BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter...

25
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERI Definisi nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain (IASP, 1979) adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan 1,2 . Sebagai mana diketahui bahwa nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang kultural, umur dan jenis kelamin. Kegagalan dalam menilai faktor kompleks nyeri dan hanya bergantung pada pemeriksaan fisik sepenuhnya serta tes laboratorium mengarahkan kita pada kesalahpahaman dan terapi yang tidak adekuat terhadap nyeri, terutama pada pasien-pasien dengan resiko tinggi seperti orang tua, anak-anak dan pasien dengan gangguan komunikasi 2,3,26,27,28 Setiap pasien yang mengalami trauma berat (tekanan, suhu, kimia) atau paska pembedahan harus dilakukan penanganan nyeri yang sempurna, karena dampak dari nyeri itu sendiri akan menimbulkan respon stres metabolik (MSR) yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh dan memperberat kondisi pasiennya. Hal ini akan merugikan pasien akibat timbulnya perubahan fisiologi dan psikologi pasien itu sendiri, seperti . 1,2,3,29,30 Perubahan kognitif (sentral) : kecemasan, ketakutan, gangguan tidur dan putus asa : Perubahan neurohumoral : hiperalgesia perifer, peningkatan kepekaan luka Plastisitas neural (kornudorsalis), transmisi nosiseptif yang difasilitasi sehingga meningkatkan kepekaan nyeri Aktivasi simpatoadrenal : pelepasan renin, angiotensin, hipertensi, takikardi Perubahan neuroendokrin : peningkatan kortisol, hiperglikemi, katabolisme Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 FISIOLOGI NYERI

Definisi nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain

(IASP, 1979) adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan

dimana berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan

jaringan1,2. Sebagai mana diketahui bahwa nyeri tidaklah selalu berhubungan

dengan derajat kerusakan jaringan yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual

yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang kultural, umur dan jenis kelamin.

Kegagalan dalam menilai faktor kompleks nyeri dan hanya bergantung pada

pemeriksaan fisik sepenuhnya serta tes laboratorium mengarahkan kita pada

kesalahpahaman dan terapi yang tidak adekuat terhadap nyeri, terutama pada

pasien-pasien dengan resiko tinggi seperti orang tua, anak-anak dan pasien dengan

gangguan komunikasi2,3,26,27,28

Setiap pasien yang mengalami trauma berat (tekanan, suhu, kimia) atau

paska pembedahan harus dilakukan penanganan nyeri yang sempurna, karena

dampak dari nyeri itu sendiri akan menimbulkan respon stres metabolik (MSR)

yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh dan memperberat kondisi

pasiennya. Hal ini akan merugikan pasien akibat timbulnya perubahan fisiologi

dan psikologi pasien itu sendiri, seperti

.

1,2,3,29,30

• Perubahan kognitif (sentral) : kecemasan, ketakutan, gangguan tidur dan putus

asa

:

• Perubahan neurohumoral : hiperalgesia perifer, peningkatan kepekaan luka

• Plastisitas neural (kornudorsalis), transmisi nosiseptif yang difasilitasi

sehingga meningkatkan kepekaan nyeri

• Aktivasi simpatoadrenal : pelepasan renin, angiotensin, hipertensi, takikardi

• Perubahan neuroendokrin : peningkatan kortisol, hiperglikemi, katabolisme

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

Gambar 2.1-1. Efek fisiologis dan psikologis yang berhubungan dengan nyeri

akut akibat kerusakan jaringan yang disebabkan oleh proses

pembedahan atau trauma31

.

Nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama akibat

pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua

setelah proses pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi,

dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia (prostaglandin, histamin, serotonin,

bradikinin, substansi P dan lekotrein) oleh jaringan yang rusak dan sel-sel

inflamasi. Zat-zat kimia yang dilepaskan inilah yang berperan pada proses

transduksi dari nyeri26,27,28,32

.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

2.2 MEKANISME NYERI

Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan

jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius

yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari

perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri.

Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser

fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan

yang rusak28,33

Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat

perbaikan kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus non

noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang akan

menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan

menghilangkan respon inflamasi

.

28,33

.

