Patoklin veteriner Fix

15
Haemotropic Mycoplasma Pada Babi Domestik Oleh George M do Hage, S.KH 1009012012 Program Profesi Dokter Hewan Fakultas kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana 2015

description

patologi klinik veteriner

Transcript of Patoklin veteriner Fix

Page 1: Patoklin veteriner Fix

Haemotropic Mycoplasma Pada Babi Domestik

Oleh

George M do Hage, S.KH 1009012012

Program Profesi Dokter Hewan Fakultas kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana

2015

Page 2: Patoklin veteriner Fix

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang Ternak Babi merupakan salah satu ternak penghasil daging yang dapat

bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Dewasa kini babi sudah menjadi alternatif hewan yang diternakan. Kupang, NTT merupakan salah satu kota yang dimana masyarakat nya mengandalkan ternak babi sebagai sumber ekonomi dan banyak dipelihara. Ternak babi bila diklasifikasikan secara zoologis termasuk ke dalam kelas mamalia, ordo Artiodactyla, genus Sus dan spesies terdiri dari Sus scrofa, Sus vittatus, Sus cristatus, Sus leucomystax, Sus celebensis, Sus verrucosus, dan Sus barbatus. Babi merupakan ternak omnivora monogastrik yaitu ternak pemakan semua pakan dan mempunyai satu perut besar yang sederhana. Ternak babi merupakan salah satu dari sekian jenis ternak yang mempunyai potensi sebagai suatu sumber protein hewani dengan sifat-sifat yang dimiliki yaitu prolifik, efisien dalam mengkonversi bahan makanan menjadi daging dan mempunyai daging dengan persentase karkas yang tinggi. Dalam kelangsungan hidup ternak ada beberapa sistem yang berperan penting dalam kelangsungan hidup, salah satunya sistem peredarah darah.

Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah dan jaringan

pembentuk darah. Darah merupakan bentuk jaringan ikat khusus yang terdiri atas sel-sel darah dan suatu substansi interseluler cair yaitu plasma darah. Volume darah lebih kurang 5 liter atau sekitar 6%-7% dari berat badan (Aryadnyani. 2009). Secara umum fungsi darah adalah:

1. Transportasi (sari makanan, oksigen, karbondioksida, sampah dan air) 2. Termoregulasi (pengatur suhu tubuh) 3. Imunologi (mengandung antibodi tubuh) 4. Homeostasis (mengatur keseimbangan zat, pH regulator)

Komponen darah: A. Plasma Darah Plasma darah merupakan cairan yang membawa suatu bahan nutrisi. Plasma

ini mencapai 55% dari darah. Plasma adalah cairan berwarna kuning muda yang didapat dengan cara memutar sejumlah darah yang sebelumnya ditambah dengan antikoagulan. Plasma terdiri dari air dan protein darah yaitu Albumin, Globulin dan Fibrinogen. Cairan yang tidak mengandung unsur fibrinogen disebut Serum Darah. Protein dalam erum inilah yang bertindak sebagai Antibodi terhadap adanya benda asing (Antigen). Dalam plasma darah juga terlarut garam anorganik, protein, karbohidrat, lipid, mineral, vitamin, enzim dan substansi lainnya.

Page 3: Patoklin veteriner Fix

B. Sel-sel Darah Sel-sel darah terdiri dari: 1. Eritrosit ( Sel darah merah) Eritrosit berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter 7,6 µm dan dengan

ketebalan 1,9 µm. Pada pria terdapat 5-5,5 juta eritrosit tiap milimeter kubik dan pada wanita 4,5-5 juta eritrosit tiap milimeter kubik. Eritrosit berusia 120 hari. Fungsi utama eritrosit adalah sebagai media transportasi O2 ke jaringan dan CO2 dari jaringan ke paru. Karena itu eritrosit mempunyai protein khusus yaitu hemoglobin yang bersifat mengikat oksigen yang dilakukan dalam kapiler-kapiler paru.

