PEDOMAN PELAKSANAAN -...

239
UPSUS SIWAB Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting PEDOMAN PELAKSANAAN Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan ! REVISI I 239

Transcript of PEDOMAN PELAKSANAAN -...

  • UPSUSSI WA B

    Upaya KhususSapi Indukan Wajib Bunting

    PEDOMAN PELAKSANAAN

    Kementerian PertanianDirektorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan !

    REVISI I

    239

  • PENGENDALIAN PEMOTONGAN BETINA PRODUKTIF

    DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

    2017

    PEDOMAN PELAKSANAAN UPSUS SIWAB

    (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting)

  • - 2 -

    KATA PENGANTAR

    Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, yang lebih

    dikenal dengan Upsus Siwab merupakan kegiatan yang terintegrasi, menggunakan

    pendekatan peran aktif masyarakat dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya

    peternakan untuk mencapai kebuntingan 3 juta ekor dari 4 juta akseptor Sapi/Kerbau pada

    tahun 2017.

    Untuk mengawal perkembangan kinerja Upsus Siwab telah diterbitkan landasan

    pelaksanaan kegiatan berupa peraturan dan keputusan Menteri Pertanian, yang masing-

    masing mengatur percepatan peningkatan populasi ternak ruminansia besar; kelompok

    kerja upaya khusus percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau bunting;

    kesekretariatan kelompok kerja Upsus Siwab; dan tim supervisi upaya khusus percepatan

    peningkatan populasi sapi dan kerbau bunting; organisasi pelaksana; dan kesekretariatan

    pokja Upsus Siwab.

    Untuk memantau perkembangan capaian kinerja Program Upsus Siwab secara cepat dan

    real time harian (yang mencakup jumlah sapi yang di IB, sapi bunting, dan sapi yang

    melahirkan) digunakan instrumen yang dikembangkan dari modul iSIKHNAS yang

    diintegrasikan dengan Sistem Monitoring dan Pelaporan SMS Kementerian Pertanian.

    Sedangkan pemantauan kinerja kegiatan teknis secara bulanan yang mencakup aspek

    pakan, penanganan gangguan reproduksi, semen, SDM, sarana dan prasarana IB, serta

    pengendalian pemotongan Sapi/Kerbau betina produktif digunakan mekanisme yang

    melibatkan penanggung jawab dan petugas pelaporan Upsus Siwab di Kabupaten/Kota

    dan Provinsi.

    Jakarta, Januari 2017

    Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan,

    Drh. I Ketut Diarmita. MP NIP.19621231 198903 1 006

  • Ditetapkan di Jakarta

    pada tanggal, 21 Maret 2016

    DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN,

    I KETUT DIARMITA NIP. 19621231 198903 1 006

    Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth:

    1. Menteri Pertanian;

    2. Pimpinan Esellon I lingkup Kementerian Pertanian.

    - 2 -

    KATA PENGANTAR

    Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, yang lebih

    dikenal dengan Upsus Siwab merupakan kegiatan yang terintegrasi, menggunakan

    pendekatan peran aktif masyarakat dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya

    peternakan untuk mencapai kebuntingan 3 juta ekor dari 4 juta akseptor Sapi/Kerbau pada

    tahun 2017.

    Untuk mengawal perkembangan kinerja Upsus Siwab telah diterbitkan landasan

    pelaksanaan kegiatan berupa peraturan dan keputusan Menteri Pertanian, yang masing-

    masing mengatur percepatan peningkatan populasi ternak ruminansia besar; kelompok

    kerja upaya khusus percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau bunting;

    kesekretariatan kelompok kerja Upsus Siwab; dan tim supervisi upaya khusus percepatan

    peningkatan populasi sapi dan kerbau bunting; organisasi pelaksana; dan kesekretariatan

    pokja Upsus Siwab.

    Untuk memantau perkembangan capaian kinerja Program Upsus Siwab secara cepat dan

    real time harian (yang mencakup jumlah sapi yang di IB, sapi bunting, dan sapi yang

    melahirkan) digunakan instrumen yang dikembangkan dari modul iSIKHNAS yang

    diintegrasikan dengan Sistem Monitoring dan Pelaporan SMS Kementerian Pertanian.

    Sedangkan pemantauan kinerja kegiatan teknis secara bulanan yang mencakup aspek

    pakan, penanganan gangguan reproduksi, semen, SDM, sarana dan prasarana IB, serta

    pengendalian pemotongan Sapi/Kerbau betina produktif digunakan mekanisme yang

    melibatkan penanggung jawab dan petugas pelaporan Upsus Siwab di Kabupaten/Kota

    dan Provinsi.

    Jakarta, Januari 2017

    Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan,

    Drh. I Ketut Diarmita. MP NIP.19621231 198903 1 006

    iii

  • KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN

    DAN KESEHATAN HEWAN NOMOR:

    TENTANG

    PEDOMAN PELAKSANAAN UPAYA KHUSUS PERCEPATAN

    PENINGKATAN POPULASI SAPI DAN KERBAU

    TAHUN ANGGARAN 2017

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN,

    Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 33 Menteri

    Pertanian Nomor 48/Permentan/OT.010/ 12/2016 tentang Upaya

    Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau

    Bunting, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal

    Peternakan dan Kesehatan Hewan tentang Pedoman

    Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi

    Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017;

    Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

    Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan

    Lembaran Negara Nomor 4286);

    2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

    Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan

    Lembaran Negara Nomor 4355);

    3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

    Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan (Lembaran Negara

    Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor

    4400);

    4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan

    Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84,

    Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015) sebagaimana telah

    NOMOR : 954/kpts/PK.040/F/01/2017

    IV

  • KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN

    DAN KESEHATAN HEWAN NOMOR:

    TENTANG

    PEDOMAN PELAKSANAAN UPAYA KHUSUS PERCEPATAN

    PENINGKATAN POPULASI SAPI DAN KERBAU

    TAHUN ANGGARAN 2017

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN,

    Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 33 Menteri

    Pertanian Nomor 48/Permentan/OT.010/ 12/2016 tentang Upaya

    Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau

    Bunting, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal

    Peternakan dan Kesehatan Hewan tentang Pedoman

    Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi

    Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017;

    Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

    Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan

    Lembaran Negara Nomor 4286);

    2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

    Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan

    Lembaran Negara Nomor 4355);

    3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

    Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan (Lembaran Negara

    Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor

    4400);

    4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan

    Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84,

    Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015) sebagaimana telah

    Memperhatikan : 1. Nota Dinas Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Nomor : 26012/TU.020/F2/01.2017 tanggal 26 Januari 2017 perihal Revisi Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau 2017

    diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang

    Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang

    Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun

    2014 Nomor 338, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5619);

    5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

    Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

    Lembaran Negara Nomor 5587) sebagaimana diubah dengan

    Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan

    Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

    Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 58,

    Tambahan Lembaran Negara Nomor 5679);

    7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017

    (Lembaran Negara Tahun 2016 Nomor 240, Tambahan

    Lembaran Negara Nomor 5948);

    8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi

    Kementerian Negara (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 8);

    9. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 tentang Kementerian

    Pertanian (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 85);

    10. Keputusan Presiden Nomor 100/TPA Tahun 2016 tentang

    Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan Dalam Jabatan

    Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Pertanian;

    11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/

    OT.210/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

    Pertanian;

    12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/

    OT.010/12/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting;

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN

    KESEHATAN HEWAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

    UPAYA KHUSUS PERCEPATAN PENINGKATAN POPULASI

    SAPI DAN KERBAU BUNTING TAHUN ANGGARAN 2017. V

  • KESATU : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017,

    sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian

    tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    KEDUA : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017

    sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU, meliputi:

    1. Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB serta

    Pelaksanaan IB;

    2. Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair

    dan Kontainer;

    3. Gangguan Reproduksi (GANGREP) 2017;

    4. Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat

    Tahun 2017;

    5. Pengendalian Betina Produktif SIWAB 2017;dan

    6. Sistem Monev dan Pelaporan UPSUS SIWAB.

    KETIGA : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017

    sebagaimana dimaksud dalam diktum KEDUA, sebagai acuan

    bagi semua pihak terkait dalam pelaksanaan kegiatan Upaya

    Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau

    Bunting Tahun Anggaran 2017.

    KEEMPAT : Dengan ditetapkannya Pedoman Pelaksanaan ini, Pedoman

    Pelaksanaan dan Teknis terkait Upaya Khusus Percepatan

    Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, dicabut dan

    dinyatakan tidak berlaku.

    KELIMA : Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

    ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

    KESATU : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017,

    sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian

    tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    KEDUA : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017

    sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU, meliputi:

    1. Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB serta

    Pelaksanaan IB;

    2. Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair

    dan Kontainer;

    3. Gangguan Reproduksi (GANGREP) 2017;

    4. Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat

    Tahun 2017;

    5. Pengendalian Betina Produktif SIWAB 2017;dan

    6. Sistem Monev dan Pelaporan UPSUS SIWAB.

    KETIGA : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017

    sebagaimana dimaksud dalam diktum KEDUA, sebagai acuan

    bagi semua pihak terkait dalam pelaksanaan kegiatan Upaya

    Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau

    Bunting Tahun Anggaran 2017.

    KEEMPAT : Dengan ditetapkannya Pedoman Pelaksanaan ini, Pedoman

    Pelaksanaan dan Teknis terkait Upaya Khusus Percepatan

    Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, dicabut dan

    dinyatakan tidak berlaku.

    KELIMA : Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

    ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

    VI

    diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang

    Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang

    Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun

    2014 Nomor 338, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5619);

    5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

    Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

    Lembaran Negara Nomor 5587) sebagaimana diubah dengan

    Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan

    Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

    Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 58,

    Tambahan Lembaran Negara Nomor 5679);

    7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017

    (Lembaran Negara Tahun 2016 Nomor 240, Tambahan

    Lembaran Negara Nomor 5948);

    8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi

    Kementerian Negara (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 8);

    9. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 tentang Kementerian

    Pertanian (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 85);

    10. Keputusan Presiden Nomor 100/TPA Tahun 2016 tentang

    Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan Dalam Jabatan

    Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Pertanian;

    11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/

    OT.210/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

    Pertanian;

    12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/

    OT.010/12/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting;

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN

    KESEHATAN HEWAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

    UPAYA KHUSUS PERCEPATAN PENINGKATAN POPULASI

    SAPI DAN KERBAU BUNTING TAHUN ANGGARAN 2017.

    KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

    Sistem Monev dan Pelaporan UPSUS SIWAB.

  • KESATU : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017,

    sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian

    tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    KEDUA : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017

    sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU, meliputi:

    1. Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB serta

    Pelaksanaan IB;

    2. Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair

    dan Kontainer;

    3. Gangguan Reproduksi (GANGREP) 2017;

    4. Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat

    Tahun 2017;

    5. Pengendalian Betina Produktif SIWAB 2017;dan

    6. Sistem Monev dan Pelaporan UPSUS SIWAB.

    KETIGA : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017

    sebagaimana dimaksud dalam diktum KEDUA, sebagai acuan

    bagi semua pihak terkait dalam pelaksanaan kegiatan Upaya

    Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau

    Bunting Tahun Anggaran 2017.

