Patogenesis cml
Click here to load reader
-
Upload
danti-nelfa-riza -
Category
Documents
-
view
108 -
download
15
description
Transcript of Patogenesis cml
Patogenesis
Pada CML dijumpai Philadelpia Chromosome, suatu reciprocal translocation 9,22 (t
9;22). Kromosom ini dihasilkan dari translokasi t(9;22) (q23;q11) antara kromosom 9 dan
22, akibatnya bagian dari protoonkogen Abelson ABL dipindahkan pada gen BCR di
kromosom 22 dan bagian kromosom 22 pindah ke kromosom 9. Kromosom 22 yang
abnormal itu adalah kromosom Ph. [1,2].
Gambar 2. Translokasi Kromosom Philadelphia
Pada translokasi Ph, ekson 5’ BCR berfusi dengan ekson 3’ ABL. Gen khimerik
BCR-ABL yang dihasilkannya mengode suatu protein fusi berukuran 210 kDa (p210).
Protein ini mempunyai aktivitas tirosin kinase yang lebih dari produk ABL 145 kDA
yang normal. Translokasi Ph juga ditemukan pada sejumlah kecil kasus leukemia
limfoblastik akut (ALL), dan pada beberapa di antaranya, pemutusan pada BCR terjadi
jauh di atas , pada intron antara ekson pertama dan kedua, meninggalkan hanya ekson
BCR pertama yang utuh. Gen khimerik BCR-ABL ini diekspresikan sebagai protein p190
seperti p210 yang mempunyai aktivitas tirosin kinase yang lebih tinggi[1,2]..
Gambar 3. Patogenesis gangguan fungsi BCR/ABL
Pada sebagian kecil pasien , kelainan Ph tidak terlihat dengan menggunakan analisis
kariotipe mikroskopik tetapi susunan molekular yang sama dapat terdeteksi
menggunakan teknik yang lebih sensitif. CML Ph negatif BCR-ABL positif ini secara
klinis sama dengan CML Ph positif. Kelainan ini ditemukan pada sel-sel dari jalur
mieloid ( granulositik, eritroid, dan megakariositik) serta limfoid (sel B dan T) karena
kromosom Ph ini adalah suatu kelainan sel induk hemopoetik yang didapat. [1,2]
Peningkatan massa sel mieloid tubuh total dalam jumlah besar bertanggung jawab
terhadap sebagian besar gambaran klinis penyakit ini. Pada sedikitnya 70%, terjadi suatu
metamorfosis terminal menjadi leukemia akut yang seringkali didahului oleh suatu fase
akselerasi. [1]
1. Patofisiologi
Proses patofsiologi dimulai dari transformasi ganas sel induk hematologgik atau
turunannya. Proliferasi sel ganas induk ini menghasilkan sel leukimia dan akan
mengakibatkan[2]
1. Penekanan hemopoesis normal sehingga terjadi bone marrow failure
Penekanan hemopoesis normal disebabkan karena adanya proliferasi sel ganas dan
menyebabkan adanya sel leukimia. Hal ini dapat menyebabkan penekanan sel-sel
TulangNyeri Tulang
Tempat Ekstrameduler lainnyaMeningitis, Lesi Kulit, Pmbesaran Testis
RESLimfadenopati, Hepatomegali, Splenomegali
Infiltrasi ke organ
Sel Leukimia Inhibisi Hemopoeis Normal
AnemiaPendarahan dan infeksi
GAGAL SUMSUM TULANG
Akumulasi sel muda dalam sumsum tulang
Proliferasi neoplastik dan differentiation arrest
Mutasi Somatik sel induk
Faktor Predisposisi, Faktor Etiologi, Faktor Peencetus
HiperkatabolikKaheksia, Peningkatan asam urat, Keringat malam
Gagal ginjal, Gout
DarahSindrom Hiperviskositas
darah lainnya seperti eritrosit dan trombosit. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
anemia dan trombositopenia pada kasus leukimia[2].
