PBL-3-tanpa-cover

88
BAB I PENDAHULUAN Informasi 1 : Seorang anak laki-laki umur 6 bulan datang ke poli klinik bersama ibunya dengan keluhan BAB cair. Keluhan ini dirasakan sejak 1 hari yang lalu. BAB 10x/hari konsistensi cair kira-kira 1/4 gelas belimbing, setiap BAB kadang disertai mukus tidak disertai darah, setiap akan BAB anak tidak menangis. Ibu anak tersebut juga mengeluhkan anak demam, mual dan muntah setiap makan/minum. Nafsu makan anak berkurang, nafsu minum meningkat dibandingkan biasanya, BAK (+) N, dan anak agak rewel/gelisah. Anak tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Informasi 2 : Pemeriksaan Fisik: KU : Tampak gelisah dan tampak haus Kesadaran : Kompos mentis BB : 5 Kg Tanda Vital : Nadi : 130 x/menit,reguler,isi, dan tegangan cukup RR : 32 x/menit

description

vfghfgj

Transcript of PBL-3-tanpa-cover

BAB I

PENDAHULUAN

Informasi 1 :

Seorang anak laki-laki umur 6 bulan datang ke poli klinik bersama ibunya dengan keluhan BAB cair. Keluhan ini dirasakan sejak 1 hari yang lalu. BAB 10x/hari konsistensi cair kira-kira 1/4 gelas belimbing, setiap BAB kadang disertai mukus tidak disertai darah, setiap akan BAB anak tidak menangis. Ibu anak tersebut juga mengeluhkan anak demam, mual dan muntah setiap makan/minum. Nafsu makan anak berkurang, nafsu minum meningkat dibandingkan biasanya, BAK (+) N, dan anak agak rewel/gelisah. Anak tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.

Informasi 2 :

Pemeriksaan Fisik:

KU

: Tampak gelisah dan tampak haus

Kesadaran

: Kompos mentis

BB

: 5 Kg

Tanda Vital

: Nadi: 130 x/menit,reguler,isi, dan tegangan cukup

RR: 32 x/menit

Suhu: 390C

Kepala

: Dalam batas normal

Mata

: Kelopak mata cekung (+/+), air mata (+/+)

Mulut

: Mukosa mulut kering (+)

Thorak

: Paru dan jantung dalam batas normal

Abdomen

:Cembung,supel,hipertimpani,bising usus (+) meningkat,NT sulit dinilai,hepar dan lien tidak membesar.

Ekstremitas

: Akral dingin (-/-)

Pemeriksaan Feses: Lendir (-),Darah (-)

Informasi 3 :

Pemeriksaan Penunjang:

Darah rutin lengkap:

Hemoglobin: 12,6 g/dl

Leukosit: 11.970/mm3 (PMN=7.590)

Trombosit

: 300 ribu/mm3Basofil

: 0

Eosinofil

: 2

Neutrofil

: 53

Limfosit

: 40

Monosit

: 5

Feses:

Feses cair,bau khas,epitel squamous 7-8/LPK

Eritrosit: 4-5/LPB

Leukosit: 6-8/LPB

Lain-lain: Negatif

Spesimen tinja rutin dinyatakan positif rotavirus antigen(Vikia Rota-Adeno,Biomerieux),sementara hasil untuk kultur darah dan urine negatif.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Klarifikasi istilah

Skenario sudah dapat dipahami dengan baik dan jelas.

B. Menentukan batasan masalah

Identitas pasien:

Nama

: An.N

Usia

: 6 bulan

Jenis kelamin: Laki-laki

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):

Keluhan utama: BAB cair

Onset

: 1 hari

Kualitas

: 10x / hari, gelas belimbingKuantitas

: Konsistensi cair,kadang disertai mukus,dan tidak disertai darah

Faktor memperberat: -

Faktor memperingan : -

Keluhan penyerta: Nafsu makan turun, nafsu minum meningkat, mual, muntah, demam, rewel, gelisah.

C. Menentukan analisis masalah

1. Definisi & klasifikasi diare

2. Etiologi diare dan faktor-faktor Risiko 3. Berdasar hasil anamnesis,apa yang terjadi ? Sebutkan klasifikasi derajat dehidrasi, dan termasuk derajat dehidrasi ke berapa anak tersebut?

4. Cara penularannya

5. Cara menilai diare pada anak

6. Patomekanisme BAB cair

7. Patomekanisme keluhan penyerta

a. Demam

b. mual dan muntah

c. Nafsu makan anak berkurang

d. nafsu minum meningkat dibandingkan biasanya

e. anak agak rewel/gelisah

8. Interpretasi info 2 beserta nilai normalnya

9. Interpretasi info 3 beserta nilai normalnya

10. DD

a. Diare et causa bakteri

1) Definisi

2) Etiologi, Faktor Risiko, dan cara penularannya

3) Diagnosis ( anamnesis, PF, PP

4) Patomekanisme

5) Gejala Klinis

b. Demam tifoid

1) Definisi

2) Etiologi, Faktor Risiko, dan cara penularannya

3) Diagnosis ( anamnesis, PF, PP

4) Patomekanisme

5) Gejala Klinis

c. Sindroma mal absorbs

1) Definisi

2) Etiologi, Faktor Risiko, dan cara penularannya

3) Diagnosis ( anamnesis, PF, PP

4) Patomekanisme

5) Gejala Klinis

d. Amoebiasis

1) Definisi

2) Etiologi, Faktor Risiko, dan cara penularannya

3) Diagnosis ( anamnesis, PF, PP

4) Patomekanisme

5) Gejala Klinis

11. Talak Dehidrasi e.c. virus

12. Prognosis Dehidrasi e.c. virus

13. Komplikasi Dehidrasi e.c. virus

D. Menjawab analisis masalah

1. Definisi

Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya ( >3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009).

Klasifikasi

Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkann :

a. Lama waktu diare

1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).

2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.

b. Mekanisme patofisiologik

1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.

2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.

3) Malabsorbsi asam empedu.

4) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.

5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.

6) Gangguan permeabilitas usus.

7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.

8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.

c. Penyakit infektif atau non-infektif.

d. Penyakit organik atau fungsional.

2. Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal - oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan dengan penderita atau barang - barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. Penularan ini dapat dibagi atas empat cara/4F (finger, flies, fluid, field) (Price,2006) Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 - 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal - hal tersebut beberapa faktor penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetic(Price,2006).

a. Faktor umur. Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 - 11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.b. Infeksi asimtomatik. Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan, dan berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

c. Faktor musim. Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.d. Epidemi dan pandemi. Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan pandemi yang mengakibatkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V.Cholera 0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke negara - negara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992, di kenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.

