pbl forensik

39
Makalah PBL Mandiri 5 Blok 30 Etika Profesi Kedokteran Olivia Ekaputri 10.2009.077 / A2 [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta, 2013 Pendahuluan 1 | Page Skenario Seorang pasien bayi dibawa orang tuanya datang ke tempat praktek dokter A, seorang dokter anak. Ibu pasien bercerita bahwa ia adalah pasien seorang dokter obgyn B sewaktu melahirkan, dan anaknya dirawat oleh dokter anak C. Baik dokter B maupun C tidak pernah mengatakan bahwa anaknya menderita penyakit atau cedera sewaktu lahir dan dirawat disana. Sepuluh hari pasca lahir orang tua bayi menemukan benjolan di pundak kanan bayi. Setelah diperiksa oleh dokter A dan pemeriksaan radiologi sebagai penunjang, pasien dinyatakan fraktur klavikula kanan yang sudah berbentuk kalus. Kepada dokter A mereka meminta kepastian apakah benar terjadi patah tulang klavikula, dan kapan kira – kira terjadinya. Bila benar bahwa patah tulang tersebut terjadi sewaktu kelahiran, mereka akan menuntut dokter B karena telah mengakibatkan patah tulang dan dokter C karena lalai tidak dapat mengdiagnosisnya. Mereka juga menduga bahwa

description

forensikpbl

Transcript of pbl forensik

Page 1: pbl forensik

Makalah PBL Mandiri 5 Blok 30

Etika Profesi Kedokteran

Olivia Ekaputri

10.2009.077 / A2

[email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta, 2013

Pendahuluan

1 | P a g e

Skenario

Seorang pasien bayi dibawa orang tuanya datang ke tempat praktek dokter A, seorang dokter anak. Ibu pasien bercerita bahwa ia adalah pasien seorang dokter obgyn B sewaktu melahirkan, dan anaknya dirawat oleh dokter anak C. Baik dokter B maupun C tidak pernah mengatakan bahwa anaknya menderita penyakit atau cedera sewaktu lahir dan dirawat disana. Sepuluh hari pasca lahir orang tua bayi menemukan benjolan di pundak kanan bayi. 

Setelah diperiksa oleh dokter A dan pemeriksaan radiologi sebagai penunjang, pasien dinyatakan fraktur klavikula kanan yang sudah berbentuk kalus. Kepada dokter A mereka meminta kepastian apakah benar terjadi patah tulang klavikula, dan kapan kira – kira terjadinya. Bila benar bahwa patah tulang tersebut terjadi sewaktu kelahiran, mereka akan menuntut dokter B karena telah mengakibatkan patah tulang dan dokter C karena lalai tidak dapat mengdiagnosisnya. Mereka juga menduga bahwa dokter C kurang kompeten sehingga sebaiknya ia merawat anaknya ke dokter A saja. Dokter A berpikir apa sebaiknya ia katakan.

Page 2: pbl forensik

I. Identifikasi Istilah

Kalus

Jaringan penyambung tulang yang tidak teratur, terbentuk pada ujung-ujung tulang yang

patah, yang diabsorpsi setelah pemulihan sempurna, dan akhirnya diganti kan dengan tulang

asli.1

Gambar 1. Kalus 2

II. Rumusan Masalah

1. 10 hari pasca lahir, orang tua bayi menemukan benjolan di pundak kanan bayi.

2. Dinyatakan menderita fraktur klavikula kanan yang sudah berbentuk kalus.

2 | P a g e

Page 3: pbl forensik

Pembahasan

A. Prinsip-prinsip Etika Kedokteran

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap dan

atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik-buruk

dan benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup

banyak jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang adalah teori

deontologi dan teleologi. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa, Deontologi mengajarkan

bahwa baik-buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatannya sendiri (I Kant),

sedangkan teleologi mengajarkan untuk menilai baik-buruk tindakan dengan melihat hasilnya

atau akibatnya (D Hume, J Bentham, JS Milis). Deontologi lebih mendasarkan kepada ajaran

agama, tradisi, dan budaya sedangakan teleologi lebih ke arah penalaran (reasoning) dan

pembenaran (justifikasi) kepada azas manfaat (aliran utilitarian).3

Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan

etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) yakni:3

Beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke

kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbutan untuk kebaikan saja,

melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya.

Non-malaficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk

keadaan pasien.

Justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap

maupun dalam mendistribusikan sumber daya.

Autonomy, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak-hak

ototnomi pasien *the right to self determination).

Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur dan

terbuka), privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan

pasien) dan fidelity (loyalitas dan promise keeping).3

Di dalam praktek, peran profesional kesehatan khususnya dokter dapat terbagi ke dalam 3

model penjaga gawang, yaitu peran tradisional, peran negative gatekeeper dan peran positive

gatekeeper.3

3 | P a g e

Page 4: pbl forensik

Dalam peran tradisionalnya, dokter memikul beban moral sebagai penjaga gawang

penyelenggaraan layanan kesehatan dan medis. Mereka harus menggunakan pengetahuan

mereka untuk berpraktek secara kompeten dan rasional ilmiah. Petunjuknya harus diagnostic

elegance (termasuk menggunakan cara yang memiliki tingkat ekonomi yang sesuai dalam

mendiagnosis) dan therapeutic parsinomy (memberikan terapi hanya yang secara nyata

bermanfaat dan efektif). Mereka harus mencegah adanya risiko yag tidak diperlukan kepada

pasien yang berasal dari terapi yang meragukan dan menjaga sumber daya finansial pasien.

Dalam peran negative gatekeeper, yaitu pada sistem kesehatan pra-bayar atau kapitasi, dokter

diharapkan untuk membatasi akses pasien ke layanan medis. Pada peran ini jelas terjadi

konflik moral pada dokter dengan tanggungjawab tradisionalnya dalam membela kepentingan

pasien (prinsip beneficence) dengan tanggungjawab barunya sebagai pengawal sumberdaya

masyarakat/komunitas. Meskipun demikian, peran negative gatekeeper ini secara moral

mungkin masih dapat dijustifikasi.

