PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …
Transcript of PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU …
PELAKSANAAN KEWENANGAN PELAYANAN TERPADU SATU
PINTU TERKAIT PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DI BIDANG
PENANAMAN MODAL
(STUDI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI PEMERINTAH
DAERAH PROVINSI BENGKULU)
Fadhly Hafiz
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424
E-mail : [email protected]
Abstrak
Dalam kegiatan pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah telah diatur untuk menggunakan sistem
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), tidak terkecuali Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu yang mana
telah mendelegasikan kewenangan tersebut kepada unit perangkat daerah tersendiri, termasuk perizinan dan
non perizinan di bidang penanaman modal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
bagaimana pengaturan hukum serta peralihan wewenang dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
khususnya terkait perizinan dan non perizinan di bidang penanaman modal di Provinsi Bengkulu. Selain itu,
penulisan skripsi ini juga mempunyai tujuan untuk memberikan masukan dalam memperbaiki pengaturan
serta pelaksanan sistem pelayanan terpadu satu pintu pada bidang penanaman modal di Provinsi Bengkulu.
Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum
yang dilaksanakan melalui penelitian kepustakaan yang dititikberatkan kepada analisis terhadap peraturan
perundang-undangan serta data-data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, sehingga
penelitian ini dispesifikasikan ke dalam penelitian yang bersifat deskriptif analitis, dengan tahap-tahap
penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan mengenai
PTSP di Provinsi Bengkulu tidak mengatur secara detail beberapa aspek penting pelaksanaan PTSP itu
sendiri seperti SDM, Keuangan dan Pengawasan, selain itu bentuk kelembagaannya masih setingkat kantor
dimana notabene SKPD teknis yang bersinggungan dengan KP2T Provinsi Bengkulu telah berbentuk Dinas
atau Badan yang mengakibatkan kesenjangan eselon pimpinan. Oleh karenanya diperlukan perubahan
terhadap pengaturan pelaksanaan PTSP di Provinsi Bengkulu kedepannya agar dapat berjalan dengan
optimal dalam melayani masyarakat.
Implementation of One Stop Services Authority Related to
Licensing and non Licensing in the Field of Investment
(Study of One Stop Services in Bengkulu Province).
Abstract
Implementation of licensing and non-licensing services in locality government has been set up to use the
One Stop Service (OSS), is no exception with Bengkulu Province Government which has been delegated
one stop services authority to their own special local unit, including licensing and non-licensing in the field
of investment. This study aims to gain an idea of how the legal arrangements and transfer of authority in the
implementation of the One Stop Services in particular related to the licensing and non-licensing in the field
of investment in the Province of Bengkulu. In addition, this thesis also has the objective to provide input to
improve the regulation and conduct of integrated one-stop service system in the field of investment in the
province of Bengkulu. Method approach in this study is normative juridical approach, legal research
conducted through library research focused on an analysis of the legislation and the data obtained from
observations and interviews, so this study is specified in the descriptive research analytical, with the stages
of the research literature and field research. This study shows that the regulation of PTSP in Bengkulu
province does not regulate in detail some important aspects of the implementation of the OSS itself like
human resources, finance and control, otherwise it the forms of institutions level is still offices, whereas
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) as the counterpart of KP2T Bengkulu Province has institutional
form with Department or Body which resulted a gaps of echelon leaders. Therefore, government need to
changes the regulation of OSS implementation at Bengkulu Province in the future, to making the
implementation of public services run better.
Keywords : One Stop Services, Investment, Licensing and Non Licensing, Authority, Regulation, Bengkulu
Province.
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
Pendahuluan
Pada dasarnya penyelenggaraan pemerintahan mengemban tiga fungsi hakiki,
yaitu Pelayanan (Service), Pemberdayaan (Empowerment), dan Pembangunan
(Development). Jadi selain melaksanakan pembangunan, pemerintah juga memberikan
pelayanan publik1. Pengelolaan dan pengembangan pelayanan publik dalam rangka
pemenuhan kebutuhan masyarakat pun saat ini terutama di era otonomi daerah menjadi
tugas serta tanggung jawab pemerintah daerah, selain itu peningkatan pelayanan publik
juga akan berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat serta peningkatan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) daerah yang bersangkutan.
Namun yang terjadi malah pelayanan publik tidak sesuai seperti yang diharapkan,
dimana yang terjadi cenderung lebih mengarah ke hal yang berbelit-
belit,mahal,lambat,serta kurang transparan sehingga menimbulkan kurangnya rasa
kepastian hukum bagi masyarakat, bahkan cenderung terlihat bukan birokrasi yang
melayani masyarakat malah sebaliknya masyarakat yang melayani birokrasi, Oleh
karenanya berbagai terobosan serta inovasi kebijakan dilakukan agar terjadi peningkatan
bagi pelaksanaan pelayanan publik demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun
disisi lain juga terlihat dengan gamblang bagaimana permasalahan pelayanan publik
terjadi, terutama pada pelaksanaanya, dimana sebagaimana kita ketahui bahwa pada
pelayanan publiklah terjadi interaksi secara langsung antara Pemerintah dan publik.
Diterbitkannya Permendagri No. 24 tahun 2006 tentang Pedoman Pendirian
Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai penjabaran Inpres No. 3 tahun 2006 merupakan
bagian upaya mencapai peningkatan kualitas layanan publik. Layanan terpadu satu pintu
merupakan kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non perizinan yang proses
pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai ketahap terbitnya dokumen
dilakukan pada satu tempat.2 Tujuan pokok yang ingin diperoleh guna memberikan akses
yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh layanan publik secara transparan
baik dari sisi waktu, biaya, persyaratan maupun prosedur yang harus ditempuh.
Berbagai peraturan diterbitkan guna mengakomodir pelaksanaan teknis Sistem
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di daerah, namun yang terjadi menimbulkan kebingungan
dalam pelaksanaan sistem tersebut karena telah terjadi disharmonisasi pengaturan, produk
hukum yang merupakan dasar hukum yang meyatakan agar pelayanan perizinan dapat
berbentuk badan/kantor, namun pada pelaksanaan teknis perizinan terjadi duplikasi
1 M. Ryaas Rasyid, Makna Pemerintahan : Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan, (Jakarta:
Mutiara Sumber Widya, 2000), hal. 59.
2 Mochammad Jasin, et al., Op.Cit., hal. iii.
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
kewenangan antara Badan/Kantor Perizinan yang ada dengan instansi Dinas-dinas terkait
yang memiliki kewenangan dan fungsi tugas pokok secara teknis terkait lingkup perizinan
yang ada.
Dari berbagai masalah yang ada keadaan tersebut menunjukkan adanya
pengaturan pemberian wewenang kepada badan/kantor perizinan baik secara administrasi
maupun secara teknis, terlihat pula bahwa kewenangan tersebut juga dimiliki oleh dinas-
dinas yang ada pada pemerintahan daerah, sehingga kewenangan yang dimiliki
badan/kantor perizinan yang ada mengambil sebagian kewenangan dinas-dinas terkait3.
Selain itu Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Soatu Pintu (PTSP) menjadi “Rancu”
ketika aturan mengenai PTSP menurut Kementerian dalam Negeri (Permendagri) dan
Menurut BKPM diartikan berbeda oleh Pemerintah maupun Pemerintah Daerah,
Pemahaman atas pelaksanaan PTSP apakah harus digabungkan fungsi PTSP yang
melaksanakan perizinan dan non perizinan menurut pengaturan yang dibuat oleh
kementerian dalam negeri dengan dan menurut BKPM (Peraturan Presiden No 27 tahun
2009) masih berbeda dan belum satu persepsi, oleh karenanya hal tersebut menimbulkan
keraguan bagi pelaksana teknis untuk menjalankan tugasnya maka perlu adanya
harmonisasi pengaturan yang terintegrasi guna mewujudkan ketertiban, menjamin
kepastian serta perlindungan hukum, baik bagi pihak pelaksana maupun masyarakat yang
berkepentingan.