2.2.1 Sensitisasi Perifer

Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya perubahan

lingkungan kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan

komponen intraselulernya seperti adenosine trifosfat, ion K+, pH menurun, sel

inflamasi akan menghasilkan sitokin, chemokine dan growth factor. Beberapa

komponen diatas akan langsung merangsang nosiseptor (nociceptor activators)

dan komponen lainnya akan menyebabkan nosiseptor menjadi lebih hipersensitif

terhadap rangsangan berikutnya (nociceptor sensitizers)33,34

Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin E

.

2 akan mereduksi ambang

aktivasi nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan cara berikatan

pada reseptor spesifik di nosiseptor. Berbagai komponen yang menyebabkan

sensitisasi akan muncul secara bersamaan, penghambatan hanya pada salah satu

substansi kimia tersebut tidak akan menghilangkan sensitisasi perifer. Sensitisasi

perifer akan menurunkan ambang rangsang dan berperan dalam meningkatkan

sensitifitas nyeri di tempat cedera atau inflamasi33,34.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

Gambar 2.2-1. Mekanisme sensitisasi perifer dan sensitisasi sentral34

.

2.2.2 Sensitisasi Sentral

Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor

di sentral juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer

bertanggung jawab terhadap munculnya hipersensitivitas nyeri setelah cidera.

Sensitisasi sentral memfasilitasi dan memperkuat transfer sipnatik dari nosiseptor

ke neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses ini dipacu oleh input nosiseptor ke

medulla spinalis (activity dependent), kemudian terjadi perubahan molekuler

neuron (transcription dependent) 33

Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem saraf,

dimana terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan input (kerusakan

jaringan). Dalam beberapa detik setelah kerusakan jaringan yang hebat akan

terjadi aliran sensoris yang masif kedalam medulla spinalis, ini akan

menyebabkan jaringan saraf didalam medulla spinalis menjadi hiperresponsif.

Reaksi ini akan menyebabkan munculnya rangsangan nyeri akibat stimulus non

noksius dan pada daerah yang jauh dari jaringan cedera juga akan menjadi lebih

sensitif terhadap rangsangan nyeri

.

33

.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

2.3 NOSISEPTOR (RESEPTOR NYERI)

Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot,

persendian, viseral dan vaskular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung jawab

terhadap kehadiran stimulus noksius yang berasal dari kimia, suhu (panas,

dingin), atau perubahan mekanikal. Pada jaringan normal, nosiseptor tidak aktif

sampai adanya stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk melampaui

ambang batas stimulus (resting). Nosiseptor mencegah perambatan sinyal acak

(skrining fungsi) ke SSP untuk interpretasi nyeri3,28,35,36

Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal

interneuron dan saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat yang

lebih tinggi pada batang otak dan thalamus. Berbeda dengan reseptor sensorik

lainnya, reseptor nyeri tidak bisa beradaptasi. Kegagalan reseptor nyeri

beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut bisa menyebabkan individu

untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang berkelanjutan. Setelah kerusakan

terjadi, nyeri biasanya minimal. Mula datang nyeri pada jaringan karena iskemi

akut berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri terjadi

pada saat beraktifitas kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi

pada iskemia kulit bisa terjadai pada 20 sampai 30 menit

.

3,28,36

Tipe nosiseptor spesifik bereaksi pada tipe stimulus yang berbeda.

Nosiseptor C tertentu dan nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus panas

atau dingin, dimana yang lainnya bereaksi pada stimulus yang banyak (kimia,

panas, dingin). Beberapa reseptor A-beta mempunyai aktivitas nociceptor-like.

Serat –serat sensorik mekanoreseptor bisa diikutkan untuk transmisi sinyal yang

akan menginterpretasi nyeri ketika daerah sekitar terjadi inflamasi dan produk-

produknya. Allodynia mekanikal (nyeri atau sensasi terbakar karena sentuhan

ringan) dihasilkan mekanoreseptor A-beta

.

3,28,36

Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didesain hanya

sebagai reseptor nyeri karena organ dalam jarang terpapar pada keadaan yang

potensial merusak. Banyak stimulus yang sifatnya merusak (memotong,

membakar, kepitan) tidak menghasilkan nyeri bila dilakukan pada struktur

viseralis. Selain itu inflamasi, iskemia, regangan mesenterik, dilatasi, atau spasme

viseralis bisa menyebabkan spasme berat. Stimulus ini biasanya dihubungkan

.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

dengan proses patologis, dan nyeri yang dicetuskan untuk mempertahankan

fungsi3,28,36

.

