partisipasi masyarakat desa komodo dalam pengembangan ...
Transcript of partisipasi masyarakat desa komodo dalam pengembangan ...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan sektor andalan Kabupaten Manggarai Barat untuk
memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kabupaten Manggarai Barat
menyimpan potensi pariwisata yang tinggi apabila dibandingkan dengan
kabupaten-kabupaten lainnya di provinsi Nusa Tenggara Timur. Atraksi-atraksi
wisata alam dan budaya menyebar di seluruh Kabupaten Manggarai Barat
(Iriyono, dkk., 2013).
Salah satu potensi wisata alam andalan Kabupaten Manggarai Barat adalah
Taman Nasional Komodo (TNK) yang merupakan habitat asli binatang komodo
(Varanus komodoensis). Naga komodo merupakan kadal terbesar di dunia
(Barnard, 2011). Wisatawan mulai mengunjungi pulau-pulau (TNK) sejak
ditemukannya naga komodo yang merupakan atraksi utama dari wilayah ini
(Hitchcock, 1993 dalam Walpole dan Goodwin, 2001). Naga komodo khususnya
menarik jumlah kunjungan yang besar terutama wisatawan dari negara-negara
barat ke sebuah wilayah terpencil di Indonesia (Walpole dan Leader-Williams,
2002). Naga komodo merupakan aset terpenting dari TNK dan menjadi
kebanggaan masyarakat Indonesia (Iriyono, dkk., 2013).
Selain daya tarik utama naga komodo, Taman Nasional Komodo (TNK)
juga menyimpan berbagai potensi wisata seperti keanekaragaman hayati, antara
lain: monyet ekor panjang, burung-burung, kuda liar, burung walet, ikan pari,
2
lumba-lumba, ikan paus dan sebagainya. TNK juga memiliki potensi wisata
bahari seperti pantai merah (pink beach), terumbu karang, berbagai jenis ikan, dan
sebagainya. Banyak wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik
mengunjungi TNK untuk melakukan aktifitas memancing, kano atau bersampan,
diving dan snorkeling. Sedangkan di daratan, potensi wisata alam yang bisa
dilakukan adalah pengamatan satwa, hiking, berkemah, dan sebagainya (Renstra
BTNK 2010-2014).
Potensi wisata yang dimiliki Taman Nasional Komodo (TNK) menarik
wisatawan untuk berkunjung. Jumlah wisatawan yang mengunjungi TNK
mengalami peningkatan tiap tahunnya. Data Statistik Balai Taman Nasional
Komodo Tahun 2013 (2014), menunjukkan bahwa jumlah pengunjung ke TNK
mengalami perkembangan tiap tahunnya. Pada tahun 2008, jumlah pengunjung
TNK sebesar 21.726 orang dan terus mengalami perkembangan hingga tahun
2013, terdapat 63.801 orang yang berkunjung. 85% wisatawan yang mengunjungi
TNK adalah wisatawan mancanegara (Iriyono, dkk. 2013), selebihnya adalah
wisatawan dari dalam negeri. Perkembangan jumlah pengunjung ke TNK
merupakan peluang sekaligus tantangan bagi pengelolaan ekowisata TNK ke
depannya, mengingat TNK bukan saja sebagai destinasi ekowisata andalan
Kabupaten Manggarai Barat yang merupakan sumber PAD, tetapi juga sebagai
wilayah konservasi untuk melindungi habitat asli hewan komodo maupun seluruh
ekosistemnya.
Naga komodo atau Ora dalam bahasa lokalnya merupakan jenis biawak
pra-sejarah terbesar di dunia. Hewan ini merupakan hewan langka yang
3
dilindungi. Keberadaan hewan komodo bisa dijumpai di kebun binatang di
berbagai belahan bumi. Namun, habitat asli komodo adalah di Taman Nasional
Komodo. Masyarakat setempat memiliki sebuah legenda mengenai hewan langka
komodo. Menurut legenda tersebut, hewan komodo dilahirkan dari seorang wanita
dan mempunyai saudara kembar manusia. Berikut ini merupakan legenda dari
hewan komodo:
“Pada zaman dahulu, hiduplah seorang Putri. Orang memanggilnya Putri
Naga Komodo. Putri menikah dengan seorang Pria yang bernama Majo.
Dari pernikahan ini, Putri melahirkan sepasang bayi kembar: Satu laki
yang diberi nama si Gerong dan satu perempuan berwujud komodo diberi
nama Ora. Si Gerong dipelihara oleh orang tuanya di kampung, tetapi si
Ora dibesarkan di hutan karena orang tuanya tidak sanggup menanggung
malu akibat wujud Ora yang berupa komodo. Kedua saudara kembar ini
tidak mengenal satu sama lainnya. Tahun berlalu, setelah beranjak
dewasa, si Gerong pergi ke hutan hendak berburu rusa. Dia berhasil
membunuh seekor rusa, namun ketika Gerong hendak mengambil rusa
buruannya, tiba-tiba dari balik semak muncul seekor biawak raksasa dan
merebut rusa tersebut. Perkelahian antara Gerong dan biawak pun tidak
dapat terhindakan. Dalam perkelahian itu, muncul baying-bayang Putri
Naga Komodo melerai mereka. Kepada si Gerong yang hendak
membunuh biawak, Putri Naga Komodo mengatakan:” Jangan bunuh
binatang ini, Dia adalah adik perempuanmu”. Sejak saat itu penduduk
setempat memperlakukan komodo dengan hormat. Komodo dibiarkan
hidup liar, memburu mangsanya seperti rusa dan babi hutan. Sementara
bagi komodo tua yang tidak bisa mencari mangsa sendiri, penduduk
setempat memberikannya makanan”.
Taman Nasional Komodo (TNK) resmi dibentuk melalui Pengumuman
Menteri Petanian tanggal 6 Maret 1980 tentang Pembentukan Taman Nasional.
TNK terdiri atas tiga pulau besar, yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Pulau
Padar serta beberapa pulau kecil. Tujuan pembentukan TNK di antaranya adalah
untuk melindungi keanekaragaman hayati terutama satwa komodo dan tempat
pemijahan ikan komersial untuk persediaan perairan penangkapan ikan di
sekelilingnya serta pemanfaatkan sumberdaya kawasan secara lestari, untuk
4
wisata, pendidikan, dan penelitian (Rencana Pengelolaan 25 Tahun Taman
Nasional Komodo, 2000).
Pengelolaan kepariwisataan Taman Nasional Komodo (TNK) saat ini
adalah melalui pendekatan ekowisata. Iriyono dkk. (2013) menjelaskan bahwa
aktifitas pariwisata TNK merupakan sebuah aktifitas ekowisata yang berhubungan
dengan naga komodo dan keanekaragaman hayati di dalamnya. Potensi pariwisata
dalam TNK faktanya sangat kompetitif dalam pemasaran global karena berhasil
mendatangkan lebih dari 50.000 orang per tahun dan 85% dari mereka adalah
wisatawan asing.
Ekowisata merupakan suatu bentuk perjalanan wisata yang bertanggung
jawab ke area-area alami yang dilakukan dengan tujuan konservasi lingkungan
serta melestarikan kehidupan dan menyejahterakan penduduk setempat (The
Ecotourism Society, 1990). Ekowisata menekankan pentingnya konservasi
lingkungan serta kesejahteraan masyarakat penyelenggara ekowisata. Ekowisata
merupakan aktivitas yang ramah lingkungan dan sanggup mendukung konservasi
keanekaragaman hayati. Ekowisata merupakan sebuah bentuk pariwisata yang
menekankan partisipasi masyarakat dalam pengembangannya (Baksh, dkk., 2012)
Pengembangan ekowisata Taman Nasional Komodo (TNK) saat ini tidak
lepas dari berbagai kendala. Permasalahan yang berkaitan dengan pemanfaatan
jasa lingkungan dan wisata alam TNK seperti yang terangkum dalam Rencana
Strategis Balai Taman Nasional Komodo 2010-2014, di antaranya adalah: 1).
Pemanfaatan kayu di kawasan oleh masyarakat untuk kayu bakar dan bahan baku
cenderamata, 2). Belum maksimalnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
5
dari sektor ekowisata, dan 3). Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan TNK
rata-rata merupakan masyarakat miskin yang menggantungkan hidupnya dari
kekayaan sumberdaya alam hayati TNK.
Desa Komodo merupakan salah satu desa dalam kawasan Taman Nasional
Komodo (TNK). Desa ini terletak di Pulau Komodo dan menjadi bagian dalam
pengelolaan TNK. Sesuai dengan pengelolaan TNK yang menggunakan sistem
zonasi, Desa Komodo terletak dalam zona khusus pemukiman, segala aktivitas
dalam zona khusus pemukiman harus sesuai dengan peruntukkan pembentukan
zona ini.
Desa Komodo sebagai desa yang berada di Pulau Komodo merupakan
desa yang secara langsung merasakan dampak dari kegiatan ekowisata di Pulau
Komodo. Mayoritas masyarakat Desa Komodo yang secara turun-temurun
merupakan nelayan tradisional yang menggantungkan hidupnya dari hasil
tangkapan laut, namun sejalan dengan semakin berkembangnya ekowisata di
Pulau Komodo, masyarakat Desa Komodo kini mulai beralih profesi ke sektor
ekowisata.
Ekowisata selalu menekankan partisipasi lokal, kepemilikan maupun
peluang usaha khususnya bagi masyarakat rural (Epler Wood, 2002). Adapun
masyarakat Desa Komodo saat ini telah berpartisipasi dalam pengembangan
ekowisata di Pulau Komodo. Partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo tidak lepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhi masyarakat Desa Komodo itu sendiri. Berbagai bentuk partisipasi
masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo
6
memberikan berbagai manfaat terhadap masyarakat Desa Komodo maupun
terhadap lingkungan di Pulau Komodo.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan berbagai permasalahan yang telah diuraikan dalam latar
belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam penelitian ini diuaraikan
sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk-bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi partisipasi masyarakat Desa
Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo?
3. Apa dampak positif partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji partisipasi masyarakat
Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo, Taman
Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bentuk-bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo
7
2. Mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo.
3. Mengetahui dampak positif partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat
secara akademis maupun praktis.
1.4.1 Manfaat Akademis
Manfaat akademis dari penelitian ini, yaitu bahwa hasil dari penelitian ini
diharapkan mampu memberikan informasi maupun tambahan ilmu pengetahuan
bagi penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan pemikiran kepada berbagai pihak yang berkepentingan dalam
kepariwisataan Taman Nasional Komodo umumnya maupun di Pulau Komodo
khususnya.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL
PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Terdapat tiga penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang dianggap
masih relevan, dimanfaatkan sebagai bahan referensi maupun sumbangan
pemikiran dalam penelitian ini. Tiga penelitian terdahulu yang dianggap relevan
dengan topik penelitian ini adalah sebagai berikut.
Baksh, dkk. (2012), dalam penelitiannya yang berjudul “Community
Participation in the Development of Ecotourism: A Case Study in Tambaksari
Village, East Java Indonesia”. Adapun tujuan dari penelitian yang mereka
lakukan adalah untuk mengidentifikasi partisipasi masyarakat dalam
pengembangan ekowisata di Desa Tambaksari, Jawa Timur, Indonesia. Data
dalam penelitian tersebut dikumpulkan melalui teknik interview dengan
menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) serta melakukan pengamatan
lapangan (observasi). Daftar pertanyaan didistribusikan kepada 170 responden
secara acak. Daftar pertanyaan yang disebarkan mengenai keterlibatan masyarakat
lokal dalam tahap perencanaan, partisipasi dalam pengambilan keputusan,
partisipasi dalam manajemen, manfaat dari pariwisata dan keterlibatan masyarakat
lokal dalam evaluasi. Data yang dikumpulkan dianalisa dengan teknik statistik
deskriptif. Hasil dari penelitian mereka menunjukkan bahwa terdapat hambatan-
hambatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata. Hambatan-
9
hambatan pokok meliputi partisipasi masyarakat mulai dari perencanaan,
pengambilan keputusan dan tahap implementasi.
Adapun relevansi penelitian Baksh, dkk dengan penelitian ini adalah
sama-sama mengkaji partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata,
meskipun terdapat perbedaan dalam beberapa rumusan permasalahan, teknik
pengumpulan data maupun lokasi penelitian. Penelitian Baksh memberikan
beberapa masukan bagi penulis dalam melakukan penelitian ini, di antaranya
mengenai tahapan partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata
maupun hambatan-hambatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan
ekowisata.
Penelitian Dewi (2012) dengan judul “Partisipasi Dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa Beraban Dalam Pengelolaan Secara Berkelanjutan Daya Tarik
Wisata Tanah lot”, mengemukakan tiga rumusan permasalahan, yaitu bagaimana
bentuk partisipasi masyarakat desa Beraban dalam mengelola Tanah Lot,
bagaimana proses pemberdayaan masyarakat desa dalam mengelola Tanah Lot,
dan bagaimana manfaat pengelolaan Tanah Lot bagi masyarakat dan bagi
keberlanjutan Tanah Lot. Metode penelitian yang digunakan oleh Dewi dalam
penelitiannya adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui
wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Data yang berhasil
dikumpulkan dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi tersebut menunjukkan bahwa
Masyarakat Desa Beraban telah berpartisipasi dalam pengelolaan Tanah Lot sejak
tahun 2000 sampai sekarang. Bentuk keterlibatan masyarakat Beraban berupa
10
partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Proses pemberdayaan masyarakat Beraban
dilihat dari empat bentuk, yaitu pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan psikologis
pemberdayaan sosial dan pemberdayaan politik. Adapun manfaat yang diperoleh
masyarakat Beraban di antaranya terbukanya kesempatan kerja dan masyarakat
memperoleh tambahan pendapatan. Selain itu, manfaat yang diterima Tanah Lot
adalah fasilitas pendukung pariwisata yang ditata rapi dan adanya rasa peduli
masyarakat untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan Tanah Lot.
Terdapat dua kemiripan dalam tujuan penelitian Dewi dengan penelitian
ini, yaitu untuk mengetahui bentuk partisipasi maupun manfaat dari partisipasi
masyarakat. Meskipun terdapat kemiripan, hasil penelitiannya akan jauh berbeda
mengingat konteks lokasi penelitian yang berbeda dengan latar belakang sosial,
politik dan sebagainya yang sangat berbeda antara dua lokasi penelitian ini.
Namun, temuan-temuan dari penelitian yang dilakukan Dewi tersebut
memberikan masukan bagi penulis dalam melakukan penelitian ini. Selain itu,
berbagai referensi yang termuat dalam daftar kepustakaan memberikan masukan
mengenai referensi yang harus diketahui oleh penulis, sehingga dapat
mempertajam analisa dalam penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Suanda (2013) dengan judul “ Partisipasi
Masyarakat Desa Adat Kuta Dalam Pengelolaan Pantai Kuta Sebagai Daya Tarik
Wisata Yang Berkelanjutan”. Metode penelitian yang digunakan oleh Suanda
dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif deskriptif dengan teknik purposive
sampling. Adapun teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
11
partisipasi, tori motivasi, teori pariwisata berbasis masyarakat dan teori siklus
hidup destinasi wisata.
Kesamaan penelitian Suanda dengan penelitian ini adalah sama-sama
mengkaji mengenai partisipasi masyarakat dalam konteks pengembangan
pariwisata. Fokus Suanda dalam penelitiannya tersebut hanya pada satu aspek
pengembangan pariwisata, yaitu aspek pengelolaan. Perbedaan penelitian Suanda
dengan penelitian ini terletak pada lokus penelitian. Namun, berbagai hasil
temuan Suanda dalam penelitiannya memberikan berbagai tambahan informasi
mengenai bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata.
Hasil penelitian Suanda ini adalah berbagai bentuk partisipasi masyarakat
Desa Kuta, seperti menjaga keamanan, melaksanakan kebersihan, sebagai
pedagang pantai, melaksanakan konservasi penyu dan sebagai pengelola/staf pada
unit pedagang pantai. Sedangkan faktor-faktor yang memotivasi masyarakat Desa
Kuta dalam pengelolaan Pantai Kuta adalah faktor ekonomi, faktor upah, faktor
politik faktor afiliasi dan faktor pelestarian budaya serta lingkungan. Manfaat
partisipasi masyarakat Desa adat Kuta adalah peningkatan kesejahteraan,
membuka kesempatan kerja, pelestarian sosial dan budaya, dan memperoleh
tambahan pendapatan. Selain itu, manfaat yang diterima pantai Kuta adalah
fasilitas pendukung pariwisata menjadi lebih tertata dan adanya rasa kepedulian
masyarakat untuk menjaga kebersihan, pelestarian hewan langka serta lingkungan.
Berbagai penelitian yang telah dipaparkan tersebut memberikan masukan-
masukan yang bermanfaat kepada penulis dalam melakukan penelitian ini.
12
2.2 Konsep
Berbagai konsep yang dipaparkan pada bagian ini dimanfaatkan untuk
memberikan batasan terhadap terminologi teknis yang merupakan komponen dari
kerangka teori.
2.2.1 Ekowisata
Rumusan ekowisata awalnya dikemukakan oleh Hector Ceballos-
Lascurain (1987), yaitu sebagai perjalanan ke tempat-tempat alami yang relatif
masih belum terganggu atau terkontaminasi dengan tujuan untuk mempelajari,
mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta
bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau
maupun masa kini. Rumusan Hector Ceballos-Lascurain ini kemudian
disempurnakan oleh The Ecotourism Society (1990) yang mendefinisikan
ekowisata sebagai suatu bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab ke
area-area alami yang dilakukan dengan tujuan konservasi lingkungan serta
melestarikan kehidupan dan menyejahterakan penduduk setempat.
Berikut adalah karakteristik umum dari ekowisata yang diidentifikasikan
oleh UNEP dan World Tourism Organisation (dalam WWF, 2001): Melibatkan
apresiasi bukan hanya kepada alam tetapi juga terhadap budaya-budaya pribumi;
Berisikan pendidikan dan interpretasi sebagai bagian dari tawaran kepada
wisatawan; Umumnya, tetapi tidak secara eksklusif, diorganisasikan bagi
kelompok-kelompok kecil oleh pemilik usaha lokal yang berspesialisasi;
Meminimalisir dampak-dampak negatif pada alam maupun lingkungan sosial-
budaya; Mendukung perlindungan area-area alami melalui keuntungan ekonomi
13
yang diperoleh bagi pengelola-pengelola area-area alami; Menyediakan
pendapatan dan pekerjaan alternatif bagi komunitas-komunitas lokal; dan
Meningkatkan kesadaran masyarakat lokal maupun pengunjung mengenai
konservasi.
Konsep ekowisata diserap oleh banyak negara dalam pembangunan
kepariwisataannya masing-masing. Indonesia merupakan salah satu negara yang
menerapkan pendekatan ekowisata dalam pembangunan pariwisatanya. Wakil
Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Indonesia, Dr. Sapta Nirwandar
mengungkapkan tujuan dari ekowisata Indonesia adalah: 1). Untuk menikmati
keindahan alami, 2). Melibatkan unsur pendidikan, pemahaman dan dukungan
terhadap konservasi, 3). Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Konsep
pembangunan ekowisata di Indonesia merujuk pada Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025) dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Dimana, Implikasi dari
RPJPN dan UU tersebut adalah bahwa pembangunan kepariwisataan di Indonesia
harus berdasarkan prinsip kepariwisataan yang memproteksi dan mengkonservasi
lingkungan serta memperhatikan keberlanjutannya (sustainability) yang
mencakup alam, sosial, ekonomi serta budaya.
Ekowisata Berbasis Basyarakat (EBM) merupakan ekowisata yang
dimiliki sekaligus dikelola oleh sebuah masyarakat (komunitas). EBM
menekankan pentingnya partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan
ekowisata serta mengutamakan masyarakat lokal sebagai pihak yang memperoleh
keuntungan lebih besar dari kegiatan ekowisata. Definisi Ekowisata Berbasis
14
Masyarakat menurut World Wide Fund for Nature (2001) adalah merupakan
sebuah bentuk ekowisata dimana masyarakat lokal memiliki kontrol yang kuat
serta keterlibatan dalam pengembangan dan manajemen maupun dalam
pembagian keuntungan yang lebih besar bagi masyarakat sendiri.