Saat ini pengaturan mengenai perizinan usaha di Indonesia sangat banyak dalam
hal jumlah oleh karenanya reformasi regulasi perizinan saat ini masih sulit dilaksanakan,
mengingat kewenangan perizinan masih tersebar di berbagai SKPD dan sebagian besar
perizinan masih sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah pusat. Reformasi birokrasi
perizinan usaha, persyaratan yang banyak, tumpang tindih serta menyangkut banyak
instansi teknis menyebabkan prosedur layanan menjadi tidak efisien, selain itu
keseragaman bentuk kelembagaan PTSP sendiri masih tergantung akan kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah daerah setempat.
Untuk itu penelitian ini memiliki pokok permasalahan : 1. Bagaimana
kewenangan daerah terhadap pelaksanaan perizinan di bidang penanaman modal ? 2.
Bagaimana Pengaturan dan Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada bidang
penanaman modal di Provinsi Bengkulu? 3. Bagaimana pengaturan terhadap pelaksanaan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di masa yang akan datang?
3 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Op.Cit., hal. 230.
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
Tinjauan Teoritis
Dalam tulisan ini, Penulis memberikan pengertian terhadap istilah-istilah yang
digunakan sebagai berikut :
1. Pelayanan Publik.
Pelayanan Publik merupakan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai
penyelenggara negara terhadap masyarakatnya guna memenuhi kebutuhan dari
masyarakat itu sendiri dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat4
2. Investasi.
Investasi adalah penempatan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh
tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut5
3. Penanaman Modal
Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman
modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing6.
4. Perizinan
Izin merupakan keputusan yang bersifat konkret, dimana keputusan tersebut tidak bersifat
abstrak, berwujud,tertentu dan ditentukan.7.
5. Deregulasi
Kebijakan Pemerintah dalam mengurangi dan memangkas berbagai aturan yang
menghambat tumbuhnya peran masyarakat dalam memproduksi barang atau jasa8.
6. Debirokratisasi.
Tindakan atau proses mengurangi tata kerja yang serba lamban dan rumit agar tercapai
hasil dengan lebih cepat9.
7. Pelayanan Terpadu Satu Atap
Sistem Pola pelayanan publik dimana pemohon datang ke satu tempat, tapi pemrosesan
masih di masing-masing kantor/instansi terkait10
.
8. Pelayanan Terpadu Satu Pintu
4 Ibid., hal.19
5 Abdul Halim..Analisis Investasi. Edisi Kedua, (Jakarta : Karya Salemba Empat, 2005), hal. 2
6 Indonesia (b). Undang-Undang tentang Penanaman Modal, UU No. 25 tahun 2007, LN No. 67
Tahun 2007, TLN No. 44724, Ps.1 angka 4.
7 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Op.Cit., hal. 93.
8 Ibid, hal 185.
9 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud, Loc.Cit.
10 Zaenal Arifin, Sinkronisasi Kebijakan Sektor Dalam Rangka Peningkatan Kelembagaan PTSP
di Daerah, (Disampaikan dalam Presentasi Rapat Koordinasi Tentang Pelayanan Publik Pada Lembaga
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Provinsi Bengkulu, 2012).
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
Kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya
dimulai dari tahap permohonan sampai ketahap terbitnya dokumen dilakukan pada satu
tempat11
.
Metode Penelitian
Dilihat dari datanya, bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis-
normatif yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder. Menurut sifatnya,
penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang
dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan
atau gejala-gejala lainnya. Dalam penelitian ini gejala yang dicari adalah faktor penentu
terhadap pendekatan apa yang digunakan untuk dapat mendistribusikan dana bagi hasil
secara adil.
Menurut dasar ilmu yang dipergunakan, penelitian ini merupakan penelitian
monodisipliner, yaitu penelitian yang didasarkan pada satu jenis ilmu pengetahuan
dengan menerapkan metodologi yang lazim dilaksanakan oleh ilmu yang bersangkutan.
Dalam hal ini, penelitian ini merupakan penelitian hukum yang berfokus pada ilmu
hukum khususnya pada Hukum Administrasi Negara dalam bidang Hukum Admnistrasi
Pelayanan Publik.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah data sekunder, yang
terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data
sekunder yang digunakan dalam penelitian kali ini antara lain :
a. Bahan hukum primer, yaitu merupakan bahan-bahan hukum yang memiliki
ketentuan mengikat. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik, Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, dan peraturan lainnya yang
berkaitan.
Selain itu ada pula wawancara yang dilakukan terhadap data lapangan
(primer) dikumpulkan dengan teknik wawancara tidak terarah (non-directive interview)12
11
Mochammad Jasin, et al., Loc.Cit., hal. iii
12 Cirinya yang utama adalah bahwa seluruh wawancara tidak didasarkan pada daftar pertanyaan
yang telah disusun lebih dahulu. Pewawancara tidak memberikan pengarahan yang tajam, tetapi diserahkan
pada yang diwawancarai untuk memberikan penjelasan menurut kemauannya sendiri, Ronny Hanitijo
Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan Kelima, (Ghalia Indonesia: Jakarta, 1994),
hal.59-60
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
atau tidak terstruktur (free flowing interview) yaitu dengan mengadakan komunikasi
langsung kepada informan, dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide)
guna mencari jawaban atas pelaksanaan PTSP.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, meliputi berbagai literatur serta jurnal-jurnal ilmiah yang
membahas masalah terkait dan bahan pustaka lainnya yang berupa buku-buku seputar
Hukum Administrasi Daerah dan Hukum Pelayanan Publik.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atas bahan
hukum primer ataupun sekunder seperti kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan
seterusnya.13
Hasil Penelitian
Sesuai dengan yang diamanatkan pada pasal (6) Permendagri No 24 Tahun 2006
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu bahwa
Bupati/Walikota mendelegasikan kewenangan penandatanganan perizinan dan non
perizinan kepada Kepala PPTSP untuk mempercepat proses pelayanan.
Selain itu ditegaskan pula pada pasal (6) Permendagri No 20 Tahun 2008 tentang
Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah yang
menyebutkan bahwa Kepala Badan dan/atau Kepala Kantor mempunyai kewenangan
menandatangani perizinan atas nama Kepala Daerah berdasarkan pendelegasian
wewenang dari Kepala Daerah.
Khususnya di wilayah pemerintahan daerah Provinsi Bengkulu sendiri guna
mewujudkan dan meningkatkan pelayanan publik yang prima dan transparan di bidang
perizinan dan non perizinan serta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi
Bengkulu dimasa yang akan datang, telah dibentuk Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
(KP2T) Provinsi Bengkulu melalui Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu No 8 Tahun
2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah dan
Lembaga Teknis Daerah Provinsi Bengkulu sebagaimana diamanatkan oleh PP No.41
tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Selanjutnya mengenai bentuk peralihan kewenanganya diatur melalui Peraturan
Gubernur Bengkulu No 7 Tahun 2012 Tentang Pendelegasian Sebagian Kewenangan
Penandatanganan Perizinan dan Non (Bukan) Perizinan Pemerintah Provinisi Bengkulu
Kepada Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu dimana pada
pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa Gubernur Bengkulu mendelegasikan sebagian
kewenangan untuk penandatanganan perizinan dan non perizinan kepada Kepala Kantor
13
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
cet.7, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 13.