    KEEMPAT : Dengan ditetapkannya Pedoman Pelaksanaan ini, Pedoman

    Pelaksanaan dan Teknis terkait Upaya Khusus Percepatan

    Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, dicabut dan

    dinyatakan tidak berlaku.

    KELIMA : Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

    ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

    KESATU : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017,

    sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian

    tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    KEDUA : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017

    sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU, meliputi:

    1. Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis Dan Sarana IB serta

    Pelaksanaan IB;

    2. Distribusi Dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair

    dan Kontainer;

    3. Gangguan Reproduksi (GANGREP) 2017;

    4. Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat

    Tahun 2017;

    5. Pengendalian Betina Produktif SIWAB 2017;dan

    6. Sistem Monev dan Pelaporan UPSUS SIWAB.

    KETIGA : Pedoman Pelaksanaan Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting Tahun Anggaran 2017

    sebagaimana dimaksud dalam diktum KEDUA, sebagai acuan

    bagi semua pihak terkait dalam pelaksanaan kegiatan Upaya

    Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau

    Bunting Tahun Anggaran 2017.

    KEEMPAT : Dengan ditetapkannya Pedoman Pelaksanaan ini, Pedoman

    Pelaksanaan dan Teknis terkait Upaya Khusus Percepatan

    Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, dicabut dan

    dinyatakan tidak berlaku.

    KELIMA : Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

    ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

    Ditetapkan di Jakarta

    pada tanggal, 21 Maret 2016

    DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN,

    I KETUT DIARMITA NIP. 19621231 198903 1 006

    Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth:

    1. Menteri Pertanian;

    2. Pimpinan Esellon I lingkup Kementerian Pertanian.

    VII

    diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang

    Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang

    Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun

    2014 Nomor 338, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5619);

    5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

    Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

    Lembaran Negara Nomor 5587) sebagaimana diubah dengan

    Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan

    Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

    Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 58,

    Tambahan Lembaran Negara Nomor 5679);

    7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017

    (Lembaran Negara Tahun 2016 Nomor 240, Tambahan

    Lembaran Negara Nomor 5948);

    8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi

    Kementerian Negara (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 8);

    9. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 tentang Kementerian

    Pertanian (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 85);

    10. Keputusan Presiden Nomor 100/TPA Tahun 2016 tentang

    Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan Dalam Jabatan

    Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Pertanian;

    11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/

    OT.210/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

    Pertanian;

    12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/

    OT.010/12/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan

    Populasi Sapi dan Kerbau Bunting;

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN

    KESEHATAN HEWAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

    UPAYA KHUSUS PERCEPATAN PENINGKATAN POPULASI

    SAPI DAN KERBAU BUNTING TAHUN ANGGARAN 2017.

    30-01-2017

  • LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN

    KESEHATAN HEWAN

    NOMOR :

    TANGGAL :

    1. OPERASIONALISASI UPSUS SIWAB 2. PENETAPAN STATUS REPRODUKSI DAN PENANGANAN GANGGUAN

    REPRODUKSI 3. PENYEDIAAN SEMEN BEKU, TENAGA TEKNIS DAN SARANA IB SERTA

    PELAKSANAAN IB 4. DISTRIBUSI DAN KETERSEDIAAN SEMEN BEKU, NITROGEN (N2) CAIR

    DAN KONTAINER 5. PEMENUHAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DAN PAKAN KONSENTRAT 6. PENGENDALIAN PEMOTONGAN BETINA PRODUKTIF 7. SISTEM MONEV DAN PELAPORAN UPSUS SIWAB

    OPERASIONALISASI UPSUS SIWAB

    DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

    2017

    OPERASIONALISASI UPSUS SIWAB

    DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

    2017

    VIII

    954/kpts/PK.040/F/01/2017

    30-01-2017

  • LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN

    KESEHATAN HEWAN

    NOMOR :

    TANGGAL :

    1. OPERASIONALISASI UPSUS SIWAB 2. PENETAPAN STATUS REPRODUKSI DAN PENANGANAN GANGGUAN

    REPRODUKSI 3. PENYEDIAAN SEMEN BEKU, TENAGA TEKNIS DAN SARANA IB SERTA

    PELAKSANAAN IB 4. DISTRIBUSI DAN KETERSEDIAAN SEMEN BEKU, NITROGEN (N2) CAIR

    DAN KONTAINER 5. PEMENUHAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DAN PAKAN KONSENTRAT 6. PENGENDALIAN PEMOTONGAN BETINA PRODUKTIF 7. SISTEM MONEV DAN PELAPORAN UPSUS SIWAB

    OPERASIONALISASI UPSUS SIWAB

    DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

    2017

    OPERASIONALISASI UPSUS SIWAB

    DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

    2017

    Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i

    DAFTAR ISI ii

    DAFTAR TABEL ................................................................................................................ iii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ iv

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

    1.2. Tujuan dan Sasaran .......................................................................... 2

    1.3. Keluaran ............................................................................................ 2

    1.4. Dasar Pelaksanaan ........................................................................... 2

    1.5. Konsep dan Definisi .......................................................................... 3

    1.6. Ruang Lingkup ............................................................ 3 BAB II GAMBARAN UMUM DAN TARGET .............................................................. 5

    2.1. Gambaran Umum .............................................................................. 5

    2.2. Target UPSUS SIWAB 2017 ............................................................. 5

    BAB III STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ....................................... 16

    3.1. Operasionalisasi UPSUS SIWAB .................................................... 17

    3.2. Komponen Umum dan Teknis ..................................................... 17

    3.3. Pelaksanaan IBdan Introduksi IB ................................................ 18

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i

    DAFTAR ISI ii

    DAFTAR TABEL ................................................................................................................ iii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ iv

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

    1.2. Tujuan dan Sasaran .......................................................................... 2

    1.3. Keluaran ............................................................................................ 2

    1.4. Dasar Pelaksanaan ........................................................................... 2

    1.5. Konsep dan Definisi .......................................................................... 3

    1.6. Ruang Lingkup ............................................................ 3 BAB II GAMBARAN UMUM DAN TARGET .............................................................. 5

    2.1. Gambaran Umum .............................................................................. 5

    2.2. Target UPSUS SIWAB 2017 ............................................................. 5

    BAB III STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ....................................... 16

    3.1. Operasionalisasi UPSUS SIWAB .................................................... 17

    3.2. Komponen Umum dan Teknis ..................................................... 17

    3.3. Pelaksanaan IBdan Introduksi IB ................................................ 18

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Struktur Populasi Sapi dan Kerbau Tahun 2017 ............................... 5

    Tabel 2. Target Upsus Siwab 2017 ................................................................. 7

    Tabel 3. Ringkasan Standar Operasional Prosedur (SOP)

    Upsus Siwab 2017 ..................................................................................... 20

    ii

    ii

    iii

    iv1

    3

    15

    16

    16

    17

    4

    2

    4

    4

    ........................................................................................

    ........................................................................................

    ......................................................................................................................................................

    ...................................................................

    ............

    ...........................................................

    IB

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Struktur Populasi Sapi dan Kerbau Tahun 2017 ............................... 5

    Tabel 2. Target Upsus Siwab 2017 ................................................................. 7

    Tabel 3. Ringkasan Standar Operasional Prosedur (SOP)

    Upsus Siwab 2017 ..................................................................................... 20

    iiiBuku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB

    4

    6

    18

  • [Type text] [Type text] [Type text][Type text] [Type text] [Type text]

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Alur Kerja Upsus Siwab Tahun 2017 ........................................... 6

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama manusia yang pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia. Pangan senantiasa harus tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau daya beli masyarakat, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat.

    Bila ditinjau dari sumber asalnya, bahan pangan terdiri atas pangan nabati (asal tumbuhan) dan pangan hewani (asal ternak dan ikan). Bahan pangan hewani yang berasal dari ternak adalah daging, telur dan susu yang berfungsi sebagai sumber zat gizi, utamanya protein dan lemak. Berdasarkan data tahun 2009-2014, konsumsi daging ruminansia meningkat sebesar 18,2% dari 4,4 gram/kap/hari pada tahun 2009 menjadi 5,2 gram/kap/hari pada tahun 2014. Dilain pihak dalam kurun waktu yang sama penyediaan daging sapi lokal rata-rata baru memenuhi 65,24% kebutuhan total nasional. Sehingga kekurangannya masih dipenuhi dari impor, baik berupa sapi bakalan maupun daging beku.

    Menghadapi tantangan tersebut, Pemerintah perlu menyusun program peningkatan produksi daging sapi/kerbau dalam negeri, menggunakan pendekatan yang lebih banyak mengikutsertakan peran aktif masyarakat. Mulai tahun 2017, Pemerintah menetapkan Upsus Siwab (upaya khusus percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau bunting). Dengan upaya khusus ini sapi/kerbau betina produktif milik peternak dipastikan dikawinkan, baik melalui inseminasi buatan maupun kawin alam.

    Sebagai dasar pelaksanaan kegiatan ini, telah terbit Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016, tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting. Selain itu, untuk mengawal operasionalisasinya di lapangan, telah diterbitkan Kepmentan Nomor 656/Kpts/OT.050/10/2016, tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, Keputusan Menteri Pertanian Nomor 8932/Kpts/OT.050/F/12/2016, tentang Sekretariat Kelompok Kerja Upus Siwab, dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 8933/Kpts/OT.050/F/12/2016, tentang Tim Supervisi Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting.

    Untuk memberikan pemahaman yang utuh tentang Upsus Siwab 2017, perlu disusun pedoman pelaksanaan yang didalamnya terdiri dari beberapa pedoman teknis seperti: (1) Pelaksanaan Kegiatan IB dan Introduksi IB; (2) Penanganan Gangguan Reproduksi; (3) Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan

    Konsentrat; (4) Penyelamatan Betina Produktif; dan (5) Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.

    5

    iv

  • I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama manusia yang pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia. Pangan senantiasa harus tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau daya beli masyarakat, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat.

    Bila ditinjau dari sumber asalnya, bahan pangan terdiri atas pangan nabati (asal tumbuhan) dan pangan hewani (asal ternak dan ikan). Bahan pangan hewani yang berasal dari ternak adalah daging, telur dan susu yang berfungsi sebagai sumber zat gizi, utamanya protein dan lemak. Berdasarkan data tahun 2009-2014, konsumsi daging ruminansia meningkat sebesar 18,2% dari 4,4 gram/kap/hari pada tahun 2009 menjadi 5,2 gram/kap/hari pada tahun 2014. Dilain pihak dalam kurun waktu yang sama penyediaan daging sapi lokal rata-rata baru memenuhi 65,24% kebutuhan total nasional. Sehingga kekurangannya masih dipenuhi dari impor, baik berupa sapi bakalan maupun daging beku.

    Menghadapi tantangan tersebut, Pemerintah perlu menyusun program peningkatan produksi daging sapi/kerbau dalam negeri, menggunakan pendekatan yang lebih banyak mengikutsertakan peran aktif masyarakat. Mulai tahun 2017, Pemerintah menetapkan Upsus Siwab (upaya khusus percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau bunting). Dengan upaya khusus ini sapi/kerbau betina produktif milik peternak dipastikan dikawinkan, baik melalui inseminasi buatan maupun kawin alam.