Tidak seperti peran negatif yang banyak dideskripsikan secara terbuka, peran positive

gatekeeper dokter sangat tertutup dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara moral.

Dalam peran ini dokter diberdayakan untuk menggunakan fasilitas medis dan jenis pelayanan

hi-tech demi kepentingan profit. Bagi mereka yang mampu membayar disediakan fasilitas

diagnostik dan terapi yang paling mahal dan mutakhir, layanan didasarkan kepada “keinginan

pasar” dan bukan kepada kebutuhan medis. Upaya meningkatkan demand atas layanan yang

sophisticated dijadikan tujuan yang impilisit, dan dokter menjadi salesmannya. Mereka

berbagi profit secara langsung apabila mereka pemilik atau investor layanan tersebut, atau

mereka memperoleh penghargaan berupa kenaikan honorarium atau tunjangan apabila

mereka hanya berstatus pegawai atau pelaksana.

Dalam hubungan antara dokter dan pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran

yang di dalamnya tertuang prinsip-prinsip moral profesi, yaitu beneficence, autonomi, non

malaficence, dan justice yang disebut sebagi prinsip utama; dan veracity (kebenaran =

truthfull information), fidelity (kesetiaan), privacy, dan confidentiality (menjaga kerahasiaan)

sebagai prinsip keturunannya.4

4 | P a g e

Page 5: pbl forensik

Prinsip-prinsip etika profesi

Tanggung jawab

Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.

Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada

umumnya.

Keadilan untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.

Otonomi menuntut agar setiap kaum profesional diberi kebebasan menjalankan

profesinya.5

Peranan etika dalam profesi

Suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama

karena nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja,

tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga

sampai pada suatu bangsa.

Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam

pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama

anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian

karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi)

dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.

Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para

anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati

bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada

masyarakat profesi tersebut.6

Tujuan kode etik profesi

1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.

2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.

3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.

4. Untuk meningkatkan mutu profesi.

5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.

6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.

7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.7

5 | P a g e

Page 6: pbl forensik

Prinsip-prinsip moral

Praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip

moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai

baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi

moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika

biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat

keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di

bidang medis.

Kode Etik Kedokteran Indonesia

KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan

standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi

oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun

fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh

persetujuan pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan

setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-

hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa

sendiri kebenarannya.

Pasal 7a

6 | P a g e

Page 7: pbl forensik

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis

yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih

sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki

kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau

penggelapan, dalam menangani pasien

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak

tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7d

Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk

insani.

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan

masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh

(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta

berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang

lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.7

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal 10

Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan

ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan

suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk

pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11

7 | P a g e

Page 8: pbl forensik

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat

berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam

masalah lainnya.

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang

pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu

memberikannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin

diperlakukan.

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan

persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi kedokteran/kesehatan.

B. Hubungan Dokter

B.1 Hubungan Dokter-Pasien

Hubungan dokter-pasien merupakan tunjang praktek kedokteran dan asas kepada etika

kedokteran. Deklarasi Geneva menyatakan bahwa seorang dokter harus meletakkan

kesehatan pasiennya sebagai perkara yang paling utama. Kode Etik Medis Internasional pula

menyatakan bahwa seorang dokter wajib memberikan pelayanan terbaik sesuai sarana yang

8 | P a g e

Page 9: pbl forensik

tersedia atas kepercayaan yang telah diberikan pasien kepadanya. Prinsip utama moral profesi

adalah autonomy, beneficence, non maleficence dan justice. Prinsip turunannya pula adalah

veracity (memberikan keterangan yang benar), fidelity (kesetiaan), privacy, dan

confidentiality (menjaga kerahasiaan).

Hubungan dokter-pasien pada awalnya merupakan hubungan paternalistic dengan memegang

prinsip beneficence sebagai prinsip utama. Namun cara ini dikatakan mengabaikan hak

autonomy pasien sehingga sekarang lebih merujuk kepada teori social contract dengan dokter

dan pasien sebagai pihak bebas yang saling menghargai dalam membuat keputusan. Dokter

bertanggungjawab atas segala keputusan teknis sedangkan pasien memegang kendali

keputusan penting terutama yang terkait dengan nilai moral dan gaya hidup pasien.

Hubungan dokter-pasien yang baik memerlukan kepercayaan. Maka, dengan memegang pada

dasar kepercayaan pasien terhadap dokter yang merawatnya, seorang dokter tidak boleh

menjalin hubungan di luar bidang profesinya dengan pasien yang sedang dirawat.5

MENGHORMATI DAN PELAYANAN SAMA RATA

Isu hak sama rata merupakan suatu hal yang rumit buat dokter. Menuruk Deklarasi Geneva,

dokter tidak boleh mendiskriminasi pasien baik secara umur, penyakit, ras, jenis kelamin,

kewarganegaraan, orientasi seksual, maupun status social. Tetapi pada masa yang sama

dokter juga dibenarkan untuk menolak pasien yang datang kepadanya kecuali pada kasus

gawat darurat dengan alasan kurang kemahiran dan penyakit pasien bukan di dalam bidang

kompetensi nya.

Dokter juga harus menyadari bahwa perilaku terhadap pasien turut berpengaruh dalam

hubungan dokter-pasien untuk mewujudkan kepercayaan dalam diri pasien kepada dokternya.

Dokter juga tidak boleh meninggalkan pasien di bawah jagaannya sehingga Kode Etika

Medis Internasional dari World Medical Association(WMA) menyatakan bahwa dokter hanya

boleh “meninggalkan” pasiennya dengan cara merujuk pasien ke dokter lain apabila tindakan

lanjut yang diperlukan adalah di luar bidang kompetensinya.

