Pedoman Praktikum Klimatologi Tropika (Gfm223)

29
PEDOMAN PRAKTIKUM KLIMATOLOGI TROPIKA (GFM 223) Penyusun: Dr. Akhmad Faqih Syamsu Dwi Jadmiko, S.Si Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor 2012

description

penjelasan tentang klimatologi tropika beserta panduan dalam mengerjakan laporan dan penelitian mengenai klimatologi tropika dan unsur-unsur meteorologi lainnya

Transcript of Pedoman Praktikum Klimatologi Tropika (Gfm223)

  • PEDOMAN PRAKTIKUM

    KLIMATOLOGI TROPIKA (GFM 223)

    Penyusun:

    Dr. Akhmad Faqih

    Syamsu Dwi Jadmiko, S.Si

    Laboratorium Klimatologi

    Departemen Geofisika dan Meteorologi

    Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    Institut Pertanian Bogor

    2012

  • PRAKTIKUM 1

    INDEKS MONSUN

    I. Pendahuluan

    Monsun merupakan salah satu fenomena iklim regional yang di pengaruhi oleh

    pergerakan angin. Angin monsun sendiri merupakan angin yang berhembus dan

    berganti arah dua kali (memiliki pola berlawanan) dalam setahun. Angin monsun

    dicirikan dengan perubahan arah angin akibat perubahan musim. Monsun dapat

    mempengaruhi wilayah yang luas dan juga dapat dipengaruhi oleh sistem sirkulasi lain

    (Webster 1987). Wilayah Indonesia merupakan salah satu wilayah yang dipengaruhi

    fenomena monsun yaitu Monsun Asia dan Monsun Australia. Selain itu, terdapat

    beberapa jenis monsoon sesuai daerah terbentuknya seperti Monsoon Afrika (The

    African Monsoon), Monsoon India (The Indian Monsoon), dan Monsoon Pasifik (The

    Westren North Pacific Monsoon). Monsoon memiliki indeks yang disebut sebagai

    indeks monsoon. Indeks monsoon dihitung berdasarkan kecepatan angin yang berada

    pada wilayah terbentuknya monsoon. Berikut ini beberapa jenis indeks monsoon dan

    cara memperolehnya (Monsun Monitoring Page 2012).

    a. Indeks Monsoon Australia (AUSMI)

    Untuk menghitung indeks ini digunakan U850 dengan luas areal (110E-

    130E,15S-5S). Luasan daerahnya ditunjukkan Gambar dibawah ini.

    b. Indeks Monsoon Webster dan Yang (WYI)

    Untuk menghitung indeks ini digunakan U850 dengan luas areal (40E-

    110E,Ekuator-20N) dikurangi U200 dengan luas areal (40E-110E, Ekuator-

    20N). Secara singkat dapat dirumuskan: WYI:U850-U200. Luasan daerahnya

    ditunjukkan Gambar dibawah ini.

  • c. Indeks Monsun India (IMI)

    Untuk menghitung indeks ini digunakan U850 dengan luas areal (40E-80E,5N-

    15N) dikurangi U850 dengan luas areal (70E-90E, 20N-30N). Secara singkat

    dapat dirumuskan: IMI:u850(1)-U850(2). Luasan daerahnya ditunjukkan

    Gambar di bawah ini.

    d. Indeks Monsun Western North Pasific (WNPMI)

    Untuk menghitung indeks ini digunakan U850 dengan luas areal (100E-

    130E,5N-15N) dikurangi U850 dengan luas areal (110E-140E, 20N-30N).

    Secara singkat dapat dirumuskan: WNPMI:U850(1)-U850(2). Luasan daerahnya

    ditunjukkan Gambar 4 .

  • II. Metode

    1. Membuka link data angin zonal dari IRI Data Library (IRIDL) berikut:

    http://iridl.ldeo.columbia.edu/SOURCES/.NOAA/.NCEP-NCAR/.CDAS-

    1/.DAILY/.Intrinsic/.PressureLevel/.u/

    2. Melakukan seleksi data sesuai wilayah kajian dan waktu data (time period).

    a. Klik Data Selection

    b. Seleksi wilayah dan waktu kemudian Restrict Ranges dan Stop Selection.

