PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

23
PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU TERKAIT PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL (STUDI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI PEMERINTAH DAERAH PROVINSI BENGKULU) Fadhly Hafiz Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424 E-mail : [email protected] Abstrak Dalam kegiatan pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah telah diatur untuk menggunakan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), tidak terkecuali Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu yang mana telah mendelegasikan kewenangan tersebut kepada unit perangkat daerah tersendiri, termasuk perizinan dan non perizinan di bidang penanaman modal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran bagaimana pengaturan hukum serta peralihan wewenang dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu khususnya terkait perizinan dan non perizinan di bidang penanaman modal di Provinsi Bengkulu. Selain itu, penulisan skripsi ini juga mempunyai tujuan untuk memberikan masukan dalam memperbaiki pengaturan serta pelaksanan sistem pelayanan terpadu satu pintu pada bidang penanaman modal di Provinsi Bengkulu. Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilaksanakan melalui penelitian kepustakaan yang dititikberatkan kepada analisis terhadap peraturan perundang-undangan serta data-data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, sehingga penelitian ini dispesifikasikan ke dalam penelitian yang bersifat deskriptif analitis, dengan tahap-tahap penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan mengenai PTSP di Provinsi Bengkulu tidak mengatur secara detail beberapa aspek penting pelaksanaan PTSP itu sendiri seperti SDM, Keuangan dan Pengawasan, selain itu bentuk kelembagaannya masih setingkat kantor dimana notabene SKPD teknis yang bersinggungan dengan KP2T Provinsi Bengkulu telah berbentuk Dinas atau Badan yang mengakibatkan kesenjangan eselon pimpinan. Oleh karenanya diperlukan perubahan terhadap pengaturan pelaksanaan PTSP di Provinsi Bengkulu kedepannya agar dapat berjalan dengan optimal dalam melayani masyarakat. Implementation of One Stop Services Authority Related to Licensing and non Licensing in the Field of Investment (Study of One Stop Services in Bengkulu Province). Abstract Implementation of licensing and non-licensing services in locality government has been set up to use the One Stop Service (OSS), is no exception with Bengkulu Province Government which has been delegated one stop services authority to their own special local unit, including licensing and non-licensing in the field of investment. This study aims to gain an idea of how the legal arrangements and transfer of authority in the implementation of the One Stop Services in particular related to the licensing and non-licensing in the field of investment in the Province of Bengkulu. In addition, this thesis also has the objective to provide input to improve the regulation and conduct of integrated one-stop service system in the field of investment in the province of Bengkulu. Method approach in this study is normative juridical approach, legal research conducted through library research focused on an analysis of the legislation and the data obtained from observations and interviews, so this study is specified in the descriptive research analytical, with the stages of the research literature and field research. This study shows that the regulation of PTSP in Bengkulu province does not regulate in detail some important aspects of the implementation of the OSS itself like human resources, finance and control, otherwise it the forms of institutions level is still offices, whereas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) as the counterpart of KP2T Bengkulu Province has institutional form with Department or Body which resulted a gaps of echelon leaders. Therefore, government need to changes the regulation of OSS implementation at Bengkulu Province in the future, to making the implementation of public services run better. Keywords : One Stop Services, Investment, Licensing and Non Licensing, Authority, Regulation, Bengkulu Province. Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Transcript of PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Page 1: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU

PINTU TERKAIT PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DI BIDANG

PENANAMAN MODAL

(STUDI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI PEMERINTAH

DAERAH PROVINSI BENGKULU)

Fadhly Hafiz

Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424

E-mail : [email protected]

Abstrak

Dalam kegiatan pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah telah diatur untuk menggunakan sistem

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), tidak terkecuali Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu yang mana

telah mendelegasikan kewenangan tersebut kepada unit perangkat daerah tersendiri, termasuk perizinan dan

non perizinan di bidang penanaman modal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran

bagaimana pengaturan hukum serta peralihan wewenang dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

khususnya terkait perizinan dan non perizinan di bidang penanaman modal di Provinsi Bengkulu. Selain itu,

penulisan skripsi ini juga mempunyai tujuan untuk memberikan masukan dalam memperbaiki pengaturan

serta pelaksanan sistem pelayanan terpadu satu pintu pada bidang penanaman modal di Provinsi Bengkulu.

Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum

yang dilaksanakan melalui penelitian kepustakaan yang dititikberatkan kepada analisis terhadap peraturan

perundang-undangan serta data-data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, sehingga

penelitian ini dispesifikasikan ke dalam penelitian yang bersifat deskriptif analitis, dengan tahap-tahap

penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan mengenai

PTSP di Provinsi Bengkulu tidak mengatur secara detail beberapa aspek penting pelaksanaan PTSP itu

sendiri seperti SDM, Keuangan dan Pengawasan, selain itu bentuk kelembagaannya masih setingkat kantor

dimana notabene SKPD teknis yang bersinggungan dengan KP2T Provinsi Bengkulu telah berbentuk Dinas

atau Badan yang mengakibatkan kesenjangan eselon pimpinan. Oleh karenanya diperlukan perubahan

terhadap pengaturan pelaksanaan PTSP di Provinsi Bengkulu kedepannya agar dapat berjalan dengan

optimal dalam melayani masyarakat.

Implementation of One Stop Services Authority Related to

Licensing and non Licensing in the Field of Investment

(Study of One Stop Services in Bengkulu Province).

Abstract

Implementation of licensing and non-licensing services in locality government has been set up to use the

One Stop Service (OSS), is no exception with Bengkulu Province Government which has been delegated

one stop services authority to their own special local unit, including licensing and non-licensing in the field

of investment. This study aims to gain an idea of how the legal arrangements and transfer of authority in the

implementation of the One Stop Services in particular related to the licensing and non-licensing in the field

of investment in the Province of Bengkulu. In addition, this thesis also has the objective to provide input to

improve the regulation and conduct of integrated one-stop service system in the field of investment in the

province of Bengkulu. Method approach in this study is normative juridical approach, legal research

conducted through library research focused on an analysis of the legislation and the data obtained from

observations and interviews, so this study is specified in the descriptive research analytical, with the stages

of the research literature and field research. This study shows that the regulation of PTSP in Bengkulu

province does not regulate in detail some important aspects of the implementation of the OSS itself like

human resources, finance and control, otherwise it the forms of institutions level is still offices, whereas

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) as the counterpart of KP2T Bengkulu Province has institutional

form with Department or Body which resulted a gaps of echelon leaders. Therefore, government need to

changes the regulation of OSS implementation at Bengkulu Province in the future, to making the

implementation of public services run better.

Keywords : One Stop Services, Investment, Licensing and Non Licensing, Authority, Regulation, Bengkulu

Province.

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 2: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Pendahuluan

Pada dasarnya penyelenggaraan pemerintahan mengemban tiga fungsi hakiki,

yaitu Pelayanan (Service), Pemberdayaan (Empowerment), dan Pembangunan

(Development). Jadi selain melaksanakan pembangunan, pemerintah juga memberikan

pelayanan publik1. Pengelolaan dan pengembangan pelayanan publik dalam rangka

pemenuhan kebutuhan masyarakat pun saat ini terutama di era otonomi daerah menjadi

tugas serta tanggung jawab pemerintah daerah, selain itu peningkatan pelayanan publik

juga akan berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat serta peningkatan Pendapatan

Asli Daerah (PAD) daerah yang bersangkutan.

Namun yang terjadi malah pelayanan publik tidak sesuai seperti yang diharapkan,

dimana yang terjadi cenderung lebih mengarah ke hal yang berbelit-

belit,mahal,lambat,serta kurang transparan sehingga menimbulkan kurangnya rasa

kepastian hukum bagi masyarakat, bahkan cenderung terlihat bukan birokrasi yang

melayani masyarakat malah sebaliknya masyarakat yang melayani birokrasi, Oleh

karenanya berbagai terobosan serta inovasi kebijakan dilakukan agar terjadi peningkatan

bagi pelaksanaan pelayanan publik demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun

disisi lain juga terlihat dengan gamblang bagaimana permasalahan pelayanan publik

terjadi, terutama pada pelaksanaanya, dimana sebagaimana kita ketahui bahwa pada

pelayanan publiklah terjadi interaksi secara langsung antara Pemerintah dan publik.