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu, dengan jenis-jenis perizinan dan non
(bukan) perizinan, sehingga kewenangan perizinan dan non perizinan yang telah dialihkan
selanjutnya akan menjadi tanggung jawab Kepala Kantor Pelayanan dan Perizinan
Terpadu Provinsi Bengkulu.
Kewenangan yang di berikan kepada Kepala Kantor Pelayanan dan Perizinan
Terpadu Provinsi Bengkulu selain mengenai penandatanganan perizinan juga termasuk
kewenangan penerbitan dan/atau pencabutan atau pembatalan, dan penarikan retribusi
perizinan. Kewenangan yang disebutkan diatas dilaksanakan berdasarkan rekomendasi
dan/atau pertimbangan teknis dari Dinas atau Badan atau SKPD teknis terkait, yang
membidangi perizinan dan non perizinan yang bersangkutan. Sehingga dapat disimpulkan
dari hal tersebut bahwa dalam melaksanakan kewenangannya Kepala Kantor Pelayanan
dan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu tidak dapat hanya berdasarkan keputusan
beliau sendiri, namun perlu adanya rekomendasi dan/atau pertimbangan teknis dari Dinas
atau Badan atau SKPD teknis terkait, hal tersebut telah sesuai dengan amanat tugas pokok
Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu yang mempunyai tugas
melaksanakan koordinasi dan penyelenggaraan serta pelayanan administrasi di bidang
perizinan secara terpadu. Sebagaimana tercantum pada pasal (68) Perda No 8 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah dan Lembaga
Teknis Daerah Provinsi Bengkulu.
Peralihan kewenangan yang dilakukan oleh Gubernur Bengkulu kepada Kepala
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu merupakan peralihan
kewenangan dengan bentuk delegasi. Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari
peraturan perundang-undangan diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan
mandat. Pendelegasian kewenangan dengan atribusi adalah pemberian wewenang
pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan. Wewenang yang
diperoleh secara atribusi bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan.
Organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksional pasal
tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas
wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan
wewenang yang ditribusikan sepenuhnya berada pada penerima wewenang (atributaris).
Pendelegasian kewenangan dengan mandat merupakan pemberian wewenang oleh organ
pemerintahan kepada organ lain untuk mengambil keputusan atas namanya. Pada mandat,
penerima mandat (mandataris) hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat
(mandans). Tanggung jawab akhir keputusan yang diambil oleh mandataris tetap berada
pada mandans karena pada dasarnya penerima mandat bukan pihak lain dari pemberi
mandat.
Delegasi adalah penyerahan atau pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh
badan atau pejabat yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
kepada badan atau pejabat lainnya yang akan melaksanakan wewenang yang telah
diserahkan itu sebagai wewenangnya sendiri. Pada delegasi terjadi penyerahan
kewenangan dari pihak yang memang telah ditunjuk untuk menjalankan kewenangan itu.
Dalam hal ini ada perubahan dimana terjadi pelepasan wewenang dari Gubernur
Bengkulu melalui Instansi Teknis Terkait dan penerimaan suatu wewenang yang
diberikan kepada Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu. Gubernur Bengkulu yang
mana Pembentukan kelembagaan beserta tugas pokok dan fungsinya diatur melalui Perda
No 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan
Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Bengkulu. Mengenai tugas dan pokok dan
fungsi sebuah lembaga baru KP2T ini sendiri mengakibatkan beberapa tugas pokok
beserta fungsi beberap instansi teknis yang ada sebelumnya menjadi tidak berlaku lagi
karena pada ketentuan penutup dari Perda tersebut menyatakan bahwa peraturan daerah
sejenis sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi, sehingga memberikan akibat hukum
bahwa tugas pokok dan fungsi yang sejenis pada pasal 68 dan 69 Perda tersebut tidak lagi
berada dalam tanggung jawab instansi teknis terkait, melainkan berada pada KP2T
Provinsi Bengkulu.
Karena pada hakikatnya Pendelegasian kewenangan dengan delegasi dilakukan
oleh pejabat yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada pejabat lainnya
dan penyerahan dilakukan dengan undang-undang. Penyerahan ini tidak bisa dilakukan
tanpa adanya kekuatan hukum seperti undang-undang atau peraturan hukum lainnya
karena undang-undang atau peraturan hukum digunakan untuk mencabut kembali
delegasi yang telah diberikan. Dengan adanya delegasi maka ada penyerahan wewenang
dari badan pemerintahan atau pejabat pemerintahan yang satu ke badan atau pejabat yang
lainnya karena dalam delegasi selalu dituntut adanya dasar hukum pemberian delegasi
karena untuk menarik kembali delegasi yang telah diberikan tersebut juga diperlukan
peraturan perundang-undangan yang sama seperti pemberian delegasi itu ada.
Terkait keberlakuan hukum Peraturan Gubernur, Dengan adanya kata “atau”
antara berdasarkan peraturan yang lebih tinggi di atasnya serta kewenangan pemerintah
daerah (dalam hal ini urusan wajib) dalam pasal 8 ayat 2 UU No 12 tahun 2011, dapat
disimpulkan bahwa tidak menjadi sebuah keharusan yang mutlak terbitnya Peraturan
Gubernur harus berdasarkan perintah dari Peraturan Daerah asalkan hal yang diatur oleh
Pergub merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi,
dan muatannya tidak bertentangan dengan yang telah diatur dalam hierarki peraturan yang
lebih tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa berbagai peraturan yang telah di terbitkan
Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu terkait pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
telah sesuai dengan kaedah hukum yang ada.
Selanjutnya hal tersebut diatas mengakibatkan tanggung jawab yuridis tidak lagi
berada ditangan Gubernur Bengkulu tetapi beralih kepada Kepala Kantor Pelayanan dan
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu karena tanggung jawab terhadap wewenang yang
telah di delegasikan berada ditangan Kepala Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu
Provinsi Bengkulu selaku delegataris pada kewenangan tersebut. Sehingga apabila terjadi
persoalan hukum mengenai tindakan yang telah dilaksanakan Kepala Kantor Pelayanan
dan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu yang merupakan ruang lingkup
kewenangannya walaupun banyak SKPD yang terlibat dalam analisa teknis pemberian
izin atau tidak diizinkannya suatu permohonan yang diajukan, maka pertanggung
jawabannya tetap ada pada Kepala Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu Provinsi
Bengkulu selaku pejabat admnisitrasi negara yang berwenang mengeluarkan instrumen
hukum terkait permohonan yang telah diajukan oleh masyarakat banyak SKPD yang
terlibat dalam analisa teknis pemberian izin atau tidak diizinkannya suatu permohonan
yang diajukan, maka pertanggung jawabannya tetap ada pada Kepala Kantor Pelayanan
dan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu selaku pejabat admnisitrasi negara yang
berwenang mengeluarkan instrumen hukum terkait permohonan yang telah diajukan oleh
masyarakat.
Kelembagaan PTSP di Provinsi Bengkulu sesuai dengan yang telah ditetapkan
pada Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu No 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi
Bengkulu Adalah berbentuk Kantor, dengan nomeklatur kelembagaan Kantor Pelayanan
dan Perizinan Terpadu (KP2T) Provinsi Bengkulu, dalam perda tersebut secara tidak
langsung menguatkan KP2T Provinsi Bengkulu sebagai satun-satunya institusi yang
berwenang meberikan pelayanan perizinan dan non perizinan di Provinsi Bengkulu. Bentuk kelembagaaan yang dipilih yakni Kantor telah sesuai dengan Permendagri No.20
Tahun 2008 pasal 2 ayat (1) tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan
Terpadu Satu Pintu.