    Sebagai dasar pelaksanaan kegiatan ini, telah terbit Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016, tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting. Selain itu, untuk mengawal operasionalisasinya di lapangan, telah diterbitkan Kepmentan Nomor 656/Kpts/OT.050/10/2016, tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting, Keputusan Menteri Pertanian Nomor 8932/Kpts/OT.050/F/12/2016, tentang Sekretariat Kelompok Kerja Upus Siwab, dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 8933/Kpts/OT.050/F/12/2016, tentang Tim Supervisi Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting.

    Untuk memberikan pemahaman yang utuh tentang Upsus Siwab 2017, perlu disusun pedoman pelaksanaan yang didalamnya terdiri dari beberapa pedoman teknis seperti: (1) Pelaksanaan Kegiatan IB dan Introduksi IB; (2) Penanganan Gangguan Reproduksi; (3) Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan

    Konsentrat; (4) Penyelamatan Betina Produktif; dan (5) Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.

    Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 1

  • 1.2. Tujuan dan Sasaran

    1. Tujuan a. Menyediakan payung dan menyamakan persepsi pelaksanaan Program

    Upsus Siwab 2017. b. Meningkatkan populasi dan produksi ternak sapi dan kerbau.

    2. Sasaran Sasaran pengguna pedoman pelaksanaan ini adalah pemangku kepentingan yang terdiri dari Pemerintah, UPT Pusat dan Daerah, Pemerintah Daerah yang melaksanakan fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia.

    1.3. Keluaran

    a. Terlayaninya perkawinan sapi/kerbau betina sebanyak 4 juta akseptor.

    b. Terjadinya kebuntingan sapi/kerbau 3 juta ekor di tahun 2017.

    1.4. Dasar Pelaksanaan

    1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian

    2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau

    3. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 656/Kpts/OT.050/10/2016 tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting

    4. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 7589/Kpts/F/10/2016 tentang Sekretariat Kelompok Kerja Upus Siwab

    5. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 7659/Kpts/OT.050/F/11/2016 tentang Tim Supervisi Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting

    6. DIPA Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2017 Nomor 018.06.1.238776

    1.5. Konsep dan Definisi

    Dalam Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab 2017 ini yang dimaksud dengan:

    1. Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting yang selanjutnya disebut UPSUS SIWAB, adalah kegiatan yang terintegrasi untuk percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau secara berkelanjutan.

    2. Inseminasi Buatan, yang selanjutnya disingkat IB, adalah teknik

    1.2. Tujuan dan Sasaran

    1. Tujuan a. Menyediakan payung dan menyamakan persepsi pelaksanaan Program

    Upsus Siwab 2017. b. Meningkatkan populasi dan produksi ternak sapi dan kerbau.

    2. Sasaran Sasaran pengguna pedoman pelaksanaan ini adalah pemangku kepentingan yang terdiri dari Pemerintah, UPT Pusat dan Daerah, Pemerintah Daerah yang melaksanakan fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia.

    1.3. Keluaran

    a. Terlayaninya perkawinan sapi/kerbau betina sebanyak 4 juta akseptor.

    b. Terjadinya kebuntingan sapi/kerbau 3 juta ekor di tahun 2017.

    1.4. Dasar Pelaksanaan

    1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian

    2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau

    3. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 656/Kpts/OT.050/10/2016 tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting

    4. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 7589/Kpts/F/10/2016 tentang Sekretariat Kelompok Kerja Upus Siwab

    5. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 7659/Kpts/OT.050/F/11/2016 tentang Tim Supervisi Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting

    6. DIPA Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2017 Nomor 018.06.1.238776

    1.5. Konsep dan Definisi

    Dalam Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab 2017 ini yang dimaksud dengan:

    1. Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting yang selanjutnya disebut UPSUS SIWAB, adalah kegiatan yang terintegrasi untuk percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau secara berkelanjutan.

    2. Inseminasi Buatan, yang selanjutnya disingkat IB, adalah teknik

    1.2. Tujuan dan Sasaran

    1. Tujuan a. Menyediakan payung dan menyamakan persepsi pelaksanaan Program

    Upsus Siwab 2017. b. Meningkatkan populasi dan produksi ternak sapi dan kerbau.

    2. Sasaran Sasaran pengguna pedoman pelaksanaan ini adalah pemangku kepentingan yang terdiri dari Pemerintah, UPT Pusat dan Daerah, Pemerintah Daerah yang melaksanakan fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia.

    1.3. Keluaran

    a. Terlayaninya perkawinan sapi/kerbau betina sebanyak 4 juta akseptor.

    b. Terjadinya kebuntingan sapi/kerbau 3 juta ekor di tahun 2017.

    1.4. Dasar Pelaksanaan

    1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian

    2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau

    3. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 656/Kpts/OT.050/10/2016 tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting

    4. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 7589/Kpts/F/10/2016 tentang Sekretariat Kelompok Kerja Upus Siwab

    5. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 7659/Kpts/OT.050/F/11/2016 tentang Tim Supervisi Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting

    6. DIPA Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2017 Nomor 018.06.1.238776

    1.5. Konsep dan Definisi

    Dalam Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab 2017 ini yang dimaksud dengan:

    1. Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting yang selanjutnya disebut UPSUS SIWAB, adalah kegiatan yang terintegrasi untuk percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau secara berkelanjutan.

    2. Inseminasi Buatan, yang selanjutnya disingkat IB, adalah teknik

    memasukkan mani atau semen ke dalam alat reproduksi ternak betina sehat untuk dapat membuahi sel telur dengan menggunakan alat inseminasi.

    3. Inseminator adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan keterampilan khusus untuk melakukan IB.

    4. Asisten Teknis Reproduksi, yang selanjutnya disebut ATR, adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan keterampilan dasar manajemen reproduksi.

    5. Petugas Pemeriksa Kebuntingan, yang selanjutnya disebut Petugas PKb, adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan keterampilan khusus untuk melakukan pemeriksaan kebuntingan.

    6. Akseptor adalah ternak sapi/kerbau betina produktif yang dimanfaatkan untuk inseminasi buatan dan kawin alam

    7. Akseptor yang di IB adalah jumlah ternak sapi/kerbau betina produktif yang telah diinseminasi buatan

    8. Capaian Kinerja Kegiatan adalah output yang dihasilkan dari operasionalisasi kegiatan teknis Upsus Siwab, yang mencakup: 1) Target akseptor Upsus Siwab masing-masing Provinsi/Kabupaten/Kota; 2) Penanaman Hijauan Pakan Ternak dan Pengadaan Pakan Konsentrat; 3) Penanganan Gangguan Reproduksi; 4) Produksi Semen Beku Standar SNI; 5) Ketersediaan dan Kecukupan Tenaga Inseminator, PKb dan ATR; 6) Distribusi kontainer, Semen Beku, dan N2 Cair; 7) Pengendalian Pemotongan Sapi/Kerbau Betina Produktif.

    9. Capaian Kinerja Program adalah outcome yang dihasilkan dari Upsus Siwab yaitu jumlah sapi/kerbau yang berhasil bunting tahun 2017.

    1.6. Ruang Lingkup

    Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab 2017 merupakan acuan yang masih bersifat umum yang merupakan dasar pijakan (payung) untuk operasional kegiatan dan telah dilengkapi juga dengan Pedoman yang bersifat teknis dari masing-masing kegiatan seperti: (1) Penetapan Status Reproduksi dan Penanganan Gangguan Reproduksi; (2) Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis dan Sarana IB serta Pelaksanaan IB; (3) Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair dan Kontainer; (4) Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat; (5) Pengendalian Pemotongan Betina Produktif; dan (6) Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan. Apabila dipandang perlu sesuai dengan kebutuhan teknis ataupun wilayah dapat diperjelas dengan penerbitan Pedoman Teknis.

    2

  • 1.2. Tujuan dan Sasaran

    1. Tujuan a. Menyediakan payung dan menyamakan persepsi pelaksanaan Program

    Upsus Siwab 2017. b. Meningkatkan populasi dan produksi ternak sapi dan kerbau.

    2. Sasaran Sasaran pengguna pedoman pelaksanaan ini adalah pemangku kepentingan yang terdiri dari Pemerintah, UPT Pusat dan Daerah, Pemerintah Daerah yang melaksanakan fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia.

    1.3. Keluaran

    a. Terlayaninya perkawinan sapi/kerbau betina sebanyak 4 juta akseptor.

    b. Terjadinya kebuntingan sapi/kerbau 3 juta ekor di tahun 2017.

    1.4. Dasar Pelaksanaan

    1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian

    2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau

    3. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 656/Kpts/OT.050/10/2016 tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting

    4. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 7589/Kpts/F/10/2016 tentang Sekretariat Kelompok Kerja Upus Siwab

    5. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 7659/Kpts/OT.050/F/11/2016 tentang Tim Supervisi Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting

    6. DIPA Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2017 Nomor 018.06.1.238776

    1.5. Konsep dan Definisi

    Dalam Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab 2017 ini yang dimaksud dengan:

    1. Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting yang selanjutnya disebut UPSUS SIWAB, adalah kegiatan yang terintegrasi untuk percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau secara berkelanjutan.

    2. Inseminasi Buatan, yang selanjutnya disingkat IB, adalah teknik

    1.2. Tujuan dan Sasaran

    1. Tujuan a. Menyediakan payung dan menyamakan persepsi pelaksanaan Program

    Upsus Siwab 2017. b. Meningkatkan populasi dan produksi ternak sapi dan kerbau.

    2. Sasaran Sasaran pengguna pedoman pelaksanaan ini adalah pemangku kepentingan yang terdiri dari Pemerintah, UPT Pusat dan Daerah, Pemerintah Daerah yang melaksanakan fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia.

    1.3. Keluaran

    a. Terlayaninya perkawinan sapi/kerbau betina sebanyak 4 juta akseptor.

    b. Terjadinya kebuntingan sapi/kerbau 3 juta ekor di tahun 2017.

    1.4. Dasar Pelaksanaan

    1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian

    2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau

    3. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 656/Kpts/OT.050/10/2016 tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting

    4. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 7589/Kpts/F/10/2016 tentang Sekretariat Kelompok Kerja Upus Siwab

    5. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 7659/Kpts/OT.050/F/11/2016 tentang Tim Supervisi Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting

    6. DIPA Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2017 Nomor 018.06.1.238776

    1.5. Konsep dan Definisi

    Dalam Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab 2017 ini yang dimaksud dengan:

    1. Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting yang selanjutnya disebut UPSUS SIWAB, adalah kegiatan yang terintegrasi untuk percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau secara berkelanjutan.

    2. Inseminasi Buatan, yang selanjutnya disingkat IB, adalah teknik

    memasukkan mani atau semen ke dalam alat reproduksi ternak betina sehat untuk dapat membuahi sel telur dengan menggunakan alat inseminasi.

    3. Inseminator adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan keterampilan khusus untuk melakukan IB.

    4. Asisten Teknis Reproduksi, yang selanjutnya disebut ATR, adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan keterampilan dasar manajemen reproduksi.