Diterbitkannya Permendagri No. 24 tahun 2006 tentang Pedoman Pendirian

Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai penjabaran Inpres No. 3 tahun 2006 merupakan

bagian upaya mencapai peningkatan kualitas layanan publik. Layanan terpadu satu pintu

merupakan kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non perizinan yang proses

pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai ketahap terbitnya dokumen

dilakukan pada satu tempat.2 Tujuan pokok yang ingin diperoleh guna memberikan akses

yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh layanan publik secara transparan

baik dari sisi waktu, biaya, persyaratan maupun prosedur yang harus ditempuh.

Berbagai peraturan diterbitkan guna mengakomodir pelaksanaan teknis Sistem

Pelayanan Terpadu Satu Pintu di daerah, namun yang terjadi menimbulkan kebingungan

dalam pelaksanaan sistem tersebut karena telah terjadi disharmonisasi pengaturan, produk

hukum yang merupakan dasar hukum yang meyatakan agar pelayanan perizinan dapat

berbentuk badan/kantor, namun pada pelaksanaan teknis perizinan terjadi duplikasi

1 M. Ryaas Rasyid, Makna Pemerintahan : Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan, (Jakarta:

Mutiara Sumber Widya, 2000), hal. 59.

2 Mochammad Jasin, et al., Op.Cit., hal. iii.

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 3: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

kewenangan antara Badan/Kantor Perizinan yang ada dengan instansi Dinas-dinas terkait

yang memiliki kewenangan dan fungsi tugas pokok secara teknis terkait lingkup perizinan

yang ada.

Dari berbagai masalah yang ada keadaan tersebut menunjukkan adanya

pengaturan pemberian wewenang kepada badan/kantor perizinan baik secara administrasi

maupun secara teknis, terlihat pula bahwa kewenangan tersebut juga dimiliki oleh dinas-

dinas yang ada pada pemerintahan daerah, sehingga kewenangan yang dimiliki

badan/kantor perizinan yang ada mengambil sebagian kewenangan dinas-dinas terkait3.

Selain itu Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Soatu Pintu (PTSP) menjadi “Rancu”

ketika aturan mengenai PTSP menurut Kementerian dalam Negeri (Permendagri) dan

Menurut BKPM diartikan berbeda oleh Pemerintah maupun Pemerintah Daerah,

Pemahaman atas pelaksanaan PTSP apakah harus digabungkan fungsi PTSP yang

melaksanakan perizinan dan non perizinan menurut pengaturan yang dibuat oleh

kementerian dalam negeri dengan dan menurut BKPM (Peraturan Presiden No 27 tahun

2009) masih berbeda dan belum satu persepsi, oleh karenanya hal tersebut menimbulkan

keraguan bagi pelaksana teknis untuk menjalankan tugasnya maka perlu adanya

harmonisasi pengaturan yang terintegrasi guna mewujudkan ketertiban, menjamin

kepastian serta perlindungan hukum, baik bagi pihak pelaksana maupun masyarakat yang

berkepentingan.

Saat ini pengaturan mengenai perizinan usaha di Indonesia sangat banyak dalam

hal jumlah oleh karenanya reformasi regulasi perizinan saat ini masih sulit dilaksanakan,

mengingat kewenangan perizinan masih tersebar di berbagai SKPD dan sebagian besar

perizinan masih sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah pusat. Reformasi birokrasi

perizinan usaha, persyaratan yang banyak, tumpang tindih serta menyangkut banyak

instansi teknis menyebabkan prosedur layanan menjadi tidak efisien, selain itu

keseragaman bentuk kelembagaan PTSP sendiri masih tergantung akan kebijakan yang

dikeluarkan pemerintah daerah setempat.

Untuk itu penelitian ini memiliki pokok permasalahan : 1. Bagaimana

kewenangan daerah terhadap pelaksanaan perizinan di bidang penanaman modal ? 2.

Bagaimana Pengaturan dan Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada bidang

penanaman modal di Provinsi Bengkulu? 3. Bagaimana pengaturan terhadap pelaksanaan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu di masa yang akan datang?

3 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Op.Cit., hal. 230.

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 4: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Tinjauan Teoritis

Dalam tulisan ini, Penulis memberikan pengertian terhadap istilah-istilah yang

digunakan sebagai berikut :

1. Pelayanan Publik.

Pelayanan Publik merupakan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai

penyelenggara negara terhadap masyarakatnya guna memenuhi kebutuhan dari

masyarakat itu sendiri dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat4

2. Investasi.

Investasi adalah penempatan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh

tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut5

3. Penanaman Modal

Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman

modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing6.

4. Perizinan

Izin merupakan keputusan yang bersifat konkret, dimana keputusan tersebut tidak bersifat

abstrak, berwujud,tertentu dan ditentukan.7.

5. Deregulasi

Kebijakan Pemerintah dalam mengurangi dan memangkas berbagai aturan yang

menghambat tumbuhnya peran masyarakat dalam memproduksi barang atau jasa8.

6. Debirokratisasi.

Tindakan atau proses mengurangi tata kerja yang serba lamban dan rumit agar tercapai

hasil dengan lebih cepat9.

7. Pelayanan Terpadu Satu Atap

Sistem Pola pelayanan publik dimana pemohon datang ke satu tempat, tapi pemrosesan

masih di masing-masing kantor/instansi terkait10

.

8. Pelayanan Terpadu Satu Pintu

4 Ibid., hal.19

5 Abdul Halim..Analisis Investasi. Edisi Kedua, (Jakarta : Karya Salemba Empat, 2005), hal. 2

6 Indonesia (b). Undang-Undang tentang Penanaman Modal, UU No. 25 tahun 2007, LN No. 67

Tahun 2007, TLN No. 44724, Ps.1 angka 4.

7 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Op.Cit., hal. 93.

8 Ibid, hal 185.

9 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud, Loc.Cit.

10 Zaenal Arifin, Sinkronisasi Kebijakan Sektor Dalam Rangka Peningkatan Kelembagaan PTSP

di Daerah, (Disampaikan dalam Presentasi Rapat Koordinasi Tentang Pelayanan Publik Pada Lembaga

Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Provinsi Bengkulu, 2012).

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 5: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya

dimulai dari tahap permohonan sampai ketahap terbitnya dokumen dilakukan pada satu

tempat11

.

Metode Penelitian

Dilihat dari datanya, bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis-

normatif yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder. Menurut sifatnya,

penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang

dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan

atau gejala-gejala lainnya. Dalam penelitian ini gejala yang dicari adalah faktor penentu

terhadap pendekatan apa yang digunakan untuk dapat mendistribusikan dana bagi hasil

secara adil.

Menurut dasar ilmu yang dipergunakan, penelitian ini merupakan penelitian

monodisipliner, yaitu penelitian yang didasarkan pada satu jenis ilmu pengetahuan

dengan menerapkan metodologi yang lazim dilaksanakan oleh ilmu yang bersangkutan.

Dalam hal ini, penelitian ini merupakan penelitian hukum yang berfokus pada ilmu

hukum khususnya pada Hukum Administrasi Negara dalam bidang Hukum Admnistrasi

Pelayanan Publik.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah data sekunder, yang

terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data

sekunder yang digunakan dalam penelitian kali ini antara lain :

a. Bahan hukum primer, yaitu merupakan bahan-bahan hukum yang memiliki

ketentuan mengikat. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2009 tentang Pelayanan Publik, Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, dan peraturan lainnya yang

berkaitan.