2.4 PERJALANAN NYERI (NOCICEPTIVE PATHWAY)

Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis

kompleks yang disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan empat

proses komponen yang nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi,

dimana terjadinya stimuli yang kuat diperifer sampai dirasakannya nyeri di

susunan saraf pusat (cortex cerebri)1,3,30,37

.

2.4.1 Proses Transduksi

Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung

saraf. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah

menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve

ending) atau organ-organ tubuh (reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini,

golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau

trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah

yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan

dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan

menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi

perifer1,3,30,35,37

.

2.4.2 Proses Transmisi

Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses

transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis,

dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh

tractus spinothalamicus dan sebagian ke traktus spinoretikularis. Traktus

spinoretikularis terutama membawa rangsangan dari organ-organ yang lebih

dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan

melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps

interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin. Selanjutnya

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex cerebri dan dirasakan

sebagai persepsi nyeri1,3,30,35,37

.

2.4.3 Proses Modulasi

Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat

(medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik

endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu

posterior medulla spinalis merupakan proses ascenden yang dikontrol oleh otak.

Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat menekan

impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu posterior

sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk

analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat

subjektif pada setiap orang1,3,30,35,37

.

2.4.4 Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi,

transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses

subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada

thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari sensorik1,3,30,35,37

.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

Gambar 2.4-1. Pain Pathway36

.

2.5 MEKANISME KERJA OBAT ANALGETIK

Obat analgetik bekerja di dua tempat utama, yaitu di perifer dan sentral.

Golongan obat AINS bekerja diperifer dengan cara menghambat pelepasan

mediator sehingga aktifitas enzim siklooksigenase terhambat dan sintesa

prostaglandin tidak terjadi. Sedangkan analgetik opioid bekerja di sentral dengan

cara menempati reseptor di kornu dorsalis medulla spinalis sehingga terjadi

penghambatan pelepasan transmitter dan perangsangan ke saraf spinal tidak

terjadi1,3

Prostaglandin merupakan hasil bentukan dari asam arakhidonat yang

mengalami metabolisme melalui siklooksigenase. Prostaglandin yang lepas ini

akan menimbulkan gangguan dan berperan dalam proses inflamasi, edema, rasa

nyeri lokal dan kemerahan (eritema lokal). Selain itu juga prostaglandin

.

Parasetamol

Ketorolak

Parasetamol

Parasetamol

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

meningkatkan kepekaan ujung-ujung saraf terhadap suatu rangsangan nyeri

(nosiseptif) 1,3

Enzim siklooksigenase (COX) adalah suatu enzim yang mengkatalisis

sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat. Obat AINS memblok aksi dari

enzim COX yang menurunkan produksi mediator prostaglandin, dimana hal ini

menghasilkan kedua efek yakni baik yang positif (analgesia, antiinflamasi)

maupun yang negatif (ulkus lambung, penurunan perfusi renal dan perdarahan).

Aktifitas COX dihubungkan dengan dua isoenzim, yaitu ubiquitously dan

constitutive yang diekspresikan sebagai COX-1 dan yang diinduksikan inflamasi

COX-2. COX-1 terutama terdapat pada mukosa lambung, parenkim ginjal dan

platelet. Enzim ini penting dalam proses homeostatik seperti agregasi platelet,

keutuhan mukosa gastrointestinal dan fungsi ginjal. Sebaliknya, COX-2 bersifat

inducible dan diekspresikan terutama pada tempat trauma (otak dan ginjal) dan

menimbulkan inflamasi, demam, nyeri dan kardiogenesis. Regulasi COX-2 yang

transien di medulla spinalis dalam merespon inflamasi pembedahan mungkin

penting dalam sensitisasi sentral

.

1,3,27

.

2.6 KLASIFIKASI NYERI

Kejadian nyeri memiliki sifat yang unik pada setiap individual bahkan jika

cedera fisik tersebut identik pada individual lainnya. Adanya takut, marah,

kecemasan, depresi dan kelelahan akan mempengaruhi bagaimana nyeri itu

dirasakan. Subjektifitas nyeri membuat sulitnya mengkategorikan nyeri dan

mengerti mekanisme nyeri itu sendiri. Salah satu pendekatan yang dapat

dilakukan untuk mengklasifikasi nyeri adalah berdasarkan durasi (akut, kronik),

patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

kanker)1,3

.