    5. Petugas Pemeriksa Kebuntingan, yang selanjutnya disebut Petugas PKb, adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan keterampilan khusus untuk melakukan pemeriksaan kebuntingan.

    6. Akseptor adalah ternak sapi/kerbau betina produktif yang dimanfaatkan untuk inseminasi buatan dan kawin alam

    7. Akseptor yang di IB adalah jumlah ternak sapi/kerbau betina produktif yang telah diinseminasi buatan

    8. Capaian Kinerja Kegiatan adalah output yang dihasilkan dari operasionalisasi kegiatan teknis Upsus Siwab, yang mencakup: 1) Target akseptor Upsus Siwab masing-masing Provinsi/Kabupaten/Kota; 2) Penanaman Hijauan Pakan Ternak dan Pengadaan Pakan Konsentrat; 3) Penanganan Gangguan Reproduksi; 4) Produksi Semen Beku Standar SNI; 5) Ketersediaan dan Kecukupan Tenaga Inseminator, PKb dan ATR; 6) Distribusi kontainer, Semen Beku, dan N2 Cair; 7) Pengendalian Pemotongan Sapi/Kerbau Betina Produktif.

    9. Capaian Kinerja Program adalah outcome yang dihasilkan dari Upsus Siwab yaitu jumlah sapi/kerbau yang berhasil bunting tahun 2017.

    1.6. Ruang Lingkup

    Pedoman Pelaksanaan Upsus Siwab 2017 merupakan acuan yang masih bersifat umum yang merupakan dasar pijakan (payung) untuk operasional kegiatan dan telah dilengkapi juga dengan Pedoman yang bersifat teknis dari masing-masing kegiatan seperti: (1) Penetapan Status Reproduksi dan Penanganan Gangguan Reproduksi; (2) Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis dan Sarana IB serta Pelaksanaan IB; (3) Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair dan Kontainer; (4) Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat; (5) Pengendalian Pemotongan Betina Produktif; dan (6) Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan. Apabila dipandang perlu sesuai dengan kebutuhan teknis ataupun wilayah dapat diperjelas dengan penerbitan Pedoman Teknis.

    Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 3

  • [Type text] [Type text] [Type text]

    II. GAMBARAN UMUM DAN TARGET

    2.1. Gambaran Umum

    Dalam menghitung perkiraan populasi dan jumlah akseptor sapi/kerbau tahun 2017 digunakan basis data hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (ST 2013). Secara nasional perkiraan total populasi sapi/kerbau betina dewasa (umur 2-8 tahun) pada tahun 2017 sebesar 5,9 juta ekor (lihat Tabel 1).

    2.2. Target Upsus Siwab 2017

    Dari jumlah potensi akseptor seperti Tabel 1, yang diperkirakan menjadi akseptor sebesar 70% atau setara 4 juta ekor. Melalui upaya khusus, dari 4 juta akseptor tersebut target kebuntingannya 73% atau setara dengan 3 juta ekor. Sasaran target aseptor dan sasaran kebuntingan di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 2.

    Sasaran IB dalam Upsus Siwab sebanyak 4 juta akseptor (lihat Gambar 1 tentang Alur Kerja Upsus Siwab Tahun 2017), terdiri dari: 2,9 juta akseptor yang dipelihara secara intensif di pulau Jawa, Bali, dan Lampung (total populasi betina dewasa 3,3 juta ekor); 0,8 juta ekor akseptor yang dipelihara secara semi intesif di Sulawesi Selatan, Pulau Sumatera, dan Kalimatan (total populasi betina dewasa 1,9 juta ekor); dari 0,3 juta akseptor dipelihara secara ektensif di NTT, NTB, Papua, Maluku, Sulawesi, Aceh, dan Kalimantan Utara (total populasi betina dewasa 0,7 juta ekor).

    Sasaran pendukung keberhasilan Upsus Siwab 2017 perlu penanaman hijauan pakan ternak 13.000 Ha (10.400 Ha di daerah insentif dan 2.600 Ha di daerah ekstensif); penanganan gangguan reproduksi 300.000 ekor; perbaikan reproduksi karena hipofungsi 22.500 ekor dan penyelamatan pemotongan betina produktif di 40 lokasi kabupaten/kota.

    Tabel 1. Struktur Populasi Sapi dan Kerbau Tahun 2017 No Jenis Total Populasi

    (ekor) Populasi Betina Dewasa 2-8 th (ekor)

    Target Akseptor IB

    1 Sapi Potong 13.597.154 5.622.835 2 Sapi Perah 472.000 296.086 3 Kerbau 1.127.000 452.622

    Jumlah Potensi Akseptor (1+2) 5.918.921 4.000.000

    II.

    4

  • [Typ

    e te

    xt]

    [Typ

    e te

    xt]

    [Typ

    e te

    xt]

    1.2600  ha  

    penanama

    n  HPT  

    (rum

    put  

    dan/legu

    m)  

    2.Prasarana  

    sumber  

    air

    1.Jaminan  

    ketersed

    iaan  

    pakan  

    2.Jaminan  

    ketersed

    iaan  air

    3.Pencega

    han  

    penyakit

    1.10.400  ha  penanaman  HPT  

    (rum

    put  dan/legum

    ) 2.

    Penyehatan  gangrep

    3.

    8  Jt  sem

    en  beku

    4.N2  cair  dan  container

    5.Tenaga  inseminator,  PKB

    ,  &ATR  bersertifikat  

    kompetensi

    6.Penyelam

    atan  betina  

    produktif

    0.7  juta

    NTT,  NTB,  

    Papua,  

    Maluku,  

    Sulawesi,Aceh

    ,  Kaltara

    Kom

    binasi

    1.9  juta

    Sulsel,  

    Sumatera,  

    Kalim

    antan

    0,3  juta

    3.3  juta

    Jawa,  Bali,  

    Lampung

    2,9  Juta

    Embrio  

    transfer

    SIWA

    B 4  jt  

    akseptor

    3  Juta  

    Bunting

    Inka  +  

    IB

    Eksten

    sif

    Semi  inten

    sif

    Intensif

    Intensif

    Popu

    lasi  

    Betina

     Dew

    asa

    Aksep

    tor  

    Langkah  Ope

    rasion

    al

    0,8

    Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 5

  • [Type text] [Type text] [Type text]

    M Tabel 2. Target Upsus Siwab 2017

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    1 Aceh 105.867 60.344 Aceh Barat 1.265 721 Aceh Besar 16.226 9.249 Aceh Jaya 3.525 2.009 Aceh Si ngki l 999 569 Aceh Tamiang 12.926 7.368 Aceh Tengah 1.477 842 Aceh Tenggara 992 565 Aceh Timur 13.050 7.439 Aceh Utara 17.592 10.027 Bi reuen 13.219 7.535 Gayo Lues 1.368 780 Langsa 1.478 842 Lhokseumawe 2.117 1.207 Nagan Raya 2.532 1.443 Pidie 12.460 7.102 Pidie Jaya 4.641 2.645

    2 Bali 128.204 102.563 Badung 9.826 7.861 Bangl i 19.963 15.970 Buleleng 24.912 19.930 Denpasar 1.729 1.383 Gianyar 10.833 8.666 Jembrana 9.679 7.743 Karang Asem 29.348 23.478 Kl u ngku ng 9.101 7.281 Tabanan 12.813 10.250

    3 Banten 8.208 5.746 Le bak 644 451 Se rang 1.161 813 Tangerang 6.403 4.482

    4 Bengkulu 36.355 23.631 Bengkul u 2.030 1.320 Bengkulu Selatan 4.750 3.088 Bengkulu Tengah 2.411 1.567 Bengkulu Utara 10.533 6.846 Kaur 2.882 1.873 Kepahiang 910 592 Mukomuko 5.422 3.524 Rejang Lebong 2.056 1.336

    [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    5 DIY 101.121 82.919 Bantul 18.528 15.193 Gunung Kidul 50.491 41.403 Kulon Progo 16.716 13.707 Sleman 15.386 12.617

    6 DKI Jakarta 1.424 1.068 Jakarta Selatan 791 593 JAKARTA TIMUR 633 475

    7 Gorontalo 38.765 21.321 Boalemo 6.540 3.597 Bone Bolango 4.889 2.689 Gorontalo 16.363 9.000 Gorontalo Utara 5.265 2.896 Pohuwato 5.708 3.139

    8 Jambi 40.861 26.560 Batang Hari 2.489 1.618 Bungo 7.960 5.174 Ke ri nci 3.925 2.551 Me rangi n 5.002 3.251 Muaro Jambi 5.144 3.344 Sarolangun 2.702 1.756 Sungai Penuh 1.073 697 Tanjung Jabung Barat 2.266 1.473 Tanjung Jabung Timur 4.285 2.785 Tebo 6.015 3.910

    9 Jawa Barat 166.094 136.197 Bandung 24.458 20.056 Bandung Barat 17.834 14.624 Be kasi 7.808 6.403 Bogor 13.560 11.119 Ciamis 8.063 6.612 Cianjur 8.563 7.022 Cirebon 1.117 916 Depok 1.130 927 Garut 16.309 13.373 Indramayu 3.078 2.524 Karawang 3.211 2.633 Kuni ngan 9.206 7.549 Majalengka 3.751 3.076 Purwakarta 3.955 3.243 Subang 9.132 7.488 Sukabumi 6.911 5.667 Sumedang 14.474 11.869 Tasikmalaya 13.534 11.098

    6

  • [Type text] [Type text] [Type text]

    M Tabel 2. Target Upsus Siwab 2017

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    1 Aceh 105.867 60.344 Aceh Barat 1.265 721 Aceh Besar 16.226 9.249 Aceh Jaya 3.525 2.009 Aceh Si ngki l 999 569 Aceh Tamiang 12.926 7.368 Aceh Tengah 1.477 842 Aceh Tenggara 992 565 Aceh Timur 13.050 7.439 Aceh Utara 17.592 10.027 Bi reuen 13.219 7.535 Gayo Lues 1.368 780 Langsa 1.478 842 Lhokseumawe 2.117 1.207 Nagan Raya 2.532 1.443 Pidie 12.460 7.102 Pidie Jaya 4.641 2.645

    2 Bali 128.204 102.563 Badung 9.826 7.861 Bangl i 19.963 15.970 Buleleng 24.912 19.930 Denpasar 1.729 1.383 Gianyar 10.833 8.666 Jembrana 9.679 7.743 Karang Asem 29.348 23.478 Kl u ngku ng 9.101 7.281 Tabanan 12.813 10.250

    3 Banten 8.208 5.746 Le bak 644 451 Se rang 1.161 813 Tangerang 6.403 4.482

    4 Bengkulu 36.355 23.631 Bengkul u 2.030 1.320 Bengkulu Selatan 4.750 3.088 Bengkulu Tengah 2.411 1.567 Bengkulu Utara 10.533 6.846 Kaur 2.882 1.873 Kepahiang 910 592 Mukomuko 5.422 3.524 Rejang Lebong 2.056 1.336

    [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    5 DIY 101.121 82.919 Bantul 18.528 15.193 Gunung Kidul 50.491 41.403 Kulon Progo 16.716 13.707 Sleman 15.386 12.617

