 9
ππ―πππβπ[π] =
{
π₯β185
199β185, 185 β€ π₯ < 199
1, π₯ β₯ 1990, π₯ < 185
..............Rumus 10
2. Fungsi Derajat Keanggotaan Detak Jantung
(HR)
Berdasarkan sistem MEWS scoring dan setiap
saran ahli, enam fuzzy set (Low-2, Low-1, Normal-0,
High-1, High-2, dan High-3) digunakan dalam
variabel detak jantung. Fungsi keanggotaan dari fuzzy
set ini adalah trapesium. Penentuan nilai HR mirip
dengan penentuan nilai SBP. Tabel fungsi
keanggotaan dan grafik fuzzy set variabel detak
jantung secara berturut-turut ditunjukkan pada Tabel
7 dan Gambar 5.
Input Field Range Fuzzy Set
Detak Jantung
(HR)
<50 Low-2
45 - 60 Low-1
53 - 100 Normal-0
95 - 110 High-1
105 - 130 High-2
>125 High-3
Tabel 7. Range Fuzzy Set Detak Jantung
Gambar 5. Grafik Fuzzy Set Detak Jantung
Fungsi Derajat Keanggotaan HR
ππΏππ€β2[π₯] =
{
1, π₯ < 4550βπ₯
50β45, 45 β€ π₯ < 50
0, π₯ β₯ 50
.................Rumus 11
ππΏππ€β1[π₯] =
{
π₯β45
53β45, 45 β€ π₯ < 50
1, 50 β€ π₯ < 5360βπ₯
60β53, 53 β€ π₯ < 60
0, π₯ β€ 45 ππ‘ππ’π₯ β₯ 60
................Rumus 12
πππππππβ0[π₯] =
{
π₯β53
60β53, 53 β€ π₯ < 60
1, 60 β€ π₯ < 95100βπ₯
100β95, 95 β€ π₯ < 100
0, π₯ β€ 53 ππ‘ππ’π₯ β₯ 100
................Rumus 13
ππ»ππββ1[π₯] =
{
π₯β95
100β95, 95 β€ π₯ < 100
1, 100 β€ π₯ < 105110βπ₯
110β105, 105 β€ π₯ < 110
0, π₯ β€ 95 ππ‘ππ’π₯ β₯ 110
................Rumus 14
ππ»ππββ2[π₯] =
{
π₯β105
110β105, 105 β€ π₯ < 110
1, 110 β€ π₯ < 125130βπ₯
130β125, 125 β€ π₯ < 130
0, π₯ β€ 105 ππ‘ππ’π₯ β₯ 130
..............Rumus 15
ππ»ππββ3[π₯] =
{
π₯β125
130β125, 125 β€ π₯ < 130
1, π₯ β₯ 1300, π₯ < 125
.................Rumus 16
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 100 200
HR
Low-2
Low-1
Normal-0High-1
High-3
3. Fungsi Derajat Keanggotaan Oksigen Darah
(SPO2)
Nilai variabel ini adalah tingkat kejenuhan
oksigen pada darah pasien. Dalam hal ini, digunakan
empat variabel linguistik (fuzzy set) (Low-3, Low-2,
Low-1, dan Normal-0). Setiap nilai yang lebih tinggi
dari 95(>95) dianggap sebagai Normal-0. Pada table
ini fuzzy set didefinisikan. Fungsi keanggotaan dari
fuzzy set adalah trapesium dan ditunjukkan pada
Gambar 6.