2.2.2 Partisipasi
Terdapat berbagai pengertian mengenai partisipasi, para ahli cenderung
mendefinisikan arti kata partisipasi sesuai dengan minat pengetahuan yang mereka
geluti. Partisipasi berasal dari kata bahasa Inggris “participation” yang berarti
pengambilan bagian, pengikutsertaan (Echols dan Shadily, 2000). Kamus besar
bahasa Indonesia menyebutkan bahwa partisipasi artinya perihal turut berperan
serta dalam suatu kegiatan.
Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan
emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk
memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta
turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Davis dalam
Sastropoetro, 1988:13).
Adisasmita (2006:41), partisipasi masyarakat adalah pemberdayaan
masyarakat, peran sertanya dalam kegiatan penyusunan perencanaan
implementasi program/proyek pembangunan, dan merupakan aktualisasi dan
kesediaan dan kemauan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap
implementasi program pembangunan.
Terdapat berbagai tahapan partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat sesuai
15
dengan hak dan kewajibannya sebagai subyek dan obyek pembangunan.
Keterlibatan dalam tahap pembangunan ini dimulai sejak tahap perencanaan
sampai dengan pengawasan berikut segala hak dan tanggung jawabnya (Kamus
Tata Ruang, 1998:79). Menurut Ericson (dalam Slamet, 1994:89) bentuk
partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi atas 3 tahap, yaitu:
1. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage). Partisipasi
pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap
penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitian dan
anggaran pada suatu kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan
memberikan usulan, saran dan kritik melalui pertemuan-pertemuan yang
diadakan;
2. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi
pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap
pelaksanaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan
tenaga, uang ataupun material/barang serta ide-ide sebagai salah satu
wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut;
3. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage). Partisipasi pada tahap
ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu
proyeksetelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat
pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan
memelihara proyek yang telah dibangun.
Munculnya paradigma pembangunan berkelanjutan mengindikasikan
adanya dua perspektif yaitu pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan,
16
perancangan, perencanaan dan pelaksanaan program atau proyek yang akan
mewarnai hidup mereka, sehingga dengan demikian dapatlah dijamin bahwa
persepsi masyarakat setempat, pola sikap dan pola pikir serta nilai-nilai dan
pengetahuannya ikut dipertimbangkan secara penuh; sedangkan yang kedua
adalah umpan balik yang hakikatnya merupakan bagian tak terpisahkan dari
kegiatan pembangunan (Jameison dalam Mikkelsen, 2003).
Partisipasi menurut FAO dalam Mikkelsen (2003), yaitu:
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa
ikut serta dalam pengambilan keputusan.
2. Partisipasi adalah pemekaan (membuat peka) pihak masyarakat untuk
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi
proyek-proyek pembangunan.
3. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa
orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan
kebebasannya untuk melakukan hal itu.
4. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan
para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar
supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-
dampak sosial.
5. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan
yang ditentukannya sendiri.
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan, dan lingkungan mereka.
17
Menurut Conyers (1994:154), ada tiga alasan utama mengapa partisipasi
masyarakat mempunyai sifat sangat penting. Pertama, partisipasi masyarakat
merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan
dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan
serta proyek-proyek akan gagal. Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai
proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan
dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek
tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. Ketiga,
timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat
dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan
bahwa merekapun mempunyai hak untuk turut memberikan saran dalam
menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan.
Tipologi partisipasi menurut Jules Pretty (1995) dalam Mowforth dan
Munt (2000) dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut.
18
Tabel 2.1
Tipologi Partisipasi Pretty
No Tipologi Karakteristik
1
Partisipasi
manipulatif
Ini merupakan bentuk partisipasi yang paling lemah. Karakteristiknya
yang mana, masyarakat seolah-olah dilibatkan dan diberi kedudukan
dalam organisasi resmi, namun mereka tidak dipilih dan tidak
memiliki kekuatan
2
Partisipasi
pasif
Masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang terjadi dan
yang telah terjadi. Pemberitahuan ini sifatnya hanya sepihak, tanpa
memperhatikan tanggapan masyarakat dan hanya terbatas di kalangan
tertentu saja.
3
Partisipasi
konsultatif
Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultansi, melakukan
dengan pendapat, sedangkan orang luar hanya mendengankan,
menganalisis masalah dan pemecahannya. Namun, belum ada peluang
untuk pembuatan keputusan bersama. Para profesional tidak
berkewajiban untuk memasukan pandangan masyarakat untuk
ditindaklanjuti.
4
Partisipasi
insentif
material
Masyarakat berpartisipasi dengan menyumbangkan tenaga dan jasa
untuk mendapatkan imbalan, baik berupa uang maupun bentuk materi
lainnya. Mereka tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau
eksperimen yang dilakukan, sehingga masyarakat tidak menguasai
teknologinya dan tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-
kegiatan tersebut setelah insentif dihentikan.
5
Partisipasi
fungsional
Partisipasi yang diawali oleh kelompok luar sebagai sarana untuk
mencapai tujuan, terutama untuk mengurangi pembiayaan.
Masyarakat dapat berpartisipasi dengan membentuk kelompok-
kelompok untuk mencapai tujuan proyek. Keterlibatan masyarakat
dalam partisipasi ini dapat secara interaktif dan terlibat dalam
pengambilan keputusan, namun cenderung setelah keputusan utama
dibuat oleh kelompok luar. Secara kasar dapat dikatakan, masyarakat
masih berpartisipasi hanya untuk melayani kepentingan orang luar.
6
Partisipasi
interaktif
Masyarakat berperan dalam analisis untuk perencanaan kegiatan,
pembentukan dan penguatan kelembagaan setempat. Partisipasi
dipandang sebagai hak, bukan sebagai cara untuk mencapai tujuan
semata. Proses partisipasi ini melibatkan metode interdisipliner yang
mencari keberagaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur
dan sistematis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol
keputusan-keputusan mereka dan menentukan seberapa besar sumber
daya yang tersedia dapat digunakan, sehingga mereka memiliki andil
dalam keseluruhan proses kegiatan.
7
Partisipasi
mandiri
Masyarakat berpartisipasi dengan cara mengambil inisiatif secara
bebas untuk mengubah sistem. mereka mengembangkan kontak
dengan lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan dukungan
teknis serta sumber daya yang diperlukan.
Sumber: Mowforth dan Munt (2000)
19
Berikut adalah tipologi partisipasi masyarakat menurut Pretty secara
umum berdasarkan jenisnya (Scheyvens, 2002: 55):
1. Partisipasi pasif (passive participation) biasanya masyarakat dilibatkan
dalam tindakan yang telah dipikirkan, dirancang dan dikontrol oleh orang
lain atau pihak lain. Apabila dikaitkan dengan masyarakat dalam aspek
pariwisata, hal ini ditandai dengan sedikitnya keterlibatan masyarakat
dalam proses dari semua kegiatan pariwisata di daerah pembangunan
pariwisata sehingga kurang adanya kontrol dari masyarakat atas
perkembangan pariwisata di daerah tersebut. Masyarakat hanya terlibat
sebatas pelaku suatu kegiatan tanpa sebagai perancang, pengawas atau
pengontrol.
2. Partisipasi aktif (active participation) yaitu suatu proses pembentukan
kekuatan untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi dengan
melakukan suatu perencanaan, pengelolaan, sampai pada tahap
pengawasan. Dalam aspek pariwisata, ditunjukkan dengan mudahnya
masyarakat lokal mendapat informasi tentang pembangunan pariwisata di
daerahnya, secara langsung dilibatkan dalam perencanaan dan
pengelolaan dari sebuah pembangunan pariwisata dengan memperhatikan
sumber daya yang mereka miliki.
Berdasarkan berbagai konsep yang telah dipaparkan tersebut maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa konsep partisipasi masyarakat dalam penelitian ini
didefinisikan sebagai sebuah proses peran serta masyarakat Desa Komodo baik
20
secara aktif maupun pasif mengambil bagian dalam upaya pengembangan
ekowisata di Pulau Komodo.
Kata “partisipasi” dan “keterlibatan” (involvement) dalam tesis ini
merupakan dua kata yang saling berhubungan dan digunakan untuk saling
melengkapi satu sama lain (interchangeable), dengan dasar pertimbangan bahwa
keterlibatan masyarakat mengandung unsur partisipasi di dalamnya.
2.2.3 Masyarakat Lokal
Unsur masyarakat lokal yang dimaksudkan dalam penelitian ini ditujukan
kepada masyarakat Desa Komodo yang berlokasi di Pulau Komodo. Sebelum
langsung menuju ke masyarakat Desa Komodo, ada baiknya untuk memahami
konsep masyarakat dan konsep masyarakat lokal terlebih dahulu.
Menurut Koentjaraningrat (1994), kata masyarakat yang dalam istilah
bahasa Inggris disebut society berasal dari bahasa Latin socius yang berarti
kawan. Istilah masyarakat bersumber dari akar kata bahasa Arab syaraka yang
berarti ikut serta atau partisipasi. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat
oleh suatu identitas bersama.
Konsep masyarakat menurut Kotze dan Swanepoel (1983) memiliki empat
elemen utama. Keempat elemen tersebut adalah orang-orang, lingkungan
geografis, interaksi sosial, dan kesamaan. Schrel dan Edwards (2007),
menggambarkan masyarakat lokal sebagai kelompok orang dengan sebuah
kemiripan identitas, lebih jauh, mereka mencatat bahwa masyarakat lokal
21
seringkali memiliki hubungan yang kuat secara adat-istiadat, secara sosial, secara
ekonomi dan secara kebatinan dengan lingkungannya.
Undang-Undang republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam bab 1 Ketentuan Umum,
Pasal 1 butir ke 32, menyatakan bahwa Masyarakat hukum adat adalah kelompok
masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu
karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan
lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi,
politik, sosial, dan hukum.
Berdasarkan berbagai konsep mengenai masyarakat yang telah dipaparkan
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat lokal Pulau Komodo adalah
sebuah kelompok masyarakat yang mendiami sebuah wilayah di Pulau Komodo
yaitu Desa Komodo, di mana masyarakatnya memiliki kemiripan identitas serta
memiliki hubungan yang kuat secara adat-istiadat, sosial, ekonomi dan kebatinan
satu sama lain maupun dengan lingkungannya.
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata
Ekowisata merupakan suatu bentuk perjalanan wisata yang bertanggung
jawab ke area-area alami yang dilakukan dengan tujuan konservasi lingkungan
serta melestarikan kehidupan dan menyejahterakan penduduk setempat (The
Ecotourism Society, 1990). Ekowisata harus melibatkan masyarakat lokal,
menyalurkan keuntungan ekonomi bagi perlindungan lingkungan setempat, dan
berkontribusi bagi pemeliharaan keanekaragaman spesis-spesis lokal dengan
22
meminimalisir dampak pengunjung serta mempromosikan pendidikan bagi
wisatawan (Hill dan Hill, 2011). Konsep ekowisata menekankan pentingnya
konservasi lingkungan serta kesejahteraan masyarakat lokal penyelenggara
ekowisata.
Ross dan Wall (1999) mengemukakan fungsi-fungsi utama ekowisata
adalah perlindungan wilayah-wilayah alami, penciptaan keuntungan, pendidikan
dan partisipasi masyarakat lokal dan pembangunan masyarakat. Selanjutnya,
Cernea dalam Camposano-Cortez (2001), mengungkapkan bahwa partisipasi lokal
(masyarakat) memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat dalam
aktifitas pembangunan. Epler Wood (2002) menjelaskan bahwa “ecotourism has
always stressed local participation, ownership and business opportunities,
particularly for rural people “. (ekowisata selalu menekankan partisipasi lokal,
kepemilikan maupun peluang usaha khususnya bagi masyarakat rural). Adapun
penelitian dari Okazaki (2008) yang menyimpulkan bahwa pendekatan partisipasi
masyarakat telah dianjurkan sebagai sebuah bagian utuh pembangunan pariwisata
berkelanjutan (sustainable tourism). Baksh, dkk. (2012) menerangkan bahwa
ekowisata merupakan sebuah bentuk pariwisata yang menekankan partisipasi
masyarakat dalam pengembangannya. Dari berbagai pemaparan mengenai
ekowisata yang dipaparkan tersebut, dapat dilihat bahwa partisipasi masyarakat
lokal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan ekowisata.
Pada tahun 1985, Murphy menekankan pentingnya keterlibatan lokal
(masyarakat) dalam pengembangan pariwisata. Ia mengindikasikan bahwa
suksesnya pariwisata tergantung pada muhibbah (goodwill) dan kerjasama
23
masyarakat lokal karena mereka merupakan bagian dari produk wisata. Ia
memperlihatkan bahwa apabila pengembangan dan perencanaan pariwisata tidak
sesuai dengan aspirasi atau cita-cita dan kemampuan masyarakat lokal, maka hal
ini dapat merusak potensi industri pariwisata (Breugel, 2013).
Berbagai tahapan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata
menurut Goodman adalah mulai dari perencanaan, penentuan rancangan,
pelaksanaan sampai dengan pengawasan dan menikmati hasilnya atau yang
dikenal sebagai “genuine participation” atau dengan kata lain rakyat sebagai
pelaku pariwisata (Pitana, 2002). Partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai
sebuah proses yang di dalamnya terdapat masyarakat umum yang mengambil
bagian dalam pengambilan keputusan, baik sebagai individu maupun atas nama
perkumpulan atau asosiasi (André, 2012). Partisipasi melibatkan usaha yang
dilakukan untuk membuat orang mengetahui dengan baik hak-haknya untuk
berkontribusi dalam pengambilan keputusan serta menyediakan akses terhadap
informasi yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan yang
mempengaruhi publik (United Nations Publications, 2007).
Terdapat empat alasan pentingnya partisipasi dalam menunjang
keberhasilan suatu program atau kegiatan menurut Krishna dan Lovell (1985),
yaitu: Partisipasi diperlukan untuk meningkatkan rencana pengembangan program
atau kegiatan secara umum dan kegiatan prioritas secara khusus; Partisipasi
dikehendaki agar implementasi kegiatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
Partisipasi dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan program atau kegiatan;
Partisipasi dapat meningkatkan kesetaraan dalam implementasi kegiatan. Oleh
24
karena itu, partisipasi merupakan suatu tatanan mekanisme bagi para penerima
manfaat dari suatu program atau kegiatan.
Teori tipologi partisipasi masyarakat yang diperkenalkan oleh Tosun
(2004) dalam artikelnya, yaitu sebagai berikut:
1. Spontaneous Participation yang menjelaskan bahwa partisipasi aktif
bergerak dari bawah ke atas, yang merupakan partisipasi langsung dari
masyarakat itu sendiri dalam membuat suatu perencanaan sampai
pengambilan keputusan pada pengelolaan suatu kawasan.
2. Induced Participation mengenai bentuk partisipasi pasif dari masyarakat
karena bersifat dari atas ke bawah, dimana kaum mayoritas pembuat
kebijakan seolah-olah menyetujui tuntutan masyarakat dengan membagi
keuntungan dengan mereka hanya sekedar sebagai prasyarat hukum untuk
melibatkan masyarakat.
3. Coercive Participation merupakan bentuk partisipasi pasif dari atas ke
bawah, bersifat tidak langsung dari masyarakat dan tampak tidak adanya
partisipasi dan pembagian keuntungan serta tidak ada kompromi antara
pengelola dan masyarakat.
Menurut Keith Davis dalam Sastropoetro (1988:16), bentuk-bentuk
partisipasi meliputi: 1). konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa; 2). sumbangan
spontan berupa uang dan barang; 3). mendirikan proyek yang sifatnya berdikari
dan donornya berasal dari pihak ketiga; 4). mendirikan proyek yang sifatnya
berdikari dan dibiayai seluruhnya oleh masyarakat; 5). sumbangan dalam bentuk
kerja; 6). aksi massa; 7). mengadakan pembangunan di kalangan keluarga; dan 8).
25
membangun proyek masyarakat yang bersifat otonom. Adapun jenis-jenis
partisipasinya meliputi: 1). pikiran; 2) tenaga; 3) pikiran dan tenaga; 4) keahlian;
5) barang; dan 6) uang.
Berbagai teori mengenai partisipasi masyarakat yang telah dipaparkan
tersebut dimanfaatkan untuk menganalisa rumusan permasalah yang pertama
dalam penelitian ini yaitu bagaimana partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo.
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat
yang dipaparkan pada bagian ini merupakan berbagai teori yang dipaparkan oleh
para ahli maupun ringkasan dari berbagai hasil penelitian yang berhubungan
dengan berbagai faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
pengembangan ekowisata.
Jenkins (1993) dalam Bagul (2009) mengidentifikasi tujuh hal yang
merintangani partisipasi masyarakat dalam perencanaan pariwisata, yaitu: Publik/
Masyarakat umumnya kesulitan dalam memahami kerumitan maupun
permasalahan teknis perencanaan, masyarakat tidak selalu menyadari atau
mengerti perihal proses pengambilan keputusan (decision-making process),
terdapat kesulitan dalam mencapai dan mempertahankan keterwakilan dalam
proses pengambilan keputusan, sikap apatis masyarakat, meningkatnya ongkos
dalam hal pegawai maupun keuangan, panjangnya proses pengambilan keputusan
dan dampak-dampak yang merugikan pada efisiensi pengambilan keputusan.
26
Tosun (2000) mengemukakan mengenai hal-hal yang membatasi atau
kendala bagi masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan pariwisata. Ia
membagi 3 (tiga) hal utama yang membatasi masyarakat untuk berpartisipasi
dalam proses pembangunan pariwisata dalam konteks negara berkembang, yaitu
Keterbatasan-keterbatasan Operasional, Struktural dan Kebudayaan.
1. Keterbatasan Operasional (operational limitations), di antaranya:
Pemusatan administrasi publik dalam bidang pariwisata, kurangnya
koordinasi, dan kurangnya Informasi.
2. Keterbatasan struktural (Structural limitations), di antaranya: Attitudes of
professionals, kurangnya keahlian, dominasi elit, kurangnya peraturan
yang sesuai, kurangnya sumber daya manusia terlatih, tingginya biaya
partisipasi masyarakat, dan kurangnya sumber-sumber pendanaan
3. Keterbatasan Kebudayaan (Cultural Limitations), di antaranya: Kapasitas
yang terbatas dalam masyarakat miskin, dan sikap apatis dan tingkat
kesadaran yang rendah dalam komunitas lokal.
Berbagai hal yang menghambat partisipasi masyarakat dalam proses
pengembangan pariwisata yang disampaikan Tosun tersebut merupakan
generalisasi terhadap permasalahan yang menghambat partisipasi masyarakat
khususnya dalam negara-negara berkembang. Mengingat Indonesia merupakan
salah satu negara berkembang, maka teori yang disampaikan oleh Tosun tersebut
dapat diaplikasikan dalam penelitian ini.
Syerly (2003), melakukan penelitian mengenai partisipasi masyarakat
dalam program pembangunan perumahan nelayan Desa Penjajap di Desa
27
Pemangkat kota Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas. Hasil penelitiannya
menemukan bahwa faktor penghambat partisipasi tersebut adanya perencanaan
sentralistik, sifat ketergantungan masyarakat dan kebiasaan masyarakat,
sedangkan faktor yang mendorong mereka bersedia pindah adalah kondisi dan
kebutuhan masyarakat akan rumah, peran fasilitator (tim penyuluhan dan
pembinaan pemindahan penduduk) dan peran tokoh-tokoh formal dan informal
desa Penjajap dalam mendukung program tersebut.
Dewi (2014) dalam disertasinya, dimana salah satu tujuan penelitiannya
adalah untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat,
Ia menemukan bahwa ada tujuh faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat.
Faktor yang berpengaruh adalah faktor motivasi, mutu modal, pemahaman,
kepemimpinan, komunikasi, sosial budaya, dan faktor manajemen.