  • 3. Hasil seleksi data dapat dilihat melalui View.

    4. Melakukan perhitungan indeks menggunakan menu Expert Mode.

    Pada bagian teks di bawah range wilayah (X Y) ditambahkan command [X

    Y]average untuk perhitungan nilai anomali dan command range wilayah

    diganti menjadi RANGE. Klik OK dan lihat kembali Gambar melalui Views

    atau data melalui Table.

  • III. Tugas

    1. Hitung indeks monsoon australia (AUSMI) berdasarkan data yang diperoleh

    dari IRI Data Library.

  • (http://iridl.ldeo.columbia.edu/SOURCES/.NOAA/.NCEP-NCAR/.CDAS-

    1/.DAILY/.Intrinsic/.PressureLevel/.u/)

    2. Bandingkan dengan data indeks monsoon australia(AUSMI) yang sudah

    ada/dihitung.

    http://iprc.soest.hawaii.edu/users/ykaji/monsoon/daily-data.html#mon

    atau

    http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/Global_Monsoons/Asian_Monsoons

    /monsoon_index.shtml

    3. Buat pembahasan mengenai AUSMI dalam 3 bulan terakhir.

    IV. Daftar Pustaka

    Webster, P. J. and S. Yang, 1992: Monsoon and ENSO: Selectively interactive systems.

    Quart. J. Roy. Meteor. Soc., 118, 877-926.

    The definition of Monsoon Indices . 2012.

    http://iprc.soest.hawaii.edu/users/ykaji/monsoon/definition.html

  • PRAKTIKUM 2

    ANALISIS QUASI-BIENNIAL OSCILLATION (QBO) MENGGUNAKAN DATA

    REANALYSIS

    I. Pendahuluan

    Menurut Glossary AMS (American Meteorological Society), Quasi-Biennial

    Oscillation atau QBO didefinisikan sebagai sebuah osilasi angin zonal di lapisan

    stratosfer di sekitar wilayah tropis yang memiliki siklus sekitar 24-30 bulan. Osilasi

    yang terjadi tersebut disebabkan adanya pergerakan menurun dari angin zonal yang

    diikuti dengan adanya perubahan arah dari angin baratan menjadi angin timuran dan

    sebaliknya. Istilah quasi-biennial digunakan untuk menjelaskan kejadian yang

    mendekati tetapi tidak tepat dua tahun.

    QBO dapat diidentifikasi dengan menggunakan data seri waktu dari observasi di

    atmosfer khususnya di sekitar ketinggian 16 hingga 50 km yang terletak di sekitar

    kawasan ekuator. Wilayah pengamatan di sekitar ekuator digunakan untuk analisis

    dikarenakan osilasi angin QBO menunjukkan fluktuasi yang kuat di wilayah tersebut.

    Akan tetapi, walaupun signal yang kuat terdapat di sekitar ekuator, pengaruh QBO

    dapat mempengaruhi kondisi stratosfer secara global. Diagram seri waktu dari

    penampang vertikal dari QBO ditunjukkan pada Gambar 1, dimana kontur warna merah

    menunjukkan nilai angin zonal positif yang mewakili angin baratan yang bergerak dari

    barat ke timur, sementara kontur warna biru menunjukkan sebaliknya (angin timuran).

    Pada gambar tersebut dapat terlihat bahwa pada periode tertentu angin baratan akan

    berada pada ketinggian yang lebih tinggi di lapisan stratosfer dan dengan seiring

    berjalannya waktu angin baratan tersebut posisinya akan semakin menurun, berada pada

    ketinggian yang lebih rendah. Ketika angin baratan bergeser turun ke ketinggian yang

    lebih rendah, angin di ketinggian di atasnya akan mangalami perubahan arah menjadi

    angin timuran. Periode osilasi pada titik ketinggian yang sama dari angin baratan

    berubah menjadi angin timuran dan kembali lagi menjadi angin baratan yaitu mencapai

    sekitar 24-30 bulan.

    Karakteristik QBO yang memodulasi komponen atmosfer seperti angin, suhu,

    gelombang ekstratropis dan sirkulasi dalam rentang meridional menunjukkan adanya

    peran penting dari QBO yang dapat mempengaruhi dan berinteraksi dengan faktor

  • pengendali iklim lainnya seperti Monsun dan El Nino-Southern Oscillation (ENSO).