2.6.1 Nyeri Akut dan Kronik

Nyeri akut dihubungkan dengan kerusakan jaringan dan durasi yang

terbatas setelah nosiseptor kembali ke ambang batas resting stimulus istirahat.

Nyeri akut ini dialami segera setelah pembedahan sampai tujuh hari2. Sedangkan

nyeri kronik bisa dikategorikan sebagai malignan atau nonmalignan yang dialami

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

pasien paling tidak 1 – 6 bulan. Nyeri kronik malignan biasanya disertai kelainan

patologis dan indikasi sebagai penyakit yang life-limiting disease seperti kanker,

end-stage organ dysfunction, atau infeksi HIV. Nyeri kronik kemungkinan

mempunyai baik elemen nosiseptif dan neuropatik. Nyeri kronik nonmalignan

(nyeri punggung, migrain, artritis, diabetik neuropati) sering tidak disertai

kelainan patologis yang terdeteksi dan perubahan neuroplastik yang terjadi pada

lokasi sekitar (dorsal horn pada spinal cord) akan membuat pengobatan menjadi

lebih sulit2,3,26,27

Pasien dengan nyeri akut atau kronis bisa memperlihatkan tanda dan gejala

sistem saraf otonom (takikardi, tekanan darah yang meningkat, diaforesis, nafas

cepat) pada saat nyeri muncul. Guarding biasa dijumpai pada nyeri kronis yang

menunjukkan allodinia. Meskipun begitu, muncul ataupun hilangnya tanda dan

gejala otonom tidak menunjukkan ada atau tidaknya nyeri

.

3,26,27

.

2.6.2 Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik

Nyeri organik bisa dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri

nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik

dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer

(saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif

biasanya memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non opioid1,2,3,26,27

Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan

neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf

aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan

menusuk. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang

kurang baik terhadap analgesik opioid

.

1,2,3,26,27

.

2.6.3 Nyeri Viseral

Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan tubuh

jauh dari tempat nyeri namun berasal dari dermatom yang sama dengan asal nyeri.

Sering kali, nyeri viseral terjadi seperti kontraksi ritmis otot polos. Nyeri viseral

seperti keram sering bersamaan dengan gastroenteritis, penyakit kantung empedu,

obstruksi ureteral, menstruasi, dan distensi uterus pada tahap pertama persalinan.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

Nyeri viseral, seperti nyeri somatik dalam, mencetuskan refleks kontraksi otot-

otot lurik sekitar, yang membuat dinding perut tegang ketika proses inflamasi

terjadi pada peritoneum. Nyeri viseral karena invasi malignan dari organ lunak

dan keras sering digambarkan dengan nyeri difus, menggrogoti, atau keram jika

organ lunak terkena dan nyeri tajam bila organ padat terkena 3,26,27

Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan ligamen, spasme

otot polos, distensi struktur lunak seperti kantung empedu, saluran empedu, atau

ureter. Distensi pada organ lunak terjadi nyeri karena peregangan jaringan dan

mungkin iskemia karena kompresi pembuluh darah sehingga menyebabkan

distensi berlebih dari jaringan

.

3,26,27

Rangsang nyeri yang berasal dari sebagian besar abdomen dan toraks

menjalar melalui serat aferen yang berjalan bersamaan dengan sistem saraf

simpatis, dimana rangsang dari esofagus, trakea dan faring melalui aferen vagus

dan glossopharyngeal, impuls dari struktur yang lebih dalam pada pelvis dihantar

melalui nervus parasimpatis di sakral. Impuls nyeri dari jantung menjalar dari

sistem saraf simpatis ke bagian tengah ganglia cervical, ganglion stellate, dan

bagian pertama dari empat dan lima ganglion thorasik dari sistem simpatis. Impuls

ini masuk ke spinal cord melalui nervus torak ke 2, 3, 4 dan 5. Penyebab impuls

nyeri yang berasal dari jantung hampir semua berasal dari iskemia miokard.

Parenkim otak, hati, dan alveoli paru adalah tanpa reseptor. Adapun, bronkus dan

pleura parietal sangat sensitif pada nyeri

.

3,26,27

.

2.6.4 Nyeri Somatik

Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk, mudah

dilokalisasi dan rasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit, jaringan subkutan,

membran mukosa, otot skeletal, tendon, tulang dan peritoneum. Nyeri insisi

bedah, tahap kedua persalinan, atau iritasi peritoneal adalah nyeri somatik.