Gultom (2005) ketika mengevaluasi pelaksanaan program pemberdayaan
masyarakat (PPMK) di Kelurahan Kapuk, Jakarta Barat, dimana salah satu tujuan
penelitiannya adalah untuk mengetahui faktor-faktor kendala dan pendorong
dalam pelaksanaan program PPMK, menemukan bahwa kendala dalam
implementasi program PPMK sebagai berikut : (1) Faktor intern seperti
kemampuan pelaksana dalam pengelolaan dan tara cara pengorganisasian dan
lemahnya perencanaan kegiatan; (2) lemah potensi lokal; (3) Sistem kelembagaan
masyarakat tidak dimanfaatkan dalam pelaksanaan PPMK; (4) Sistem
pongelolaan PPMK bersifat sentralistis, birokratis, non-partisipatif; (5) lemahnya
dampak sosialisasi program. Sedangkan faktor yang dapat mendukung
Implementasi progam PPMK, yaitu: (1) Nilai sosial kultural masyarakat; (2)
28
Adanya sistem kelembagaan lokal yang tumbuh dari masyarakat; (3) motivasi dari
tokoh masyarakat akan pentingnya perubahan; (4) Adanya kepercayaan pada
kelompok organisasi lokal yang dapat membantu dalam pemenuhan kebutuhan
warga masyarakat.
Penelitian Wang, Pfister dan Morais (2006) menemukan bahwa
masyarakat lokal yang menyadari akan potensi manfaat dari pariwisata adalah
faktor yang mempengaruhi mereka dalam meningkatkan partisipasi mereka bagi
pariwisata. Dari temuan peneltian tersebut, dapat dilihat bahwa manfaat pariwisata
merupakan salah satu faktor yang memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pariwisata.
Kebutuhan merupakan salah satu faktor yang mendorong masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata. Abraham Maslow (dalam
Reksohadiprojo dan Handoko, 1996), membagi kebutuhan manusia sebagai
berikut:
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan manusia yang paling
dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan,minum,
perumahan, oksigen, tidur dan sebagainya.
2. Kebutuhan Rasa Aman
Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpuaskan, maka muncul
kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan
rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya
29
kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya dan jaminan
akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja.
3. Kebutuhan Sosial
Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal,
maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan,
afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain.
4. Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai
atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian
seseorang serta efektifitas kerja seseorang.
5. Kebutuhan Aktualisasi diri
Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling
tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi
yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan
kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang.
Dari berbagai hasil penelitian maupun teori-teori yang berkaitan dengan
faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat yang telah dipaparkan
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa; faktor yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu faktor yang mendorong
dan faktor yang menghambat partisipasi masyarakat. Berbagai teori mengenai
faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat yang telah dipaparkan tersebut
akan dimanfaatkan untuk mempertajam analisa mengenai faktor-faktor yang
30
mempengaruhi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di
Pulau Komodo.
2.3.3 Manfaat Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata
Dalam rumusan ekowisata ditekankan mengenai dua hal yaitu konservasi
lingkungan di mana ekowisata diselenggarakan dan kesejahteraan masyarakat
penyelenggara ekowisata. Masyarakat merupakan salah satu unsur yang tidak
terpisahkan dalam ekowisata. Partisipasi masyarakat merupakan suatu hal yang
mutlak diperlukan dalam pembangunan ekowisata. Partisipasi masyarakat dalam
pengembangan ekowisata memberikan berbagai manfaat, baik bagi lingkungan
maupun bagi masyarakat itu sendiri.
Menurut Apsari (2005), mengenai konsep pariwisata bahwa dalam
pengelolaan keberlanjutan seharusnya masyarakat dilibatkan dalam pemenuhan
kebutuhannya. Pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan untuk
pariwisata harus dapat memberikan keuntungan kepada masyarakat setempat
dalam bentuk peningkatan kesempatan kerja, diversifikasi kegiatan ekonomi
masyarakat setempat, meningkatkan pasar untuk produk-produk mereka, dan
memperbaiki infrastruktur.
McIntosh dan Goeldner (1986) menekankan pentingnya keterlibatan
masyarakat yang lebih luas agar mencapai lima tujuan dari pengembangan
pariwisata yaitu sebagai berikut;
1. Menyediakan sebuah kerangka kerja bagi peningkatan standar hidup
masyarakat lokal melalui manfaat ekonomi pariwisata;
31
2. Pengembangan infrastruktur dan penyediaan fasilitas-fasilitas rekreasi bagi
residen dan pengunjung;
3. Menjamin bahwa jenis-jenis pembangunan pusat-pusat pengunjung
maupun resort-resort sesuai dengan tujuan awal wilayah tersebut;
4. Menentukan sebuah program pengembangan yang konsisten dengan
kebudayaan, sosial dan filosofi ekonomi pemerintah dan masyarakat
penyelenggara; dan
5. Kepuasan pengunjung yang optimal.
Penelitian Stem, dkk (2003) menyimpulkan “In conclusion, under ideal
circumstances, ecotourism offers communities an opportunity to improve their
well-being and economic livelihood. It can also encourage individuals to conserve
forests and wildlife”. (kesimpulannya, dalam keadaan yang ideal, ekowisata
menawarkan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan
perekonomiannya. Ekowisata juga dapat mendorong setiap individu untuk
mengkonservasi hutan dan alam liar). Penelitian lainnya yang membuktikan
bahwa partisipasi berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat adalah
penelitian yang dilakukan Sebola dan Fourie (2006), menurut mereka konsep
partisipasi masyarakat dianggap sebagai alat untuk membantu ekowisata dan
pertumbuhan ekonomi lokal di komunitas pedesaan. Selanjutnya adalah penelitian
Aref dan Marof (2008) yang mendefinisikan bahwa partisipasi masyarakat dalam
pengembangan pariwisata adalah perlu apabila mereka diberikan pembagian
keuntungan yang adil bagi ekonomi lokal. Beberapa manfaat ekonomi yang
komunitas lokal dapat peroleh dari ekowisata adalah peluang kerja, pembangunan
32
yang berhubungan dengan infrastruktur (seperti jaringan jalan yang lebih baik dan
air) dan usaha ekowisata (Ezebilo, dkk., 2010).
Selain berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat setempat,
partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata juga berdampak positif
terhadap lingkungan penyelenggara ekowisata itu sendiri. Menurut Scheyvens
(2002), fakta bahwa orang asing bepergian jauh untuk mengunjungi sebuah
komunitas dan masyarakat lokal mendapatkan keuntungan dari hal tersebut dapat
meningkatkan penghargaan masyarakat terhadap sumber daya alami mereka. Rasa
kebanggaan ini membuat anggota masyarakat tersebut mengkonservasi
lingkungan mereka. Penelitian Bansal dan Kumar (2013) menjelaskan bahwa
partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata berdampak positif
terhadap terpeliharanya lingkungan di mana ekowisata tersebut diselenggarakan.
Partisipasi masyarakat dalam ekowisata dapat membuat sebuah promosi yang
positif bagi perlindungan lingkungan ekowisata.
Selanjutnya adalah dampak positif partisipasi masyarakat terhadap sosial
budaya masyarakat penyelenggara ekowisata. Partisipasi masyarakat dalam
pengembangan ekowisata mengakibatkan adanya interaksi antara masyarakat
yang berpartisipasi dengan sesama masyarakat, dengan wisatawan ataupun dengan
setiap stakeholders ekowisata pada umumnya. Pongponrat dan Pongquan (2007)
dalam penelitiannya menjelaskan bahwa hubungan sosial dan interaksi dalam
komunitas menjadi lebih kuat di antara berbagai stakeholders yang terlibat.
Adapun penjelasan mengenai hasil temuan Pongponrat dan Pongquan tersebut
adalah bahwa ketika masyarakat berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata,
33
terjadilah interaksi antar masyarakat, ataupun dengan seluruh stakeholders yang
terlibat. Melalui interaksi tersebut dapat menumbuhkan hubungan sosial yang
lebih kuat. Menurut Siahaan (2002:4) dalam Suciati (2006), partisipasi masyarakat
memiliki keuntungan sosial, politik, planning dan keuntungan lainnya, yaitu:
1. Dari pandangan sosial, keuntungan utamanya adalah untuk mengaktifkan
populasi perkotaan yang cenderung individualistik, tidak punya komitmen
dan dalam kasus yang ekstrim teralienasi. Di dalam proses partisipasi ini,
secara simultan mempromosikan semangat komunitas dan rasa kerjasama
dan keterlibatan.
2. Keuntungan lain dan public participation adalah kemungkinan tercapainya
hubungan yang lebih dekat antara warga dengan otoritas kota dan
menggantikan perilaku they/we menjadi perilaku us.
Selanjutnya menurut Piyaphan and Suwipa (2009); “ visitors learned local
traditions and culture which will help the community to solicit their support on
local cultural promotion and preservation in future”. (pengunjung mempelajari
tradisi-tradisi dan kebudayaan setempat yang akan membantu masyarakat
mendapatkan dukungan pengunjung bagi promosi kebudayaan setempat serta
pemeliharaan di masa yang akan datang). Penjelasan mengenai pendapat Piyaphan
and Suwipa tersebut adalah partisipasi masyarakat yang mengandaikan adanya
interaksi antara masyarakat dengan wisatawan. Dengan berinteraksi dengan
masyarakat lokal, wisatawan mempelajari tradisi dan budaya masyarakat,
sehingga mempengaruhi wisatawan tersebut untuk mendukung promosi budaya
maupun pemeliharaan pada masa yang akan datang.
34
Rangkuman dari berbagai teori maupun hasil penelitian mengenai manfaat
partisipasi masyarakat dalam ekowisata yang telah dipaparkan tersebut,
mengindikasikan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata
memberikan manfaat yang menyentuh tiga sektor, yaitu sektor ekonomi, sektor
lingkungan maupun sektor sosial budaya.
Berbagai teori mengenai manfaat partisipasi masyarakat dalam
pengembangan ekowisata yang telah dipaparkan tersebut akan dimanfaatkan
untuk mempertajam analisa mengenai rumusan masalah yang ketiga dalam
penelitian ini, yaitu mengenai dampak positif partisipasi masyarakat Desa
Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo.
2.4 Model Penelitian
Taman Nasional Komodo (TNK) merupakan salah satu destinasi wisata
andalan Kabupaten Manggarai Barat. Pengelolaan kepariwisataan TNK saat ini
adalah melalui pendekatan ekowisata. Iriyono dkk., (2013) menjelaskan bahwa
aktifitas pariwisata TNK merupakan sebuah aktifitas ekowisata yang berhubungan
dengan naga komodo dan keanekaragaman hayati di dalamnya. Konsep ekowisata
menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat maupun konservasi lingkungan
dalam pengelolaannya.
Pulau Komodo merupakan salah satu pulau yang berada dalam kawasan
Taman Nasional Komodo (TNK). Pulau ini merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam pengelolaan kawasan TNK. Pulau Komodo merupakan salah
satu habitat asli hewan komodo dalam kawasan TNK, hal tersebut yang
menjadikan Pulau Komodo sebagai salah satu destinasi ekowisata di TNK. Pulau
35
Komodo didiami oleh masyarakat lokal yang menempati sebuah wilayah yang
dinamakan Desa/Kampung Komodo.
Pengembangan ekowisata Taman Nasional Komodo (TNK) umumnya
maupun Pulau Komodo kususnya tidak lepas dari campur tangan pihak-pihak
pemangku kepentingan (stakeholders). Stakeholders yang terlibat dalam
pengembangan ekowisata berasal dari pemerintahan maupun swasta, seperti Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Balai Taman Nasional
Komodo, Bank Negara Indonesia, Yayasan Komodo Kita, Unicef, dan
sebagainya.
Ekowisata menekankan pentingnya partisipasi masyarakat lokal dalam
pengelolaannya. Masyarakat Desa Komodo sebagai masyarakat lokal Pulau
Komodo saat ini telah berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo. Berbagai bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo didorong oleh berbagai faktor yang
mempengaruhi masyarakat Desa Komodo itu sendiri. Partisipasi masyarakat Desa
Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo tentunya memberikan
berbagai dampak positif, baik terhadap masyarakat Desa Komodo sendiri maupun
terhadap lingkungan di Pulau Komodo.
Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan tersebut, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian tentang partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo. Penelitian ini ditujukan untuk
mengetahui berbagai bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo, faktor-faktor
yang mempengaruhi partisipasi masyarakat Desa Komodo, maupun dampak
36
positif partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di
Pulau Komodo. Ketiga rumusan permasalahan dalam penelitian ini dianalisa
dengan berbagai teori dan konsep yang relevan, sehingga akhirnya dapat ditarik
kesimpulan serta dapat memberikan saran yang bermanfaat bagi pengembangan
ekowisata di Pulau Komodo.
Model penelitian mengenai partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.
37
Gambar 2.1
Model Penelitian
Keterangan :
Hubungan satu arah
Hubungan yang saling mempengaruhi
Taman Nasional
Komodo
Partisipasi Masyarakat Desa Komodo
Dalam Pengembangan Ekowisata Di
Pulau Komodo
Bentuk Partisipasi
Masyarakat Desa
Komodo
Faktor Yang
Mempengaruhi Partisipasi
Masyarakat
Dampak Positif
Partisipasi Masyarakat
Kesimpulan &
Saran
Pulau Komodo
Stakeholders
Kepariwisataan TNK
TEORI
1. Partisipasi Masyarakat dalam
Pengembangan Ekowisata
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Partisipasi Masyarakat
3. Manfaat Partisipasi Masyarakat
dalam Pengembangan Ekowisata
Pembahasan
KONSEP
1. Ekowisata
2. Partisipasi
3. Masyarakat lokal
38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah untuk mengkaji ketiga rumusan
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu bentuk partisipasi
masyarakat Desa Komodo, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat, serta dampak positif partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo. Pendekatan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif dengan
mendeskripsikan berbagai fenomena yang terangkum dalam rumusan
permasalahan penelitian ini.
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan metode observasi, wawancara,
dan studi dokumen. Data yang diperoleh dianalisa dengan teknik analisis
deskriptif kualitatif. Selanjutnya, hasil analisis data disajikan secara secara formal,
yaitu dalam bentuk bagan, grafik, dokumen, gambar, dan sebagainya, dan secara
informal yaitu dalam bentuk narasi.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Komodo, Kecamatan Komodo,
Kabupaten Manggarai Barat. Desa ini merupakan bagian dari pengelolaan
kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Sesuai dengan sistem zonasi
pengelolaan kawasan TNK, Desa Komodo termasuk di dalam zona khusus
pemukiman.
39
Alasan dipilihnya Desa Komodo sebagai lokasi penelitian didasari
beberapa pertimbangan, yaitu: 1) Desa Komodo merupakan satu-satunya desa
dalam Pulau Komodo dan didiami oleh masyarakat setempat, 2) Desa Komodo
sebagai desa yang terletak di destinasi ekowisata yang sudah terkenal baik di
dalam negeri maupun di luar negeri tentunya menjadi desa yang paling banyak
mendapatkan imbas dari kegiatan ekowisata, 3) Masyarakat Desa Komodo
merupakan masyarakat yang secara langsung merasakan dampak dari
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo, dan 4) Masyarakat Desa Komodo
memiliki potensi yang dapat diberdayakan dalam pengembangan ekowisata di
Pulau Komodo.
Gambar 3.1 Peta Lokasi penelitian
Sumber: Iriyono, dkk. (2013)
Desa Komodo
40
3.3. Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Adapun data dalam penelitian ini terbagi dalam dua jenis, yaitu data
kualitatif dan data kuantitatif.
1. Data kualitatif
Data kualitatif adalah data non-angka (data yang tidak berupa angka) yang
merupakan pemadatan data dengan mengembangkan taksonomi, sistem
klasifikasi deskriptif yang mencakup jumlah keterangan yang
terkumpulkan dan menunjukkan keterkaitannya secara sistematis
(Wisman, 1996 dalam Suanda, 2013). Data kualitatif yang dikumpulkan
dalam penelitian ini, seperti pendapat masyarakat Desa Komodo, peraturan
daerah mengenai kepariwisataan, partisipasi masyarakat Desa Komodo
dan sebagainya.
2. Data kuantitatif
Data kuantitatif yaitu jenis data yang berupa angka-angka. Adapun data
kuantitatif yang dikumpulkan dalam penelitian ini, seperti data statistik
taman nasional komodo, jumlah masyarakat yang mendiami Desa
Komodo, jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Komodo, dan
sebagainya.
3.3.2 Sumber Data
1. Data primer
Menurut Sugiyono (2007), sumber data primer merupakan sumber data
yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer
41
diperoleh secara langsung dari sumbernya. Adapun data primer dalam
penelitian ini diperoleh dengan melakukan wawancara dengan narasumber
atau informan.
2. Data sekunder merupakan sumber data yang bukan diperoleh dari sumber
secara langsung. Sumber data ini bisa diperoleh dari buku teks, hasil
penelitian, majalah, publikasi ilmiah dan arsip-arsip resmi yang terkait
dengan penelitian, dan sebagainya. Adapun sumber data sekunder dalam
penelitian ini berupa dokumen yang telah dipublikasikan, seperti jurnal-
jurnal penelitian, buku-buku teks, data statistik Desa Komodo, Renstra
Balai Taman Nasional Komodo, kumpulan perundang-undangan, dan
sebagainya.
3.4. Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian kualitatif ini adalah peneliti sendiri.
Peneliti sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis,
penafsir data, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong,
2001). Peneliti sebagai instrumen utama dalam penelitian ini dibantu dengan
instrumen lain berupa pedoman wawancara dan daftar pertanyaan. Untuk
melakukan wawancara jarak jauh, penelitian ini menggunakan telepon sebagai
salah satu instrumen penelitian. Untuk mendokumentasikan data hasil wawancara
dan observasi lapangan dipergunakan instrumen berupa alat perekam suara,
kamera, maupun catatan lapangan.
42
3.5 Teknik Penentuan Informan
Berbagai informasi yang berhubungan dengan topik penelitian ini
diperoleh dari Informan atau narasumber melalui proses wawancara. Informan
adalah orang yang memiliki informasi tentang berbagai masalah yang ingin
diketahui oleh peneliti. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah orang-
orang yang dianggap oleh peneliti memiliki pengetahuan ataupun memiliki
pengalaman yang memadai mengenai topik penelitian ini (purposive).
Dasar pertimbangan penentuan informan dalam penelitian ini antara lain:
1) Mereka mengetahui kedalaman informasi sehubungan dengan masalah yang
diteliti, 2) Mereka yang diterima oleh berbagai kelompok dengan penentuan
kebijakan, 3) Mereka yang memiliki pengetahuan tentang masalah yang diteliti.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka informan yang dipilih dalam penelitian
ini, adalah seperti berikut:
1. Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat,
2. 2 (dua) orang Staf Balai Taman Nasional Komodo,
3. Kepala Desa Komodo
4. Sekretaris Desa Komodo,
5. 2 (dua) orang staf Resort Kampung Komodo
6. Program Manager Yayasan Komodo Kita
7. Masyarakat Desa Komodo;
6 (enam) pengerajin patung,
4 (empat) orang penjual cenderamata,
2 (dua) orang naturalist guide
43
2 (dua) orang Masyarakat Mitra Polhut (MMP)
Total jumlah informan yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah 22
orang. Daftar informan yang telah dijabarkan merupakan pemangku kepentingan
(stakeholders) kepariwisataan di TNK umumnya dan di Pulau Komodo khususnya
yang memiliki pengetahuan mengenai keadaan atau fenomena sebenarnya. Dari
informan-informan tersebut, peneliti memperoleh berbagai informasi yang terkait
dengan topik penelitian ini. Data yang spesifik mengenai informan yang dipilih
dalam penelitian ini, dapat dilihat pada lampiran satu tentang daftar informan pada
halaman 154.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang akurat tentunya diperlukan teknik yang tepat
dalam pengumpulan data. Terdapat berbagai teknik pengumpulan data dalam
penelitian kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan teknik observasi, wawancara dan studi dokumen.