Etiologi

Pada saat ini, telah dapat diidentifikasikan tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri, dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non imflammatory dan inflammatory(Price,2006).

Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan oleh dan /atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin(Price,2006).. Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah sebagai berikut(Price,2006).:

Penyebab diare akut infeksi

Golongan BakteriAeromonas Bacillus cereus Campylobacter jejuni

Clostridium perfringens Clostridium difficile Escherichia coli

Plesiomonas shigeloides Salmonella Shigella

Staphylococcus aureus Vibrio cholera parahemolyticus

Yersinia enterocolitica

Golongan VirusAstrovirus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Enteric adenovirus

Coronavirus Rotavirus Norwalk virus

Cytomegalovirus* Herpes simplex virus*

Golongan ParasitBalantidium coli Blastocystis homonis Cryptosporidium parvum

Entamoeba histolytica Giardia lamblia

Isospora belli

Trichuris trichiura Strongyloides stercoralis

* umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita immunocompromised

Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosopridium(Price,2006).PenilaianABC

1. Lihat

Keadaan Umum

Mata

Air Mata

Mulut & Lidah

Rasa HausBaik, Sadar

Normal

Ada

Basah

Minum biasa, tidak haus*Gelisah, rewel

Cekung

Tidak ada

Kering

*Haus, ingin minum banyak*Lesu, lunglai atau tidak sadar

Sangat cekung dan kering

Tidak ada

Sangat kering

*Malas minum atau tidak bisa minum

2. Periksa

Turgor KulitKembali cepat 2dtk

3. Derajat DehidrasiTanpa DehidrasiDehidrasi Ringan/Sedang

Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lainDehidrasi Berat

Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lain

4. Kehilangan Cairan10%BB

5. TerapiRencana Terapi ARencana Terapi BRencana Terapi C

3. Berdasarkan hasil anamnesis,pasien tersebut masuk kategori dehidrasi ringan.

Tabel 1. Penentuan Derajat Dehidrasi (Geneva, 2005)

4. Cara penularan diare Diare biasanya menyebar melalui fecal oral anatara lain melalui makanan/minuman yang tercemara tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Berikut merupakan perilaku yang dapat menyebabkan kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare perilaku tersebut anatara lain(Suraatmaja, 2007):

a. Tidak memberikan ASI secara penuh pada 4-6 bulan pertama kehidupan bayi. Bati yang tidak diberi ASI memiliki risiko lebih besar untuk terjangkit penyakit infeksius seperti diare serta kemungkinan untuk menjadi dehidrasi berat juga lebih besar. Hal ini disebabkan karena bayi tidak mendapat imunitas yang kuat dari ASI.

b. Kondisi bayi yang kurang gizi akan meningkatkan risiko kematian pada diare.

c. Imunodefisiensi. Keadaan ini dapat menjadikan penyakit sulit untuk sembuh.

d. Botol susu yang tidak steril dan kurang sempurna dalam pencuciannya.

e. Menyimpan makanan matang pada suhu kamar akan memberi kesempatan pada mikroorganisme untuk berkembang biak pada makanan tersebut.

f. Menggunakan air minum/air sumur yang tercemar.

g. Kebiasaan tidak mencuci tangan setelah buang air besar, sebelum makan, setelah mengganti popok bayi dan kegiatan-kegiatan lain yang kontak dengan mikroorganiseme.

h. Membuang tinja (termasuk tinja bayi) sembarangan.

5. Cara menilai diare pada anak

Menurut Depkes Republik Indonesia pada tahun 2011, seorang dokter harus melakukan pertanyaan-pertanyaan berikut kepada pasien diare:a. Berapa lama anak sudah mengalami diare?b. Berapa kali anak buang air besar dalam satu hari?c. Apakah tinjanya ada darah?d. Apakah dia muntah?e. Apakah ada penyakit lainnya?6. Patomekanisme BAB cair

Usus halus dan kolon secara normal terlibat dalam proses absorpsi dan sekresi cairan dan ion dalam proses defekasi. Absorpsi makanan dan cairan terjadi di usus halus dan terjadi sebelum proses sekresi. Absorpsi cairan di usus halus dan kolon sangatlah penting dan efisien. Usus halus dapat menyerap cairan sebanyak 10 liter/hari yang berasal dari asupan makanan atau minuman, salivasi, sekresi lambung, pankreas, dan empedu. Kolon mereabsorpsi cairan yang tersisa dari proses absorpsi usus halus. Kolon dapat mereabsorpsi cairan sebanyak 4-5 liter/hari dan hanya menyisakan 100 ml cairan yang tertinggal bersama feses (Lung, 2003).

Melalui penyerapan garam dan air di kolon, terbentuklah massa feses yang padat. Dari 500 ml bahan yang masuk ke kolon setiap harinya, kolon dalam keadaan normal dapat menyerap sekitar 350 ml, meninggalkan 150 gram feses untuk dikeluarkan dari tubuh setiap harinya. Bahan feses ini biasanya terdiri dari 100 gram air dan 50 gram bahan padat yang terdiri dari selulosa, bilirubin, bakteri, dan sejumlah kecil garam. Produk-produk sisa utama yang diekskresikan di feses adalah bilirubin. Konstituen feses lainnya adalah residu makanan yang tidak diserap dan bakteri-bakteri yang pada dasarnya tidak pernah menjadi bagian dari tubuh (Sherwood, 2011).

Kebanyakan diare karena infeksi terjadi oleh transmisi fekal-oral melalui kontak personal langsung atau lebih sering melalui makanan atau air yang terkontaminasi dengan patogen dari feses manusia atau hewan. Kebanyakan watery diarrhea terjadi karena hipersekresi usus halus yang disebabkan oleh toksin bakteri, enterotoxin-producing bacteria, dan enteroadherent pathogens. Akibatnya terjadi peradangan dan pembengkakan. Radang usus yang berjalan akut atau kronis akan menyebabkan peningkatan peristaltik usus, kenaikan jumlah sekresi kelenjar pencernaan maupun penurunan penyerapan sari makanan (Ahlquist dan Camilleri, 2005).

Patomekanisme diare terjadi karena fungsi absorbsi dan sekresi cairan serta elektrolit di dalam saluran pencernaan terganggu. Pada keadaan normal usus halus akan mengabsorbsi Na, Cl, HCO3. Timbulnya penurunan dalam absorpsi dan peningkatan sekresi mengakibatkan cairab berlebihan melebihi kapasitas kolon dalam mengabsorpsi (Suharyono, 2008).

