PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT...
Transcript of PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT...
PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT
PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007 DI KABUPATEN
SLEMAN
SKRIPSI
Oleh :
ARI SUBAGJA
No. Mahasiswa: 09410110
PROGRAM STUDI (S1) ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014
PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT
PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007 DI KABUPATEN
SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana (STRATA-1) pada Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
Oleh:
ARI SUBAGJA
No. Mahasiswa: 09410110
PROGRAM STUDI (S1) ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014
SURAT PERNYATAAN
ORISINALITAS KARYA TULIS ILMIAH BERUPA TUGAS AKHIR MAHASISWA FAKULTAS
HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Bismillahirohmannirrohim
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : ARI SUBAGJA
No. Mhs. : 09.410.110
adalah benar-benar mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta yang melakukan penulisan
Karya Tulis llmiah (Tugas Akhir) berupa Skripsi/Legal Memorandum/Studi Kasus Hukum dengan judul :
PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT PERATURAN DAERAH
NOMOR 9 TAHUN 2007 DI KABUPATEN SLEMAN
Karya ilmiah ini akan saya ajukan kepada Tim Penguji dalam Ujian Pendadaran yang diselenggarakan oleh Fakultas
Hukum UII. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ini Saya menyatakan:
1. Bahwa karya tulis ilmiah ini adalah benar-benar hasil karya saya sendiri yang dalam penyusunannya tunduk dan
patuh terhadap kaidah etika dan norma-norma penulisan sebuah karya tulis ilmiah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2. Bahwa saya menjamin hasil karya ilmiah ini adalah benar-benar Asli (Orisinil). bebas dari unsur-unsur yang
dapat dikategorikan sebagai melakukan perbuatan ‘penjiplakan karya ilmiah (plagiat)’
3. Bahwa meskipun secara prinsip hak milik atas karya ilmiah ini ada pada saya, namun demi untuk kepentingan-
kepentingan yang bersifat akademik dan pengembangannya, saya memberikan kewenangan kepada
Perpustakaan Fakultas Hukum UII dan perpustakaan dilingkungan Universitas Islam Indonesia untuk
mempergunakan karya ilmiah saya tersebut.
Selanjutya berkaitan dengan hal di atas (terutama pemyataan pada butir no 1 dan 2), saya sanggup menerima sanksi
baik sanksi administratif. akademik bahkan sanksi pidana, jika saya terbukti secara kuat dan meyakinkan telah
melakukan perbuatan yang menyimpang dari pemyataan tersebut. Saya juga akan bersikap kooperatif untuk hadir,
menjawab, membuktikan, melakukan pembelaan terhadap hak-hak saya serta menanda-tangani Berita Acara terkait
yang menjadi hak dan kewajiban saya, di depan ‘Majelis’ atau ‘Tim’ Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
yang ditunjuk oleh pimpinan fakultas. apabila tanda-tanda plagiat disinyalir ada/terjadi pada karya ilmiah saya ini
oleh pihak Fakukas Hukum UII.
Demikian, Surat Pemyataan ini saya buat dengan sebenar-benamya, dalam kondisi sehat jasmani dan rohani,
dengan sadar serta tidak ada tekanan dalam bentuk apapun dan oleh siapapun.
Dibuat di : Yogyakarta
Pada tanggal : 21 April 2014
Yang membuat Pernyataan,
___________________________
Ari Subagja
vi
CURICULUM VITAE
1. Nama Lengkap : Ari Subagja
2. Tempat Lahir : Sorong
3. Tanggal Lahir : 15 Februari 1991
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Golongan Darah : A
6. Alamat Terakhir : Babadan, Wedomartani,Ngemplak,
Sleman, Yogyakarta.
7. Alamat Asal : Babadan, Wedomartani, Ngemplak,
Sleman, Yogyakarta.
8. Identitas Orang Tua/Wali
a. Nama Ayah : Drs, Dudung Heryadi, M,M.
Pekerjaan : PNS
b. Nama Ibu : Fr Rosilawati.
Pekerjaan : PNS
9. Riwayat Pendidikan
1. SD : SD Inpres 17 Sorong Irian Jaya
SD Kanisius Babadan Sleman
2. SMP : SMP Negeri 4 Depok Sleman
3. SMA : SMA Negeri 2 Ngaglik Sleman
10. Hobby : Baca, Olahraga
Yogyakarta, 21 April 2014
Yang Bersangkutan,
(Ari Subagja)
NIM. 09410110
vii
“Sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan”
(QS Al Insyirah : 5)
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang sabar”
(Al-Baqarah :153)
Karya kupersembahkan kepada:
Allah SWT dan Junjungan kita Nabi Muhammad SAW
Ayah, Ibu, Kakak, Adik , dan kawan-kawanku dengan penuh rasa hormat, terima kasih atas doa,
nasihat dan kasih sayangnya yang tercurahkan selama ini
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah Negara yang memiliki kekayaan hasil bumi yang
melimpah. Indonesia sebagai negara berkembang berupaya maju dalam
pembangunan nasional. Pemerintah menjadi yang bertanggungjawab dalam
pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah demi
terciptanya kehidupan yang sejahtera dan kondusif.
Pengertian mengenai pemerintahan begitu luas dalam menjabarkannya,
dilingkungan para ahli Hukum Tata Negara, pemahaman mengenai pengertian
pemerintahan belum ada yang sama. Hal ini disebabkan oleh cara pandang
yang berbeda dari para ahli dalam memberikan pengertian atau arti mengenai
pemerintahan. Untuk mengetahui pengertian pemerintahan perlu dijabarkan
terlebih dahulu mengenai kata dari pemerintahan. Menurut Kamus Umum
Bahasa Indonesia pemerintahan diartikan sebagai keseluruhan lingkungan
jabatan dalam suatu organisasi (negara). Definisi Pemerintahan Daerah
berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1
ayat (2), adalah sebagai berikut :1
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
1 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
2
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah atau
administrasi negara melakukan berbagai tindakan hukum, dengan
menggunakan sarana atau instrumen seperti alat tulis menulis, sarana
transportasi dan komunikasi, gedung-gedung perkantoran, dan lain-lain, yang
terhimpun dalam publiek domain atau kepunyaan publik. Di samping itu
pemerintah juga menggunakan berbagai instrumen yuridis dalam menjalankan
kegiatan mengatur dan menjalankan urusan pemerintahan dan
kemasyarakatan, seperti peraturan perundang-undangan, keputusan-keputusan,
peraturan kebijakan, perizinan, instrumen hukum keperdataan, dan
sebagainya.2
Banyaknya jumlah penduduk membuat pembangunan bangunan semakin
banyak. Pulau Jawa yang selalu di datangi oleh para penduduk luar kota,
membuat lahan di pulau Jawa semakin sempit karena banyak didirikannya
bangunan. Meningkatnya pertumbuhan penduduk membuat kebutuhan akan
tanah semakin besar, baik untuk dibangun tempat tinggal maupun usaha.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah atau propinsi yang
terletak di pulau Jawa. Adapun yang dimaksud dengan Daerah Istimewa ialah
Daerah yang mempunyai hal asal-usul dan di zaman Republik Indonesia
2 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Ctk. Keenam, Penerbit PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2011, hlm 125.
3
mempunyai pemerintah bersifat istimewa (zelfbesturende landschappen).3
Daerah istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang banyak dikunjungi oleh
wisatawan dan para pelajar. Hal ini disebabkan banyak tempat wisata yang
menarik serta banyak universitas terbaik di daerah Yogyakarta.
Melihat kondisi yang seperti ini banyak penduduk lokal yang membuka
usaha pemondokan atau penginapan untuk mencari keuntungan. Kabupaten
Sleman masih terdapat tanah yang sangat luas dan harga tanah yang
terjangkau. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Kabupaten Sleman
adalah pertanian, peternakan, dan perikanan. Tanah yang masih subur di
daerah Sleman membuat masyarakat dari luar Yogyakarta ingin menempati
atau menetap di daerah Kabupaten Sleman. Meningkatnya jumlah penduduk
pendatang yang banyak dan menetap di kabupaten Sleman, digunakan dengan
baik oleh penduduk lokal untuk mendirikan bangunan. Banyak penduduk
lokal menggunakan kesempatan itu untuk membangun pemondokan atau
penginapan di daerah Kabupaten Sleman. bertambahnya penduduk membuat
pembangunan di daerah Sleman maju pesat.
Bertambahnya penduduk yang datang dapat menunjang para pelaku usaha
dalam melaksanakan pembangunan berupa pemondokan. Usaha pemondokan
sudah menjadi usaha yang cukup populer di daerah sekitar Sleman. Usaha ini
terbilang dapat memberikan profit yang cukup memuaskan. Hal inilah yang
membuat pemerintah daerah Sleman menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 9
Tahun 2007 tentang pemondokan, untuk menambah pemasukan daerah 3 C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, Ctk. ketiga, aksara baru, Jakarta,
1985, hlm 26.
4
Kabupaten/Kota. Peraturan daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan
perundang-undangan yang dibentuk DPRD Kabupaten/Kota dan disahkan
Bupati/Walikota yang mengatur kepentingan masyarakat atau tatanan
pemerintahan yang menjadi fungsi pemerintahan Kabupaten/Kota di bidang
otonomi dan tugas pembantuan.4
Penginapan atau pemondokan memiliki arti penting sebagai tempat
tinggal sementara. Di daerah Kabupaten Sleman banyak didirikannya
pemondokan atau penginapan, hal ini didukung dengan adanya Universitas-
universitas yang ada dan adanya lapangan pekerjaan yang banyak diderah
tersebut. Tempat tinggal merupakan kebutuhan pokok disamping makanan
dan pakaian. Tempat tinggal tidak dapat dipisahkan dari masyarakat saat ini.
Pemondokan di Kabupaten Sleman memberikan dampak positif dan dan
negatif dalam masyarakat termasuk kepada para pemondok sendiri. Berbagai
dampak positif seperti peningkatan aktifitas ekonomi, pembaruan kebudayaan,
peningkatan aktivitas pendidikan, dan berbagai hal positif lainnya dapat
langsung dirasakan oleh masyarakat dan para pemondok. Pada sisi lain
perkembangan pemondokan juga memunculkan berbagai dampak negatif
seperti munculnya kasus-kasus narkoba, pergaulan bebas, peningkatan
kejahatan, permasalahan social, tidak tertibnya administrasi kependudukan,
dan sebagainya.5
4 Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Fakultas Hukum UII Press, Yogyakarta, 2003,
hlm 224-225.
5 Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007, penjelasan umum alinea ketiga tentang
pemondokan.
5
Meningkatnya usaha pemondokan dan penginapan tanpa izin di
Kabupaten Sleman dan pelanggaran-pelanggaran yang menjadi tanggung
jawab pemilik pemondokan, tidak membuat para pemilik pemondokan
berhenti dalam menjalankan usaha pemondokan. Tidak mengertinya
masyarakat dalam memahami Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007
membuat pembangunan pemondokan di Kabupaten Sleman semakin
meningkat tanpa melihat aturan yang ada. Masyarakat yang ada di sekeliling
kita yang sudah relatif tinggi kesadaran hukumnya membuat kita segan atau
malu melakukan pelanggaran hukum, atau kalau tokoh kita telah
melakukannya akan cepatlah timbul reaksi dari masyarakat.6
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
menelitinya dalam bentuk skripsi dengan judul : Pelaksanaan Izin Usaha
Pemondokan menurut Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 di
Kabupaten Sleman.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka dapat diajukan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan izin penyelenggaran pemondokan menurut
Perda No. 9 Tahun 2007 di Kabupaten Sleman?
2. Bagaimana penegakan hukum Perda No. 9 Tahun 2007 tentang
pemondokan di Kabupaten Sleman? 6 Baharuddin Lopa, Permasalahan Pembinaan dan Penegakkan Hukum Di Indonesia, Ctk.
pertama, PT Bulan Bintang, Jakarta, 1987, hlm 32-33.
6
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari penulisan skripsi berjudul “Pelaksanaan Izin
Usaha Pemondokan menurut Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 di
Kabupaten Sleman’’
1. Untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan perizinan pemondokan di
Kabupaten Sleman.
2. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum Pemerintah dalam
menangani pemondokan tanpa izin.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah agar masyarakat paham dalam
pendirian usaha pemondokan. Serta sadar akan hukum, sehingga tidak melakukan
pelanggaran-pelanggaran terhadap Peraturan Daerah yang telah diterbitkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan Umum Pemondokan
Kabupaten Sleman saat ini sudah sangat maju dalam pembangunan nasional.
Hal ini terbukti banyaknya masyarakat yang mendirikan usaha pemondokan,
tetapi banyaknya masyarakat yang mendirikan pemondokan tidak sesuai dengan
peraturan yang diterbitkan oleh Pemerintah Sleman. Masyarakat ingin
membangun pemondokan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Dalam
suatu desa atau kelurahan ditemukan banyaknya pemondokan, hal ini ditunjang
7
oleh Kota Yogyakarta yang mendapat julukan kota berpendidikan, sehingga
banyak masyarakat pendatang ingin menuntut ilmu di Yogyakarta.
Otonomi daerah yang diberikan kepada pemerintahan daerah dilaksanakan
oleh pemerintahan untuk melaksanakan pembangunan demi kemajuan daerah
agar tercapainya pembangunan yang dinamis dan efektif. Dalam pelaksanaan
pembangunan daerah, masyarakat menilai adanya keuntungan dalam
pembangunan untuk membuka usaha berupa pemondokan. Pemondokan
merupakan salah satu usaha penginapan yang paling menjanjikan di Daerah
Istimewa Yogyakarta, terutama di daerah Kabupaten Sleman. Keuntungan yang
menjanjikan ini membuat makin banyaknya pendirian pemondokan. Pemondokan
merupakan salah satu komponen yang penting bagi masyarakat yang ingin
memakai pemondokan sebagai tempat tinggal sementara. Dengan berkembangnya
pembangunan di daerah Kabupaten Sleman untuk kepentingan para pelaku pelaku
usaha, pemerintah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang
pemondokan, agar para pelaku usaha dalam mendirikan pemondokan
menggunakan izin secara resmi dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan hukum
yang berlaku.
Pendirian pemondokan diatur oleh pemerintah daerah di dalam Peraturan
Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang pemondokan. Dalam Peraturan Daerah
Nomor 9 Tahun 2007 yang dimaksud pemondokan adalah:7
I Peraturan Daerah Op.Cit, Pasal 2 ayat (1) tentang pemondokan.
8
1. Bangunan dalam bentuk kamar terdiri dari dua atau lebih yang disediakan
untuk dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal sementara dengan
dipungut atau tidak dipungut bayaran.
2. Bangunan rumah yang dua kamar atau lebih disediakan untuk
dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal sementara dengan dipungut
atau tidak dipungut bayaran.
3. Dua atau lebih bangunan rumah yang berada dalam satu lokasi yang
dimiliki atau dikuasai oleh satu orang atau badan yang disediakan atau
dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal sementara dengan dipungut
atau tidak dipungut bayaran.