3.6.1 Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam
penelitian kualitatif, yaitu dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung
di lokasi penelitian. Pengamatan secara langsung ini dimaksudkan agar peneliti
dapat melihat dan memahami secara langsung fenomena sebenarnya yang terjadi
di lokasi penelitian.
Adapun observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat dan
memahami secara langsung mengenai fenomena yang terkait dengan
permasalahan dalam penelitian ini, yaitu mengenai bentuk-bentuk partisipasi
44
masyarakat Desa Komodo, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi, serta
dampak positif partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan
ekowisata di Pulau Komodo
Data-data yang diperoleh selama pengamatan langsung di lokasi
penelitian didokumentasikan dengan cara direkam dengan video, mencatatnya
pada catatan lapangan dan difoto dengan menggunakan kamera.
3.6.2 Wawancara
Wawancara merupakan sebuah teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan percakapan dengan maksud tertentu (Moleong, 2012). Wawancara
adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu dan dengan
wawancara, peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang
partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi yang
tidak bisa ditemukan melalui observasi (Sugiyono, 2008). Wawancara merupakan
salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yaitu dengan cara
mengajukan pertanyaan kepada informan dengan tujuan untuk memperoleh
informasi yang berkaitan dengan topik penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara tatap muka
dan wawancara jarak jauh. Wawancara tatap muka dalam penelitian ini artinya
peneliti melakukan wawancara dengan informan secara langsung dengan bertatap
muka serta mengajukan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan topik
penelitian. Sedangkan wawancara jarak jauh dalam penelitian ini, artinya peneliti
melakukan wawancara dengan informan tanpa melakukan tatap muka. Instrumen
45
yang digunakan dalam wawancara jarak jauh adalah telepon dan informasi yang
diperoleh dari informan dalam wawancara jarak jauh dicatat pada buku catatan.
Dalam wawancara tentunya ada subyek yang diwawancarai. Subyek
wawancara biasa disebut informan atau narasumber. Informan dalam penelitian
ini sesuai dengan yang telah dipaparkan pada sub-bab sebelumnya mengenai
teknik penentuan informan.
Bentuk pertanyaan yang akan diajukan dalam wawancara merujuk pada
enam jenis pertanyaan yang diperkenalkan oleh Patton (1980), seperti berikut ini:
1). Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman atau perilaku, 2). Pertanyaan
yang berkaitan dengan pendapat atau nilai, 3). Pertanyaan yang berkaitan dengan
perasaan, 4). Pertanyaan tentang pengetahuan, 5). Pertanyaan yang berkaitan
dengan indera, dan 6). Pertanyaan yang berkaitan dengan latar belakang atau
demografi. Bentuk-bentuk pertanyaan yang diajukan dalam proses wawancara
dengan informan dalam penelitian ini, dapat dilihat secara lengkap pada lampiran
mengenai pedoman wawancara pada halaman 155.
Instrumen yang digunakan dalam proses wawancara adalah pedoman
wawancara, daftar pertanyaan atau kuesioner, perekam suara dan buku catatan.
Kuesioner atau daftar pertanyaan wawancara disusun sebelum peneliti melakukan
wawancara dengan informan. Hal ini dilakukan agar dalam proses wawancara
tetap fokus pada tujuan awal yaitu untuk menggali informasi mengenai
permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini. Dalam proses
wawancara, informasi yang diberikan oleh informan atau narasumber
46
didokumentasikan dengan alat perekam suara (tape recorder) atau dicatat pada
buku catatan.
3.6.3 Studi Dokumen
Studi dokumen merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam
penelitian kualitatif yaitu dengan cara mengumpulkan sejumlah dokumen yang
diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian, seperti
peta, data statistik, jumlah dan nama pegawai, data siswa, data penduduk, grafik,
gambar, surat-surat, foto, akte, dan sebagainya (Danial, 2009).
Dua jenis dokumen dalam penelitian ini adalah dokumen resmi dan
dokumen tidak resmi. Dokumen resmi merupakan dokumen yang berasal dari
orang atau institusi yang mempunyai kedudukan hukum resmi. Dokumen jenis ini
berupa Data Statistik, Undang-Undang, peraturan daerah dan sebagainya.
Dokumen jenis ini diperoleh dari instansi resmi pemerintah, seperti Dinas
Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Badan Pusat Statistik Kabupaten
Manggarai Barat, Kecamatan Komodo, Balai Taman Nasional Komodo dan
sebagainya. Sedangkan dokumen tidak resmi dalam penelitian ini berupa surat
kabar, gambar, situs berita on-line dan sebagainya.
3.7 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dengan teknik observasi, wawancara dan studi
dokumen dalam penelitian ini selanjutnya dianalisa dengan teknik analisis
deskriptif kualitatif. Menurut Moleong (2001), analisis data adalah proses
mengorganisir dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian
dasar sehingga dapat ditemukan tema untuk dirumuskan menjadi simpulan.
47
Selanjutnya, Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2012) menjelaskan analsisis
data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain.
Kusmayadi dan Sugiarto (2000) menjelaskan bahwa analisis deskriptif
kualitatif yaitu dengan memberikan ulasan atau interpretasi terhadap data yang
diperoleh sehingga menjadi lebih jelas dan bermakna dibandingkan dengan
sekedar angka-angka. Proses ini berusaha mendeskripskan fenomena atau
hubungan antar fenomena yang diteliti dengan sistematis, faktual dan akurat.
Adapun proses analisis data dengan teknik analisis deskriptif kualitatif
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Reduksi data
Sugiyono (2008) mengatakan bahwa mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya, dan membuang yang tidak perlu.
2. Penyajian data
Penyajian data dimasudkan agar lebih mempermudah bagi peneliti untuk
dapat melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu
dari data penelitian. Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2008)
menjelaskan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian kualitataif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
48
3. Penarikan kesimpulan
Menyimpulkan data merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan
mencari arti, makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data yang telah
dianalisis dengan mencari ha-hal penting. Dalam tahapan ini, data yang
telah direduksi dan disajikan selanjutnya dibuat kesimpulan, dengan
demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif akan dapat menjawab
rumusan masalah dalam penelitian ini.
3.8 Teknik Penyajian Hasil Analis Data
Setelah melakukan analisis data, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan
dalam penelitian ini adalah penyajian hasil analisis data. Penyajian hasil analisis
data dilakukan secara formal dan informal. Secara formal, hasil penelitian ini
disajikan dalam bentuk bagan, dokumen, gambar, dan tabel. Secara informal, hasil
penelitian ini akan disajikan dalam bentuk narasi. Dengan penyajian hasil analisis
data baik secara formal dan informal pembaca diharapkan dapat dengan mudah
mengerti dan memahami makna yang terkandung dalam tesis ini.
49
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Desa Komodo, Kecamatan Komodo,
Kabupaten manggarai Barat. Desa Komodo merupakan salah satu desa yang
berada dalam kawasan Taman Nasional Komodo. Untuk memahami gambaran
Desa Komodo secara lengkap adalah perlu untuk memahami Taman Nasional
Komodo terlebih dahulu, karena Desa Komodo merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam pengelolaan Taman Nasional Komodo.
4.1 Gambaran Umum Taman Nasional Komodo
4.1.1 Sejarah Taman Nasional Komodo
Satwa komodo menjadi terkenal di dunia ilmu pengetahuan ketika
P.A.Ouwens, seorang kurator pada Museum Zoologi Bogor menerima laporan
tentang penemuan satwa ini dari Perwira Pemerintah Hindia Belanda J.K.H. Van
Steyn, yang selanjutnya diberi nama Varanus komodensis Ouwens pada tahun
1912 pada tulisan P.A. Ouwens yang berjudul “On a Large Species from The
Island of Komodo”. Berawal dari penemuan tersebut muncul kesadaran dari
berbagai pihak untuk menjaga kelestarian satwa ini, hal ini terlihat pada beberapa
peraturan awal yang memuat upaya perlindungan Satwa komodo (Rencana
Renstra BTNK 2010 – 2014), yaitu:
1. Surat Keputusan Sultan Bima tahun 1915 tentang Perlindungan komodo
(Verordening van het Sultanat van Bima).
50
2. Surat Keputusan Pemerintah Daerah Manggarai tahun 1926 tentang
Perlindungan Komodo (Besluit van het Zelfbestuur van het Landschap
Manggarai).
3. Surat Keputusan Residen Timor tahun 1927 tentang pengesahan SK
Pemerintah Daerah Manggarai pada butir 2 di atas.
Adapun kronologis pembentukan Taman Nasional Komodo adalah sebagai
berikut (Renstra BTNK 2010 – 2014):
1. Zelfbestuur van Manggarai, verordening No.32/ 24 September 1938
tentang Pembentukan Suaka Margasatwa Pulau Padar, Bagian Barat dan
Selatan Pulau Rinca.
2. Residen van Timor en onder horigheden No.19/ 27 Januari 1939
(Pengesahan Peraturan Daerah pada butir 1)
3. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.66/Dep.Keh/1965 tanggal 21
Oktober 1965 tentang Penunjukkan Pulau Komodo sebagai Suaka
Margasatwa seluas 31.000 Ha.
4. Surat Keputusan Gubernur KDH Tk. I Nusa Tenggara Timur No.32 Tahun
1969 tanggal 24 Juni 1969 tentang penunjukkan Pulau Padar, Pulau Rinca
dan Daratan Wae Wuul/Mburak sebagai Hutan Wisata/ Suaka Alam seluas
20.500 Ha.
5. Surat Keputusan Dirjen Kehutanan No.97/Tap/Dit Bina/1970, tentang
Pembentukan Seksi PPA di Labuan Bajo.
6. Taman Nasional Komodo ditetapkan sebagai A Man and Biosphere
Reserve (MAB) pada tahun 1977 oleh UNSECO.
51
7. Pengumuman Menteri Petanian tanggal 6 Maret 1980 tentang
Pembentukan Taman Nasional Komodo.
8. Keputusan Dirjen PHPA No.46/Kpts/VI-Sek/84 tanggal 11 Desember
1984 tentang Penunjukkan Wilayah Kerja Taman Nasional Komodo.
9. Taman Nasional Komodo ditetapkan sebagai World Heritage Site oleh
UNESCO pada tahun 1991.
10. Keputusan Menteri Kehutanan No.306/Kpts-II/92 tanggal 29 Pebruari
1992 tentang Perubahan Fungsi Suaka Margasatwa Pulau Komodo, Pulau
Rinca, Pulau Padar seluas 40.728 Ha serta Penunjukkan Perairan Laut di
sekitarnya seluas 132.572 Ha yang terletak di Kabupaten Dati II
Manggarai Propinsi Dati I Nusa Tenggara Timur menjadi Taman Nasional
dengan nama Taman Nasional Komodo.
11. Komodo ditetapkan oleh Presiden RI sebagai Satwa Nasional melaui
Keppres No. 4 tahun 1992 tanggal 9 Januari 1992.
12. Tahun 2000, kawasan perairan TN. Komodo ditetapkan sebagai kawasan
pelestarian alam perairan oleh Menteri Kehutanan dengan luas 132.572
Ha.
13. Tahun 2006, TN. Komodo termasuk 21 Taman Nasional Model di
Indonesia sesuai dengan SK Direktur Jenderal PHKA Nomor SK.128/IV-
Sek/2006 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor
SK.69/IV-Set/HO/2006 tentang penunjukkan 20 (Dua puluh) Taman
Nasional sebagai Taman Nasional Model.
52
Sebagai habitat alami utama biawak raksasa, saat ini Taman Nasional
Komodo menyandang beberapa atribut nasional dan internasional (Desain Tapak
Pengelolaan Pariwisata Alam TNK, 2012), yaitu:
1. Man and Biosphere Reserve (MAB) dari UNESCO pada tahun 1977;
2. World Heritage Site dari UNESCO pada tahun 1991;
3. Taman Nasional Model tahun 2006;
4. The Real Wonder of The World (The Real WOW!) pada tahun 2011;
5. New7Wonders of Nature pada tahun 2012.
Tujuan pembentukan Taman Nasional Komodo (TNK) sebagaimana
terlampir dalam “Rencana Pengelolaan 25 Tahun Taman Nasional Komodo. Buku
I: Rencana pengelolaan” adalah untuk melindungi keanekaragaman hayati
(terutama satwa komodo) dan tempat pemijahan ikan komersial untuk persediaan
perairan penangkapan ikan di sekelilingnya.Tantangan utama adalah mengurangi
tekanan terhadap sumberdaya dan konflik antara berbagai kegiatan yang tidak
sesuai. Tujuan Umum dari TNK adalah : 1). Mengembangkan suatu kawasan
konservasi darat dan perairan di Taman Nasional Komodo, yang sepenuhnya
melindungi komunitas alami, spesies, dan ekosistem darat, pantai dan perairan, 2).
Menjamin kelangsungan hidup satwa komodo dalam jangka panjang dan menjaga
mutu habitatnya, 3). Memanfaatkan sumberdaya kawasan secara lestari, untuk
wisata, pendidikan, dan penelitian, dan 4). Melindungi populasi ikan terumbu
karang dan invertebrata dalam kawasan konservasi dari eksploitasi, sehingga
dapat berfungsi sebagai dan jaminan bagi sumber perikanan perairan di dalam dan
sekitar kawasan.
53
4.1.2 Kondisi Geografis
Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) terletak di antara 119°09’00’’-
119°55’00” Bujur Timur dan 8°20’00” - 8°53’00” Lintang Selatan. Secara
administratif, Taman Nasional Komodo terletak di Kecamatan Komodo,
Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Peta kawasan
Taman Nasional Komodo dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut:
Gambar 4.1 Peta Kawasan Taman Nasional Komodo
Sumber: Renstra BTNK 2010-2014
Taman Nasional Komodo (TNK) terdiri atas tiga pulau besar, yaitu Pulau
Komodo, Pulau Rinca dan Pulau Padar serta beberapa pulau kecil. Luas TNK
adalah 173.300 Ha yang meliputi 40.728 Ha daratan dan 132.572 Ha perairan laut.
Letak geografis kawasan ini di antara Pulau Flores (NTT) dan Pulau Sumbawa
54
(NTB), yang berbatasan dengan Laut Sumba pada bagian selatan dan Laut Flores
pada bagian utara.
4.1.3 Topografi, Tipe Iklim dan Biotik
Kondisi topografi Taman Nasional Komodo (TNK) umumnya
bergelombang, berupa bukit-bukit maupun gunung-gunung. Di beberapa tempat
dalam kawasan ini terdapat lereng yang terjal dan curam dengan kemiringan
mencapai 80% dan ketinggiannya berkisar antara 0-808 m dpl. Gunung tertinggi
dalam kawasan TNK adalah Gunung Ara dengan ketinggian 808 meter di atas
permukaan laut yang terletak di Pulau Komodo, serta diikuti oleh Gunung Ora
dengan ketinggian 667 meter di atas permukaan laut di Pulau Rinca.
Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) sangat dipengaruhi oleh angin
monsoon. Iklim TNK berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson iklimnya
termasuk klasifikasi jenis F (sangat kering). Bulan kering antara April - Oktober
dan bulan basah antara bulan November - Maret. Curah hujan rata-rata 200-1500
mm per tahun. Suhu berkisar antara 17-34°C, dengan tingkat kelembaban rata-rata
36 %. Padang savana mendominasi daratan di Taman Nasional Komodo (TNK),
dengan keadaan alam yang kering dengan sedikit sumber mata air tawar dan suhu
udara yang panas merupakan habitat kondusif bagi reptil purba biawak komodo.
4.1.4 Kondisi Sosial
Masyarakat dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) tinggal di
dalam zona pemukiman masyarakat tradisional. Terdapat tiga desa yang berada
dalam kawasan TNK yaitu Desa Komodo di Pulau Komodo, Desa Papagaran di
Pulau Papagaran, dan Desa Pasir panjang.
55
Jumlah penduduk yang tinggal dalam kawasan TNK menurut sensus yang
dilakukan pada tahun 2012 adalah 4,390 orang. Pada tabel 4.1 berikut dapat
dilihat jumlah penduduk yang mendiami kawasan TNK yang diperinci perdesa.
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Tiga Desa dalam Kawasan Taman Nasional Komodo
No Nama Desa Jumlah Jiwa Pada Tahun
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2012
1 Pasir panjang 1,048 1,163 2,055 2,070 1,291 1,198 1,245 1,562
2 Papagarang 1,014 1,112 936 1,301 1,282 1,305 1,358 1,252
3 Komodo 1,171 1,125 1,235 1,271 1,324 1,351 1,474 1,576
Jumlah 3,233 3,400 4,226 4,642 3,897 3,854 4,077 4,390
Sumber: Diolah dari Data Kecamatan Komodo (2014)
Tabel 4.1 merupakan tabel rekapitulasi jumlah penduduk ketiga desa yang
berada dalam kawasan Taman Nasional Komodo, yaitu Desa Pasir Panjang, Desa
Papagarang dan Desa Komodo. Dari tabel tersebut dapat dilihat jumlah
pertumbuhan penduduk yang cukup signifikan dari ketiga desa tersebut. Pada
tahun 2002, total jumlah penduduk yang mendiami ketiga desa berjumlah 3,233
seiring pertambahan waktu terjadi peningkatan jumlah penduduk yaitu mencapai
total 4,390 penduduk pada tahun 2012. Bertambahnya jumlah penduduk yang
mendiami wilayah sekitar kawasan TNK menyumbang permasalahan baru yang
dapat mengancam keberlangsungan kawasan konservasi TNK. Perluasan area
pemukiman dan bangunan pemukiman oleh masyarakat dalam zona pemukiman
masyarakat tradisional akibat bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun.
56
Masyarakat di dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) adalah
masyarakat dengan kebudayaan yang dibangun dari aspek kelautan di mana laut
merupakan sumberdaya alam tempat menggantungkan hidup. Mata pencaharian
utama masyarakat di dalam kawasan TNK adalah nelayan sehingga interaksi
masyarakat terhadap kawasan TNK terutama terhadap perairan sangat tinggi.
Interaksi positif masyarakat terhadap pemanfaatan sumberdaya alam TNK
wilayah daratan antara lain pemanenan buah asam dan buah srikaya. Sedangkan
interaksi negatif antara lain penebangan pohon untuk keperluan kayu bakar dan
perburuan satwa mangsa komodo, seperti rusa dan kerbau yang lebih sering
dilakukan oleh masyarakat dari luar kawasan TNK.
4.1.5 Pengelolaan Taman Nasional Komodo
Pengelolaan kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) adalah melalui
model pengelolaan bersama. Penerapan peraturan di dan sekitar TNK harus
merupakan upaya lintas sektoral, dengan melibatkan pengelola kawasan,
pemerintah daerah, kepolisian, perikanan, militer, angkatan laut, legislatif dan
masyarakat setempat. LSM dan lembaga lainnya membantu dalam perencanaan
dan penyediaan prasarana (Rencana Pengelolaan 25 Tahun Taman Nasional
Komodo, Buku 1: Rencana Pengelolaan, 2000).
Badan yang mengambil peran terdepan di Taman Nasional Komodo
(TNK) adalah Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) yang berada di bawah
naungan Departemen Kehutanan. BTNK diberi wewenang oleh pemerintah
melalui Permenhut Nomor : P. 03/Menhut-II/2007, tanggal 1 Februari 2007
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Tugas
57
pokok BTNK adalah ” Melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan Taman Nasional Komodo
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku”. Sementara, fungsi dari BTNK
adalah sebagai berikut: 1). Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan,
pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan taman nasional, 2). Pengelolaan
kawasan taman nasional, 3). Penyidikan, perlindungan dan pengamanan kawasan
taman nasional, 4). Pengendalian kebakaran hutan, 5). Promosi, informasi
konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, 6). Pengembangan bina
cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya, 7). Kerjasama pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati
dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan, 8). Pemberdayaan masyarakat
sekitar kawasan taman nasional, 9). Pengembangan dan pemanfaatan jasa
lingkungan dan pariwisata alam, dan 10). Pelaksanaan urusan tata usaha dan
rumah tangga.