Penyakit yang menyebar pada dinding parietal, yang menyebabkan rasa nyeri

menusuk disampaikan oleh nervus spinalis. Pada bagian ini dinding parietal

menyerupai kulit dimana dipersarafi secara luas oleh nervus spinalis. Adapun,

insisi pada peritoneum parietal sangatlah nyeri, dimana insisi pada peritoneum

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

viseralis tidak nyeri sama sekali. Berbeda dengan nyeri viseral, nyeri parietal

biasanya terlokalisasi langsung pada daerah yang rusak1,3,26,27

Munculnya jalur nyeri viseral dan parietal menghasilkan lokalisasi dari

nyeri dari viseral pada daerah permukaan tubuh pada waktu yang sama. Sebagai

contoh, rangsang nyeri berasal dari apendiks yang inflamasi melalui serat – serat

nyeri pada sistem saraf simpatis ke rantai simpatis lalu ke spinal cord pada T10 ke

T11. Nyeri ini menjalar ke daerah umbilikus dan nyeri menusuk dan kram sebagai

karakternya. Sebagai tambahan, rangsangan nyeri berasal dari peritoneum parietal

dimana inflamasi apendiks menyentuh dinding abdomen, rangsangan ini melewati

nervus spinalis masuk ke spinal cord pada L1 sampai L2. Nyeri menusuk

berlokasi langsung pada permukaan peritoneal yang teriritasi di kuadran kanan

bawah

.

3,26,27

.

2.7 PENILAIAN NYERI

Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi

nyeri paska pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien

digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini

mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri

yang dirasakan1,2,38

.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini1,2,38,39,40,41,42

1. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale

:

Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari

senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien

dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang

kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal

setempat.

Gambar 2.7-1. Wong Baker Faces Pain Rating Scale

2. Verbal Rating Scale (VRS)

Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lima

poin ; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

Gambar 2.7-2. Verbal Rating Scale

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

3. Numerical Rating Scale (NRS)

Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana

pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan

angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan

angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri yang hebat.

Gambar 2.7-3. Numerical Rating Scale

4. Visual Analogue Scale (VAS)

Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang

merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda

tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta

untuk membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang

dirasakan. Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah

dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan

VAS telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan

secara luas, VAS juga secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga

penggunaannya realtif mudah, hanya dengan menggunakan beberapa kata

sehingga kosa kata tidak menjadi permasalahan. Willianson dkk juga

melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan

bahwa VAS secara statistik paling kuat rasionya karena dapat menyajikan data

dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 0 – 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri

yang rendah dan digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia. Nilai

VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesic penyelamat (rescue

analgetic).

Gambar 2.7-4. Visual Analogue Scale

2.8 PENANGANAN NYERI

Penanganan nyeri paska pembedahan yang efektif harus mengetahui

patofisiologi dan pain pathway sehingga penanganan nyeri dapat dilakukan

dengan cara farmakoterapi (multimodal analgesia), pembedahan, serta juga

terlibat didalamnya perawatan yang baik dan teknik non-farmakologi (fisioterapi,

psikoterapi)2,29

.

2.8.1 Farmakologis

Modalitas analgetik paska pembedahan termasuk didalamnya analgesik

oral parenteral, blok saraf perifer, blok neuroaksial dengan anestesi lokal dan

opioid intraspinal1

Pemilihan teknik analgesia secara umum berdasarkan tiga hal yaitu pasien,

prosedur dan pelaksanaannya. Ada empat grup utama dari obat-obatan analgetik

yang digunakan untuk penanganan nyeri paska pembedahan

.

1,2

.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

Tabel 2.8-1. Obat farmakologis untuk penanganan nyeri2

.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

Tabel 2.8-2. Pilihan terapi untuk penanganan nyeri berdasarkan jenis

operasi2

Pedoman terapi pemberian analgesia untuk penanganan nyeri paska

pembedahan berdasarkan intensitas nyeri yang dirasakan penderita

yang direkomendasikan oleh WHO dan WFSA. Dimana terapi

analgesia yang diberikan pada intensitas nyeri yang lebih rendah,

dapat digunakan sebagai tambahan analgesia pada tingkat nyeri yang

lebih tinggi.