    Selain itu, hasil kajian Gray dan Dunkerton (1990) menunjukkan bahwa QBO memiliki

    periode osilasi yang erat dengan osilasi lapisan ozon khususnya di dekat kawasan

    ekuator. Hal ini menjadi salah satu contoh pentingnya peran QBO dalam mempengaruhi

    distribusi dan transportasi berbagai zat kimia atmosfer, khususnya dari lintang rendah ke

    lintang tinggi.

    Gambar 1. Diagram antara waktu dan ketinggian dari data angin zonal rata-rata bulanan

    (m/s) periode tahun 1964-1990 dengan nilai siklus musiman telah

    dihilangkan (atas), dan dengan melalui perhitungan band-pass filter periode

    siklus 9 hingga 48 bulanan (bawah). (Sumber: Baldwin et al. 2001)

    II. Metodologi

    Di dalam praktikum ini akan dilakukan pengantar untuk mempelajari fenomena

    QBO, yaitu dengan i) mempelajari diagram waktu dan profil ketinggian yang

    menunjukkan pola osilasi QBO dan ii) mempelajari data seri waktu dari

    komponen atmosfer di lapisan statosfer. Data yang akan digunakan di dalam

    praktikum ini yaitu data dari NOAA NCEP-NCAR Reanalysis Products (NNRP). Tidak

    berbeda dengan praktikum sebelumnya, pada praktikum QBO ini akan digunakan

    kembali fasilitas online dari IRI Data Library (IRIDL). Portal IRI Data Library dapat

    diakses melalui dua situs, yaitu: http://iridl.ldeo.columbia.edu dan

    http://iridl.ccromseap.ipb.ac.id.

  • Berikut langkah kerja yang dilakukan untuk praktikum:

    1. Membuka link data Angin Zonal dari IRI Data Library (IRIDL) berikut:

    http://iridl.ccromseap.ipb.ac.id/SOURCES/.NOAA/.NCEP-NCAR/.CDAS-

    1/.MONTHLY/.Intrinsic/.PressureLevel/

    2. Melakukan seleksi data sesuai wilayah kajian dan ketinggan. Klik Data Selection

    3. Seleksi wilayah dan waktu kemudian Restrict Ranges dan Stop Selecting. Untuk

    analisis QBO ini, kita akan menseleksi batas wilayah di sekitar ekuator untuk

    pilihan lintang (0), sedangkan untuk bujur 1000BT, Ketinggian 50 hingga 10 Hpa.

    4. Setelah itu, Anda dapat melikhat hasil seleksi melalui link Views.

  • 5. Hasil diatas diperlukan perbaikan posisi sumbu X dan Sumbu Y. Sumbu Y diganti

    dengan ketinggian dan sumbu X waktu. Setelah itu posisi nilai ketinggian juga

    dirubah dimana ketinggian paling rendah berada di posisi bawah seperti gambar

    dibawah ini. Pilihan bentuk gambar dapat dipilih berupa color, color|contours, dan

    sebagainya.

    6. Menghitung anomali angin zonal melalui menu Expert Mode.

    7. Pada bagian teks paling bawah ditambahkan command yearly-anomalies untuk

    perhitungan nilai anomali. Klik Ok dan lihat kembali Gambar melalui Views

  • 8. Hasil diatas Perlu dilakukan perbaikan pada sumbu X dan Y seperti langkah

    sebelumnya untuk mendapatkan Gambar kontur yang benar seperti gambar dibawah

    ini.

  • 9. Mempelajari data seri waktu dari komponen atmosfer pada lapisan tertentu di

    statosfer. Langkah yang dilakukan mirip dengan langkah pada memeproleh data

    anomaly angin zonal secara spasial, hanya saja wilayah ketinggian yang dipilih

    hanya 1 ketinggian, yaitu untuk praktikum ini kita akan memilih ketinggian pada

    30HPa.