Mekanisme ini sangatlah berpengaruh pada faktor mukosa dan faktor intra luminal saluran cerna. Faktor mukosa dapat berupa perubahan dinamik mukosa yaitu adanya peningkatan regenersasi sel dan fungsi usus yang belum matang dapat menimbulkan gangguan absorpsi dan sekresi dalam saluran cerna. Penurunan area permukaan mukosa karena atrofi villus, jejas pada brush border serta pemotongan usus dapat menurunkan absorpsi. Selain itu, gangguan pada salran pencernaan (enzim spesifik) atau transport berupa defisiensi enzim disakaridase dan enterokinase serta kerusakan pada ion transport (Na+/H+, Cl-/HCO3-) juga menimbulkan gangguan absorpsi (Suharyono, 2008).

Faktor-faktor dalam intraluminal sendiri juga ikut berpengaruh, seperti peningkatan osmolaritas akibat malabsorpsi (defisiensi disakaridase) dan bacterial overgrowth. Insufisiensi pankreatik eksokrin, deifsiensi garam empedu dan parasit adalah faktor intra luminal lain penyebab penurunan absorpsi. Sedangkan peningkatan sekresi disebabkan oleh toksin bakteri (toksin cholera, E-coli), mediator inflamasi (eicosannoids, produk sel mast lain), asam empedu dihidroksi, asam lemak hidroksi dan obat-obatan (Suharyono, 2008).

7. Patomekanisme keluhan penyerta

a. DemamDemam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2010).

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2013).

Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal & Zhukovsky, 2010).

b. mual dan muntahTindakan kompleks mual muntah dikordinasi oleh pusat muntah di medula oblongata ( muntah dimulai pada saat inspirasi dalam ( kontraksi diafragma menekan ke bawah ke lambung secara bersamaan otot-otot perut menekan rongga abdomen dan viscera abdomen bergerak keatas ( lambung melemas terperas antara diafragma diatas dan rongga abdomen yang mengecil dibawah ( isi lambung terdorong ke atas melalui spingter-spingter yang melemas serta esofagus (keluar melalui mulut (Sherwood L., 2013).

c. Nafsu makan anak berkurangRotavirus yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan tubuh mengeluarkan mediator inflamasi seperti IL-1, dan TNF alfa. IL-1 dan TNF alfa akan meningkatkan ekskresi leptin di sel adiposa yang mengakibatkan terjadinya negative feedback ke hipotalamus sehingga terjadilah supresi nafsu makan (sherwood, 2010).

ketika adanya kimus dalam lambung terjadilah penekanan dari diafragma ke abdomen. saat ekspirasi, kontraksi abdomen terjadi dan mengakibatkan rangsangan pada otot abdomen yang menekan makanan masuk ke dalam lambung, makanan yang berada pada usus bergerak naik ke dalam lambung dan mengakibatkan muntah. Namun makanan yang tidak dimuntahkan dan masih berada di lambung menyebabkan peregangan lambung. saraf afferen mengirimkan pusat kenyang di batang otak sehingga menyebabkan rasa kenyang dan penurunan nafsu makan (Sherwood, 2010).

d. Nafsu minum meningkat dibandingkan biasanyaKompartemen Cairan Intra Sel (CIS) membentuk sekitar dua pertiga dari H2O tubuh total. Sepertiga sisaanya dari H2O total tubuh yang terdapat di kompartemen Cairan Ekstra Sel (CES) dpat dibagi lagi menjadi plasma dan cairan interstitium. Selain itu ,juga adalagi kompartemen cairan trans-sel terdiri dari sejumlah volume cairan khusus kecil ,yang semuanya disekresikan oleh sel spesifik ke dalam rongga tubuh tertentu untuk melakukan fungsi tertentu. Cairan trans-sel meliputi cairan serebrospinal(mengelilingi ,membentuk bantalan ,dan memberi makan otak dan medulla spinalis); cairan intraokulus (mempertahankan bentuk bola mata); cairan pericardium , intrapleura , peritoneum (masing-masing melumasi gerakan jantung ,paru ,dan usus) ;getak pencernaan(mencerna makanan). Meskipun secara fungsional sangat penting namun cairan-cairan ini tidak bermakna dalam membentuk H2O tubuh total. Selain itu ,kompartemen trans-sel sebagai keseluruhan biasanya tidak mencerminkan perubahan dalam keseimbangan cairan tubuh. Pengecualian utama terhadap generalisasi ini terjadi ketika getah pencernaan keluar dari tubuh secara abnormal sewaktu muntah atau diare hebat yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan cairan (Sherwood ,2013).

Kontrol keseimbangan H2O bebas sangat penting untuk mengatur osmolaritas CES. Karena peningkatan H2O bebas menyebabkan CES menjadi lebih encer dan deficit H2O bebas menyebabkan CES menjadi terlalu pekat ,maka osmolaritas CES harus segera dikoreksi dengan memulihkan keseimbangan H2O bebas untuk menghindari perpindahan osmotic cairan masuk atau keluar sel yang membahayakan(Sherwood, 2013).

Pada kondisi diare ini ,tubuh akan melakukan control pemasukan air (oleh rasa haus) dan control pemasukan air di urin (oleh vasopressin) sebagai respon terhadap banyaknya cairan tubuh yang hilang. Pusat haus terletak di hipotalamus dekat dengan sel penghasil vasopressin. Vasopresin diproduksi oleh hipotalamus dan disimpan di kelenjar hipofisis anterior. Hormone ini disebabkan dari hipofisis posterior berdasarkan perintah dari hipotalamus (Sherwood, 2013).

e. anak agak rewel/gelisahAnak gelisah dan rewel dikarenakan si anak mengalami dehidrasi sedang, anak tidak dapat mengungkapkan rasa haus yang sangat, jadi dia hanya bsa mengungkapkannya dengan gelisah dan rewel.

