PBL Pedagogik

9
Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Oleh Suyatno Gudangguru.blogspot.com Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan metode pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Seperti halnya CL, metode ini juga berfokus pada keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Peserta didik tidak lagi diberikan materi belajar secara satu arah seperti pada metode pembelajaran konvensional. Dengan metode ini, diharapkan peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan mereka secara mandiri. PBL juga memberi kesempatan peserta didik untuk mempelajari teori melalui praktek. Peserta didik bukan hanya perlu mencari konklusi tetapi juga perlu menganalisis data. Boud dan Felleti (1991, dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa “Problem Based Learning is a way of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on student activity”. H.S. Barrows (1982) menyatakan bahwa PBM adalah sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya. PBM adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini mahasiswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL. Tidak selamanya proses belajar dengan metode PBM berjalan dengan lancar. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul. Yang paling sering terjadi adalah kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah. Faktor penghambat lain adalah

Transcript of PBL Pedagogik

Page 1: PBL Pedagogik

Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)Oleh SuyatnoGudangguru.blogspot.com

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan metode pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Seperti halnya CL, metode ini juga berfokus pada keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Peserta didik tidak lagi diberikan materi belajar secara satu arah seperti pada metode pembelajaran konvensional. Dengan metode ini, diharapkan peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan mereka secara mandiri. PBL juga memberi kesempatan peserta didik untuk mempelajari teori melalui praktek. Peserta didik bukan hanya perlu mencari konklusi tetapi juga perlu menganalisis data.

Boud dan Felleti (1991, dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa “Problem Based Learning is a way of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on student activity”. H.S. Barrows (1982) menyatakan bahwa PBM adalah sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya.

PBM adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini mahasiswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL.

Tidak selamanya proses belajar dengan metode PBM berjalan dengan lancar. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul. Yang paling sering terjadi adalah kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah. Faktor penghambat lain adalah kurangnya waktu. Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan dengan beban kurikulum.

Dengan menggunakan (keuntungan/manfaat) pendekatan PBM ini, siswa akan bekerja secara kooperatif dalam kumpulan untuk menyelesaikan masalah sebenarnya dan yang paling penting membina kemahiran untuk menjadi siswa yang belajar secara sendiri (Hamizer, dkk, 2003). Siswa akan membina kemampuan berpikir secara kritis secara kontinu berkaitan dengan ide yang dihasilkan serta yang akan dilakukan. Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges (1992) dan Charlin (1998) telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama seperti berikut.1.Pembelajaran berpusat dengan masalah.2.Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.3.Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa saat proses pembelajaran disusun berdasarkan masalah.4.Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.

Page 2: PBL Pedagogik

5.Siswa aktif dengan proses bersama.6.Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru.7.Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna.8.Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.9.Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.

Berikut langkah-langkah PBM. Guru memulai sesi awal PBM dengan presentasi permasalahan yang akan dihadapi oleh siswa. Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan permasalahan di lapangan. Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang permasalahan dan mencoba mengidentifikasi hal-hal terkait. Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak mereka pahami. Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap penting. Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan. Pada awal sesi ini siswa diharapkan dapat membagi pengetahuan baru yang mereka peroleh. Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya. Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks nyata melalui pelaporan di kelas.

PBM berbeda dengan metode konvensional. Metode konvensional berupa ceramah yang memusatkan perhatian siswa sepenuhnya kepada guru sehingga yang aktif di sini hanya guru, sedangkan siswa hanya tunduk mendengarkan penjelasan yang dipaparkan. Partisipasi siswa rendah karena hanya diberi kebebasan untuk bertanya mengenai materi yang telah dijelaskan oleh guru sehingga metode konvensional masih kurang menggugah daya pemikiran siswa. Sedangkan, metode PBM adalah metode pembelajaran yang berbasis kepada partisipasi para siswa. Pada jam pertama pembelajaran, metode yang diterapkan adalah diskusi. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang ditunjuk secara acak. Pertanyaan yang diajukan bersifat menggali pendapat dan mengembangkan kemampuan analisis siswa. Kemudian, pada satu jam terakhir, guru memberikan rangkuman dan inti dari diskusi pada hari itu disertai dengan inti dari konteks materi dihubungkan dengan implementasi di lapangan.