Selain itu, dokter juga tidak dibenarkan untuk menolak pelayanan kesehatan terhadap pasien

dengan HIV/AIDS. Ini karena menurut WMA, pasien dengan HIV/AIDS harus diperlakukan

seperti pasien lain dan dokter hanya boleh melepaskan tanggungjawabnya melalui rujukan ke

dokter lain yang lebih kompeten.5

9 | P a g e

Page 10: pbl forensik

KOMUNIKASI DAN CONSENT

Informed consent merupakan alat paling penting dalam hubungan dokter-pasien pada masa

kini. Informed consent yang benar harus disertai dengan komunikasi baik antara dokter dan

pasien. Keterangan yang dapat diberikan kepada pasien sebelum mendapatkan informed

consent termasuklah menerangkan diagnosis penyakit, prognosis dan pilihan pengobatan

penyakit. Perlu juga kebaikan dan keburukan masing-masing tindakan yang bakal dilakukan.

Informed consent harus memuatkan pilihan untuk pasien menerima atau menolak tindakan

medic yang bakal dilakukan dokter selain mencantumkan pilihan terapi lain. Pasien yang

kompeten boleh memilih untuk menolak tindakan medik walaupun tanpa tindakan ini dapat

mengancam nyawa pasien. Terdapat dua kondisi di mana informed consent dikecualikan

yaitu:

1. Pasien menyerahkan sepenuhnya keputusan tindakan medik terhadap dirinya kepada

dokter. Apabila pasien menyerahkan semua keputusan kepada dokter yang

merawatnya, dokter tetap harus menerangkan secara lengkap tindakan yang bakal

dilakukan.

2. Keadaan apabila pemberitahuan tentang kondisi penyakit pasien dapat berdampak

besar terhadap pasien secara fisik, psikologis dan emosional. Contohnya adalah

apabila pasien cenderung untuk membunuh diri apabila mengetahui tentang

penyakitnya. Namun, dokter pada awalnya harus menganggap bahwa semua pasien

dapat menerima berita tentang penyakitnya dan memberikan informasi selengkapnya

sesuai dengan hak pasien.7

Informed consent atau persetujuan tindakan medik adalah suatu cara bagi pasien untuk

menunjukan prefensi dan pilihannya. Informed consent adalah aplikasi praktis dari salah satu

kaidah moral dalam praktek kedokteran yaitu, autonomi. Secara harafiah, informed consent

memiliki dua unsur yaitu: (1) informed yang dapat diartikan informasi yang telah diberikan

dokter dan (2) consent yang diartikan sebagi persetujuan oleh pasien setelah memahami

informasi yang diberikan oleh sang dokter.saat seorang dokter memulai hubungan dokter-

pasien, maka tugasnya adalah memeriksa pasien, membuat diagnosa, memberi informasi

yang jujur dan tepat sasaran serta mengajurkan pengobatan. Dokter diharapkan untuk dapat

menjelaskan tahapan-tahapan dalam pengobatan, memberikan alasan diberikannya

pengobatan yang ia anjurkan, daqn menunjukkan alternatif pengobatan dari sisi keuntungan

dan kerugiannya. Di lain pihak, pasien diharapkan untuk dapar memahami penjelasan dokter,

10 | P a g e

Page 11: pbl forensik

menilai pilihan pengobatan yang ditawarkan dokter, kemudian memilih pilihan-pilihan

pengobatan yang ditawarkan.3,8

Persetujuan tindak medik secara praktis dalam praktek kedokteran dapat dibedakan atas 2

bentuk, yaitu:

1. Implied consent atau persetujuan tersirat, yakni pasien tidak menyatakan persetujuan

baik secara tertulis maupun lisan, namun dari tingkah lakunya menunjukan

persetujuaanya.

2. Expressed consent atau persetujuan yang dinyatakan, yakni persetujuan dinyatakan

secara lisan dan tertulis.

Sesuai dengan sifat hukum yang memiliki daya paksa, maka tidak dilaksanakan informed

consent atau persetujuan tindakan medik dalam praktek kedokteran akan dikenakan sanksi,

yakni:

Sanksi administratif

Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari pasien

atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan surat izin

prakteknya (Pasal 13 Permenkes 585 tahun 1989)

Sanksi perdata

Tindakan medik tanpa persetujuan dari pasien, adalah perbuatan melanggar hukum. Bila

perbuatan itu menimbulkan kerugian, maka dokter yang melakukan dan institusi

penyelengara pelayanan kedokteran yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi perdata

dengan acuan pasal 1365 KUHP.

Sanksi pidana

Kelalaian menjalankan persaetujuan tindakan medik dapat dikenai delik penganiaan

dalam KUHP. Kesengajaan penyimpangan dalam praktek kedokteran yang

mengakibatkjan kerugian bagi pasien dengan delik yang sesuai.

INFORMED CONSENT UNTUK PASIEN INKOMPETEN

Pasien inkompeten adalah mereka yang tidak mampu membuat keputusan untuk diri mereka

sendiri seperti anak, individu dengan gangguan psikologi atau neurologi berat dan pasien

yang tidak sadar. Mengikut WMA Declaration on the Rights of the Patients, apabila pasien

tidak mampu membuat keputusan untuk dirinya sendiri, perlulah mendapat kebenaran dari

11 | P a g e

Page 12: pbl forensik

wakilnya. Apabila tidak dapat ditemukan wakil dan pasien memerlukan tindak medis segera,

dokter perlulah memikirkan bahwa pasien sudah bersetuju dengan tindakan yang bakal

dilakukan melainkan telah tercatat bahwa pasien tidak bersetuju dengan tindakan tersebut

sebelumnya.7

Apabila pasien adalah anak, hak diberikan kepada mereka yang bertanggungjawab

terhadapnya. Namun, pasien harus ikut serta dalam pembuatan keputusan dan memahami

tindakan yang bakal dilakukan.