Dalam Permendagri tersebut diamanahkan bahwa bentuk
kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dapat berupa Badan atau Kantor, yang mana
Kantor ini sendiri merupakan sebuah lembaga struktural yang berdiri sendiri dalam
lingkup pemerintahan daerah Provinsi Bengkulu.
Secara teknis para aparatur pegawai dalam ruang lingkup KP2T Provinsi
Bengkulu hanya melaksanakan pelayanan yang bersifat admnistratif yaitu menerima
masuknya permohonan izin dan non perizinan dan menandatangani hasil pengkajian
permohonan yang diajukan. Namun kajian teknis tetap di sampaikan dan di proses oleh
staf ahli dari SKPD teknis sektor terkait perizinan tersebut yang masih berkedudukan di
SKPD tersebut (kecuali perizinan dan non perizinan yang hanya bersifat admnistratif dan
tidak memrlukan kajian teknis), hal ini terkadang menurut hasil wawancara dengan pihak
KP2T Provinsi Bengkulu dan BKPMD Provinsi Bengkulu menimbulkan permasalahan
seperti adanya miskomunikasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) penyelesaian proses
perizinan yang telah ada pada KP2T.
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
Terjadi ketidaksesuaian penyelesaian pengkajian SKPD teknis dengan standar
waktu yang telah ditetapkan melalui SPM, selain itu ketersediaan staf ahli yang ada pada
instansi teknis terkait ketika adanya permohonan izin masuk dalam lingkup
kewenangannya untuk segera memproses pengkajian terhadap permohonan tersebut
menjadi kendala, karena dengan posisi staf ahli yang tidak berkedudukan tetap di kantor
KP2T Provinsi Bengkulu dan masih bertempat di SKPD teknis terkait, akibatnya hal
tersebut menyebabkan para staf teknis terkadang sedang melaksanakan tugas lain yang
telah diberikan SKPD teknisnya sendiri. Disisi lain permohonan izin pada SKPD tertentu
seperti BKPM (Penanaman Modal) tidak menentu kapan datangnya sehingga menjadi
dilematis mengenai perlu atau tidaknya staf teknis ditempatkan secara organik pada
kantor KP2T tersebut.
Selanjutnya terdapat pula permasalahan dimana sering terjadinya rotasi pegawai
yang sulit dihindarkan pada instansi SKPD induk yang menangani proses pengkajian
teknis permohonan. Padahal pegawai yang dirotasi oleh SKPD induk tersebut telah
dibekali berbagai pelatihan khusus oleh PTSP sehingga adanya rotasi pegawai membuat
PTSP harus memberi pelatihan lagi kepada pegawai yang baru dirotasi, hal tersebut
mengakibatkan inefisiensi terhadap pengembangan dan pengelolaan SDM instansi induk
yang akan membantu pelaksanaan dengan PTSP.
Namun kedepannya diharapkan bahwa dengan pelaksanaan PTSP tidak hanya
peralihan kewenangan admnistrasi dan penandatanganan perizinan dan non perizinan saja
yang dilimpahkan kepada instansi PTSP namun turut juga diikuti oleh pemindahan SDM
ahli ke instansi PTSP tersebut. Sesuai dengan SE Mendagri No. 500/1191/V/BANGDA
tentang Penyempurnaan Panduan Nasional tentang Pedoman Penyelenggaraan PTSP di
mana disebutkan bahwa penyelenggaraan PTSP yang ideal ialah menempatkan SDM
dengan keahlian khusus dibawah bidang admnistratif dan teknis pada instansi PTSP guna
memproses secara teknis permohonan yang telah diajukan masyarakat kepada instansi
PTSP.
Secara keseluruhan aspek kepegawaian aparatur penyelenggara PTSP kecuali staf
ahli teknis, telah menjadi staf organik dari KP2T Provinsi Bengkulu sebagai lembaga
yang berdiri sendiri menurut Perda organisasi perangkat daerah, sehingga KP2T memiliki
kewenangan untuk melaksanakan pengelolaan SDM aparaturnya secara mandiri. Dengan
hal tersebut KP2T Provinsi Bengkulu diharapakan dapat optimal mengelola SDM-nya
guna meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan non perizinan, termasuk
menyelenggarakan berbagai pelatihan, memberikan insentif atau disinsentif serta
menerapkan SOP kepegawaian PTSP itu sendiri.
KP2T Provinsi Bengkulu akan memiliki kewenangan penuh dalam mengelola
anggarannya. Oleh karenanya, hal tersebut akan mendorong inovasi berbagai program
maupun fasilitas KP2T dalam rangka meningkatkan efisiensi, efektivitas dan kinerja
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
pemberian layanan perizinan dan perizinan bagi masyarakat seperti menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan pelatihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapabilitas sumber
daya manusia yang dimiliki serta pengembangan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk
mempercepat layanan perizinan.
Namun setelah mengkaji Perda Organisasi Perangkat Daerah sebagai landasan
hukum pembentukan KP2T Provinsi Bengkulu serta Peraturan Gubernur yang berkaitan
dengan pelimpahan kewenangan pelayanan bidang perizinan dan non perizinan pada
KP2T Provinsi Bengkulu tidak terdapat pengaturan yang secara khusus dan mendetail
membahas mengenai keuangan dan penganggaran terhadap KP2T Provinsi Bengkulu
padahal hal tersebut sangatlah penting guna menjadikan sebuah landasan hukum bagi
KP2T terhadap mekanisme serta sistem keuangan yang jelas bagi pelaksanaan PTSP
tersebut.
Sangat berbeda dengan pengaturan keuangan PTSP DKI Jakarta yang
mencamtumkan pengaturan mengenai penganggaran dan keuangan nya melalui Perda
Provinsi DKI Jakarta No.12 Tahun 2013 Bab VIII Keuangan Pasal 12 dimana disebutkan
sebagai berikut :
1) Anggaran belanja yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan PTSP dibebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
2) Penerimaan dari penyelenggaraan PTSP merupakan pendapatan daerah.
3) Pembayaran atas retribusi izin dan non izin dibayarkan melalui Bank untuk
selanjutnya masuk ke rekening kas daerah.
4) Pengelolaan anggaran belanja dan penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan keuangan
negara/daerah.
Dari hal tersebut menunjukkan adanya kejelasan bagaimana mekanisme
penganggaran dan keuangan yang jelas dalam pelaksanaan PTSP di Provinsi DKI Jakarta.
Terlihat adanya mekanisme yang jelas tentang bagaimana proses masuknya pembayaran
atas permohoan serta status penerimaan yang didapatkan oleh PTSP Provinsi Jakarta juga
diatur dengan jelas dalam perda tersebut. Diharapkan pemerintah daerah Provinsi
Bengkulu dapat mencontoh apa yang telah dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta
tersebut agar mekanisme penganggaran dan keuangan dapat berjalan dengan baik dan
optimal dengan adanya pengaturan yang jelas sebagai landasan hukum tindakan aparatur
pada KP2T Provinsi Bengkulu.