Dalam hubungannya dengan kepariwisataan, Balai Taman Nasional
Komodo mempunyai visi pengembangan ekowisata Taman Nasional Komodo
yaitu “ Menjadi Destinasi Ekowisata Kelas Dunia Yang Mandiri Pada Tahun
2015". Visi yang prestisius ini berangkat dari kesadaran akan berbagai potensi
ekowisata yang dimiliki Taman Nasional Komodo.
Berdasarkan pasal 32 Undang-undang No. 5 Tahun 1990 mengenai
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, taman nasional
dikelola dengan sistem zonasi. Berdasarkan amanat UU tersebut, pengelolaan
Taman Nasional Komodo saat ini dikelola dengan sistem zonasi. Pembagian zona
58
dalam kawasan TNK telah mengalami satu kali revisi. Pembagian zona awal TNK
adalah melalui SK Dirjen PHKA No. 65/Kpts/Dj-V/2001, berdasarkan SK
tersebut, kawasan TNK dibagi kedalam 10 zona, yaitu Zona inti, Zona rimba,
Zona Bahari, Zona Pemanfaatan Wisata Daratan, Zona Pemanfatan Wisata
Bahari, Zona Pemanfaatan Tradisional Daratan, Zona Pemanfaatan Tradisional
Bahari, Zona Pemukiman Masyarakat Tradisional, Zona Pemanfaatan Khusus
Penelitian dan Pendidikan, dan Zona Pemanfaatan Khusus Pelagis. Namun,
berdasarkan berbagai pertimbangan maka zonasi lama dianggap perlu dilakukan
perubahan. Pada tanggal tanggal 24 Februari 2012 dikeluarkan Keputusan
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam mengenai pembagian
zonasi baru kawasan TNK. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK. 21/ IV-SET/ 2011, tanggal
24 Februari 2012 Tentang Zonasi Taman Nasional Komodo, Pembagian zonasi
Taman Nasional Komodo seluas ± 173.300 Hektar.
Tabel 4.2 berikut merupakan tabel rangkuman Zonasi Taman Nasional
Komodo (TNK).
59
Tabel 4.2
Pembagian Zona Taman Nasional Komodo
No Nama Zona Luas (Hektar) Kegiatan Yang Diijinkan
1 Zona Inti ± 34.311 Pemantauan oleh petugas
taman nasional, penelitian
(dengan ijin khusus), dan
restorasi lingkungan apabila
terjadi bencana/kerusakan oleh
alam.
2 Zona Rimba ± 66.921, 08 Penelitian, pemantauan,
pendidikan dan kunjungan
wisata alam terbatas.
3 Zona Perlindungan
Bahari
± 36.308 Penelitian, pemantauan,
pendidikan dan kunjungan
wisata alam terbatas
4 Zona Pemanfaatan
Wisata Daratan
± 824 Dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan wisata dan/atau
pendidikan konservasi
5 Zona Pemanfaatan
Wisata Bahari
± 1.584 Dimanfaatkan sebagai obyek
daya tarik wisata alam,
pendidikan, penelitian dan
pengembangan ilmu
pengetahuan.
6 Zona Pemanfaatan
Tradisional Daratan
± 879 Kegiatan wisata, pemanenan
asam (Tamarin) baik untuk
keperluan sendiri (konsumsi)
maupun sebagai komoditas
ekonomi
7 Zona Pemanfaatan
Tradisional Bahari
± 17.308 Pemanfaatan Jenis-jenis ikan
komersial yang tidak termasuk
ke dalam jenis dilindungi,
kegiatan wisata alam taman
8 Zona Khusus
Pemukiman
± 298 Akomodasi untuk wisata tidak
diijinkan.
9 Zona Khusus Pelagis ± 59.601 Pemanfaatan berbagai jenis
biota laut, seperti ikan
komersial, wisata alam
Sumber: Zonasi Taman Nasional Komodo (2012)
Tabel 4.2 memperlihatkan pembagian zona kawasan Taman Nasional
Komodo, luas masing-masing zona serta kegiatan yang dapat dilakukan di dalam
60
masing-masing zona tersebut. Dalam hubungannya dengan kepariwisataan, dapat
dilihat bahwa dalam zona inti tidak diperbolehkan adanya kegiatan wisata kecuali
untuk pemantauan oleh petugas taman nasional, penelitian (dengan ijin khusus),
dan restorasi lingkungan apabila terjadi bencana/kerusakan oleh alam. Sedangkan
ke delapan zona lainnya dapat dilakukan kegiatan wisata di dalamnya dengan izin
dari otoritas pengelola TNK.
4.1.6 Potensi Ekowisata Taman Nasional Komodo
Daya tarik utama Taman Nasional Komodo (TNK) yaitu reptil raksasa
purba biawak komodo, tetapi keaslian dan kekhasan alamnya khususnya
panorama savana dan panorama bawah laut merupakan daya tarik pendukung
yang potensial. Wisata bahari misalnya memancing, snorkeling, diving,
kano/bersampan. Sedangkan di daratan, potensi wisata alam yang bisa dilakukan
adalah pengamatan satwa, hiking, dan berkemah. Mengunjungi TNK dan
menikmati pemandangan alam yang sangat menawan merupakan pengalaman
yang tidak akan pernah terlupakan.
Beberapa lokasi yang menarik untuk dikunjungi adalah sebagai berikut
(Renstra BTNK 2010-2014):
1. Loh Liang: Aktivitas yang dapat dilakukan antara lain pengamatan satwa
komodo, rusa, babi hutan, pengamatan burung, bermain kano, dan
sebagainya.
2. Pantai Merah: merupakan pantai dangkal yang indah dengan terumbu
karang yang menawan. Aktivitas yang biasa dilakukan oleh turis yang
61
berkunjung adalah snorkeling, diving dan berjemur (sun bathing), dan
sebagainya.
3. Loh Sebita: Loh Sebita merupakan daerah mangrove dan aktivitas yang
cukup menarik untuk dilakukan adalah pengamatan burung serta tracking.
4. Loh Buaya: Aktivitas yang dapat dilakukan antara lain pengamatan satwa
komodo, rusa, kerbau, burung, monyet ekor panjang, kuda liar,
pengamatan burung, bermain kano, dan sebagainya.
5. Pulau Kalong: aktivitas yang dapat dikunjungi antara lain pengamatan
koloni kelelawar dalam jumlah yang cukup besar. Pengamatan paling
menarik dilakukan pada saat sore hari dimana kelelawar mulai keluar
untuk mencari makan.
6. Golo Kode: dari puncak bukit yang dikenal dengan Golo Kode,
pengunjung dapat menyaksikan panorama dan bentang alam yang cukup
fantastik karena keterwakilan berbagai tipe ekosistem dapat disaksikan
dari tempat ini.
7. Selat Molo: selat yang memiliki arus deras seperti air sungai yang
mengalir pada saat pasang maupun surut.
Terdapat 36 dive sites di dalam kawasan Taman Nasional Komodo yang
sering dikunjungi oleh wisatawan mancanegara untuk menyelam dan snorkeling,
di antaranya adalah sebagai berikut (Renstra BTNK 2010 – 2014) : Pulau Tatawa,
Pantai Merah (Pink beach), Gililawa Laut, Loh Dasami, Pillar Steen, Batu
Bolong, Taka Makasar.
62
Potensi wisata yang dimiliki Taman Nasional Komodo (TNK) menarik
wisatawan untuk berkunjung. Jumlah wisatawan yang mengunjungi TNK
mengalami peningkatan tiap tahunnya. Jumlah kunjungan wisatawan ke Taman
Nasional Komodo dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3
Perkembangan Jumlah Pengunjung Taman Nasional Komodo
dari Tahun 2008-2013
No Tahun Jumlah Kunjungan
Wisatawan
1 2008 21.762
2 2009 36.534
3 2010 44.672
4 2011 48.010
5 2012 49.982
6 2013 63.801
Sumber: Diolah dari Data Statistik BTNK (2013)
Dari tabel 4.3 tersebut dapat dilihat adanya angka peningkatan kunjungan
wisatawan ke Taman Nasional Komodo (TNK). Pada Tahun 2008, jumlah
pengunjung TNK sebesar 21.726 orang dan terus mengalami perkembangan
hingga tahun 2013 terdapat 63.801 orang yang mengunjungi TNK. Sekitar 85%
wisatawan yang mengunjungi TNK adalah wisatawan mancanegara (Iriyono, dkk.
2013), selebihnya adalah wisatawan dari dalam negeri.
4.2 Gambaran Umum Desa Komodo
Desa Komodo atau yang juga biasa disebut dengan Kampung Komodo
merupakan salah satu desa yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan
Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Desa Komodo terletak di Pulau Komodo
dan merupakan salah satu desa yang berada dalam kawasan Taman Nasional
Komodo.
63
Sesuai dengan pengelolaan kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)
dengan sistem zonasi, Desa Komodo termasuk di dalam zona khusus pemukiman,
dimana dalam hubungannya dengan kepariwisataan, segala aktivitas yang
berkaitan dengan kepariwisataan mesti mendapat perizinan dari pengelola
kawasan, yaitu Balai Taman Nasional Komodo (BTNK).
Desa yang terletak di Pulau Komodo ini dikelilingi lautan, sarana
transportasi yang digunakan untuk mencapai desa ini adalah dengan menggunakan
sarana transportasi laut seperti perahu motor atau kapal motor. Bagi mayarakat
umum, perahu motor atau yang biasa mereka sebut “Ojek” merupakan sarana
yang lazim digunakan dengan biaya yang cukup murah apabila mereka bepergian
dari satu tempat ke tempat lainnya. Biaya sekali menumpang dalam perahu motor
dari Labuan Bajo ke Pulau Komodo adalah Rp 30.000 dengan menempuh waktu
sekitar 3-5 jam. Bagi wisatawan, umumnya mereka menyewa kapal motor yang
ukurannya cukup besar dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang menunjang
kenyamanan wisatawan, seperti kamar mandi, WC, makanan, kamar tidur, dan
sebagainya. Berbagai failitas yang tersedia dalam kapal motor ini menunjang
wisatawan yang ingin menghabiskan beberapa hari di kawasan TNK. Biaya untuk
menyewa kapal motor berfariasi tergantung dari jenis kapal dan jangka waktu
penyewaan.
4.2.1 Kondisi Geografis
Desa Komodo merupakan sebuah desa yang terletak di Pulau Komodo dan
menjadi bagian dalam pengelolaan Taman Nasional Komodo. Luas wilayah Desa
64
Komodo mencapai 19.808 Ha atau 28,62% dari luas seluruh desa yang berada
dalam wilayah administrasi Kecamatan Komodo.
Batas-batas wilayah Desa Komodo adalah sebagai berikut: bagian timur
berbatasan dengan Desa Pasir Panjang, bagian barat berbatasan dengan Pulau
Kelapa, bagian selatan berbatasan dengan Selat Sumba dan bagian utara
berbatasan dengan Gili Banta (Perencanaan Partisipatif di Tiga Desa Pulau Zona
Inti Taman Nasional Komodo, 2012).
4.2.2 Kondisi Sosial
Berdasarkan penghitungan yang dilakukan pada bulan Juni 2014, jumlah
penduduk yang mendiami Desa Komodo adalah sebesar 1.727 orang. Desa
Komodo terbagi ke dalam empat dusun, yaitu dusun I, dusun II, dusun III, dan
dusun IV. Berikut adalah ini merupakan tabel jumlah penduduk Desa Komodo
yang dirinci per dusun.
Tabel 4.4
Rekapitulasi Jumlah Penduduk Desa Komodo
Keadaan: Bulan 06 Tahun 2014
No Dusun Jumlah KK Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 Dusun I 99 200 206 406
2 Dusun II 88 198 190 388
3 Dusun III 110 202 302 504
4 Dusun IV 109 208 221 429
Jumlah 406 808 919 1.727
Sumber: Diolah dari Data Kecamatan Komodo (2014)
Tabel 4.4 merupakan rekapitulasi jumlah penduduk Desa Komodo
berdasarkan penghitungan yang dilakukan pada bulan Juni 2014. Dari tabel
tersebut dapat dilihat terdapat total 406 kepala keluarga (KK) di Desa Komodo.
Total jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan di Desa Komodo adalah
65
berjumlah 919 orang dan laki-laki sebanyak 808 orang. Jumlah keseluruhan
masyarakat yang mendiami Desa Komodo adalah 1.727 orang. Dusun III
merupakan dusun dengan jumlah penduduk paling banyak, yaitu 504 orang dan
dusun II dengan jumlah paling sedikit, yaitu 388 orang.
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Komodo saat ini dapat dikatakan
rendah. Dari total 1.727 masyarakat Desa Komodo terdapat 1.570 masyarakat
desa yang tidak/belum menyelesaikan program wajib belajar 9 tahun yang
dicanangkan pemerintah nasional. Program wajib belajar itu sendiri mewajibkan
setiap warga negara untuk bersekolah 9 tahun yaitu mulai tingkat 1 sekolah dasar
sampai kelas 9 sekolah menengah pertama. Pada tabel 4.5 berikut dapat dilihat
mengenai data penduduk desa berdasarkan pendidikan.
Tabel 4.5
Data Penduduk Desa Komodo Berdasarkan Pendidikan
No Pendidikan Dusun Jumlah
I II III IV
1 Tidak/Belum Sekolah 179 177 265 167 788
2 Belum Tamat SD 60 61 82 99 302
3 Tamat SD/Sederajat 116 113 120 131 480
4 SLTP/Sederajat 23 14 25 22 84
5 SLTA/Sederajat 20 21 12 10 63
6 Diploma I/II 2 - - - 2
7 Akademi/Diploma III 6 - - - 6
8 Diploma IV/Strata - 2 - - 2
9 Strata II - - - - -
10 Strata III - - - - -
Jumlah 406 388 504 429 1.727
Sumber: Diolah dari Data Kecamatan Komodo (2014)
Sebagai catatan, data dalam tabel 4.5 mengenai penduduk Desa Komodo
berdasarkan pendidikan tersebut bisa berubah saat tahun ajaran baru dimulai,
66
karena saat ini terdapat pelajar dari Desa Komodo yang sedang melanjutkan
pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Mayoritas masyarakat yang mendiami Desa Komodo berprofesi sebagai
nelayan. Nelayan merupakan profesi yang diwariskan secara turun-temurun dalam
kehidupan masyarakat Desa Komodo. Letak Desa Komodo yang berada di Pulau
Komodo yang dikelilingi lautan menjadi faktor yang mendukung masyarakat Desa
Komodo sebagai nelayan.
Tabel 4.6
Data Penduduk Desa Komodo Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No Pekerjaan Dusun Jumlah
I II III IV
1 Tidak/belum bekerja 91 138 71 77 377
2 Mengurus rumah tangga 103 90 105 103 401
3 Pelajar 116 97 184 115 512
4 PNS 4 1 1 1 7
5 Nelayan 77 55 140 132 404
6 Karyawan honorer 13 1 1 - 15
7 Perangkat desa 2 6 3 1 12
Jumlah 406 388 504 429 1.727
Sumber: Diolah dari Data Kecamatan Komodo (2014)
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat Desa
Komodo bermatapencaharian sebagai nelayan. Jumlah masyarakat Desa Komodo
yang merupakan nelayan adalah sebanyak 404 orang. Selain sebagai nelayan,
terdapat masyarakat Desa Komodo yang bekerja sebagai karyawan honorer yaitu
sebanyak 15 orang, Perangkat desa sebanyak 12 orang dan Pegawai Negeri
Swasta (PNS) sebanyak 7 orang.
67
BAB V
BENTUK-BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT DESA KOMODO
DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA DI PULAU KOMODO
Ekowisata merupakan sebuah bentuk pariwisata yang menekankan
partisipasi masyarakat dalam pengembangannya. Masyarakat Desa Komodo
berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo. Mayoritas
masyarakat Desa Komodo bermatapencaharian sebagai nelayan. Namun, dengan
semakin berkembangnya kepariwisataan di Taman Nasional Komodo umumnya
maupun di Pulau Komodo khususnya, menarik minat masyarakat desa untuk
berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo.
Partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di
Pulau Komodo tidak lepas dari campur tangan pihak-pihak pemangku
kepentingan (stakeholders). Stakeholders yang terlibat berasal dari unsur
pemerintah maupun swasta, seperti Balai Taman Nasional Komodo, Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Bank Negara Indonesia,
Yayasan Komodo Kita, dan sebagainya. Masing-masing stakeholders mempunyai
peran dalam mendukung partisipasi masyarakat Desa Komodo, seperti dengan
cara memberikan pelatihan pengembangan sumber daya manusia, bantuan
permodalan, serta bantuan peralatan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, terungkap bahwa bentuk-bentuk
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: 1). Partisipasi masyarakat Desa
68
Komodo dalam program Desa Wisata Komodo BNI, 2). Partisipasi masyarakat
Desa Komodo dalam usaha ekowisata, dan 3). Partisipasi masyarakat Desa
Komodo dalam konservasi.
5.1 Partisipasi Masyarakat Desa Komodo dalam Program Desa Wisata
Komodo BNI
Desa wisata menurut Nuryanti dalam Putra dan Pitana (2010), adalah suatu
bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan
dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan
tradisi yang berlaku. Putra dan Pitana (2010) mendefinisikan desa wisata sebagai
pengembangan desa menjadi destinasi wisata dengan sistem pengelolaan yang
bersifat dari, oleh, dan untuk masyarakat. Putra dan Pitana menambahkan bahwa
di dalam konsep desa wisata, peran aktif pembangunan dan pengelolaan desa
wisata berada di tangan masyarakat desa. Dari pengertian mengenai desa wisata
yang telah dipaparkan tersebut, mengindikasikan tentang pentingnya peran serta
masyarakat dalam pengembangan Desa Wisata.
Pada bulan Februari 2013, Desa Komodo diresmikan sebagai Desa Wisata
Komodo Bank Negara Indonesia (BNI). Program Desa Wisata Komodo
disponsori oleh BNI dengan dibantu oleh Yayasan Komodo Kita (YKK). Intervesi
YKK dalam program Desa Wisata Komodo BNI antara lain adalah
pengembangan sumber daya manusia, program kebersihan kampung, penguatan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan pembangunan
insfrastruktur desa, dan sebagainya (Progress Report Pengembangan Desa Wisata
Komodo BNI, 2014). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bentuk-bentuk
69
partisipasi masyarakat dalam program Desa Wisata Komodo BNI, di antaranya
adalah sebagai berikut.
1. Memberikan Usulan
Menurut Davis (Sastropoetro, 1988), partisipasi dapat didefinisikan
sebagai keterlibatan mental / pikiran dan emosi atau perasaan seseorang di dalam
situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada
kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap
usaha yang bersangkutan. Sumbangan yang diberikan oleh masyarakat Desa
Komodo terhadap pengembangan Desa Wisata Komodo BNI berupa usulan.
Berdasarkan bentuk-bentuk partisipasi masyarakat menurut Huraerah (2008),
partisipasi masyarakat Desa Komodo tersebut termasuk dalam partisipasi buah
pikiran, dimana masyarakat Desa Komodo berpartisipasi dengan menuangkan
buah pikirannya yaitu berupa usulan. Usulan masyarakat merupakan hal yang
menjadi pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan suatu proyek
pembangunan.
Bapak Samuel yang berkedudukan sebagai Program Manager Yayasan
Komodo Kita, menjelaskan bahwa dalam program Desa Wisata Komodo BNI,
masyarakat Desa Komodo dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan
bersama. Berikut adalah kutipan pernyataan dari bapak Samuel:
“Pendekatan pembangunan LSM/Yayasan adalah bottom up planning.
Proses need assesment bersama masyarakat, perencanaan apa yang
dibangun dan di mana tempatnya dibangun bersama masyarakat.
Artinya proses pengambilan keputusan bersama masyarakat.
Merumuskan, berdiskusi dan memutuskan apa yang harus dibangun
atau dilakukan”.