Hemoglobin adalah struktur darah yang terdiri dari Haem dan Globin, dimana haem adalah yang memberi warna merah pada darah dan globin adalah protein darah.. hemoglobin ini pada setiap hewan konsentrasinya berbeda-beda tergantung pada umur, jenis kelamin, faktor makanan, dan lain-lain. Bila kadar Hb. Dibawah normal disebut Anemia dan bila kadar Hb. Diatas normal disebut polisitemia.

2. Leukosit (Sel darah putih) Sel darah putih mempunyai inti. Jumlah leukosit dalam darah manusia rata-

rata 5000-9000 sel permilimeter kubik. Terdiri dari beberapa jenis, yaitu : 1. Granulosit : Leukosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki granula.

Terdiri dari: (a) Eosinofil: Mengandung granula berwarna merah dan berperan

pada reaksi alergi (terutama infeksi cacing) (b) Basofil : Mengandung granula berwarna biru dan berperan

pada reaksi alergi (c) Netrofil (Batang dan Segmen) : Disebut juga sel Polymorpho

Nuclear dan berfungsi sebagai fagosit

2. Agranulosit : Leukosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granula. Terdiri dari

(a) Limfosit : Berfungsi sebagai sel kekebalan tubuh, yaitu · Limfosit T : Berperan sebagai imunitas seluler · Limfosit B : Berperan sebagai imunitas humoral (b) Monosit : Leukosit dengan ukuran paling besar

Fungsi leukosit yaitu: untuk mempertahankan tubuh terhadap benda-benda asing termasuk mikroorganisme penyebab infeksi dan memperbaiki / mencegah terjadinya kerusakan terutama kerusakan vaskuler / pembuluh darah. Jika leukosit

Page 4: Patoklin veteriner Fix

diatas normal disebut Leukositosis Jika leukosit dibawah normal disebut Lekopenia.

3. Trombosit (Keping darah) Trombosit berbentuk tidak teratur dan tidak mempunyai inti serta dalam

peredaran darah tidak berwarna. Trombosit ini berdiameter 2-4 µm. Diproduksi pada sumsum tulang belakang dan berperan dalam proses pembekuan darah. Penurunan jumlah trombosit disebut trombositopenia.

Gambar 1: A. 3: eosinofil, 4: eritrosit (krenasi), 6: limfosit, 8: neutrofil. B. 1: basofil, 2: granul basofil, 3: eosinofil, 10: smuged cell (William dan Linda. Color atlas of veterinary histology 2nd). Tujuan Berdasarkan latar belakang diatas tujuan dari penulisan ini, yaitu untuk mengetahui hematologi lengkap darah babi serta mengamati perubahan hematologi secara mikroskopis.

A B

Page 5: Patoklin veteriner Fix

BAB II Materi dan Metode

Dalam pengerjaan kasus mandiri ini, materi pengamatan adalah darah babi

yang diduga sakit. Hewan tersebut merupakan babi domestik, ras pedaging, berumur ±2 bulan dengan gejala tubuh mengalami kemerahan seperti hemoragi pada bagian dorsal, cervicalis dan ventral tubuh. Tidak terjadi alopesia, kondisi makan normal, pakan yang diberikan beragam dan tidak menentu. Berdasarkan anamnesa hewan tersebut diambil dari daerah lain dengan kondisi sehat dan belum mendapatkan pengobatan baik vaksin, vitamin dan antibotik lainnya. Kondisi kandang dari hewan tersebut berbentuk bulat dengan susunan batu yang tinggi ±45cm dan melingkari daerah tersebut. Alas dari kandang hanya berupa tanah, dengan tempat makan yang berupa tempat paten terbuat dari semen (bahan padat), secara keseluruhan pengamatan kandang, daerah kandang kering dan gersang serta terdapat hewan lain seperti sapi dibagian luar kandang yang berjarak ±1 meter.

Gambar 2: Keadaan ternak babi yang mengalami kemerahan hampir seluruh bagian tubuh (kiri), keadaan kandang yang kering dan gersang serta tempat makan dari hewan tersebut (kanan).