    6 DKI Jakarta 1.424 1.068 Jakarta Selatan 791 593 JAKARTA TIMUR 633 475

    7 Gorontalo 38.765 21.321 Boalemo 6.540 3.597 Bone Bolango 4.889 2.689 Gorontalo 16.363 9.000 Gorontalo Utara 5.265 2.896 Pohuwato 5.708 3.139

    8 Jambi 40.861 26.560 Batang Hari 2.489 1.618 Bungo 7.960 5.174 Ke ri nci 3.925 2.551 Me rangi n 5.002 3.251 Muaro Jambi 5.144 3.344 Sarolangun 2.702 1.756 Sungai Penuh 1.073 697 Tanjung Jabung Barat 2.266 1.473 Tanjung Jabung Timur 4.285 2.785 Tebo 6.015 3.910

    9 Jawa Barat 166.094 136.197 Bandung 24.458 20.056 Bandung Barat 17.834 14.624 Be kasi 7.808 6.403 Bogor 13.560 11.119 Ciamis 8.063 6.612 Cianjur 8.563 7.022 Cirebon 1.117 916 Depok 1.130 927 Garut 16.309 13.373 Indramayu 3.078 2.524 Karawang 3.211 2.633 Kuni ngan 9.206 7.549 Majalengka 3.751 3.076 Purwakarta 3.955 3.243 Subang 9.132 7.488 Sukabumi 6.911 5.667 Sumedang 14.474 11.869 Tasikmalaya 13.534 11.098

    Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 7

  • [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    10 Jawa Tengah 514.984 427.437 Banjarnegara 10.635 8.827 Banyumas 5.576 4.628 Batang 5.404 4.485 Blora 62.555 51.921 Boyolal i 52.471 43.551 Bre bes 8.880 7.370 Cilacap 5.007 4.156 Demak 1.259 1.045 Grobogan 43.500 36.105 Jepara 12.337 10.240 Karanganyar 19.144 15.890 Kebumen 19.833 16.461 Kendal 5.963 4.949 Klate n 26.448 21.952 Kudus 3.185 2.644 Magelang 20.154 16.728 Pati 26.594 22.073 Pekalongan 6.021 4.997 Pemalang 2.545 2.112 Purbal i ngga 4.144 3.440 Purworejo 4.409 3.659 Rembang 37.044 30.747 Salatiga 1.751 1.453 Semarang 27.354 22.704 Srage n 26.248 21.786 Sukoharjo 8.411 6.981 Tegal 2.932 2.434 Temanggung 8.842 7.339 Wonogi ri 48.982 40.655 Wonosobo 7.356 6.105

    11 Jawa Timur 1.365.138 1.146.716 Bangkalan 63.519 53.356 Banyuwangi 29.990 25.192 Blitar 49.503 41.583 Bojonegoro 50.229 42.192 Bondowoso 52.265 43.903 Gresik 14.471 12.156 Jember 71.115 59.737 Jombang 22.300 18.732 Kedi ri 64.493 54.174 Kota Batu 5.616 4.717 Kota Bl itar 970 815 Kota Malang 1.524 1.280 Kota Probolinggo 2.842 2.387 Lamongan 29.296 24.609

    [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    Lumajang 55.937 46.987 Madi u n 15.042 12.635 Magetan 32.456 27.263 Malang 94.416 79.309 Mojokerto 22.057 18.528 Nganj u k 41.914 35.208 Ngawi 28.131 23.630 Pacitan 24.752 20.792 Pamekasan 40.361 33.903 Pasuruan 71.046 59.679 Ponorogo 26.027 21.863 Probol i nggo 81.528 68.484 Sampang 62.956 52.883 Sidoarjo 4.036 3.390 Situbondo 51.549 43.301 Sumenep 114.446 96.135 Trenggalek 11.852 9.956 Tuban 88.685 74.495 Tulu ngagung 39.814 33.444

    12 Kalimantan Barat 36.373 23.642 Be ngkayang 2.245 1.459 Kapuas Hulu 2.250 1.463 Kayong Utara 1.323 860 Ketapang 7.466 4.853 Kubu Raya 3.596 2.337 Landak 1.970 1.281 Me l awi 2.119 1.377 Pontianak 3.983 2.589 Sambas 2.537 1.649 Sanggau 2.478 1.611 Se kadau 2.978 1.936 Si ngkawang 1.312 853 Si ntang 2.116 1.375

    13 Kalimantan Selatan 35.266 22.923 Banjar 4.788 3.112 Banjar Baru 890 579 Barito Kuala 1.547 1.006 Hulu Sungai Selatan 868 564 Hulu Sungai Tengah 1.685 1.095 Kota Baru 3.161 2.055 Tabalong 1.187 772 Tanah Bumbu 4.894 3.181 Tanah Laut 14.545 9.454 Tapin 1.701 1.106

    8

  • [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    10 Jawa Tengah 514.984 427.437 Banjarnegara 10.635 8.827 Banyumas 5.576 4.628 Batang 5.404 4.485 Blora 62.555 51.921 Boyolal i 52.471 43.551 Bre bes 8.880 7.370 Cilacap 5.007 4.156 Demak 1.259 1.045 Grobogan 43.500 36.105 Jepara 12.337 10.240 Karanganyar 19.144 15.890 Kebumen 19.833 16.461 Kendal 5.963 4.949 Klate n 26.448 21.952 Kudus 3.185 2.644 Magelang 20.154 16.728 Pati 26.594 22.073 Pekalongan 6.021 4.997 Pemalang 2.545 2.112 Purbal i ngga 4.144 3.440 Purworejo 4.409 3.659 Rembang 37.044 30.747 Salatiga 1.751 1.453 Semarang 27.354 22.704 Srage n 26.248 21.786 Sukoharjo 8.411 6.981 Tegal 2.932 2.434 Temanggung 8.842 7.339 Wonogi ri 48.982 40.655 Wonosobo 7.356 6.105

    11 Jawa Timur 1.365.138 1.146.716 Bangkalan 63.519 53.356 Banyuwangi 29.990 25.192 Blitar 49.503 41.583 Bojonegoro 50.229 42.192 Bondowoso 52.265 43.903 Gresik 14.471 12.156 Jember 71.115 59.737 Jombang 22.300 18.732 Kedi ri 64.493 54.174 Kota Batu 5.616 4.717 Kota Bl itar 970 815 Kota Malang 1.524 1.280 Kota Probolinggo 2.842 2.387 Lamongan 29.296 24.609

    [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    Lumajang 55.937 46.987 Madi u n 15.042 12.635 Magetan 32.456 27.263 Malang 94.416 79.309 Mojokerto 22.057 18.528 Nganj u k 41.914 35.208 Ngawi 28.131 23.630 Pacitan 24.752 20.792 Pamekasan 40.361 33.903 Pasuruan 71.046 59.679 Ponorogo 26.027 21.863 Probol i nggo 81.528 68.484 Sampang 62.956 52.883 Sidoarjo 4.036 3.390 Situbondo 51.549 43.301 Sumenep 114.446 96.135 Trenggalek 11.852 9.956 Tuban 88.685 74.495 Tulu ngagung 39.814 33.444

    12 Kalimantan Barat 36.373 23.642 Be ngkayang 2.245 1.459 Kapuas Hulu 2.250 1.463 Kayong Utara 1.323 860 Ketapang 7.466 4.853 Kubu Raya 3.596 2.337 Landak 1.970 1.281 Me l awi 2.119 1.377 Pontianak 3.983 2.589 Sambas 2.537 1.649 Sanggau 2.478 1.611 Se kadau 2.978 1.936 Si ngkawang 1.312 853 Si ntang 2.116 1.375

    13 Kalimantan Selatan 35.266 22.923 Banjar 4.788 3.112 Banjar Baru 890 579 Barito Kuala 1.547 1.006 Hulu Sungai Selatan 868 564 Hulu Sungai Tengah 1.685 1.095 Kota Baru 3.161 2.055 Tabalong 1.187 772 Tanah Bumbu 4.894 3.181 Tanah Laut 14.545 9.454 Tapin 1.701 1.106

    Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 9

  • [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING 14 Kalimantan Tengah 8.971 5.831

    Gunung Mas 660 429 Kapuas 655 426 Kati nga n 1.362 885 Kotawaringin Barat 1.749 1.137 Kotawaringin Timur 1.076 699 La mandau 538 350 Pulang Pisau 1.474 958 Se ruya n 1.457 947

    15 Kalimantan Timur 18.942 12.312 Ba likpapan 788 512 Be ra u 2.230 1.450 Kutai Barat 1.314 854 Kutai Kartanegara 5.370 3.491 Kuta i Timur 3.108 2.020 Pase r 2.842 1.847 Penajam Paser Utara 2.419 1.572 Samari nda 871 566

    16 Kalimantan Utara 2.591 1.373 Bulu nga n 1.303 691 Nunu ka n 1.288 683

    17 Kep. Bangka Belitung 2.004 1.182 Bangka Tengah 900 531 Be l itu ng 520 307 Belitung Timur 584 345

    18 Kepulauan Riau 6.039 3.563 Kepulauan Anambas 1.537 907 LINGGA 802 473 N atuna 3.700 2.183

    19 Lampung 190.889 152.711 Lampung Barat 5.960 4.768 Lampung Selatan 31.772 25.418 Lampung Tengah 75.451 60.361 La mpung Timur 33.596 26.877 Lampung Utara 8.551 6.841 Mesuj i 2.568 2.054 Metro 1.717 1.374 Pesawara n 4.890 3.912 Pri ngsewu 3.840 3.072 Tanggamus 1.529 1.223 Tulang Bawang Barat 4.796 3.837 Tu l angbawang 7.432 5.946 Way Kanan 8.787 7.030

    20 Maluku 17.237 9.136 Bu ru 3.958 2.098 Maluku Barat Daya 2.234 1.184 Maluku Tengah 6.119 3.243 Seram Bagian Barat 3.709 1.966 Seram Bagian Timur 1.217 645

    [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    21 Maluku Utara 11.806 6.257 Halmahera Barat 1.808 958 Halmahera Selatan 1.285 681 Halmahera Tengah 535 284 Halmahera Timur 1.993 1.056 Halmahera Utara 2.646 1.402 Kepulauan Sula 1.558 826 Pulau Morotai 882 467 Tidore Kepulauan 1.099 582

    22 NTB 139.995 81.197 Bi ma 23.811 13.810 Dompu 15.906 9.225 Lombok Barat 11.290 6.548 Lombok Tengah 20.644 11.974 Lombok Timur 17.036 9.881 Lombok Utara 11.566 6.708 Sumbawa 32.832 19.043 Sumbawa Barat 6.910 4.008

    23 NTT 146.965 83.770 Alor 831 474 Bel u 21.326 12.156 Ende 6.202 3.535 Kab. Kupang 965 550 Kota Kupang 27.156 15.479 Lembata 792 451 Manggarai 4.421 2.520 Manggarai Barat 2.307 1.315 Manggarai Timur 2.287 1.304 Nagekeo 5.023 2.863 Ngada 4.742 2.703 Rote Ndao 8.092 4.612 Sabu Raijua 622 355 Sikka 2.443 1.393 Sumba Tengah 992 565 Sumba Timur 9.496 5.413 Timor Tengah Selatan 29.830 17.003 Timor Tengah Utara 19.438 11.080