    10. Akses link data angin zonal.

    http://iridl.ccromseap.ipb.ac.id/SOURCES/.NOAA/.NCEP-NCAR/.CDAS-

    1/.MONTHLY/.Intrinsic/.PressureLevel/

    11. Melakukan seleksi data sesuai wilayah kajian dan ketinggan. Klik Data Selection

    12. Seleksi wilayah dan waktu kemudian Restrict Ranges dan Stop Selecting. Untuk

    analisis QBO ini, kita akan menseleksi batas wilayah di sekitar ekuator untuk

    pilihan lintang (0), sedangkan untuk bujur 1000BT, Ketinggian 30 Hpa.

  • 13. Setelah itu, Anda dapat melikhat hasil seleksi melalui link Views.

    14. Untuk perhitungan nilai anomali, lakukan seperti pada langkah di bagian

    sebelumnya dengan menambahkan baris yearly-anomalies pada perintah dibagian

    menu Expert Mode. Kemudian lihat hasilnya dalam menu View.

  • III. Tugas

    1. Tentukan dan bandingkan data seri waktu dari data angin zonal dan data suhu

    pada ketinggian 30 HPa pada posisi lintang berbeda yang mewakili wilayah

    ekuator (0) dan lintang pertengahan untuk belahan bumi utara (15 LU dan 30

    LU) dan belahan bumi selatan (15 LS dan 30 LS). Posisi bujur dapat dipilih

    bebas di sekitar wilayah Indonesia.

    2. Gambarkan penampang vertikal dari data angin zonal dan data suhu pada

    lokasi yang terdapat pada point 1 untuk rentang ketinggian antara 50 HPa hingga

    10 HPa, dan bandingkan.

    Data angin zonal (zonal wind) dan data suhu (temperature) dapat diakses pada

    link berikut:

    http://iridl.ccromseap.ipb.ac.id/SOURCES/.NOAA/.NCEP-NCAR/.CDAS-

    1/.MONTHLY/.Intrinsic/.PressureLevel/

    http://iridl.ccromseap.ipb.ac.id/SOURCES/.NOAA/.NCEP-NCAR/.CDAS-

    1/.MONTHLY/.Intrinsic/.PressureLevel/.temp/ (untuk akses data suhu), dan

    http://iridl.ccromseap.ipb.ac.id/SOURCES/.NOAA/.NCEP-NCAR/.CDAS-

    1/.MONTHLY/.Intrinsic/.PressureLevel/.u/ (untuk akses data angin zonal).

    IV. Daftar Pustaka

    AMS Glossary. http://amsglossary.allenpress.com/glossary/browse?s=q&p=3.

    Baldwin MP, Gray LJ, Dunkerton TJ, Hamilton K, Haynes PH, Randel WJ, Holton JR,

    Alexander MJ, Hirota I, Horinouchi T, Jones DBA, Kinnersley JS, Marquardt C,

    Sato K, Takahashi M. 2001. The Quasi-Biennial Oscillation. Reviews of

    Geophysics, 39:2. pp 179229.

    Gray LJ, Dunkerton TJ. 1990. The role of the seasonal cycle in the quasi-biennial

    oscillation of ozone. Journal of the Atmospheric Science, 47:20, pp 2429:2451.

  • PRAKTIKUM 3

    IDENTIFIKASI MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) MENGGUNAKAN

    DATA OUTGOING LONGWAVE RADIATION (OLR)

    I. Pendahuluan

    Pada tahun 1971, Roland Madden dan Paul Julian melakukan analisis selama 10

    tahun terhadap data tekanan dari pengamatan harian rawinsonde di Canton Island (2.80

    LS, 171.70BB) dan menemukan sebuah osilasi dengan periode 40-50 harian. Osilasi

    tersebut kemudian dikenal sebagai Madden Julian Oscillasi (MJO). MJO adalah

    fluktuasi antar musim (intraseasonal) atau gelombang yang terjadi di wilayah tropis.

    MJO mempengaruhi variabilitas cuaca dikawasan tropis dan menghasilkan beberapa

    variasi parameter penting dalam atmosfer dan laut seperti angin (arah dan kecepaten),

    suhu permukaan laut, keawanan, dan curah hujan (Madden & Julian 1971).