Sedangkan pengecualian dari pemondokan sebagaimana dimaksud pada pasal
2 ayat (1) adalah:8
1. Satu unit bangunan rumah yang disewa oleh rumah tangga/keluarga.
2. Hotel.
3. Pondok wisata
4. Apartemen
5. Rumah susun
6. Asrama untuk kegiatan social, asrama untuk kepentingan
keagamaan,asrama milik lembaga pendidikan,dan asrama TNI-POLRI
Sesuai dengan ketentuan-ketentuan diatas mengenai pengertian pemondokan,
dalam pemenuhan pendirian pemondokan diperlukan izin penyelenggaraan
pemondokan terlebih dahulu untuk mendirikan usaha pemondokan. Izin tersebut
8 Ibid, Pasal 2 ayat 1.
9
juga diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 mengenai pemondokan
Pasal 7 ayat 1 yang berbunyi setiap orang atau beberapa orang atau badan yang
memiliki pemondokan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wajib memiliki izin
penyelenggaraan pemondokan.9
Dalam penyelenggaraan pemondokan, pemilik pemondokan memiliki
tanggung jawab dalam menyelenggarakan usaha pemondokan. Setiap
penanggungjawab pemondokan wajib :10
a. Bertanggung jawab atas segala aktivitas didalam pemondokan
b. Melaporkan secara tertulis mengenai jumlah dan identitas pemondok
kepada Kepala Desa setempat melalui Rukun Tetangga dan Rukun Warga
dan diketahui Dukuh setiap 3 (tiga) bulan.
c. Memberikan rasa aman dan nyaman bagi pemondok.
d. Turut serta menciptakan keamanan dan ketertiban lingkungan
pemondokan.
e. Mencegah terjadinya tindakan asusila, peredaran dan penyalahgunaan
narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya dan minuman beralkohol di
pemondokan.
f. Memberitahukan kepada Rukun Tetangga apabila ada tamu yang
menginap.
g. Membuat dan memberlakukan tata tertib bagi pemondok, yang dibuat
dengan berpedoman pada norma hukum, agama, adat, dan kepatutan.
9 Ibid, Pasal 7 ayat 1
10 Ibid, Pasal 14
10
h. Memberikan pengarahan kepada pemondok untuk dapat menyesuaikan
diri dengan kehidupan masyarakat setempat dan berperan aktif dalam
kegiatan masyarakat.
i. Memelihara kebersihan dan kesehatan lingkungan.
Tinjauan Umum Izin
Izin dibutuhkan untuk melegalkan suatu kegiatan usaha yang dilakukan sesuai
dengan dengan perundang-undangan yang berlaku. Bagir manan menyebutkan
bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau
perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.11
Masyarakat yang kurang sadar akan pentingnya izin dalam suatu pendirian
usaha berupa pemondokan, dapat merugikan pemerintah daerah serta masyarakat
yang menempati pemondokan tersebut. Izin merupakan suatu hal yang wajib
dilaksanakan oleh masyarakat pada umumnya. Sehingga dapat menunjang
penghasilan daerah demi kemajuan daerah Kabupaten Sleman. Banyak
masyarakat yang mengabaikan izin dalam membangun usaha hanya untuk
kepentingan pribadi.
11 Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak
Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Makalah tidak dipublikasikan,
Jakarta, 1995, hlm 8.
11
Tinjauan Umum Penegakan Hukum
Pemilik pemondokan yang telah memiliki izin dalam penyelenggaran
pemondokan juga memiliki sanksi yang harus dilaksanakan. Sanksi bagi yang
telah memiliki izin dalam pasal 18 yaitu :12
1) Setiap orang atau beberapa orang atau badan hukum yang telah memiliki
izin Penyelenggaran Pemondokan diberikan peringatan secara tertulis
apabila:
a. Melakukan penyelenggaran pemondokan tidak sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam izin yang telah diperolehnya.
b. Tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal
14.
c. Tidak mematuhi larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal
17(1)
2) Peringatan tertulis diberikan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan
tenggang waktu masing-masing 2 (dua) minggu.
Sanksi bagi yang tidak memiliki izin dalam pasal 21 :13
1) Setiap orang atau beberapa orang atau badan yang memiliki pemondokan
tanpa izin diberi peringatan secara tertulis.
2) Peringatan tertulis diberikan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan
tenggang waktu masing-masing 2 (dua) minggu.
12 Op.Cit, Pasal 18.
13 Op.Cit, Pasal 21.
12
3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dihiraukan
maka akan ditindaklanjuti oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakkan hukum terletak pada
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-
kaidah yang mantap mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan kedamaian pergaualan hidup.14
Pelanggaran dalam ketentuan mendirikan usaha pemondokan seharusnya
menjadi acuan bagi para pelaku usaha pemondokan untuk tidak melakukan
pelanggaran hukum. Tetapi masih banyak para pelaku usaha melakukan
pelanggaran hukum, karena pemerintah daerah tidak tegas dalam menegakkan
hukum yang sudah ditetapkan. Sehingga peraturan yang berlaku tidak berjalan
sesuai peraturan yang berlaku. Pemilik usaha pemondokan harus
bertanggungjawab atas pengelolaan pemondokan. Penegakan hukum dalam
pemerintah maupun masyarakat kurang efektif dalam pelaksanaannya. Kedudukan
penegak hukum sangat luas untuk menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum.
Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan
(status) dan peranan (role).15 Penegakan hukum perlu ditegakkan dalam hal
apapun termasuk dalam izin usaha pemondokan agar masyarakat tidak
mengabaikan hukum yang berlaku serta dapat terciptanya masyarakat yang
sejahtera. Pencabutan larangan usaha pemondokan dapat dilakukakan pemerintah
14 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 5.
15 Ibid, hlm 19.
13
apabila penanggungjawab pemondokan melanggar ketentuan-ketentuan yang ada
dalam peraturan daerah.
F. METODE PENELITIAN
1. Obyek Penelitian
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pemondokan di
Kabupaten Sleman.
2. Subyek Penelitian
a. Kepala Kantor Bagian Hukum Bupati Sleman
b. Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sleman
c. Pemilik Pemondokan
3. Lokasi Penelitian
Peneliti mengambil sample di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman,
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
4. Jenis Data
Jenis Data yang digunakan adalah :
a. Sumber data primer, yaitu data-data yang diperoleh melalui
penelitian langsung dilapangan.
b. Sumber data sekunder, yaitu data-data yang diperoleh melalui
penelitian kepustakaam yang dapat berupa :
i. Bahan hukum pimer yaitu berupa peraturan perudang-
undangan yang berlaku dan sesuai dengan permasalahan
yang diteliti.
14
ii. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat
hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat
membantu menganalisa dan memahami bahan hukum
primer seperti Peraturan Pemerintah serta hasil penelitian
iii. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang dapat
memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan
sekunder seperti bibliografi yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.
5. Teknik pengumpulan data
a. Wawancara, teknik pengumpulan data dengan menggunakan
metode menanyakan langsung masalah yang sedang diteliti
terhadap subyek atau orang yang bersangkutan langsung.
b. Studi Pustaka, teknik pengumpulan data dengan menggunakan
metode penelaah terhadap buku-buku, literatur, catatan-catatan
dan laporan yang ada hubungannya dengan penelitian yang
sedang dilakukan.
c. Observasi, teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode
penelitian secara langsung di lapangan guna memperkuat data
skripsi yang sedang ditulis
6. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis empiris,
yakni dengan mencari data-data lapangan yang bersangkutan paut dengan
isu hukum yang sedang ditangani atau diteliti.
15
7. Analisis Data
Metode analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif yaitu bahan
hukum yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara
kualitatif dengan langkah–langkah sebagai berikut :
a. Bahan hukum yang diperoleh dari hasil penelitian diklasifikasikan sesuai
dengan permasalahan dalam penelitian.
b. Hasil kualifikasi bahan hukum selanjutnya disistematiskan.
c. Bahan hukum yang telah disistematiskan kemudian dianalisis untuk
dijadikan dasar pengambilan kesimpulan.
G. KERANGKA SKRIPSI
a. Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian,
sistematika penulisan.
b. Bab II Tinjauan umum tentang penyelenggaran pemondokan, tinjauan
umum tentang izin, tinjauan umum penegakan hukum.
c. Bab III Tinjauan umum tentang kondisi lapangan, pelaksanaan izin
penyelenggaraan pemondokan, bentuk penegakan hukum pemerintah.
d. Bab IV Penutup, berisi tentang kesimpulan-kesimpulan dari pembahasan
dan saran-saran yang semoga dapat berguna dalam penerapan izin
penyelenggaraan pemondokan yang lebih tertib dan kondusif.
16
BAB II
TINJAUAN TENTANG IZIN PEMONDOKAN MENURUT PERATURAN
DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007
A. Dasar Hukum
Kabupaten Sleman sebagai salah satu daerah di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta yang menjalankan otonomi, berusaha untuk mewujudkan tujuan
pembangunan daerah. Salah satu usaha yang dilakukan adalah tentang
pengaturan penduduk khususnya bagi pendatang yang berdiam sementara
dengan tujuan menuntut ilmu/pendidikan dan atau mencari nafkah/pekerjaan,
mengingat Kabupaten Sleman merupakan daerah yang mempunyai potensi
mobilitas penduduk yang cukup tinggi. Dengan adanya mobilitas penduduk ini
tentu saja sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan kepadatan
penduduk. Di samping itu dengan adanya keanekaragaman sosila budaya serta
interaksi sosial antar kultur, perlu didukung dengan administrasi
kependudukan yang memadai sehingga permasalahan-permasalahan
kependudukan yang timbul dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.16
Pembangunan daerah di Kabupaten Sleman berkembang pesat dengan
melihat dari jumlah penduduknya yang semakin bertambah, dalam rangka
melestarikan dan mengembangkan Kabupaten Sleman sebagai Kota budaya
dan pendidikan serta untuk meningkatkan ketertiban administrasi
kependudukan, ketertiban umum dan kelestarian lingkungan hidup, maka
16 Penjelasan umum peraturan daerah nomor 9 tahun 2007 alinea kedua
17
perlu adanya peraturan penyelenggaraan pemondokan di Kabupaten Sleman.
Penyelenggaraan pemondokan diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Sleman Nomor 9 Tahun 2007.
Penyelenggaran pemondokan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
orang atau beberapa orang atau badan hukum dengan memberikan hak
pemanfaatan kepada orang lain atas kamar atau rumah untuk ditempati
sementara sebagai tempat tinggal dengan dipungut atau tidak dipungut biaya.17
Menurut bahasa pemondokan merupakan tempat singgah atau tempat
tinggal sementara. Jika dilihat dari pengertian tersebut, pada dasarnya
pemondokan memerlukan izin yang diatur dalam peraturan daerah.
Pemondokan perlu diatur dalam peraturan daerah agar usaha pemondokan
tidak illegal.
Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2007 tentang pemondokan disahkan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah beserta Pemerintah Daerah Sleman
pada Kamis 28 Juni 2007 dan ditetapkan oleh Bupati Sleman pada tanggal 10
Juli 2007 dengan tujuan agar dapat menjadi payung hukum untuk mengatur
ketentuan bagi para pemilik pemondokan, penghuni, berikut dengan sanksinya
apabila ada pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan pemondokan.
Menurut peraturan daerah nomor 9 tahun 2007 di Kabupaten Sleman,
yang dimaksud dengan pemondokan adalah :18
17 Op.cit, Pasal 1.
18 Op.cit, pasal 2.
18
a. Bangunan dalam bentuk kamar yang terdiri dari dua atau lebih yang
disediakan untuk dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal
sementara dengan dipungut atau tidak dipungut bayaran;
b. Bangunan rumah yang dua kamar atau lebih disediakan untuk
dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal sementara dengan
dipungut atau tidak dipungut bayaran;
c. Dua atau lebih bangunan rumah yang berada dalam satu lokasi yang
dimiliki atau dikuasai oleh satu orang atau badan yang disediakan dan
dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal sementara dengan
dipungut atau tidak dipungut bayaran.
Pengecualian dari pemondokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah :19
a. Satu unit bangunan rumah yang disewa oleh rumah tangga/keluarga;
b. Hotel;
c. Pondok wisata;
d. Apartemen;
e. Rumah susun;
f. Asrama untuk kegiatan social, asrama untuk kepentingan keagamaan,
asrama milik lembaga pendidikan, dan asrama TNI-POLRI.
19 ibid, Pasal 2.
19
Tujuan pengaturan pemondokan adalah :20
a. Mengatasi permasalahan sosial yang timbul karena interaksi sosial antar
kultur;
b. Melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat;
c. Penataan dan pengendalian kependudukan.
d. Menjaga ketenteraman dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat.
e. Menjamin tercapainya tujuan pendatang dalam menuntut ilmu/pendidikan
dan atau mencari nafkah/pekerjaan.
Pemilik pemondokan yang mendirikan pemondokan wajib melaksanakan
peraturan berdasarkan asas kemandirian usaha dengan berpedoman pada
norma-norma hukum ,agama, adat dan kepatutan yang ada. Penyelenggaraan
pemondokan merupakan suatu kegiatan yang harus memiliki izin dari dinas
pemerintah yang berwenang, didalam peraturan daerah nomor 9 Tahun 2007
Pasal 7 ayat (1) sampai (2), yang menyatakan bahwa:
1) Setiap orang atau beberapa orang atau badan yang memiliki pemondokan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wajib memiliki izin
penyelenggaraan pemondokan.
2) Izin penyelenggaraan pemondokan diberikan oleh Bupati atau pejabat
yang ditunjuk.
Izin penyelenggaraan pemondokan didalam Pasal 8 hanya berlaku selama
5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Penyelenggaran pemondokan tidak
serta merta dapat dilaksanakan dengan mudah, karena dalam Peraturan Daerah
20 Ibid, Pasal 4.
20
Nomor 9 tahun 2007 Pasal 9 berbunyi apabila terdapat perubahan
pemanfaatan pemondokan, perubahan pemilik, dan perubahan jumlah kamar,
maka izin penyelenggaraan pemondokan wajib mengajukan permohonan izin
baru. Hal ini dilakukan agar didalam penyelenggaran pemondokan tidak ada
pelanggaran yang terjadi.
B. Pengertian Izin
Antara pemerintah dengan masyarakat akan selalu terjadi hubungan
timbal balik. Masyarakat akan mempengaruhi pemerintah dalam tugasnya dan
sebaliknya pemerintah akan memberi pengaruh tertentu pada masyarakat,
yaitu dengan menjalankan beraneka ragam tugas. Tugas pemerintah bisa
dikelompokkan menjadi dua, yaitu tugas mengatur dan tugas memberikan
pelayanan kepada umum. Perizinan adalah merupakan salah satu perwujudan
tugas mengatur dari pemerintah.
Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan
dalam hukum administrasi. Hal ini dikarenakan pemerintah menggunakan izin
sebagai instrumen untuk mempengaruhi hubungan dengan para warganya agar
mau mengikuti cara yang dianjurkan oleh pemerintah guna mencapai tujuan
yang konkrit.
21
Tidak mudah memberikan definisi apa yang dimaksud dengan izin. Hal
tersebut sama dengan yang berlaku di negeri Belanda, bahwa sangat sukar
membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin itu.21
Hal tersebut disebabkan karena antara para pakar tidak terdapat
persesuaian paham, masing-masing melihat dari sisi yang berlainan terhadap
obyek yang didefinisikannya. Sukar memberikan definisi bukan berarti tidak
terdapat definisi, bahkan ditemukan sejumlah definisi yang beragam. Sebelum
menyampaikan beberapa definisi izin dari para pakar, terlebih dahulu
dikemukakan beberapa istilah lain yang sedikit banyak memiliki kesejajaran
dengan izin yaitu dispensasi, konsesi, dan lisensi.