KERAHASIAAN PASIEN

Dasar dari kerahasiaan pasien adalah autonomy, rasa hormat dan kepercayaan pasien.

Kepercayaan adalah bagian paling penting dalam hubungan dokter-pasien sehingga seorang

dokter tidak dibenarkan untuk membuka rahasia pasien tanpa kebenaran dari pasien itu

sendiri kecuali diminta oleh hukum. Dokter juga dibenarkan untuk membuka rahasia pasien

apabila pasien tidak mampu untuk mengambil keputusan sendiri.

Dalam keadaan di mana pasien dapat menimbulkan bahaya kepada orang sekitarnya, dokter

dapatlah memberitahu mereka yang mungkin beresiko terhadap penyakit pasien tersebut.

Contohnya adalah memberitahu pasangan pasien dengan HIV/AIDS tentang penyakitnya

apabila pasien enggan untuk melakukan seks dengan perlindungan.7

B.2 Hak Pasien

WMA telah mengeluarkan Declaration of Lisbon on the Rights of the Patient (1991) yang

menyatakan hak pasien adalah sebagai berikut7:

1. Hak memilih dokter secara bebas

2. Hak klinis dan etis

3. Hak untuk menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi yang

adekuat

4. Hak untuk dihormati kerahasiaan dirinya

5. Hak untuk mati secara bermartabat

6. Hak untuk menerima atau menolak dukungan spiritual atau moral.

UU Kesehatan pula menyebutkan beberapa hak pasien yaitu:

1. Hak atas informasi

12 | P a g e

Page 13: pbl forensik

2. Hak atas second opinion

3. Hak untuk memberi persetujuan atau menolak suatu tindakan medis

4. Hak untuk kerahasiaan

5. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan

6. Hak untuk memperoleh ganti rugi apabila ia dirugikan akibat kesalahan tenaga

kesehatan.

Selain itu, UU Praktik Kedokteran menyatakan hak pasien sebagai berikut:

1. Hak untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis (Pasal 45

ayat (3)). Penjelasan sekurang-kurangnya meliputi diagnosis, tatacara tindakan, tujuan

tindakan medis yang bakal dilakukan, alternative tindakan lain dan risikonya, risiko

dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang akan

dilakukan.

2. Hak untuk meminta pendapat dokter lain

3. Hak mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis

4. Hak untuk menolak tindakan medis

5. Hak untuk mendapatkan isi rekam medis

B.3 Hubungan Dokter –Teman Sejawat

Profesi kedokteran merupakan profesi yang berjalan di bawah satu sistem hirarki baik secara

internal maupun eksternal. Hirarki internal dapat dibagi kepada tiga yaitu perbedaan

kedudukan dokter berdasarkan kepakaran, perbedaan berdasarkan pencapaian akademik, dan

perbedaan kompetensi dan pengalaman dalam menangani pasien. Secara eksternal pula,

dokter sering diletakkan di bagian tertinggi dibanding petugas kesehatan lain.6

Dalam perkembangan ilmu kedokteran, seorang dokter harus menyadari bahwa dia tidak

mampu menangani semua penyakit dan memerlukan kerjasama baik antara tenaga kesehatan

lain seperti perawat, pharmacist, ahli fisioterapi, teknisi laboratorium, dan lain-lain.

HUBUNGAN TEMAN SEJAWAT

Hubungan antara dokter dan teman sejawat dinyatakan dalam Declaration of Geneva yang

menyatakan hubungan antara petugas kesehatan adalah seperti saudara. Menurut Kode Etik

Medik Internasional pula, terdapat dua larangan dalam hubungan sesama dokter yaitu:

1. Membayar atau menerima bayaran dari dokter lain dalam menangani pasien

13 | P a g e

Page 14: pbl forensik

2. Mengambil alih tugas perawatan pasien dari dokter lain tanpa rujukan dokter tersebut.

Sering dalam praktek sehari-hari, akan timbul perbedaan pendapat antara dokter tentang

penanganan yang tepat untuk seorang pasien.6 Dengan menganggap isu yang timbul hanya

untuk kebaikan pasien dan tidak ada penyimpangan dari etika kedokteran, hal ini dapat

diselesaikan dengan cara:

1. Dilakukan secara informal yaitu melalui rundingan dan perbincangan antara pihak

yang terlibat. Perbincangan hanya akan dilakukan secara formal apabila cara informal

tidak member hasil.

2. Opini semua pihak yang terlibat perlu didengarkan dan dipertimbangkan.

3. Pasien berhak menentukan tindakan medis untuk dirinya dan pilihan pasien ini akan

menjadi penunjang utama dalam pengambilan keputusan isu terkait.

4. Apabila semua rundingan tidak disepakati, maka penyelesaian isu dapat melibatkan

pihak wewenang dan hukum.

HUBUNGAN GURU DAN MAHASISWA KEDOKTERAN

Hubungan antara tenaga pengajar dan mahasiswa kedokteran juga penting dalam etika

kedokteran. Mahasiswa kedokteran harus menghormati dan memanfaatkan ilumu yang

diperoleh sebaiknya. Tenaga pengajar fakultas kedokteran juga harus menghormati

mahasiswa dan membimbing mahasiswa sebaiknya sesuai etika profesi kedokteran.7

PELAPORAN MALPRAKTEK

Kewajiban melaporkan malpraktek dan praktek tidak kompeten dinyatakan dalam Kode Etik

Medis Internasional yaitu “A physician shall report to the appropriate authorities those

physicians who practice unethically or incompetently or who engage in fraud or deception”.