2. Infiltrasi sel leukimia ke dalam organ sehingga menimbulkan organomegali
Infiltrasi sel leukimia ke RES (Retikulo Endothelial System) menyebabkan gangguan
pada beberapa organ dan menyebabkan limfadenopati, hepatomegali, dan
splenomegali. Selain itu akibat adanya infliltrasi sel leukimia dalam darah dapat
terjadi sindrom hiperviskositas. Bila yang terkena adalah tulang maka dapat
menyebabkan nyeri pada tulang, sementara bila tempat ekstrameduler maka dapat
terjadi meningitis, pembesaran testis, dan lesi kulit.[2]
3. Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik
Terjadinya hiperkatabolik menyebabkan kaheksia, keringat malam (untuk
menurunkan suhu tubuh), dan juga peningkatan asam urat. Akibat peningkatan asam
urat yang terlalu tinggi, pasien leukimia biasanya juga mengalami gagal ginjal dan
penyakit gout. [2]
Gambar 4. Bagan patofisiologi leukimia[2]
Fase Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit CML dibagi menjadi dua fase yaitu
1. Fase Kronik, fase ini berjalan selama 2-5 tahun dan responsif terhadap kemoterapi
2. Fase akselerasi atau transformasi akut
a. Pada fase ini perangai klinik CML berubah mirip leukimia akut
b. Proporsi sel muda meningkat dan akhirnya masuk ke dalam “blast crisis”atau
krisis blastik
c. Sekitar 2/3 menunjukkan sel blast myeloid, sedangkan 1/3 menunjukkan seri
limfoid.[2]
Transformasi akut (30% blas dalam sumsum tulang) dapat terjadi dengan cepat
dalam beberapa hari atau minggu. Yang lebih sering terjadi, pasien mengalami fase
akselerasi dengan anemia, trombositopenia, dan peningkatan basofil, eosinofil, atau sel
blas dalam darah dan sumsum tulang. Ukuran limpa mungkin membesar walaupun
jumlah sel darah terkendali dan sumsum tulang dapat menjadi fibrotik. Pasien dapat
berada dalam fase ini selama beberapa bulan; pada fase ini penyakit lebih sulit
dikendalikan daripada fase kronik. Pada fase akut atau fase akselerasi, seringkali
ditemukan kelainan kromosom baru (misalnya kromosom Ph ganda).
Pada sekitar seperlima kasus, transformasi akut bersifat limfoblastik dan pasien
dapat diobati dengan cara yang sama seperti pengobatan leukemia limfoblastik akut, dan
sejumlah pasien kembali ke fase kronik selama beberapa bulan atau bahkan satu atau
dua tahun. Pada sebagian besar pasien, terjadi transformasi menjadi leukemia mieloid
akut atau tipe campuran. Jenis ini lebih sulit diobati. Sel induk sumsum tulang atau darah
tepi yang disimpan selama fase kronik dapat digunakan untuk memulihkan hemopoiesis
setelah kemoterapi intensif dengan atau tanpa radioterapi seluruh tubuh.[1].
Gambaran Klinis
Gambaran klinis CML tergantung dari fase yang kita jumpai pada penyakit tersebut,
antara lain: [1,2]
1. Fase Kronik terdiri atas
a. Gejala-gejala yang berhubungan dengan hipermetabolisme, misalnya penurunan
berat badan, kelelahan, anoreksia, atau keringat malam . [1]
b. Splenomegali hampir selalu ada dan seringkali bersifat masif. Pada beberapa
pasien, pembesaran limpa disertai dengan rasa tidak nyaman, nyeri, atau
gangguan pencernaan. [1]
c. Gambaran anemia meliputi pucat, dispnea, dan takikardi. [2]
d. Memar, epistaksis, menorhagia, atau perdarahan dari tempat-tempat lain akibat
fungsi trombosit yang abnormal. [2]
e. Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat pemecahan
purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah. [1,2].
f. Gejala yang jarang dijumpai meliputi gangguan penglihatan dan priaspismus.[1]
2. Fase Transfortmasi Akut, terdiri atas [2]
a. Perubahan secara perlahan dengan prodormal selama 6 bulan disebut sebagai fase
akselerasi. Timbul keluhan baru: demam, lelah, nyeri tulang (sternum) yang
semakin progresif. Respon terhadap kemoterapi menurun dan akhirnya menjadi
gambaran leukimia akut. [2]
b. Pada sekitar sepertiga penderita, perubahan terjadi secara mendadak, tanpa
didahului masa prodromal, keadaan ini disebut krisis blastik (blast crisis). Tanpa
pengobatan adekuat penderita akan meninggal dalam 1-2 bulan. [2]
DAFTAR PUSTAKA
1. Hoffbrand A.V, Pettit J.E, Moss P.A.H, Kapita Selekta Hematologi, Bab 13 Leukimia
Mieloid Kronik dan Mielodisplasia, Hal 167-176. Jakarta, 2002, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
2. Bekta I. Made, Hematologi Klinik Ringkas, Bab 9, Leukimia dan Penyakit
Mieloproliferatif, Hal 120-146. Jakarta,2002, Penerbit Buku Kedokteran EGC.