.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

2.8.1.1 Analgesia Multimodal

Analgesia multimodal menggunakan dua atau lebih obat analgetik yang

memiliki mekanisme kerja yang berbeda untuk mencapai efek analgetik yang

maksimal tanpa dijumpainya peningkatan efek samping dibandingkan dengan

peningkatan dosis pada satu obat saja. Dimana analgesi multimodal melakukan

intervensi nyeri secara berkelanjutan pada ketiga proses perjalanan nyeri,

yakni1,2,29,30,43

• Penekanan pada proses tranduksi dengan menggunakan AINS

:

• Penekanan pada proses transmisi dengan anestetik lokal (regional)

• Peningkatan proses modulasi dengan opioid

Analgesia multimodal merupakan suatu pilihan yang dimungkinkan

dengan penggunaan parasetamol dan AINS sebagai kombinasi dengan opioid atau

anestesi lokal untuk menurunkan tingkat intensitas nyeri pada pasien-pasien yang

mengalami nyeri paska pembedahan ditingkat sedang sampai berat2. Analgesia

multimodal selain harus diberikan secepatnya (early analgesia), juga harus

disertai dengan inforced mobilization (early ambulation) disertai dengan

pemberian nutrisi nutrisi oral secepatnya (early alimentation)43

.

2.8.1.2 Analgesia Preemptif

Analgesia preemptif artinya mengobati nyeri sebelum terjadi, terutama

ditujukan pada pasien sebelum dilakukan tindakan operasi (pre-operasi).

Pemberian analgesia sebelum onset dari rangsangan melukai untuk mencegah

sensistisasi sentral dan membatasi pengalaman nyeri selanjutnya. Analgesia

preemptif mencegah kaskade neural awal yang dapat membawa keuntungan

jangka panjang dengan menghilangkan hipersensitifitas yang ditimbulkan oleh

rangsangan luka. Dengan cara demikian keluhan nyeri paska bedah akan sangat

menurun dibandingkan dengan keluhan nyeri paska pembedahan tanpa memakai

cara analgesia preemptif. Bisa diberikan obat tunggal, misalnya opioid, ketorolak,

maupun dikombinasikan dengan opioid atau AINS lainnya, dilakukan 20 – 30

menit sebelum tindakan operasi1,30,37,44,45,46,47

.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

2.8.1.3 PCA (Patient Control Analgesia)

Pasien dikontrol nyerinya dengan memberikan obat analgesik itu sendiri

dengan memakai alat (pump), dosis diberikan sesuai dengan tingkatan nyeri yang

dirasakan. PCA bisa diberikan dengan cara Intravenous Patient Control Analgesia

(IVPCA) atau Patient Control Epidural Analgesia (PCEA), namun dengan cara

ini memerlukan biaya yang mahal baik peralatan maupun tindakannya1,30,44

.

2.8.1.4 Parasetamol

Parasetamol banyak digunakan sebagai obat analgetik dan antipiretik,

dimana kombinasi parasetamol dengan opioid dapat digunakan untuk penanganan

nyeri berat paska pembedahan dan terapi paliatif pada pasien-pasien penderita

kanker. Onset analgesia dari parasetamol 8 menit setelah pemberian intravena,

efek puncak tercapai dalam 30 – 45 menit dan durasi analgesia 4 – 6 jam serta

waktu pemberian intravena 2 – 15 menit. Parasetamol termasuk dalam kelas

“aniline analgesics” dan termasuk dalam golongan obat antiinflamasi non steroid

(masih ada perbedaan pendapat). Parasetamol memiliki efek anti inflamasi yang

sedikit dibandingkan dengan obat AINS lainnya. Akan tetapi parasetamol bekerja

dengan mekanisme yang sama dengan obat AINS lainnya (menghambat sintesa

prostaglandin). Parasetamol juga lebih baik ditoleransi dibandingkan aspirin dan

obat AINS lainnya pada pasien-pasien dengan sekresi asam lambung yang

berlebihan atau pasien dengan masa perdarahan yang memanjang48,49,50,51,52

.

Gambar 2.8-1. Rumus Bangun Parasetamol53

.

