Patofisiologi Nyeri

13
PATOFISIOLOGI NYERI Pembimbing M. Endang Daud, drg, SpBM PENDAHULUAN Rasa nyeri dalam banyak hal hanya merupakan suatu gejala yang fungsinya melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan didalam tubuh, seperti peradangan, infeksi kuman ataupun kejang-kejang (Barash, 1997; Dimitroulis, 1997). Sebab dari rasa nyeri adalah rangsangan mekanis (seperti sobeknya saraf, sobeknya pembuluh darah, sobeknya periodontium, luka pada gusi, kerusakan prosesus alveolaris), atau kimiawi (larutan asam) serta termal dan elektrik yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan dan melibatkan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Zat-zat ini lalu merangsang reseptor nyeri yang terletak pada ujung saraf bebas dikulit, selaput lendir dan jaringan atau organ lain, dari tempat inilah rangsangan tadi dialirkan dan diteruskan melalui saraf sensoris ke Susunan Saraf Pusat melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dan kemudian ke pusat nyeri di dalam otak besar dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri (Toeti, 1989; Vincent, 1993). Untuk mengatasi rasa nyeri umumnya diatasi dengan pemberian penghilang rasa sakit yang disebut analgetik,

Transcript of Patofisiologi Nyeri

Page 1: Patofisiologi Nyeri

PATOFISIOLOGI NYERI

Pembimbing M. Endang Daud, drg, SpBM

PENDAHULUAN

Rasa nyeri dalam banyak hal hanya merupakan suatu gejala yang fungsinya

melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan didalam tubuh,

seperti peradangan, infeksi kuman ataupun kejang-kejang (Barash, 1997; Dimitroulis,

1997).

Sebab dari rasa nyeri adalah rangsangan mekanis (seperti sobeknya saraf,

sobeknya pembuluh darah, sobeknya periodontium, luka pada gusi, kerusakan

prosesus alveolaris), atau kimiawi (larutan asam) serta termal dan elektrik yang dapat

menimbulkan kerusakan pada jaringan dan melibatkan zat-zat tertentu yang disebut

mediator nyeri. Zat-zat ini lalu merangsang reseptor nyeri yang terletak pada ujung

saraf bebas dikulit, selaput lendir dan jaringan atau organ lain, dari tempat inilah

rangsangan tadi dialirkan dan diteruskan melalui saraf sensoris ke Susunan Saraf

Pusat melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dan kemudian ke pusat nyeri di

dalam otak besar dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri (Toeti, 1989; Vincent,

1993).

Untuk mengatasi rasa nyeri umumnya diatasi dengan pemberian penghilang

rasa sakit yang disebut analgetik, yang mana obat analgetik ini secara garis besar

dibagi menjadi analgetik narkotik dan non narkotik, sedangkan bahan untuk

mencegah rasa sakit yang diberikan sebelum tindakan bedah anestetikum, masing-

masing bahan ini mempunyai keuntungan dan kerugian (Dimitroulis, 1997).

.

ETIOLOGI

Beberapa kondisi ketidaknyamanan pasca operasi dapat terus berlanjut (salah

satunya nyeri) dari waktu ke waktu, untuk dapat merawat nyeri tersebut maka kita

harus menganalisa penyebabnya. (Kwon, 1991).

Rasa nyeri merupakan suatu gejala yang subjektif dan susah diukur dan nyeri

ini bukan hanya bergantung pada kompleksnya prosedur bedah yang kita lakukan

Page 2: Patofisiologi Nyeri

tetapi juga sangat tergantung pada respon individual pasien terhadap suatu nyeri.

(Barash, 1997; Dimitroulis, 1997).

Rangsangan-rangsangan (stimulus) yang dapat menimbulkan nyeri adalah

sebagai berikut (Stoelting, 1995; Vincent, 1993):

- Rangsangan mekanis, misalnya : sobeknya pembuluh darah, sobeknya saraf,

sobeknya periodontium, laserasi pada mukosa, kerusakan prosesus

alveolaris yang terjadi pada tindakan bedah maupun non bedah.

- Rangsangan kimia, misalnya : luka terkena bahan-bahan kimia (larutan asam)

- Rangsangan elektrik, misalnya : luka karena sengatan listrik.