    Munculnya MJO dicirikan dengan adanya Cloud Cluster (CC) yang merupakan

    kumpulan awan dengan skala 100 Km dan bergerak ke arah timur dalam waktu 30-60

    hari. Kumpulan awan tersebut bergerak dengan kecepatan rata-rata 5 m/s melewati

    Samudra Hindia tropis dan bagian barat/tengah Samudra Pasifik (Zhang 2005). MJO

    terkait langsung dengan pembentukan kolam panas di Samudra Hindia bagian Timur

    dan Pasifik bagian barat sehingga pergerakan MJO selalu diikuti dengan konveksi awan

    cumulus. Awan konvektif ini menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi. Sebagian

    besar curah hujan di daerah tropis disebabkan oleh awan konvektif dan puncak awan

    konvektif sangatlah dingin (mengemisikan sedikit radiasi gelombang panjang/longwave

    radiation), maka fenomena MJO sangat jelas diidentifikasi dari variasi OLR (outgoing

    longwave radiation) yang di tangkap oleh sensor inframerah pada satelit ( Geerts &

    Wheeler 1998). Gambar 1 menunjukkan time-longitude section anomali Outgoing

    Longwave Radiation (OLR) pada bulan Agustus sampai Desembar 2006. Anomali

    positif OLR (lebih kering dari kondisi normal) digambarkan dengan warna kuning atau

    orange, sedangkan anomali negatif (lebih basah dari kondisi normal digambarkan

    dengan warna biru.

  • Gambar 1. Time-longitude section anomali OLR bulan Agustus sampai Desember 2006.

    (http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/ARCHIVE/).

    II. Metodologi

    Pada praktikum ini akan dilakukan pengantar untuk mempelajari fenomena MJO, yaitu

    dengan mempelajari diagram hovmoller (time-longitude) section anomali OLR

    yang menunjukkan pola osilasi MJO. Data yang akan digunakan di dalam praktikum

    ini yaitu data dari NOAA NCEP-NCAR Reanalysis Products (NNRP) berupa data

    anomali OLR 5-harian (pentad). Tidak berbeda dengan praktikum sebelumnya, pada

    praktikum MJO ini akan digunakan kembali fasilitas online dari IRI Data Library

    (IRIDL). Portal IRI Data Library dapat diakses melalui dua situs, yaitu:

    http://iridl.ldeo.columbia.edu dan http://iridl.ccromseap.ipb.ac.id.

  • Berikut langkah kerja yang dilakukan untuk praktikum:

    15. Membuka link data anomaly OLR 5-harian dari IRI Data Library (IRIDL) berikut:

    http://iridl.ldeo.columbia.edu/SOURCES/.NOAA/.NCEP/.CPC/.GLOBAL/.pentad/

    .olra/

    2. Melakukan seleksi data sesuai wilayah kajian dan waktu data (time period). Klik

    Data Selection

    3. Seleksi wilayah dan waktu kemudian Restrict Ranges dan Stop Selecting. Untuk

    analisis MJO ini, kita akan menseleksi batas wilayah di sekitar ekuator untuk

    pilihan lintang (20N to 20S), sedangkan untuk bujur dibiarkan mengelilingi bumi

    sepanjang ekuator (1.25E-1.25W)

    3. Untuk membuat diagram Hovmoller (sumbu X: longitude dan sumbu Y: time),

    maka batas rentang wilayah lintang yang sudah ditentukan sebelumnya (20N to

    20S) harus dihitung nilai rata-ratanya dengan melalui menu Expert Mode.

  • 5. Pada baris kode di menu Expert Mode, tambahkan perintah [Y]average untuk

    memberikan perintah perhitungan nilai rata-rata lintang, dan klik OK

    6. Setelah itu, Anda dapat melikhat hasil seleksi melalui link Views.

    7. Dari gambar yang ditampilkan, Anda telah menghasilkan diagram Hovmoller.

    Akan tetapi perlu dilakukan sedikit perbaikan terhadap sumbu Y dengan membalik

    nilai batas tanggal sehingga tanggal yang lebih awal berada di sumbu Y paling atas,

    sementara tanggal terbaru berada di posisi paling bawah. Setelah itu klik Redraw

    .