Input Field Range Fuzzy Set
SPO2
<85 Low-3
83 - 90 Low-2
87 - 95 Low-1
>93 Normal-0
Tabel 8. Range Fuzzy Set Oksigen Darah
Gambar 6. Grafik Fuzzy Set Oksigen Darah
Fungsi Derajat Keanggotaan SPO2
ππΏππ€β3[π₯] =
{
1, π₯ < 8385βπ₯
85β83, 83 β€ π₯ < 85
0, π₯ β₯ 85
...................Rumus 17
ππΏππ€β2[π₯] =
{
π₯β83
85β83, 83 β€ π₯ < 85
1, 85 β€ π₯ < 8790βπ₯
90β87, 87 β€ π₯ < 90
0, π₯ β€ 83 ππ‘ππ’π₯ β₯ 90
...............Rumus 18
ππΏππ€β1[π₯] =
{
π₯β87
90β87, 87 β€ π₯ < 90
1, 90 β€ π₯ < 9395βπ₯
95β93, 93 β€ π₯ < 95
0, π₯ β€ 87 ππ‘ππ’π₯ β₯ 95
...............Rumus 19
πππππππβ0[π₯] =
{
π₯β93
95β93, 93 β€ π₯ < 95
1, π₯ β₯ 950, π₯ < 93
..................Rumus 20
4. Fungsi Derajat Keanggotaan Suhu Tubuh
(TEMP)
Tiga fuzzy set (Low-2, Normal-0, dan High-2)
digunakan untuk variabel suhu tubuh. Dalam tabel
ini fuzzy set didefinisikan. Fungsi keanggotaan dari
fuzzy set ini adalah trapesium. Fungsi keanggotaan
ini dijelaskan dalam Gambar 7.
Input Field Range Fuzzy Set
Suhu Tubuh
(TEMP)
<36.5 Low-2
36 - 38.5 Normal-0
>38 High-2
Tabel 9. Range Fuzzy Set Suhu Tubuh
Gambar 7. Grafik Fuzzy Set Suhu Tubuh
Fungsi Derajat Keanggotaan suhu Tubuh
ππΏππ€β2[π₯] =
{
1, π₯ < 3636.5βπ₯
36.5β36, 36 β€ π₯ < 36.5
0, π₯ β₯ 36.5
..................Rumus 21
πππππππβ0[π₯] =
{
π₯β36
36.5β36, 36 β€ π₯ < 36.5
1, 36.5 β€ π₯ < 3838.5βπ₯
38.5β38, 38 β€ π₯ < 38.5
0, π₯ β€ 36 ππ‘ππ’π₯ β₯ 38.5
............Rumus 22
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
-50 50 150
SPO2
Low-3
Low-2
Low-1
Normal-0
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 50
TEMP
Low-2
Normal-0
High-2
ππ»ππββ2[π₯] =
{
π₯β38
38.5β38, 38 β€ π₯ < 38.5
1, π₯ β₯ 38.50, π₯ < 38
..............Rumus 23
5. Fungsi Derajat Keanggotaan Gula Darah
(BS)
Gula darah merupakan faktor yang sangat
penting. Input field ini memiliki lima fuzzy set (Low-
3, Low-2, Normal-0, High-2, dan High-3). Dalam
sistem ini, Telah ditetapkan bahwa jika nilai jumlah
gula darah lebih rendah dari 66 (<66) maka pasien
memiliki gula darag rendah (Low-3), jika lebih tinggi
dari 140 (>140) maka pasien memiliki gula darah
yang sangat tinggi (High-3), dan set lainnya
ditunjukkan pada tabel dibawah ini. Gambar 3.9
menunjukkan fungsi keanggotaan gula darah. Fungsi
keanggotaan dari fuzzy set ini adalah trapesium.