N-(4-hydroxyphenyl)acetamide

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

Dosis pada orang dewasa sebesar 500 – 1000 mg, dengan dosis maksimum

direkomendasi 4000 mg perhari. Pada dosis ini parasetamol aman digunakan

untuk anak-anak dan orang dewasa54,55

Mekanisme kerja utama dari parasetamol adalah menghambat

siklooksigenase (COX) dan selektif terhadap COX-2. Analgetik dan antipiretik

dari parasetamol sebanding dengan aspirin dan obat AINS lainnya, akan tetapi

aktifitas anti inflamasi perifernya dibatasi oleh beberapa faktor, dimana

diantaranya terdapat kadar peroksida yang tinggi di lesi inflamasi. Oleh karena itu

selektifitas akan COX-2 tidak secara signifikan menghambat produksi pro-clotting

tromboxane. Parasetamol menurunkan bentuk oksidasi dari enzim COX, yang

melindungi dari pembentukan kimiawi bentuk pro-inflammatory. Ini juga akan

menurunkan jumlah dari prostaglandin E

.

2 di SSP, akibatnya menurunkan batas

ambang hipotalamus di pusat termoregulasi56,57,58

Parasetamol menghambat kerja COX dengan dua jalur, yang pertama

bekerja dengan cara menghambat COX-3 (variant dari COX-1). Enzim COX-3 ini

hampir sama dengan enzim COX lainnya dengan menghasilkan kimiawi pro-

inflammatory dan penghambat selektif oleh parasetamol. Jalur kedua bekerja

seperti aspirin dengan memblok siklooksigenase, dimana didalam lingkungan

inflamasi dengan konsentrasi peroksida yang tinggi dan melindungi aksi kerja

parasetamol dalam keadaan oksidasi tinggi. Ini berarti bahwa parasetamol tidak

memiliki efek langsung pada tempat inflamasi, akan tetapi bereaksi di SSP

dimana keadaan lingkungan tidak teroksidasi. Namun mekanisme kerja pasti dari

parasetamol di COX-3 masih diperdebatkan

.

59,60

Bioavailibilitas dari parasetamol adalah 100%. Parasetamol dimetabolisme

di hati dengan tiga jalur metabolik, yakni glucuronidation 40%, sulfation 20-40%

dan N-hydroxylation serta GSH konjugasi 15%, dengan obat dan metabolitnya

diekskresikan melalui ginjal

.

61,62

Pada dosis yang direkomendasikan, parasetamol tidak mengiritasi

lambung, tidak mempengaruhi koagulasi darah atau fungsi ginjal. Parasetamol

dipercaya aman digunakan pada wanita hamil (tidak mempengaruhi penutupan

ductus arteriosus), tidak seperti efek yang ditimbulkan oleh penggunaan obat

AINS. Tidak seperti aspirin, parasetamol tidak berhubungan dengan resiko

.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

penyebab sindroma Reye pada anak-anak dengan penyakit virus63,64,65. Satu-

satunya efek samping dari penggunaan parasetamol adalah resiko terjadi

hepatotoksik dan gangguan gastrointestinal pada penggunaan dosis tinggi, yaitu

diatas 20.000 mg perhari63

.

2.8.1.5 Ketorolak

Ketorolak atau ketorolak trometamin merupakan obat golongan anti

inflamasi non steroid, yang masuk kedalam golongan derivate heterocyclic acetic

acid dimana secara struktur kimia berhubungan dengan indometasin. Ketorolak

menunjukkan efek analgesia yang poten tetapi hanya memiliki aktifitas anti

inflamasi yang sedang bila diberikan secara intramuskular atau intravena.

Ketorolak dapat dipakai sebagai analgesia paska pembedahan sebagai obat

tunggal maupun kombinasi dengan opioid, dimana ketorolak mempotensiasi aksi

nosiseptif dari opioid3,6,11,66,67

.

Gambar 2.8-2. Rumus Bangun Ketorolak66

.

(±) – 5 – benzoyl - 2,3 – dihydro - 1H – pyrrolizine – 1 – carboxylic acid,

2 - amino – 2 (hydroxymethyl) - 1,3 – propanediol

Mekanisme kerja utama dari ketorolak adalah menghambat sistesa

prostaglandin dengan berperan sebagai penghambat kompetitif dari enzim

siklooksigenase (COX) dan menghasilkan efek analgesia. Seperti AINS pada

umumnya, ketorolak merupakan penghambat COX non selektif. Efek

analgesianya 200 – 800 kali lebih poten dibandingkan dengan pemberian aspirin,

indometasin, naproksen dan fenil butazon pada beberapa percobaan di hewan.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

Sedangkan efek anti inflamasinya kurang dibandingkan efek analgesianya, dimana

efek anti inflamasinya hampir sama dengan indometasin11,66

Setelah injeksi intramuskular dan intravena, onset analgesia tercapai dalam

waktu 10 menit dengan efek puncak 30 – 60 menit dan durasi analgesia 6 – 8

jam dengan waktu pemberian intravena > 15 detik. Bioavailibilitas dari ketorolak

100% dengan semua jalur pemberian baik intravena maupun intramuskular.