Selain itu ada pula wawancara yang dilakukan terhadap data lapangan

(primer) dikumpulkan dengan teknik wawancara tidak terarah (non-directive interview)12

11

Mochammad Jasin, et al., Loc.Cit., hal. iii

12 Cirinya yang utama adalah bahwa seluruh wawancara tidak didasarkan pada daftar pertanyaan

yang telah disusun lebih dahulu. Pewawancara tidak memberikan pengarahan yang tajam, tetapi diserahkan

pada yang diwawancarai untuk memberikan penjelasan menurut kemauannya sendiri, Ronny Hanitijo

Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan Kelima, (Ghalia Indonesia: Jakarta, 1994),

hal.59-60

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 6: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

atau tidak terstruktur (free flowing interview) yaitu dengan mengadakan komunikasi

langsung kepada informan, dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide)

guna mencari jawaban atas pelaksanaan PTSP.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, meliputi berbagai literatur serta jurnal-jurnal ilmiah yang

membahas masalah terkait dan bahan pustaka lainnya yang berupa buku-buku seputar

Hukum Administrasi Daerah dan Hukum Pelayanan Publik.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atas bahan

hukum primer ataupun sekunder seperti kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan

seterusnya.13

Hasil Penelitian

Sesuai dengan yang diamanatkan pada pasal (6) Permendagri No 24 Tahun 2006

Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu bahwa

Bupati/Walikota mendelegasikan kewenangan penandatanganan perizinan dan non

perizinan kepada Kepala PPTSP untuk mempercepat proses pelayanan.

Selain itu ditegaskan pula pada pasal (6) Permendagri No 20 Tahun 2008 tentang

Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah yang

menyebutkan bahwa Kepala Badan dan/atau Kepala Kantor mempunyai kewenangan

menandatangani perizinan atas nama Kepala Daerah berdasarkan pendelegasian

wewenang dari Kepala Daerah.

Khususnya di wilayah pemerintahan daerah Provinsi Bengkulu sendiri guna

mewujudkan dan meningkatkan pelayanan publik yang prima dan transparan di bidang

perizinan dan non perizinan serta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi

Bengkulu dimasa yang akan datang, telah dibentuk Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

(KP2T) Provinsi Bengkulu melalui Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu No 8 Tahun

2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah dan

Lembaga Teknis Daerah Provinsi Bengkulu sebagaimana diamanatkan oleh PP No.41

tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Selanjutnya mengenai bentuk peralihan kewenanganya diatur melalui Peraturan

Gubernur Bengkulu No 7 Tahun 2012 Tentang Pendelegasian Sebagian Kewenangan

Penandatanganan Perizinan dan Non (Bukan) Perizinan Pemerintah Provinisi Bengkulu

Kepada Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu dimana pada

pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa Gubernur Bengkulu mendelegasikan sebagian

kewenangan untuk penandatanganan perizinan dan non perizinan kepada Kepala Kantor

13

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,

cet.7, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 13.

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 7: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu, dengan jenis-jenis perizinan dan non

(bukan) perizinan, sehingga kewenangan perizinan dan non perizinan yang telah dialihkan

selanjutnya akan menjadi tanggung jawab Kepala Kantor Pelayanan dan Perizinan

Terpadu Provinsi Bengkulu.

Kewenangan yang di berikan kepada Kepala Kantor Pelayanan dan Perizinan

Terpadu Provinsi Bengkulu selain mengenai penandatanganan perizinan juga termasuk

kewenangan penerbitan dan/atau pencabutan atau pembatalan, dan penarikan retribusi

perizinan. Kewenangan yang disebutkan diatas dilaksanakan berdasarkan rekomendasi

dan/atau pertimbangan teknis dari Dinas atau Badan atau SKPD teknis terkait, yang

membidangi perizinan dan non perizinan yang bersangkutan. Sehingga dapat disimpulkan

dari hal tersebut bahwa dalam melaksanakan kewenangannya Kepala Kantor Pelayanan

dan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu tidak dapat hanya berdasarkan keputusan

beliau sendiri, namun perlu adanya rekomendasi dan/atau pertimbangan teknis dari Dinas

atau Badan atau SKPD teknis terkait, hal tersebut telah sesuai dengan amanat tugas pokok

Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu yang mempunyai tugas

melaksanakan koordinasi dan penyelenggaraan serta pelayanan administrasi di bidang

perizinan secara terpadu. Sebagaimana tercantum pada pasal (68) Perda No 8 Tahun 2008

tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah dan Lembaga

Teknis Daerah Provinsi Bengkulu.

Peralihan kewenangan yang dilakukan oleh Gubernur Bengkulu kepada Kepala

Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu merupakan peralihan

kewenangan dengan bentuk delegasi. Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari

peraturan perundang-undangan diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan

mandat. Pendelegasian kewenangan dengan atribusi adalah pemberian wewenang

pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan. Wewenang yang

diperoleh secara atribusi bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan.

Organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksional pasal

tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan.

Penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas

wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan

wewenang yang ditribusikan sepenuhnya berada pada penerima wewenang (atributaris).

Pendelegasian kewenangan dengan mandat merupakan pemberian wewenang oleh organ

pemerintahan kepada organ lain untuk mengambil keputusan atas namanya. Pada mandat,

penerima mandat (mandataris) hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat

(mandans). Tanggung jawab akhir keputusan yang diambil oleh mandataris tetap berada

pada mandans karena pada dasarnya penerima mandat bukan pihak lain dari pemberi

mandat.

Delegasi adalah penyerahan atau pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh

badan atau pejabat yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 8: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

kepada badan atau pejabat lainnya yang akan melaksanakan wewenang yang telah

diserahkan itu sebagai wewenangnya sendiri. Pada delegasi terjadi penyerahan

kewenangan dari pihak yang memang telah ditunjuk untuk menjalankan kewenangan itu.

Dalam hal ini ada perubahan dimana terjadi pelepasan wewenang dari Gubernur

Bengkulu melalui Instansi Teknis Terkait dan penerimaan suatu wewenang yang

diberikan kepada Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu. Gubernur Bengkulu yang

mana Pembentukan kelembagaan beserta tugas pokok dan fungsinya diatur melalui Perda

No 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan

Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Bengkulu. Mengenai tugas dan pokok dan

fungsi sebuah lembaga baru KP2T ini sendiri mengakibatkan beberapa tugas pokok

beserta fungsi beberap instansi teknis yang ada sebelumnya menjadi tidak berlaku lagi

karena pada ketentuan penutup dari Perda tersebut menyatakan bahwa peraturan daerah

sejenis sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi, sehingga memberikan akibat hukum

bahwa tugas pokok dan fungsi yang sejenis pada pasal 68 dan 69 Perda tersebut tidak lagi

berada dalam tanggung jawab instansi teknis terkait, melainkan berada pada KP2T

Provinsi Bengkulu.

Karena pada hakikatnya Pendelegasian kewenangan dengan delegasi dilakukan

oleh pejabat yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada pejabat lainnya

dan penyerahan dilakukan dengan undang-undang. Penyerahan ini tidak bisa dilakukan

tanpa adanya kekuatan hukum seperti undang-undang atau peraturan hukum lainnya

karena undang-undang atau peraturan hukum digunakan untuk mencabut kembali

delegasi yang telah diberikan. Dengan adanya delegasi maka ada penyerahan wewenang

dari badan pemerintahan atau pejabat pemerintahan yang satu ke badan atau pejabat yang

lainnya karena dalam delegasi selalu dituntut adanya dasar hukum pemberian delegasi

karena untuk menarik kembali delegasi yang telah diberikan tersebut juga diperlukan

peraturan perundang-undangan yang sama seperti pemberian delegasi itu ada.

Terkait keberlakuan hukum Peraturan Gubernur, Dengan adanya kata “atau”

antara berdasarkan peraturan yang lebih tinggi di atasnya serta kewenangan pemerintah

daerah (dalam hal ini urusan wajib) dalam pasal 8 ayat 2 UU No 12 tahun 2011, dapat

disimpulkan bahwa tidak menjadi sebuah keharusan yang mutlak terbitnya Peraturan

Gubernur harus berdasarkan perintah dari Peraturan Daerah asalkan hal yang diatur oleh

Pergub merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi,

dan muatannya tidak bertentangan dengan yang telah diatur dalam hierarki peraturan yang

lebih tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa berbagai peraturan yang telah di terbitkan

Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu terkait pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

telah sesuai dengan kaedah hukum yang ada.