Dispensasi ialah keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu
perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut.22 Prins
mengatakan bahwa dispensasi adalah tindakan pemerintahan yang
menyebabkan suatu peraturan undang-undang menjadi tidak berlaku bagi
sesuatu hal yang istimewa.23
Menurut Ateng Syafrudin, dispensasi bertujuan untuk menembus
rintangan yang sebetulnya secara normal tidak diizinkan, jadi dispensasi
berarti menyisihkan pelarangan dalam hal yang khusus. Lisensi adalah suatu
izin yang memberikan hak untuk menyelenggarakan suatu perusahaan.
21 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1988,
hlm. 11.
22 Ibid, hlm. 186.
23 Prins dan Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Adminitrasi Negara, Pradnya
Pramita, Jakarta, 1993, hlm.72.
22
Sedangkan konsesi merupakan suatu izin berhubungan dengan pekerjaan yang
besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya
pekerjaan itu menjadi tugas dari pemerintah, tetapi oleh pemerintah diberikan
hak penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan
pejabat pemerintah. Bentuknya dapat berupa kontraktual atau kombinasi
antara lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak dan kewajiban
serta syarat-syarat tertentu.24
Bentuk konsesi terutama digunakan untuk berbagai aktivitas yang
menyangkut kepentingan umum, yang tidak mampu dijalankan sendiri oleh
pemerintah, lalu diserahkan kepada perusahaan-perusahaan swasta. Mengenai
konsesi ini, Utrecht mengatakan bahwa kadang-kadang pembuat peraturan
beranggapan bahwa suatu perbuatan yang penting bagi umum, sebaik-baiknya
dapat diadakan oleh suatu subyek hukum partikelir, tetapi dengan turut
campur dari pihak pemerintah. Suatu keputusan administrasi negara yang
memperkenankan yang bersangkutan mengadakan perbuatan tersebut,
memuat suatu konsesi.25
Di dalam Kamus Istilah Hukum, izin dijelaskan sebagai, perkenan/izin
dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang
disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan
24 Ateng Syafrudin, Perizinan Untuk Berbagai Kegiatan, makalah tidak dipublikasikan, 1990,
hlm. 1.
25 Ridwan, Hukum Adminitrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 151-152.
23
khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang
sama sekali tidak dikehendaki.26
Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti
menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh.27 Dengan kata
lain, sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret.28
Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara
bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan.29
Utrecht, mengatakan bahwa bilamana pembuat peraturan umumnya tidak
melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja
diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka
keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut
bersifat suatu izin.30
Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu
persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk
26 Ibid., hlm. 152.
27 Ateng Syafrudin, op.cit., hlm. 1.
28 Ridwan, loc.cit.
29 Sjachran Basah, op.cit., hlm. 3.
30 Utrecht, op.cit., hlm. 187.
24
memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara
umum dilarang.31
Spelt dan ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit.
Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum
administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk
mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari
penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam
keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan
perundangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang
memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya
dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi
kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Ini adalah
paparan luas dari pengertian izin. Izin (dalam arti sempit) adalah pengikatan-
pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada
keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau
untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur
tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya
dianggap tercela, namun dimana ia menginginkan dapat melakukan
pengawasan sekedarnya. Pada pokok izin (dalam arti sempit) ialah bahwa
suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan agar dalam
ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti
31 Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaran Hak
Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau Dari Perspektif UUD, makalah tidak dipublikasikan, Jakarta,
1995, hlm. 8.
25
diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah
untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus,
tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara
tertentu.32
Dibandingkan secara sekilas, pengertian izin dengan konsesi itu tidak
berbeda. Masing-masing berisi perkenan bagi seseorang untuk melakukan
suatu perbuatan tertentu. Dalam pengertian sehari-hari kedua istilah itu
digunakan secara sama, bahkan pengertian izin dan konsesi keduanya
digunakan untuk suatu bentuk hukum yang sama, pemegang izin disebut juga
konsesionaris.33
Menurut Utrecht, perbedaan antara izin dengan konsesi itu suatu
perbedaan nisbi (relatif) saja. Pada hakikatnya antara izin dengan konsesi itu
tidak ada suatu perbedaan yuridis. Sebagai contoh, suatu izin untuk
mendapatkan batu bara menurut suatu rencana yang sederhana saja dan akan
diadakan atas ongkos sendiri, tidak dapat disebut konsesi. Tetapi suatu izin
yang diberikan menurut undang-undang tambang Indonesia untuk
mendapatkan batu bara adalah suatu konsesi, oleh karena izin tersebut
mengenai suatu pekerjaan yang besar dan pekerjaan yang besar itu akan
membawa manfaat bagi umum. Jadi konsesi itu suatu izin pula, tetapi izin
mengenai hal-hal yang penting bagi umum. Meskipun antara izin dan konsesi
ini dianggap sama, dengan perbedaan yang relatif, akan tetapi terdapat
32 Spelt dan ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon,
Yuridika, Surabaya, 1993, hlm. 2-3.
33 Ridwan, op.cit., hlm. 154.
26
perbedaan karakter hukum. Izin adalah sebagai perbuatan hukum bersegi satu
yang dilakukan oleh pemerintah, sedangkan konsesi adalah suatu perbuatan
hukum bersegi dua, yakni suatu perjanjian yang diadakan antara yang
memberi konsesi dengan yang diberi konsesi. Dalam hal izin tidak mungkin
diadakan perjanjian, oleh karena tidak mungkin diadakan suatu persesuaian
kehendak. Dalam hal konsesi biasanya diadakan suatu perjanjian, yakni
perjanjian yang mempunyai sifat sendiri dan yang tidak diatur oleh seluruh
peraturan-peraturan KUH Perdata mengenai hukum perjanjian.34
Izin merupakan suatu tindakan hukum sepihak, sedangkan konsensi
adalah kombinasi dari tindakan dua pihak yang memiliki sifat kontraktual
dengan izin, yang dalam pembahasan hukum kita namakan perjanjian. Ketika
pemerintah melakukan tindakan hukum yang berkenaan dengan izin dan
konsesi, pemerintah menampilkan diri dalam dua fungsi yaitu sebagai badan
hukum umum pada saat melakukan konsesi, dan sebagai organ pemerintah
ketika mengeluarkan izin.35
C. Unsur-unsur Perizinan
Berdasarkan pemaparan beberapa pendapat para pakar tersebut, dapat
disebutkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret
34 Utrecht, op.cit., hlm. 190.
35 Ridwan, op.cit., hlm. 155.
27
menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa
unsur dalam perizinan, yaitu;
1. Instrumen yuridis;
2. Peraturan perundang-undangan;
3. Organ pemerintah;
4. Peristiwa konkret;
5. Prosedur dan persyaratan.
Dalam negara hukum modern tugas, kewenangan pemerintah tidak hanya
sekadar menjaga ketertiban dan keamanan, tetapi juga mengupayakan
kesejahteraan umum. Tugas dan kewenangan pemerintah untuk menjaga
ketertiban dan keamanan merupakan tugas klasik yang sampai kini masih
tetap dipertahankan. Dalam rangka melaksanakan tugas ini kepada pemerintah
diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan
ini muncul beberapa instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual
dan konkret yaitu dalam bentuk ketetapan. Sesuai dengan sifatnya, individual
dan konkret, ketetapan ini merupakan ujung tombak dari instrumen hukum
dalam penyelenggaraan pemerintahan, atau sebagai norma penutup dalam
rangkaian norma hukum.36
Salah satu wujud dari ketetapan ini adalah izin. Berdasarkan jenis-jenis
ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni
ketetapan yang menimbulkan hak-hak yang sebelumnya tidak dimiliki oleh
36 Philipus M. Hadjon, op.cit., hlm. 125.
28
seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan itu, atau ketetapan yang
memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan.37
Dengan demikian, izin merupakan intrumen yuridis yang bersifat
konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau
mengatur peristiwa konkret. Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah
wetmatigheid van bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah
baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan harus
didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan dan menegakan ketentuan
hukum positif perlu wewenang. Tanpa wewenang tidak dapat dibuat
keputusan yuridis yang bersifat konkret.38
Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum
pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Tanpa dasar wewenang,
tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu, dalam hal membuat
dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena tanpa adanya dasar
wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah.
37 Ridwan, op.cit., hlm. 156.
38 Ibid.
29
Pada umumnya pemerintah memperoleh wewenang untuk mengeluarkan
izin itu ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar dari perizinan tersebut.
Dalam penerapannya, menurut Marcus Lukman, kewenangan pemerintah
dalam bidang izin itu bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan
bebas, dalam arti kepada pemerintah diberi kewenangan untuk
mempertimbangkan atas dasar inisiatif sendiri hal-hal yang berkaitan dengan
izin, misalnya pertimbangan tentang:
1. Kondisi-kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan
kepada pemohon;
2. Bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut;
3. Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau
penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
4. Prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan sesudah
keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pembarian izin.39
Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan
baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah, dari
penelusuran berbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan dapat
diketahui, bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi (Presiden) sampai
dengan administrasi negara terendah (Lurah) berwenang memberikan izin. Ini
39 Markus Lukman, Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan Dalam Bidang Perencanaan dan
Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah Serta Dmapknya Terhadap Pembangunan
Materi Hukum Tertulis Nasional, disertasi, Universitas, Padjajaran, Bandung, 1996, hlm. 189.
30
berarti terdapat aneka ragam administrasi negara (termasuk instansinya)
pemberi izin, yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik di tingkat
Pusat maupun Daerah.40
Terlepas dari beragamnya organ pemerintahan atau administrasi negara
yang mengeluarkan izin, yang pasti adalah bahwa izin hanya boleh
dikeluarkan oleh organ pemerintahan. Menurut Spelt dan ten Berge, keputusan
yang memberikan izin harus diambil oleh organ yang berwenang, dan hampir
selalu yang terkait adalah organ-organ pemerintahan. Di sini organ-organ pada
tingkat penguasa nasional (seorang menteri) atau tingkat penguasa-penguasa
daerah.41
Beragamnya organ pemerintahan yang berwenang memberikan izin, dapat
menyebabkan tujuan dari kegiatan yang membutuhkan izin tertentu menjadi
terhambat, bahkan tidak mencapai sasaran yang hendak dicapai. Artinya
campur tangan pemerintah dalam bentuk regulasi perizinan dapat
menimbulkan kejenuhan bagi pelaku kegiatan yang membutuhkan izin.
Menurut Soehardjo, pada tingkat tertentu regulasi ini menimbulkan kejenuhan
dan timbul gagasan yang mendorong untuk menyederhanakan pengaturan,
prosedur, dan birokrasi. Keputusan-keputusan pejabat sering membutuhkan
waktu lama, misalnya pengeluaran izin memakan waktu berbulan-bulan,
40 Sjachran Basah, Sistem Perizinan Sebagai Instrumen Pengendalian Lingkungan, makalah
pada Seminar Lingkungan Hidup, Jakarta, 1997, hlm. 3.
41 Philipus M. Hadjon, op.cit., hlm. 11.
31
sementara dunia usaha perlu berjalan cepat, dan terlalu banyaknya mata rantai
dalam prosedur perizinan banyak membuang waktu dan biaya.42
Oleh karena itu, biasanya dalam perizinan dilakukan deregulasi, yang
mengandung arti peniadaan berbagai peraturan perundang-undangan yang
dipandang berlebihan. Karena peraturan perundang-undangan yang berlebihan
itu pada umumnya berkenaan dengan campur tangan pemerintah atau negara,
maka deregulasi itu pada dasarnya bermakna mengurangi campur tangan
pemerintah atau negara dalam kegiatan kemasyarakatan tertentu terutama di
bidang ekonomi, sehingga deregulasi itu pada ujungnya bermakna
debirokratisasi.43
Meskipun deregulasi dan debirokratisasi ini dimungkinkan dalam bidang
perizinan, namum harus ada batas-batasnya. Karena deregulasi dan
debirokratisasi merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah, yang
umumnya diwujudkan dalam bentuk peraturan kebijaksanaan, maka
deregulasi dan debirokratisasi itu harus ada batas-batas yang terdapat dalam
hukum tertulis dan tidak tertulis. Setidak-tidaknya deregulasi dan
debirokratisasi dalam perizinan harus memperhatikan hal-hal berikut; pertama,
jangan sampai menghilangkan esensi dari sistem perizinan itu sendiri,
terutama dalam fungsinya sebagai pengarah kegiatan tertentu; kedua,
deregulasi hanya diterapkan pada hal-hal yang bersifat teknis ad-ministratif
42 Soehardjo, Hukum Adminitrasi Negara Pokok-Pokok Pengertian Serta Perkembangannya
di Indonesia, BPUD, Semarang, 1991, hlm. 25.
43 Bagir Manan, Bentuk-Bentuk Perbuatan Keperdataan Yang Dapat Dilakukan Oleh
Pemerintah Daerah, Universits Padjajaran, Bandung, 1995, hlm. 33.
32
dan finansial; ketiga, deregulasi dan debirokratisasi tidak menghilangkan hal-
hal prinsip dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
perizinan; keempat, deregulasi dan debirokratisasi harus memperhatikan asas-
asas umum pemerintahan yang layak.
Telah disebutkan bahwa izin merupakan instrumen yuridis yang
berbentuk ketetapan, yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi
peristiwa konkret dan individual. Peristiwa konkret artinya peristiwa yang
terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum
tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan keragaman
perkembangan masyarakat, maka izinpun memiliki berbagai keragaman. Izin
yang jenisnya beragam itu dibuat dalam proses yang cara prosedurnya
tergantung dari kewenangan pemberi izin, macam izin dan struktur organisasi
instansi yang menerbitkannya.44
Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang
ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Di samping harus menempuh
prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemberi izin. Prosedur dan
persyaratan perizinan berbeda-beda tergantung jenis izin dan instansi pemberi
izin.
Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstituf dan
kondisional. Bersifat konstitutif, oleh karena ditentukan suatu perbuatan atau
tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi, artinya dalam hal 44 Sjachran Basah, Perizinan di Indonesia, makalah untuk Penataran Hukum Adminitrasi dan
Lingkungan, Unair, Surabaya, 1992, hlm. 4-6.
33
pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila tidak dipenuhi
dapat dikenai sanksi. Bersifat kondisional, oleh karena penilaian tersebut baru
ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku
yang disyaratkan itu terjadi.45
Penentuan prosedur dan persyaratan perizinan ini dilakukan secara
sepihak oleh pemerintah, meskipun demikian, pemerintah tidak boleh
menentukan prosedur dan persyaratan menurut kehendaknya sendiri, tetapi
harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari
perizinan tersebut. Dengan kata lain tidak boleh menentukan syarat yang
melampaui batas tujuan yang hendak dicapai oleh peraturan hukum yang
menjadi dasar perizinan bersangkutan.46
D. Fungsi dan Tujuan Perizinan
Tugas pemerintah dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu tugas
mengatur dan memberikan pelayanan kepada umum.