70
Dari informasi yang diperoleh dari bapak Samuel tersebut, dapat diketahui
bahwa masyarakat Desa Komodo berpartisipasi secara aktif dalam program Desa
Wisata Komodo. Partisipasi aktif masyarakat Desa Komodo dalam program Desa
Wisata Komodo yaitu melalui perencanaan dengan pendekatan bottom up
planning, merumuskan, berdiskusi dan memutuskan apa yang harus dibangun atau
dilakukan.
Informasi yang diperoleh dari bapak Samuel terkonfirmasi ketika peneliti
mewawancarai Kepala Desa Komodo. Berikut adalah kutipan wawancara dengan
bapak Haji Aksa yang merupakan Kepala Desa Komodo:
“Saran masyarakat itu agar pekerjaan jalan pantai tidak menghalangi.
Warga meminta agar jalan pantai tidak menghalangi antara RT, karena
anak-anak sekolah juga perlu jalan itu. Masyarakat Desa juga buat
proposal mengenai jalan setapak, MCK komunal, tempat pemandian
umum itu”.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kepala Desa Komodo tersebut,
diketahui bahwa masyarakat Desa Komodo berpartisipasi dalam rencana
pengembangan Desa Wisata Komodo BNI, yaitu dengan cara memberikan saran
terhadap pengembangan Desa Wisata Komodo. Saran yang diberikan oleh
masyarakat desa agar dalam pembangunan jalan pantai tidak menghambat
pergerakan masyarakat.
Situasi pertemuan Yayasan Komodo Kita dengan masyarakat Desa
Komodo ketika berdiskusi tentang program Desa Wisata Komodo BNI dapat
dilihat pada gambar 5.1 berikut.
71
Gambar 5.1 Situasi Pertemuan Kesepakatan Kampung
Sumber: http://komodokita.org
Berdasarkan studi dokumen yang termuat dalam “Laporan Akhir Tahunan
2013” dari Yayasan Komodo Kita, diketahui bahwa pada periode Mei sampai
dengan 31 Desember 2013, Yayasan Komodo Kita menjalankan sejumlah proyek
fisik di Desa Komodo, di antaranya membangun 20 unit sarana Mandi Cuci
Kakus (MCK) komunal di Desa Komodo.
Bapak Taher yang merupakan masyarakat Desa Komodo memberikan
informasi tentang adanya pertemuan Desa Komodo dengan Yayasan Komodo
Kita (YKK) mengenai pengembangan Desa Wisata Komodo. Dimana dalam
pertemuan tersebut, masyarakat desa memberikan usulan terkait dengan
pengembangan Desa Wisata Komodo. Berikut adalah kutipan wawancara dengan
Pak Taher:
“Dari yayasan (YKK) ada penjelasan tentang pembangunan jalan
setapak, kandang kambing, pemandian umum, air bersih. Waktu itu
72
kita ikut pertemuannya, semua tokoh-tokoh dari Desa Komodo
dibicarakan tentang maksud dan tujuan YKK untuk membangun Desa
Wisata Komodo. Waktu itu ada usul dari warga tentang masalah MCK
yang dibangun oleh yayasan, karena MCK yang dibangun adalah satu
item untuk 10 KK, warga usulkan agar MCK dibangun pada masing-
masing rumah. Namun yayasan tetap mambangun satu MCK untuk 10
KK”.
Dari informasi yang diberikan oleh Pak Taher tersebut diketahui bahwa
masyarakat Desa Komodo turut berpartisipasi dalam program Desa Wisata
Komodo BNI dengan cara memberikan memberikan usulan. Usulan masyarakat
Desa Komodo yaitu agar Yayasan Komodo Kita (YKK) membangun MCK pada
tiap-tiap rumah , namun dalam pelaksanaannya YKK hanya menyanggupi satu
unit MCK bagi 10 KK.
Bentuk patisipasi masyarakat Desa Komodo dengan memberikan usul dan
saran dalam pengembangan Desa Wisata Komodo apabila dikaitkan dengan
tipologi partisipasi masyarakat menurut Jules Pretty (1995) termasuk dalam
karakter partisipasi konsultatif, yaitu masyarakat berpartisipasi dengan cara
berkonsultasi, melakukan dengar pendapat, sedangkan pihak luar mendengarkan,
menganalisis masalah dan pemecahannya. Masyarakat Desa Komodo
berpartisipasi dalam program pengembangan Desa Wisata Komodo BNI dengan
berkonsultasi dan melakukan dengar pendapat dalam bentuk memberikan usulan-
usulan. Sedangkan pihak luar, dalam hal ini adalah pihak Yayasan Komodo Kita,
mendengarkan usulan dan saran masyarakat Desa Komodo tersebut.
2. Sebagai Pekerja Proyek Pembangunan Infrastruktur Desa
Menurut Ericson dalam Slamet (1994), partisipasi di dalam tahap
pelaksanaan adalah pelibatan seseorang pada tahap pelaksanaan pekerjaan suatu
73
proyek. Dalam tahap ini, masyarakat dapat memberikan tenaga, uang ataupun
material/barang serta ide-ide sebagai salah satu wujud partisipasinya pada
pekerjaan tersebut. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, masyarakat Desa
Komodo berpartisipasi dalam program Desa Wisata Komodo BNI sebagai pekerja
proyek pembangunan infrastruktur desa.
Pengembangan Desa Wisata Komodo BNI diawali dengan pembangunan
berbagai infrastruktur di Desa Komodo. Berbagai infrastruktur desa yang
dibangun berupa pembangunan jalan desa dengan paving block, pembangunan
saluran pembuangan (drainase) desa, pengembangan sarana Mandi Cuci Kakus
(MCK) komunal, pembangunan jalan pantai, dan sebagainya (Progress Report
Pengembangan Desa Wisata Komodo BNI, 2014). Pembangunan berbagai
infrastruktur tersebut dilakukan pada periode Mei sampai dengan 31 Desember
2013 (Laporan Akhir Tahunan 2013-Yayasan Komodo Kita). Dalam membangun
berbagai infrastruktur desa tersebut, Yayasan Komodo Kita menggunakan pekerja
baik pekerja yang didatangkan dari luar Desa Komodo maupun pekerja dari
masyarakat Desa Komodo sendiri. Masyarakat Desa Komodo berpartisipasi
dengan menjadi pekerja proyek pembangunan infrastruktur desa, seperti proyek
pembangunan jalan setapak, jalan pantai dan MCK.
Kepala Desa Komodo yaitu bapak Haji Aksa memberikan informasi
mengenai adanya masyarakat Desa Komodo yang berpartisipasi dalam pekerjaan
infrastruktur desa tersebut. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Kepala
Desa Komodo:
“...90% program desa wisata itu sudah selesai, seperti jalan setapak,
MCK komunal, tempat pemandian umum. Tapi kalau jalan pantainya
74
belum selesai semuanya. Pekerjaanya ada dari masyarakat Desa
Komodo dan juga dibantu oleh orang dari luar”.
Dari keterangan yang diberikan oleh Kepala Desa Komodo tersebut
terungkap bahwa masyarakat Desa Komodo berpartisipasi dalam pekerjaan
infrastruktur desa dengan dibantu oleh pekerja yang berasal dari luar Desa
Komodo. Gambar jalan pantai di Desa Komodo masih dalam proses pengerjaan
dapat dilihat pada gambar 5.2 berikut ini.
Gambar 5.2 Pembangunan Jalan Pantai di Desa Komodo
Sumber: Dokumentasi Yayasan Komodo Kita (2014)
Berdasarkan data daftar penerima manfaat langsung program Yayasan
Komodo Kita 2013 yang termuat dalam “Laporan Akhir Tahunan 2013”,
diketahui bahwa terdapat 6 (enam) orang masyarakat Desa Komodo yang terlibat
dalam pekerjaan jalan setapak di Desa Komodo, dan mereka memperoleh imbalan
masing-masing sebesar Rp 5.319.000. Dari data tersebut menunjukkan adanya
75
partisipasi masyarakat Desa Komodo yaitu sebagai pekerja dalam proyek
pengembangan Desa Wisata Komodo.
Informasi lain mengenai partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
proyek pembangunan infrastruktur desa berasal dari bapak Taher dan bapak
Iskandar. Berikut adalah kutipan wawancara dengan dua narasumber yang
merupakan masyarakat Desa Komodo yang terlibat dalam pekerjaan infrastruktur
desa:
Kutipan wawancara dengan Pak Taher:
“...untuk jalan pantai yang saat ini sedang dikerjakan oleh masyarakat
Desa Komodo, karena jalan ini sistemnya proyek. Panjangnya 600
meter dari kampung lama ke kampung baru, dengan anggaran 125 juta
untuk buat dermaga itu. Pekerja dermaga pantai itu dari kampung
Komodo ada 6 orang, tempo kerja nya 4 bulan sampai semuanya
selesai”.
Kutipan wawancara dengan Pak Iskandar:
“Masyarakat usulkan agar pembuatan MCK agar kualitasnya
diperbaiki. Pembuat MCK komunal tukangnya berasal dari luar
dengan dibantu oleh masyarakat Desa Komodo. Pembuatan MCK
oleh tukang belum sampai selesai, masyarakat Desa Komodo yang
selesakan pekerjaannya. Masyarakat Desa dibayar oleh YKK untuk
membuat MCK komunal itu”.
Berdasarkan berbagai keterangan yang telah dipaparkan tersebut, dapat
ditarik kesimpulan bahwa salah satu bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo
dalam program Desa Wisata Komodo BNI adalah dengan bekerja pada proyek
pembangunan infrastruktur. Sesuai dengan tipologi partisipasi masyarakat
menurut Pretty (1995), partisipasi masyarakat Desa Komodo tersebut termasuk
dalam karakterisitik partisipasi insentif material, dimana masyarakat berpartisipasi
dengan menyumbangkan tenaga dan jasa untuk mendapatkan imbalan, baik
76
berupa uang maupun bentuk materi lainnya. Masyarakat Desa Komodo
berpartisipasi sebagai pekerja proyek pembangunan infrastruktur desa dan sebagai
imbalannya, masyarakat Desa Komodo yang bekerja memperoleh insentif berupa
uang.
5.2 Partisipasi Masyarakat Desa Komodo dalam Usaha Ekowisata
Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan menjelaskan
bahwa usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan / atau jasa
bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Usaha
pariwisata tentunya menyediakan produk yang ditawarkan kepada wisatawan
yaitu barang dan jasa. Produk wisata itu sendiri diklasifikasi dalam dua jenis,
yaitu produk yang berwujud (tangible) seperti makanan, minuman, cenderamata,
dan sebagainya, maupun produk wisata yang tidak berwujud (intangible), seperti
jasa perjalanan wisata, jasa akomodasi wisata, jasa guiding, jasa angkutan wisata,
dan sebagainya. Partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam usaha ekowisata di
Pulau Komodo menghasilkan produk yang berwujud maupun produk yang tidak
berwujud.
Ekowisata menekankan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya.
Pada tahun 2002, Epler Wood menjelaskan bahwa dalam ekowisata selalu
menekankan tentang pentingnya partisipasi masyarakat, kepemilikan dan
kesempatan usaha, khususnya bagi masyarakat lokal. Masyarakat Desa Komodo
sebagai masyarakat penyelenggara ekowisata di Pulau Komodo telah
berpartisipasi dalam usaha ekowisata di Pulau Komodo. Partisipasi masyarakat
Desa Komodo baik perorangan maupun dalam kelompok. Berdasarkan hasil
77
pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan studi dokumen, terungkap
berbagai bentuk partisipasi masyarakat dalam usaha ekowisata di Pulau Komodo
di antaranya sebagai berikut.
1. Pengerajin Patung Komodo
Partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam usaha ekowisata di Pulau
Komodo salah satunya adalah dengan menjadi pengerajin patung komodo.
Kecendrungan wisatawan untuk memiliki oleh-oleh khas dari suatu daerah yang
mereka kunjungi membuka peluang bagi masyarakat setempat untuk menyediakan
cenderamata khas, seperti patung komodo untuk dijual kepada wisatawan yang
mengunjungi Pulau Komodo. Para pengerajin patung komodo di Desa Komodo
menghasilkan produk nyata (tangible) yang merupakan ciri khas dari Pulau
Komodo yaitu patung komodo bagi wisatawan.
Pengerajin patung komodo di Desa Komodo bergabung dalam sebuah
kelompok yang bernama kelompok Gunung Ara. Berdasarkan informasi yang
diperoleh dari Pak Hermanto yang merupakan anggota resort Kampung Komodo,
saat ini terdapat 34 masyarakat Desa Komodo yang berprofesi sebagai pengerajin
patung yang tergabung dalam kelompok Gunung Ara. Masyarakat Desa Komodo
yang berprofesi sebagai pengerajin patung komodo dapat dilihat pada gambar 5.3
berikut.
78
Gambar 5.3 Pengerajin Patung di Desa Komodo
Sumber: Dokumentasi Peneliti (2014)
Keterlibatan pihak pemerintah melalui Balai Taman Nasional Komodo
(BTNK) banyak membantu masyakat Desa Komodo yang berprofesi sebagai
pengerajin patung. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Ibu Rini yang
merupakan salah seorang staf BTNK:
“Kegiatan pemberdayaan macam-macam sih, dari yang patung,
pelatihan patung yang pertama itu juga dari balai (BTNK) yang
mendatangkan pelatihnya itu dari Bali. Terus kita ada pembinaan terus
kelompok itu sampai sekarang, terakhir kemarin ada bantuan kayu
yah, kayu sama peralatan, bantuan ..”
Dari kutipan wawancara dengan Ibu Rini tersebut dapat diketahui bahwa,
pihak pemerintah melalui BTNK berperan serta dalam membantu para pengerajin
patung dari Desa Komodo, yaitu dengan mendatangkan ahli patung untuk
memberikan pelatihan pembuatan patung bagi masyarakat Desa Komodo. Selain
itu, BTNK juga memberi bantuan bahan baku kerajinan berupa kayu, serta
79
peralatan pembuatan patung. Pihak BTNK juga melakukan pembinaan secara
berkelanjutan terhadap pengerajin patung sampai sekarang ini.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa masyarakat Desa
Komodo yang bekerja sebagai pengerajin patung awalnya merupakan nelayan,
namun kini beralih profesi menjadi pengerajin patung. Berikut adalah kutipan
wawancara dengan bapak Mustamin yang merupakan masyarakat Desa Komodo
yang berprofesi sebagai pengerajin patung komodo:
“Saya mulai memahat (patung) pada tahun 2003, saya ikut orang tua.
Sebelum jadi pemahat saya dulu nelayan. Awalnya hanya iseng-iseng
saja”.
Dari kutipan wawancara dengan bapak Mustamin tersebut diketahui
bahwa Ia telah memulai bekerja sebagai pengerajin patung komodo pada tahun
2003 sampai sekarang. Awalnya Ia merupakan seorang nelayan yang kemudian
beralih profesi sebagai pengerajin patung komodo.
Informasi lain mengenai partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
usaha ekowisata berasal dari bapak Supardin yang merupakan masyarakat Desa
Komodo yang berprofesi sebagai pengerajin patung. Berikut adalah kutipan
wawancara dengan bapak Supardin:
“Saya Supardin, saya pengerajin patung di sini (Desa Komodo). Saya
sudah jadi pengerajin patung komodo 4-5 tahun. Sebelumnya saya
adalah nelayan. Awalnya saya gabung atas kemauan sendiri. Biasanya
saya bisa buat 3 patung satu hari. Pengerajin patung di sini jual
patungnya ke pemborong. Harga patungnya beda-beda ya.. tergantung
ukuran, patung besar bisa sampai jutaan, yang sedang bisa Rp 100.000
kalau yang kecil Rp 12.500. Kayu saya dapat 20 batang dibantu oleh
Mba Dewi (BTNK). Pesan Ibu Dewi agar tidak ambil kayu dalam
lokasi (dalam Pulau Komodo)”.
80
Berdasarkan informasi dari bapak Supardin tersebut, diketahui bahwa
awalnya Pak Supardin merupakan seorang nelayan yang kemudian beralih profesi
sebagai pengerajin patung komodo. Ia telah bekerja sebagai pengerajin patung
kurang lebih 4 sampai 5 tahun.
Dari berbagai informasi yang disampaikan oleh informan yang telah
dipaparkan tersebut, terungkap bahwa salah satu bentuk partisipasi masyarakat
Desa Komodo dalam usaha ekowisata di Pulau Komodo adalah dengan menjadi
pengerajin patung komodo. Para pengerajin patung komodo di Desa Komodo
bergabung dalam sebuah kelompok yang dinamakan kelompok Gunung Ara.
2. Menjual Cenderamata
Selain menjadi pengerajin patung komodo, bentuk lain partisipasi
masyarakat Desa Komodo dalam usaha ekowisata di Pulau Komodo adalah
dengan menjual cenderamata. Berdasarkan hasil pengumpulan data, diketahui
bahwa para penjual cenderamata dulunya merupakan nelayan yang kemudian
beralih profesi menjadi penjual cenderamata. Berikut ini adalah kutipan
wawancara dengan bapak M. Tohir yang merupakan salah seorang masyarakat
Desa Komodo yang berprofesi sebagai penjual cenderamata di Loh Liang:
“Saya sudah 10 tahun menjual di sini (di Loh Liang), saya menjual
patung, mutiara, kaus komodo juga. Dulu saya nelayan, kebanyakan
kami disini dulunya juga nelayan. Kalau penghasilan di sini lumayan
juga yah, bisa menghidupi keluarga. Pemasukan kami tidak menentu
yah, ada kapal besar masuk, baru banyak yang beli. Harapan saya agar
cenderamata lebih laku dan juga fasilitas jualan harus lebih bagus”.
Dari informasi yang diberikan bapak Tohir tersebut, diketahui bahwa Ia
telah bekerja sebagai penjual cenderamata di Loh Liang selama 10 tahun.
Sebelum menjadi penjual cenderamata, bapak Tohir adalah seorang nelayan.
81
Bapak Tohir juga menginformasikan bahwa, penghasilan yang Ia peroleh dari
pekerjaannya sebagai penjual cenderamata di Loh Liang membuatnya mampu
menghidupi keluarganya. Aktivitas para penjual cenderamata di Loh Liang dapat
dilihat pada gambar 5.4 berikut.
Gambar 5.4 Penjual Cenderamata di Loh Liang, Pulau Komodo
Sumber: Dokumentasi Peneliti (2014)
Informasi lain mengenai partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
usaha ekowisata dengan menjual cenderamata berasal dari bapak Elias. Berikut
adalah kutipan wawancara dengan bapak Elias yang bekerja sebagai penjual
cenderamata di Loh Liang:
“Sudah 8 tahun saya menjual cenderamata di sini. Saya dulu nelayan
sebelum menjual di sini. Kalau keuntungannya, saya bisa memberi
makan keluarga, saya juga bisa sekolahkan anak saya dan bisa bantu
orang tua saya. Patung-patung yang saya jual ini dibeli dari pembuat
patung”.
82
Dari informasi bapak Elias tersebut, diketahui bahwa bapak Elias telah
bekerja sebagai penjual cenderamata di Loh Liang selama 8 tahun. Keuntungan
yang Ia peroleh dari pekerjaannya digunakan untuk menafkahi keluarganya,
menyekolahkan anaknya dan membantu orang tuanya. Pak Elias juga
menginformasikan bahwa patung yang Ia jual, awalnya dibeli dari pengerajin
patung.
Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa para penjual cenderamata
menjual barang-barangnya di art shop yang telah disediakan oleh Balai Taman
Nasional Komodo (BTNK) di Loh Liang dan di art shop yang berada di Desa
Komodo. Penulis menemukan bahwa penjualan cenderamata di art shop yang
disediakan oleh BTNK di Loh Liang lebih menguntungkan dari pada menjual
cenderamata di art shop yang berada di Desa Komodo. Hal tersebut terjadi karena
Loh Liang merupakan pintu masuk bagi wisatawan yang mengunjungi Pulau
Komodo, di mana terdapat banyak wisatawan di Loh Liang, sehingga peluang
untuk menjual cenderamata kepada wisatawan lebih besar.