Selanjutnya hal tersebut diatas mengakibatkan tanggung jawab yuridis tidak lagi

berada ditangan Gubernur Bengkulu tetapi beralih kepada Kepala Kantor Pelayanan dan

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 9: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu karena tanggung jawab terhadap wewenang yang

telah di delegasikan berada ditangan Kepala Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu

Provinsi Bengkulu selaku delegataris pada kewenangan tersebut. Sehingga apabila terjadi

persoalan hukum mengenai tindakan yang telah dilaksanakan Kepala Kantor Pelayanan

dan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu yang merupakan ruang lingkup

kewenangannya walaupun banyak SKPD yang terlibat dalam analisa teknis pemberian

izin atau tidak diizinkannya suatu permohonan yang diajukan, maka pertanggung

jawabannya tetap ada pada Kepala Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu Provinsi

Bengkulu selaku pejabat admnisitrasi negara yang berwenang mengeluarkan instrumen

hukum terkait permohonan yang telah diajukan oleh masyarakat banyak SKPD yang

terlibat dalam analisa teknis pemberian izin atau tidak diizinkannya suatu permohonan

yang diajukan, maka pertanggung jawabannya tetap ada pada Kepala Kantor Pelayanan

dan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu selaku pejabat admnisitrasi negara yang

berwenang mengeluarkan instrumen hukum terkait permohonan yang telah diajukan oleh

masyarakat.

Kelembagaan PTSP di Provinsi Bengkulu sesuai dengan yang telah ditetapkan

pada Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu No 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi

Bengkulu Adalah berbentuk Kantor, dengan nomeklatur kelembagaan Kantor Pelayanan

dan Perizinan Terpadu (KP2T) Provinsi Bengkulu, dalam perda tersebut secara tidak

langsung menguatkan KP2T Provinsi Bengkulu sebagai satun-satunya institusi yang

berwenang meberikan pelayanan perizinan dan non perizinan di Provinsi Bengkulu. Bentuk kelembagaaan yang dipilih yakni Kantor telah sesuai dengan Permendagri No.20

Tahun 2008 pasal 2 ayat (1) tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan

Terpadu Satu Pintu.

Dalam Permendagri tersebut diamanahkan bahwa bentuk

kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dapat berupa Badan atau Kantor, yang mana

Kantor ini sendiri merupakan sebuah lembaga struktural yang berdiri sendiri dalam

lingkup pemerintahan daerah Provinsi Bengkulu.

Secara teknis para aparatur pegawai dalam ruang lingkup KP2T Provinsi

Bengkulu hanya melaksanakan pelayanan yang bersifat admnistratif yaitu menerima

masuknya permohonan izin dan non perizinan dan menandatangani hasil pengkajian

permohonan yang diajukan. Namun kajian teknis tetap di sampaikan dan di proses oleh

staf ahli dari SKPD teknis sektor terkait perizinan tersebut yang masih berkedudukan di

SKPD tersebut (kecuali perizinan dan non perizinan yang hanya bersifat admnistratif dan

tidak memrlukan kajian teknis), hal ini terkadang menurut hasil wawancara dengan pihak

KP2T Provinsi Bengkulu dan BKPMD Provinsi Bengkulu menimbulkan permasalahan

seperti adanya miskomunikasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) penyelesaian proses

perizinan yang telah ada pada KP2T.

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 10: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Terjadi ketidaksesuaian penyelesaian pengkajian SKPD teknis dengan standar

waktu yang telah ditetapkan melalui SPM, selain itu ketersediaan staf ahli yang ada pada

instansi teknis terkait ketika adanya permohonan izin masuk dalam lingkup

kewenangannya untuk segera memproses pengkajian terhadap permohonan tersebut

menjadi kendala, karena dengan posisi staf ahli yang tidak berkedudukan tetap di kantor

KP2T Provinsi Bengkulu dan masih bertempat di SKPD teknis terkait, akibatnya hal

tersebut menyebabkan para staf teknis terkadang sedang melaksanakan tugas lain yang

telah diberikan SKPD teknisnya sendiri. Disisi lain permohonan izin pada SKPD tertentu

seperti BKPM (Penanaman Modal) tidak menentu kapan datangnya sehingga menjadi

dilematis mengenai perlu atau tidaknya staf teknis ditempatkan secara organik pada

kantor KP2T tersebut.

Selanjutnya terdapat pula permasalahan dimana sering terjadinya rotasi pegawai

yang sulit dihindarkan pada instansi SKPD induk yang menangani proses pengkajian

teknis permohonan. Padahal pegawai yang dirotasi oleh SKPD induk tersebut telah

dibekali berbagai pelatihan khusus oleh PTSP sehingga adanya rotasi pegawai membuat

PTSP harus memberi pelatihan lagi kepada pegawai yang baru dirotasi, hal tersebut

mengakibatkan inefisiensi terhadap pengembangan dan pengelolaan SDM instansi induk

yang akan membantu pelaksanaan dengan PTSP.

Namun kedepannya diharapkan bahwa dengan pelaksanaan PTSP tidak hanya

peralihan kewenangan admnistrasi dan penandatanganan perizinan dan non perizinan saja

yang dilimpahkan kepada instansi PTSP namun turut juga diikuti oleh pemindahan SDM

ahli ke instansi PTSP tersebut. Sesuai dengan SE Mendagri No. 500/1191/V/BANGDA

tentang Penyempurnaan Panduan Nasional tentang Pedoman Penyelenggaraan PTSP di

mana disebutkan bahwa penyelenggaraan PTSP yang ideal ialah menempatkan SDM

dengan keahlian khusus dibawah bidang admnistratif dan teknis pada instansi PTSP guna

memproses secara teknis permohonan yang telah diajukan masyarakat kepada instansi

PTSP.

Secara keseluruhan aspek kepegawaian aparatur penyelenggara PTSP kecuali staf

ahli teknis, telah menjadi staf organik dari KP2T Provinsi Bengkulu sebagai lembaga

yang berdiri sendiri menurut Perda organisasi perangkat daerah, sehingga KP2T memiliki

kewenangan untuk melaksanakan pengelolaan SDM aparaturnya secara mandiri. Dengan

hal tersebut KP2T Provinsi Bengkulu diharapakan dapat optimal mengelola SDM-nya

guna meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan non perizinan, termasuk

menyelenggarakan berbagai pelatihan, memberikan insentif atau disinsentif serta

menerapkan SOP kepegawaian PTSP itu sendiri.

KP2T Provinsi Bengkulu akan memiliki kewenangan penuh dalam mengelola

anggarannya. Oleh karenanya, hal tersebut akan mendorong inovasi berbagai program

maupun fasilitas KP2T dalam rangka meningkatkan efisiensi, efektivitas dan kinerja

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 11: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

pemberian layanan perizinan dan perizinan bagi masyarakat seperti menyelenggarakan

kegiatan-kegiatan pelatihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapabilitas sumber

daya manusia yang dimiliki serta pengembangan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk

mempercepat layanan perizinan.

Namun setelah mengkaji Perda Organisasi Perangkat Daerah sebagai landasan

hukum pembentukan KP2T Provinsi Bengkulu serta Peraturan Gubernur yang berkaitan

dengan pelimpahan kewenangan pelayanan bidang perizinan dan non perizinan pada

KP2T Provinsi Bengkulu tidak terdapat pengaturan yang secara khusus dan mendetail

membahas mengenai keuangan dan penganggaran terhadap KP2T Provinsi Bengkulu

padahal hal tersebut sangatlah penting guna menjadikan sebuah landasan hukum bagi

KP2T terhadap mekanisme serta sistem keuangan yang jelas bagi pelaksanaan PTSP

tersebut.

Sangat berbeda dengan pengaturan keuangan PTSP DKI Jakarta yang

mencamtumkan pengaturan mengenai penganggaran dan keuangan nya melalui Perda

Provinsi DKI Jakarta No.12 Tahun 2013 Bab VIII Keuangan Pasal 12 dimana disebutkan

sebagai berikut :

1) Anggaran belanja yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan PTSP dibebankan pada

anggaran pendapatan dan belanja daerah.