Mengenai pengawasan sesuai pasal 25 Permendagri No 24 Tahun 2006
menyebutkan bahwa Pengawasan atas penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu
dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan oleh Menteri Dalam Negeri dan
Kepala Daerah sesuai dengan tingkat urusan pemerintahan masing-masing melalui
mekanisme koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan materi pengawasan yang
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
didasarkan pada :
a.Peraturan Daerah tentang pembentukan PPTSP;
b.Pengintegrasian program PPTSP dalam dokumen perencanaan pembangunan dan
penyediaan anggarannya;
c.Ketersediaan pegawai negeri sipil daerah sesuai dengan jumlah dan kualifikasi
yang diperlukan;
d.Ketersediaan sarana dan prasarana untuk rnendukung PPTSP; dan
e.Kinerja PPTSP berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pada KP2T Bengkulu sendiri pengawasan terkait aspek-aspek yang ditetapkan
tersebut telah serta merta dilaksanakan antara lain dilakukan seperti oleh Pengawasan
Fungsional (Wasnal). Pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara
fungsional baik intern pemerintah maupun ekstern pemerintah terhadap pelaksanaan tugas
umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat agar sesuai dengan rencana peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Lalu Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)
terkait adalah APIP yang tugas pokok dan fungsinya melakukan pemeriksaan terhadap
obyek pemeriksaan yang diadukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dan atau atas permintaan lembaga, serta tidak lupa pula
pengawasan secara langsung yang dilakukan oleh masyarakat yang mekanisme
pengaduannya telah ditetapkan oleh KP2T Provinsi Bengkulu.
Selanjutnya Menurut Surat Edaran Mendagri No. 500/1191/V/BANGDA tentang
Penyempurnaan Panduan Nasional tentang Pedoman Penyelenggaraan PTSP bahwa
Pengawasan menjadi tanggung jawab bersama antara lembaga Penyelenggara PTSP dan
SKPD teknis. Berbeda dengan dahulu ketika masih dalam periode Pelayanan Terpadu
Satu Atap dimana Pengawasan menjadi tanggung jawab SKPD teknis.
Pada kantor KP2T Provinsi Bengkulu mekanisme serta prosedur pelayanan perizinan dan
non perizinan tidak diatur secara spesifik melalui peraturan perundang-undangan yang
ada mengenai pelaksanaan PTSP, baik pada Peraturan Daerah (Perda) maupun Peratuan
Gubernur (Pergub) yang ada. Namun secara umum mekanisme pelayanan perizinan dan
non perizinan dapat terlihat dalam gambaran tabel di bawah ini :
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
Gambar IV.1 Mekanisme Pelayanan Perizinan KP2T Provinsi
Bengkulu
Sumber : http://www.kp2tprovbengkulu.info/index.php/profil/mekanisme
Secara umum Permendagri No 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu mengamanahkan semua proses pelayanan perizinan dan
non-perizinan dilakukan secara terpadu dan terintegrasi dalam suatu lembaga. Perbedaan
mendasar pada mekanisme proses pelayanan perizinan sebelum dan sesudah dibentuknya
KP2T Provinsi Bengkulu saat ini ialah pemrosesan izin sepenuhnya telah dilimpahkan ke
KP2T, Seluruh proses pada back office tidak lagi menjadi wewenang dinas sektoral,
melainkan menjadi wewenang KP2T Provinsi Bengkulu. Setelah berkas diterima pada
petugas front office, dilakukan validasi dan verifikasi oleh petugas back office.
Selanjutnya apabila dibutuhkan maka dapat dilakukan pemeriksaan lapangan
secara teknis sebagai salah satu rangkaian tahapan dan bahan pertimbangan guna
memutuskan dapat atau tidak diterbitkannya permohonan izin yang telah diajukan, disini
yang berwenang guna melakukan pemeriksaan lapangan ialah tim teknis dimana tim
teknis ini berada dibawah koordinasi KP2T Provinsi Bengkulu yang mana pada
pelaksanaanya tim teknis yang ada masih berkedudukan di dinas sektoral masing-masing
tidak secara langsung menginduk pada KP2T Provinsi Bengkulu. Setelah memeriksa
dokumen dan melakukan tinjauan lapangan, Kepala KP2T berdasarkan pertimbangan tim
teknis menentukan izin tersebut diterima atau ditolak. Hal tersebut telah sesuai dengan
apa yang telah disebutkan pada Pergub Provinsi Bengkulu No 07 Tahun 2012 mengenai
Pendelegasian Kewenangan Perizinan dan Non Perizinan Pemerintah Provinsi Bengkulu
Kepada KP2T Provinsi Bengkulu, jika diterima, Kepala KP2T mengeluarkan output
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
berupa surat yang berisi penandatangan disetujuinya permohonan yang telah diajukan.
Selanjutnya, setelah dokumen permohonan izin/non izin selesai diproses, dokumen
perizinan tersebut diserahkan kepada para pemohon.
Dengan alur pelayanan perizinan dan non perizinan dimana proses sepenuhnya
berada di KP2T Provinsi Bengkulu, maka manfaat utama yang dirasakan oleh masyarakat
umum maupun pelaku usaha adanya kepastian proses, waktu dan biaya pengurusan
izin/non izin. SOP pelayanan perizinan yang diatur oleh KP2T menyebabkan lebih
mudahnya untuk mengatur serta mengendalikan proses pelayanan izin atau non izin. Hal
ini berdampak pada menurunnya risiko keterlambatan penyelesaian perizinan atau non
perizinan dan ketidakpastian biaya yang harus dikeluarkan.
Terhadap masing-masing alur dan proses perizinan dan non perizinan yang ada
pada KP2T Provinsi Bengkulu telah dibuatkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang
diterapkan sebagai acuan SOP pelaksanaan pemrosesan pelayanan terhadap permohonan
perizinan dan non perizinan yang telah diajukan. SPM itu sendiri berbeda standarnya
antar masing-masing izin atau non izin yang ada karena memiliki ciri dan kekhasan
sendiri-sendiri dalam pelaksanaanya, seperti izin melakukan penelitian dapat
dilaksanakan hanya 1 hari dan tanpa biaya karena hanya bersifat admnistratif saja.
Berbeda dengan izin pertambangan yang mana izin tersebut memerlukan berbagai kajian
teknis terlebih dahulu sebelum dapat diputuskan apakah dapat diberikan izin atau tidak,
namun SPM yang telah ditetapkan telah didasari terlebih dahulu pengkajian bersama
antara KP2T provinsi Bengkulu dengan dinas teknis terkait, kesemuanya tetap didasari
dengan prinsip untuk tidak mempersulit proses perizinan yang ada, justru SPM tersebut
dibuat guna memberikan patokan standar pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat.
Manifestasi penerapan kesederhanaan prosedur pada pelaksanaan PTSP di KP2T Provinsi
Bengkulu dapat terlihat dari bagan alur dalam proses pemberian pelayanan terpadu satu
pintu satu pintu tersebut. Melalui bagan model pelayanan tersebut dapat dimengerti alur
suatu berkas perizinan yang masuk diproses melalui prosedur yang telah ditetapkan
sehingga pada akhirnya keluar surat keputusan terhadap permohonan izin dan non
perizinan yang telah diajukan kepada KP2T Provinsi Bengkulu.
Pada hakikatnya lembaga KP2T Provinsi Bengkulu terfokus pada pelaksanaan
pelayanan administrasi (Front Office) seperti penerimaan berkas permohonan serta
penandatanganan surat keputusan terhadap permohonan yang telah diajukan apakah dapat
diterima atau tidak. Sedangkan terhadap pengkajian perizinan dan non perizinan yang
memerlukan kajian teknis dilaksanakan tim teknis (Back Office) yang terdiri dari Instansi
SKPD terkait masing-masing sector yang notabene masih berkedudukan di masing-
masing instansi induknya tidak secara permanen berada pada KP2T Provinsi Bengkulu.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap Kepala KP2T Provinsi Bengkulu
menyebutkan bahwa dengan adanya alur serta mekanisme yang jelas terhadap pelaksanan
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada KP2T Provinsi Bengkulu ini, telah Sesuai dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
Nomor 188.32/498/V/Bangda tentang Petunjuk Pelaksanaan Dari Permendagri Nomor 24
Tahun 2006. Hal tersebut telah serta merta dapat mewujudkan pelayanan publik yang
cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau, serta mampu meningkatkan hak-
hak masyarakat dalam pelayanan publik ditambah lagi terdapat pula Standar Pelayanan
Minimal yang harus di patuhi oleh aparatur pelaksana PTSP tersebut.