    24 Papua 15.571 8.564 Jayapura 3.524 1.938 Jayawijaya 769 423 Keerom 2.482 1.365 Me rauke 6.014 3.308 Nabi re 2.233 1.228 Sarmi 549 302

    10

  • [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING 14 Kalimantan Tengah 8.971 5.831

    Gunung Mas 660 429 Kapuas 655 426 Kati nga n 1.362 885 Kotawaringin Barat 1.749 1.137 Kotawaringin Timur 1.076 699 La mandau 538 350 Pulang Pisau 1.474 958 Se ruya n 1.457 947

    15 Kalimantan Timur 18.942 12.312 Ba likpapan 788 512 Be ra u 2.230 1.450 Kutai Barat 1.314 854 Kutai Kartanegara 5.370 3.491 Kuta i Timur 3.108 2.020 Pase r 2.842 1.847 Penajam Paser Utara 2.419 1.572 Samari nda 871 566

    16 Kalimantan Utara 2.591 1.373 Bulu nga n 1.303 691 Nunu ka n 1.288 683

    17 Kep. Bangka Belitung 2.004 1.182 Bangka Tengah 900 531 Be l itu ng 520 307 Belitung Timur 584 345

    18 Kepulauan Riau 6.039 3.563 Kepulauan Anambas 1.537 907 LINGGA 802 473 N atuna 3.700 2.183

    19 Lampung 190.889 152.711 Lampung Barat 5.960 4.768 Lampung Selatan 31.772 25.418 Lampung Tengah 75.451 60.361 La mpung Timur 33.596 26.877 Lampung Utara 8.551 6.841 Mesuj i 2.568 2.054 Metro 1.717 1.374 Pesawara n 4.890 3.912 Pri ngsewu 3.840 3.072 Tanggamus 1.529 1.223 Tulang Bawang Barat 4.796 3.837 Tu l angbawang 7.432 5.946 Way Kanan 8.787 7.030

    20 Maluku 17.237 9.136 Bu ru 3.958 2.098 Maluku Barat Daya 2.234 1.184 Maluku Tengah 6.119 3.243 Seram Bagian Barat 3.709 1.966 Seram Bagian Timur 1.217 645

    [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    21 Maluku Utara 11.806 6.257 Halmahera Barat 1.808 958 Halmahera Selatan 1.285 681 Halmahera Tengah 535 284 Halmahera Timur 1.993 1.056 Halmahera Utara 2.646 1.402 Kepulauan Sula 1.558 826 Pulau Morotai 882 467 Tidore Kepulauan 1.099 582

    22 NTB 139.995 81.197 Bi ma 23.811 13.810 Dompu 15.906 9.225 Lombok Barat 11.290 6.548 Lombok Tengah 20.644 11.974 Lombok Timur 17.036 9.881 Lombok Utara 11.566 6.708 Sumbawa 32.832 19.043 Sumbawa Barat 6.910 4.008

    23 NTT 146.965 83.770 Alor 831 474 Bel u 21.326 12.156 Ende 6.202 3.535 Kab. Kupang 965 550 Kota Kupang 27.156 15.479 Lembata 792 451 Manggarai 4.421 2.520 Manggarai Barat 2.307 1.315 Manggarai Timur 2.287 1.304 Nagekeo 5.023 2.863 Ngada 4.742 2.703 Rote Ndao 8.092 4.612 Sabu Raijua 622 355 Sikka 2.443 1.393 Sumba Tengah 992 565 Sumba Timur 9.496 5.413 Timor Tengah Selatan 29.830 17.003 Timor Tengah Utara 19.438 11.080

    24 Papua 15.571 8.564 Jayapura 3.524 1.938 Jayawijaya 769 423 Keerom 2.482 1.365 Me rauke 6.014 3.308 Nabi re 2.233 1.228 Sarmi 549 302

    Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 11

  • [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    25 Papua Barat 11.079 5.872 Fakfak 648 343 Manokwari 5.492 2.911 Sorong 4.939 2.618

    26 Riau 56.208 36.535 Be ngkal is 3.583 2.329 D U M A I 1.380 897 Indragi ri Hilir 1.584 1.030 Indragiri Hulu 8.913 5.793 Kampar 8.540 5.551 Kepulauan Meranti 1.186 771 Kuantan Singingi 7.662 4.980 Pekanbaru 1.555 1.011 Pelalawan 2.390 1.554 Rokan Hilir 4.995 3.247 Rokan Hulu 11.080 7.202 S I A K 3.340 2.171

    27 Sulawesi Barat 19.765 11.068 Majene 3.255 1.823 Mamasa 1.398 783 Mamuju 5.527 3.095 Mamuju Utara 2.018 1.130 Polewali Mandar 7.567 4.238

    28 Sulawesi Selatan 340.467 224.708 Bantaeng 7.064 4.662 Barru 17.725 11.699 Bone 89.728 59.220 Bul u ku mba 18.959 12.513 Enrekang 16.109 10.632 Gowa 30.336 20.022 Jeneponto 7.357 4.856 Kepulauan Selayar 5.305 3.501 Luwu 5.635 3.719 Luwu Timur 4.886 3.225 Luwu Utara 7.843 5.176 Makassar 1.129 745 Maros 20.934 13.816 Palopo 926 611 Pangkajene Dan Kepulauan 11.725 7.739 Pare-Pare 1.418 936 Pinrang 7.993 5.275 Sidenreng Rappang 10.763 7.104 Sinjai 24.354 16.074 Soppeng 9.413 6.213 Takalar 12.559 8.289 Tana Toraja 2.284 1.507 ^Vajo 26.022 17.175

    [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    29 Sulawesi Tengah 56.226 30.924 Banggai 12.289 6.759 Banggai Kepulauan 3.594 1.977 Buol 3.139 1.726 Donggala 7.890 4.340 Morowal i 4.728 2.600 Pal u 1.841 1.013 Parigi Moutong 5.889 3.239 Poso 3.175 1.746 Sigi 5.969 3.283 Tojo Una-Una 4.716 2.594 Tol i-Tol i 2.996 1.648

    30 Sulawesi Tenggara 47.468 26.107 Bombana 9.077 4.992 Buton 2.476 1.362 Buton Utara 761 419 Kendari 465 256 Kolaka 5.003 2.752 Konawe 6.403 3.522 Konawe Selatan 11.865 6.526 Konawe Utara 1.287 708 Muna 10.131 5.572

    31 Sulawesi Utara 26.940 15.086 Bitung 686 384 Bolaang Mongondow 5.618 3.146 Bolaang Mongondow Selatan 1.040 582 Bolaang Mongondow Timur 828 464 Bolaang Mongondow Utara 3.435 1.924 Manado 720 403 Mi nahasa 4.626 2.591 Minahasa Selatan 4.156 2.327 Minahasa Tenggara 1.053 590 Minahasa Utara 3.958 2.216 Tomohon 820 459

    12

  • [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    25 Papua Barat 11.079 5.872 Fakfak 648 343 Manokwari 5.492 2.911 Sorong 4.939 2.618

    26 Riau 56.208 36.535 Be ngkal is 3.583 2.329 D U M A I 1.380 897 Indragi ri Hilir 1.584 1.030 Indragiri Hulu 8.913 5.793 Kampar 8.540 5.551 Kepulauan Meranti 1.186 771 Kuantan Singingi 7.662 4.980 Pekanbaru 1.555 1.011 Pelalawan 2.390 1.554 Rokan Hilir 4.995 3.247 Rokan Hulu 11.080 7.202 S I A K 3.340 2.171

    27 Sulawesi Barat 19.765 11.068 Majene 3.255 1.823 Mamasa 1.398 783 Mamuju 5.527 3.095 Mamuju Utara 2.018 1.130 Polewali Mandar 7.567 4.238

    28 Sulawesi Selatan 340.467 224.708 Bantaeng 7.064 4.662 Barru 17.725 11.699 Bone 89.728 59.220 Bul u ku mba 18.959 12.513 Enrekang 16.109 10.632 Gowa 30.336 20.022 Jeneponto 7.357 4.856 Kepulauan Selayar 5.305 3.501 Luwu 5.635 3.719 Luwu Timur 4.886 3.225 Luwu Utara 7.843 5.176 Makassar 1.129 745 Maros 20.934 13.816 Palopo 926 611 Pangkajene Dan Kepulauan 11.725 7.739 Pare-Pare 1.418 936 Pinrang 7.993 5.275 Sidenreng Rappang 10.763 7.104 Sinjai 24.354 16.074 Soppeng 9.413 6.213 Takalar 12.559 8.289 Tana Toraja 2.284 1.507 ^Vajo 26.022 17.175

    [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    29 Sulawesi Tengah 56.226 30.924 Banggai 12.289 6.759 Banggai Kepulauan 3.594 1.977 Buol 3.139 1.726 Donggala 7.890 4.340 Morowal i 4.728 2.600 Pal u 1.841 1.013 Parigi Moutong 5.889 3.239 Poso 3.175 1.746 Sigi 5.969 3.283 Tojo Una-Una 4.716 2.594 Tol i-Tol i 2.996 1.648

    30 Sulawesi Tenggara 47.468 26.107 Bombana 9.077 4.992 Buton 2.476 1.362 Buton Utara 761 419 Kendari 465 256 Kolaka 5.003 2.752 Konawe 6.403 3.522 Konawe Selatan 11.865 6.526 Konawe Utara 1.287 708 Muna 10.131 5.572

    31 Sulawesi Utara 26.940 15.086 Bitung 686 384 Bolaang Mongondow 5.618 3.146 Bolaang Mongondow Selatan 1.040 582 Bolaang Mongondow Timur 828 464 Bolaang Mongondow Utara 3.435 1.924 Manado 720 403 Mi nahasa 4.626 2.591 Minahasa Selatan 4.156 2.327 Minahasa Tenggara 1.053 590 Minahasa Utara 3.958 2.216 Tomohon 820 459

    Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 13

  • [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    32 Sumatera Barat 111.293 75.679 Agam 9.495 6.457 Dharmasraya 9.032 6.142 Lima Puluh Kota 9.781 6.651 Padang 4.546 3.091 Padang Pariaman 11.652 7.923 Pariaman 1.007 685 Pasaman 1.879 1.278 Pasaman Barat 4.615 3.138 Payakumbuh 1.410 959 Pesisir Selatan 26.630 18.108 Sawah Lunto 1.915 1.302 Sij u nj ung 5.049 3.433 Solok 11.170 7.596 Solok Selatan 2.980 2.026 Tanah Datar 10.132 6.890

    33 Sumatera Selatan 64.984 42.889 Banyu Asi n 9.238 6.097 Empat Lawang 1.445 954 Lahat 3.334 2.200 Muara Enim 4.893 3.229 Musi Banyuasin 7.653 5.051 Musi Rawas 7.233 4.774 Ogan Ilir 3.760 2.482 Ogan Komering Ilir 5.318 3.510 Ogan Komering Ulu 2.279 1.504 Ogan Komering Ulu Selatan 3.377 2.229 Ogan Komering Ulu Timur 14.437 9.528 Palembang 2.017 1.331

    34 Sumatera Utara 125.900 84.353 Asahan 19.390 12.991 Batu Bara 6.689 4.482 Binjai 1.055 707 Dai ri 665 446 Deli Serdang 13.277 8.896 Karo 3.448 2.310 Labuhan Batu 3.914 2.622 Labuhan Batu Selatan 2.446 1.639 Labuhan Batu Utara 6.461 4.329 Langkat 27.117 18.168 Mandailing Natal 1.050 704 Medan 711 476 Padang Lawas 2.266 1.518 Padang Lawas Utara 3.101 2.078 Serdang Bedagai 10.372 6.949 Si mal ungu n 23.938 16.038 Grand Total 4.000.000 3.000.187

    [Type text] [Type text] [Type text]

    III. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

    Pedoman Pelaksanaan Operasionalisasi Upsus Siwab 2017 dibuat secara garis besar dan masih merupakan payung, sehingga diperjelas dengan dilengkapi beberapa pedoman yang brsifat teknis yang merupakan satu kesatuan dengan Pedoman Pelaksanaan ini.