- Rangsangan thermal, misalnya : karena panas atau dingin.

Semua stimulus yang tersebut diatas dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan

pada jaringan sehingga jaringan tersebut melepaskan zat-zat tertentu yang merupakan

mediator nyeri.

PATOFISIOLOGI NYERI

Nyeri adalah suatu bentuk mekanisme perlindungan tubuh yang terjadi ketika

jaringan mengalami kerusakan dan ini bersifat individual (Stoelting, 1995).

Sistem syaraf yang mengkoordinir sistem-sistem lainnya didalam tubuh

umumnya dibagi dalam dua golongan, yaitu :

1. Susunan Saraf Pusat, yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang (Spinal

cord)

2. Sistem Saraf Perifer, terdiri dari :

- Saraf-saraf otak dan sumsum tulang belakang

- Susunan saraf otonom.

Sistem saraf perifer berfungsi meneruskan impuls-impuls saraf dari efferent

atau motorik ke efferent atau ensorik Susunan Saraf Pusat. Rangsangan rangsangan

dari luar pertama kali diterima oleh sel-sel reseptor dan kemudian diteruskan ke otak

atau sumsum tulang belakang yang terdiri dari stimuli sakit, suhu, perasaan,

penglihatan, pendengaran dan lain sebagainya, dimana secara khusus untuk pusat

sakit di otak yakni cerebrum.

46

Page 3: Patofisiologi Nyeri

Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua proses yaitu :

- Penerimaan rangsang sakit dibagian otak besar.

- Reaksi-reaksi individu terhadap rangsang yang datang.

Mediator-mediator nyeri yang terpenting adalah histamin, serotonin (5HT),

plasmakinin (Bradikinin) dan prostaglandin, juga ion-ion kalium. Antara lain zat-zat

ini dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang dari jaringan, otot yang

selanjutnya mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang dari jaringan, otot yang

selanjutnya mengaktivir reseptor-reseptor nyeri. Plasmakinin merupakan peptida-

peptida (rangkaian dari asam-asam amino) yang terbentuk dari protein-protein

plasma, sedangkan prostaglandin merupakan zat yang mirip asam lemak, terbentuk

dari asam lemak essensial. Kedua jenis zat tersebut berkhasiat vasodilatasi kuat dan

memperbesar permeabilitas (daya tembus) kapiler dengan akibat radang dan odema.

Oleh karena efek dan inaktivasinya yang bersifat lokal, maka prostaglandin disebut

juga hormon lokal (Stoelting, 1995).

KLASIFIKASI

Nyeri berdasarkan sifat dan derajat atau tingkat sakitnya dapat dikelompokkan

menjadi (Barash, 1997; Stoelting, 1995; Vincent, 1993).

1. Nyeri yang ringan

Misalnya : sakit gigi, sakit kepala, sakit otot, nyeri selama haid, keseleo dan

lain-lain.

2. Nyeri ringan yang menahun

Misalnya : rematik, arhtrosis dimana terdapat reaksi-reaksi peradangan pada

sendi-sendi, migrain, neuralgia (nyeri saraf).

3. Nyeri hebat

Misalnya : nyeri pada organ abdomen antara lain akibat kolik/kejang pada

serangan penyakit batu ginjal maupun batu empedu.

4. Nyeri hebat yang menahun.

Misalnya : nyeri pada penyakit kanker, neuralgia atau kadang-kadang rematik.

47

Page 4: Patofisiologi Nyeri

PERAWATAN (Barash, 1997; Dimitrioulis, 1997)

Untuk mengatasi rasa nyeri, penanganannya didasarkan atas bagaimana proses

terjadinya, maka penanganannya dapat dengan beberapa cara :

- anestesi lokal

- analgetik perifer

- analgetik sentral

- anestesi umum

Berdasarkan proses terjadinya nyeri diatas maka mekanisme kerja dari obat/

bahan analgetik untuk melawan/ mengurangi rasa nyeri/ sakit dapat dengan beberapa

cara, yaitu dengan :

- Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor-reseptor nyeri perifer oleh

analgetik atau oleh anestesi lokal.