Input Field Range Fuzzy Set
Gula Darah
(BS)
<66 Low-3
63 - 72 Low-2
70 - 110 Normal-0
106 - 150 High-2
>140 High-3
Tabel 10. Range Fuzzy Set Gula Darah
Gambar 8. Grafik Fuzzy Set Gula Darah
Fungsi Derajat Keanggotaan Gula Darah
ππΏππ€β3[π₯] =
{
1, π₯ < 6366βπ₯
66β63, 63 β€ π₯ < 66
0, π₯ β₯ 66
................Rumus 24
ππΏππ€β2[π₯] =
{
π₯β63
66β63, 63 β€ π₯ < 66
1, 66 β€ π₯ < 7072βπ₯
72β70, 70 β€ π₯ < 72
0, π₯ β€ 63 ππ‘ππ’π₯ β₯ 72
..................Rumus 25
πππππππβ0[π₯] =
{
π₯β70
72β70, 70 β€ π₯ < 72
1, 72 β€ π₯ < 106110βπ₯
110β106, 106 β€ π₯ < 110
0, π₯ β€ 70 ππ‘ππ’π₯ β₯ 110
.............Rumus 26
ππ»ππββ2[π₯] =
{
π₯β106
110β106, 106 β€ π₯ < 110
1, 110 β€ π₯ < 140150βπ₯
150β140, 140 β€ π₯ < 150
0, π₯ β€ 106 ππ‘ππ’π₯ β₯ 150
.............Rumus 27
ππ»ππββ3[π₯] =
{
π₯β140
150β140, 140 β€ π₯ < 150
1, π₯ β₯ 1500, π₯ < 140
..............Rumus 28
6. Fungsi Derajat Keanggotaan Output
Pada bagian ini menjelaskan output dari sistem
logika fuzzy. Terdapat satu output variabel βRisk
Groupβ, yang mengarahkan ketingkat kemungkinan
kondisi pasien. Range-nya dari 0 sampai 14. Nilai
tertinggi adalah nilai resiko kesehatan tertinggi
pasien. Sistem ini mempunyai 15 fuzzy set untuk
output variabel risk group yaitu NRM, LRG1, LRG2,
LRG3, LRG4, HRG5, HRG6, HRG7, HRG8, HRG9,
HRG10, HRG11, HRG12, HRG13, dan HRG14;
yang secara garis besar dikelompokkan ke dalam tiga
status, yaitu Normal (NRM), resiko rendah/low risk
(LRG),dan resiko tinggi/high risk (HRG).
Membership functions pada variabel ini adalah
trapesium. Detail membership Functions dapat
dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 9.
Output Field Range Fuzzy Set
Risk Group
Output Field
0<RG<0.5 NRM
0.5<RG<1.5 LRG 1
1.5<RG<2.5 LRG 2
2.5<RG<3.5 LRG 3
3.5<RG<4.5 LRG 4
4.5<RG<5.5 HRG 5
5.5<RG<6.5 HRG 6
6.5<RG<7.5 HRG 7
7.5<RG<8.5 HRG 8
8.5<RG<9.5 HRG 9
9.5<RG<10.5 HRG 10
10.5<RG<11.5 HRG 11
11.5<RG<12.5 HRG 12
12.5<RG<13.5 HRG 13
13.5<RG<14 HRG 14
Range Fuzzy Set
Tabel 11. Range Fuzzy Set Risk Group
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
-100 100 300 500
BS
Low-3
Low-2
Normal-0
High-2
High-3
Gambar 9. Grafik Fuzzy Set Risk Group
Fungsi Derajat Keanggotaan Output
πππ π[π₯] =
{0.5βπ₯
0.5β0, 0 β€ π₯ < 0.5