    2400 31 Dec 2010

    0000 16 Apr 2012

  • 8. Anda telah berhasil membuat Diagram Hovmoller untuk mempelajari dan

    propagasi MJO berdasarkan data anomaly OLR dari data 5-harian. Untuk

    memperjelas hasil gambar, Anda dapat melakukan penyesuaian warna pada label

    bar. Untuk memilih pilihan kombinasi warna, dapat dilakukan dengan memilih Edit

    plot

    9. Pilih kombinasi warna olr_anomaly untuk memperoleh gradasi warna untuk

    menampilkan anomaly OLR. Klik plot

    2400 31 Dec 2010

    0000 16 Apr 2012

    Pada bagian paling bawah,

    terdapat berbagai kombinasi

    warna yang dapat dipilih.

  • Selanjutnya akan diperoleh gambar dengan warna baru, seperti di bawah ini:

    10. Perlu diperhatikan bahwa pada kombinasi warna olr_anomaly terdapat warna

    putih ditengah. Warna putih tersebut berguna untuk menentukan batas positif dan

    negative dengan nilai yang relatif kecil, misalnya antara -10 dan 10. Pada gambar

    yang telah dihasilkan di atas posisi warna putih tidak tepat berada pada rentang

    nilai tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan sedikit modifikasi pada batas nilai

    untuk label bar, yaitu dengan membuat rentang nilainya seimbang, misalnya antara

    -75.7 hingga 75.7. Dengan membuat rentang yang sama untuk nilai positif dan

    negative, maka akan menempatkan label berwarna putih pada posisi yang seimbang

    untuk nilai positif dan negatif. Hal ini dapat dlakukan dengan memilih link more

    option, dan mengganti batas kanan (nilai positif) menjadi 75.7. Klik Redraw .

    Nilai OLR yang

    menunjukkan

    propagasi MJO

    terlihat lebih jelas

  • III. Tugas

    Tugas berikut diberikan setelah mahasiswa mendapatkan presentasi dan penjelasan

    praktikum dari asisten. Dengan menggunakan data OLR yang dapat diakses dari IRIDL

    maka:

    1. Buat diagram Hovmoller dari data anomali OLR bulan Januari 2010 sampai

    Desember 2010 pada posisi lintang berbeda yang mewakili wilayah ekuator (0)

    dan lintang pertengahan untuk belahan bumi utara (10 LU dan 20 LU) dan

    belahan bumi selatan (10 LS dan 20 LS). Posisi bujur dibuat untuk kondisi global.

    2. Dengan mencontoh informasi pada panduan praktikum sebelumnya berkaitan

    dengan langkah untuk membuat grafik pada IRI Data Library, buatlah grafik osilasi

    dari data anomaly OLR pada ketiga wilayah lintang tersebut untuk wilayah

    Indonesia (rata-ratakan lintang dan bujur wilayah Indonesia dengan menggunakan

    perintah [XY]average pada menu Expert Mode).

    3. Bahas kondisi osilasi MJO pada periode tersebut. Mengingat bahwa pada tahun

    2010 terjadi fenomena La Nina, apakah menurut Anda ada pengaruhnya terhadap

    osilasi MJO selama periode tersebut?

    IV. Daftar Pustaka

    Madden RA. Dan PR. Julian . 1971. Detection of Global-Scale Circulation Cells in the

    Tropics with a 40-50 Day period. J. Atmos. Sci. 29: 1109-1123.

    Zhang C. 2005. Madden-Julian Oscillation. Review of Geophisich. 43: 1-36.

    http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/ARCHIVE/ [18 April

    2012]

  • PRAKTIKUM 4

    MENGHITUNG INDEKS ENSO DAN KORELASINYA DENGAN KONDISI

    CURAH HUJAN DI INDONESIA

    I. Pendahuluan

    El Nino Southern Oscillation (ENSO) merupakan istilah yang digunakan untuk

    mendeskrisikan secara keseluruhan Osilasi Selatan serta peningkatan/penurunan suhu

    muka laut bila dibandingkan nilai rata-rata dalam jangka panjang (Boer 1999). Sejak

    pertengahan tahun 1970-an fenomena ENSO telah menjadi perhatian seluruh dunia. Hal

    ini karena terjadi pengaruh global dari kejadian ENSO tahun 1972/1973 dan 1982/1983

    yang menyebabkan terjadinya anomali kondisi iklim yang berkepanjangan. Daerah inti

    terjadinya fenomena ENSO adalah daerah Indo-Pasifik, yang juga merupakan daerah

    interaksi sistem monsoon planeter.