2) Penerimaan dari penyelenggaraan PTSP merupakan pendapatan daerah.

3) Pembayaran atas retribusi izin dan non izin dibayarkan melalui Bank untuk

selanjutnya masuk ke rekening kas daerah.

4) Pengelolaan anggaran belanja dan penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan keuangan

negara/daerah.

Dari hal tersebut menunjukkan adanya kejelasan bagaimana mekanisme

penganggaran dan keuangan yang jelas dalam pelaksanaan PTSP di Provinsi DKI Jakarta.

Terlihat adanya mekanisme yang jelas tentang bagaimana proses masuknya pembayaran

atas permohoan serta status penerimaan yang didapatkan oleh PTSP Provinsi Jakarta juga

diatur dengan jelas dalam perda tersebut. Diharapkan pemerintah daerah Provinsi

Bengkulu dapat mencontoh apa yang telah dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta

tersebut agar mekanisme penganggaran dan keuangan dapat berjalan dengan baik dan

optimal dengan adanya pengaturan yang jelas sebagai landasan hukum tindakan aparatur

pada KP2T Provinsi Bengkulu.

Mengenai pengawasan sesuai pasal 25 Permendagri No 24 Tahun 2006

menyebutkan bahwa Pengawasan atas penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu

dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan oleh Menteri Dalam Negeri dan

Kepala Daerah sesuai dengan tingkat urusan pemerintahan masing-masing melalui

mekanisme koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan materi pengawasan yang

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 12: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

didasarkan pada :

a.Peraturan Daerah tentang pembentukan PPTSP;

b.Pengintegrasian program PPTSP dalam dokumen perencanaan pembangunan dan

penyediaan anggarannya;

c.Ketersediaan pegawai negeri sipil daerah sesuai dengan jumlah dan kualifikasi

yang diperlukan;

d.Ketersediaan sarana dan prasarana untuk rnendukung PPTSP; dan

e.Kinerja PPTSP berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Pada KP2T Bengkulu sendiri pengawasan terkait aspek-aspek yang ditetapkan

tersebut telah serta merta dilaksanakan antara lain dilakukan seperti oleh Pengawasan

Fungsional (Wasnal). Pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara

fungsional baik intern pemerintah maupun ekstern pemerintah terhadap pelaksanaan tugas

umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat agar sesuai dengan rencana peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Lalu Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)

terkait adalah APIP yang tugas pokok dan fungsinya melakukan pemeriksaan terhadap

obyek pemeriksaan yang diadukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, dan atau atas permintaan lembaga, serta tidak lupa pula

pengawasan secara langsung yang dilakukan oleh masyarakat yang mekanisme

pengaduannya telah ditetapkan oleh KP2T Provinsi Bengkulu.

Selanjutnya Menurut Surat Edaran Mendagri No. 500/1191/V/BANGDA tentang

Penyempurnaan Panduan Nasional tentang Pedoman Penyelenggaraan PTSP bahwa

Pengawasan menjadi tanggung jawab bersama antara lembaga Penyelenggara PTSP dan

SKPD teknis. Berbeda dengan dahulu ketika masih dalam periode Pelayanan Terpadu

Satu Atap dimana Pengawasan menjadi tanggung jawab SKPD teknis.

Pada kantor KP2T Provinsi Bengkulu mekanisme serta prosedur pelayanan perizinan dan

non perizinan tidak diatur secara spesifik melalui peraturan perundang-undangan yang

ada mengenai pelaksanaan PTSP, baik pada Peraturan Daerah (Perda) maupun Peratuan

Gubernur (Pergub) yang ada. Namun secara umum mekanisme pelayanan perizinan dan

non perizinan dapat terlihat dalam gambaran tabel di bawah ini :

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 13: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Gambar IV.1 Mekanisme Pelayanan Perizinan KP2T Provinsi

Bengkulu

Sumber : http://www.kp2tprovbengkulu.info/index.php/profil/mekanisme

Secara umum Permendagri No 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu mengamanahkan semua proses pelayanan perizinan dan

non-perizinan dilakukan secara terpadu dan terintegrasi dalam suatu lembaga. Perbedaan

mendasar pada mekanisme proses pelayanan perizinan sebelum dan sesudah dibentuknya

KP2T Provinsi Bengkulu saat ini ialah pemrosesan izin sepenuhnya telah dilimpahkan ke

KP2T, Seluruh proses pada back office tidak lagi menjadi wewenang dinas sektoral,

melainkan menjadi wewenang KP2T Provinsi Bengkulu. Setelah berkas diterima pada

petugas front office, dilakukan validasi dan verifikasi oleh petugas back office.

Selanjutnya apabila dibutuhkan maka dapat dilakukan pemeriksaan lapangan

secara teknis sebagai salah satu rangkaian tahapan dan bahan pertimbangan guna

memutuskan dapat atau tidak diterbitkannya permohonan izin yang telah diajukan, disini

yang berwenang guna melakukan pemeriksaan lapangan ialah tim teknis dimana tim

teknis ini berada dibawah koordinasi KP2T Provinsi Bengkulu yang mana pada

pelaksanaanya tim teknis yang ada masih berkedudukan di dinas sektoral masing-masing

tidak secara langsung menginduk pada KP2T Provinsi Bengkulu. Setelah memeriksa

dokumen dan melakukan tinjauan lapangan, Kepala KP2T berdasarkan pertimbangan tim

teknis menentukan izin tersebut diterima atau ditolak. Hal tersebut telah sesuai dengan

apa yang telah disebutkan pada Pergub Provinsi Bengkulu No 07 Tahun 2012 mengenai

Pendelegasian Kewenangan Perizinan dan Non Perizinan Pemerintah Provinsi Bengkulu

Kepada KP2T Provinsi Bengkulu, jika diterima, Kepala KP2T mengeluarkan output

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 14: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

berupa surat yang berisi penandatangan disetujuinya permohonan yang telah diajukan.

Selanjutnya, setelah dokumen permohonan izin/non izin selesai diproses, dokumen

perizinan tersebut diserahkan kepada para pemohon.

Dengan alur pelayanan perizinan dan non perizinan dimana proses sepenuhnya

berada di KP2T Provinsi Bengkulu, maka manfaat utama yang dirasakan oleh masyarakat

umum maupun pelaku usaha adanya kepastian proses, waktu dan biaya pengurusan

izin/non izin. SOP pelayanan perizinan yang diatur oleh KP2T menyebabkan lebih

mudahnya untuk mengatur serta mengendalikan proses pelayanan izin atau non izin. Hal

ini berdampak pada menurunnya risiko keterlambatan penyelesaian perizinan atau non

perizinan dan ketidakpastian biaya yang harus dikeluarkan.

Terhadap masing-masing alur dan proses perizinan dan non perizinan yang ada

pada KP2T Provinsi Bengkulu telah dibuatkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang

diterapkan sebagai acuan SOP pelaksanaan pemrosesan pelayanan terhadap permohonan

perizinan dan non perizinan yang telah diajukan. SPM itu sendiri berbeda standarnya

antar masing-masing izin atau non izin yang ada karena memiliki ciri dan kekhasan

sendiri-sendiri dalam pelaksanaanya, seperti izin melakukan penelitian dapat

dilaksanakan hanya 1 hari dan tanpa biaya karena hanya bersifat admnistratif saja.

Berbeda dengan izin pertambangan yang mana izin tersebut memerlukan berbagai kajian

teknis terlebih dahulu sebelum dapat diputuskan apakah dapat diberikan izin atau tidak,

namun SPM yang telah ditetapkan telah didasari terlebih dahulu pengkajian bersama

antara KP2T provinsi Bengkulu dengan dinas teknis terkait, kesemuanya tetap didasari

dengan prinsip untuk tidak mempersulit proses perizinan yang ada, justru SPM tersebut

dibuat guna memberikan patokan standar pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat.

