pelanggaran etika profesi

8
JUDUL: KREDIT MACET RP 52 MILIAR, AKUNTAN PUBLIK DIDUGA TERLIBAT NAMA: RINI UTAMI NIM: C4C013010 KASUS: JAMBI, KOMPAS.com – Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut. Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. “Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut,” tegas Fitri. Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus tersebut di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik. Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya. Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum maumemberikan komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut. Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit. komentar: Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu : 1. Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu) tidak mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap masyarakat.

description

JUDUL: KREDIT MACET RP 52 MILIAR, AKUNTAN PUBLIK DIDUGA TERLIBATNAMA: RINI UTAMINIM: C4C013010KASUS:JAMBI, KOMPAS.com – Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet.Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI.Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. “Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut,” tegas Fitri.

Transcript of pelanggaran etika profesi

Page 1: pelanggaran  etika profesi

JUDUL: KREDIT MACET RP 52 MILIAR, AKUNTAN PUBLIK DIDUGA TERLIBATNAMA: RINI UTAMINIM: C4C013010

KASUS:JAMBI, KOMPAS.com – Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet.Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI.Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. “Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet tersebut,” tegas Fitri.Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus tersebut di Kejati Jambi.Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik.Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya.Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum maumemberikan komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.

komentar:Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu :1. Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu) tidak mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap masyarakat.2. Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga akhirnya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi.3. Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak lain.4. Prinsip perilaku profesional : Dia tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik telah melanggar etika profesi.5. Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan.

SUMBER: http://ambar-kusnandi.blogspot.com/2013/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html

Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT Kimia FarmaNama : Karina Odia Julialevi

Page 2: pelanggaran  etika profesi

Nim : C4C013006Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT Kimia FarmaKronologisPada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam diperoleh bukti sebagai berikut :Terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT.Kimia Farma, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp.32,7 milyar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT.Kimia Farma Tbk.Selain itu kesalahan juga terdapat padaUnit industri bahan baku, kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp.2,7 milyar. Unit logistik sentral, kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp.23,9 miliar.Unit pedagang besar farmasi (PBF), kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp.8,1 milyar. Kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp.10,7 milyar. Kesalahan-kesalahan penyajian tersebut dilakukan oleh direksi periode 1998 – juni 2002 dengan cara :Membuat dua daftar harga persediaan yang berbeda masing-masing diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana keduanya merupakan master price yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT.Kimia Farma. Master price per 3 Februari 2002 merupakan master price yang telah disesuaikan nilainya (mark up) dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT.Kimia Farma per 31 Desember 2001.Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit bahan baku. Pencatatan ganda dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan.Berdasarkan uraian tersebut tindakan yang dilakukan oleh PT.Kimia Farma terbukti melanggar peraturan Bapepam no. VIII.G.7 tentang pedoman penyajian laporan keuangan. poin 2, Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3 Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.”Sumber :http://www.bumn.go.id/22289/publikasi/berita/manajemen-lama-kimia-farma-dipastikan-terlibat-kasus/http://davidparsaoran.wordpress.com/2009/11/04/skandal-manipulasi-laporan-keuangan-pt-kimia-farma-tbk/http://liaaaajach.wordpress.com/2013/01/19/contoh-contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi-akuntansi/

Judul : KASUS Laporan Keuangan ganda Bank Lippo tahun 2002Nama Mahasiswa : KARNISUAYTINIM : C4C013001 