Dokter sering kali sulit untuk membuat pelaporan tentang tindakan malpraktek dokter lain

atas dasar simpati atau persahabatan tetapi perlu diingatkan bahwa pelaporan adalah salah

satu tugas professional seorang dokter.7

Namun, tindakan pelaporan ke pihak wewenang harus menjadi pilihan terakhir apabila

metode lain seperti menegur dan memberi peringatan kepada dokter yang bersangkutan tidak

dapat menyelesaikan tindakan malprakteknya.

14 | P a g e

Page 15: pbl forensik

HUBUNGAN DOKTER DAN TENAGA PELAYANAN KESEHATAN LAIN

Dokter seharusnya mempunyai hubungan non diskriminasi dan saling hormat-menghormati

sesama tenaga pelayanan kesehatan lain. Perlu diingatkan bahwa semua tenaga pelayanan

kesehatan, walaupun berbeda dari tingkat pendidikan, berpegang pada prinsip yang sama

yaitu memberikan pelayanan terbaik untuk kesehatan pasien7.

C. Aspek Hukum

Aspek Hukum Malpraktek

1. Penyimpangan dari Standar Profesi Medis

2.  Kesalahan yang dilakukan dokter, baik berupa kesengajaan ataupun kelalaian

3. Akibat yang terjadi disebabkan oleh tindakan medis yang menimbulkan kerugian materiil

atau non materiil maupun fisik atau mental9.

Sanksi Hukum Pidana

Pasal 267 KUHP (surat keterangan palsu)1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada

atau tidaknya penyakit , kelemahan atau cacat, diancam dengan dengan pidana

penjara paling lama empat tahun.

2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seorang kedalam

rumah sakit gila atau menahannya disitu , dijatuhkan pidana paling lama delapan

tahun enam bulan.

3. Di ancam dengan pidana yang sama ,barangsiapa dengan sengaja memakai surat

keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran

Pasal 268 KUHP

1. Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada

atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat , dengan maksud untuk menyesatkan

penguasa umum atau penanggung (verzekeraar), diancam dengan pidana penjara

paling lama empat tahun.

2. Diancam dengan pidana yang sama ,barangsiapa dengan maksud yang sama memakai

surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan

tidak dipalsu

15 | P a g e

Page 16: pbl forensik

Pasal 359 KUHP

Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan matinya orang lain , diancam dengan

pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun

Pasal 360 KUHP

1. Barangsiapa karena kelalainnyamenyebabkan orang lain menderita luka

berat,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan

paling lama satu tahun

2. Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa

sehingga menderita sakit untuk sementara waktu atau tidak dapat menjalankan jabatan

atau perkejaannya selama waktu tertenu diancam dengan pidana penjara paling lama

sembilan bulan atau pidana kurungan enam bulan atau denda paling tinggi empat ribu

lima ratus rupiah3,8

Sanksi Hukum Perdata

Pasal 1338 KUH Perdata ( wan prestasi )

1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya.

2. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah

pihak, atau karena alas an-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup

untuk itu.

3. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik

Pasal 1365 KUH Perdata

Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang

lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut.

Pasal 1366 KUH Perdata( Kelalaian )

Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena

perbuatannya , tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalainnnya atau

kurang hati – hatinya

Pasal 1370 KUH Perdata

16 | P a g e

Page 17: pbl forensik

Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain ) dengan sengaja atau kurang

hati – hatinya seeorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau korban orang

tua yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban mempunyai hak untuk

menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukanya dan kekayaan kedua

belah pihak serta menurut keadaan .

Pasal 55 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan

tenaga kesehatan .

2. Ganti rugi sebagaimana diatur dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai

dengan peraturan yang berlaku3,8

Dampak Hukum

A. Perlidungan hukum terhadap dokter yang diduga melakukan tindakan malpraktek

medik

Perlindungan hukum terhadap dokter yang diduga melakukan tindakan malpraktek medik

menggunakan Pasal 48, Pasal 50, Pasal 51 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP), Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran,

Pasal 53 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Pasal 24

Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Seorang

dokter dapat memperoleh perlindungan hukum sepanjang ia melaksanakan tugas sesuai

dengan standar profesi dan Standar Operating Procedure (SOP), serta dikarenakan adanya

dua dasar peniadaan kesalahan dokter, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf yang

ditetapkan di dalam KUHP.

Hubungan dokter dengan pasien haruslah berupa mitra. Dokter tidak dapat disalahkan bila

pasien tidak bersikap jujur. Sehingga rekam medik (medical record) dan informed consent

(persetujuan) yang baik dan benar harus terpenuhi. Cara dan tahapan mekanisme

perlindungan hukum terhadap dokter yang diduga melakukan tindakan malpraktek medis

adalah dengan dibentuknya Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

(MKDKI) yang bekerja sama dengan pihak Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) atas

dasar hubungan lintas sektoral dan saling menghargai komunitas profesi. Dalam tahapan

mekanisme penanganan pelanggaran disiplin kedokteran, MKDKI menentukan tiga jenis

17 | P a g e

Page 18: pbl forensik

pelanggarannya yaitu pelanggaran etik, disiplin dan pidana. Untuk pelanggaran etik

dilimpahkan kepada Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK), pelanggaran disiplin

dilimpahkan kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dan pelanggaran pidana

dilimpahkan kepada pihak pasien untuk dapat kemudian dilimpahkan kepada pihak

kepolisian atau ke pengadilan negeri. Apabila kasus dilimpahkan kepada pihak kepolisian

maka pada tingkat penyelidikannya dokter yang diduga telah melakukan tindakan

malpraktek medik tetap mendapatkan haknya dalam hukum yang ditetapkan dalam Pasal

52, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 57 Ayat 1, Pasal 65, Pasal 68, dan Pasal 70 Ayat 1 Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dan apabila kasus dilimpahkan kepada

tingkat pengadilan maka pembuktian dugaan malpraktek dapat menggunakan rekam

medik (medical record) sebagai alat bukti berupa surat yang sah (Pasal 184 Ayat 1

KUHAP).