Dalam menunjang diagnosa penyakit yang dialami oleh babi tersebut, dilakukan pengambilan sampel darah melalui vena jugularis pada daerah cervicalis babi, dengan cara memposisikan hewan tersebut pada kondisi dorsoventral dengan kondisi kedua kaki depan direnggangkan ke depan, dan kaki belakang dipegang dengan erat kebawah. Dalam proses pengambilan darah terlebih dahulu daerah yang akan diambil darah dibersihkan dengan alkohol dengan tujuan mensterilkan daerah tersebut agar minim kontaminasi saat pengambilan darah, setelah dipastikan daerah tersebut sudah steril, venoject

Page 6: Patoklin veteriner Fix

diarahkan disamping trakea, dengan sedikit mengarahkan venoject ke arah vena jugularis. Setelah darah yang diambil dirasa cukup, darah dimasukan kedalam tabung EDTA dengan tujuan mencegah darah membeku agar dapat dilakukan pemeriksaan darah lebih lanjut. Tabung yang telah berisi darah dibawa menggunakan coolbox agar terjaga kestabilan darah nya. Sedangkan dalam proses pembuatan preparat apus darah, menggunakan spuit yang berisi darah ditetesi pada salah satu ujung gelas objek, lalu ujung gelas objek lainnya diletakan pada tetes darah tadi dengan kemiringan 45’ lalu diarahkan kedepan dengan perlahan dan diusahakan darah yang diapus tipis dan rapi, selanjutnya dibiarkan mengering dan siap untuk dilakukan pewarnaan.

Gambar 3: proses pengambilan sampel darah babi pada vena jugularis

Proses pewarnaan preparat apus darah langkah awal yaitu perendaman

slide preparat apus darah tadi kedalam metanol selama 3 – 4 menit, lalu diangkat dan dikeringkan pada suhu kamar, setelah kering diwarnai menggunakan giemza dengan waktu pewarnaan selama 30 menit. Setelah itu dicuci menggunakan air dengan tujuan menghilangkan zat pewarna giemza yang tidak berikatan dengan eritrosit dan sel darah lainnya. Selanjutnya slide sudah bisa diamati dibawah mikroskop.

Page 7: Patoklin veteriner Fix

Gambar 4: proses perendaman menggunakan metanol (kiri), dan pewarnaan menggunakan giemza (kanan).

gambar 5: proses pembuatan preparat apus darah (Clinical pathology for the veterinary team).

Page 8: Patoklin veteriner Fix

BAB III Hasil dan Pembahasan

Hasil pewarnaan dan pemeriksaan darah lengkap terhadap sampel darah

babi didapat bahwa terjadi penurunan hemoglobin, MCHC dan monosit. Secara fisiologis hemoglobin berfungsi sebagai pengikat oksigen pada sel darah dan pemberi warna merah, sehingga secara otomatis mempengaruhi penurunan MCHC. Sedangkan monosit merupakan sel pertahanan tubuh yang termasuk dalam golongan agranulosit.

Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tambahan (pemeriksaan feses – natif dan pemeriksaan ektoparasit), didapatkan hasil negatif (tabel 2). Sehingga kemungkinan besar etiologi utama penyakit pada ternak babi ini merupakan bakteri, virus ataupun fungi. Tabel 2

Jenis pemeriksaan hasil Pemeriksaan hematologi Ada perubahan (tabel 1) Pemeriksaan feses (Natif) - Pemeriksaan ektoparasit (kerokan) -

Gambar 6: a: sel darah merah mengalami anemia pada sitoplasma, b: eritrosit yang mengalami kremasi, c: eritrosit yang mengalami anemia pada tengah sel darah merah, d: limfosit, e: eritrosit - anemia

Page 9: Patoklin veteriner Fix

Perubahan darah berdasarkan pengamatan mikroskop dan hasil hematologi lengkap (tabel1), mempunyai kesamaan dan berkaitan erat, dalam hasil pengamatan secara mikroskopis terjadi perubahan pada sel darah merah yaitu adanya sel darah yang mengalami perubahan ukuran eritrosit menjadi lebih besar dari normal (gambar 9b), anemia, mengalami kremasi (gambar 6b) dan adanya masa atau benda asing pada sel darah merah. Perubahan juga terjadi pada beberapa slide dengan lampang pandang berbeda didapati sel limfosit dan giant cell (gambar 7b).

gambar 7: a: eritrosit normal, b: giant cell, c: masa dalam eritrosit (bagian sitoplasma, tengah cell dan melingkari hampir semua stitoplasma sel)

gambar 8: perbesaran dari benda asing dalam eritrosit (anak panah).