Page 3: pelanggaran  etika profesi

Kasus ini merupakan kasus dimana Bank Lippo melakukan pelaporan laporan keuangan ganda pada tahun 2002.Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda. Laporan yang berbeda itu, pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002, dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %. Karena itu BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari. Kasus-kasus skandal diatas menyebabkan profesi akuntan beberapa tahun terakhir telah mengalami krisis kepercayaan. Hal itu mempertegas perlunya kepekaan profesi akuntan terhadap etika. KOMENTAR :1. Tindakan mencantumkan laporan yang belum diaudit dengan mengiklankan di media masa untuk publik dengan kata sudah di audit yang dilakukan akuntan diatas adalah tindakan yang melanggar INTEGRITAS ; dimana seorang akuntan harus sangat jelas dan jujur dalam segala pekerjaan profesionalnya maupun dalam hubungan bisnisnya. 2. Pelanggaran terhadap pelayanan kepentingan publik dalam hal ini memberikan laporan ganda yang berbeda beda untuk publik, BEJ, dan laporan akuntan publik. Sehingga menyesatkan para pengguna Laporan Keuangan3. Pelanggaran terhadap Perilaku Profesional karena berani memberikan pendapat ”Wajar Tanpa Pengecualian ” tanpa melakukan standar teknis secara profesional4. Tidak melakukan obyektifitas dalam menjalankan tugas profesioanl-nya.Karena lebih berpihak kepada klien daripada berpihak kepada para pengguna eksternal laporan keuangan (Laporan palsu ke BEJ , dan masyarakat )

Sumber : http://rizkiadiputra08.blogspot.com/2012/10/contoh-kasus-pelanggaran-kode-etik.html

Judul: Kredit fiktif Rp102 M, BSM pastikan ada pelanggaran internalNama: Gianni Farah PaluciNIM: C4C013063

Kasus:Sindonews.com - PT Bank Syariah Mandiri (BSM) mengumumkan adanya temuan penyimpangan berupa penyaluran kredit fiktif pada kantor BSM cabang Bogor senilai Rp102 miliar dan menjadi kredit macet sekira Rp59 miliar.

Page 4: pelanggaran  etika profesi

Corporate Secreatary BSM Taufik Machrus menerangkan, kepastian adanya temuan tersebut diperoleh setelah dilakukannya audit internal oleh Direktorat Kepatuhan BSM.

"Ada beberapa hasil yang bisa diungkap terkait dengan kredit fiktif di BSM cabang Bogor ini. Pertama, BSM menemukan adanya pelanggaran ketentuan internal, yang berindikasi adanya dugaan tindak pidana perbankan di BSM cabang Bogor pada 2012," ujar Taufik di Wisama Mandiri, Jakarta, Kamis (24/10/2013).

Lebih lanjut dirinya mengatakan, atas temuan tersebut, manajemen langsung menindaklanjutinya dengan melakukan laporan secara hukum ke Bareskrim Mabes Polri tertanggal 12 September 2013.

"Atas temuan tersebut, dalam rangka menegakkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Govenance/GCG), BSM menurunkan tim audit internal. Hasil pemeriksaan tim audit internal memperkuat adanya dugaan tindak pidana perbankan dimaksud. Kemudian kita laporkan ke Bareskrim tanggal 12 September 2013 kemarin," sambung dia.

Ditambahkannya, BSM sendiri saat ini menyerahkan sepenuhnya penangan kasus tersebut kepada pihak berwenang. "Dengan pelaporan ini berarti BSM menyerahkan penanganan kasus tersebut pada proses Hukum. BSM mendukung penegakan Hukum oleh pihak kepolisian, sebagai bagian dari menegakan integritas dan dalam rangka melindungi para pemangku kepentingan perusahaan (stakeholder)," tutup dia.

Diberitakan sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menetapkan empat orang tersangka dalam kasus pembobolan dana kredit Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Bogor ini.

Empat tersangka tersebut di antaranya Kepala Cabang Utama Bank Syariah Mandiri Bogor M Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor Chaerulli Hermawan, Accaounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John Lopulisa, dan Debitur Iyan Permana.

"Satu orang pengusaha yang terlibat dalam sindikat dengan manajemen BSM KCP Bogor sudah ditetapkan sebagai tersangka, sudah dilakukan penahanan terhadap empat tersangka tersebut," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie di Mabes Polri, Jakarta Selatan

Sumber: http://daerah.sindonews.com/read/2013/10/24/34/797832/bsm-pastikan-ada-pelanggaran-internal

JUDUL : Kasus Suap Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan CukaiNAMA :NAWANG KALBUANANIM: C4C013060KASUS:TEMPO.CO, Jakarta--Tersangka suap bea cukai, bekas Kepala Subdirektorat Ekspor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Heru Sulastyono dan pengusaha Yusran Arif dilimpahkan ke Kejaksaan Agung pada Selasa, 24 Februari 2014. Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Pencucian Uang Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Besar Agung Setya Effendi aliran dana dari Yusran untuk Heru adalah komisi karena membantu perusahaan Yusran.