Perlu diingat, PBM bukanlah satu-satunya metode yang baik. Masih banyak metode pembelajaran yang baik pula. Untuk itu, guru perlu berpikir divergen dalam menggunakan metode pembelajaran sehingga tidak selalu mengagungkan sebuah metode pembelajaran karena metode pembelajaran adakalanya buruk jika tidak dapat mencapai tujuan.Diposkan oleh Dr. suyatno, M.Pd. di 08:32:00 

Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)SEKOLAHDASAR.NET –

Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Kamdi, 2007: 77). PBL atau pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

PBL memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan satu masalah, (2) memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3)

Page 3: PBL Pedagogik

mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut siswa untuk mendemonstrasi-kan yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja.

Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah yang dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memcahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, di samping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.

PBL merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.

Bila pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah apalagi kalau masalah tersebut bersifat kontekstual, maka dapat terjadi ketidakseimbangan kognitif pada diri siswa. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga memunculkan bermacam-macam pertanyaan di sekitar masalah seperti “apa yang dimaksud dengan….”, “mengapa bisa terjadi…”, “bagaimana mengetahuinya…” dan seterusnya. Bila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah muncul dalam diri siswa maka motivasi intrinsik siswa untuk belajar akan tumbuh. Pada kondisi tersebut diperlukan peran guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan siswa tentang “konsep apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah”, “apa yang harus dilakukan” atau “bagaimana melakukannya” dan seterusnya. Dari paparan tersebut dapat diketahui bahwa penerapan PBL dalam pembelajaran dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri. Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia membelajarkan dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menarik kesimpulan manfaat bahwa PBL sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena dengan PBL akan terjadi pembelajaran yang bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah akan membuat mereka

Page 4: PBL Pedagogik

menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukannya. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa berhadapan dengan situasi dimana konsep tersebut diterapkan. Selain itu melalui PBL ini siswa dapat mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara berkesinambungan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan aplikasi suatu konsep atau teori yang mereka temukan selama pembelajaran berlangsung. PBL juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Ada beberapa langkah cara menerapkan PBL dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model ini dimulai dengan adanya masalah yang harus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa. Masalah tersebut dapat berasal dari siswa atau mungkin juga diberikan oleh guru. Siswa akan memusatkan perhatiannya di sekitar masalah tersebut. Dengan begitu siswa belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya. 

Pemecahan masalah dalam PBL harus sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian siswa belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana. Oleh sebab itu, penggunaan PBL dapat memberikan pengalaman belajar melakukaan kerja ilmiah yang sangat baik kepada siswa. Adapun langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL ada delapan tahapan (Pannen, 2001: 11), yaitu: (1) identifikasi masalah, (2) mengum-pulkan data, (3) analisis data, (4) pemecahan masalah berdasarkan analisis data, (5) memilih cara pemecahan masalah, (6) merencanakan penerapan pemecahan masalah, (7) ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan (8) melakukan tindakan untuk pemecahan masalah. Dalam proses pemecahan masalah sehari-hari, seluruh tahapan terjadi dan bergulir dengan sendirinya, demikian pula ketrampilan seseorang harus mencapai seluruh tahapan tersebut.

Langkah mengidentifkasi masalah merupakan tahapan yang sangat penting dalam PBL. Pemilihan masalah yang tepat agar dapat memberikan pengalaman belajar yang mencirikan kerja ilmiah seringkali menjadi masalah bagi guru dan siswa. Artinya, pemilihan masalah yang kurang luas, kurang relevan dengan konteks materi pembelajaran, atau suatu masalah yang sangat menyimpang dengan tingkat berpikir siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh guru pada tahap ini. Walaupun guru tidak melakukan intervensi terhadap masalah tetapi dapat memfokuskan melalui pertanyaan-pertanyaan agar siswa melakukan refleksi lebih dalam terhadap masalah yang dipilih. Dalam hal ini guru harus berperan sebagai fasilitator agar pembelajaran tetap pada bingkai yang direncanakannya. 