1. Tugas mengatur meliputi pembuatan-pembuatan peraturan yang harus
dipatuhi masyarakat.
2. Tugas memberi pelayanan kepada umum meliputi tugas-tugas pemerintah
untuk memenuhi kebutuhan sarana finansial dan personal dalam rangka
45 Soehino, Asas-Asas Hukum Tata Pemerintahan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hlm. 97.
46 Ibid, hlm. 98.
34
meningkatkan pelayanan di bidang kesejahteraan sosial, ekonomi,
kesehatan dan lain sebagainya.47
Sistem perizinan muncul karena tugas mengatur dari pemerintah, karena
perizinan akan dibuat dalam bentuk peraturan yang harus dipatuhi masyarakat
yang berisikan larangan dan perintah. Dengan demikian Izin sebagai
instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi para
warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna mencapai suatu
tujuan konkret.48
Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen
hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan
makmur itu dijelmakan. Hal ini berarti, lewat izin dapat diketahui bagaimana
gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud. Ini berarti persyaratan-
persyaratan, yang terkandung dalam izin merupakan pengendali dalam
memfungsikan izin itu sendiri.49 Menurut Prajudi Atmosudirdjo, bahwa
berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan dalam
fungsi menertibkan masyarakat.50
Adapun mengenai tujuan perizinan, hal ini tergantung pada kenyataan
konkret yang dihadapi. Keragaman peristiwa konkret menyebabkan
47 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintah dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta,
2005, hlm. 19.
48 Sjachran Basah, op.cit., hlm. 5.
49 Ibid., hlm. 2.
50 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hlm.
23.
35
keragaman pula dari tujuan izin ini. Meskipun demikian, secara umum
dapatlah disebutkan sebagai berikut:
1. Keinginan mengarahkan aktivitas-aktivitas tertentu (misalnya izin
bangunan).
2. Mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan).
3. Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (izin terbang, izin
membongkar pada monumen-monumen).
4. Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat
penduduk).
5. Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas
(dimana pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu).51
E. Bentuk dan Isi Izin
Izin adalah merupakan salah satu bentuk keputusan tata usaha negara.
Keputusan tata usaha negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha
negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
bersifat konkrit, indiividual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.52
Dikarenakan keputusan perizinan adalah termasuk salah satu bentuk
perwujudan keputusan tata usaha negara, maka izin adalah juga merupakan
51 Philipus M. Hadjon, op.cit., hlm. 4-5.
52 Nurwigati, Peningkatan Peranan Peraturan Perizinan Sebagai Instrumen Pemerintah,
diskusi akademik dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadyah, Yogyakarta, 2004, hlm. 2.
36
norma penutup dari semua norma yuridis yang ada. Hal ini dikarenakan
lahirnya izin pasti akan didahului dengan adanya norma abstrak terlebih
dahulu atau norma yang sifatnya masih umum belum ditunjuk subyeknya,
waktunya, tempatnya dan izin akan terletak pada deretan paling akhir dari
semua norma abstrak yang menadahuluinya, dan tentang hal yang dituju atau
sudah bersifat konkrit, Individual dan final, sehingga akan langsung
digunakan untuk melakukan aktifitas tertentu.
Sesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari ketetapan, izin selalu
dibuat dalam bentuk tertulis. Dalam izin dinyatakan siapa yang
memberikannya, biasanya dari kepala surat dan penandatanganan izin akan
nyata organ mana yang memberikan izin. Pada umumnya pembuat aturan
akan menunjuk organ berwenang dalam sistem perizinan, organ yang paling
berbekal mengenai materi dan tugas bersangkutan, dan hampir selalu yang
terkait adalah organ pemerintahan. Karena itu, bila dalam suatu undang-
undang tidak dinyatakan dengan tegas organ mana dari lapisan pemerintahan
tertentu yang berwenang, tetapi misalnya hanya dinyatakan secara umum
bahwa “haminte” yang berwenang, maka dapat diduga bahwa yang dimaksud
ialah organ pemerintahan haminte, yakni wali haminte dengan para anggota
pengurus harian. Namun untuk menghindari keraguan, di dalam kebanyakan
undang-undang pada permulaannya dicantumkan ketentuan definisi.53
Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan. Biasanya izin lahir
setelah yang berkepentingan mengajukan permohonan untuk itu. Karena itu,
53 Philipus M. Hadjon, op.cit., hlm. 11-15.
37
keputusan yang memuat izin akan dialamatkan pula kepada pihak yang
memohon izin. Hal ini biasanya dialami orang atau badan hukum.
Keputusan yang memuat izin, demi alasan kepastian hukum, harus
memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan. Bagian
keputusan ini, dimana akibat-akibat hukum yang ditimbulkan oleh keputusan,
dinamakan diktum, yang merupakan inti dari keputusan. Setidak-tidaknya
diktum ini terdiri atas keputusan pasti, yang memuat hak-hak dan kewajiban-
kewajiban yang dituju oleh keputusan itu.
Sebagaimana kebanyakan keputusan, didalamnya mengandung ketentuan,
pembatasan, dan syarat-syarat, demikian pula dengan keputusan yang berisi
izin ini. Ketentuan-ketentuan ialah kewajiban-kewajiban yang dapat dikaitkan
pada keputusan yang menguntungkan. Ketentuan-ketentuan pada izin banyak
terdapat dalam praktek hukum administrasi. Misalnya dalam undang-undang
gangguan ditunjuk ketentuan-ketentuan seperti; Ketentuan-ketentuan tujuan
(dengan maksud mewujudkan tujuan-tujuan tertentu, seperti mencegah
pengotoran tanah; Ketentuan-ketentuan sarana (kewajiban menggunakan
sarana tertentu); Ketentuan-ketentuan instruksi (kewajiban bagi pemegang
izin untuk memberi instruksi-instraksi tertulis kepada personel dalam
lembaga); Ketentuan-ketentuan ukur dan pendaftaran (pengukuran untuk
menilai kadar bahaya atau gangguan).
Dalam hal ketentuan-ketentuan tidak dipatuhi, terdapat pelanggaran izin.
Tentang sanksi yang diberikan atasannya, pemerintahan harus
memutuskannya tersendiri. Dalam pembuatan keputusan, termasuk keputusan
38
yang berisi izin, dimasukan pembatasan-pembatasan. Pembatasan-pembatasan
dalam izin memberi kemungkinan untuk secara praktis melingkari lebih lanjut
tindakan yang dibolehkan. Pembatasan-pembatasan dibentuk dengan
menunjuk batas-batas dalam waktu, tempat atau dengan cara lain.
Sebagai contoh, pada izin lingkungan dapat dimuat pembatasan izin untuk
periode tertentu, misalnya 5 tahun. Di samping itu, dalam keputusan dimuat
syarat-syarat. Dengan menetapkan syarat-syarat, akibat-akibat hukum tertentu
digantungkan pada timbulnya suatu peristiwa di kemudian hari yang belum
pasti. Dalam keputusan yang berisi izin dapat dimuat syarat penghapusan dan
syarat penangguhan.54
Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan
ketentuanundang-undang, pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan
fakta. Penyebutan ketentuan undang-undang memberikan pegangan kepada
semua yang bersangkutan, organ penguasa dan yang berkepentingan, dalam
menilai keputusan itu. Ketentuan undang-undang berperan pula dalam
penilaian oleh yang berkepentingan tentang apa yang hams dilakukan dalam
hal mereka menyetujui keputusan yang bersangkutan. Pertimbangan hukum
merupakan hal penting bagi organ pemerintahan untuk memberikan atau
menolak permohonan izin. Pertimbangan hukum ini biasanya lahir dari
interpretasi organ pemerintahan terhadap ketentuan undang-undang. Adapun
penetapan fakta, berkenaan dengan hal-hal di atas. Artinya interpretasi yang
dilakukan oleh organ pemerintahan terhadap aturan-aturan yang relevan, turut
54 Nurwigati, op.cit., hlm.5.
39
didasarkan pada fakta-fakta sebagaimana ditetapkannya. Dalam keadaan
tertentu, organ pemerintahan dapat menggunakan data yang diberikan oleh
pemohon izin, di samping data dari para ahli atau biro konsultan.55
Pemberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang dialamatkan
ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan-ketentuan dalam izin,
seperti sanksi-sanksi yang mungkin diberikan pada ketidakpatuhan.
Pemberitahuan-pemberitahuan ini mungkin saja petunjuk-petunjuk bagaimana
sebaiknya bertindak dalam mengajukan permohonan-permohonan berikutnya
atau informasi umum dari organ pemerintahan yang berhubungan dengan
kebijaksanaannya sekarang atau di kemudian hari. Pemberitahuan-
pemberitahuan tambahan ini sejenis pertimbangan yang berlebihan, yang pada
dasarnya terlepas dari diktum selaku inti ketetapan. Sebab itu, mengenai
pemberitahuan-pemberitahuan ini, karena tidak termasuk dalam hakekat
keputusan, secara formil seseorang tidak dapat menggugat melalui hakim
administrasi.56
Sebagai suatu bentuk ketetapan, izin tidak berbeda dengan ketetapan pada
umumnya, yakni pembuatan, penerbitan, dan pencabutannya harus memenuhi
syarat-syarat yang berlaku pada ketetapan, harus memenuhi syarat formil dan
syarat materiil, serta memperhatikan asas contrarius actus dalam
pencabutan.57
55 Ibid, hlm. 7.
56 Ibid, hlm. 8.
57 Ibid, hlm. 10.
40
F. Kewenangan Daerah Dalam Pengaturan Hukum Perizinan
Tidak ada aturan umum untuk tata cara pembuatan keputusan perizinan,
oleh sebab itu tiap bidang mempunyai prosedur dan persyaratan tersendiri.
Namun demikian menurut Philipus M. Hadjon, prosedur yang baik dalam
pembuatan keputusan perizinan apabila memenuhi tiga landasan utama hukum
administrasi, yaitu: landasan hukum, landasan demokrasi, landasan
instrumental, yaitu berdaya guna dan berhasil guna.58
Dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu negara hukum baik di
tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah haruslah berdasarkan pada asas
legalitas, yaitu asas yang mencanangkan bahwa tanpa dasar wewenang yang
diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka
segala macam aparat pemerintah itu tidak memiliki wewenang yang dapat
mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga
masyarakatnya. Asas legalitas ini menurut sifatnya diarahkan kepada
berlakunya kesamaan perlakuan. Maksudnya setiap orang yang berada dalam
situasi seperti yang ditentukan dalam suatu ketentuan undang-undang itu,
berhak dan berkewajiban untuk berbuat seperti apa yang ditentukan dalam
undang-undang tersebut.
Di samping itu, asas legalitas pemerintahan juga menunjang berlakunya
kepastian hukum. Sebabnya tindakan hukuman pemerintahan itu hanya
58 Philipus M. Hadjon, op.cit., hlm. 99.
41
dimungkinkan kalau ada pengaturannya dalam undang-undang.59 Esensi dari
asas legalitas dalam negara hukum adalah kewenangan yaitu kemampuan
untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu.60 Kewenangan ini dapat
diperoleh baik melalui atribusi, delegasi, maupun mandat. Kewenangan
atribusi maksudnya adalah kewenangan yang diperoleh secara langsung dari
undang-undang, sedangkan delegasi adalah pelimpahan suatu wewenang yang
telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh
wewenang pemerintah secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha
negara lainnnya, sementara pada mandat tidak terjadi perubahan atau
peralihan wewenang, yang ada hanyalah hubungan intern, umpamanya antara
Menteri dengan Dirjen atau Irjennya, dimana Menteri menugaskan Dirjen atau
Sekjennya untuk bertindak atas nama Menteri untuk melakukan suatu
tindakan hukum serta mengeluarkan keputusan-keputusan tata usaha negara
tertentu.61
Daerah Kabupaten dan Kota adalah subyek hukum dalam bidang publik
yang berarti dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum dalam lapangan
publik yang dilakukan oleh para pejabat. Selaku subyek hukum dalam bidang
publik, tindakan hukum para pejabat Daerah Kabupaten dan Kota haruslah
didasarkan pada asas legalitas, artinya tindakannya itu harus berdasarkan pada
kewenangan yang berasal dari undang-undang atau peraturan perundang-
59 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hlm. 83-84.
60 Ridwan, op.cit., hlm. 72.
61 Indroharto, op. cit., hlm. 91-92.
42
undangan yang berlaku. Sebab tanpa ada kewenangan yang diberikan oleh
undang-undang atau peraturan perundang-undangan, maka pejabat di Daerah
Kabupaten dan Kota tidak dapat melakukan perbuatan hukum atau tidak dapat
mempengaruhi dan megubah posisi hukum warga masyarakatnya.
Kewenangan Daerah secara tegas ditentukan dalam Pasal 7 dan 11
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai
berikut:
Pasal 7 Ayat (1); “Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh
bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, serta kewenangan
bidang lain”.
Pasal 7 Ayat (2); “Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), meliputi kebijakan tentang perencanaan dan pengendalian pembangunan
nasional secara makro, dan perimbangan keuangan, sistem administrasi negara
dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayan sumber daya
alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi
nasional”.
Pasal 11 Ayat (1); “Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota
mencakup semua kewenangan pemerintah selain kewenangan yang
dikecualikan dalam Pasal 7 dan diatur dalam Pasal 9”.
Pasal 11 Ayat (2); “Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan
43
perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan
tenaga kerja”.
Seiring dengan Kedudukan Daerah Kabupaten dan Kota selaku Daerah
Otonom yang berarti memiliki kebebasan dan kemandirian, maka kewenangan
Daerah Kabupaten dan Kota tidak semata-mata hanya berasal dari undang-
undang, namun dimungkinkan juga memiliki atau memperoleh kewenangan
dari organ pemerintahan yang lebih tinggi, yaitu melalui delegasi, ataupun
kewenangan asli dari daerah yang bersangkutan, bukan urusan yang berasal
dari undang-undang atau dari pejabat yang lebih tinggi.
Kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur sendiri urusan rumah
tangga daerah diwujudkan dalam bentuk Peraturan Daerah dan Keputusan
Daerah yang bersifat umum atau ditujukan untuk umum, yang dikategorikan
sebagai peraturan perundang-undangan tingkat daerah, sebagaimana
disebutkan dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, peraturan perundang-undangan
adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang
dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah baik di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua Keputusan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah,
yang juga mengikat umum.
Sebagaimana lazimnya peraturan perundang-undangan, di dalamnya
memuat norma-norma atau kaidah-kaidah pengatur yang bersifat umum dan
abstrak. Agar kaidah pengatur ini ditaati dan dijalankan, maka diperlukan
44
upaya penegakan hukum, yakni merealisasikan norma-norma atau kaidah-
kaidah yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan tersebut ke dalam
kenyataan. Kewenangan Daerah Otonom dalam bidang pengaturan (regeling)
tidak hanya terbatas pada pembuatan norma-norma atau kaidah-kaidah
hukum, tetapi juga kewenangan untuk mempertahankan norma-norma
tersebut. Artinya kewenangan penegakan hukum itu inheren pada Daerah
Otonom atau pada Pemerintah Daerah selalu wakil dari organ pemerintahan
tingkat lebih rendah tersebut.