Selanjutnya dengan melihat mekanisme alur perizinan dan non perizinan yang ada
tersebut dapat meminimalisir pertemuan tatap muka dengan instansi teknis terkait
sehingga dapat megurangi birokrasi berbelit-belit serta tidak esensial yang dapat
menghindarkan masyarakat dari terjadinya pungutan-pungutan liar terhadap proses
Perizinan dan non perizinan yang sebelumnya kerap terjadi di lapangan. Dimana pada
akhirnya dalam proses pelayanan yang dilakukan oleh KP2T Provinsi Bengkulu, akan
terus dituntut untuk bisa membangun pencitraan yang positif kepada masyarakat serta
diharapkan dapat pula meningkatkan sumber pendapatan bagi pemerintah daerah Provinsi
Bengkulu kedepannya.
Niat baik pemerintah guna melaksanakan debirokratisasi dan deregulasi terhadap
pelayanan perizinan dan non perizinan belum dibarengi dengan adanya keseragaman
pengaturan terhadap pelaksanaan PTSP, sehingga pada tingkat daerah timbul komplikasi
dan ragam versi rujukan terhadap pelakasanaan PTSP dimana model BKPM berorientasi
integrasi kelembagaanya dengan fungsi-fungsi lain dalm pelayanan penanaman modal
dalam wadah Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (PDPPM), sementara
versi Kemendagri cenderung mendorong pembentukan suatu unit tata kelola tersendiri
dengan fungsi yang tidak semata terkait perizinan penanaman modal saja namun juga
terintegrasi dengan sektor-sektor lain.
Dari hasil survei yang dilaksanakan oleh Bapennas diperoleh informasi bahwa
terdapat 3 jenis penafsiran terhadap pelaksanaan PTSP berdasarkan 3 jenis pelayanan
yang diberikan, yakni:14
1.PTSP terpadu yang melayani sebagian besar dan/atau seluruh perizinan
daerah/lokal yang terkait dengan daerah sendiri dan perizinan yang dilimpahkan
dari pusat termasuk penanaman modal (79 persen).
2.PTSP yang hanya melayani perizinan penanaman modal dan yang terkait
dengan penanaman modal (13 persen).
3.PTSP yang hanya melayani perizinan daerah/lokal (8 persen). Dari 90 PTSP
yang disurvei, 70 persen menyatakan tetap bergabung dan 13 persen ingin
14
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Buku Pegangan Perancangan dan
Pembangunan Daerah 2014, (Jakarta, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2013) hal. 60.
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
digabung, hanya 10 persen yang ingin memisahkan diri.
Guna menindaklanjuti hal tersebut telah dikeluarkan surat edaran bersama antara
Menteri Dalam Negeri, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
serta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Sinkronisasi Pelaksanaan
Tempat Pelayanan Penanaman Modal di Daerah pada tahun 2010, yang mana disebutkan
bahwa pelaksanaan pelayanan penanaman modal di daerah seperti pada tingkat Provinsi,
terdapat dua lembaga yang dapat menjadi pelaksana pelayanan penanaman modal yaitu
PDPPM dan PPTSP (apabila PPTSP telah terbentuk). Sehingga penyelenggara perizinan
terkait penanaman modal selain PDPPM dapat pula dilaksanakan oleh lembaga PPTSP.
Namun dengan dikeluarkan surat edaran tersebut hanya sebatas konfirmasi terhadap
dualisme penafsiran pelaksanaan fungsi PTSP di daerah, bukan sebuah jawaban tegas
penyeragaman bentuk terhadap pelaksanaan PTSP, sehingga diharapkan kedepan
nantinya regulasi yang ada, agar bentuk PTSP yang ada di daerah telah ditetapkan
penyeragaman yang jelas sehingga tidak ada lagi timbul beda penafsiran bagi pemerintah
daerah sehingga akan berdampak negatif dalam pelaksanaan pelayanan publik di bidang
perizinan dan non perizinan terhadap masyarakat.
Selanjutnya dengan bentuk peraturan yang membentuk PTSP masih setingkat
Peraturan Presiden (bagi sektor penanaman modal) dan Peraturan Menteri (bagi sektor
lain secara keseluruhan) tingkat keberlakuannya dikhawatirkan akan bersifat temporer
sesuai dengan kebijakan pemerintahan yang ada, sehingga sewaktu-waktu sistem yang
telah dibangun secara baik ini apabila tidak di dukung dengan kebijakan positif
pemerintahan selanjutnya maka dapat saja pelaksanaan PTSP ini berubah, walau terdapat
penyebutannya di Undang-Undang No 25 Tahun 2007, namun belum secara mendetil
menjelaskan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan PTSP secara keseluruhan.
Dikhawatirkan kecenderungan egoisme sektoral baik keengganan penyerahan
kewenangan oleh SKPD teknis maupun itikad baik dari kepala daerah sendiri guna
melimpahkan kewenangannya kepada lembaga PTSP akibat pengaturan yang masih
belum terlalu mengikat serta pengaturan masih dalam bentukkan menteri teknis terkait
bukan merujuk pada satu regulasi yang sama. Minimal diharapkan terdapat pengaturan
setingkat undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai perizinan terpadu lintas
sektor sehingga dapat menjadi satu landasan hukum yang sama bagi seluruh aparatur
pemerintah terkait terhadap pelaksanaan PTSP itu sendiri.
Pada hakikatnya PTSP tidak dapat hanya mengkhususkan diri pada pelayanan
perizinan tertentu, karena pada kenyataannya sulit memisahkan perizinan satu dengan
yang lainnya dan perizinan dari pusat dengan perizinan-perizinan lain di daerah yang
bersangkutan. Apabila masih terdapat pengkhususan bagi izin tertentu maka akan
mengaburkan esensi keterpaduan dalam integrasi perizinan melalui mekanisme Pelayanan
Terpadu Satu Pintu ini.
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan pada bagian
sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan terhadap masalah yang dibahas
dalam penulisan ini yakni sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Provinsi Bengkulu
dilaksanakan oleh organisasi perangkat daerah yaitu Kantor Pelayanan dan Perizinan
Terpadu (KP2T) Provinsi Bengkulu berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu
No 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan
Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Bengkulu sebagaimana diamanatkan
oleh PP No.41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, yang mana peralihan
kewenanganyan diatur melalui Peraturan Gubernur Nomor 07 Tahun 2012 Tentang
Pendelegasian Sebagian Kewenangan Penandatanganan Perizinan dan Non (Bukan)
Perizinan Pemerintah Provinsi Bengkulu.