    El Nino Southern Oscillation (ENSO) dibedakan menjadi dua kejadian (El Nino

    dan La Nina) yang umumnya terjadi secara bergantian dengan osilasi selama 3-7 tahun

    sekali. El Nino merujuk pada kejadian yang menyebabkan wilayah Indonesia menjadi

    lebih kering dan dapat menyebabkan kemarau panjang sedangkan La Nina merupakan

    kejadian yang menyebabkan wilayah Indonesia umumnya mendapatkan curah hujan

    yang lebih. Indikator yang digunakan untuk mengetahui kondisi ENSO adalah Indeks

    Osilasi Selatan/Southern Oscillation Index (SOI) dan Anomali Suhu Permukaan Laut

    (ASPL) di pasifik. SIO dihitung berdasarkan perbedaan Tekanan Permukaan Laut di

    Tahiti (Pasifik Timur) dan Tekanan Permukaan Laut di Darwin (Indo-Australia).

    Anomali Suhu Permukaan Laut dihitung menggunakan data Suhu Permukaan Laut

    wilayah pasifik yang terbagi menjadi 4 region yaitu Nino 1+2 (0-100S dan 90

    0W-80

    0W),

    Nino 3 (50N-5

    0S dan 90

    0W-150

    0W), Nino 3.4 (5

    0N-5

    0S dan 120

    0W-170

    0W) dan Nino 4

    (50N-5

    0S dan 160

    0E-150

    0W) (CPC NCEP NOAA 2012). Pengaruh El Nino sangat nyata

    pada akumulasi curah hujan bulanan terutama pada beberapa tempat di wilayah

    Indonesia, yaitu di belahan bumi selatan sementara untuk wilayah di belahan bumi

    utara, pengaruhnya tidak begitu nyata. Di samping menyebabkan penurunan akumulasi

    curah hujan bulanan, El Nino juga memperpanjang durasi musim kemarau menjadi

    lebih panjang dari biasanya (Sulistya et al, 1998).

  • Gambar 1 Wilayah Monitoring Suhu Permukaan Laut di Pasifik

    (Sumber: http://www.cpc.ncep.noaa.gov/)

    II. Metodologi

    Praktikum kali ini akan dilakukan perhitungan nilai indeks SOI menggunakan

    data Tekanan Permukaan Laut Tahiti dan Darwin, menghitung time series data Suhu

    Permukaan Laut wilayah Nino 1+2, Nino 3, Nino 4 dan Nino 3.4, serta analisis korelasi

    antara Suhu Permukaan Laut dengan curah hujan Indonesia. Nilai SOI dapat dihitung

    dengan persamaan berikut:

    = 10

    Pdiff adalah perbedaan tekanan permukaan laut bulanan di Tahiti dan Darwin, Pdiff ave

    adalah rata-rata jangka panjang dari Pdiff. (Data disediakan)

    Data yang akan digunakan di dalam praktikum ini yaitu data dari NOAA NCEP-

    NCAR Reanalysis Products (NNRP) berupa data ERSST dan CRU TS2. Tidak berbeda

    dengan praktikum sebelumnya, pada praktikum ini akan digunakan kembali fasilitas

    online dari IRI Data Library (IRIDL).

  • Berikut langkah kerja yang dilakukan untuk praktikum:

    1. Membuka link data ERSST dari IRI Data Library (IRIDL) berikut: http://iridl.ldeo.columbia.edu/SOURCES/.NOAA/.NCDC/.ERSST/.version3b/.sst/

    2. Melakukan seleksi data sesuai wilayah kajian dan waktu data (time period). Klik

    Data Selection

    3. Seleksi wilayah dan waktu kemudian Restrict Ranges dan Stop Selecting. Sebagai

    contoh, kita akan menseleksi batas wilayah untuk Nino 3.4 Nino 3.4 (50N-5

    0S dan

    1200W-170

    0W). Untuk rentang waktu digunakan bulan Januari 1970 sampai Maret

    2012.