Page 10: Patoklin veteriner Fix

gambar 9: a: eritrosit normal, b: eritrosit abnormal (membesar), c: limfosit, d: giant cell. Patofisiologi

Secara patofisiologi yaitu terjadi perubahan darah terutama pada sel darah merah menjadi lebih pudar atau anemia dikarenakan kurang akan unsur Hb yang berfungsi dalam mengikat oksigen dan dalam proses pengikatan zat warna giemza. Hal ini diduga dikarenakan oleh infeksi bakteri atau virus yang menyerang sel darah merah (gambar 8). Dalam fisiologis sel darah merah berfungsi dalam pengangkutan O2, nutrisi dan sari sari makanan yang akan diedarkan keseluruh tubuh, yang kemudian nutrisi tersebut akan diubah menjadi energi atau ATP dimana yang biasanya dipakai dalam beraktifitas sehari hari. Karena perubahan yang terjadi pada Hb secara otomatis mempengaruhi perubahan eritrosit secara morfologi dan MCHC (mean corpuscular hemoglobine concentration).

Menurut portiansky et al. 2004 Eperythrozoonosis merupakan penyakit pada babi yang menyerang sel darah merah sehingga menyebabkan haematropic diseases penyebab utama penyakit ini adalah bakteri golongan ricketsia, yang biasa dikenal dengan epherythrozoon zuis, genus mycoplasma (haemotropic mycoplasma / mycoplasma zuis). Gejala klinis penyakit ini berupa anemia dan hemoragie secara akut, dan janduice secara kronis (handerson et al. 1997). Mortalitas mycoplasma zuis pada babi rata rata 3.1 – 18.7%, dalam mendeteksi spesies ini dapat dilakukan dengan light mycroscopi dan pewarnaan khusus pada darah (Gresham, 1996).

Monosit berfungsi sebagai sel pertahanan tubuh, dalam membentuk kekebalan atau antibody. Dalam proses pembentukan antibody, sel ini harus memfagositosis benda asing kemudian diubah menjadi sel pengingat dan menghasilkan antibody, dalam keadaan ini monosit dalam pemeriksaan

Page 11: Patoklin veteriner Fix

hematologi mengalami penurunan, diduga dalam pemeliharaan hewan tersebut tidak divaksin sehingga tidak ada respon tubuh dalam membentuk antibody bawaan.

Gambar 10: a. Mycoplasma zuis yang telah difagosit oleh Giant cell – neutrofil polymorphonuclear. b: Mycoplasma zuis yang melakukan kontak dengan membran eritrosit (mikroskopic electrone light) .

gambar 11: a dan b : mycoplasma zuis pada eritrosit, c dan d: kontak mycoplasma zuis dengan eritrosit perbesaran 100x (portiansky et al. 2004). Pewarnaan giemza pada darah babi yang terinfeksi mycoplasma parvum (Nascimento et al. 2014).