Kewenangan yang dimiliki KP2T Provinsi Bengkulu ini ialah untuk
penandatangan perizinan dan non (bukan) perizinan, dalam suatu sistem Pelayanan
Terpadu Satu Pintu. Kewenangan tersebut sendiri termasuk kewenangan penerbitan
dan/atau pencabutan atau pembatalan, dan penarikan retribusi perizinan. Selanjutnya
disebutkan bahwa perizinan dilaksanakan berdasarkan rekomendasi dan/atau
pertimbangan teknis dari Dinas atau Badan atau SKPD teknis terkait yang membidangi
perizinan dan non (bukan) perizinan yang bersangkutan. Yang mana secara umum
PTSP yang dilaksanakan oleh KP2T Provinsi Bengkulu ini merujuk pada Permendagri
No 24 tahu 2006 mengenai PTSP, sektor yang dialihkan sendiri melalui pendelegasian
kewenangan perizinan dan non perizinannya menjadi 14 sektor dengan yang mencapai
88 jenis izin dan non izin.
Selanjutnya dengan adanya peralihan kewenangan tersebut mengakibatkan
tanggung jawab yuridis tidak lagi berada ditangan Gubernur Bengkulu, tetapi beralih
kepada Kepala Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu. Karena
tanggung jawab terhadap wewenang yang telah di delegasikan berada ditangan Kepala
Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu selaku delegataris pada
kewenangan tersebut serta bagaimana proses pengaturan peralihan kewenanganya telah
sesuai dengan kaedah hukum yang ada. 2. Terkait bidang penanaman modal yang juga merupakan urusan wajib pemerintah
daerah berdasarkan UU 32 Tahun 2004 Pasal 13 ayat (1), pemerintah Provinsi
Bengkulu juga melaksanakan pelayanan penanaman modal. Yang mana Gubernur
Bengkulu telah mendelegasikan kewenangannya tersebut kepada perangkat daerah
terkait penanaman modal yaitu kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
(BKPMD) Provinsi Bengkulu.
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
Dengan dilaksanakannya sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu maka kewenangan
perizinan dan non perizinan di hampir semua sektor telah dilimpahkan oleh Gubernur
Bengkulu Kepada Kepala Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu (KP2T) Provinsi
Bengkulu, termasuk pula kewenangan perizinan dan non perizinan di bidang
penanaman modal, sehingga BKPMD Provinsi Bengkulu tidak memiliki kewenangan
perizinan dan non perizinan di bidang penanaman modal, namun hanya sebatas terkait
memberi rekomendasi teknis kepada KP2T Provinsi Bengkulu guna menindaklanjuti
permohonan yang telah diajukan,
Secara kelembagaan KP2T Provinsi Bengkulu ini tidak menyatu dengan
Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (BKPMD Provinsi Bengkulu),
sehingga tidak terjadi tumpang tindih tugas pokok dan fungsi antara KP2T dan
BKPMD Provinsi Bengkulu, dimana KP2T Provinsi Bengkulu hakikatnya hanya
melakukan pelayanan yang bersifat admnistratif (front office) terhadap perizinan dan
non perizinan yang ada terkait penanaman modal ini, menerima serta mengeluarkan
hasil dari berdasarkan hasil kajian teknis yang telah direkomendasikan oleh pihak
BKPMD secara terpisah terhadap permohonan yang diajukan.
3. Kedepannya diharapkan terdapat penyeragaman secara nasional terhadap
pengaturan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Sehingga tidak menimbulkan
perbedaan penafsiran terhadap pelaksanaan PTSP diberbagai daerah yang dapat
berakibat tidak baik terhadap kurang optimalnya pelayanan prima terhadap masyarakat
pengguna jasa pelayanan publik.
Selain itu bagi Pemerintah Provinsi Bengkulu diharapkan kedepannya dapat merivisi
peraturan terhadap pelaksanaan PTSP di wilayahnya dengan meningkatkan peraturan
menjadi setingkat Perda serta mengatur secara detail berbagai aspek penting terkait
penyelenggaraan PTSP oleh KP2T Provinsi Bengkulu seperti Kewenangan,
Kelembagaan, Sumber Daya Manusia, Keuangan serta Pengawasan. Saran
Hendaknya dimasa yang akan datang dalam pelaksanaan PTSP ini dapat dicapai
Persamaan Persepsi Tentang PTSP itu sendiri, baik dari aspek kewenangan maupun
kelembagaan melalui landasan yuridis kuat keberlakukannya sehingga dapat menjadi
acuan sikap tindak aparatur pemerintah dalam mewujudkan pelayanan publik yang prima.
Selain itu dibutuhkan pula komitmen pimpinan daerah dan SKPD Terkait terhadap
pelimpahan berbagai macam kewenangan yang ada terkait perizinan dan non perizinan
kepada instansi PTSP terkait secara konsisten, tanpa ada lagi sikap ego sektoral yang akan
cenderung merugikan masyarakat sebagai pengguana jasa pelayanan publik.
Dukungan Stakeholder Lain (DPRD, Pelaku Usaha dan Masyarakat) turut serta
menjadi kunci sukses pelaksanaan PTSP ini, peran serta DPRD dalam penyetujuan
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
anggaran secara positif dapat diharapkan dapat meningkatkan kinerja instansi PTSP ini ke
arah yang lebih produktif, selain itu itikad baik dari pengusaha untuk mengikuti tata cara
dan prosedur yang telah dipermudah ini sehingga iklim usaha menjadi lebih positif serta
kinerja aparatur pemerintah akan jauh dari sifat koruptif.
Selanjutnya secara luas peran serta masyarakat baik sebagai pengguna jasa maupun
pengawasan eksternal dalam pelaksanaan PTSP ini menjadi salah satu peranan penting
agar meminimalisir penyimpangan serta memberikan koreksi agar pelaksanaan PTSP
berjalan terus kearah yang lebih baik. Dan yang terkahir asistensi teknis dari lembaga
professional diharapkan dapat membantu guna mendorong PTSP terus berinovasi guna
meningkatkan standar kinerja serta kualitasnya dalam pelaksanaan pelayanan terhadap
masyarakat.
Terakhir dengan debirokratisasi dan deregulasi yang telah ditetapkan pemerintah
perlu ditunjang dengan pelayanan yang berbasis teknologi informasi yang terintegrasi
secara nasional pada semua sektor guna memberikan kemudahan bagi para pengguna jasa
pelayanan yang dibatasi oleh jarak dan waktu. Sehingga dimungkinkan bagi para
pengguna jasa dapat mengakses pelayanan dari kediaman ataupun kantornya tanpa harus
hadir terlebih dahulu di instansi PTSP tersebut, serta dapat pula memantau tahapan dan
proses permohonan yang telah diajukan. Selain itu bagi aparatur hal tersebut dapat
memudahkan sistem pendataan dan pengarsipan berkas perizinan dan non perizinan yang
dimohonkan.
Daftar Referensi
A. BUKU-BUKU
Abdurrachman, A. (1991). Ensiklopedi Ekonomi Keuangan Perdagangan. Jakarta:
Pradnya Paramita. Atmosudirdjo, P. (1983). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. (2013). Buku Pegangan Perancangan
dan Pembangunan Daerah 2014. Jakarta: Badan Perencanaan dan Pembangunan
Nasional.
Basah, S. (1995). Pencabutan Izin Sebagai Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi
Negara. Surabaya: FH UNAIR. Djaenuri, A. (2012). Hubungan Keuangan Pusat Daerah. Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia. Dwiyanto, A. (2005). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Elmi, B. (2002). Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
Garner, B. A. (1996). Black‟s Law Dictionary. Texas: West Group. Hadjon, P. M. (1993). Pengantar Hukum Perizinan. Surabaya: Penerbit Yuridika. Halim, A. (2005). Analisis Investasi (Kedua ed.). Jakarta: Karya Salemba Empat.
Halim, E. H. (2002). Menangkap Momentum Otonomi Daerah Menepis Ego Kedaerahan,
Memacu Kemandirian Ekonomi Rakyat. Pekannbaru: UNRI Press.