8. Interpretasi info 2 beserta nilai normalnya

a. Pemeriksaan Fisik

1) KU : tampak gelisah dan tampak haus

Terjadi karena kurangnya cairan dalam tubuh

2) Kesadaran : kompos mentis

Kompos mentis ( Sadar penuh, respons adequat terhadap semua stimulus

3) BB :5 Kg

Idealnya bayi berusia 6 bulan memiliki berat 6 7 Kg ( Berat Badan Bayi kurang ) 4) Tanda vital

Nadi : 130x / menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Normal ( 60 100 x / menit

> 100 x / menit ( Tachycardi (laju nadi/ denyut jantung lebih cepat dr normal) terdapat saat demam, aktivitas fisis, anxietas, miocarditis, gagal jantung tireotoksikosis tidak ada kelainan organis, dehidrasi, renjatan demam; kenaikan 1C naik 15 20/ menit

RR : 32 x / menit

Normal ( 20 40 x / menit (normal)

Suhu ( 39 C

Dapat diukur pada:

Ketiak = 35.3 36.8 C

Mulut = 35.8 37.3 C

Rektum =36.3 37.8 C

Demam jika T > 37.8 C ( > 100 F)

5) Kepala : dalam batas normal

6) Mata : kelopak mata cekung (+/+), air mata (+/+)

Maat cekung ( Dehidrasi

7) Mulut :Mukosa mulut kering (+)

Mukosa kering ( Kurang cairan tubuh

8) Thorak : paru dan jantung dalam batas normal

9) Abdomen : cembung, supel, hipertimpani, bising usus (+) meningkat, NT sulit dinilai, hepar dan lien tidak membesar

bising usus ( ormal timbul kira-kira tiap 5 10 detik. Meningkat pada ileus obstruksi

10) Turgor kulit : kembali dalam 2 detik

Turgor kulit diperiksa dengan menekan ujung jari untuk memeriksa Capila Refill Time (CRT) yaitu waktu pengisian balik kapiler. Normalnya akan kembali dalamwaktu < 2 detik.

11) Ekstremitas : akral dingin (-/-)

Normal

12) Pemeriksaan feses ( lendir (-), darah (-)

Normal

9. Interpretasi info 3 beserta nilai normalnya

a. Hb : 12,6 g/dl (Normal : 11 14 g/dl )

b. Basofil : 0 ( normal)

c. Eosinofil : 2 ( normal )

d. Limfosit : 40 ( normal : 25 40%)

e. Monosit : 5 % ( 2 8%)

f. Netrofil : 53 ( normal )

g. Leukosit 11.970/ mm3 ( normal pada anak : 6.000 17.500 )

h. Hasil pemeriksaan feses : mengandung rotavirus antigen

i. Hasil kultur darah : - ( feses konstipasi cair ( kemungkinan diare et causa virus )

10. DD

a. Diare et causa bakteri

1) Definisi

Diare adalah pembalikan status serap normal air dan elektrolit yang di absorpsi untuk disekresikan. Kadar air yang bertambah dalam tinja (di atas nilai normal sekitar 10 mL /kg/hari pada bayi dan anak kecil, atau 200 g/hari pada remaja dan dewasa) adalah karena ketidakseimbangan dalam fisiologi kecil dan proses usus besar yang terlibat dalam penyerapan ion, substrat organik, dan dengan demikian air. Karena ketidakseimbangan pada proses fisiologis di usus halus dan kolon yang terlibat dalam penyerapan ion, substrat organik, dan dengan demikian air (Guandalini, 2014).

2) Etiologi, Faktor Risiko, dan cara penularannya

Etiologi Bakteri et causa virus antara lain disebabkan oleh (Wyllie, 2005) :

Salmonella, Shigella, Campylobacter, Eschercia, Bacillus cereus, Vibrio cholerae, Yersinina, Clostridium difficile, Staphylococcus aureus, Clostridim uperfingens

Faktor risiko terjadinya Diare et causa bakteri antara lain (Sudibigya, 2006) :

a) Orang yang baru saja berpergian ke negara berkembang, daerah tropis, kelompok perdamaian dan pekerja sukarela, orang yang sering berkemah (dasar berair)b) Makanan dalam keadaan yang tidak biasa: makanan laut dan shell fish, terutama yang mentah, restoran dan rumah makan cepat sajic) Homoseksuald) Pada penggunaan anti mikroba jangka lama di rumah sakit Institusi kejiwaan atau mental e) Penggunaan antibiotikf) Pasien AIDSg) MalnutrisiMakanan dan air merupakan cara penularan utama. Sebagian besar penularan penyakit diare adalah melalui dubur, kotoran dan mulut. Dalam hal mengukur kemampuan penularan penyakit di samping tergantung jumlah dan kekuatan penyebab penyakit, juga tergantung dari kemampuan lingkungan untuk menghidupinya, serta mengembangkan kuman penyebab penyakit diare (fecal oral) (Widaya, 2006),3) Diagnosis ( anamnesis, PF, PP

a) Anamnesis Diare menurut Gleadle tahun 2005 adalah sebagai berikut:

Tanyakan identitas: Nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, status Perkawinan, suku, no telepon.

Tanyakan Keluhan Utama: Mencret

Tanyakan Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat mencret

Sejak kapan mencret?

Berapa kali mencret per hari?

Bagaimana konsistensi mencretnya? Apakah ada ampas, atau hanya air saja yang keluar?

Apakah berlendir dan berdarah? (jika curiga disentri)

Apakah berwarna seperti air cucian beras dan berbau busuk? (jika curiga cholera)

Setiap kali mencret, kira-kira berapa gelas aqua? (gelas plastik 240 ml)

Riwayat demam

Tanyakan apakah ada demam atau tidak. Jika pasien demam, tanyakan hal-hal berikut:

Sejak kapan demam?

Apakah ada mengukur suhu ketika demam? Jika ada, berapa suhunya?

Apakah demam dirasakan terus menerus sepanjang hari atau tidak? Jika tidak, apakah penurunan suhu mencapai batas normal?

Riwayat mual dan muntah

Tanyakan apakah ada mual dan muntah, atau tidak. Jika pasien mengalami mual dan muntah, tanyakan hal berikut:

Sejak kapan mual dan muntah?

Kapan saja mengalami mual dan muntah? Apakah ada waktu-waktu khusus seperti sehabis makan, atau lainnya?

Apakah mual selalu disertai muntah?

Setiap kali muntah, kira-kira berapa gelas aqua? (gelas plastik 240 ml)

Apa saja isi muntahnya?

Riwayat dehidrasi

Kapan BAK terakhir kali? Apakah frekuensi BAK seperti biasa?

Apakah warna BAK pekat atau tidak?

Kira-kira berapa banyak BAK yang terakhir? (aqua gelas 240 ml)

Jika pasien adalah anak-anak atau balita tambahkan pertanyaan berikut:

Bagaimana frekuensi anak menyusu? Apakah meningkat, atau seperti biasa saja, atau menurun?

Apakah anak rewel?

Tanyakan Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya? Jika ada, kapan pasien mengalaminya?

Apakah pasien ada riwayat alergi terhadap obat-obat atau makanan tertentu?

Tanyakan Riwayat Kebiasaan

Ditanyakan apabila dokter mencurigai bahwa pasien mengalami diare akibat mengkonsumsi makanan tertentu.

Apakah pasien memiliki kebiasaan makan makanan tertentu?