0, π₯ β€ 0 ππ‘ππ’π₯ β₯ 0.5..............Rumus 29
ππΏπ πΊβ1[π₯] =
{
π₯β0.5
1β0.5, 0.5 β€ π₯ < 1
1.5βπ₯
1.5β1, 1 β€ π₯ < 1.5
0, π₯ β€ 0.5 ππ‘ππ’π₯ β₯ 1.5
..............Rumus 30
ππΏπ πΊβ2[π₯] =
{
π₯β1.5
2β1.5, 1.5 β€ π₯ < 2
2.5βπ₯
2.5β2, 2 β€ π₯ < 2.5
0, π₯ β€ 1.5 ππ‘ππ’π₯ β₯ 2.5
..................Rumus 31
ππΏπ πΊβ3[π₯] =
{
π₯β2.5
3β2.5, 2.5 β€ π₯ < 3
3.5βπ₯
3.5β3, 3 β€ π₯ < 3.5
0, π₯ β€ 2.5 ππ‘ππ’π₯ β₯ 3.5
................Rumus 32
ππΏπ πΊβ4[π₯] =
{
π₯β3.5
4β3.5, 3.5 β€ π₯ < 4
4.5βπ₯
4.5β4, 4 β€ π₯ < 4.5
0, π₯ β€ 3.5 ππ‘ππ’π₯ β₯ 4.5
.............Rumus 33
ππ»π πΊβ5[π₯] =
{
π₯β4.5
5β4.5, 4.5 β€ π₯ < 5
5.5βπ₯
5.5β5, 5 β€ π₯ < 5.5
0, π₯ β€ 4.5 ππ‘ππ’π₯ β₯ 5.5
................Rumus 34
ππ»π πΊβ6[π₯] =
{
π₯β5.5
6β5.5, 5.5 β€ π₯ < 6
6.5βπ₯
6.5β6, 6 β€ π₯ < 6.5
0, π₯ β€ 5.5 ππ‘ππ’π₯ β₯ 6.5
................Rumus 35
ππ»π πΊβ7[π₯] =
{
π₯β6.5
7β6.5, 6.5 β€ π₯ < 7
7.5βπ₯
7.5β7, 7 β€ π₯ < 7.5
0, π₯ β€ 6.5 ππ‘ππ’π₯ β₯ 7.5
.................Rumus 36
ππ»π πΊβ8[π₯] =
{
π₯β7.5
8β7.5, 7.5 β€ π₯ < 8
8.5βπ₯
8.5β8, 8 β€ π₯ < 8.5
0, π₯ β€ 7.5 ππ‘ππ’π₯ β₯ 8.5
.................Rumus 37
ππ»π πΊβ9[π₯] =
{
π₯β8.5
9β8.5, 8.5 β€ π₯ < 9
9.5βπ₯
9.5β9, 9 β€ π₯ < 9.5
0, π₯ β€ 8.5 ππ‘ππ’π₯ β₯ 9.5
................Rumus 38
ππ»π πΊβ10[π₯] =
{
π₯β9.5
10β9.5, 9.5 β€ π₯ < 10
10.5βπ₯
10.5β10, 10 β€ π₯ < 10.5
0, π₯ β€ 9.5 ππ‘ππ’π₯ β₯ 10.5
...............Rumus 39
ππ»π πΊβ11[π₯] =
{
π₯β10.5
11β10.5, 10.5 β€ π₯ < 11
11.5βπ₯
11.5β11, 11 β€ π₯ < 11.5
0, π₯ β€ 10.5 ππ‘ππ’π₯ β₯ 11.5
..............Rumus 40
ππ»π πΊβ12[π₯] =
{
π₯β11.5
12β11.5, 11.5 β€ π₯ < 12
12.5βπ₯
12.5β12, 12 β€ π₯ < 12.5
0, π₯ β€ 11.5 ππ‘ππ’π₯ β₯ 12.5
............Rumus 41
ππ»π πΊβ13[π₯] =
{
π₯β12.5
13β12.5, 12.5 β€ π₯ < 13
13.5βπ₯
13.5β13, 13 β€ π₯ < 13.5
0, π₯ β€ 12.5 ππ‘ππ’π₯ β₯ 13.5
...........Rumus 42
ππ»π πΊβ14[π₯] =
{π₯β13.5
14β13.5, 13.5 β€ π₯ < 14
0, π₯ β€ 13.5 ................Rumus 43
Pada penelitian ini, model parameter output
yang digunakan adalah nilai EWS sehingga EWS
SCORE=6 pada rule ke-1 yang pada dasarnya sama
dengan RiskGroup = HRG6 pada rule ke-2.
1. If SBP=high2 and HR=normal and SPO2=low1
and TEMP=normal and BS=high3 THEN EWS
SCORE=6.
2. If SBP=high2 and HR=normal and SPO2=low1
and TEMP=normal and BS=high3 THEN
RiskGroup=HRG6.
