PBL 2

16

Click here to load reader

Transcript of PBL 2

Page 1: PBL 2

TUGAS PERSENTASI KASUS

Meningitis bacterial

Pembimbing :

dr. Tutik Ermawati Sp.S

Disusun oleh:

Kelompok I

Firman Pranoto

G1A009134

Jurusan Kedokteran

Fakultas Kesehatan dan Ilmu-ilmu Kesehatan

Universitas Jendral Soedirman

Purworkerto

2012

Page 2: PBL 2

BAB I

PENDAHULUAN

Meningitis purulenta akut adalah suatu proses inflamasi sebagai respon

terhadap infeksi bakteri yang mengenai lapisan pia dan arakhnoid yang menutupi

otak dan medula spinalis. Bakteri yang sering menyebabkan meningitis adalah

Neisseria meningitis, streptococcus pneumonia dan haemophillus influenza type

B. Ketiganya dapat diisolasi dari kurang lebih 70% kasus meningitis.

Angka kejadian dari bakteri tersebut berbeda menurut umur penderita.

Pada neunatus (0-30 hari) sering disebabkan oleh E.coli diikuti oleh streptococcus

b. hemoliticcus, listeria monocytogenes,staphilococcus aureus dan streptococcus

pneumoni. Pada bayi (31-60 hari) disebabkan streptococcus B hemoliticus diikuti

oleh hemophilus influenza, Neisseria meningitidis dan gram negatif enterobacilli.

Pada anak 2 bulan sampai 4 tahun disebabkan oleh haemophillus influenza diikuti

oleh Neisseria meningitidis, staphilococcus aureus. Pada anak lebih besar dan

dewasa sering disebabkan oleh streptococcus pneumonia diikuti oleh Neisseria

meningitidis, staphilococcus aureus dan haemophillus influenza. (Japardi,

Iskandar, 2002)

Angka kejadian dari meningitis mengalami penurunan di dunia Barat

terutama disebabkan karena meningkatnya derajat sosial dan hygienis. Sejak

penggunaan antibiotika angka kematian mengalami perubahan. Di Amerika

menurut survey epidemiology pada 27 negara bagian dari tahun 1978-1981 angka

kematian untuk haemophillus influenza 6%, Neisseria meningitidis 10% dan

Septrococcus pneumonia 26,3%. (Japardi, Iskandar, 2002)

Meningitis yg disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan

meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yg

disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat. (Setyo Handryastuti)

Bakteri pneumokokus adalah salah satu penyebab meningitis terparah.

Penelitian yang diungkapkan konsultan penyakit menular dari Leicester Royal

Infirmary, Inggris, Dr Martin Wiselka, menunjukkan bahwa 20-30 persen pasien

meninggal dunia akibat penyakit tersebut, hanya dalam waktu 48 jam. Angka

Page 3: PBL 2

kematian terbanyak pada bayi dan orang lanjut usia. Pasien yang terlanjur koma

ketika dibawa ke rumah sakit, sulit untuk bisa bertahan hidup. Infeksi

pneumokokus lebih sering terjadi pada anak dibanding orang dewasa karena tubuh

anak belum bisa memproduksi antibodi yang dapat melawan bakteri tersebut.

Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh biasanya

menderita kerusakan otak permanen yang berdampak pada kehilangan

pendengaran, kelumpuhan, atau keterbelakangan mental. Komplikasi penyakit

tersebut akan timbul secara perlahan dan semakin parah setelah beberapa bulan.

Penderita meningitis perlu mendapat antibiotik sesegera mungkin.

Perawatan umumnya dilakukan selama 10-14 hari. Pengobatan panjang itu

dianggap perlu untuk mencegah komplikasi atau mencegah infeksi datang

kembali. Pada kasus yang dianggap berat, diperlukan perawatan intensif di UGD

dan ketersediaan ventilasi udara untuk membantu pernapasan.

Page 4: PBL 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi

otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ

jamur (Smeltzer, 2001). Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges,

biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok,

Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan

aseptis (virus) (Long, 1996). Meningitis adalah peradangan pada selaput

meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses

infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

B. Etiologi dan predisposisi

Meningitis bacterial merupakan infeksi akut purulen di ruang

subarachnoid. Penyebab meningitis paling adalah streptococcus

pneumoniae, nisseria meningitides, streptococcus grup B, listeria

monocytogen, dan haemophilus influenza.(Japardi, Iskandar., 2002)

Faktor predisposisinya antara lain: infeksi saluran pernapasan, otitis

media, mastoiditis, trauma kepala, hemoglobinopathy, infeksi HIV, keadaan

defisiensi imun lainnya.(Japardi, Iskandar., 2002)

C. Patofisiologi

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan

diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula

spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas

bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan

hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan

pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior,

telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran

vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong

perkembangan bakteri. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan

menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks,

yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral.