B. Hukum kedokteran akibat kelalaian

Akhir-akhir ini tuntutan hukum yang diajukan oleh pasien atau keluarganya kepada pihak

rumah sakit dan atau dokternya semakin meningkat kekerapannya. Tuntutan hukum

tersebut dapat berupa tuntutan pidana maupun perdata, dengan hampir selalu

mendasarkan kepada teori hukum kelalaian. Dalam bahasa sehari-hari, perilaku yang

dituntut adalah malpraktik medis, yang merupakan sebutan “genus” (kumpulan) dari

kelompok perilaku profesional medis yang “menyimpang” dan mengakibatkan cedera,

kematian atau kerugian bagi pasiennya.

Gugatan perdata dalam bentuk permintaan ganti rugi dapat diajukan dengan mendasarkan

kepada salah satu dari 3 teori di bawah ini, yaitu :

Kelalaian sebagaimana pengertian di atas dan akan diuraikan kemudian

Perbuatan melanggar hukum, yaitu misalnya melakukan tindakan medis tanpa

memperoleh persetujuan, membuka rahasia kedokteran tentang orang tertentu,

penyerangan privacy seseorang, dan lain-lain.

Wanprestasi, yaitu pelanggaran atas janji atau jaminan. Gugatan ini sukar

dilakukan karena umumnya dokter tidak menjanjikan hasil dan perjanjian tersebut,

seandainya ada, umumnya sukar dibuktikan karena tidak tertulis.9

D. Fisiologi Persalinan

18 | P a g e

Page 19: pbl forensik

Kehamilan secara umum ditandai dengan aktiviti otot polos miometrium yang relatif tenang

yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin sampai dengan

kehamilan aterm. Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai menunjukkan aktivitas

kontraksi secara terkoordinasi, diselingi dengan suatu periode relaksasi, dan mencapai

puncaknya menjelang persalinan, serta secara berangsur menghilang pada periode

postpartum. Mekanisme regulasi yang mengatur aktivitas kontraksi miometrium selama

kehamilan, persalinan, dan kelahiran, sampai saat ini maaih belum jelas.

Proses fisiologi kehamilan pada manusia yang menimbulkan inisiasi partus dan awitan

persalinan belum diketahui secara pasti. Sampai sekrang, pendapat umum diterima bahwa

keberhasilan kehamilan pada semua spesies mamalia bergantung pada aktivitas progesteron

untuk mempertahankan ketenangan uterus sampai mendekati akhir kehamilan.

Posisi atau letak janin sangat erat kaitannya dengan penentuan tehnik persalinan dan 

keberhasilan proses persalinan.

Ada tiga posisi atau letak  janin yang kita kenal  dalam kebidanan,yakni :

Posisi Kepala

Posisi Sungsang

Posisi Melintang

Diantara ketiga posisi tersebut, posisi janin dengan  letak kepala merupakan posisi terbaik

untuk prestasi keberhasilan persalinan spontan, yaitu proses alamiah  melalui jalan lahir.

Posisi ini memungkinkan janin dengan mudah melewati pintu panggul ibu dan hampir

sebagian besar harapan untuk lahir secara spontan alami dapat terpenuhi.

Pada kehamilan Trimester ke tiga, pemeriksaan Antenatal Care sangat penting. Karena pada

saat ini, dokter kandungan maupun bidan akan melakukan pemeriksaan letak janin yang

berada dalam rongga panggul.

Pemeriksaan ini berkaitan dengan sikap bidan dalam  penentuan tehnik persalinan yang akan

dilakukan pada ibu, apakah bisa spontan alami ataukah memerlukan tindakan rujukan ke

rumah sakit.

19 | P a g e

Page 20: pbl forensik

Ada tiga syarat yang perlu dipenuhi untuk persalinan spontan:

1. Passage/jalan lahir

Tulang panggul ibu cukup luas untuk dilewati janin. Leher rahim membuka lengkap,

sampai pembukaan 10 cm.

2. Power/tenaga mengejan

Kontraksi atau rasa mulas terjadi dengan sendirinya, tanpa obat. Ibu cukup kuat mengejan

saat pembukaan telah lengkap.

3. Passenger/bayi

Kepala bayi ada di bawah, dengan presentasi belakang kepala. Taksiran berat janin

normal (2.500-3.500 gram). Detak jantung janin normal(120-160 bpm).

E. Fraktur Klavikula

Trauma persalinan salah satunya terjadi akibat lamanya persalinan berlangsung, sehingga ibu

merasakan sakit yang lama pula. Normalnya persa linan berjalan kurang lebih 8-10 jam mulai

fase awal, pembukaan satu sampai dengan fase akhir, pembukaan sepuluh, dan tahap

mengejan. Tapi karena berbagai hal, ada ibu yang harus melalui persalinan cukup lama,

hingga tiga hari bahkan berminggu-minggu dari fase awal hingga fase akhir. Itu artinya, ibu

akan merasakan his atau mulas lebih lama.

Kemungkinan perlamaan ini disebabkan berbagai faktor. Faktor pertama hambatan fisik,

meliputi kecilnya lingkar panggul ibu sehingga bayi sulit keluar. Kedua, penebalan rahim,

sehingga pembukaan berjalan sangat lambat. Ketiga, ketegangan vagina, sehingga vagina

menjadi keras dan otot-otot saluran jalan rahim tidak lentur. Keempat, pembukaan

terhambat karena posisi janin sungsang.

Tanda dan Gejala Fraktur Klavikula

Tanda dan gejala yang tampak pada bayi yang mengalami fraktur klavikula antara lain : bayi

tidak dapat menggerakkan lengan secara bebas pada sisi yang terkena, krepitasi dan

ketidakteraturan tulang, kadang-kadang disertai perubahan warna pada sisi fraktur, tidak

adanya refleks moro pada sisi yang terkena, adanya spasme otot sternokleidomastoideus yang

disertai dengan hilangnya depresi supraklavikular pada daerah fraktur.