Kira-kira, apakah diare timbul setelah mengkonsumsi makanan tertentu?

Tanyakan Riwayat Pengobatan

Apakah pernah berobat sebelumnya?

Jika pernah, obat apa yang diminum? Berapa lama mengkonsumsi obat tersebut? Apakah ada perbaikan setelah mengkonsumsi obat tersebut?

Tanyakan Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya?

Jika ada, sejak kapan? Apakah sudah diobati?

b) Pemeriksaan Fisik menurut Gleadle tahun 2005 adalah sebagai berikut:

Pengukuran panjang badan : berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar.

Keadaan umum : pasien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.

Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih.

Mata : cekung, kering, sangat cekung.

Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, gerak peristaltik meningkat > 35 x/menit, nafsu makan menurun, mual, muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.

Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/menit karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan).

Sistem Kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/menit dan lemah, tensi menurun pada diare sedang.

Kulit : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 detik, suhu meningkat > 370 C, Capillary Refill Time memanjang > 2 detik, kemerahan pada daerah perianal. Definisi dari Capillary Refill Time adalah tingkat/ waktu yang diperlukan darah untuk mengisi kapiler yang kosong. CRT dapat diukur dengan cara menekan salah satu kuku jari tangan sampai berwarna putih dan perhatikan waktu yang diperlukan untuk kembali ke warna semula. Normalya nilai CRT adalah kurang dari 3 detik.

Sistem Saluran Kemih : produksi urin oliguria sampai anuria ( 200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.

c) Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan Tinja.

Pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis tinja.

PH dan kadar glukosa dalam tinja diuji dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, apabila terdapat intoleransi glukosa.

Kultur dan uji resistensi.

Pemeriksaan BGA : Mengetahui ada atau tidak gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah.

Tanda diare : asidosis metabolik (PH menurun, pO2 meningkat, pCO2 meningkat, HCO3 menurun).

Pemeriksaan faal ginjal : kadar ureum dan kreatinin.

Tanda diare : Kadar Ureum dan Creatinin meningkat.

Pemeriksaan elektrolit : Kadar natrium, kalium, kalsium, dan fosfor dalam serum.Tanda diare : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi.4) Patomekanisme

Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak(Price,2006).

11. Diare osmotik

Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable, air akan mengalir kea rah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlabihan akan memberikan dampak yang sama(Price,2006).12. Diare Sekretorik

Diare sekterik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akbat rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. cholera.01(Price,2006).

Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium ( Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan osmotic 290-2 (Na++K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai kadar Na+ rendah (160 mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan perbedaan osmotiknua kuran dari 20 mOsm/L(Price,2006).OsmotikSekretorik

Volume tinja200 ml/hari

PuasaDiare berhentiDiare berlanjut

Na+ tinja70 mEq/L

Reduksi(+)(-)

pH tinja6

Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga megakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi lain terjadi peningkatan pompa natrium , dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-(Price,2006).Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, teatpi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbs. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain(Price,2006).Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare laina seprti diare osmotik dan sekretorik(Price,2006).Bakteri enteral pathogen akan mempenagaruhi struktur dan fungsi tight junction, menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi bacterial pada tight junction akan memepengaruhi susunan anatomis dan funsi absorbs yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. penelitian oleh Bakes J dkk 2003 menunjukan bahwa peranan bakteri enteral pathogen pada diare terletak perubahan barier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellualar cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh ini bias pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi clorida yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh Clostridium difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein, Bacteroides frigilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction, V. cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton(Price,2006).5) Penatalaksanaan

Secara umum, terdapat lima langkah dalam mengatasi diare, yaitu (Depkes RI, 2011):

a) Pemberian oralit untuk mencegah dan mengatasi diare.

b) Pemberian zinc untuk mengurangi lama serta beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan, dan mengembalikan nafsu makan anak.

c) ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat, untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang.

d) Antibiotik diberikan pada diare berdarah, kolera, dan diare dengan masalah lain.

e) Segera kembali ke petugas kesehatan jika ada demam, tinja berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering atau belum membaik dalam 3 hari.

Apabila diare disebabkan karena bakteri, perlu diketahui jenis bakteri yang menginfeksi untuk pemberian antibiotik seperti (Djuanda et al, 2013):

EtiologiAntibiotikDosis

ShigellosisCiprofloxacin Anak 5-10 mg/kg BB/hr dalam 2 dosis terbagi

S. (para) typhiCiprofloxacin Anak 5-10 mg/kg BB/hr dalam 2 dosis terbagi

AmoxicilinAnak 20mg/kgBB/hr terbagi tiap 8 jam

CotrimoksazolAnak > 12 th: 2x 2 tab /hari

Anak 6 mggu-5bl: 2x 2, 5 ml /hari

Anak 6bl-5thn : 2x 5 ml /hari

Anak 6th-12th: 2x5-10ml/hari

Disentri amoebikMetronidazol Anak 7,5 mg/kgBB tiap 8 jam

Vibrio choleraeCiprofloxacinAnak 5-10 mg/kg BB/hr dalam 2 dosis terbagi

Selain itu, perlu diperhatikan untuk diare apakah terdapat tanda-tanda dehidrasi atau tidak agar penatalaksanaannya disesuaikan dengan derajat dehidrasinya, yaitu (Depkes RI, 2011):

a) Rencana Terapi A, pada diare tanpa dehidrasi

Beri cairan tambahan (Sebanyak anak mau)

Pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan yang utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama.

Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan.

Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang)

Anak harus diberi oralit di rumah bila:

Telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C.

Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk.

Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah. Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari. Umur < 2 tahun diberi 50-100 ml setiap kali BAB

Umur 2 tahun diberi 100-200 ml setiap kali BAB

Katakan kepada ibu agar minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/gelas/cangkir. Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian lanjutkan dengan lebih lambat. Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

Beri tablet zincBeri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.

Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari

Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.

Lanjutkan pemberian makanan/asi untuk mencegah kurang gizi

Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat

Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan

Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau.

Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam)

Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu

Antibiotik hanya diberikan sesuai indikasi. Misal: disenteri, kolera dll

Nasihati ibu/ pengasuh (Kapan harus kembali)

Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila :

Berak cair lebih sering

Muntah berulang

Sangat haus

Makan dan minum sangat sedikit

Timbul demam

Berak berdarah

Tidak membaik dalam 3 hari

b) Rencana terapi B, pada diare dengan dehidrasi ringan/sedang Pemberian Oralit Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan

Oralit yang diberikan = 75 ml x Berat Badan (BB) Anak Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini:

Umur Sampai4 Bulan4-12 Bulan12-24 Bulan2-5 Tahun

Berat Badan 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI dan oralit

Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit

Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan.

Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas.

Bila anak muntah tunggu 10 menit kemudian lanjutkan dengan lebih lambat.

Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah.

Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau ASI.

Beri oralit sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakan telah hilang.

Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana terapi a, b atau c untuk melanjutkan terapi

Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur.

Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi Rencana Terapi B

Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.

Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C

Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi b

Tunjukkan cara menyiapkan oralit.

Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di rumah.

Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah

Jelaskan 5 langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah

c) Rencana terapi C, pada diare dengan dehidrasi berat

d) Demam tifoid

1) Definisi

a) Demam tifoid disebut juga typus abdominalis atau tifoid fever. Penyakit infeksi akut ini biasanya terjadi di saluran cerna (usus halus) dengan gejala demam lebih dari 1 minggu disertai dengan gangguan saluran cerna dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran ( Soedarmo et al, 2010 ).

2) Etiologi, Faktor Risiko, dan cara penularannya

a) Etiologi

Demam Tifoid disebabkan bakteri S. typhi, S. paratyphi A, B dan C. Bakteri ini termasuk kuman gram negatif yang memiliki flagel, tidak berspora, motil, berbentuk batang, berkapsul dan bersifat fakultatif anaerob dengan karakteristik antigen O,H dan Vi (mansjoer, 2000).

Kuman S. typhi di luar tubuh manusia mudah mati, tidak tahan terhadap sinar matahari tetapi dapat bertahan pada keadaan dingin (es). Titik matinya pada media basah di air dan susu pada suhu 60 0C (mansjoer, 2000).

Manusia merupakan reservoir bagi Demam Tifoid, jarang ditemukan binatang berperan sebagai reservoir Demam Tifoid. Kontak dalam lingkungan keluarga dapat berupa carrier, status carrier dapat terjadi. Setelah serangan akut penderita dapat menjadi carrier. Penularan dapat terjadi jika penderita/carrier tidak dapat menjaga kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan. Feses penderita/carier merupakan sumber utama bagi penularan Demam Tifoid (mansjoer, 2000).

b) Cara Penularan

Masuknya kuman kedalam tubuh melalui mulut merupakan fakta yang tak terbantahkan. Hasil pengamatan penderita tanpa bantuan pemeriksaan bakteriologik tentang bagaimana infeksi tersebar dari feses penderita lewat air, makanan dan barang-barang yang terifeksi. Penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja dan urin penderita/carier. Penularan juga dapat terjadi karena mengkonsumsi buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang tercemar. Lalat dapat juga berperan sebagai vektor mekanis merupakan perantara penularan, memindahkan mikroorganisme dari tinja ke makanan. Di dalam makanan, mikroorganisme berkembang biak memperbanyak diri (Widodo, 2006).

Penularan Demam Tifoid adalah melalui air dan makanan. Bakteri S. typhi dapat bertahan lama dalam makanan. Penggunaan air minum secara massal yang tercemar sering menyebabkan terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Vektor berupa serangga juga berperan dalam penularan penyakit (Widodo, 2006).

Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian akan dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembang biak. Apabila respon immunitas (Imunoglobulin A) usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M), selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel fagosit terutama makrofag. Bakteri dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag, kemudian dibawa ke Plaques peyeri di illeum distal. Selanjutnya ke kelenjar getah bening mesenterika. Melalui duktus torasikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag masuk ke dalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang tidak menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar ke organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi ke dalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia yang kedua yang menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi (Widodo, 2006).

Di dalam hati bakteri masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak dan diekskresikan ke dalam lumen usus melalui cairan empedu, sebagian bakteri ini dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi menembus usus (Widodo, 2006).

c) Faktor Risiko Demam Tifoid

Demam Tifoid dapat menyerang semua kelompok umur. Akan tetapi kelompok usia produktif mempunyai risiko yang lebih besar dibandingkan dengan usia non produktif. Hal ini terjadi karena pada usia produktif banyak melakukan aktivitas yang berisiko untuk tertular penyakit Demam Tifoid. Insiden pada kelompok anak dan orang tua relatif kecil, bahkan pada umur diatas 70 tahun sangat jarang (Rakhman,2009).

Kondisi jenis kelamin pada penderita Demam Tifoid tidak menunjukkan perbedaaan, namun demikian kelompok pria mempunyai risiko yang lebih besar karena banyak melakukan aktifitas di luar rumah yang berisiko terhadap kejadian Demam Tifoid. Pendidikan sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang untuk melakukan kebiasaan hidup sehat. Seseorang yang mempunyai pendidikan yang tinggi mempunyai risiko yang lebih kecil untuk tertular penyakit Demam Tifoid (Rakhman,2009).

Perilaku adalah sebagai suatu bentuk tanggapan dari individu terhadap lingkungan, perilaku kesehatan mempunyai tujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kesehatananya. Perilaku manusia dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), faktor penguat (reinforcing factor) (Rakhman,2009).

Kejadian penyakit Demam Tifoid disebabkan karena masuknya S. typhi ke dalam tubuh melalui makanan, hal ini terjadi karena adanya makanan yang tidak terlindungi dari adanya kontaminasi mikroorganisme pencemar. Higiene makanan minuman yang rendah merupakan faktor yang berperan dalam penularan Demam Tifoid seperti makanan yang dicuci dengan menggunakan air yang terkontaminasi (sayur-sayuran dan buah-buahan) (Rakhman,2009).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian Demam Tifoid menurut Rakhman pada tahun 2009 adalah:

Kebiasaan jajan

Kebiasaan makan diluar rumah (jajan) mempunyai risiko yang lebih besar untuk terkena penyakit Demam Tifoid. Penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri S. typhi yang berasal dari tinja penderita/carrier. Demam Tifoid dapat menyerang semua kelompok umur. Akan tetapi kelompok usia produktif mempunyai risiko yang lebih besar dibandingkan dengan usia non produktif. Hal ini terjadi karena pada usia produktif banyak melakukan aktivitas yang berisiko untuk tertular penyakit Demam Tifoid. Insiden pada kelompok anak dan orang tua relatif kecil, bahkan pada umur diatas 70 tahun sangat jarang.

Cara makan

Kebiasaan menggunakan alat makan dalam mengkonsumsi makanan berpengaruh terhadap kejadian Demam Tifoid. Di kalangan pondok pesantren tradisional banyak ditemui pola makan bersama-sama dalam satu tempat tanpa menggunakan sendok. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.

Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan mempunyai risiko yang lebih besar untuk terkena Demam Tifoid dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan.Pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan akan banyak menghilangkan mikroba yang terdapat pada tangan. Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus pathogen dari tubuh, tinja atau sumber lain kemakanan. Kombinasi antara aktivitas sabun sebagai pembersih, penggosokan dan aliran air akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroba.

Kebiasaan makan sayuran mentah

Buah dan sayuran mentah mengandung vitamin C yang lebih banyak daripada yang telah dimasak, namun untuk menyantapnya, perlu Perhatikan apakah buah dan sayuran tersebut masih segar atau tidak. Buah dan sayuran mentah yang tidak segar sebaiknya tidak disajikan. Apabila tidak mungkin mendapatkan air untuk mencuci, pilihlah buah yang dapat dikupas. Dibeberapa negara penularan terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air yang tercemar, buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang terkontaminasi.

Kebiasaan minum air isi ulang

Menurut World Health Organization kebutuhan rata-rata adalah 60 liter per hari meliputi : 30 liter untuk keperluan mandi, 15 liter untuk keperluan minum dan sisanya untuk keperluan lainnya. Pada saat ini banyak bermunculan depot-depot yang menyediakan air minum untuk dikonsumsi secara langsung.Air minum adalah adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Beberapa penelitian menunjukkan adanya bakteri dalam air minum isi ulang. Mengingat air minum isi ulang ini dikonsumsi tanpa melalui proses pemasakan maka syarat yang harus dipenuhi adalah bebas dari kontaminasi bakteri sebagaimana yang ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan.

Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar

Cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu cara untuk hidup sehat yang paling sederhana dan murah tetapi sayang belum membudaya. Padahal bila dilakukan dengan baik dapat mencegah berbagai penyakit menular seperti demam tifoid. Berdasarkan Hasil survei Health service Program tahun 2006 didapatkan hanya 12 dari 100 orang Indonesia yang melakukan cuci tangan pakai sabun setelah buang air besar. Tidak mengherankan jika banyak penduduk Indonesia yang masih menderita penyakit seperti Diare dan Demam Tifoid karena kebiasaan hidup yang tidak bersih.

Riwayat demam tifoid

Seseorang mampu menjadi pembawa penyakit (asymptomatic carrier) demam typhoid, tanpa menunjukkan tanda gejala, tetapi mampu menulari orang lain. Status carrier dapat terjadi setelah mendapat serangan akut. Carrier kronis harus diawasi dengan ketat dan dilarang melakukan pekerjaan yang dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Yang bersangkutan dapat dibebaskan dari larangan ini apabila sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu tiga kali berturut-turut sampel tinja yang diperiksa menunjukkan hasil negatif. Sampel diambil dengan interval satu bulan dan 48 jam setelah pemberian antibiotika terakhir. Sampel yang baik adalah tinja segar.Feses penderita/carier merupakan sumber utama bagi penularan Demam Tifoid. Kebiasaan memakai jamban yang tidak saniter termasuk faktor risiko kejadian Demam Tifoid.

Pengetahuan.

Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari. Penularan demam tifoid terjadi melalui mulut, kuman S. typhy masuk kedalam tubuh melalui makanan/minuman yang tercemar ke dalam lambung, ke kelenjar limfoid usus kecil kemudian masuk kedalam peredaran darah. Kuman dalam peredaran darah yang pertama berlangsung singkat, terjadi 24-72 jam setelah kuman masuk, meskipun belum menimbulkan gejala tetapi telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang dan ginjal. Pada akhir masa inkubasi 5 9 hari kuman kembali masuk ke aliran darah (kedua kali) dimana terjadi pelepasan endoktoksin menyebar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala demam tifoid.3) Diagnosis ( anamnesis, PF, PP

Pertimbangkan demam tifoid jika anak demam dan mempunyai salah satu tanda berikut ini: diare atau konstipasi, muntah, nyeri perut, sakit kepala atau batuk, terutama jika demam telah berlangsung selama 7 hari atau lebih dan diagnosis lain sudah disisihkan.

Pada pemeriksaan, gambaran diagnosis kunci adalah:

a) Demam lebih dari tujuh hari

b) Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab yang jelas

c) Nyeri perut, kembung, mual, muntah, diare, konstipasi

d) Delirium

e) Hepatosplenomegali

f) Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus

g) Dapat timbul dengan tanda yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermi.

Berikut pemeriksaan penunjang untuk diagnosis demam tifoid:a) Darah tepi: leukopeni, aneosinofilia, limfositosis relatif, trombositopenia (pada demam tifoid berat).

b) Serologi: interpretasi harus dilakukan dengan hati-hati.

4) Patomekanisme

Patofisiologi demam typhoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme, yaitu:

b) Penempelan dan invasi sel-sel M Peyers patch,

c) Mikroorganisme bertahan hidup dan bermultiplikasi di

makrofag Peyers patch, nodus limfatikus mesenterikus dan organ-organ

ekstra intestinal sistem retikuloendotelial,

d) Mikroorganisme bertahan hidup di dalam aliran darah,

e) Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar CAMP di dalam kripta usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal ( Soedarmo et al, 2010 ).

Mikroorganisme Salmonella Typhi dan Salmonella parathyphi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan atau minuman terkontaminasi. Sebagian mikroorganisme di musnahkan dalam lambung dengan pH 120 x/menit

Kesadaran apatis

Kesadaran somnolen, sopor/koma

Frekuensi nafas >30 x/menit

Facies cholerica

Vov cholerica

Turgor kulit menurun

Washer woman hand

Ekstremitas dingin

Sianosis tahun

Umur 50-60

Umur >60 tahun Skor

1

1

2

1

1

2

1

2

2

1

1

1

2

1

2

Interpretasi :

i) Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, beri cairan per oral sebanyak mungkin tetapi sedikit demi sedikit dan bila skor lebih dari 3 disertai syok maka beri cairan per iv.

ii) Bila dehidrasi sedang/berat pasien diberi cairan melalui infus pembuluh darah, sedangkan bila dehidrasi ringan maka pasien dapat diberi cairan peroral/selang nasogastrik kecuali bila ada kontraindikasi.

Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas :

i) 2 jam pertama (rehidrasi inisial) diberikan jumlah total kebutuhan cairan menurut rumus diberikan langsung.

ii) 1 jam berikutnya pemberian diberikan berdasarkan kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya.

iii) Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja dan Insensible Water Loss (IWL). Pada keadaan dehidrasi ringan, rehidrasi dapat dilakukan oleh ibu dengan menggunakan prinsip penanganan diare di rumah, yaitu:

i) Beri cairan tambahan sebanyak anak mau, dengan memberi penjelasan kepada ibu: a. ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.

ii) Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan.

iii) Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif berikan 1 atau lebih cairan oralit, larutan gula garam, kuah sayur, air tajin dan air matang.