Manifestasi penerapan kesederhanaan prosedur pada pelaksanaan PTSP di KP2T Provinsi

Bengkulu dapat terlihat dari bagan alur dalam proses pemberian pelayanan terpadu satu

pintu satu pintu tersebut. Melalui bagan model pelayanan tersebut dapat dimengerti alur

suatu berkas perizinan yang masuk diproses melalui prosedur yang telah ditetapkan

sehingga pada akhirnya keluar surat keputusan terhadap permohonan izin dan non

perizinan yang telah diajukan kepada KP2T Provinsi Bengkulu.

Pada hakikatnya lembaga KP2T Provinsi Bengkulu terfokus pada pelaksanaan

pelayanan administrasi (Front Office) seperti penerimaan berkas permohonan serta

penandatanganan surat keputusan terhadap permohonan yang telah diajukan apakah dapat

diterima atau tidak. Sedangkan terhadap pengkajian perizinan dan non perizinan yang

memerlukan kajian teknis dilaksanakan tim teknis (Back Office) yang terdiri dari Instansi

SKPD terkait masing-masing sector yang notabene masih berkedudukan di masing-

masing instansi induknya tidak secara permanen berada pada KP2T Provinsi Bengkulu.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap Kepala KP2T Provinsi Bengkulu

menyebutkan bahwa dengan adanya alur serta mekanisme yang jelas terhadap pelaksanan

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 15: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada KP2T Provinsi Bengkulu ini, telah Sesuai dengan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri

Nomor 188.32/498/V/Bangda tentang Petunjuk Pelaksanaan Dari Permendagri Nomor 24

Tahun 2006. Hal tersebut telah serta merta dapat mewujudkan pelayanan publik yang

cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau, serta mampu meningkatkan hak-

hak masyarakat dalam pelayanan publik ditambah lagi terdapat pula Standar Pelayanan

Minimal yang harus di patuhi oleh aparatur pelaksana PTSP tersebut.

Selanjutnya dengan melihat mekanisme alur perizinan dan non perizinan yang ada

tersebut dapat meminimalisir pertemuan tatap muka dengan instansi teknis terkait

sehingga dapat megurangi birokrasi berbelit-belit serta tidak esensial yang dapat

menghindarkan masyarakat dari terjadinya pungutan-pungutan liar terhadap proses

Perizinan dan non perizinan yang sebelumnya kerap terjadi di lapangan. Dimana pada

akhirnya dalam proses pelayanan yang dilakukan oleh KP2T Provinsi Bengkulu, akan

terus dituntut untuk bisa membangun pencitraan yang positif kepada masyarakat serta

diharapkan dapat pula meningkatkan sumber pendapatan bagi pemerintah daerah Provinsi

Bengkulu kedepannya.

Niat baik pemerintah guna melaksanakan debirokratisasi dan deregulasi terhadap

pelayanan perizinan dan non perizinan belum dibarengi dengan adanya keseragaman

pengaturan terhadap pelaksanaan PTSP, sehingga pada tingkat daerah timbul komplikasi

dan ragam versi rujukan terhadap pelakasanaan PTSP dimana model BKPM berorientasi

integrasi kelembagaanya dengan fungsi-fungsi lain dalm pelayanan penanaman modal

dalam wadah Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (PDPPM), sementara

versi Kemendagri cenderung mendorong pembentukan suatu unit tata kelola tersendiri

dengan fungsi yang tidak semata terkait perizinan penanaman modal saja namun juga

terintegrasi dengan sektor-sektor lain.

Dari hasil survei yang dilaksanakan oleh Bapennas diperoleh informasi bahwa

terdapat 3 jenis penafsiran terhadap pelaksanaan PTSP berdasarkan 3 jenis pelayanan

yang diberikan, yakni:14

1.PTSP terpadu yang melayani sebagian besar dan/atau seluruh perizinan

daerah/lokal yang terkait dengan daerah sendiri dan perizinan yang dilimpahkan

dari pusat termasuk penanaman modal (79 persen).

2.PTSP yang hanya melayani perizinan penanaman modal dan yang terkait

dengan penanaman modal (13 persen).

3.PTSP yang hanya melayani perizinan daerah/lokal (8 persen). Dari 90 PTSP

yang disurvei, 70 persen menyatakan tetap bergabung dan 13 persen ingin

14

Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Buku Pegangan Perancangan dan

Pembangunan Daerah 2014, (Jakarta, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2013) hal. 60.

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 16: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

digabung, hanya 10 persen yang ingin memisahkan diri.

Guna menindaklanjuti hal tersebut telah dikeluarkan surat edaran bersama antara

Menteri Dalam Negeri, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

serta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Sinkronisasi Pelaksanaan

Tempat Pelayanan Penanaman Modal di Daerah pada tahun 2010, yang mana disebutkan

bahwa pelaksanaan pelayanan penanaman modal di daerah seperti pada tingkat Provinsi,

terdapat dua lembaga yang dapat menjadi pelaksana pelayanan penanaman modal yaitu

PDPPM dan PPTSP (apabila PPTSP telah terbentuk). Sehingga penyelenggara perizinan

terkait penanaman modal selain PDPPM dapat pula dilaksanakan oleh lembaga PPTSP.

Namun dengan dikeluarkan surat edaran tersebut hanya sebatas konfirmasi terhadap

dualisme penafsiran pelaksanaan fungsi PTSP di daerah, bukan sebuah jawaban tegas

penyeragaman bentuk terhadap pelaksanaan PTSP, sehingga diharapkan kedepan

nantinya regulasi yang ada, agar bentuk PTSP yang ada di daerah telah ditetapkan

penyeragaman yang jelas sehingga tidak ada lagi timbul beda penafsiran bagi pemerintah

daerah sehingga akan berdampak negatif dalam pelaksanaan pelayanan publik di bidang

perizinan dan non perizinan terhadap masyarakat.

Selanjutnya dengan bentuk peraturan yang membentuk PTSP masih setingkat

Peraturan Presiden (bagi sektor penanaman modal) dan Peraturan Menteri (bagi sektor

lain secara keseluruhan) tingkat keberlakuannya dikhawatirkan akan bersifat temporer

sesuai dengan kebijakan pemerintahan yang ada, sehingga sewaktu-waktu sistem yang

telah dibangun secara baik ini apabila tidak di dukung dengan kebijakan positif

pemerintahan selanjutnya maka dapat saja pelaksanaan PTSP ini berubah, walau terdapat

penyebutannya di Undang-Undang No 25 Tahun 2007, namun belum secara mendetil

menjelaskan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan PTSP secara keseluruhan.

Dikhawatirkan kecenderungan egoisme sektoral baik keengganan penyerahan

kewenangan oleh SKPD teknis maupun itikad baik dari kepala daerah sendiri guna

melimpahkan kewenangannya kepada lembaga PTSP akibat pengaturan yang masih

belum terlalu mengikat serta pengaturan masih dalam bentukkan menteri teknis terkait

bukan merujuk pada satu regulasi yang sama. Minimal diharapkan terdapat pengaturan

setingkat undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai perizinan terpadu lintas

sektor sehingga dapat menjadi satu landasan hukum yang sama bagi seluruh aparatur

pemerintah terkait terhadap pelaksanaan PTSP itu sendiri.

Pada hakikatnya PTSP tidak dapat hanya mengkhususkan diri pada pelayanan

perizinan tertentu, karena pada kenyataannya sulit memisahkan perizinan satu dengan

yang lainnya dan perizinan dari pusat dengan perizinan-perizinan lain di daerah yang

bersangkutan. Apabila masih terdapat pengkhususan bagi izin tertentu maka akan

mengaburkan esensi keterpaduan dalam integrasi perizinan melalui mekanisme Pelayanan

Terpadu Satu Pintu ini.