20 | P a g e

Page 21: pbl forensik

Bayi dapat memperlihatkan pseudoparalisis. Pseudoparalisis yaitu suatu kondisi di mana

seseorang tampaknya tidak mampu untuk memindahkan lengan atau kaki tetapi tidak lumpuh.

Pada pemeriksaan didapatkan krepitasi, perabaan tulang yang ireguler, dan spasme otot

sternokleidomastodius.

Jenis fraktur pada trauma lahir ini umumnya jenis fraktur greenstick, yaitu fraktur dimana

salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok. Secara klinis fraktur jenis

greenstick sering tidak diketahui segera setelah bayi lahir, tetapi baru ditemukan 1 – 2

minggu kemudian setelah teraba adanya pembentukan kalus.

Beberapa gejala klinis fraktur klavikula greenstick:

1. Gerakan tangan kiri dan kanan tidak sama

2. Refleks moro asimetris

3. Bayi akan menangis pada perabaan klavikula

4. Gerakan pasif pada tangan yang sakit

5. Riwayat persalinan yang sukar.

Jenis fraktur klavikula yang sakit:

1. Adanya crepitasi

Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik

tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.

2. Deformitas (kelainan) pada tulang klavikula yang sakit.

Jika dilakukan pemeriksaan, maka akan menunjukkan:

1. Adanya pembengkakan pada sektor daerah fraktur

2. Krepitasi

3. Pergerakan lengan kurang

4. Irritable selama pergerakan lengan.

Pemeriksaan Luar

a. Inspeksi – deformitas : angulasi, pemendekan, pemanjangan, bengkak

b. Palpasi – status neurologis dan vaskuler dibagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan

palpitasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan

dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi dan krepitasi. Neurovaskularisasi

21 | P a g e

Page 22: pbl forensik

bagian distal fraktur meliputi : pulsasi asteri, warna kulit, pengembalian cairan kapiler

sensasi

c. Gerakan

d. Pemeriksaan trauma tempat lain : kepala, toraksm abdomen, pelvis

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test dan

urinalisa

2. Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two terdiri dari :

a. 2 gambaran, anterioposterior (AP) dan lateral

b. Memuatkan dua sendi di proksimal dan distal fraktur

Memuat gambaran foto dua ekstrimitas, yaitu ekstrimitas yang cedera dan yang tidak terkena

cedera ( pada anak); dan du kali yaitu sebelum dan sesudah tindakan

Penatalaksanaan

Prinsip 4R

- Recognition

- Reduction

- Retention

- Rehabilitation

Penatalaksaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status

neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah

reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi

awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan

definitive fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF

maupun OREF.

Tujuan pengobatan fraktur :

1. Reposisi dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi.

Tertutup : fiksasi eksterna, traksi

Terbuka : indikasi

o Reposisi tertutup gagal

22 | P a g e

Page 23: pbl forensik

o Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan

o Memobilisasi dini

o Fraktur multiple

o Fraktur patologis

2. Imobilisasi/ Fiksasi

Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.

Jenis fiksasi :

a) Eksternal / OREF

- Gips (plester cast)

- Traksi

Indikasi :

o Pemendekan

o Fraktur unstabel : oblique, spiral

o Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar

- Traksi gravitasi : U-slab pada fraktur humerus

- Skin traksi : untuk menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan

kembali ke posisi semua. Beban maksimal 4-5kg karena bila kelebihan kulit akan

lepas.

- Skeletal traksi : K-wire, Steinmann pin, atau Denham pin

- Komplikasi traksi

o Gangguan sirkulasi darah akibat beban >12kg

o Trauma saraf peroneus (kruris) akibat droop foot

o Sindroma kompartemen

o Infeksi akibat tempat masuknya pin

b) Internal / ORIF : k-wire, plating, screw, k-nail

3.Union

4.Rehabilitasi

23 | P a g e

Page 24: pbl forensik

F. Prosedur Medis

Informasi dalam lingkup medis sangat penting bagi memberi peluang kepada pasien untuk

mengetahui tentang status sebenar kesehatan diri dan tindakan yang akan dilakukan terhadap

pasien. Para professional dalam pelayanan kesehatan perlu meningkatkan perhatian terhadap

pentingnya informed consent sebagai sebagian dari prosedur pengobatan atau clinical trial.

Informed Consent adalah suatu persetujuan mengenai tindakan kedokteran yang akan

dilakukan oleh dokter terhadap pasien. Persetujuan boleh dalam bentuk lisan maupun tertulis.

Informed consent ini juga merupakan sebagian dari prosese komunikasi antara dokter-pasien

tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan. Formulir informed consent

merupakan tanda bukti yang disimpan dalam arsip rekam medis pasien.11

Dalam Undang-Undang Republika Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran, telah diatur tentang Informed Consent ini pada Pasal 45 tentang “Persetujuan

Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi” yang isinya antara lain: 

1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter

atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien

mendapat penjelasan secara lengkap.

3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:

diagnosis dan tata cara tindakan medis.

tujuan tindakan medis yang dilakukan.

alternative tindakan lain dan resikonya.

risikonya dan komplikasi yang mungkin terjadi.

prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

4. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara

tertulis maupun lisan. 

5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi

harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak

memberikan persetujuan. 

24 | P a g e

Page 25: pbl forensik

Dalam penjelasan atas UU Nomor 29 Tahun 2004 tersebut disebutkan bahwa pada prinsipnya

yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang

bersangkutan. Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan,

persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain

suami/istri/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung. 