    4. Untuk membuat nilai SST diwilayah Nino 3.4, maka harus dihitung nilai rata-

    ratanya dengan melalui menu Expert Mode.

    5. Pada baris kode di menu Expert Mode, tambahkan perintah [XY]average untuk

    memberikan perintah perhitungan nilai rata-rata lintang, dan klik OK

  • 6. Setelah itu, Anda dapat melikhat hasil seleksi melalui link Views.

    7. Hasil di atas merupakan series data rata-rata SST wilayah Nino 3. Untuk melakukan

    analisis korelasi dengan data curah hujan, maka diperlukan perubahan pola data

    menjadi matrik data sesuai data curah hujan kemudian kita pilih data SST khusus

    bulan Juli setiap tahunnya. Untuk merubah dalam format tersebut dalam expert

    mode ditambahkan command T 12 splitstreamgrid dan T (Jul) VALUES sebelum

    command [X Y]average lalu klik Ok seperti gambar dibawah ini.

  • 8. Memperoleh data curah hujan CRU. Buka link data di bawah ini. http://iridl.ldeo.columbia.edu/SOURCES/.UEA/.CRU/.TS2p1/.monthly/.prcp/

    9. Seleksi wilayah dan waktu kemudian Restrict Ranges dan Stop Selecting. Dalam

    praktikum kali ini, kita akan menseleksi batas wilayah Indonesia (60N-11

    0S dan

    950E-141

    0E). Untuk rentang waktu digunakan bulan Januari 1970 sampai Maret

    2012.

    10. Untuk membuat nilai curah hujan CRU bulan September, Oktober dan November

    (SON) sesuai format data untuk analisis korelasi dengan SST diwilayah Nino 3.4,

    maka dihitung melalui menu Expert Mode.

    11. Pada baris kode di menu Expert Mode, tambahkan perintah T 12 splitstreamgrid, T

    (Jul) VALUES dan [X Y]average lalu klik Ok seperti dibawah ini.

  • 12. Melakukan Korelasi antara Curah Hujan dan SST Nino 3. Dalam analisis ini,

    satukan kedua script kedalam salah satu menu Expert Mode kemudian di baris

    paling akhir tambahkan command [T2]correlate lalu klik Ok seperti dibawah ini.

    expert

    SOURCES .UEA .CRU .TS2p1 .monthly .prcp

    T (Jan 1970) (Dec 2011) RANGEEDGES

    X (95E) (145E) RANGEEDGES

    Y (12S) (7N) RANGEEDGES

    T 12 splitstreamgrid

    T (Sep) (Oct) (Nov) VALUES

    [T]average

    SOURCES .NOAA .NCDC .ERSST .version3b .sst

    T (Jan 1970) (Dec 2011) RANGEEDGES

    X (170W) (120W) RANGEEDGES

    Y (5S) (5N) RANGEEDGES

    T 12 splitstreamgrid

    T (Jul) VALUES

    [X Y]average

    [T2]correlate

  • 13. Setelah itu, Anda dapat melikhat hasil seleksi melalui link Views.

    III. Tugas

    1. Buat time series SST pada Nino 1+2, Nino 3, Nino 3.4, dan Nino 4 (Bulan Juli).

    2. Buat korelasi antara SST Nino Nino 1+2, Nino 3, Nino 3.4, dan Nino 4 (Bulan Juli)

    dengan CH Musiman (SON) dari data CRU TS 2.1

    3. Hitung dengan excel indeks SOI dari data tekanan permukaan laut di Tahiti dan

    Darwin.

    IV. Daftar Pustaka

    Boer R. 1999. Perubahan Iklim El Nino dan La Nina. Makalah dalam pelatihan

    penyuluhan pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor. FMIPA. Jurusan

    Geofisika dan Meteorologi.

    Sulistya et al. 1998. The Impact of El Nino 1997/1998 Over Indonesia Region. Bulletin

    Of Meteorology and Geophys. 4:40-51.

    http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/analysis_monitoring/ensostuff/nino_regions.sht

    ml [26 April 2012]