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 17: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan pada bagian

sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan terhadap masalah yang dibahas

dalam penulisan ini yakni sebagai berikut :

1. Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Provinsi Bengkulu

dilaksanakan oleh organisasi perangkat daerah yaitu Kantor Pelayanan dan Perizinan

Terpadu (KP2T) Provinsi Bengkulu berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu

No 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan

Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Bengkulu sebagaimana diamanatkan

oleh PP No.41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, yang mana peralihan

kewenanganyan diatur melalui Peraturan Gubernur Nomor 07 Tahun 2012 Tentang

Pendelegasian Sebagian Kewenangan Penandatanganan Perizinan dan Non (Bukan)

Perizinan Pemerintah Provinsi Bengkulu.

Kewenangan yang dimiliki KP2T Provinsi Bengkulu ini ialah untuk

penandatangan perizinan dan non (bukan) perizinan, dalam suatu sistem Pelayanan

Terpadu Satu Pintu. Kewenangan tersebut sendiri termasuk kewenangan penerbitan

dan/atau pencabutan atau pembatalan, dan penarikan retribusi perizinan. Selanjutnya

disebutkan bahwa perizinan dilaksanakan berdasarkan rekomendasi dan/atau

pertimbangan teknis dari Dinas atau Badan atau SKPD teknis terkait yang membidangi

perizinan dan non (bukan) perizinan yang bersangkutan. Yang mana secara umum

PTSP yang dilaksanakan oleh KP2T Provinsi Bengkulu ini merujuk pada Permendagri

No 24 tahu 2006 mengenai PTSP, sektor yang dialihkan sendiri melalui pendelegasian

kewenangan perizinan dan non perizinannya menjadi 14 sektor dengan yang mencapai

88 jenis izin dan non izin.

Selanjutnya dengan adanya peralihan kewenangan tersebut mengakibatkan

tanggung jawab yuridis tidak lagi berada ditangan Gubernur Bengkulu, tetapi beralih

kepada Kepala Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu. Karena

tanggung jawab terhadap wewenang yang telah di delegasikan berada ditangan Kepala

Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu selaku delegataris pada

kewenangan tersebut serta bagaimana proses pengaturan peralihan kewenanganya telah

sesuai dengan kaedah hukum yang ada. 2. Terkait bidang penanaman modal yang juga merupakan urusan wajib pemerintah

daerah berdasarkan UU 32 Tahun 2004 Pasal 13 ayat (1), pemerintah Provinsi

Bengkulu juga melaksanakan pelayanan penanaman modal. Yang mana Gubernur

Bengkulu telah mendelegasikan kewenangannya tersebut kepada perangkat daerah

terkait penanaman modal yaitu kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah

(BKPMD) Provinsi Bengkulu.

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 18: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Dengan dilaksanakannya sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu maka kewenangan

perizinan dan non perizinan di hampir semua sektor telah dilimpahkan oleh Gubernur

Bengkulu Kepada Kepala Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu (KP2T) Provinsi

Bengkulu, termasuk pula kewenangan perizinan dan non perizinan di bidang

penanaman modal, sehingga BKPMD Provinsi Bengkulu tidak memiliki kewenangan

perizinan dan non perizinan di bidang penanaman modal, namun hanya sebatas terkait

memberi rekomendasi teknis kepada KP2T Provinsi Bengkulu guna menindaklanjuti

permohonan yang telah diajukan,

Secara kelembagaan KP2T Provinsi Bengkulu ini tidak menyatu dengan

Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (BKPMD Provinsi Bengkulu),

sehingga tidak terjadi tumpang tindih tugas pokok dan fungsi antara KP2T dan

BKPMD Provinsi Bengkulu, dimana KP2T Provinsi Bengkulu hakikatnya hanya

melakukan pelayanan yang bersifat admnistratif (front office) terhadap perizinan dan

non perizinan yang ada terkait penanaman modal ini, menerima serta mengeluarkan

hasil dari berdasarkan hasil kajian teknis yang telah direkomendasikan oleh pihak

BKPMD secara terpisah terhadap permohonan yang diajukan.

3. Kedepannya diharapkan terdapat penyeragaman secara nasional terhadap

pengaturan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Sehingga tidak menimbulkan

perbedaan penafsiran terhadap pelaksanaan PTSP diberbagai daerah yang dapat

berakibat tidak baik terhadap kurang optimalnya pelayanan prima terhadap masyarakat

pengguna jasa pelayanan publik.

Selain itu bagi Pemerintah Provinsi Bengkulu diharapkan kedepannya dapat merivisi

peraturan terhadap pelaksanaan PTSP di wilayahnya dengan meningkatkan peraturan

menjadi setingkat Perda serta mengatur secara detail berbagai aspek penting terkait

penyelenggaraan PTSP oleh KP2T Provinsi Bengkulu seperti Kewenangan,

Kelembagaan, Sumber Daya Manusia, Keuangan serta Pengawasan. Saran

Hendaknya dimasa yang akan datang dalam pelaksanaan PTSP ini dapat dicapai

Persamaan Persepsi Tentang PTSP itu sendiri, baik dari aspek kewenangan maupun

kelembagaan melalui landasan yuridis kuat keberlakukannya sehingga dapat menjadi

acuan sikap tindak aparatur pemerintah dalam mewujudkan pelayanan publik yang prima.

Selain itu dibutuhkan pula komitmen pimpinan daerah dan SKPD Terkait terhadap

pelimpahan berbagai macam kewenangan yang ada terkait perizinan dan non perizinan

kepada instansi PTSP terkait secara konsisten, tanpa ada lagi sikap ego sektoral yang akan

cenderung merugikan masyarakat sebagai pengguana jasa pelayanan publik.

Dukungan Stakeholder Lain (DPRD, Pelaku Usaha dan Masyarakat) turut serta

menjadi kunci sukses pelaksanaan PTSP ini, peran serta DPRD dalam penyetujuan

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 19: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

anggaran secara positif dapat diharapkan dapat meningkatkan kinerja instansi PTSP ini ke

arah yang lebih produktif, selain itu itikad baik dari pengusaha untuk mengikuti tata cara

dan prosedur yang telah dipermudah ini sehingga iklim usaha menjadi lebih positif serta

kinerja aparatur pemerintah akan jauh dari sifat koruptif.

Selanjutnya secara luas peran serta masyarakat baik sebagai pengguna jasa maupun

pengawasan eksternal dalam pelaksanaan PTSP ini menjadi salah satu peranan penting

agar meminimalisir penyimpangan serta memberikan koreksi agar pelaksanaan PTSP

berjalan terus kearah yang lebih baik. Dan yang terkahir asistensi teknis dari lembaga

professional diharapkan dapat membantu guna mendorong PTSP terus berinovasi guna

meningkatkan standar kinerja serta kualitasnya dalam pelaksanaan pelayanan terhadap

masyarakat.

Terakhir dengan debirokratisasi dan deregulasi yang telah ditetapkan pemerintah

perlu ditunjang dengan pelayanan yang berbasis teknologi informasi yang terintegrasi

secara nasional pada semua sektor guna memberikan kemudahan bagi para pengguna jasa

pelayanan yang dibatasi oleh jarak dan waktu. Sehingga dimungkinkan bagi para

pengguna jasa dapat mengakses pelayanan dari kediaman ataupun kantornya tanpa harus

hadir terlebih dahulu di instansi PTSP tersebut, serta dapat pula memantau tahapan dan

proses permohonan yang telah diajukan. Selain itu bagi aparatur hal tersebut dapat

memudahkan sistem pendataan dan pengarsipan berkas perizinan dan non perizinan yang

dimohonkan.

Daftar Referensi

A. BUKU-BUKU

Abdurrachman, A. (1991). Ensiklopedi Ekonomi Keuangan Perdagangan. Jakarta:

Pradnya Paramita. Atmosudirdjo, P. (1983). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. (2013). Buku Pegangan Perancangan

dan Pembangunan Daerah 2014. Jakarta: Badan Perencanaan dan Pembangunan

Nasional.

Basah, S. (1995). Pencabutan Izin Sebagai Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi

Negara. Surabaya: FH UNAIR. Djaenuri, A. (2012). Hubungan Keuangan Pusat Daerah. Bogor: Penerbit Ghalia

Indonesia. Dwiyanto, A. (2005). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Elmi, B. (2002). Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia. Jakarta:

Universitas Indonesia Press.

