paru

15

Click here to load reader

description

paru

Transcript of paru

Page 1: paru

BAB II

PEMBAHASAN

Pada pasien ini diagnosis kerjanya adalah bekas tuberculosis dengan destroyed lung.

Diagnosis tersebut diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis didapatkan bahwa keluhan utama yang dirasakan pasien adalah sesak nafas yang

dirasakan terus menerus, sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tampak gelisah dan

hanya dapat berbicara beberapa kata. Ketika pasien berbicara sesaknya bertambah dan sedikit

membaik dengan posisi duduk. Saat serangan sesak nafas muncul, pasien mengaku mendengar

bunyi mengi. Ketika serangan sesak nafas muncul pasien mengaku sulit tidur dan kesulitan untuk

beraktivitas.

Keadaan umum pasien tampak sesak dengan kesadaran composmentis.Tekanan darah

ketika pasien datang ke poli adalah 90/60 mmHg, nadi 160 x / menit, respiratory rate 30 x /

menit dan suhu 36,3 oC. Hasil pemeriksaan kepala tampak bibir pucat, lidah sianosis dan nafas

cuping hidung. Dari pemeriksaan thoraks didapatkan tampak ketinggalan gerak pada pulmo

sinistra, vocal fremitus lobus superior dan inferior paru kanan lebih besar dari pada paru kiri,

auskultasi didapatkan suara dasar vesikuler, RBK (+/+) di awal inspirasi di parahiller dekstra et

sinistra, Wheezing (+/+) di akhir ekspirasi di parahiller dekstra dan sinistra, ekspirasi memanjang

(+).

1. Tuberkulosis

Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis

complex (PDPI, 2006).

Page 2: paru

Patogenesis

a. Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan

paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau

afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda

dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah

bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran

kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama

dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini

akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :

1) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis

fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3) Menyebar dengan cara :

a) Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya Salah satu contoh adalah

epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus

lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan

obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman

tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang

atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut,

yang dikenal sebagai epituberkulosis.

b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru

sebelahnya atau tertelan

Page 3: paru

c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan

daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat

sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,

penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis

milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga

dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,

ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini

mungkin berakhir dengan : Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya

pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,

tuberkuloma) atau Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan

tuberkulosis primer (PDPI, 2006).

b. Tuberkulosis Postprimer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah

tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer

mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized

tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang

terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber

penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak

di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya

berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu

jalan sebagai berikut :

1) Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

Page 4: paru

2) Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan

penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh

dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan

membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan

keluar.

3) Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan

muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,

kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan

menjadi: 

a) meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini

akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas

b) memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.

Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif

kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi

c) bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh

dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai

kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate

shaped) (PDPI, 2006).

Klasifikasi Tuberkulosis Paru Berdasarkan Tipe Pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe

pasien yaitu :

a. Kasus baru

Page 5: paru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan.

b. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis

dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali  lagi berobat

dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif /

perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :

1) Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)

2) TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani

kasus tuberkulosis

c. Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2

bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai

d. Kasus gagal

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada

akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan

e. Kasus kronik

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan

ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik

f. Kasus Bekas TB

Page 6: paru

1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran

radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan

gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung

2) Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan

OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi

(PDPI, 2006).

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan dahak dan bahan lain

Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor

cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin,

faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara mikroskopik

maupun biakan.

1) Pemeriksaan mikroskopik:

Mikroskopik biasa        :    pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens:     pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk

screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif

1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian

bila 1 kali positif, 2 kali negatif ®  BTA positif

bila 3 kali negatif ® BTA negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi

WHO).

Page 7: paru

Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :

a) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang

ditemukan

c) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

d) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

e) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+) (PDPI,

2006).

2) Pemeriksaan biakan

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara:

a) Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh

b) Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat

mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than

tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik

dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin

maupun pencampuran dengan cyanogen bromide  serta melihat pigmen yang timbul

(PDPI, 2006).

b. Pemeriksaan radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,

top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi

gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). 

1) Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

Page 8: paru

a) Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior  lobus atas paru dan

segmen superior lobus bawah

b) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau

nodul

c) Bayangan bercak milier

d) Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)    

2) Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

a) Fibrotik

b) Kalsifikasi

c) Schwarte atau penebalan pleura

d) Luluh paru  (destroyed Lung ) : Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan

jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran

radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis

parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan

gambaran radiologi tersebut. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi

untuk memastikan aktiviti proses penyakit (PDPI, 2006).

2. Bekas tuberkulosis dengan destroyed lung (TDL)

Bekas tuberkulosis dengan destroyed lung (TDL) dapat dideskripsikan berupa

kerusakan parenkim paru akibat tuberkulosis paru yang terjadi selama beberapa tahun dan

meyebabkan obstruksi jalan napas kronik akibat perubahan restiksi. Obstruksi jalan napas

yang terjadi juga disebabkan adanya sel granulomatosa yang berada di dinding bronkus,

tekanan dari luar akibat pembesaran limfonodi peribronkial atau jaringan fibrosis sisa

stenosis endobronkial (Seo et all, 2005).

Page 9: paru

TDL lebih sering terjadi pada laki-laki usia 49-78 tahun dengan indeks massa tubuh

16-23 kg/m2. Manifestasi klinis yang sering muncul adalah sesak napas, batuk berdarah,

sputum purulent, nyeri dada, dan wheezing (Seo et all, 2005).

Berkurangnya volume paru pada pasien TDL digambarkan dengan terjadinya

destruksi dan fibrosis akibat overdistensi paru. Pasien dengan TDL akan tampak emfisema

dan fibrosis paru pada hasil HRCT scan (Seo et all, 2005).

3. Hubungan depresi akibat dukungan keluarga dengan tingkat penyembuhan penyakit

pasien

Pengaruh dukungan keluarga dalam keberhasilan pengobatan banyak diteliti para

peneliti, antara lain: Elvi Syahrina (Univeritas Syah Kuala, 2005) menemukan hubungan

dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat penderita depresi di Keutapang Dua

Banda Aceh. Dieter Naber (Jerman, 2007) pada penelitiannya terhadap pasien psikiatri

menemukan adanya dukungan keluarga yang menjalin hubungan yang harmonis dengan

pasien psikiatri, menyatakan pasien diuntungkan lebih dari sekedar obat saja,

dukungan keluarga juga membantu pasien tetapbaik dan patuh meminum obatnya.

Basaria Hutabarat (2007) menemukan pengaruh peran keluarga terhadap kepatuhan

minum obat penderita Kusta di Kabupaten Asahan. Berbagai teori tentang kepatuhan

berobat dan usaha agar berperilaku patuh berobat dikemukakan beberapa penulis, antara

lain:

1. Kepatuhan berobat sangat dipengaruhi oleh perilaku penderita

2. Cara terbaik mengubah perilaku adalah dengan memberikan informasi serta diskusi

dan partisipasi dari penderita (Sarwono, 1993; Notoadmodjo, 1997)

Page 10: paru

3. Agar perilaku penderita lebih patuh dibutuhkan memperkuat driving force dengan

menggalakkan persuasi dan memberi informasi (teori Force field Analysis dari Lewis)

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Dalam: Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta :PDPI.

Seo, Y.K., et all. 2005. Differences between Patients with TB-Destroyed Lung and Patients with COPD Admitted to the ICU. Tuberc Respir Dis, 70, 323-329.

Sarwono SW. 1993. Pendidikan kesehatan dan beberapa model perubahan perilaku. Dalam: Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Notoatmodjo S. 2003. Dalam: Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.Jakarta.

Basaria H. 2007. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap kepatuhan minum obat penderita Kusta di KabupatenAsahan. Available from http.//library.usu.ac.id. Diakses 03/10/2011