Selain itu, terdapat beberapa penjual cenderamata yang berinisiatif untuk
mencari pembeli dengan menggunakan perahu motor ke tempat-tempat di mana
wisatawan berada di sekitar Pulau Komodo, misalnya di pantai merah (Pink
beach). Hal ini merupakan tindakan yang tidak diperkenankan karena berpotensi
mengganggu kenyamanan wisatawan.
Berbagai uraian yang telah dipaparkan tersebut, menjelaskan salah satu
bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam usaha ekowisata dengan
menjual cenderamata. Masyarakat Desa Komodo yang bekerja sebagai penjual
83
cenderamata awalnya merupakan nelayan yang kemudian beralih profesi. Para
penjual cenderamata menyediakan produk ekowisata yang berwujud (tangible)
berupa cenderamata bagi wisatawan yang mengunjungi Pulau Komodo.
3. Naturalist Guide
Menjadi naturalist guide merupakan salah satu bentuk partisipasi
masyarakat Desa Komodo dalam usaha ekowisata di Pulau Komodo. Masyarakat
Desa Komodo yang bekerja sebagai naturalist guide di Loh Liang menghasilkan
produk ekowisata yang tidak berwujud (intangible) yaitu berupa pelayanan
(service) bagi wisatawan yang mengunjungi Pulau Komodo. Tugas dari naturalist
guide adalah memandu wisatawan yang ingin menyaksikan hewan komodo di Loh
Liang. Dengan berpartisipasi dalam usaha ekowisata sebagai naturalist guide,
masyarakat Desa Komodo berperan serta dalam pengembangan ekowisata di
Pulau Komodo.
Partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam usaha ekowisata sebagai
naturalist guide tidak lepas dari campur tangan berbagai stakeholders, seperti dari
Balai Taman Nasonal Komodo dan Yayasan Komodo Kita. Peran stakeholders
tersebut adalah dengan memberikan pelatihan terhadap naturalist guide untuk
meningkatan kualitas sumber daya manusia naturalist guide itu sendiri. Adapun
masyarakat Desa Komodo yang berprofesi sebagai naturalist guide di Loh Liang,
dapat dilihat pada gambar 5.5 berikut.
84
Gambar 5.5 Naturalist guide di Loh Liang, Pulau Komodo
Sumber: Dokumentasi Peneliti (2014)
Bapak Tasrif adalah salah seorang masyarakat dari Desa Komodo yang
berkedudukan sebagai ketua naturalist guide di Loh Liang. Ia memberikan
berbagai informasi mengenai pekerjaannya sebagai naturalist guide, berikut ini
merupakan kutipan wawancara dengan bapak Tasrif:
“Tugas kami (naturalist guide) menghantar tamu atau pemandu
wisata. Ada sembilan orang anggota (anggota naturalist guide) dari
Kampung Komodo. Dulu awalnya saya nelayan, saya ikut-ikutan
orang tua saya yang juga nelayan. Sekarang ini susah tangkap ikan di
laut, apalagi cumi itu tunggu musimnya baru bisa dapat banyak.
Masyarakat di sini (Desa Komodo) kebanyakan nelayan. Saya ketua
naturalist guide di Loh Liang ini. Tugas kami ya menghantar tamu.
Kesulitan kami biasanya pada saaat musim kawin komodo, karena
pada saat itu hewan komodo sulit dijumpai”.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari bapak Tasrif tersebut terungkap
bahwa terdapat 9 (sembilan) orang masyarakat Desa Komodo yang menjadi
naturalist guide di Loh Liang. Ia juga menginformasikan bahwa tugas mereka
85
sebagai naturalist guide adalah sebagai pemandu wisata di Loh Liang. Bapak
Tasrif sendiri awalnya merupakan seorang nelayan, Ia beralih pekerjaan menjadi
naturalis guide di Loh Liang karena menurutnya saat ini lebih sulit menangkap
ikan.
Informasi lainnya mengenai partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
usaha ekowisata di Pulau Komodo dengan menjadi naturalist guide berasal dari
bapak Hariyono Abdulah. Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan bapak
Hariyono Abdulah yang bekerja sebagai naturalist guide di Loh Liang:
“Kesulitan kami di sini yah, karena pekerjaan kami ini menghadapi
komodo. Kami bertanggung jawab terhadap keselamatan turis.
Komodo di sini yang paling agresif itu komodo yang masih muda.
Wisatawan itu kan ada yang datang berkelompok, jadi kami kesulitan
dalam mengawasi wisatawan itu satu-satu. Jadi naturalist guide di sini
(Loh Liang) harus tahu cara menghadapi komodo”.
Informasi yang diberikan oleh bapak Hariyono tersebut mengindikasikan
pekerjaannya sebagai naturalist guide di Loh Liang. Menurutnya, mereka yang
berprofesi sebagai naturalist guide bertanggung jawab terhadap keselamatan
wisatawan. Mengingat hewan komodo merupakan jenis hewan pemakan daging
(karnivora), hewan ini berpotensi menyerang manusia yang berada di dekatnya.
Berdasarkan Informasi yang diberikan oleh bapak Hariyono tersebut, dapat
dipelajari bahwa untuk menjadi naturalist guide di Taman Nasional Komodo
umumnya ataupun di Pulau Komodo khususnya membutuhkan keterampilan
dalam menghadapi hewan komodo.
Berdasarkan berbagai uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan
bahwa menjadi naturalist guide merupakan salah satu bentuk partisipasi
masyarakat Desa Komodo dalam usaha ekowisata. Tugas dari naturalist guide
86
adalah memandu wisatawan yang ingin melihat hewan komodo dari dekat dengan
bertanggung jawab terhadap keselamatan wisatawan.
4. Mengelola Homestay
Pada pembahasan sebelumnya (lihat sub-bab 5.1), telah diulas mengenai
partitipasi masyarakat Desa Komodo dalam program Desa Wisata Komodo BNI.
Salah satu bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam program tersebut
adalah dengan mengelola homestay. Mengelola homestay merupakan bagian dari
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam usaha ekowisata di Pulau Komodo.
Definisi homestay menurut Lynch (2003) seperti yang dikutip Lama, M.
(2013) adalah sebagai berikut: “homestay is a type of accommodation where
visitors or guests pay directly or indirectly to stay in private homes, where
interaction takes place to a greater or lesser degree with a host and/or family who
usually live upon the premises and with whom public space is shared to a greater
or lesser degree”. Definisi mengenai Homestay oleh Lynch tersebut dapat
diterjemahkan seperti berikut ini: “Homestay merupakan sebuah jenis akomodasi
berupa rumah-rumah pribadi, di mana para pengunjung atau tamu membayar
secara langsung atau tidak langsung kepada pemilik rumah, di mana interaksi
terjadi secara intensif karena terdapat bagian-bagian rumah yang digunakan secara
bersama antara tamu dan tuan rumah”. Dari definisi mengenai homestay tersebut
dapat dilihat signifikansi peran serta tuan rumah dalam pengelolaan sebuah
homestay. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, masyarakat Desa Komodo
berperan serta dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo melalui usaha di
bidang ekowisata dengan mengelola homestay.
87
Wawancara dengan bapak Samuel yang berkedudukan sebagai Program
Manager Yayasan Komodo Kita memberikan informasi mengenai adanya
pengembangan homestay dalam program Desa Wisata Komodo. Berikut adalah
kutipan wawancara dengan bapak Samuel:
“Iya benar, di Desa Komodo ini ada lebih dari enam homestay, kalau
jumlah pastinya tanya staf saya yang hafal jumlahnya. Memang ada
bantuan dari YKK soal homestay itu, tapi bantuannya kecil yah.. tidak
perlu disebutkan saja”.
Informasi singkat yang diberikan oleh bapak Samuel tersebut sudah cukup
mengindikasikan adanya partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam program
Desa Wisata Komodo BNI yaitu dengan mengelola homestay. Yayasan Komodo
Kita turut serta dalam pengembangan homestay tersebut, meski dengan bantuan
yang berskala kecil.
Masyarakat Desa Komodo sendiri membenarkan adanya masyarakat Desa
Komodo yang mengelola homestay dirumahnya. Berikut adalah informasi yang
diberikan oleh bapak Iskandar yang merupakan masyarakat Desa Komodo yang
terlibat dalam program Desa Wisata Komodo BNI:
“Program homestay saat ini sudah berjalan, yayasan (YKK) dengan
dana BNI memberi bantuan tempat tidur kepada masyarakat yang
adakan homestay dirumahnya. Tetapi homestay itu sendiri kadang-
kadang berjalan, kadang-kadang tidak. Kalau di Desa Komodo ini ada
banyak homestay ya, saya kurang tahu juga pastinya. Kalau homestay-
nya tidak merata, tamu jarang menginap di homestay warga. yah
mungkin promosinya barangkali yang kurang. Harapan kami semoga
tamu-tamu lebih mengetahui ada homestay di rumah masyarakat, biar
masyarakat dapat pemasukan tambahan”.
Informasi yang diberikan oleh Pak Iskandar tersebut memberikan
konfirmasi terhadap adanya partisipasi masyarakat dalam usaha ekowisata yaitu
dengan mengelola homestay, meskipun dalam keterangan Pak Iskandar tersebut
88
terindikasi bahwa program homestay tidak berjalan semestinya, artinya minim
wisatawan yang memakai jasa homestay tersebut.
Berdasarkan berbagai uraian yang telah dipaparkan tersebut, diketahui
bahwa salah satu bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam usaha
ekowisata di Pulau Komodo yaitu dengan mengelola homestay. Pengelolaan
homestay oleh masyarakat Desa Komodo tidak lepas dari campur tangan Yayasan
Komodo Kita yang merupakan salah satu stakeholder ekowisata di Pulau
Komodo. Dengan mengelola homestay, artinya masyarakat Desa Komodo
berperan serta dalam usaha ekowisata dengan menyediakan menyediakan produk
ekowisata yang tidak berwujud (intangible).
5. Menyewakan Perahu Motor
Menyewakan perahu motor merupakan salah satu bentuk partisipasi
masyarakat Desa komodo dalam usaha ekowisata di Pulau Komodo. Produk yang
dihasilkan dari penyewaan perahu motor oleh masyarakat Desa Komodo tersebut
tidak berwujud (intangible) yaitu berupa jasa angkutan. Lokasi Pulau Komodo
yang dikelilingi lautan membuat transportasi laut menjadi transportasi utama di
wilayah ini. Kapal motor maupun perahu motor merupakan sarana transportasi
yang umum digunakan oleh masyarakat umum ataupun wisatawan yang datang
atau pergi dari Pulau Komodo.
Masyarakat Desa Komodo yang mayoritas merupakan nelayan tradisional
memiliki perahu motor untuk menangkap ikan. Mereka memanfaatkan perahu
motor tersebut untuk memperoleh tambahan pemasukan, yaitu dengan
89
menyewakannya kepada kapal-kapal motor yang hendak menurunkan wisatawan
ke pantai-pantai di sekitar Pulau Komodo, seperti di Pantai Merah (Pink beach).
Berikut ini merupakan kutipan wawancara dengan bapak A. Latif yang
berkedudukan sebagai ketua resort Kampung Komodo:
“Masyarakat yang punya perahu motor di sini (Desa Komodo) biasa
menyewakan perahu motor mereka pada kapal-kapal motor yang mau
turunkan wisatawan ke pantai, biasanya itu di pink beach. Karena di
wilayah ini (TNK), kapal tidak diperbolehkan untuk menurunkan
jangkar, takut merusak terumbu karang yah. Dari situ mereka
(penyewa perahu) bisa mendapatkan uang”.
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh bapak A. Latif tersebut,
diketahui bahwa kapal motor yang mengunjungi Pulau Komodo tidak
diperbolehkan untuk menurunkan jangkarnya ke lautan, agar tidak merusak
ekosistem bawah laut. Masyarakat Desa Komodo memanfaatkan keadaan tersebut
untuk memperoleh pendapatan. Mereka menawarkan jasa angkutan perahu kepada
kapal-kapal yang hendak menurunkan wisatawan ke pantai di sekitar Pulau
Komodo. Dari kegiatan penyewaan perahu tersebut, masyarakat Desa Komodo
memperoleh pendapatan.
Dari uraian yang telah dipaparkan tersebut, terungkap bahwa kegiatan
menyewakan perahu motor kepada kapal-kapal motor yang mengunjungi Pulau
Komodo merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo
dalam usaha ekowisata di Pulau Komodo. Penyewaan perahu motor yang
dilakukan oleh masyarakat tersebut secara tidak langsung berkontribusi terhadap
terjaganya ekosistem lautan di wilayah perairan Pulau Komodo, karena dengan
memanfaatkan perahu milik masyarakat Desa Komodo, kapal-kapal motor yang
90
hendak menurunkan penumpangnya tidak perlu menurunkan jangkarnya ke laut
yang berpotensi merusak ekosistem bawah laut.
5.3 Partisipasi Masyarakat Desa Komodo dalam Konservasi
Partisipasi menurut Soetrisno (1995) dalam Suciati (2006) adalah
kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan,
melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan. Dari definisi mengenai
partisipasi tersebut dapat dilihat bahwa terdapat dua unsur penting di dalam
partisipasi, yaitu unsur pemerintah dan masyarakat. Dalam kaitannya dengan
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam konservasi, pihak pemerintah maupun
masyarakat Desa Komodo bekerja sama dalam konservasi lingkungan di Pulau
Komodo.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pihak pemerintah melalui
Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) yang secara khusus menangani kawasan
Taman Nasional Komodo (TNK) memiliki berbagai program pemberdayaan
masyarakat dalam hubungannya dengan konservasi TNK. Implikasi dari program
tersebut adalah diberdayakannya masyarakat dalam kawasan TNK umumnya
maupun Pulau Komodo khususnya yang ditujukan untuk konservasi lingkungan.
Partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam konservasi Pulau Komodo
merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat setempat dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo. Pulau Komodo sebagai salah satu
habitat asli dari hewan langka komodo merupakan wilayah yang telah diresmikan
pemerintah sebagai wilayah konservasi. Dengan berpartisipasi menjaga
lingkungan di Pulau Komodo artinya masyarakat setempat berperan serta dalam
91
menjaga habitat asli hewan langka komodo yang merupakan daya tarik utama
ekowisata di pulau ini.
Berdasarkan hasil pengumpulan data, diketahui bahwa masyarakat Desa
Komodo berpartisipasi dalam konservasi di Pulau Komodo. Partisipasi
masyarakat Desa Komodo dilakukan baik secara perorangan maupun tergabung
dalam sebuah kelompok.
1. Masyarakat Mitra Polhut (MMP)
Masyarakat Desa Komodo berpartisipasi dalam konservasi lingkungan di
Pulau Komodo melalui sebuah kelompok pemberdayaan masyarakat yang
dinamakan Masyarakat Mitra Polhut (MMP). Definisi MMP seperti yang
terangkum dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia tentang
Masyarakat Mitra Polisi Kehutanan, Bab I, Pasal 1 ayat 4, adalah kelompok
masyarakat sekitar hutan yang membantu Polhut dalam pelaksanaan perlindungan
hutan di bawah koordinasi, pembinaan dan pengawasan instansi pembina.
Umumnya, masyarakat yang diberdayakan sebagai MMP adalah masyarakat yang
berada di sekitar hutan atau kawasan lindung. Masyarakat Desa Komodo sebagai
bagian dari wilayah konservasi Taman Nasional Komodo direkrut oleh BTNK
untuk diberdayakan sebagai MMP.
Indikator keberhasilan pengelolaan kawasan Taman Nasional Komodo
(TNK) salah satunya adalah adanya partisipasi aktif dari masyarakat sekitar
kawasan dalam upaya menjaga dan melestarikan kawasan TNK. Balai Taman
Nasional Komodo (BTNK) sebagai institusi pemerintah yang secara khusus
menangani TNK merekrut masyarakat dalam kawasan yang peduli terhadap
92
kelestarian lingkungan untuk diberdayakan sebagai Masyarakat Mitra Polhut
(MMP). Pembentukan MMP oleh BTNK merupakan salah satu contoh yang patut
diapresiasi. Pada gambar 5.6 berikut, dapat dilihat seorang masyarakat Desa
Komodo yang berpartisipasi dalam konservasi lingkungan di Pulau Komodo
dengan bergabung dalam kelompok MMP.
Gambar 5.6 Masyarakat Mitra Polhut
Sumber: Dokumentasi Peneliti (2014)
Berikut adalah kutipan wawancara dengan bapak Hermanto yang
berkedudukan sebagai anggota resort Kampung Komodo:
“Balai Taman Nasional Komodo merekrut masyarakat yang berada di
dalam kawasan Taman Nasional Komodo untuk dijadikan sebagai
Masyarakat Mitra Polhut (MMP). Kalau dari Desa Komodo ini, saat
ini terdapat sepuluh orang MMP yang masih aktif sampai sekarang
ini, itu juga termasuk Kepala Desa tergabung dalam MMP. Tugas
pokok mereka pada dasarnya membantu polhut menjaga lingkungan di
lapangan, seperti patroli lapangan atau membantu mengumpulkan
data. Mereka digaji perbulan dari Balai (BTNK), lumayanlah buat
mereka beli rokok.”
93
Dari informasi yang diberikan oleh Pak Hermanto tersebut diketahui
bahwa Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) berperan dalam melibatkan
masyarakat dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) untuk dijadikan
sebagai Masyarakat Mitra Polhut (MMP). Pak hermanto menginformasikan
bahwa saat ini terdapat 10 orang masyarakat Desa Komodo yang diberdayakan
sebagai MMP. MMP dari Desa Komodo diberdayakan oleh Balai Taman Nasional
Komodo dan mendapat menerima gaji tiap bulannya.
Berikut adalah kutipan wawancara dengan bapak Iskandar yang
berkedudukan sebagai ketua Masyarakat Mitra Polhut (MMP) dan merangkap
sebagai Ketua Badan Permusyawaratan Desa:
“Awalnya ada inisiatif dari Balai (BTNK) untuk memberdayakan
masyarakat secara langsung terkait dengan masalah pengamanan baik
darat dan laut. Tugas kami (MMP) adalah memberikan pemahaman
bagi masyarakat baik dalam kawasan atau luar yang berhubungan
dengan zonasi. Setiap tahun ada pembinaan dari Balai untuk MMP.
Keuntungan memberdayakan masyarakat Desa Komodo sebagai
MMP adalah MMP bisa memberikan arahan dengan bahasa yang
mudah dimengerti oleh masyarakat lokal tentang apa yang boleh
diambil atau tidak. Keuntungan lainnya adalah kami mengenal
berbagai aturan secara mendalam mengenai aturan-aturan yang ada di
TNK, karena desa ini kan berada dalam kawasan. Kalau kendala kami
disini, di perairan belum tersedianya fasilitas untuk pemantauan dalam
kawasan laut, boat tidak disediakan..”
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh bapak Iskandar tersebut,
diketahui bahwa tugas dari Masyarakat Mitra Polhut (MMP) adalah melakukan
pengamanan darat dan laut, serta memberikan pemahaman bagi masyarakat baik
dalam kawasan atau luar yang berhubungan dengan zonasi. Bapak Iskandar
menambahkan bahwa setiap tahun MMP mendapat pembinaan dari Balai Taman
Nasional Komodo. Keuntungan memberdayakan masyarakat Desa Komodo
94
sebagai MMP adalah karena mereka merupakan masyarakat lokal Desa Komodo
sehingga arahan yang mereka berikan kepada masyarakat Desa Komodo mudah
dipahami.
Kesimpulan dari berbagai ulasan yang telah dipaparkan tersebut yaitu
bahwa masyarakat Desa Komodo saat ini telah berpartisipasi dalam konservasi
lingkungan di Pulau Komodo. Bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
konservasi lingkungan di Pulau Komodo adalah dengan terlibat dalam sebuah
kelompok yang dinamakan Masyarakat Mitra Polhut.