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 20: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Garner, B. A. (1996). Black‟s Law Dictionary. Texas: West Group. Hadjon, P. M. (1993). Pengantar Hukum Perizinan. Surabaya: Penerbit Yuridika. Halim, A. (2005). Analisis Investasi (Kedua ed.). Jakarta: Karya Salemba Empat.

Halim, E. H. (2002). Menangkap Momentum Otonomi Daerah Menepis Ego Kedaerahan,

Memacu Kemandirian Ekonomi Rakyat. Pekannbaru: UNRI Press.

HS, S., & Sutrisno, B. (2008). Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.

Huda, N. (2007). Pengawasan Pusat Terhadap Daerah Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah . FH UII Press: Yogyakarta.

Imawan, R. (2005). Desentralisasi, Demokratisasi, dan Pembentukan Good Governance dalam Desentralisasi dan Otonomi Daerah : Desentraliasi, Demokratisasi dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta: LIPI PRESS.

Jasin, M., Zulaiha, A. R., Patria, D., Mulyanto, D., Lia Oktirani, I. G., G. Sukardi, L., et al. (2007). Implementasi Pelayanan Terpadu di Kabupaten/Kota. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.

Juwaini, J. (2007). Otonomi Sepenuh Hati. Jakarta: Al-I‟tishom Cahaya Umat.

(2006). Pemahaman Tentang Dekonsentrasi. Bandung: PT. Refika Aditama. Mamudji, S.,et.al. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Depok: Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Manan, B. (2001). Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat Studi

Hukum Fakultas Hukum UII.

Nugraha, S., Erliyana, A., Mamudji, S., Hayati, T., Nursadi, H., Sunarti, E. S., et al.

(2007). Hukum Administrasi Negara. Depok: Center For Law And Good

Governance Studies. Nurcholis, H. (2007). Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: PT.

Gramedia Widiasarana Indonesia. Prasojo, E., et.al. (2007). Deregulasi & Debirokratisasi Perizinan di Indonesia. Depok:

Ilmu Admnistrasi FISIP UI.

Purbopranoto, K. (1985). Beberapa Catatan Tentang Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi . Bandung: Alumni.

Putra, I. B., et.al. (2003). Hukum Bisnis Pariwisata. Bandung: Reflika Aditama.

Rasyid, M. R. (2000). Makna Pemerintahan : Tinjauan dari Segi Etika dan

Kepemimpinan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. Ratminto, & Winarsih, A. S. (2008). Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. Ridwan, H. (2010). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Perkasa.

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 21: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Ridwan, J., & Sudrajat, A. S. (2009). Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan

Pelayanan Publik. Bandung: Penerbit Nuansa.

Rusli, B. (2010). One Stop Service : Alternatif Pelayanan Sektor Publik yang Responsi dan Terpadu. Bandung: FISIP Universitas Padjajaran.

Salim, A. (2007). Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum. Bogor: Ghalia

Indonesia.

Soekanto, S., & Mamudji, S. (2003). Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat cet.7. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soekarwo. (2003). Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah. Surabaya: Airlangga

University Press.

Sutedi, A. (2010). Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta: Sinar Grafika.

Syarifin, P., & Jubaedah, D. (2006). Hukum Pemerintahan Daerah. Bandung: Pustaka Bani Qurosyi.

Tjejep, W. S. (2002). Dari Gunung Api Hingga Otonomi Daerah. Jakarta: Yayasan Media Bhakti Tambang.

B. JURNAL / ARTIKEL / LAPORAN KEGIATAN Akhmaddhian, S. (2012). Pengaruh Reformasi Birokrasi Terhadap Perizinan Penanaman

Modal di Daerah (Studi Kasus di Pemerintahan Kota Bekasi). Jurnal Dinamika Vol 12 , 469.

Arifin, Z. (2012). Sinkronisasi Kebijakan Sektor Dalam Rangka Peningkatan

Kelembagaan PTSP di Daerah. Bengkulu: Presentasi Rapat Koordinasi Tentang

Pelayanan Publik Pada Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu .

Astia, D. (2004). Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal.

Jakarta: Departemen Dalam Negeri.

Fauzi, I. N. (2003). Persepsi Pelaku Usaha Terhadap Iklim Usaha di Era Otonomi

Daerah. Jakarta: Konferensi Partnership of Economic Growth-United States

Agency for International Development tentang Desentralisasi, Reformasi

Kebijakan dan Iklim Usaha.

Indonesia-Netherlands Association, Indonesian-Benelux Chamber of Commerce. (2008).

Peraturan Daerah Ramah Investasi Panduan Penyusunan dan Review (Dilengkapi

Contoh-Contoh Perda Investasi Terkait). Jakarta: Indonesia-Netherlands

Association.

Lembaga Admnistrasi Negara dan Departemen Dalam Negeri. (2007). Modul 2

Kebijakan Pengembangan Lembaga Pelayanan Perizinan Dan Penyederhanaan Pelayanan Perizinan, . Jakarta: Diklat Teknis Pelayanan Publik, Akuntabilitas dan Pengelolaan Mutu.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (2007). Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu, Buku ke II seri Penyelenggaraan dan Pembentiukan PPTSP

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 22: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Provinsi Jawa Barat. Bandung: Pemda Jabar .

Situmorang, S. (2002). Model Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,

Provinsi dan Kabupaten, Kota. Jakarta: Tesis Magister Universitas Indonesia.

Tambunan, T. (2006). Iklim Investasi Di Indonesia: Masalah, Tantangan dan Potensi.

Jakarta: KADIN Indonesia.

The Asia Foundation. (2007). Menelaah Perizinan Terpadu di Indonesia: Suatu Tinjauan

atas Kebijakan Perizinan Usaha dan Survei atas Pelayanan perizinan Terpadu

Satu Pintu. Jakarta: Asia Foundation. VW, R., & Hayami Y, T. (1984). A theory of induced institutional innovation. Journal of

Development Studies Vol. 20 , 10.

Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah. (2014, Maret). Laporan Penelitian -

Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Provinsi DKI Jakarta: Perspektif

Kewenangan dan Kelembagaan . Retrieved May 17, 2014, from www.kppod.org:

http://www.kppod.org/datapdf/laporan/FCO-Indo-Laporan-Penelitian-PTSP.pdf

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah. (2005). Menyederhanakan

pelayanan, dan memangkas ekonomi biaya tinggi yang dikelukan investor.

Retrieved May 17, 2014, from kppod.org: http://kppod.org/ind/datapdf/rating2005/rating05.pdf

World Bank. (2013, October 29). -Continues-to-Improve Regulatory-Environment-for-

Doing-Business . Retrieved May 17, 2014, from www.worldbank.org:

http://www.worldbank.org/in/news/press-release/2013/10/29/Indonesia-Continues-

to-Improve Regulatory-Environment-for-Doing-Business

Bengkulu,. (2014, April 10). Wawancara Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

Daerah . (Fadhly Hafiz. (Penulis), Interviewer)

Bengkulu,. (2014, April 10). Wawancara Terhadap Kepala Kantor Pelayanan dan

Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu . (Fadhly Hafiz. (Penulis), Interviewer). C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia, , Undang-Undang tentang Penanaman Modal, UU No. 25 tahun 2007, LN

No. 67 Tahun 2007, TLN No. 44724 . Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 32 tahun 2004, LN

No. 125 Tahun 2004, TLN No. 4437, , Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, LN No. 112,

TLN No 5038 , Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundangan, LN No 82 Tahun 2011, TLN No 5234

, Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten /

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014

Page 23: PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …

Kota, PP No. 38 Tahun 2007, LN No. 82 Tahun 2007, TLN No 4737. , Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat

Daerah, ps.1 ayat 7 dan 8. LN 89, TLN 4741. , Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2012 tentang Pelaksana Undang

Undang 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, LNRI No 215 Tahun 2012,

TLNRI No 5357.

Presiden, Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi, Instruksi Presiden No. 3 Tahun

2006 Presiden, Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu

Pintu di Bidang Penanaman Modal.

Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014