Metabolisme berkonjugasi dengan asam glukoronik dan para hidroksilasi di hati.

Obat dan hasil metabolitnya akan diekskresikan melalui ginjal 90% dan bilier

sekitar 10%

.

66,68

Efek samping dari ketorolak bisa bermacam-macam, yaitu

. 3,11,66,67

1. Secara umum

:

Bronkospasme yang mengancam jiwa pada pasien dengan penyakit nasal

poliposis, asma dan sensitif terhadap aspirin. Dapat juga terjadi edema laring,

anafilaksis, edema lidah, demam dan flushing.

2. Fungsi platelet dan hemostatik

Ketorolak menghambat asam arakhidonat dan kolagen sehingga mencetuskan

agregasi platelet sehingga waktu perdarahan dapat meningkat pada pasien

yang mendapatkan anestesi spinal, akan tetapi tidak pada pasien yang

mendapat anestesi umum. Perbedaan ini dimungkinkan karena reflek status

hiperkoagulasi yang dihasilkan respon neuroendokrin karena stress

pembedahan berbeda pada anestesi umum dan anestesi spinal. Dapat juga

terjadi purpura, trombositopeni, epistaksis, anemia dan leukopeni.

3. Gastrointestinal

Dapat menimbulkan erosi mukosa gastrointestinal, perforasi, mual, muntah,

dispepsia, konstipasi, diare, melena, anoreksia dan pankreatitis.

4. Kardiovaskuler

Hipertensi, palpitasi, pallor dan syncope

5. Dermatologi

Ruam, pruritus, urtikaria, sindroma Stevens-Jhonson, sindroma Lyell

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

6. Neurologi

Nyeri kepala, pusing, somnolen, berkeringat, kejang, vertigo, tremor,

halusinasi, euforia, insomnia dan gelisah.

7. Pernafasan

Dispnu, asma, edema paru, rhinitis dan batuk

8. Urogenital

Gagal ginjal akut dan poliuri.

2.8.2 Non-Farmakologis

Ada beberapa metode metode non-farmakologi yang digunakan untuk

membantu penanganan nyeri paska pembedahan, seperti menggunakan terapi fisik

(dingin, panas) yang dapat mengurangi spasme otot, akupunktur untuk nyeri

kronik (gangguan muskuloskletal, nyeri kepala), terapi psikologis (musik,

hipnosis, terapi kognitif, terapi tingkah laku) dan rangsangan elektrik pada sistem

saraf (TENS, Spinal Cord Stimulation, Intracerebral Stimulation)1,2

.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

2.9 KERANGKA TEORI Gambar 2.9-1. Skema Kerangka Teori

PEMBEDAHAN SEKSIO SESARIA

CEDERA JARINGAN STIMULUS NOKSIUS

KETOROLAK INTRAVENA

PARACETAMOL INTRAVENA

PAIN PATHWAY

PROSES TRANSDUKSI

PROSES TRANSMISI

PROSES MODULASI

PERSEPSI NYERI (OTAK)

NYERI PASKA PEMBEDAHAN

Sensitisasi Sentral (Allodynia)

ALLODYNIA HYPERALGESIA

Berat Badan, BMI, Umur, Suku dan Pendidikan

Sensitisasi Perifer (Hyperalgesia)

PERIFER • Inhibisi transduksi neural • Menurunkan mediator

inflamasi • Inhibisi prostaglandin • Inhibisi aktifitas enzim

siklooksigenase

SENTRAL • Blokade aktifitas neural

di dorsal horn • Modulasi neurotransmitter

excitatory • Aktifasi jalur descending

serotoninergic inhibitory

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FISIOLOGI NYERIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter II.pdf · patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,

2.10 KERANGKA KONSEP Gambar 2.10-1. Skema Kerangka Konsep

PEMBEDAHAN

STIMULUS NOKSIUS

ANALGESIA

VAS

NYERI PASKA BEDAH

EFEK SAMPING ANALGETIK TAMBAHAN

Universitas Sumatera Utara