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
-1 4 9 14
Risk Group
NRM
LRG1
LRG2
LRG3
LRG4
HRG5
HRG6
7. Konsep Pengambilan Rekomendasi Tindakan
Medis
Konsep pengambilan rekomendasi tindakan
medis didasarkan pada early warning score (EWS)
yang dicocokan dengan tabel protocol pengamatan
seperti pada Tabel 12 [1].
Total Score
Minimum
Observatio
n
Frequency
Alert Response
1 12 Hourly
Nurse in
charge
Nurse in
charge to
review if
new score 1
2 6 Hourly
Nurse in
charge
Nurse in
charge t
review
3 4 Hourly
Nurse in
charge &
Team/On
-call
SHO
SHO to
review
within 1
hour
4-6 1 Hourly
Nurse in
charge &
Team/On
-call
SHO
-SHO to
review
within Β½
hour
-If no
response to
treatment
within 1
hour,
contact
Registrar
-Consider
continuous
patient
monitoring
-Consider
transfer to
higher level
of care
>= 7 Β½ Hourly
Nurse in
charge &
Team/On
-call
Registrar
inform
Team/On
-call
Consulta
nt
-Registrar to
review
immediately
-Continuous
patient
monitoring
recommend
ed
-Plan to
transfer to
higher level
of care
-Activate
Emergency
Response
System
(ERS) (as
appropriate
to hospital
model)
Note: Single score triggers
Score of 2
HR <= 40
(Bradicardi
a)
Β½ Hourly
Nurse in
charge &
Team/On
-call
SHO
SHO to
review
immediately
*score of 3
in any
single
parameter
Β½ Hourly
pr as
indicated
by
patientβs
condition
Nurse in
charge &
Team/On
-call
SHO
-SHO to
review
immediately
-If no
response to
treatment or
still
concerned
contact
Registrar
-Consider
activating
ERS
*score of 3
in any
single
parameter
Β½ Hourly
pr as
indicated
by
patientβs
condition
Nurse in
charge &
Team/On
-call
SHO
-SHO to
review
immediately
-If no
response to
treatment or
still
concerned
contact
Registrar
-Consider
activating
ERS
* in certain circumstances a score of 3 in a single
parameter may not require Β½ hourly observations. i.e.
some patients on O2
- When communicatingpatiens score inform
relevant personnel if patient is charted for
supplemental oxygen e.g. post-op.
- Document all communication and management
plans at each escalation point in medical and
nursing notes.
- Escalation protocol may be stepped down as
appropriate and documented in management plan.
IMPORTANT:
- If response is not carried out as above
CNM/Nurse in charge must contact the Registrar or
Consultant.
- If you are concerned about a patient ascalate care
regardless of score.
Tabel 12 Protokol Pengamatan Kondisi Pasien
Protocol pengamatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah protocol pada Tabel 12 yang
telah dimodifikasi, seperti pada Tabel 13.
Total Score
Minimum
Observatio
n
Frequency
Alert Response
0.5 β 1.5 12 Hourly Nurse in
charge
Nurse in
charge to
review if
new score
1
1.6 β 2.5 6 Hourly Nurse in
charge
Nurse in
charge t
review
2.6 β 3.5 4 Hourly
Nurse in
charge &
Team/On
-call
SHO
SHO to
review
within 1
hour
3.6 β 6.5 1 Hourly
Nurse in
charge &
Team/On
-call
SHO
-SHO to
review
within Β½
hour
-If no
response to
treatment
within 1
hour,
contact
Registrar
-Consider
continuous
patient
monitoring
-Consider
transfer to
higher
level of
care
Note: Single score triggers
Score of 1.6
β 2.5 HR <=
40
(Bradicardia
)
Β½ Hourly
Nurse in
charge &
Team/On
-call
SHO
SHO to
review
immediatel
y
*score of 3
in any
single
parameter
Β½ Hourly
pr as
indicated
by
patientβs
condition
Nurse in
charge &
Team/On
-call
SHO
-SHO to
review
immediatel
y
-If no
response to
treatment
or still
concerned
contact
Registrar
-Consider
activating
ERS
* in certain circumstances a score of 3 in a single
parameter may not require Β½ hourly observations. i.e.
some patients on O2
- When communicatingpatiens score inform
relevant personnel if patient is charted for
supplemental oxygen e.g. post-op.