    Pedoman teknis tersebut di atas meliputi: (1) Penetapan Status Reproduksi dan Penanganan Gangguan Reproduksi; (2) Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis dan Sarana IB serta Pelaksanaan IB; (3) Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair dan Kontainer; (4) Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat; (5) Pengendalian Pemotongan Betina Produktif; dan (6) Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan. Secara keseluruhan, untuk menjalankan Upsus Siwab 2017 mengacu pada 1 (satu) Pedoman Pelaksanaan bersama 6 (enam) Pedoman Teknis yang merupakan bagian tidak terpisahkan. Pedoman Teknis yang dimaksud adalah sebagai berikut:

    1) Pedoman Teknis Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis dan Sarana IB serta Pelaksanaan IB. Pedoman teknis ini menjelaskan pelaksanaan IB dengan target 4.000.000 akseptor dan sapi/kerbau bunting di tahun 2017 sebanyak 3.000.000 ekor.

    2) Pedoman Teknis Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair dan Kontainer. Pedoman teknis ini menjelaskan ketersediaan semen beku, N2 cair, dan container serta mengatur tatacara pendistribusiannya ke lokasi pelaksanaan Upsus Siwab ke seluruh Indonesia.

    3) Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi menjelaskan penanganan medis gangguan reproduksi ternak dengan target sebanyak 300.000 ekor yang diharapkan menjadi sehat kembali dan dapat dilakukan IB dan berhasil bunting.

    4) Pedoman Teknis Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat menjelaskan penyediaan hijauan pakan ternak dan pakan konsentrat untuk memperbaiki kondisi ternak dengan target 22.500 ekor dari BCS lebih kecil

    14

  • [Type text] [Type text] [Type text]

    No PROVINSI TARG ET ASEPTOR BUNTING

    32 Sumatera Barat 111.293 75.679 Agam 9.495 6.457 Dharmasraya 9.032 6.142 Lima Puluh Kota 9.781 6.651 Padang 4.546 3.091 Padang Pariaman 11.652 7.923 Pariaman 1.007 685 Pasaman 1.879 1.278 Pasaman Barat 4.615 3.138 Payakumbuh 1.410 959 Pesisir Selatan 26.630 18.108 Sawah Lunto 1.915 1.302 Sij u nj ung 5.049 3.433 Solok 11.170 7.596 Solok Selatan 2.980 2.026 Tanah Datar 10.132 6.890

    33 Sumatera Selatan 64.984 42.889 Banyu Asi n 9.238 6.097 Empat Lawang 1.445 954 Lahat 3.334 2.200 Muara Enim 4.893 3.229 Musi Banyuasin 7.653 5.051 Musi Rawas 7.233 4.774 Ogan Ilir 3.760 2.482 Ogan Komering Ilir 5.318 3.510 Ogan Komering Ulu 2.279 1.504 Ogan Komering Ulu Selatan 3.377 2.229 Ogan Komering Ulu Timur 14.437 9.528 Palembang 2.017 1.331

    34 Sumatera Utara 125.900 84.353 Asahan 19.390 12.991 Batu Bara 6.689 4.482 Binjai 1.055 707 Dai ri 665 446 Deli Serdang 13.277 8.896 Karo 3.448 2.310 Labuhan Batu 3.914 2.622 Labuhan Batu Selatan 2.446 1.639 Labuhan Batu Utara 6.461 4.329 Langkat 27.117 18.168 Mandailing Natal 1.050 704 Medan 711 476 Padang Lawas 2.266 1.518 Padang Lawas Utara 3.101 2.078 Serdang Bedagai 10.372 6.949 Si mal ungu n 23.938 16.038 Grand Total 4.000.000 3.000.187

    [Type text] [Type text] [Type text]

    III. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

    Pedoman Pelaksanaan Operasionalisasi Upsus Siwab 2017 dibuat secara garis besar dan masih merupakan payung, sehingga diperjelas dengan dilengkapi beberapa pedoman yang brsifat teknis yang merupakan satu kesatuan dengan Pedoman Pelaksanaan ini.

    Pedoman teknis tersebut di atas meliputi: (1) Penetapan Status Reproduksi dan Penanganan Gangguan Reproduksi; (2) Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis dan Sarana IB serta Pelaksanaan IB; (3) Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair dan Kontainer; (4) Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat; (5) Pengendalian Pemotongan Betina Produktif; dan (6) Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan. Secara keseluruhan, untuk menjalankan Upsus Siwab 2017 mengacu pada 1 (satu) Pedoman Pelaksanaan bersama 6 (enam) Pedoman Teknis yang merupakan bagian tidak terpisahkan. Pedoman Teknis yang dimaksud adalah sebagai berikut:

    1) Pedoman Teknis Penyediaan Semen Beku, Tenaga Teknis dan Sarana IB serta Pelaksanaan IB. Pedoman teknis ini menjelaskan pelaksanaan IB dengan target 4.000.000 akseptor dan sapi/kerbau bunting di tahun 2017 sebanyak 3.000.000 ekor.

    2) Pedoman Teknis Distribusi dan Ketersediaan Semen Beku, Nitrogen (N2) Cair dan Kontainer. Pedoman teknis ini menjelaskan ketersediaan semen beku, N2 cair, dan container serta mengatur tatacara pendistribusiannya ke lokasi pelaksanaan Upsus Siwab ke seluruh Indonesia.

    3) Pedoman Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi menjelaskan penanganan medis gangguan reproduksi ternak dengan target sebanyak 300.000 ekor yang diharapkan menjadi sehat kembali dan dapat dilakukan IB dan berhasil bunting.

    4) Pedoman Teknis Pemenuhan Hijauan Pakan Ternak dan Pakan Konsentrat menjelaskan penyediaan hijauan pakan ternak dan pakan konsentrat untuk memperbaiki kondisi ternak dengan target 22.500 ekor dari BCS lebih kecil

    Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB

    III.

    15

  • [Type text] [Type text] [Type text]

    sama dengan (< 2) menjadi lebih besar sama dengan (> 3) sehingga dapat dilakukan IB dan berhasil bunting.

    5) Pedoman Teknis Pengendalian Betina Produktif menjelaskan tentang mekanisme pengendalian betina produktif dimulai dari hulu sampai hilir pada 40 Kabupaten/Kota. Hasil yang didapat adalah penurunan pemotongan betina produktif sebesar 20%.

    6) Pedoman Teknis Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan menjelaskan tatacara pemantauan perkembangan capaian kinerja Upsus Siwab secara cepat dan real time menggunakan intrumen dari modul iSIKHNAS yang diintegrasikan dengan Sistem Monitoring dan Pelaporan SMS Kementerian Pertanian.

    3.1. Operasionalisasi Upsus Siwab

    Operasionalisasi Upsus Siwab merupakan beberapa komponen kegiatan yang saling berkaitan, dimulai dari komponen kegiatan yang tidak memerlukan anggaran seperti penentuan target akseptor sampai yang memerlukan anggaran: pelaksanaan kawin suntik (komponen utama Upsus Siwab), kegiatan monitoring, evaluasi, dan pelaporan. Untuk memberikan pemahaman yang utuh tentang Upsus Siwab 2017 dan memudahkan dalam operasionalisasinya, maka dibuat matrik ringkasan SOP dalam pedoman pelaksanaan Upsus Siwab 2017 seperti pada Tabel 3.

    3.2. Komponen Umum dan Teknis

    Dalam Pedoman Pelaksanaan ini, berdasarkan sifatnya, macam komponen kegiatan dibedakan menjadi umum dan teknis. Komponen yang bersifat umum akan dibahas dalam pedoman pelaksanaan ini dan yang bersifat teknis akan dibicarakan dalam pedoman teknis masing-masing. Semua komponen kegiatan ini menyangkut tugas dan fungsi instansi sehingga tidak disediakan anggaran dalam APBN. Dokumen yang dihasilkan adalah Surat Keputusan penentuan target akseptor per provinsi oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, target akseptor per kabupaten/kota oleh SKPD Provinsi, dan daftar aseptor di kabupaten/kota oleh SKPD Kabupaten/Kota.

    Komponen kegiatan umum yang merupakan kegiatan persiapan adalah penentuan status reproduksi. Penentuan status reproduksi dilakukan oleh Tim Pelaksana Kabupaten/Kota dan ditetapkan oleh SKPD Kabupaten/Kota yang diketuai oleh Koordinator Tim, dan anggotanya terdiri dari unsur medis, paramedis, inseminator, petugas PKb, dan petugas ATR. Tugas Tim Pelaksana Kabupaten/Kota adalah memeriksa akseptor yang sudah di-SK-kan SKPD Kabupaten/Kota. Semua akseptor dicatat kondisi BCS-nya dan diberi kartu ternak serta didaftar dalam isikhnas.

    [Type text] [Type text] [Type text]

    Selanjutnya diberi keterangan status reproduksinya (normal, bunting sekian bulan, terjadi gangguan reproduksi (gangrep), dan gangrep permanen.

    Tindak lanjut setelah penentuan status reproduksi, untuk yang normal, diamati birahinya dan di IB. Untuk yang bunting, diberi keterangan bunting dan sebutkan bulan kebuntingannya dan terus diamati sampai melahirkan. Apabila birahi lagi setelah melahirkan, segera di IB. Untuk yang mengalami gangrep permanen diarahkan untuk dipotong dan untuk yang lain menjadi target penanganan gangrep.

    3.3. Pelaksanaan IB dan Introduksi IB

    Pelaksanaan IB dipisahkan berdasarkan sistem pemeliharaan, yaitu intensif (ternak dipelihara di dalam kandang dan seluruh kebutuhan ternak disediakan), semi intensif (ternak dipelihara di dalam kandang tetapi pada siang hari digembalakan), dan ekstensif (ternak dipelihara tidak di dalam kandang dan biasanya digembalakan). Sistem intensif dan semi intensif diberlakukan IB secara normal yaitu dilaksanakan di kandang jepit yang disiapkan peternak baik secara individu maupun kelompok.