45
G. Penegakan Hukum
1. Pengertian Penegakan Hukum
Negara Indonesia merupakan Negara Hukum, dimana hukum memiliki
fungsi sebagai perlindungan bagi manusia terhadap pelanggaran hukum yang
terjadi di Negara Indonesia. Hukum dilaksanakan secara normal dan damai
dalam kehidupan sehari-hari tetapi dapat juga terjadinya pelanggaran hukum
dalam kehidupan di masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat, hukum yang
dilanggar harus ditegakkan agar terciptanya kepastian hukum, kemanfaatan
dan keadilan dalm masyarakat sehingga penegakan hukum dapat menjadi
kenyataan.
Hukum tidak bisa tegak dengan sendirinya, artinya ia tidak mampu untuk
mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendak-kehendak yang tercantum
dalam (peraturan-peraturan) hukum itu. Janji dan kehendak seperti itu,
misalnya adalah untuk memberikan hak kepada seseorang, untuk memberikan
perlindungan kepada seseorang, untuk mengenakan pidana terhadap seseorang
yang memenuhi persyaratan tertentu dan sebagainya.62
Penegakan hukum sebagai bagian dari legal system, tidak dapat
dipisahkan dengan substansi hukum (legal substance) dan budaya hukum
(legal culture).63 Menurut Soerjono Soekanto, penegakkan hukum sebagai
suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang
62 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru,
Bandung, hlm. 11.
63 Siswanto Sunarso, Wawasan penegakkan hukum di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2005, hlm. 110.
46
menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah
hukum, akan tetapi mempunyai unsur kaidah pribadi (Wayne La Favre 1964).
Atas dasar uraian tersebut dapatlah dikatakan, bahwa gangguan terhadap
penegakkan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara
“tritunggal” nilai, kaidah dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi apabila
terjadi ketidak serasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di
dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah
yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup. Oleh karena itu dapatlah
dikatakan, bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti
pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataan di Indonesia
kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement
begitu popular.64
Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-
kaidah yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Soekanto, 1979). Konsepsi
yang mempunyai dasar filosofis tersebut, memerlukan penjelasan lebih lanjut,
sehingga akan tampak lebih konkret.65
64 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007 , hlm 7.
65 Ibid., hlm. 5.
47
Menurut Baharuddin Lopa dalam penegakan hukum dan keadilan ada 3
komponen atau unsur yang diperlukan, yaitu :
1) Diperlukan adanya peraturan hukum yang sesuai dengan aspirasi rakyat.
2) Adanya aparat penegak hukum yang professional dan bermental tangguh
atau memiliki integritas moral yang terpuji.
3) Adanya kesadaran hukum masyarakat yang memungkinkan
dilaksanakannya penegakan hukum.66
2. Penegakan Hukum Administrasi
Hukum perizinan merupakan bagian dari hukum administrasi. Untuk itu
terhadap hukum perizinan akan diterapkan pula sanksi administrasi. Adapun
macam dari sanksi dalam hukum administrasi adalah sebagai berikut:
a. Bestuurdwang (paksaan pemerintah): kewenangan untuk atas biaya
pelanggar menyingkirkan, mencegah, melakukan atau mengembalikan
pada keadaan semula apa yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Penarikan kembali keputusan. Keputusan akan ditarik kembali oleh
Pemerintah, apabila yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-
pembatasan, syarat-syarat, atau ketentuan peraturan perundang-undangan,
yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan menggunakan
data yang tidak benar atau tidak lengkap.
66 Baharuddin Lopa, Permasalahan Pembinaan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Bulan
bintang, Jakarta, 1987, hlm. 3-4.
48
c. Pengenaan denda adminisatratif. Sanksi yang berupa kewajiban membayar
sejumlah uang dikarenakan melanggar ketentuan yang ada sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
d. Pengenaan uang paksa. Sanksi ini dapat untuk mengganti sanksi
bestuurdwang apabila secara praktis bestuurdwang sulit dijalankan.
Disamping sanksi-sanksi administrasi sebagaimana tersebut di atas,
pelanggaran aturan perizinan juga dapat diberikan sanksi pidana, yang dapat
diterapkan secara komulatif bersama-sama dengan sanksi administrasi.
Menurut Soedikno Mertokusumo, hukum berfungsi sebagai perlindungan
kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus
dilaksanakan.67
Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat
terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah
dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum ini
menjadi kenyataan. Penegakan dan pelaksanaan hukum sering merupakan
penemuan hukum dan tidak sekedar penerapan hukum.
Penerapan hukum dan peraturan perundang-undangan dalam kehidupan
masyarakat melahirkan akibat-akibat hukum. Akibat hukum ini terdiri dari
hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Menurut Satjipto Rahardjo, Penegakan
67 Soedikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
1993, hlm. 1-4.
49
hukum adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi
kenyataan.68
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa, penegakan hukum adalah
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-
kaidah/pandangan-pandangan nilai yang mantap dan pengejawantahan dan
sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk
menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.69
Pada bagian lain, Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa, proses
penegakan hukum tidak lain merupakan suatu penyerasian antara nilai-nilai,
norma-norma dan perilakuan nyata dalam masyarakat.70
Dalam hukum administrasi negara penegakan hukum sering diartikan
sebagai penerapan sanksi administrasi. Sanksi merupakan bagian penting
dalam setiap peraturan perundang-undangan dan biasanya diletakkan pada
bagian akhir setiap peraturan, artinya di ujung suatu kaidah hukum terdapat
sanksi. Alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang dapat digunakan oleh
pemerintah sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang
terdapat dalam norma HAN.71
68 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru,
Bandung, 1993, hlm. 15.
69 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Binacipta, Jakarta, 1983, hlm. 13.
70 Soerjono Soekanto, Beberapa Aspek Sosio-Yuridis Masyarakat, Alumni, Bandung, 1983,
hlm. 51.
71 Ridwan, op.cit., hlm. 245.
50
Dalam rangka penegakan hukum administrasi, dikenal beberapa macam
sanksi, yang secara umum terdiri dari paksaan pemerintah, penarikan kembali
keputusan yang menguntungkan, uang paksa, dan denda administratif.
a. Paksaan Pemerintah
Paksaan dari pemerintah dapat dijelaskan sebagi kewenangan organ
pemerintahan untuk melakukan tindakan nyata mengakhiri situasi yang
bertentangan dengan norma HAN, karena kewajiban yang muncul dari
norma itu tidak dijalankan. Pelaksanaan kewajiban dari pemerintah dapat
dilihat sebagai suatu benruk eksekusi nyata, dalam arti langsung dapat
dilaksanakan tanpa perantaraan hakim.72
Unsur-unsur kewajiban dari pemerintahan adalah sebagai berikut:73
1) Berkaitan dengan pengakhiran situasi yang bertentangan dengan
ketentuan undang-undang;
2) Menyangkut kewenangan mandiri pemerintahan, artinya tidak
dibutuhkan putusan hakim terlebih dahulu;
3) Pemerintah boleh menentukan sendiri apakah sebagai sanksi atas
pelanggaran akan diterapkan paksaan pemerintahan ataukah tidak;
4) Penerapan paksaan pemerintah dapat dilakukan atas biaya si
pelanggar;
5) Pelaksanaan paksaan pemerintahan harus didahului dengan surat
peringatan.
72 Ibid.
73 Philipus M. Hadjon op.cit., hlm. 76-77.
51
Menurut Ridwan, kewajiban dari pemerintahan ini bukan kewajiban,
tetapi wewenang yang diberikan undang-undang kepada pemerintah.74
Kewenangan pemerintah untuk menggunakan bestuursdwang merupakan
kewenangan yang bersifat bebas, dalam arti pemerintah diberi kebebasan
untuk mempertimbangan menurut inisiatifnya sendiri apakah
menggunakan bestuurdwang atau tidak atau bahkan menerapkan sanksi
lainnya. Dalam hal akan melaksanakan kewajiban dari pemerintahan,
organ pemerintah harus mengkaji secara cermat apakah pelanggaran izin
tersebut bersifat substansial atau tidak.
Sebelum pemerintah melakukan kewenangan pemerintahan,
pemerintah wajib memberikan surat peringatan kepada pelanggar.
Peringatan tertulis mengenai pelaksanaan kewajiban dari pemerintahan
diwujudkan dalam bentuk keputusan, yang secara umum berisi:75
1) Peringatan harus definitif
Mengenai kewajiban dari pemerintahan, sama dengan keputusan tata
usaha negara lain, berlaku sebagai syarat umum bahwa ia harus
bersifat definitif. Jadi, keputusan untuk bila perlu akan bertindak bagi
organ pemerintahan sudah pasti. Ini harus ternyata dari formulasi yang
pasti dan dari penyebutan pasal-pasal yang memuat paksaan
pemerintahan.
2) Organ yang berwenang harus disebut
74 Ridwan, op. cit., hlm. 248-249.
75 Ibid., hlm. 78-90.
52
Peringatan harus memberitahukan organ berwenang mana yang
memberikannya. Bila organ jelas tidak berwenang, maka peringtan
bukan keputusan TUN, dan pembanding tidak dapat diterima.
3) Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat
Peringatan harus ditujukan kepada orang yang sedang atau telah
melaggar ketentuan undang-undang, dan yang berkemampuan
mengakhiri keadaan yang terlarang itu. Dengan ini yang dimaksud
orang yang secara nyata atau yuridis dapat menghapuskan situasi
ilegal, tetapi tidak juga selalu pelanggar sendiri.
4) Ketentuan yang dilanggar jelas
Harus dinyatakan dengan jelas ketentuan mana yang telah atau
mungkin akan dilanggar.
5) Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas
Syarat ini muncul dari yurisprudensi yaitu pembeberan yang jelas dari
keadaan atau tingkah laku yang bertentangan dengan ketentuan
undang-undang. Jadi yang menjadi soal disini adalah aspek nyata dari
pelanggaran.
6) Peringatan harus memuat penentuan jangka waktu
Pemberian beban harus ternyata dengan jelas jangka waktu yang
diberikan kepada yang bersangkutan untuk melaksanakan beban itu.
Jangka waktu harus mempunyai titik permulaan yang jelas.
7) Pemberian beban jelas dan seimbang
53
Pemberian beban harus jelas dan seimbang. Beban tidak boleh memuat
kriteria samar.
8) Pemberian beban tanpa syarat
Pemberian beban harus tak bersyarat. Dari sudut kepastian hukum,
pemberian beban tidak boleh tergantung pada kejadian tidak pasti di
kemudian hari.
9) Beban mengandung pemberian alasannya
Pemberian beban harus ada alasannya. Titik tolaknya ialah bahwa
peringatan sama seperti keputusan memberatkan lainnya, harus diberi
alasan yang baik.
10) Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya.
Bila organ pemerintahan hendak membebankan biaya paksaan
pemerintahan, maka hal ini harus dimuat dalam peringatan.
Pengumuman bahwa biaya akan dibebankan bukan keputusan mandiri,
tetapi unsur dari peringatan paksaan pemerintahan.
b. Penarikan Kembali Keputusan Yang Menguntungkan
Keputusan yang menguntungkan artinya keputusan itu memberikan
hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu
melalui keputusan itu atau bilamana keputusan itu memberikan
keringanan beban yang ada atau mungkin ada.
Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan merupakan salah
satu sanksi. Dalam undang-undang biasanya ada ketentuan, bahwa izin
(sebagai salah satu keputusan yang menguntungkan) dapat ditarik kembali
54
jika pemegang izin telah memberikan informasi yang tidak benar atau
tidak lengkap.76
Menurut Philipus M. Hadjon, sebab-sebab pencabutan KTUN adalah
sebagai berikut:77
1) Yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-
syarat atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan
pada izin, subsidi, atau pembayaran;
2) Yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan untuk
mendapat izin, subsidi, atau pembayaran telah memberikan data yang
sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, sehingga apabila data itu
diberikan secara benar atau lengkap maka keputusan akan berlainan
(misalnya, penolakan izin, dan sebagainya).
Menurut Ateng Syafrudin, sebagaimana dikutip Ridwan,
menyebutkan ada empat kemungkinan suatu ketetapan itu ditarik kembali
yaitu sebagai berikut:78
1) Asas kepastian hukum tidak menghalangi penarikan kembali atau
perubahan suatu keputusan, bila sesudah sekian waktu dipaksakan oleh
perubahan keadaan atau pendapat;
76 Ibid., hlm. 254.
77 Philipus M. Hadjon, op. cit., hlm. 258-259.
78 Ridwan, op cit., hlm. 255.
55
2) Penarikan kembali atau perubahan juga mungkin apabila keputusan
yang menguntungkan didasarkan pada kekeliruan, asal saja kekeliruan
itu dapat diketahui oleh yang bersangkutan;
3) Penarikan kembali atau perubahan dimungkinkan, bila yang
berkepentingan dengan memberikan keterangan yang tidak benar atau
tidak lengkap, telah ikut menyebabkan terjadinya keputusan yang
keliru;
Penarikan kembali atau perubahan dimungkinkan, bila syarat-syarat
atau ketentuan yang dikaitkan pada suatu keputusan yang menguntungkan
tidak ditaati.
c. Uang Paksa
Sanksi uang paksa biasanya ditempatkan sebagai alternatif dari
paksaaan pemerintahan dan bersifat preventif. Meskipun demikian, sanksi
ini tidak boleh digunakan sebagai upaya pelanggaran. Uang paksa hanya
boleh dibebankan jika pada dasarnya paksaan pemerintahan juga dapat
diterapkan. Uang paksa dibebankan oleh organ pemerintahan tanpa
perantaraan hakim terlebuh dahulu. Organ dapat menetapkan uang paksa
menurut satuan waktu atau untuk setiap pelanggaran. Jumlah yang
ditetapkan harus seimbang dengan besarnya kepentingan yang dirugikan
dan pengaruh yang dituju oleh pembebanan uang paksa. Bila uang paksa
telah ditetapkan, pelanggar masih diberi kesempatan untuk meniadakan
pelanggaran.79
79 Philipus M. Hadjon, op. cit., hlm. 85.
56
d. Denda Administratif
Sanksi administrasi yang berbentuk denda administrasi atau disebut
pula denda pemerintahan dapat dijelaskan sebagai pembebanan kewajiban
yang dilakukan oleh pemerintah terhadap seseorang untuk membayar
sejumlah uang sebagai hukuman karena melanggar peraturan. Denda
pemerintahan ditetapkan dalam keputusan. Ada kesamaan antara paksaan
pemerintahan, uang paksa, dan denda pemerintahan, yaitu bukan
merupakan sanksi yang bersifat reparatoir (pemulihan), tetapi yang
bersifat nestapa.
Setiap peraturan perundang-undangan biasanya menentukan sanksi
yang berupa denda pemerintahan ini dalam salah satu pasalnya. Sanksi ini
terutama diletakkan dalam penarikan pajak.80
Dalam hal sanksi administratif yang berbentuk paksaaan
pemerintahan, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur dalam
Pasal 71 Ayat (l); “Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan tentang
pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian
kepada pelanggar”.
Dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut: Paksaan yang
dilakukan oleh Pemerintahan Daerah untuk penegakan hukum dengan
Undang-undang ini disebut “paksaan penegakan hukum” atau “paksaan
pemeliharaan hokum”. Paksaan penegakan hukum itu pada umumnya
berwujud mengambil atau meniadakan, mencegah, melakukan, atau
80 Ridwan, op. cit., hlm. 236.
57
memperbaiki segala sesuatu yang telah dibuat, diadakan, dijalankan,
dialpakan, atau ditiadakan yang bertentangan dengan hukum. Paksaan itu
harus didahului oleh suatu perintah tertulis oleh penguasa eksekutif
kepada pelanggar. Apabila pelanggar tidak mengindahkannnya, diambil
suatu tindakan paksaan. Pejabat yang menjalankan tindakan paksaan
penegakan hukum terhadap pelanggar harus dengan tegas diserahi tugas
tersebut. Paksaan penegakan hukum itu hendaknya hanya dilakukan dalam
hal yang sangat perlu saja dengan cara seimbang sesuai dengan berat
pelanggaran, karena paksaan tersebut pada umumnya dapat menimbulkan
kerugian atau penderitaan. Jumlah denda dapat disesuaikan dengan
perkembangan tingkat kemahalan hidup.
Undang-undang ini tidak mencantumkan jenis-jenis lain dari sanksi
administratif. Meskipun demikian, bukan berarti Pemerintah Daerah tidak
dapat menerapkan sanksi administratif lainnya. Sanksi-sanksi lainnya
biasanya dilekatkan pada berbagai peraturan pelaksanaan suatu undang-
undang, Peraturan Daerah, ataupun keputusan yang bersifat umum.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa pemberian sanksi oleh pemerintah
dilekatkan pada kewenangan untuk membuat peraturan perundang-
undangan. Dengan demikian, meskipun Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tidak merinci ketentuan sanksi-sanksi administrasi lainnya, akan
tetapi Pemerintah Daerah berwenang menerapkan macam-macam sanksi,
sejalan dengan kewenangan membuat peraturan perundang-undangan.
58
3. Penegakan Hukum dalam Izin Penyelenggaraan Pemondokan
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang pemondokan di
Kabupaten Sleman telah tercantum mengenai ketentuan penegakan hukum.
Ketentuan penegakan hukum ini dicantumkan dan diperlukan agar
pelaksanaan izin penyelenggaraan pemondokan dapat berjalan dengan tertib,
aman dan sejahtera sesuai aturan. Sehingga masyarakat dapat tunduk dan taat
hukum dalam menjalankannya.
Penegakan Hukum dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang
pemondokan terdiri dari beberapa pasal berupa sanksi bagi yang telah
memiliki izin, sanksi bagi yang tidak berizin, sanksi bagi pemondok dan
ketentuan pidana.
Sanksi bagi yang telah memiliki izin diatur dalam Pasal 18 ayat (1) yang
berbunyi : Setiap orang atau beberapa orang atau badan yang telah memiliki
izin Penyelenggaraan pemondokan diberikan peringatan secara tertulis apabila
:
a) Melakukan penyelenggaraan pemondokan tidak sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan dalam izin yang telah diperolehnya.
b) Tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
c) Tidak mematuhi larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
Ayat 2 dalam Pasal 18 berbunyi peringatan tertulis diberikan sebanyak 3
(tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua)
minggu. Izin penyelenggaran pemondokan akan dicabut apabila melanggar
ketentuan Pasal 19 ayat (1) yang berbunyi :
59
a) Permohonan dari pemilik izin.
b) Izin dikeluarkan atas data yang tidak benar/dipalsukan.
c) Pemilik izin tidak mengindahkan peringatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 18 ayat (2)
Selanjutnya Pasal 19 ayat (2) yang berbunyi pelaksanaan pencabutan izin
disertai dengan penutupan pemondokan.
Sanksi bagi yang tidak berizin dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun
2007 tentang pemondokan di Kabupaten Sleman diatur dalam Pasal 21 yang
berbunyi :
1) Setiap orang atau beberapa orang atau badan yang memiliki pemondokan
tanpa izin diberi peringatan secara tertulis.
2) Peringatan tertulis diberikan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan
tenggang waktu masing-masing 2 (dua) minggu.
3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dihiraukan
maka akan ditindaklanjuti oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
Penyelenggaraan pemondokan dapat ditutup sesuai Pasal 22 apabila
penanggung jawab pemondokan tidak memenuhi ketentuan izin
penyelenggaraan pemondokan setelah mendapatkan peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2).
Penyelenggara pemondokan yang tidak memiliki izin dan memiliki izin
diberi sanksi dan selanjutnya akan ditetapkan dan diatur dengan keputusan
Bupati menurut Pasal 20 dan Pasal 22.
60
Sanksi tidak hanya ditujukan kepada penyelenggara pemondokan tetapi
sanksi juga dapat diberikan kepada pemondok yang sebagaimana diatur dalam
Pasal 24 yang berbunyi :
1) Apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 15, maka Rukun Tetangga , Rukun Warga dan Dukuh setempat
memberikan teguran secara lisan dan teguran tertulis kepada pemondok.
2) Apabila telah 3 (tiga) kali diberikan peringatan tetap tidak diindahkan dan
tetap melakukan pelanggaran maka Dukuh memberikan rekomendasi
kepada penanggungjawab pemondokan untuk memberikan sanksi sesuai
ketentuan yang berlaku ditingkat padukuhan.
Penyelenggaraan pemondokan juga memiliki ketentuan pidana yang
tercantum dalam Pasal 26 yang berbunyi :
1) Setiap orang atau beberapa orang atau badan yang sudah melakukan
penyelenggaraan pemondokan tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan
atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
61
BAB III
PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT
PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007
DI KABUPATEN SLEMAN
A. Deskripsi Pemondokan di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman
Depok adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kantor Kecamatan Depok di Komplek
Kolombo No.50 A, Desa Catur Tunggal. Lokasi ibu kota kecamatan Depok
berada di 7.75715‘ LS dan 110.39625‘ BT. Kecamatan Depok merupakan
wilayah dengan pertumbuhan paling pesat di propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Berada di Kawasan Utara Aglomerasi Kota Yogyakarta, Depok
terasa istimewa dengan keberadaan berbagai perguruan tinggi, obyek vital,
dan kawasan pemukiman baru. Kawasan yang terdiri dari 3 Desa dan 58
Dusun ini sudah sedemikian menyatu dengan kota Yogyakarta, sehingga
batasnya tak kelihatan lagi.
Di Kecamatan ini terdapat berbagai tak kurang 23 perguruan tinggi
diantara yang terkenal adalah Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri
Yogyakarta, Universitas Islam Negeri (IAIN Sunan Kalijaga) Yogyakarta,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Universitas Pembangunan Nasional
"Veteran" Yogyakarta, Universitas Atmajaya Yogyakarta, dan STIE YKPN
Yogyakarta. Keberadaan berbagai perguruan tinggi tersebut menghadirkan
ribuan pelajar, mahasiswa dan pendatang yang berdomisili di daerah ini.
62
Selain pertumbuhan ekonomi yang tinggi, angka kriminalitas di
Kecamatan Depok juga tertinggi di Kabupaten Sleman, bahkan menurut
hampir 3/4 kasus kriminalitas di Kabupaten Sleman terjadi di wilayah ini.
Kebanyakan kasus kriminal yang terjadi adalah Curanmor dan Narkoba.
Untuk mengantisipasinya, terdapat tiga Polsek di Kecamatan ini yakni Polsek
Depok Barat, Depok Timur, dan Bulaksumur.
Keistimewaan Kecamatan Depok semakin bertambah dengan keberadaan
beberapa obyek vital seperti Bandar Udara Adisucipto Yogyakarta, Stadion
Sleman dan Markas Polda DIY. Berbagai Pusat Perbelanjaan dan Hotel juga
berlokasi di wilayah ini. Bagi yang tidak tahu, mungkin akan menganggap
wilayah kecamatan Depok masih menjadi bagian kota Yogyakarta. Depok
dibagi menjadi tiga wilayah administratif, yaitu: Kelurahan Caturtunggal,
Kelurahan Condongcatur dan Kelurahan Maguwoharjo.
Maguwoharjo adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Depok,
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.Desa Maguwoharjo terletak
pada 7º46’21” LS dan 110º25’30” BT, dengan luas wilayah 15.010.800 M2,
dan jumlah penduduk 25.125 jiwa. Nama Maguwoharjo diambil dari nama
lapangan terbang yang ada di wilayah ini yakni lapangan terbang Meguwo,
yang sekarang lebih dikenal dengan Bandar Udara Adisucipto. Selain Bandar
Udara Adisucipto, beberapa obyek vital yang terdapat di wilayah ini
diantaranya adalah: Kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan
Stadion Internasional Sleman.
63
Pada mulanya Desa Maguwoharjo merupakan wilayah yang terdiri dari 5
(lima) Kelurahan dan 2 (dua) kampung, masing-masing adalah: Kelurahan
Kembang, Kelurahan Nayan, Kelurahan Tajem, Kelurahan Paingan,
Kelurahan Padasan, Kampung Pengawatrejo, Kampung Blimbingsari.
Berdasarkan maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang
diterbitkan tahun 1946 mengenai Pemerintahan Kelurahan, maka 5 (lima)
Kelurahan dan 2 (dua) kampung tersebut kemudian digabung menjadi 1 Desa
yang otonom dengan nama Desa Maguwoharjo. Secara resmi Desa
Maguwoharjo ditetapkan berdasarkan Maklumat Nomor 5 Tahun 1948 tentang
Perubahan Daerah-Daerah Kelurahan.
Caturtunggal adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Depok,
kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Desa
Caturtunggal terletak pada posisi 7º46’48” LS, dan 110º23’45” BT, dengan
luas wilayah 11.070.000 M² dan didiami oleh 57.228 jiwa. Pada mulanya Desa
Caturtunggal merupakan wilayah yang terdiri dari 5 (lima) kelurahan, yaitu
Kelurahan Karangwuni, Kelurahan Mrican, Kelurahan Demangan, Kelurahan
Ambarukmo, dan Kelurahan Kledokan. Berdasarkan Maklumat Pemerintah
Daerah Istimewa Yogyakarta yang diterbitkan tahun 1946 mengenai
Pemerintahan Kelurahan, maka lima kelurahan tersebut kemudian digabung
menjadi satu desa yang otonom dengan nama Desa Caturtunggal yang secara
resmi ditetapkan berdasarkan Maklumat Nomor 5 Tahun 1948 tentang
Perubahan Daerah-daerah Kelurahan. Sebagai daerah dengan PTN terbanyak,
64
maka daerah ini hampir seperempatnya dihuni oleh mahasiswa. Banyak
terdapat lokasi indekos dan penginapan.
Condongcatur merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Depok. Kelurahan Condongcatur terdiri dari 11 Padukuhan.
Mahasiswa sebagai warga pendatang yang berasal dari berbagai
Kota/Kabupaten di Indonesia, bahkan dari luar negeri, tentu saja
membutuhkan tempat tinggal sementara selama menjalani proses studi di
Kabupaten Sleman. Tempat tinggal sementara ini dikenal dengan istilah “kos-
kosan” atau rumah pemondokan. Jumlah mahasiswa yang selalu mengalami
peningkatan ini menjadi peluang usaha bagi masyarakat sekitar kampus. Salah
satu usaha yang cukup menjanjikan yaitu usaha rumah pemondokan. Namun,
di samping menimbulkan opportunities, banyaknya jumlah mahasiswa juga
menjadi threat tersendiri. Karena seperti diketahui, mahasiswa merupakan
individu dengan jiwa yang masih labil, sehingga mudah terbawa arus ekstrim
lingkungan, yang berdampak pada penyimpangan norma-norma maupun
tindak kriminalitas. Jumlah mahasiswa yang semakin meningkat, akan
menyebabkan jumlah rumah pemondokan meningkat pula. Hal ini akan
berimplikasi dengan semakin kompleksnya permasalahan yang muncul,
sehingga perlu adanya suatu kebijakan dari pemerintah daerah Sleman untuk
menemukan solusi bagi pemecahan problem tersebut.
Banyaknya rumah pemondokan yang ada disekitar perguruaan tinggi di
Kabupaten Sleman menjadi masalah yang sepertinya membutuhkan perhatian
khusus dari pemerintah Kabupaten Sleman. Rumah pemondokan yang pada
65
dasarnya sebagai tempat tinggal sementara bagi para pelajar dalam menuntut
ilmu, menjadi disfungsional manakala keberadaan rumah pemondokan
tersebut justru membuat pola perilaku para pelajar menyimpang dari yang
seharusnya dilakukan. Pola perilaku yang menyimpang ini salah satunya
disebabkan karena keberadaan rumah pemondokan yang kurang memiliki
aturan, sehingga banyak para pelajar bertindak tidak sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat. Keadaan seperti ini menyeret pemerintah untuk
ikut campur dalam penanganan masalah rumah pemondokan yang
keberadaannya merisaukan karena minimnya aturan, sehingga membuat pola
perilaku para pelajar menyimpang dari norma yang ada.
Permasalahan seperti ini harus segera ditindaklanjuti, mengingat image
Kabupaten Sleman itu sendiri ialah sebagai daerah perguruan tinggi, maka
akan sangat memalukan jika banyak para pemuda khususnya mahasiswa /
pelajar yang tinggal di rumah-rumah pemondokan memilki perilaku yang
tidak baik, walaupun pada dasarnya para pelajar tersebut bukan domisili asli
Sleman, namun tetap saja nama kabupaten Sleman yang akan disangkut
pautkan. Oleh karenanya, azas pemerintahan mengenai desentralisasi sangat
membantu pemerintah daerah untuk dapat menindaklanjuti akan permasalahan
rumah pemondokan yang berada di sekitar perguruan tinggi di Kabupaten
Sleman ini. Melalui desentralisasi, pemerintah Kabupaten Sleman telah
membuat peraturan daerah mengenai rumah-rumah pemondokan yang
didirikan oleh masyarakat di sekitar lembaga perguruan tinggi, yakni
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pemondokan. Peraturan ini di
66
buat berdasar hasil rapat akan Rancangan Peraturan Daerah yang akhirnya
diputuskan menjadi Perda.
Pembuatan Perda akan rumah pemondokan tersebut berawal dari semakin
banyaknya rumah pemondokan disekitar lembaga perguruan tinggi yang
notabene tidak memilki izin khusus untuk mendirikan rumah pemondokan,
sehingga dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini masih banyak rumah
pemondokan yang dinyatakan Ilegal.
B. Pelaksanaan Izin Usaha Pemondokan
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pemondokan
dengan taat dan benar dapat menciptakan ketertiban, keamanan dan
kesejahteraan bagi pelaku usaha. Terwujudnya ketertiban, keamanan dan
kesejahteraan merupakan tujuan dari terbitkannya Peraturan Daerah Nomor 9
Tahun 2007 tentang Pemondokan di Kabupaten Sleman.
Menurut Ibu Swasti awal terbentukan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun
2007 dikarenakan banyak Perguruan Tinggi swasta dan negeri posisinya
berada di Kabupaten Sleman, dengan berdirinya perguruan tinggi itu yang
akan ditimbulkan banyak, baik dari segi kependudukan, warga yang ber-KTP
luar. Pelajar dan mahasiswa yang menimba ilmu di Kabupaten Sleman,
mereka membutuhkan hunian berupa pemondokan atau kost-kostan dan harus
didata dan hunian mereka tempati hanya untuk jangka waktu sementara.