- Document all communication and management
plans at each escalation point in medical and
nursing notes.
- Escalation protocol may be stepped down as
appropriate and documented in management plan.
IMPORTANT:
- If response is not carried out as above
CNM/Nurse in charge must contact the Registrar or
Consultant.
- If you are concerned about a patient ascalate care
regardless of score.
Tabel 13. Protokol Pengamatan Kondisi Pasien Versi
Modifikasi
Peneliti menggunakan versi modifikasi dari
protocol pengamatan untuk menghindari kesalahan
dalam pengambilan rekomendasi tindakan medis
karena sistem ini memungkinkan untuk menghasilkan
score bilangan pecahan.
Pada tahap fuzzifikasi ini, nilai tanda vital yang
digunakan adalah satu input normal, satu input fuzzy,
dan 3 input tidak normal; yaitu input normal suhu
tubuh (TEMP = 37), input fuzzy detak jantung (HR =
97) dan input tidak normal [tekanan darah (SBP =
200), oksigen darah (SPO2 = 92), dan gula darah (BS =
250)].
Nilai fungsi derajat keanggotaan (π) untuk masing-
masing input adalah
1. Suhu tubuh (TEMP) - Rumus 22
πππππππβ0[37] = 1
2. Detak jantung (HR) - Rumus 13 dan Rumus 14
πππππππβ0[97] = 100βπ₯
100β95=
100β97
5=
3
5= 0.6
[97] = π₯β95
100β95=
97β95
5=
2
5= 0.4
3. Tekanan darah (SBP) - Rumus 10
ππ»ππββ2[200] = 1
4. Oksigen darah (SPO2) - Rumus 19
ππΏππ€β1[92] = 1
5. Gula darah (BS) - Rumus 28
ππ»ππββ3[250] = 1
C. Seleksi Rule
Rule merupakan serangkaian aturan yang digunakan
sebagai dasar perhitungan yang akan dilakukan dalam
metode fuzzy Tsukamoto. Sistem yang dikembangkan
dalam penelitian ini meliputi 1800 rule yang
dibangkitkan menggunakan Rumus 45 [5].
π = π1 π₯ π2 π₯ β¦ π₯ ππ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦Rumus 45
N merupakan jumlah total rule dan pn merupakan jumlah
variabel input linguistik untuk parameter n. Rule yang
digunakan dalam penelitian ini dibangun berdasarkan
sistem penilaian modified early warning score (MEWS).
Dari fungsi keangotaan pada manualisasi fuzzifikasi
diperoleh dua rule, yaitu
1. If SBP=high2 and HR=normal and SPO2=low1 and
TEMP=normal and BS=high3 THEN EWS
SCORE=6 (Rule 1600)
2. If SBP=high2 and HR=high1 and SPO2=low1 and
TEMP=normal and BS=high3 THEN EWS
SCORE=7 (Rule 1660)
D. Defuzzifikasi
Tujuan akhir tahap defuzifikasi adalah untuk
menghasilkan nilai output berupa nilai EWS yang nilai ini
akan digunakan untuk memberitahukan kondisi pasien
dan rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan. Untuk
menentukan nilai output, digunakan Rumus 46 [5].
ππ’π‘ππ’π‘ = β (πΆπππ‘πππ π₯ ππ‘πππππ‘βπ)ππ=1
β ππ‘πππππ‘βπππ=1
β¦β¦β¦Rumus 46
Center merupakan nilai EWS yang ada pada rule,
misal center = 6 pada rule If SBP=high2 and
HR=normal and SPO2=low1 and TEMP=normal and
BS=high3 THEN EWS SCORE=6. Sedangkan strength
merupakan nilai minimum dari nilai fuzzy parameter
input, misal pada nilai fuzzy parameter input SBP=1,
HR=0.6, SPO2=1, TEMP=1, dan BS=1; maka nilai
strength = 0.6.