    Sementara untuk introduksi IB dilakukan pada sistem pemeliharaan ekstensif. Kegiatan IB dilakukan pada waktu yang ditentukan secara berkala di holding ground dan gang way (kandang penampungan yang dilengkapi lorong penanganan ternak) yang dibangun pemerintah. Pada saat pengumpulan secara berkala, akseptor yang birahi dilakukan pelayanan IB dan akseptor lainnya mendapatkan penanganan medisseperti pemriksaan kesehatan, pengobatan dll. Apabila memungkinkan untuk meningkatkan tingkat berahi dan keberhasilan kebuntingan dapat dilakukan pemberian hormon PGF2@ (disesuaikan dengan ketersediaan anggaran).

    Parameter berupa service per conception (S/C) yang dipakai dalam penghitungan anggaran APBN 2017 dengan menggunakan nilai S/C = 2,2. Sehingga secara umum pada masing-masing daerah jumlah kebutuhan semen beku yang diperlukan untuk operasional pelaksanaan IB, maksimal adalah 2,2 x jumlah akseptor. Namun kondisi ini masih harus disesuaikan dengan tingkat kinerja IB di masing-masing wilayah.

    16

  • [Type text] [Type text] [Type text]

    sama dengan (< 2) menjadi lebih besar sama dengan (> 3) sehingga dapat dilakukan IB dan berhasil bunting.

    5) Pedoman Teknis Pengendalian Betina Produktif menjelaskan tentang mekanisme pengendalian betina produktif dimulai dari hulu sampai hilir pada 40 Kabupaten/Kota. Hasil yang didapat adalah penurunan pemotongan betina produktif sebesar 20%.

    6) Pedoman Teknis Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan menjelaskan tatacara pemantauan perkembangan capaian kinerja Upsus Siwab secara cepat dan real time menggunakan intrumen dari modul iSIKHNAS yang diintegrasikan dengan Sistem Monitoring dan Pelaporan SMS Kementerian Pertanian.

    3.1. Operasionalisasi Upsus Siwab

    Operasionalisasi Upsus Siwab merupakan beberapa komponen kegiatan yang saling berkaitan, dimulai dari komponen kegiatan yang tidak memerlukan anggaran seperti penentuan target akseptor sampai yang memerlukan anggaran: pelaksanaan kawin suntik (komponen utama Upsus Siwab), kegiatan monitoring, evaluasi, dan pelaporan. Untuk memberikan pemahaman yang utuh tentang Upsus Siwab 2017 dan memudahkan dalam operasionalisasinya, maka dibuat matrik ringkasan SOP dalam pedoman pelaksanaan Upsus Siwab 2017 seperti pada Tabel 3.

    3.2. Komponen Umum dan Teknis

    Dalam Pedoman Pelaksanaan ini, berdasarkan sifatnya, macam komponen kegiatan dibedakan menjadi umum dan teknis. Komponen yang bersifat umum akan dibahas dalam pedoman pelaksanaan ini dan yang bersifat teknis akan dibicarakan dalam pedoman teknis masing-masing. Semua komponen kegiatan ini menyangkut tugas dan fungsi instansi sehingga tidak disediakan anggaran dalam APBN. Dokumen yang dihasilkan adalah Surat Keputusan penentuan target akseptor per provinsi oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, target akseptor per kabupaten/kota oleh SKPD Provinsi, dan daftar aseptor di kabupaten/kota oleh SKPD Kabupaten/Kota.

    Komponen kegiatan umum yang merupakan kegiatan persiapan adalah penentuan status reproduksi. Penentuan status reproduksi dilakukan oleh Tim Pelaksana Kabupaten/Kota dan ditetapkan oleh SKPD Kabupaten/Kota yang diketuai oleh Koordinator Tim, dan anggotanya terdiri dari unsur medis, paramedis, inseminator, petugas PKb, dan petugas ATR. Tugas Tim Pelaksana Kabupaten/Kota adalah memeriksa akseptor yang sudah di-SK-kan SKPD Kabupaten/Kota. Semua akseptor dicatat kondisi BCS-nya dan diberi kartu ternak serta didaftar dalam isikhnas.

    [Type text] [Type text] [Type text]

    Selanjutnya diberi keterangan status reproduksinya (normal, bunting sekian bulan, terjadi gangguan reproduksi (gangrep), dan gangrep permanen.

    Tindak lanjut setelah penentuan status reproduksi, untuk yang normal, diamati birahinya dan di IB. Untuk yang bunting, diberi keterangan bunting dan sebutkan bulan kebuntingannya dan terus diamati sampai melahirkan. Apabila birahi lagi setelah melahirkan, segera di IB. Untuk yang mengalami gangrep permanen diarahkan untuk dipotong dan untuk yang lain menjadi target penanganan gangrep.

    3.3. Pelaksanaan IB dan Introduksi IB

    Pelaksanaan IB dipisahkan berdasarkan sistem pemeliharaan, yaitu intensif (ternak dipelihara di dalam kandang dan seluruh kebutuhan ternak disediakan), semi intensif (ternak dipelihara di dalam kandang tetapi pada siang hari digembalakan), dan ekstensif (ternak dipelihara tidak di dalam kandang dan biasanya digembalakan). Sistem intensif dan semi intensif diberlakukan IB secara normal yaitu dilaksanakan di kandang jepit yang disiapkan peternak baik secara individu maupun kelompok.

    Sementara untuk introduksi IB dilakukan pada sistem pemeliharaan ekstensif. Kegiatan IB dilakukan pada waktu yang ditentukan secara berkala di holding ground dan gang way (kandang penampungan yang dilengkapi lorong penanganan ternak) yang dibangun pemerintah. Pada saat pengumpulan secara berkala, akseptor yang birahi dilakukan pelayanan IB dan akseptor lainnya mendapatkan penanganan medisseperti pemriksaan kesehatan, pengobatan dll. Apabila memungkinkan untuk meningkatkan tingkat berahi dan keberhasilan kebuntingan dapat dilakukan pemberian hormon PGF2@ (disesuaikan dengan ketersediaan anggaran).

    Parameter berupa service per conception (S/C) yang dipakai dalam penghitungan anggaran APBN 2017 dengan menggunakan nilai S/C = 2,2. Sehingga secara umum pada masing-masing daerah jumlah kebutuhan semen beku yang diperlukan untuk operasional pelaksanaan IB, maksimal adalah 2,2 x jumlah akseptor. Namun kondisi ini masih harus disesuaikan dengan tingkat kinerja IB di masing-masing wilayah.

    Buku I Operasionalisasi UPSUS SIWAB 17

  • Tabe

    l 3. R

    ingk

    asan

    Sta

    ndar

    Ope

    rasi

    onal

    Pro

    sedu

    r (SO

    P) U

    psus

    Siw

    ab 2

    017

    No .

    Kom

    pone

    n K

    egia

    tan

    Volu

    me

    Nas

    iona

    l PI

    C

    Supe

    rvis

    i O

    utpu

    t D

    okum

    en

    1 P

    EN

    EN

    TUA

    N T

    AR

    GE

    T

    a Dat

    a po

    tens

    i ase

    ptor

    5,

    9 JT

    eko

    r S

    ekre

    taria

    t TI

    M U

    PS

    US

    Dat

    a sa

    pi b

    etin

    a um

    ur 2

    -8 ta

    hun

    Terp

    ilih

    4 jt

    akse

    ptor

    b P

    emba

    gian

    targ

    et p

    rovi

    nsi

    4 jt

    aks

    Bitp

    ro

    TIM

    UP

    SU

    S

    Per

    inci

    an ta

    rget

    aks

    epto

    r pe

    prov

    insi

    SK

    Dirj

    en P

    KH

    c Pem

    bagi

    an ta

    rget

    kab

    /kot

    a 4

    jt ak

    s S

    KP

    D P

    rovi

    nsi

    Dit

    Bitp

    ro

    Per

    inci

    an ta

    rget

    aks

    epto

    r pe

    kab/

    kota

    SK

    SK

    PD

    Pro

    vins

    i d D

    ata

    awal

    ase

    ptor

    4

    jt ak

    s In

    sem

    inat

    or

    SK

    PD

    Kab

    upat

    en

    Daf

    tar n

    ama

    akse

    ptor

    IB

    SK

    SK

    PD

    Kab

    /kot

    a

    2 P

    ER

    SIA

    PA

    N P

    ELA

    KS

    AN

    AA

    N IB

    a Pen

    entu

    an s

    tatu

    s re

    prod

    uksi

    4 jt

    aks

    Tim

    Pel

    aksa

    na K

    ab/k

    ota

    UP

    T P

    enan

    daan

    dan

    cat

    atan

    tern

    ak, p

    enen

    tuan

    st

    atus

    repr

    oduk

    si: n

    orm

    al, b

    untin

    g, g

    angr

    ep

    Jadw

    al p

    alan

    g ke

    giat

    an

    3 P

    ELA

    KS

    AN

    AA

    N IB

    DA

    N

    INTR

    OD

    UK

    SI I

    B

    a Pel

    aksa

    naan

    I B

    8,8

    jt kali

    Inse

    min

    ator

    U

    PT

    Mas

    ukny

    a da

    ta IB

    har

    ian

    ke is

    ikhn

    as

    Lapo

    ran

    bula

    nan

    IB

    b Pel

    aksa

    naan

    PK

    B

    4 jt a

    ks

    Med

    is, P

    KB

    , ATR

    U

    PT

    Tern

    ak b

    untin

    g La

    pora

    n bu

    lana

    n ke

    bunt

    inga

    n c P

    elak

    sana

    an A

    TR

    600.

    000 e

    kor

    Med

    is d

    an A

    TR

    UP

    T Te

    rnak

    sia

    p IB

    La

    pora

    n bu

    lana

    n pe

    rbai

    kan

    stat

    us

    repr

    oduk

    si

    3 P

    EN

    AN

    GA

    NA

    N G

    AN

    GR

    EP

    300.

    000 e

    kor

    Med

    is d

    an p

    aram

    edis

    Dit

    Kes

    wan

    Te

    rnak

    Sia

    p IB

    La

    pora

    n bu

    lana

    n pe

    rbai

    kan

    stat

    us

    repr

    oduk

    si

    4 P

    ER

    BA

    IKA

    N B

    CS

    22.5

    00 ek

    or

    SK

    PD

    Kab

    /kot

    a D

    it P

    akan

    B

    CS

    Indu

    kan

    di a

    tas

    3 La

    pora

    n bu

    lana

    n pe

    rbai

    kan

    stat

    us

    repr

    oduk

    si

    a HP

    T 13

    .000

    ha

    b Kon

    sent

    rat

    4.50

    0 ton

    5 P

    EN

    YE

    LAM

    ATA

    N B

    ETI

    NA

    PR

    OD

    UK

    TIF

    40 Ka

    b/

    kota

    SK

    PD

    Kab

    /kot

    a, R

    PH

    , P

    PN

    S

    Dit

    Kes

    mav

    et

    Pen

    urun

    an p

    emot

    onga

    n be

    tina

    prod

    uktif