Banyak sekali rumah-rumah yang tidak hanya untuk rumah tinggal, tetapi
67
mereka akan menerima orang lain untuk masuk disitu dengan membayar atau
dipungut biaya, dalam hal itu sudah bisa disebut sebagai usaha.81
Pemondokan di Kabupaten Sleman harus diatur karena dalam
pemondokan atau kost-kostan kebanyakan mahasiswa, mereka kesini untuk
belajar dan menuntut ilmu sedangkan banyak pelaku usaha mendirikan
pemondokan tidak ada induk Semanya atau penanggung jawab.
Diperlukankannya induk sema atau penanggung jawab pemondokan disini
untuk menjaga, mendidik. Pemondokan harus ada tata tertib dan izin,
timbulnya pemondokan akan menimbulkan masalah sosial.
Perlu diketahui tujuan utama dari perumusan Peraturan Daerah Nomor 9
Tahun 2007 tentang Pemondokan tersebut adalah untuk mewujudkan
keamanan, ketertiban, dan kenyamanan di lingkungan tempat tinggal
sementara mahasiswa. Secara konkrit, tujuan tersebut dituangkan dalam Pasal
4 yang menyatakan bahwa tujuan pengaturan pemondokan sebagai berikut:
1. Mengatasi permasalahan sosial yang timbul karena interaksi sosial antar
kultur;
2. Melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat;
3. Penataan dan pengendalian kependudukan;
4. Menjaga ketenteraman dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat;
81 Hasil wawancara dengan Ibu Swasti, Sub.Bag Peraturan Perundang-undangan Bagian
Hukum Kantor Bupati Sleman, Tanggal 4 September 2013.
68
5. Menjamin tercapainya tujuan pendatang dalam menuntut ilmu/pendidikan
dan atau mencari nafkah/pekerjaan.
Tujuan dari perda ini sangat positif yaitu untuk mewujudkan keamanan,
ketertiban, dan kenyamanan bagi mahasiswa yang menghuni rumah
pemondokan serta bagi masyarakat yang ada di lingkungan rumah
pemondokan. Di samping itu, tujuan khusus bagi mahasiswa sendiri supaya
mahasiswa dapat menuntut ilmu dengan optimal, sehingga tidak
mengecewakan orang tua. Mahasiswa dapat terselamatkan dalam arus
lingkungan yang bebas, karena rumah pemondokan yang dihuni memiliki tata
tertib mengenai hal tersebut, juga ada pengawasan langsung dari induk
semang.
Peraturan yang telah dirumuskan di dalam Perda tersebut tentu saja
berorientasi pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, sehingga
keberadaan dari Perda dapat dirasakan manfaat yang real. Peraturan Daerah
Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pemondokan ini memiliki beberapa aktor
terkait, yaitu: Kepala Daerah Kabupaten Sleman, DPRD Kabupaten Sleman,
Dinas Perizinan, pengelola, dan pemondok. Peraturan di dalam Perda ini
berpusat pada aktor-aktor tersebut.
Usaha pemondokan izinnya tanpa dipungut biaya dari segi izin
operasionalnya. Namun sebelum mengurus izin pemondokan terlebih dahulu
pelaku usaha pemondokan harus mengurus Izin Mendirikan Bangunan dan
Izin Usaha (HO). Pasal 7 Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang
Pemondokan menyatakan bahwa:
69
(1) Setiap orang atau beberapa orang atau badan yang memiliki pemondokan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wajib memiliki izin
penyelenggaraan pemondokan.
(2) Izin penyelenggaraan pemondokan diberikan oleh Bupati atau pejabat
yang ditunjuk.
Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang
Pemondokan menyatakan bahwa: Izin penyelenggaraan pemondokan berlaku
selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Lebih tegas lagi diatur dalam
Pasal 9 bahwa apabila terdapat perubahan pemanfaatan pemondokan,
perubahan pemilik, dan perubahan jumlah kamar, maka pemilik izin
penyelenggaraan pemondokan wajib mengajukan permohonan izin baru.
Mengenai tata cara dan persyaratan izin pemondokan, Pasal 10 Peraturan
Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pemondokan menentukan sebagai
berikut:
(1) Permohonan izin penyelenggaraan pemondokan disampaikan kepada
Bupati secara tertulis dengan mengisi formulir yang telah disediakan.
(2) Permohonan izin penyelenggaraan pemondokan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilampiri persyaratan sebagai berikut:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk penanggung jawab pemondokan;
b. bukti kepemilikan/penguasaan tanah dan bangunan;
c. bukti pemenuhan perizinan pendirian pemondokan.
70
(3) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya
surat permohonan izin secara lengkap dan benar, Bupati wajib
menerbitkan izin penyelenggaraan pemondokan.
Meskipun telah diatur secera jelas dan tegas, namun keberadaan Peraturan
Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pemondokan di Kabupaten Sleman
hingga kini belum bertaji. Padahal, perda itu telah berlaku sejak tahun 2007
lalu. Indikasi kurang optimalnya Perda itu adalah minimnya pemilik rumah
kost yang mengurus izin usaha (HO).
Data dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengurusan izin usaha
pemondokan belum maksimal. Ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan
Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pemondokan menyatakan: Pemondokan
yang dimaksud dalam Peraturan Daerah ini adalah:
a. bangunan dalam bentuk kamar yang terdiri dari dua atau lebih yang
disediakan untuk dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal
sementara dengan dipungut atau tidak dipungut bayaran;
b. bangunan rumah yang dua kamar atau lebih disediakan untuk
dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal sementara dengan
dipungut atau tidak dipungut bayaran;
c. dua atau lebih bangunan rumah yang berada dalam satu lokasi yang
dimiliki atau dikuasai oleh satu orang atau badan yang disediakan dan
dimanfaatkan orang lain sebagai tempat tinggal sementara dengan
dipungut atau tidak dipungut bayaran.
71
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut dapat diketahui bahwa, bangunan
yang terdiri dari 2 kamar atau lebih yang dimanfaatkan oleh orang lain /
disewakan, maka wajib mengurus izin usaha pemondokan. Di dalam
kenyataannya, masih banyak pemondokan di Desa Caturtunggal dan Desa
Maguwoharjo yang tidak mengurus izin usaha pemondokan. Lebih khusus lagi
di Desa Caturtunggal, aparat Pemerintah Desa Caturtunggal hanya mendata
bangunan yang terdiri dari 9 (sembilan) kamar atau lebih yang dianggap
sebagai pemondokan.
Bapak Hoho yang memiliki pemondokan di Kecamatan Depok
menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan izin penyelenggaraan pemondokan
yang dia jalankan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007
karena dia berpendapat selama ini kurang adanya sosialisasi dari pemerintahan
mengenai Perda tersebut dan selama ini dia tidak mengurus tentang
penyelenggaraan izinnya.82 Izin Penyelenggaran pemondokan selama ini
hanya dilihat dari pemilik pemondokan yang mempunyai izin usaha (HO) dan
izin IMB. Bapak Taufik selaku pemilik pemondokan menjelaskan bahwa dia
menggunakan izin penyelenggaraan pemondokan dengan mengurus izin usaha
(HO) dan izin IMB. Sehingga pemondokannya sudah dianggap memiliki izin
penyelenggaraan pemondokan.83
82 Hasil Wawancara dengan Bapak Hoho, Pemiliik Pemondokan, pada tanggal 6 September
2013.
83 Hasil wawancara dengan Bapak Taufik, Pemilik Pemondokan, pada tanggal 8 September
2013.
72
Ibu Swasti menyatakan, dia sendiri tidak tahu alasan pemilik rumah
pemondokan hingga tidak mengurus izin. Padahal, aturan pengurusan usaha
pemondokan tersebut telah diatur resmi dalam Peraturan Daerah. Ini
menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat tertib aturan masih minim.
Menurut Ibu Swasti, dari sekian banyak titik-titik rumah pemondokan atau
rumah kos, hanya ada beberapa kawasan yang mengajukan izin, yakni yang
berada di kawasan Universitas Sanatha Dharma Paingan Maguwoharjo, dan
beberapa kawasan di Caturtunggal seperti di kawasan Universitas Negeri
Yogyakarta, kawasan Universitas Atmajaya Yogyakarta baik yang berada di
Demangan maupun Babarsari, serta kawasan Universitas Pembangunan
Veteran di Babarsari. Di Kecamatan Depok khususnya di Desa Maguwoharjo,
Desa Condongcatur dan Desa Caturtunggal sebenarnya masih banyak kawasan
lain yang menjadi sentra rumah pemondokan / kos, akan tetapi sama sekali
belum mengurus izin usahanya.84
Minimnya masyarakat kurang memahami isi Perda ini karena kurangnya
sosialisasi mengenai Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang
Pemondokan oleh Pemerintah Daerah di Daerah Kelurahan Maguwoharjo,
Caturtunggal dan Condongcatur.
Dari pihak Pemerintah Kabupaten Sleman sendiri belum memiliki
rencana jemput bola agar semua rumah pemondokan berizin, karena sistem
perizinan sendiri adalah melayani pengajuan yang masuk. Tanpa ada
84 Ibid.
73
pengajuan, maka izin tidak bisa diterbitkan. Pemerintah Kabupaten Sleman
hanya mengimbau agar masyarakat lebih tertib aturan. Salah satunya
melengkapi dokumen-dokumen usaha, termasuk usaha pemondokan.
Selain hal-hal tersebut, ada beberapa hal yang timbul dalam pelaksanaan
izin usaha pemondokan di Kabupaten Sleman, yaitu:
1. Masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui secara pasti
mengenai mekanisme dan pentingnya izin usaha pemondokan.
2. Belum optimalnya pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007
tentang Pemondokan.
3. Masih kurangnya sarana dan prasarana dalam pelaksanaan program kerja
dinas dalam hal permohonan izin pemondokan karena belum ada instansi
yang ditunjuk secara khusus untuk menangani masalah pemondokan.
C. Penegakan Hukum Terhadap Izin Usaha Pemondokan
Dikarenakan belum ada instansi yag ditunjuk dalam penanganan masalah
izin penyelenggaraan pemondokan, maka penegakan hukumnya juga belum
maksimal. Berdasarkan hasil penelitian, rencananya izin penyelenggaraan
pemondokan nanti akan sampai ditingkat Kecamatan dan Kecamatan yang
akan memantau atau melayani masalah izin penyelenggaraan pemondokan,
ditingkat pusat belum ditentukan oleh pemerintah Daerah. Hal ini membuat
pendataan jumlah pemondokan baik yang memiliki izin penyelenggaraan atau
tidak memiliki izin penyelenggaran tidak terdata secara luas dan hanya terdata
melalui tingkat Kecamatan. Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun
2007 selama ini hanya Dinas Satpol PP yang melaksanakan Peraturan itu
74
dalam hal kaitannya dengan penegakan hukum saja. Saat ini mengenai izin
penyelenggaraan pemondokan belum ada instansi yang mengelola atau
mengampu masalah izin penyelenggaraan pemondokan. Satpol PP hanya
melakukan penegakan hukum dan masalah sosial, dalam waktu dekat ini
masalah izin penyelenggaraan pemondokan dalam hal ini SKPD akan
diserahkan ketingkat Kecamatan di Tahun 2014 tetapi tanggal atau waktunya
belum ditentukan.
Tabel Jumlah Pemondokan di Kecamatan Depok
Desa
Caturtunggal
Desa
Condongcatur
Desa
Maguwoharjo
Jumlah
Berizin 400 330 250 980
Tidak
Berizin
550 475 400 1425
950 905 650 2505
Bapak Sunarto menjelaskan bahwa, prinsipnya penindakan usaha
pemondokan tidak berizin usaha sama dengan penindakan pelanggaran Perda
lainnya. Kurangnya personil Satuan Polisi Pamong Praja membuat penegakan
hukum terhadap Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang pemondokan
di Kabupaten Sleman hanya terbatas, tidak seluruhnya pemondokan di
Kabupaten Sleman dapat ditegakkan. Hanya saja hingga sekarang pihaknya
75
belum memutuskan untuk melakukan operasi terhadap rumah pemondokan.
Sebenarnya Pemerintah Kabupaten Sleman telah mengajukan data rumah-
rumah pemondokan untuk kepastian dokumen izinnya, tetapi hingga saat ini
belum ada jawaban dari Dinas Perizinan. Berdasarkan data tahun 2012,
pelanggaran izin usaha pemondokan hanya mencapai 16 penindakan. Sedang
di tahun 2013, hingga bulan Oktober tidak lebih dari 5 penindakan.85
Kurangnya personil Satuan Polisi Pamong Praja membuat penegakan
hukum terhadap Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang pemondokan
di Kabupaten Sleman hanya terbatas, tidak seluruhnya pemondokan di
Kabupaten Sleman dapat ditegakkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum izin usaha
pemondokan yang terjadi di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman antara lain:
1. Faktor perundang-undangan
Meskipun telah dibentuk Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang
Pemondokan, namun dalam Perda tersebut belum menunjuk instansi yang
berwenang dan belum ada peraturan pelaksanaan dari Perda tersebut.
2. Faktor Penegak Hukum
Aparat penegak hukum di Kabupaten Sleman khususnya di Kecamatan
Depok masih kurang tegas dalam hal penindakan terhadap perizinan usaha
pemondokan.
85 Hasil wawancara dengan Bapak Sunarto, Kepala Bidang Penegakan Peraturan Perundang-
undangan, Kantor dinas Satpol PP, tanggal 25 Oktober 2013.
76
3. Faktor Masyarakat
Kesadaran masyarakat untuk mengurus perizinan usaha untuk kegiatan
pemondokan masih rendah.
4. Faktor kebudayaan
Budaya yang berkembang di Kabupaten Sleman pada khususnya
menyebabkan penegakan hukum perizinan usaha pemondokan masih
kurang tegas. Budaya suap agar permasalahan pengurusan perizinan masih
terasa kental, pada satu sisi masyarakat malas untuk mengurus izin,
sehingga menggunakan jalan pintas yaiu dengan jalam suap, di sisi yang
lain aparat penegak hukumnya juga mau menerima suap dari masyarakat.
Apabila melihat dalam kebijakan yang diambil pemerintah Kabupaten
Sleman berupa Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pemondokan,
dalam keadaan sebenarnya setelah diadakan penelitian ke lapangan, tidak ada
perubahan yang signifikan atas adanya peraturan tersebut. Rumah-rumah
pemondokan (kostan dan kontrakan) yang banyak menjamur di daerah
kampus / universitas di Kabupaten Sleman masih sebagian kecil saja yang
memiliki izin. Fakta yang dilihat, outcome dari kebijakan dimana diharapkan
memberi perubahan, tidak membuahkan hasil yang maksimal. Bahkan
persepsi masyarakat mengatakan, ada atau tidak adanya peraturan perizinan
tersebut tidak berpengaruh pada pola perilaku para penghuni kosan.