Manualisasi pada tahap defuzzifikasi adalah sebagai
berikut. Sebelum menghitung nilai output, nilai π
masing-masing parameter perlu dikalikan dengan bobot
parameter seperti pada Tabel 3.3. Nilai terkecil dari
π π₯ πππππ‘ merupakan strength dari rule yang
bersangkutan.
Bo
bot
Rule 1600 Rule 1660
Para
met
er
π π π₯ πππππ‘ Para
meter π π π₯ πππππ‘
0.1
6
SBP
=hi
1 0.16 SBP=
high2
1 0.16
gh2
0.4
0
HR
=no
rma
l
0.
6
0.24 HR=h
igh1
0.
4
0.16
0.2
7
SP
O2=
low
1
1 0.27 SPO2
=low
1
1 0.27
0.0
8
TE
MP
=no
rma
l
1 0.08 TEM
P=nor
mal
1 0.08
0.0
7
BS=
high
3
1 0.07 BS=h
igh3
1 0.07
Tabel 14. Penghitungan Strength
Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai output
menggunakan rumus Rumus 46.
ππ’π‘ππ’π‘ (π ππππ) = (6 π₯ 0.07) + (7 π₯ 0.07)
(0.07 + 0.07)= 6.5
Nilai EWS = 6.5 namun tanda vital yang diinputkan
mengandung nilai 3 (high3) pada gula darah (BS)
sehingga jika nilai ESW dicocokkan dengan Tabel 3.13,
hal ini memenuhi kondisi βscore of 3 in any single
parameterβ sehingga rekomendasi tindakan medis yang
diajukan adalah
1. SHO to review immediately.
2. If no response to treatment or still concerned
contact Registrar.
3. Consider activating ERS.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan diuraikan hasil mengujian system
yang dikembangkan dengan membandingkan hasil
rekomendasi tindakan medis yang dihasilkan sistem ini
dengan rekomendasi tindakan medis manual menggunakan
Table 13. Pada Tabel 15 adalah hasil pengujian score yang di-
peroleh dari perhintungan manual EWS (pakar) dan
perhitungan menggunakan metode AHP-Tsukamoto. Data
yang digunakan me-wakili masing-masing staus kondisi
pasien yaitu kondisi pasien dengan status normal (NRM),
resiko rendah (LRG), dan resiko tinggi (HRG).
Pasien
Tanda Vital
Hasil
No
MEWS
(Pakar)
AHP-
Tsukamoto
SBP HR SPO2 Temp BS Status Score Status Score
NORMAL (NRM)
1 161 62 97 37 72 NRM 0 NRM 0
2 121 79 97 36.59 103.5 NRM 0 NRM 0
3 120 65 95 37 88 NRM 0 NRM 0
4 170 80 96 37.5 102 NRM 0 NRM 0
5 127 89 98 38.1 89.46 NRM 0 NRM 0.4
LOW RISK GROUP (LRG)
6 139 70 98 37.5 120.42 LRG 2 LRG 2
7 135 92 96 37 138 LRG 2 LRG 2
8 120 71 98 37 119.52 LRG 2 LRG 2
9 129 88 97 36.1 134.28 LRG 2 HRG 3.6
10 117 63 98 38.2 115 LRG 2 LRG 2.8
11 180 92 97 37 226 LRG 3 LRG 3
12 134 84 100 37 163.26 LRG 3 LRG 3
13 175 70 97 37.5 167 LRG 3 LRG 3
14 184 75 96 37 156 LRG 3 LRG 3
15 144 87 97 37 206 LRG 3 LRG 3
16 147 88 97 37 277 LRG 3 LRG 3
17 118 92 96 38.2 165 LRG 3 HRG 3.8
18 132 82 95 38.2 160.38 LRG 3 HRG 3.8
19 180 96 98 37 201 LRG 3 LRG 3.5
20 137 96 100 36.6 204 LRG 3 LRG 3.5