"Prinsipnya Yusran membagi hasil karena usahanya dibantu Heru. Pembagiannya berkisar 8-9 persen dari keuntungan Yusran," kata Agung ketika dihubungi Tempo, Selasa, 25 Februari 2014.

Page 5: pelanggaran  etika profesi

Agung mengatakan Heru membantu Yusran mengakali kewajiban pembayaran kepada negara, salah satunya dengan mengatur valuation ruling alias penetapan nilai pabean. Agung mengatakan keberadaan Heru sebagai konsultan juga membantu pengeluaran bijih plastik yang diimpor PT Tanjung Jati Utama milik Yusran."Kalau mereka tahu bahwa ini yang ngurus Yusran, semua jadi lancar karena semua tahu dia dibantu siapa. Kalau enggak punya orang dalam susah," kata Agung. 

Penyidik kepolisian menyita 7 unit tanah dan bangunan, sebuah mobil dan uang sebagai barang bukti dalam dugaan tindak pidana pencucian uang dan suap ini. Penyidik juga menyita uang Rp 425 juta dari rekening Heru dan uang Rp 442 juta yang digunakan untuk membayar uang muka satu unit kondotel di Seminyak, Bali. (dikutip http://www.tempo.co/read/news/2014/02/26/063557608/Heru-Sulastyono-Terima-Komisi-9-Persen-dari-Yusran tanggal 26 Februari 2014)

Selain itu, Bareskrim juga telah bekerja sama dengan Inspektorat Bidang Investigasi Kementerian Keuangan untuk menyelidiki kasus ini. Menurut Arief, Polri tidak dapat langsung mengakses dokumen ekspor impor yang ditangani Heru lantaran ada keterbatasan yuridis yang dimiliki. Polri harus mengantongi izin dari Menteri Keuangan sebelum dapat mengakses dokumen tersebut. 

"Kerja sama itu untuk memperoleh dokumen yang berkaitan dengan kegiatan ekspor impor yang dilakukan saudara YA (Yusran Arif) untuk bisa mengetahui pihak-pihak lain yang terafiliasi dengan kedua tersangka," katanya.

(dikutip http://nasional.kompas.com/read/2013/11/01/1748533/Tangani.Kasus.Pejabat.Bea.Cukai.Polri.Gandeng.PPATK tanggal 1 November 2013)SUMBER:1. http://www.tempo.co/read/news/2014/02/26/063557608/Heru-Sulastyono-Terima-Komisi-9-Persen-dari-Yusran (utama)2. http://nasional.kompas.com/read/2013/11/01/1748533/Tangani.Kasus.Pejabat.Bea.Cukai.Polri.Gandeng.PPATK (tambahan)3. http://www.liputan6.com/tag/suap-bea-cukai (berita online)

Analisis Pelanggaran Kode Etik:1. Pada kasus ini petugas Bea Cukai juga telah melanggar International Ethics Standards Board for Accountants Section 310 tentang Potential Conflicts2. Pada kasus ini petugas Bea Cukai juga telah melanggar International Ethics Standards Board for Accountants Section 320 tentang Preparation and Reporting of Information3. Pada kasus ini petugas Bea Cukai juga telah melanggar International Ethics Standards Board for Accountants Section 320 tentang Acting with Sufficient Expertise4. Pada kasus tersebut ini baik petugas Bea Cukai maupun sang Penyuap telah Pelanggaran Pasal 5 ayat 2, Pasal 12 huruf b dan Pasal 11 Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 5. Pada kasus tersebut ini baik petugas Bea Cukai maupun sang Penyuap telah melanggar Pasal 3 dan pasal 6 Undang-Undang No 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Page 6: pelanggaran  etika profesi