Pada pemondokan yang sudah berizin pun, tidak menerapkan secara
sebenar-benarnya peraturan pemerintah tersebut, misalnya tentang memasang
atau menempelkan tata tertib pemondok dan statement merupaka maupun
77
tamu dan membatasi penerimaan tamu pada malam hari sampai dengan pukul
22.00 WIB. Sebagian kecil saja yang melaksanakan hal demikian.
Bardasarkan hasil penelitian ada pemondokan yang memang sangat
membatasi jam malam yaitu sampai jam 22.00 WIB, tetapi banyak pula yang
lebih dari jam tersebut bahkan tidak ada sama sekali jam atau batasan tamu
untuk bertamu dikosan atau kontrakan yang dimaksud. Ini memberikan
gambaran bahwasanya outcome tidak sesuai dengan apa yang diharapkan,
dimana seharusnya sebuah tujuan dari kebijakan tersebut seharusnya mampu
mengatur polah perilaku hidup bermasyarakat di lingkungan rumah
pemondokan bagi siapa pun tak terkecuali yang menggunakan jasa rumah
pemondokan tersebut.
Kebijakan pada hakekatnya adalah suatu bentuk penyikapan tertentu yang
sekali dinyatakan akan mempengaruhi keberhasilan keputusan-keputusan yang
akan dibuat. Keputusan dan kebijakan merupakan sesuatu yang berbeda.
Karena pada dasarnya kebijakan terdiri dari serangkaian keputusan-keputusan
yang saling terkait satu dan lainnya. Dalam pengambilan keputusan suatu
kebijakan terdapat beberapa model yang dapat digunakan si pengambil
keputusan untuk memutuskan. Pengambilan keputusan yang dilaukkan oleh
Pemkab Sleman adalah proses pengambilan keputusan secara rasional,
terdiri dari tindakan yang didasarkan pada rasio individu sebagai berikut :
i. Menentukan sebuah tujuan untuk memecahkan sebuah masalah
ii. Seluruh alternatif strategi untuk mencapai tujuan itu dieksplorasi dan
didaftar
78
iii. Segala konsekuensi yang signifikan untuk setiap alternatif diperkirakan
dan kemungkinan munculnya setiap konsekuensi diperhitungkan
iv. Terakhir, strategi yang paling dekat dengan pemecahan masalah dan
dengan biaya paling rendah dipilih berdasarkan kalkulasi tersebut.
Pada penelitian ini, yang merupakan identifikasi mana yang termasuk ke
dalam keputusan kebijakan yaitu tersusunnya suatu aturan pasal-pasal di
dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007. Seperti diketahui bersama,
sekarang ini sering sekali para pimpinan organisasi atau para pengambil
kebijakan di tiap-tiap daerah dalam mengambil keputusan suatu kebijakan
publik kurang memperhatikan masalah, kebutuhan dan aspirasi yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga pada akhirnya setelah keputusan
kebijakan publik dibuat, masalah-masalah yang sedang dihadapi dan
kebutuhan yang diharapkan oleh masyarakat belum terselesaikan dengan baik
dan hal ini cukup tercermin dari keputusan kebijikan rumah pemondokan yang
pada kenyataannya belum bisa maksimal mengatur mengenai rumah
pemondokan ini.
Kebijakan pemerintah Kabupaten Sleman untuk mengatur Rumah
Pemondokan ini merupakan langkah yang bagus dimana dalam prosesnya
bahkan tercetusnya kebijakan ini adalah dari masyarakat sendiri yang sangat
dilibatkan dalam perumusannya. Tuntutan, pernyataan dan keputusan yang
sangat baik terlampir dalam Perda tentang rumah pemondokan ini, namun
yang perlu diperhatikan dan perlu dievaluasi oleh pemerintah Kabupaten
Sleman adalah outcome yang diharapkan sesuatu yang memberi perubahan
79
dari ketika peraturan itu belum ada hingga saat sudah di tetapkan sebuah
peraturan mampu memberikan perubahan kearah yang lebih baik, tidak
terlaksana secara maksimal dengan melihat fakta-fakta di lingkungan rumah
pemondokan itu sendiri.
Pemberlakuan Peraturan Daerah yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten
Sleman tentang Pemondokan ternyata tidak banyak dipatuhi oleh kalangan
yang menjadikan rumahnya sebagai tempat kost. Karena faktanya saat ini di
Kecamatan Depok Sleman sendiri terdata sedikitnya ada 2.500 unit rumah
yang menjadi rumah pemondokan tetapi yang mengantongi ijin hanya sekitar
900 rumah. Pendataan yang dilakukan ketika tahun 2012 lalu yang hingga saat
ini jumlah pemilik rumah kost yang mengajukan izin masih belum
menunjukkan pertambahan. Sebagian besar, rumah kost yang berpusat di
sekitar wilayah Kampus UAJY, UPN atau USD masih jarang sekali yang bisa
menunjukan surat ijin membuka usaha rumah pemondokan. Sesuai dengan
yang tercantum dalam Peraturan Daerah Tentang Rumah Pemondokan,
pemilik rumah kost harus mengajukan izin atas usahanya itu kepada Dinas
Perizinan Pemerintah kabupaten Sleman. Dimana tindakan tersebut bertujuan
untuk menertibkan lingkungan sosial rumah kost dengan masyarakat di
sekitarnya.
Peraturan Daerah tentang rumah pemondokan ini diwajibkan pada semua
pemilik rumah pemondokan atau rumah kos di Sleman untuk melengkapi
usaha membuka rumah pemondokan dengan izin, membuka rumah kost
khususnya. Adapun ijin usaha rumah pemondokan ini berlaku selama rumah
80
tersebut masih difungsikan oleh pemiliknya sebagai rumah pemondokan dan
akan dilakukan pendaftaran ulang setiap lima tahun sekali. mensyaratkan
pengetatan izin usaha rumah pemondokan khususnya tempat kos atau rumah
kost ini, bertujuan untuk menciptakan keamanan, ketertiban, dan
kententraman baik pengelola, anak kost, dan lingkungan sekitar. Dengan
adanya peraturan daerah tentang rumah kost ini paling tidak bisa
meminimalisir dampak negatif dari rumah kost. Selain untuk memudahkan
inventarisasi pendataan rumah kos di Sleman.
81
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam pembahasan, maka penulis dapat memberikan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan izin penyelenggaraan pemondokan menurut Perda No. 9
Tahun 2007 di Kabupaten Sleman telah diatur secara jelas dan tegas,
namun keberadaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang
Pemondokan di Kabupaten Sleman hingga kini belum berjalan maksimal
karena minimnya pemilik rumah kost yang mengurus izin
penyelenggaraan pemondokan. Disamping hal tersebut hingga saat ini
belum ada instansi yang ditunjuk untuk mengurus masalah izin
penyelenggaraan pemondokan serta kurangnya sosialisasi mengenai
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 tentang pemondokan
dimasyarakat. Hal ini membuat masyarakat bingung dalam melaksanakan
izin penyelenggaraan pemondokan.
2. Penegakan hukum Perda Nomor 9 Tahun 2007 tentang pemondokan di
Kabupaten Sleman, dikarenakan belum ada instansi yang ditunjuk dalam
penanganan masalah pemondokan, maka penegakan hukumnya juga
belum maksimal. Selama ini Satpol PP hanya melakukan penegakan
hukum agar pemilik rumah pemondokan mengurus izin usahanya (HO)
saja bagi yang belum mengurus izin usaha. Kurang sosialisasi Pemerintah
82
membuat pemilik pemondokan tidak mengetahui apa kewajiban yang
harus dilaksanakan dalam penyelenggraan pemondokan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka penulis dapat
memberikan saran sebagai berikut:
Pemerintahan diharapkan mampu meningkatkan kinerjanya dalam hal
penyelenggaran pemondokan. Pemerintah segera menunjuk instansi
yang ditunjuk untuk melaksanakan penyelenggaraan pemondokan
terutama ditingkat Kabupaten agar dapat terdata secara lebih jelas
jumlah pemondokan yang ada di Kabupaten Sleman baik yang
mempunyai izin penyelenggaraan pemondokan maupun yang tidak
memiliki izin penyelenggaraan pemondokan.
Masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui secara pasti
mengenai mekanisme dan pentingnya izin usaha (HO), maka
Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman perlu melakukan sosialisasi
mengenai izin usaha, khususnya Perda No. 9 Tahun 2007 tentang
pemondokan. Di samping hal tersebut, perlu ditingkatkan sarana dan
prasarana guna menunjang permohonan izin pemondokan.
Kantor Satuan Polisi Pamong Praja harus menegakan hukum bagi
pelanggar perda No. 9 Tahun 2007 tentang pemondokan secara
menyeluruh di Kabupaten Sleman terutama di Kecamatan Depok yang
menjadi titik pusat keramaian di Kabupaten Sleman.
83
DAFTAR PUSTAKA
A. LITERATUR/BUKU:
Ateng Syafrudin, Perizinan Untuk Berbagai Kegiatan, makalah tidak
dipublikasikan, 1990.
Bagir Manan, Bentuk-Bentuk Perbuatan Keperdataan Yang Dapat Dilakukan
Oleh Pemerintah Daerah, Universitas Padjajaran, Bandung, 1995.
Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak
Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Makalah
tidak dipublikasikan, Jakarta, 1995.
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Fakultas Hukum UII
Press,Yogyakarta, 2003.
Drs.C.S.T.Kansil,SH, Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah,cetakan
ketiga,aksara baru, Jakarta, 1985.
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintah dan Otonomi Daerah, Grasindo,
Jakarta, 2005.
Markus Lukman, Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan Dalam Bidang
Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah Serta
Dampaknya Terhadap Pembangunan Materi Hukum Tertulis Nasional,
disertasi, Universitas, Padjajaran, Bandung, !996.
84
Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1981.
Prins dan Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara,
Pradnya Pramita, Jakarta, 1993.
Prof.Dr.Baharuddin Lopa,S.H, Permasalahan Pembinaan dan Penegakkan
Hukum Di Indonesia,cetakan pertama, PT Bulan Bintang, Jakarta,1987.
Prof.Dr.Soerjono Soekanto,S.H.,M.A,Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penegakkan Hukum,PT RajaGrafindo Persada,Jakarta,1983.
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, cetakan keenam, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2011.
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar
Baru, Bandung.
Siswanto Sunarso, Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2005.
Soehardjo, Hukum Administrasi Negara Pokok-Pokok Pengertian Serta
Perkembangannya di Indonesia, BPUD, Semarang, 1991.
Soehino, Asas-Asas Hukum Tata Pemerintahan, Liberty, Yogyakarta, 1984
Spelt dan Ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M.
Hadjon, Yuridika, Surabaya, 1993.
85
Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya,
1988.
B. JURNAL/MAKALAH
Nurwigati, Peningkatan Peranan Peraturan Perizinan Sebagai Instrumen
Pemerintah, diskusi akademik dosen Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah, Yogyakarta, 2004.
Sjachran Basah, Perizinan di Indonesia, Makalah Untuk Penataran Hukum
Administrasi dan Lingkungan, Unair, Surabaya, 1992.
Sjachran Basah, Sistem Perizinan Sebagai Instrumen Pengendalian Lingkungan,
Makalah pada Seminar Lingkungan Hidup, Jakarta, 1997.
C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :
Peraturan daerah nomor 9 tahun 2007 tentang Pemondokan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
D. WAWANCARA
Waawancara dengan Ibu Swasti, Sub.Bag Peraturan Perundang-
undangan Bagian Hukum Kantor Bupati Sleman Tanggal 4
Septembaer 2013.
Wawancara dengan Bapak Sunarto, Kepala Bidang Penegakan
Peraturan Perundang-Undangan Kantor Dinas Satpol PP
Tanggal 25 Oktober 2013.
86
Wawancara dengan Bapak Hoho, pemilik pemondokan pada tanggal 6
September 2013.
Wawancara dengan Bapak Taufik, Pemilik pemondokan pada tanggal
8 September 2013.
PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT
PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007 DI KABUPATEN
SLEMAN
Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing Tugas Akhir untuk
Diajukan ke Depan Tim Penguji dalam Ujian Tugas Akhir / Pendadaran
Pada Tanggal 14 April 2014
Yogyakarta, 14 April 2014
Dosen Pembimbing Tugas Akhir
(Zairin Harahap, SH., M.Si)
NIK : 884100101
PELAKSANAAN IZIN USAHA PEMONDOKAN MENURUT
PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2007 DI KABUPATEN
SLEMAN
Telah Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji dalam Ujian Tugas Akhir /
Pendadaran
Pada Tanggal 14 April 2014 dan dinyatakan LULUS
Yogyakarta, 14 April 2014
Tim Penguji Tanda Tangan
1. Ketua : Zairin Harahap, SH., M.Si _______________
2. Anggota : Moh. Hasyim, SH., M.Hum _______________
3. Anggota : Ridwan, SH., M.Hum _______________
Mengetahui:
Universitas Islam Indonesia
Fakultas Hukum
Dekan
Dr. H. Rusli Muhammad, SH., MH.
NIP. 195406121984031001
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan sekalian alam yang Maha Agung,
sholawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah SAW serta seluruh
keluarganya, sahabat serta pengikutnya sampai akhir zaman. Penulis bersyukur
kepada Illahi Rabbi yang telah memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada
penulis sehingga tugas akhir yang berjudul Pelaksanaan izin usaha pemondokan
menurut Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2007 di Kabupaten Sleman
Dinyatakan Pailit dapat terselesaikan.
Penulis merasakan sekali pertolongan Allah SWT dan curahan cinta
Rasulullah selama proses pengerjaan skripsi. Selain itu, meskipun dalam proses
pengerjaannya menemui banyak hambatan, namun hal tersebut tidak begitu berarti
karena berkat bantuan beliau dosen pembimbing yang dengan sangat sabar
meluangkan waktu membimbing dari awal pemilihan judul sampai
terselesaikannya penulisan skripsi ini.
Melalui skripsi ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah memberikan bantuan materiil, moril maupun spirituil,
serta langsung maupun tidak langsung. Oleh kerena itu, pada kesempatan ini,
penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Dr. H. Rusli Muhammad, SH., MH. Selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia.
ix
2. Zairin Harahap, SH., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulisan
skripsi ini hingga dapat terselesaikan.
3. Seluruh Dosen Beserta Staf Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
4. Ayahanda Drs. Dudung Heryadi ,M.M, Ibunda Fr Rosilawati, serta kakakku
Dida Paramitha, Adikku Devia Herinawati dan saudara-saudaraku yang ada di
Yogyakarta maupun di Bandung. Terimakasih atas motivasi yang kalian
berikan
5. Sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu bersama dalam suka dan duka,
Zakki, Wahyu, Danang, Hanggoro, Ivan, Angga. Terima kasih atas
dukungannya.
6. Rekan-rekan KKN Rizky, Fandy, Rais, Viki, galih, Ratih, Dewi, Aninda.
Senang dapat mengenal kalian selama KKN dan terimakasih atas
kerjasamanya selama ini. Tak lupa mohon maaf jika selama menjalani KKN
terdapat salah dan khilaf.
7. Teman-temanku semasa kuliah di FH UII, senang dapat mengenal kalian dan
terimakasih atas kerjasama serta bantuannya selama ini.
8. Tak lupa pula, terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini, yang
tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan
dalam skripsi ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan untuk menyempurnakan skripsi ini. Harapan penulis skripsi ini
x
dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Semoga ridla Allah SWT senatiasa
menyertai kita, Amien.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Yogyakarta 14 April 2014
Ari Subagja