HS, S., & Sutrisno, B. (2008). Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
Huda, N. (2007). Pengawasan Pusat Terhadap Daerah Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah . FH UII Press: Yogyakarta.
Imawan, R. (2005). Desentralisasi, Demokratisasi, dan Pembentukan Good Governance dalam Desentralisasi dan Otonomi Daerah : Desentraliasi, Demokratisasi dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta: LIPI PRESS.
Jasin, M., Zulaiha, A. R., Patria, D., Mulyanto, D., Lia Oktirani, I. G., G. Sukardi, L., et al. (2007). Implementasi Pelayanan Terpadu di Kabupaten/Kota. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
Juwaini, J. (2007). Otonomi Sepenuh Hati. Jakarta: Al-I‟tishom Cahaya Umat.
(2006). Pemahaman Tentang Dekonsentrasi. Bandung: PT. Refika Aditama. Mamudji, S.,et.al. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Depok: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Manan, B. (2001). Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat Studi
Hukum Fakultas Hukum UII.
Nugraha, S., Erliyana, A., Mamudji, S., Hayati, T., Nursadi, H., Sunarti, E. S., et al.
(2007). Hukum Administrasi Negara. Depok: Center For Law And Good
Governance Studies. Nurcholis, H. (2007). Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia. Prasojo, E., et.al. (2007). Deregulasi & Debirokratisasi Perizinan di Indonesia. Depok:
Ilmu Admnistrasi FISIP UI.
Purbopranoto, K. (1985). Beberapa Catatan Tentang Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi . Bandung: Alumni.
Putra, I. B., et.al. (2003). Hukum Bisnis Pariwisata. Bandung: Reflika Aditama.
Rasyid, M. R. (2000). Makna Pemerintahan : Tinjauan dari Segi Etika dan
Kepemimpinan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. Ratminto, & Winarsih, A. S. (2008). Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Ridwan, H. (2010). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Perkasa.
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
Ridwan, J., & Sudrajat, A. S. (2009). Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan
Pelayanan Publik. Bandung: Penerbit Nuansa.
Rusli, B. (2010). One Stop Service : Alternatif Pelayanan Sektor Publik yang Responsi dan Terpadu. Bandung: FISIP Universitas Padjajaran.
Salim, A. (2007). Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Soekanto, S., & Mamudji, S. (2003). Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat cet.7. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soekarwo. (2003). Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah. Surabaya: Airlangga
University Press.
Sutedi, A. (2010). Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta: Sinar Grafika.
Syarifin, P., & Jubaedah, D. (2006). Hukum Pemerintahan Daerah. Bandung: Pustaka Bani Qurosyi.
Tjejep, W. S. (2002). Dari Gunung Api Hingga Otonomi Daerah. Jakarta: Yayasan Media Bhakti Tambang.
B. JURNAL / ARTIKEL / LAPORAN KEGIATAN Akhmaddhian, S. (2012). Pengaruh Reformasi Birokrasi Terhadap Perizinan Penanaman
Modal di Daerah (Studi Kasus di Pemerintahan Kota Bekasi). Jurnal Dinamika Vol 12 , 469.
Arifin, Z. (2012). Sinkronisasi Kebijakan Sektor Dalam Rangka Peningkatan
Kelembagaan PTSP di Daerah. Bengkulu: Presentasi Rapat Koordinasi Tentang
Pelayanan Publik Pada Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu .
Astia, D. (2004). Menanggulangi Kemiskinan Melalui Pengembangan Ekonomi Lokal.
Jakarta: Departemen Dalam Negeri.
Fauzi, I. N. (2003). Persepsi Pelaku Usaha Terhadap Iklim Usaha di Era Otonomi
Daerah. Jakarta: Konferensi Partnership of Economic Growth-United States
Agency for International Development tentang Desentralisasi, Reformasi
Kebijakan dan Iklim Usaha.
Indonesia-Netherlands Association, Indonesian-Benelux Chamber of Commerce. (2008).
Peraturan Daerah Ramah Investasi Panduan Penyusunan dan Review (Dilengkapi
Contoh-Contoh Perda Investasi Terkait). Jakarta: Indonesia-Netherlands
Association.
Lembaga Admnistrasi Negara dan Departemen Dalam Negeri. (2007). Modul 2
Kebijakan Pengembangan Lembaga Pelayanan Perizinan Dan Penyederhanaan Pelayanan Perizinan, . Jakarta: Diklat Teknis Pelayanan Publik, Akuntabilitas dan Pengelolaan Mutu.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (2007). Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu, Buku ke II seri Penyelenggaraan dan Pembentiukan PPTSP
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
Provinsi Jawa Barat. Bandung: Pemda Jabar .
Situmorang, S. (2002). Model Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Provinsi dan Kabupaten, Kota. Jakarta: Tesis Magister Universitas Indonesia.
Tambunan, T. (2006). Iklim Investasi Di Indonesia: Masalah, Tantangan dan Potensi.
Jakarta: KADIN Indonesia.
The Asia Foundation. (2007). Menelaah Perizinan Terpadu di Indonesia: Suatu Tinjauan
atas Kebijakan Perizinan Usaha dan Survei atas Pelayanan perizinan Terpadu
Satu Pintu. Jakarta: Asia Foundation. VW, R., & Hayami Y, T. (1984). A theory of induced institutional innovation. Journal of
Development Studies Vol. 20 , 10.
Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah. (2014, Maret). Laporan Penelitian -
Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Provinsi DKI Jakarta: Perspektif
Kewenangan dan Kelembagaan . Retrieved May 17, 2014, from www.kppod.org:
http://www.kppod.org/datapdf/laporan/FCO-Indo-Laporan-Penelitian-PTSP.pdf
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah. (2005). Menyederhanakan
pelayanan, dan memangkas ekonomi biaya tinggi yang dikelukan investor.
Retrieved May 17, 2014, from kppod.org: http://kppod.org/ind/datapdf/rating2005/rating05.pdf
World Bank. (2013, October 29). -Continues-to-Improve Regulatory-Environment-for-
Doing-Business . Retrieved May 17, 2014, from www.worldbank.org:
http://www.worldbank.org/in/news/press-release/2013/10/29/Indonesia-Continues-
to-Improve Regulatory-Environment-for-Doing-Business
Bengkulu,. (2014, April 10). Wawancara Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal
Daerah . (Fadhly Hafiz. (Penulis), Interviewer)
Bengkulu,. (2014, April 10). Wawancara Terhadap Kepala Kantor Pelayanan dan
Perizinan Terpadu Provinsi Bengkulu . (Fadhly Hafiz. (Penulis), Interviewer). C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia, , Undang-Undang tentang Penanaman Modal, UU No. 25 tahun 2007, LN
No. 67 Tahun 2007, TLN No. 44724 . Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 32 tahun 2004, LN
No. 125 Tahun 2004, TLN No. 4437, , Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, LN No. 112,
TLN No 5038 , Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundangan, LN No 82 Tahun 2011, TLN No 5234
, Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten /
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014
Kota, PP No. 38 Tahun 2007, LN No. 82 Tahun 2007, TLN No 4737. , Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat
Daerah, ps.1 ayat 7 dan 8. LN 89, TLN 4741. , Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2012 tentang Pelaksana Undang
Undang 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, LNRI No 215 Tahun 2012,
TLNRI No 5357.
Presiden, Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi, Instruksi Presiden No. 3 Tahun
2006 Presiden, Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu
Pintu di Bidang Penanaman Modal.
Pelaksanaan kewenangan..., Fadhly Haviz, FH, 2014