- Merintangi penyaluran rangsangan dalam saraf-saraf sensoris, misalnya dengan

anestesi lokal

- Blokade dari pusat nyeri dalam SSP dengan analgetika sentral (narkotika) atau

dengan anestesi umum.

Pada pengobatan rasa nyeri dengan analgetika faktor-faktor psikis

memegang peranan, misalnya kesabaran individu dan daya /kemampuan menerima

nyeri dari pasien tersebut. Sebelum memberikan obat analgetik pada pasien, maka ada

beberapa hal yang harus dipertimbangkan oleh dokter (Kwon, 1991).

- Toleransi pasien terhadap obat tersebut

- Riwayat alergi pasien terhadap obat tersebut

- Tingkat keparahan rasa nyeri

- Biaya

Kesadaran akan perasaan nyeri terdiri dari dua proses yaitu penerimaan

rangsangan sakit dibagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional /psikis dari individu

terhadap rangsang ini. Obat nyeri (analgetika) bekerja mempengaruhi proses pertama

dengan mempertinggi ambang kesadaran akan rasa sakit, sedangkan golongan

48

Page 5: Patofisiologi Nyeri

narkotika menekan reaksi-reaksi psikis yang diakibatkan oleh rangsangan sakit

tersebut (Barash, 1997).

Pada kasus-kasus bedah mulut minor, ada dua jenis golongan obat yang dapat

dipakai untuk mengurangi rasa sakit pasca bedah, yaitu (Dimitroulis, 1997):

1. Obat Non Steroid anti Inflamasi = NSAIDs

Secara umum obat ini sangat efektif untuk mengurangi /mengkontrol rasa

sakit ringan sampai sedang yang diakibatkan oleh adanya inflamasi pada jaringan

superficial seperti kulit dan mukosa. Obat yang paling umum digunakan antara

lain :

NAMA OBAT DOSIS TERAPI

ASPIRIN 600 mg/ 4-6 jam

PARASETAMOL 500 mg, 1-2 tab/4 jam

IBUPROFEN 400 -600 mg/ 8 jam

NSAIDs yang lain adalah Indomethacin dan Naproxen akan tetapi jarang

dipakai untuk bedah mulut minor.

2. Obat golongan Narkotika

Obat Narkotika ini bekerja pada reseptor spesifik pada Susunan Saraf Pusat,

sehingga memberi efek analgetik sentral. Obat golongan Narkotika yang paling

umum dipakai adalah :

NAMA OBAT DOSIS TERAPI

CODEIN 30 - 60 mg/ 4 jam

DEXTROPROPOXYPHENE 50 – 100 mg/ 4 – 6 jam

OXYCODONE 5 - 10 mg/ 6 jam

HYDROCODONE 5 - 10 mg/ 6 jam

ANALGETIKA GABUNGAN

49

Page 6: Patofisiologi Nyeri

Pada prosedur bedah mulut minor seringkali pengontrolan rasa sakit pasca

bedah dengan menggabungkan ke dua preparat analgetik yaitu NSAIDs dengan

Narkotik memberikan hasil yang lebih memuaskan pada pasien maupun ahli

bedahnya. Kombinasi analgetik tersebut adalah :

PREPARAT OBAT DOSIS TERAPI

Aspirin 325 mg + Codeine 30 mg 1 -2 tab/ 4 jam

Parasetamol 500 mg + Codeine 8 mg 1 – 2 tab/ 4 jam

Paracetamol 500 mg + Codeine 30

mg

1 – 2 tab/ 4 – 6 jam

Paracetamol 500mg + Hydrocodone

5 mg

1 – 2 tab/ 4 – 6 jam

Untuk perawatan nyeri, maka dapat digunakan obat-obatan dari golongan

narkotika (biasanya bekerja pada SSP) atau golongan non narkotika (perifer), dimana

bergantung pada kondisi dan tingkat keparahan nyeri pada pasien. Adapun jenis

pengobatan tersebut adalah (Stoelting, 1995; Vincent, 1993) :

- Nyeri yang ringan

Diobati dengan analgetikum perifer, misalnya Asetosal, Parasetamol atau

Glafenin.