Selain guru sebagai fasilitator, guru hendaknya juga menyadari arti penting suatu pertanyaan dalam PBL. Pertanyaan hendaknya berbasis “Why” bukan sekedar “How”. Oleh karena itu, setiap tahap dalam pemecahan masalah, ketrampilan siswa dalam tahap tersebut hendaknya tidak semata-mata ketrampilan “How”, tetapi kemampuan menjelaskan permasalahan dan bagaimana permasalahan dapat terjadi. Tahapan dalam proses pemecahan masalah digunakan sebagai kerangka atau panduan dalam proses belajar melalui PBL. 

Dipublikasikan Jumat, 14 Oktober 2011

Page 5: PBL Pedagogik

Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2011/10/model-pembelajaran-problem-based.html#ixzz2BSPREw2z

PBL

Ada beberapa definisi dan intepretasi terhadap Problem Based Learning (PBL). Salahsatunya menurut Duch (1995):

Problem Based Learning (PBL) adalah metode pendidikan yang medorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.

Sejarah PBL

Program inovatif PBL pertama kali diperkenalkan oleh Faculty of Health Sciences of McMaster University di Kanada pada tahun 1966. Yang menjadi ciri khas dari pelaksanaan PBL di mcmaster adalah filosofi pendidikan yang berorientasi pada masyarakat, terfokus pada manusia, melalui pendekatan antar cabang ilmu pengetahuan dan belajar berdasar masalah.

Kemudian pada tahun 1976, Maastricht Faculty of Medicine di Belanda menyusul sebagai institusi pendidikan kedokteran kedua yang mengadopsi PBL. Kekhasan pelaksanaan PBL di Maastrich terletak pada konsep tes kemajuan (progress test) dan pengenalan keterampilan medik sejak awal dimulainya program pendidikan. Dalam perkembangannya, PBL telah diadopsi baik secara keseluruhan atau sebagian oleh banyak fakultas kedokteran di dunia.

Motivasi menggunakan PBL

Dalam pendidikan kedokteran konvensional, mahasiswa lebih banyak menerima pengetahuan dari perkuliahan dan literatur yang diberikan oleh dosen. Mereka diharuskan mempelajari beragam cabang ilmu kedokteran dan menghapal begitu banyak informasi. Setelah lulus dan menjadi dokter, mereka dihadapkan pada banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan hanya dari pengetahuan yang mereka dapat selama kuliah. Sistem pendidikan kedokteran konvensional cenderung membentuk mahasiswa sebagai pembelajar pasif. Mahasiswa tidak dibiasakan berpikir kritis dalam mengidentifikasi masalah, serta aktif dalam mencari cara penyelesainnya.

Prinsip-prinsip PBL

Page 6: PBL Pedagogik

Dalam PBL, siswa dituntut bertanggungjawab atas pendidikan yang mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada guru. PBL membentuk siswa mandiri yang dapat melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang akan mereka jalani. Seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu siswa menjalani proses pendidikan. Ketika siswa menjadi lebih cakap dalam menjalani proses belajar PBL, tutor akan berkurang keaktifannya. Proses belajar PBL dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal tersebut digunakan sebagai pendorong bagi siswa untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat, sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi. Masalah-masalah yang didesain dalam PBL memberi tantangan pada siswa untuk lebih mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah secara efektif.

\

Universitas Islam IndonesiaKampus Terpadu - Jl. Kaliurang Km 14.5 Besi, Sleman, Yogyakarta 55584 - IndonesiaTel. +62 274 898444 | Fax. +62 274 898459 | Email [email protected]

IT Support | Pernyataan Resmi | FAQ | Feedback© 2007 Universitas Islam Indonesiaread 20251x

 

http://unisys.uii.ac.id/index.asp?u=710&b=I&v=1&j=I&id=8