Jika sesuatu tindakan medis dilakukan tanpa izin pasien, ia digolongkan sebagai tindakan

penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault ). Menurut

Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, sebelum dimulai tindakan (1),

persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan oleh yang memberi persetujuan dan

pembatalan tersebut harus secara bertulis oleh yang memberi persetujuaan (2).

Elemen-elemen yang terdapat dalam informed consent adalah penjelasan mengenai:

penyakit dan atau tindakan yang akan dilakukan.

Harapan dari tindakan dan prognosisnya.

Alternative tindakan dan tingkat harapan serta keberhasilannya.

Resiko, komplikasi dan biaya.

Dokter hanya boleh bertindak melebihi yang telah disepakati apabila gawat-darurat dan butuh

waktu yang singkat.

G. Solusi

25 | P a g e

Pada kasus ini, ditemukan bahwa ibu pasien melahirkan untuk pertama kali sehingga ingin sekali

mengalami persalinan normal. Pada kenyataannya, letak bayi sungsang, tapi pasien bersikeras

untuk melahirkan normal. Ibu mengaku tidak diberitahu mengenai risiko dari persalinan normal

dengan letak sungsang. Dari hasil komunikasi dengan dokter C juga diketahui bahwa dokter B

tidak berkomunikasi tentang dokter C mengenai riwayat ibu dan posisi janin. Dalam kasus ini

Dokter B Lalai dalam tugasnya karena tidak melakukan informed consent.

Fraktur klavikula sendiri sulit untuk diketahui saat bayi baru lahir, hanya dapat diketahui sesaat

kalus sudah muncul.

Page 26: pbl forensik

Dokter A wajib untuk menengahi permasalahan ini, dengan tidak ikut menjelekkan kedua

dokter. Dokter A harus memberitahu ibu mengenai sulitnya mendeteksi fraktur pada neonates

sehingga ibu tidak mudah menuduh dokter C lalai dalam tugasnya, beritahu ibu juga

mengenai Undang-undang Pencemaran Nama Baik Pasal 310 ayat (1) KUHP

Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan

menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam

karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Mengenai dokter B yang ternyata tidak melakukan informed consent menurut pengakuan ibu,

alangkah baik bila dokter A juga menganjurkan ibu untuk berkomunikasi dengan dokter B

terlebih dahulu sebelum melayangkan tuduhan malpraktek. Sesuai dengan Pasal 310 ayat (1)

KUHP, apabila ibu menuduh dokter B tanpa adanya komunikasi terlebih dahulu maka ibu

pun dapat dikenakan pasal tersebut.

Peran dokter A disini, selain mengobati dan merujuk pasien ke dokter spesialis ortopedi,

dokter A juga harus memberikan saran agar ibu tidak gegabah dalam tindakannya. Mengenai

perihal ibu ingin pindah dokter dari dokter C ke dokter A, semua keputusan berada dalam

tangan pasien, karena pasien berhak untuk mendapatkan second opinion.

Mengenai dokter B, hal ini dianggap sebagai kelalaian dokter dalam melakukan sesuatu yang

mestinya ia lakukan contohnya saat dokter lalai dalam menjalankan tugas yang akhirnya

menyebabkan kerugian pada pasien. Hal ini merupakan dasar dan alasan yang penting dalam

kaitan terhadap standar praktik kedokteran yang berlaku namun jika ia benar terbukti

kesalahannya, maka dokter tersebut dapat dikenakan tindak pidana.

Elemen kelalaian medis:

tugas yang mestinya dikerjakan

tugas yang dilalaikan

kerugian yang ditimbulkan

Penyebabnya

Antisipasi yang dilakukan

26 | P a g e

Page 27: pbl forensik

Kesimpulan

Dalam praktek sehari-hari seorang dokter tidak boleh lupa akan etika profesi dan semua

aspek yang terkait. Salah satunya adalah menjalin hubungan yang baik dengan pasien dimana

dokter menghargai semua hak-hak pasien, seperti informed conset. Informed consent

sendiri adalah suatu bentuk komunikasi antara dokter dengan pasien. Apabila dokter tidak

melakukan informed consent maka kedepannya dapat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan

bagi dokter maupun pasien sendiri. Kelalaian medis seperti ini harus dibuktikan dengan

benar, apabila tidak dibuktikan dengan benar dapat merugikansalah satu pihak.

Daftar Pustaka

1. Dorland, W.A Newman. Kamus kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC; 2002.

2. Callus. Diunduh dari http://pathol.med.stu.edu.cn/pathol/listEngContent2.aspx?ContentID=500, 14

Januari 2013.

3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran pengantar bagi mahasiswa

kedokteran dan hukum. Jakarta:Pustaka Dwipa; 2005.h.8-9, 30-5, 77-86.

4. Mardi Santoso. Pemeriksaan fisik diagnostik. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes

Indonesia; 2004.h.2-3.

5. Etika Kedokteran Indonesia. 2008. Diunduh dari

http://www.freewebs.com/etikakedokteranindonesia/, 15 Januari 2013.

6. Kode Etik Kedokteran. 2009. Diunduh dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/652/1/Kode%20Etik%20Kedokteran.pdf, 15 Januari

2013.

7. Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja, Bioetik dan Hukum Kedokteran,

Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Penerbit Pustaka Dwipar, Oktober 2005.

8. Williams J. World medical association. Medical Ethics Manual 2nd Edition; 2009.

9. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses penyidikan. Jakarta:

Sagung Seto; 2008.h.244-51.

10. Rizaldy Pinzon. Strategi 4s untuk pelayanan medik berbasis bukti. Cermin dunia kedokteran 163:Vol

36;2009;208.

27 | P a g e

Page 28: pbl forensik

11. Penerangan informed consent dalam pelayanan kesehatan. 2009.

http://eprints.undip.ac.id/1133/1/A_1_Informed_Consent_Journal__RS.pdf, 15 Januari 2013.

28 | P a g e