Anak harus diberi oralit di rumah jika:

i) Anak telah diobati dengan rencana terapi C dalam kunjungannya

ii) Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diare bertambah parah.

Ajari ibu mencampur dan memberi oralit dengan memberi 6 bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah. Tunjukkan kepada ibuberapa banyak cairan termasuk oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari :

i) Sampai umur 1 tahun = 50-100 ml setiap kali berak.

ii) Umur 1-5 tahun = 100-200 ml setiap kali berak

Katakan pada ibu:

i) Agar meminumkan sedikit demi sedikit tetapi sering dari cangkir.

ii) Jika anak muntah, tunggu 10 menit kemudian lanjutkan lagi.

iii) Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

iv) Lanjutkan pemberian makanan.

v) Kapan harus kembali ke Puskesmas (WHO, 2006)

b. Diet Pasien tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah berat. Pasien dianjurkan minum sari buah, minuman tidak bergas dan makanan yang mudah dicerna seperti pisang, nasi dan kuah sup (WHO, 2005).

c. Zink

Suplemen zink merupakan strategi penatalaksanaan yang baru untuk diare dan menjanjikan untuk penatalaksanaan diare. Suplemen zink ini telah direkomendasikan oleh WHO, UNICEF, dan beberapa negara di dunia untuk pengobatan diare pada anak. Zink mikronutrien yang penting untuk kesehatan dan perkembangan anak. Mengganti zink yang hilang penting untuk membantu anak-anak memulihkan dan menjaga kesehatan anak di bulan-bulan mendatang (WHO, 2006).12. Prognosis Dehidrasi e.c. virus

Infeksi rotavirus adalah penyakit yang sembuh setelah 3 - 9 hari muncul gejala. Jarang, dehidrasi karena infeksi rotavirus parah menyebabkan kematian. Kondisi dan pengobatan suportif yang tepat (rehidrasi) dapat mencegah komplikasi serius (Guandalini, 2009).

13. Komplikasi Dehidrasi e.c. virus

Komplikasi yang ada misal terjadinya dehidrasi yang merupakan komplikasi paling potensial dari infeksi rotavirus, keadaan ini sering ditangani dengan terapi redidrasi oral. Pada kasus-kasus berat yang diikuti oleh adanya muntah, terapi oral sulit dilakukan dan ini memberikan indikasi untuk dilakukan pemberian cairan intravena serta perawatan di rumah sakit, selain itu dapat pula terjadi hiponatremi, hipokalemia, hipomagnesia karena kekurangan elektrolit, serta hipoperistaltik, asidosis metabolik, kolik abdomen, kejang dengan atau tanpa demam, sakit kepala (Ghishan, 2004).

DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman,M.H. 2007. Ilmu KesehatanAnak 1.edisi 4. Jakarta : BagianIlmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Alberta Health and Wellness. 2011. Amoebiasis: Public Health Notifiable Disease Management Guidelines.

Dalal, S., and Zhukovsky D.S., 2006. Pathophysiology and Management of Fever. J Support Oncol., 2010 (4), 916.

Depkes RI, 2007. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare Edisi Ketiga. Ditjen PPM & PL : Jakarta.

Depkes RI, 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Djuanda, Adhi dkk, 2013. MIMS. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.Elmer GW, McFarland LV. 2010. Biotherapeutic Agents in the Treatment of Infectious Diarrhea. Gastroenterology Clinics. 30.

Geneva. 2005. The Treatment of Diarrhoea. A manual for physicians and other senior health workers. World Health organization.

Ghishan FK. 2004. Acute Diarrhea. In Nelson Text Book of Pediatrics. 17th-Ed. Philadephia. 2004: 1276-80.

Guandalini, Stefano. 2014. Diarrhea. http://emedicine.medscape.com/article/928598-overview ,diakses pada tanggal 1 Juni 2015.

Herbowo dan Firmansyah ,Agus. 2003. Diare Akibat Infeksi Parasit. Sari Pediatri. Vol. 4(4): 198-203.

Jonathan, Gleadle. 2005. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Erlangga. Jakarta.

Mansjoer, arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. Jakarta: FKUI.Pendidikan Kedokteran Komunitas (PPKK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Permenkes RI.

Price, S.A. & Wilson, L.M., 2006. Patofisiologi, KonsepKlinisProses-Proses Penyakit Volume 1, Edisi 6. Jakarta: EGCRajesh, Bathia. 2002. Medical Parasitology. Lordshon publisher. New Delhi.Rakhman, Arief RH., Dibyo Pramono. 2009. FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN DEMAM TIFOID PADA ORANG DEWASA. Desember 2009 ed. Yogyakarta: Program Sherwood, L., 2010. Human Pyhsiology:From Cells to Systems.7th ed. Canada : Brooks/Cole, Cengage Learning.

Sherwood L. 2013. Fisiologi manusia. Jakarta : EGC.

Simadibrata MK. 2006. Pendekatan Diagnostik Diare Kronik. Di dalam : Sudoyo Aru w et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

Soedarno SS, Garna H, Hadinegoro SR. 2008. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Soeparto P. 2006. Sumbangan dan Peran Kaum Profesional Dalam Mendukung Program Penyakit Saluran Cerna di Era Otonomi. Dalam: Kongres Nasional II BKGAI. Bandung: BKGAI, 17-27.

Sudigbia I. 2010. Pengaruh Suplementasi Tempe Terhadap Kecepatan Tumbuh Pada Penderita Diare Anak Umur 6-24 Bulan. Universitas Diponegoro. 7-37.

Sudoyo, A. W. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Suraatmaja, Sudaryat. 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Denpasar : Lab SMF IKA FK UNUD/ RS sanglah.

Tabrez S, Roberts IM. 2008. Malabsorption and Malnutrition. Primary Care: Clinics in Office Practice. 28.

Widaya IW, Gandi. 2006. Konsistensi Pelaksanaan Program serta Morbiditas dan Mortalitas Diare di Era Otonomi dan Krisis. Dalam: Kongres Nasional II BKGAI. Bandung: BKGAI, 45-54.

Widodo D. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK-UI.

Wong Dona, L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong.Volume 1. Edisi 6. EGC. Jakarta.

World Health Organization. 2005. The Treatment of Diarrhea a Physicians and Other Senior Health Worker. WHO Press. Geneva.

Wyllie R. 2005. Normal Digestive Tract Phenomena K. In Nelson Text Book of Pediatrics. 17th-Ed. Philadelphia. 197-8.