- Nyeri ringan yang menahun

Diobati dengan analgetik yang juga berkhasiat anti radang, misalnya Asetosal,

Ibuprofen dan Indometasin, Ergotamine dan klonidin biasanya untuk migren.

- Nyeri yang hebat

Untuk tingkat seperti ini sebaiknya digunakan analgetika sentral (Narkotika)

dengan suatu obat anti kejang (Spasmolitikum), misalnya Morfin dengan

Atrofine, Butilskopolamin (Buscopan) atau Kamilofen (Avacan). Pada kasus

infark jantung tidak dapat digunakan morfin berhubung efeknya pada tekanan

darah dan pernafasan.

- Nyeri hebat yang menahun

50

Page 7: Patofisiologi Nyeri

Untuk kasus ini digunakan obat yang berkhasiat kuat antara lain Analgetika

Narkotika Fentanil Dekstromoramida atau Bezitramida.

Apabila rasa nyeri hebat, maka pemberian Meperidine intramuscular

seringkali sangat efektif, tetapi perlu diingat bahwa ini tidak boleh diulangi

pemberiannya lebih dari tiga kali. Beberapa ahli bedah menginjeksikan Bupivacain

(Marcain) disisi daerah pembedahan untuk mengurangi rasa sakit. Analgetik

golongan Narkotika hanya boleh diberikan maksimum untuk tiga hari, dan apabila

rasa sakit ini berlanjut lebih dari 72 jam, maka harus dilakukan evaluasi klinis oleh

ahli bedahnya (Kwon, 1991; Stoelting, 1995).

Ada beberapa efek samping dari pemakaian obat-obatan diatas antara lain

(Dimitroulis, 1997) :

- Mual dan muntah

- Konstipasi

- Hipotensi

- Depresi pernafasan

- Toleransi setelah pemakaian kontinyu selama 1 minggu

- Potensial menjadi ketagihan/ candu.

KESIMPULAN

Nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan oleh tubuh yang terjadi

ketika jaringan mengalami gangguan sehingga mengakibatkan kerusakan pada

jaringan tersebut. Hal-hal yang menjadi penyebab nyeri dapat bersifat mekanis,

chemis, elektrik dan thermal.

Nyeri berdasarkan lama dan tingkat/ derajat nyerinya dapat diklasifikasikan

menjadi:

- Nyeri yang ringan

- Nyeri ringan yang menahun

- Nyeri hebat

- Nyeri hebat yang menahun

51

Page 8: Patofisiologi Nyeri

Perawatan rasa nyeri dapat dengan obat analgetik dan bahan anastetikum,

dimana obat maupun bahan tersebut ada yang mengandung Narkotika dan Non

Narkotika, untuk pemberiannya berdasarkan indikasinya dengan mempertimbangkan

efek samping obat tersebut pada saat pemakaian obat maupun setelah pemakaian obat

selesai.

Sebelum pemberian obat-obatan ataupun bahan anestesi kepada pasien, harus

mempertimbangkan hal-hal tersebut dibawah ini :

- Toleransi pasien terhadap obat tersebut

- Riwayat alergi pasien terhadap obat tersebut

- Tingkat/ derajat keparahan nyeri

- Biaya

Dengan menguasai/ mengetahui patofisiologi nyeri, maka para ahli bedah

akan dapat merawat nyeri perioperative maupun pasca bedah, sehingga keluhan

pasien dapat ditanggulangi secara prima.

52

Page 9: Patofisiologi Nyeri

DAFTAR PUSTAKA

Barash, et All, 1997, Handbook of Clinical Anesthesia, 3rd Ed, Lippincont- Raven,

Philadelpia.

Dimitroulis, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Reed Educational and

Profesional Publishing Ltd

Kwon/ Laskin, 1991. Clinician’s Manual of Oral and Maxillofacial Surgery,

Quintessence Publishing Co.

Stoelting, 1995, Handbook of Pharmacology and Physiology ini Anesthetic Practice,

Lippincot- Raven, Philadelphia.

Toeti, dkk, 1989, Ilmu Bedah Mulut , Edisi ketiga, Cahaya Sukma, Medan.

Vincent J, 1993. Principles of Anesthesiology, 3rd Ed, Lea & Febiger, Philadelphia.

53