Page 5: PBL 2

Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat

meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar

sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding

membran ventrikel serebral. ( Price, Sylvia. 1994)

Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis

intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah,

daerah pertahanan otak (barier otak), edema serebral dan peningkatan TIK.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi

meningitis. ( Price, Sylvia. 1994)

Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps

sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada

sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan

endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh

meningokokus.( Price, Sylvia. 1994)

D. Penegakan diagnosis

a. Anamnesa

Dari hasil anamnesis bisa tetemukan gejala seperti

Nyeri kepala yang enjalar hingga leher

Demam tinggi kadang juga di sertai demam

Pada riwayat penyakit dahulu mungkin akan di temukan beberrapa

factor predisposissi seperti pernah menderita infeksi saluran

pernafasan yang cukup lama, pernah mengalami mastoiditis, otitis

media, dan kadang ditemukan pada orang yang menderita TB paru dan

orang yang mengalami keadaan system imun yang menurun..

b. Pemeriksaan fisik

a. kaku kuduk (+)

Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang

sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan ( fleksi) dan

diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan

diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita

dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku

kuduk dapat bersifat ringan atau berat. (Harsono. 1996)

Page 6: PBL 2

b. Tes laseque (+)

Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang

berbaringlalu kedua tungkai diluruskan ( diekstensikan ) ,

kemudian satutungkai diangkat lurus, dibengkokkan( fleksi )

persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu

berada dalam keadaan ekstensi ( lurus ) . Pada keadaan normal

dapat dicapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit dan

tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum

mencapai 70 derajat maka disebut tanda Lasegue positif.

Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan

60 derajat. (Harsono. 1996)

c. Tes Brudzzinski (+)

Tanda leher menurut Brudzinski, Tanda tungkai kontralateral

menurut Brudzinski, Tanda pipi menurut Brudzinski, Tanda

simfisis pubis menurut Brudzinski(Harsono. 1996)

d. Kernig sign (+)

Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring

difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat

sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada

persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135

derajat terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri

sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat , maka dikatakan

kernig sign positif. (Harsono. 1996)

Page 7: PBL 2

c. Pemriksaan penunjang

a. Pemeriksaan cairan serebrospinal:

Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis

dan hasil analisa cairan serebrospinal dari pungsi lumbal.

Tabel 1. Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal

TesMeningitis

BakterialMeningitis Virus

Meningitis

TBC

Tekanan

LP

Warna

Jumlah

sel

Jenis sel

Protein

Glukosa

Meningkat

Keruh

> 1000/ml

Predominan

PMN

Sedikit

meningkat

Normal/menurun

Biasanya normal

Jernih

< 100/ml

Predominan MN

Normal/meningkat

Biasanya normal

Bervariasi

Xanthochromia

Bervariasi

Predominan

MN

Meningkat

Rendah

b. Pemeriksaan radiologi:

i. X-foto dada: untuk mencari kausa meningitis

ii. CT Scan kepala: dilakukan bila didapatkan tanda-tanda

kenaikan tekanan intrakranial dan lateralisasi dan

tempat lesi

d. Gold standart diagnosis

a. Fungsi lumbal

b. Dan bila ditemukan peningkatan WBC (>100/mm3)

Page 8: PBL 2

E. Penatalaksanaan

a. Medikamentosa

Antibiotika berfungsi untuk membunuh kuman yang ada di dalam

darah dan sawar jaringan otak

Table 1.2 Antibiotik yang digunakan untuk Meningitis Bakterial

Kuman Antibiotik

H.influenzae Ampisilin, kloramfenikol, seftriakson, sefotaksim

S.pneumoniae Penisilin, kloramfenikol, sefuroksim, seftriakson ,

vankomisin

N.meningitidis Penisilin, kloramfenikol, sefuroksim, seftriakson

Stafilokok Nafsilin, vankomisin, rifampisin

Gram negative Sefotaksim, seftazidim, seftriakson, amikasin

Selain atintibiotik bisa juga mengunakan anti kejang seperti diazepam dan

dapat juga diberikan antipiretik jika terjadi demam seperti parasetamol

Page 9: PBL 2

b. Nonmedikamentosa

a. Pada waktu kejang:

Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka

Hisap lendir

Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi

Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh)

b. Bila penderita tidak sadar lama:

Beri makanan melalui sonde

Cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi

penderita sesering mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6

jam

F. Prognosis

Penderita dengan penurunan kesadaran memiliki resiko tinggi

mendapatkan sekuelae atau resiko kematian. Adanya kejang dalan suatu

episode meningitis merupakan faktor resiko adanya sekuelae neurologis

atau mortalitas. Meningitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae, L.

monocytogenes dan basil gram negatif memiliki case fatality rate lebih

tinggi daripada meningitis oleh bakteri lain.( Kumar.2005)

G. Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak

sempurna atau pengobatan yang terlambat. Komplikasi yang sering terjadi

akibat meningitis otogenik adalah efusi subdural, empiema subdural,

ventrikulitis, abses serebri, gejala sisa neurologis berupa paresis sampai

deserebrasi, epilepsi maupun meningitis yang berulang. Pada anak-anak

dapat mengakibatkan epilepsi, retardasi mental dan hidrosefalus akibat

sumbatan pada saluran CSF ataupun produksi CSF yang berlebihan. Selain

itu juga bisa terjadi deafness. ( Kumar.2005)

Page 10: PBL 2

BAB III

KESIMPULAN

Meningitis merupakan suatu penyakit yang mengancam jiwa dan

memberikan sekuelae yang bernakna pada penderita Pemberian terapi

antimikroba merupakan hal penting dalam pengobatan meningitis bakterial di

samping terapi suportif dan simptomatik Pencegahan meningitis dapat

dilakukan dengan imunisasi dan kemoprofilaksis.

Page 11: PBL 2

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.

Anonim. 2007. Apa Itu Meningitis. URL http://www.bluefame.com/lofiversion/indexphp/t47283.html

Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL :http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf

Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University PressKumar, A. 2005. Bacterial meningitis. Department of Pediatrics and Human

Development Michigan State University. College of Medicine and En Sparrow

Hospital. www.emedicine.com/PED/topic198.htm.

Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta: EGC: 1998.