Page 12: Patoklin veteriner Fix

Perubahan terhadap eritrosit menjadi lebih besar dari normal dapat terjadi karena beberapa faktor: faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal dapat berupa infeksi virus, bakteri maupun benda asing lainnya terhadap proses pemebentukan eritrosit (eritropoesis) dalam sumsum tulang belakang, sedangkan faktor internal dapat berupa bawaan atau kelainan saat embriogenesis. Biasanya kejadian ini normal dalam perbandingan 1:1000. Patologi klinik Berdasarkan Secara klinis dan hasil hematologi adanya keterkaitan dimana dalam hasil pemeriksaan mikroskopis terdapat beberapa sel darah merah yang mengalami penurunan Hb sehingga terjadinya anemia sehingga mempengaruhi penurunan MCHC. Mycoplasma zuis secara umum belum diketahui proses patogenesis dari bakteri ini, tetapi bakteri ini menyerang sel darah merah dengan tujuan menggunakan nutrisi yang dibawa oleh eritrosit yaitu glukosa dalam proses metabolisme dan kelangsungan bakteri ini. Dengan otomatis eritrosit tadi lisis ataupun mengalami kremasi sehingga mempengaruhi Hb, dan menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, sehingga menyebabkan kemerahan pada beberapa wilayah tubuh ternak babi (portiansky et al. 2004). Hasil anamnesa menunjukan ternak tersebut diambil dari daerah lain yang sebelumnya belum pernah mendapatkan penanganan medis (pengobatan – vaksin), sehingga belum adanya respon tubuh dalam membentuk antibodi oleh sel pertahanan tubuh yaitu monosit. Diferensial diagnosa Diferensial diagnosa penyakit ini adalah hemoragie septicemia, erysipelas dan PCV (porcine circovirus). Treatmen dan pengobatan Treatmen sebagai pencegahan yaitu dengan menjaga sanitasi kandang terutama tempat makan dari ternak itu sendiri, pemberian antibiotik tetracycline, dan pemberian suplemen yang mengandung Fe (zat besi) dan mineral Co (cobalt) dalam mencegah anemia. Untuk terapi suportif bisa berupa pemberian vitamin Bcomplx dalam meningkatkan nafsu makan dan daya tahan tubuh.

Page 13: Patoklin veteriner Fix

BAB IV Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan Berdasarkan gejala klinis, anamnesa, serta pemeriksaan hematologi dan mikroskopis hewan babi tersebut diduga terinfeksi haemotropic mycoplasma / mycoplasma zuis, yang merupakan bakteri golongan ricketsia dan merupakan bakteri yang menyerang sel darah mamalia. Kasus ini pada babi akan terlihat gejala klinis berupa anemia (akut). Berdasarkan pengamatan mikroskopis pada eritrosit mengalami penurunan Hb dan adanya masa pada membran eritrosit, serta dapat mempengaruhi struktur morfologi eritrosit. Saran Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dalam meneguhkan diagnosa penyakit ini seperti pengamatan menggunakan mikroskop cahaya, pewarnaan khusus dan pemeriksaan laboratorium lainnya (penanaman pada media, kultur jaringan dan pemeriksaan mikrobiolgi lainnya).

Page 14: Patoklin veteriner Fix

DAFTAR PUSTAKA Andrew J. Rosenfeld, Sharon Dial, Clinical pathology for the veterinary team). C. Rolland leeson, Thomas S. Leson, Anthony A. Paparo. 1996. Buku Ajar

Histologi. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta. Gresham A.C. 1996. Eperythrozoon infection in pigs. Pig J. 37:20-26.

Henderson J.P., O ́hagan J., Hawe S.M. & Pratt M.C.H. 1997. Anaemia and low viability in piglets infected with Eperythrozoon suis. Vet. Rec. 140:144-146.

William J. Bacha, Jr., Linda M. Bacha. Color atlas of veterinary histology 2nd ed. 351 West Camden Street Baltimore, Maryland 21201-2436

Liemachmad. Hematologi.

http://liemachmad.wordpress.com/2009/07/01/hematologi/ Diakses pada tanggal 11 juli 2015. Pt. Aryadnyani. 2009. Pengertia Hematologi.

http://materihematologi.blogspot.com/2009/06/pengertian-hematologi-ilmu-yang.html

Diakses pada tanggal 11 juli 2015. Portiansky E.L., Quiroga M.A., Machuca M.A. & Perfumo C.J. 2004.

Mycoplasma suis in naturally infected pigs: an ultrastructural and morphometric study. Pesquisa Veterinária Brasileira 24(1):1-5. Instituto de Patología, Faculdad de Ciencias Veterinarias, Universidad Nacional de La Plata, Calle 60 y 118, C.C. 296, (1900) La Plata, Buenos Aires, Argentina.

Page 15: Patoklin veteriner Fix

Tambahan