21 181 58 96 36.6 181 LRG 3 LRG 3.5
22 151 56 98 37 237.42 LRG 3 LRG 3.5
23 118 84 94 37 161 LRG 3 LRG 3.5
24 96 55 96 37 68 LRG 3 LRG 3.18
HIGH RISK GROUP (HRG)
25 137 92 96 39 253.44 HRG 5 HRG 5
26 134 76 97 40 184 HRG 5 HRG 5
27 159 65 96 39 416.7 HRG 5 HRG 5
28 187 87 97 41 161 HRG 5 HRG 5.48
29 73 97 97 38.3 145 HRG 5 HRG 6.51
30 86 48 88 37.5 69 HRG 6 HRG 6
31 190 120 94 38.6 120 HRG 6 HRG 7.39
32 190 127 94 38.6 120 HRG 6 HRG 7.89
33 76 40 80 36.6 60 HRG 10 HRG 10
34 300 135 94 40 160 HRG 10 HRG 10.5
35 200 97 92 37 250 HRG 10 HRG 6.5
Tabel 15. Hasil Pengujian Score Menggunakan Metode AHP dan Fuzzy Inferensi Tsukamoto
Berdasarkan Tabel 3.13, pengelompokan status
secara garis besar adalah status normal memiliki nilai
EWS <=0.5, status resiko rendah (LRG) memiliki
rentang nilai EWS 0.6<=EWS<=3.5 dan status resiko
tinggi (HRG) memiliki nilai EWS>3.5.
Ketelitian sistem ini didasarkan pada kesamaan
status yang dihasilkan sistem dan status dari pakar. Pada
tabel hasil pengujian (Tabel 3.17), terdapat 3 pasien yang
berdasarkan perhitungan pakar, kondisi mereka berada
dalam status resiko rendah(LRG) namun hasil
perhitungan sistem mereka berada dalam status resiko
tinggi(HRG). Berdasarkan hasil pengujian dengan
jumlah data set 35, tingkat keteli-tian sistem ini adalah
πΎππ‘ππππ‘πππ = 32
35 π₯ 100% = 91.428571429%
V. KESIMPULAN
Dengan jumlah data set 35, tingkat kecocokan
antara penghitungan manual dengan perhitungan AHP-
Tsukamoto adalah Β±91.42. Dengan hasil ini, kami bisa
menyimpulkan bahwa mengan menggunakan metode
AHP dan Fuzzy Inferensi Tsukamoto untuk menghitung
nilai early warning score (EWS) untuk memantau
kondisi pasien, hasilnya tidaklah jauh berbeda dengan
hasil perhitungan pakar. Namun meskipun begitu,
banyak hal yang perlu diperbaiki dari sistem ini.
REFERENCES
[1] White, Barry, Crowley, Philip, & OβHalloran, Siobhan, Guiding
Framework and Policy for the National Early Warning Score System to Recognise and Respond to Clinical Deterioration, 2010.
[2] Rochmat, Noer, Implementasi Sasaran Keselamatan Pasien:
Komunikasi Efektif di Instalasi Rawat Inap, Makalah, Semarang, 2014 [3] Ensiklopedia Bebas Wikipedia, Early Warning Score, URL:
http://en.wikipedia.org/wiki/Early_warning_score, 2014.
[4] Abdurrahman, Ginanjar, Penerapan Metode Tsukamoto (Logika Fuzzy) dalam Sistem Pendukung Keputusan untuk Menentukan Jumlah
Produksi Barang Berdasarkan Data Persediaan dan Jumlah Permintaan,
Skripsi, Yogyakarta, 2011. [5] Al-Dmour, Jumanah A., Fuzzy Logic Based Patientsβ Monitoring
System, Tesis, Sharjah, 2013.
Top Related