2. Kader konservasi
Bentuk lain partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam konservasi Pulau
Komodo selain Masyarakat Mitra Polhut (MMP) adalah menjadi bagian dalam
Kader Konservasi. Kader konservasi itu sendiri adalah seseorang yang telah
diberikan pendidikan atau yang telah ditetapkan sebagai penerus upaya konservasi
Sumber Daya Alam (SDA) yang memiliki kesadaran maupun ilmu pengetahuan
mengenai SDA, serta secara sukarela, bersedia dan mampu menyampaikan pesan
konervasi kepada masyarakat di sekitarnya.
Peran Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) dalam memberdayakan
masyarakat dalam kawasan Taman Nasional Komodo umumnya dan di Pulau
Komodo khususnya sebagai Kader Konservasi sangat besar. Pihak BTNK
membentuk Kader Konservasi dan memberikan pembinaan yang berkaitan dengan
konservasi lingkungan kepada Kader Konservasi. Dari pengetahuan itu
diharapkan Kader Konservasi menjadi pelopor dan penggerak upaya-upaya
konservasi sumber daya alam hayati dan ekoistemnya dan mampu berperan aktif
95
dalam menumbuhkan upaya-upaya konservasi sumber daya alam kawasan Taman
Nasional Komodo umumnya dan di Pulau Komodo khususnya kepada masyarakat
umum. Data mengenai Kader Konservasi dari Desa Komodo dapat dilihat pada
tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1
Kader Konservasi Desa Komodo
No Nama Alamat No Nama Alamat 1 Batiang Desa Komodo 23 Suprin Desa Komodo
2 Ramang Desa Komodo 24 Kamelia Desa Komodo
3 Alwi Desa Komodo 25 Diana Desa Komodo
4 Hermansyah Desa Komodo 26 Jafri Desa Komodo
5 Hawati Desa Komodo 27 Hamnur Desa Komodo
6 H. Abdul Salang Desa Komodo 28 Yusuf Desa Komodo
7 Usman Desa Komodo 29 Guntur Desa Komodo
8 Dahlan Desa Komodo 30 Sarioga Desa Komodo
9 Muhamad Ria Desa Komodo 31 Kartini A Desa Komodo
10 Rahali Desa Komodo 32 Kartini B Desa Komodo
11 Fatimah Desa Komodo 33 Sitoarung Desa Komodo
12 Hakim Desa Komodo 34 Ishaka Desa Komodo
13 Bidong Desa Komodo 35 Iskandar Desa Komodo
14 Bakar Desa Komodo 36 Nursina Desa Komodo
15 Taher Jena Desa Komodo 37 Lina Desa Komodo
16 Bakri Desa Komodo 38 Diana Koo Desa Komodo
17 Tajuding Desa Komodo 39 Fitriani Desa Komodo
18 Sahabung Desa Komodo 40 Desi Desa Komodo
19 Mustada Desa Komodo 41 Meri Desa Komodo
20 Suharding Desa Komodo 42 Yanti Desa Komodo
21 Husen Desa Komodo 43 Kustini Desa Komodo
22 Ali B Desa Komodo
Sumber: Diolah dari Data Statistik BTNK (2013)
Dalam tabel 5.1 tersebut dapat dilihat daftar nama masyarakat Desa
Komodo yang menjadi Kader Konservasi di Pulau Komodo. Jumlah keseluruhan
Kader Konservasi dari Desa Komodo adalah 43 orang yang terdiri dari laki-laki
maupun perempuan.
Wawancara dengan bapak Hermanto yang merupakan anggota resort
Kampung Komodo membenarkan adanya keterlibatan masyarakat Desa komodo
96
dalam konservasi Pulau Komodo dengan bergabung dalam Kader Konservasi.
Berikut adalah kutipan wawancara dengan bapak Hermanto:
“Kalau jumlah Kader Konservasi di sini (Desa Komodo) banyak ya,
BTNK yang membentuk Kader Konservasi itu. Mereka tidak
mendapat honor, mereka ada kemauan untuk menjaga wilayah secara
sukarela meskipun tidak digaji. Tugasnya untuk menjaga TNK,
khususnya dalam hal menginformasikan kepada masyarakat umum
mengenai konservasi. Keuntungan memberdayakan mereka adalah
karena mereka masyarakat asli di sini, jadi mudah dimengerti oleh
masyarakat umum. Ada pelatihan tiap tahun dari BTNK, ada bagian
khusus penyuluhan masyarakat dari BTNK yang melatih Kader
Konservasi.”
Informasi yang diberikan oleh bapak Hermanto tersebut membenarkan
adanya partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam konservasi di Pulau Komodo
yaitu melalui Kader Konservasi. Dari informasi tersebut dapat diamati bahwa
menjadi Kader Konservasi merupakan bentuk partisipasi masyarakat secara
sukarela. Kader Konservasi diberi pelatihan oleh BTNK setiap tahunnya. Ilmu
tentang konservasi lingkungan yang diperoleh Kader Konservasi diharapkan dapat
disebarkan kepada masyarakat disekitarnya. Terdapat keuntungan dengan
memberdayakan masyarakat lokal sebagai Kader Konservasi, karena mudah
dipahami oleh masyarakat disekelilingnya.
Informasi lain menyangkut keterlibatan masyarakat Desa Komodo dengan
menjadi bagian dari Kader Konservasi berasal dari bapak Iskandar yang
merupakan anggota Kader Konservasi dari Desa Komodo. Berikut adalah kutipan
wawancara dengan bapak Iskandar:
“Saya sudah bergabung dalam Kader Konservasi itu. Waktu itu ada
dari Balai (BTNK) yang merekrut. Kader Konservasi itu ada juga
yang dari Labuan, dari Warloka, ada banyak. Kalau di sini (Desa
Komodo) ada banyak Kader Konservasinya, sekitar puluhan lebih,
97
coba tanya Yanto untuk Jumlahnya. Kalau tugas kami untuk
memberikan pembinaan buat masyarakat di kampung ini...”
Dari kutipan wawancara dengan bapak Iskandar tersebut terungkap bahwa
dirinya sebagai masyarakat Desa Komodo berperan serta dalam konservasi
lingkungan di Pulau Komodo sebagai Kader Konservasi. Dari informasi yang Dia
berikan bahwa salah satu tugas dari Kader konservasi adalah memberikan
pembinaan bagi masyarakat di sekitarnya mengenai lingkungan. Hal tersebut
dilakukan agar masyarakat di Desa Komodo turut serta dalam menjaga
lingkungannya.
Dari uraian yang telah dipaparkan tersebut, diketahui bahwa masyarakat
Desa Komodo berperan serta dalam konservasi lingkungan di Pulau Komodo
dengan terlibat dalam kelompok Masyarakat Mitra Polhut maupun dalam Kader
Konservasi. Peran serta masyarakat Desa Komodo tersebut merupakan bentuk
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo. Dengan menjaga lingkungan, artinya masyarakat Desa Komodo
berperan serta menjaga habitat asli dari hewan komodo yang merupakan daya
tarik utama dari wilayah ini.
98
BAB VI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI
MASYARAKAT DESA KOMODO DALAM PENGEMBANGAN
EKOWISATA DI PULAU KOMODO
Bab ini secara khusus membahas mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan
ekowisata di Pulau Komodo. Tujuan analisis ini adalah untuk mengidentifikasi
berbagai faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo.
Berdasarkan hasil penelitian ini, terungkap bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat Desa Komodo terbagi atas dua, yaitu
faktor-faktor yang mendorong dan faktor-faktor yang menghambat partisipasi
masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo.
6.1 Faktor-Faktor yang Mendorong
Hasil penelitian ini mengungkap tiga faktor yang mendorong partisipasi
masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo, di
antaranya adalah: 1). Adanya dukungan dari stakeholders, 2). Motivasi
masyarakat untuk memperoleh manfaat ekonomi dari ekowisata, 3). Motivasi
masyarakat untuk menjaga lingkungan.
6.1.1 Adanya Dukungan dari Stakeholders
Varesci dalam Yoeti (2008) menekankan pendekatan partisipatif
(participatory approach) sebagai salah satu pendekatan pembangunan pariwisata
99
berkelanjutan. Partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan
ekowisata di Pulau Komodo tidak lepas dari campur tangan berbagai pihak
pemangku kepentingan (stakeholders). Stakeholders yang terlibat dalam
pengembangan ekowisata berasal dari unsur pemerintah maupun swasta, seperti
Balai Taman Nasional Komodo, Yayasan Komodo Kita dan sebagainya. Setiap
stakeholders mempunyai peran masing-masing dalam mendukung partisipasi
masyarakat Desa Komodo, seperti dengan cara memberikan pelatihan
pengembangan kualitas sumber daya manusia, bantuan permodalan, bantuan
peralatan, dan sebagainya. Berbagai dukungan stakeholders tersebut memberikan
dorongan bagi masyarakat Desa Komodo untuk berpartisipasi dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Ibu Rini yang merupakan Staf
Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), diketahui bahwa pihak BTNK sebagai
salah satu stakeholder di Pulau Komodo memberikan berbagai bentuk dukungan
terhadap masyarakat Desa Komodo yang berpartisipasi dalam pengembangan
ekowisata. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Ibu Rini:
“Kegiatan pemberdayaan macam-macam sih, dari yang patung,
pelatihan patung yang pertama itu juga dari balai (BTNK) yang
mendatangkan pelatihnya itu dari Bali. Terus kita ada pembinaan terus
kelompok itu sampai sekarang, terakhir kemarin ada bantuan kayu
yah, kayu sama peralatan, terus juga ada pembinaan generasi muda,
kemarin ada pelatihan-pelatihan pengelolaan hasil laut, terus ada
pelatihan guiding, terus ada bantuan modal, bantuan modal dulu
banget...”.
Informasi yang diberikan Ibu Rini tersebut cukup jelas mengindikasikan
adanya dukungan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) terhadap partisipasi
masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo.
100
Bentuk dukungan yang diberikan oleh BTNK berupa pelatihan dan pembinaan
peningkatan kualitas sumber daya manusia masyarakat Desa Komodo, bantuan
bahan baku kerajinan, serta bantuan permodalan bagi masyarakat. Pada gambar
6.1 berikut, tampak pengerajin patung di Desa Komodo memanfaatkan bantuan
kayu dari Balai Taman Nasional Komodo untuk dipahat menjadi patung komodo.
Gambar 6.1 Pengerajin Sedang Membuat Patung Komodo
Sumber: Dokumentasi Peneliti (2014)
Dukungan yang diberikan oleh Balai Taman Nasional Komodo
mendorong masyarakat Desa Komodo untuk berpartisipasi dalam pengembangan
ekowisata di Pulau Komodo. Berikut adalah kutipan wawancara dengan bapak
Supardin yang berprofesi sebagai pengerajin patung di Desa Komodo:
“Harga patungnya beda-beda ya.. tergantung ukuran, patung besar
bisa sampai jutaan, yang sedang bisa Rp 100.000 kalau yang kecil Rp
12.500. Kayu saya dapat 20 batang dibantu oleh Mba Dewi (BTNK).
Pesan Ibu Dewi agar tidak ambil kayu dalam lokasi (dalam Pulau
Komodo)”.
101
Dari informasi yang diberikan oleh bapak Supardin tersebut, diketahui
bahwa dirinya sebagai pengerajin patung komodo mendapatkan bantuan kayu
sebanyak 20 batang untuk membuat patung komodo yang Ia terima dari Balai
Taman Nasional Komodo (BTNK). Bantuan kayu tersebut merupakan salah satu
bentuk dukungan BTNK terhadap para pengerajin patung di Desa Komodo.
Dengan memanfaatkan bantuan kayu tersebut, bapak Supardin dapat berpartisipasi
dalam usaha ekowisata sebagai pengerajin patung komodo.
Selain memberikan bantuan bagi para pengerajin, Balai Taman Nasional
Komodo juga mendukung upaya partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
konservasi lingkungan, yaitu dengan memberikan pembinaan kepada Masyarakat
Mitra Polhut dari Desa Komodo. Berikut ini merupakan kutipan wawancara
dengan bapak Iskandar yang berkedudukan sebagai ketua Masyarakat Mitra
Polhut di Desa Komodo:
“Awalnya ada inisiatif dari Balai (BTNK) untuk memberdayakan
masyarakat secara langsung terkait dengan masalah pengamanan baik
darat dan laut. Tugas kami (MMP) adalah memberikan pemahaman
bagi masyarakat baik dalam kawasan atau luar yang berhubungan
dengan zonasi. Setiap tahun ada pembinaan dari Balai untuk MMP”.
Informasi yang diberikan oleh bapak Iskandar tersebut secara jelas
mengindikasikan adanya dukungan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK)
terhadap partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam konservasi lingkungan
melalui MMP. Dukungan yang diberikan oleh BTNK berupa pembinaan kepada
MMP yang dilakukan setiap tahunnya.
Selain dukungan dari Balai Taman Nasional Komodo, stakeholder lain
yang turut mendukung partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
102
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo berasal dari pihak swasta, yaitu
yayasan Komodo Kita (YKK). Berikut adalah kutipan wawancara dengan Bapak
Samuel yang berkedudukan sebagai Program Manager YKK ketika diwawancarai
mengenai dukungan organisasi YKK terhadap partisipasi masyarakat Desa
Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo:
“Tentunya yayasan (YKK) mendukung partisipasi masyarakat Desa
Komodo yah. Bukan hanya di Desa Komodo saja sebenarnya tetapi di
semua desa dalam kawasan TNK”.
Dari kutipan wawancara yang cukup singkat dengan bapak Samuel
tersebut, cukup menjelaskan adanya peran serta pihak Yayasan Komodo Kita
dalam mendukung upaya partisipasi masyarakat dalam kawasan Taman Nasional
Komodo umumnya maupun masyarakat Desa Komodo khususnya dalam
pengembangan ekowisata.
Berdasarkan hasil studi dokumen yang termuat dalam Progress Report
Pengembangan Desa Wisata Komodo BNI tahun 2014, diketahui bahwa bentuk-
bentuk dukungan Yayasan Komodo Kita (YKK) terhadap partisipasi masyarakat
Desa Komodo, di antaranya berupa program pengembangan kualitas sumber daya
manusia, penguatan organisasi ekonomi rakyat, penguatan Rencana Tata
Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) dan insfrastruktur desa, bantuan sarana dan
kegiatan ekonomi masyarakat, promosi Desa Wisata Komodo BNI, dan
sebagainya.
Berdasarkan berbagai uraian yang telah dipaparkan tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan
ekowisata di Pulau Komodo tidak lepas dari campur tangan berbagai stakeholders.
103
Dukungan dari berbagai stakeholders tersebut mendorong masyarakat Desa
Komodo untuk berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo.
6.1.2 Motivasi Masyarakat untuk Memperoleh Manfaat Ekonomi dari
Ekowisata
Menurut teori motivasi Abraham Maslow, kebutuhan fisiologis merupakan
hirarki kebutuhan manusia yang paling dasar yang terkait dengan pemenuhan
kebutuhan ekonomi, seperti sandang, pangan, papan dan sebagainya. Didorong
oleh kebutuhan akan pemenuhan kebutuhan fisiologis tersebut, masyarakat Desa
Komodo berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo. Pada
bab sebelumnya (lihat bab V), telah dibahas mengenai bentuk-bentuk partisipasi
masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo.
Dengan berpartisipasi, masyarakat Desa Komodo memperoleh manfaat ekonomi
dari ekowisata.
Berikut adalah kutipan wawancara dengan bapak Ishak yang merupakan
salah seorang masyarakat Desa Komodo yang berpartisipasi dalam usaha
ekowisata sebagai naturalist guide di Loh Liang:
“Saya bersyukur bisa menjadi naturalist guide di sini karena ya
lumayan bisa mencukupi rumah tangga saya. Saya juga
menyekolahkan anak saya kuliah. Dari pendapatan menjadi naturalist
guide banyak membantu saya membayar kebutuhan anak saya yang
kuliah itu. Biasanya tips dari wisatawan disini kalau saya hitung
lumayan jumlahnya... ”
Dari kutipan wawancara dengan bapak Ishak tersebut, dapat dilihat bahwa
dengan menjadi naturalist guide, bapak Ishak dapat mencukupi kebutuhan rumah
tangganya, selain itu Ia juga dapat membiayai anaknya yang kuliah. Berikut ini
104
merupakan foto dari bapak Ishak yang berprofesi sebagai naturalist guide di Loh
Liang, Pulau Komodo.
Gambar 6.2 Bapak Ishak yang Berprofesi sebagai Naturalist Guide
di Loh Liang, Pulau Komodo
Sumber: Dokumentasi Peneliti (2014)
Informasi lain yang mengindikasikan peran serta masyarakat Desa
Komodo dalam usaha ekowisata karena didorong akan pemenuhan kebutuhan
ekonomi berasal dari bapak Elias. Berikut adalah kutipan wawancara dengan
bapak Elias yang bekerja sebagai penjual cenderamata di Loh Liang:
“Sudah 8 tahun saya menjual cenderamata di sini. Saya dulu nelayan
sebelum menjual di sini. Kalau keuntungannya, saya bisa memberi
makan keluarga, saya juga bisa sekolahkan anak saya dan bisa bantu
orang tua saya. Patung-patung yang saya jual ini dibeli dari pembuat
patung”.
Dari kutipan wawancara dengan bapak Elias tersebut, diketahui bahwa
dengan bekerja sebagai penjual cenderamata di Loh Liang, bapak Elias
105
memperoleh penghasilan. Dengan penghasilan tersebut, bapak Elias mampu
menafkahi keluarganya, meyekolahkan anaknya serta membantu orang tuanya.
Bapak Iskandar merupakan salah seorang masyarakat Desa Komodo yang
berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo. Seperti
masyarakat Desa Komodo lainnya, bapak Iskandar juga terdorong untuk
memperoleh manfaat ekonomi dari ekowisata. Berikut adalah kutipan wawancara
dengan bapak Iskandar:
“Kalau di Desa Komodo ini ada banyak homestay ya, saya kurang
tahu juga pastinya. Kalau homestay-nya tidak merata, tamu jarang
menginap di homestay warga. yah mungkin promosinya barangkali
yang kurang. Harapan kami semoga tamu-tamu lebih mengetahui ada
homestay di rumah masyarakat, biar masyarakat dapat pemasukan
tambahan”.
Dari kutipan informasi yang diberikan oleh bapak Iskandar tersebut, dapat
dilihat bahwa dirinya sebagai masyarakat Desa Komodo yang mengelola
homestay mengharapkan agar tamu-tamu mengetahui adanya homestay
dirumahnya ataupun dirumah masyarakat lainnya. Dengan begitu, mereka
mendapatkan pemasukan dari pengelolaan homestay tersebut. Hal tersebut
menunjukan bahwa bapak Iskandar ataupun para pengelola homestay lainnya di
Desa Komodo termotivasi untuk mendapatkan pemasukan dari pengelolaan
homestay itu sendiri.
Berdasarkan berbagai uraian yang telah dipaparkan tersebut, terungkap
bahwa salah satu faktor yang mendorong masyarakat Desa Komodo berpartisipasi
dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo ialah karena adanya motivasi
masyarakat Desa Komodo untuk memperoleh manfaat ekonomi dari ekowisata.
106
6.1.3 Motivasi Masyarakat untuk Menjaga Lingkungan
Partisipasi masyarakat dapat mendorong setiap individu untuk melindungi
hutan dan alam liar (Stem dkk, 2003). Adapun penelitian Wang, Pfister dan
Morais (2006) menemukan bahwa masyarakat lokal yang menyadari akan potensi
manfaat dari pariwisata adalah faktor yang mempengaruhi mereka meningkatkan
partisipasi mereka dalam pariwisata. Kegiatan pariwisata itu sendiri berpotensi
memberi manfaat terhadap terjaganya lingkungan. Adapun hasil penelitian ini
mengungkapkan bahwa, masyarakat Desa Komodo sebagai masyarakat
penyelenggara ekowisata di Pulau Komodo berpartisipasi dalam pengembangan
ekowisata karena mereka menyadari akan manfaat dari adanya kegiatan ekowisata
di wilayah mereka, yaitu salah satunya dapat mengkonservasi lingkungan. Hal
tersebut merupakan salah satu faktor yang mendorong mereka untuk berpartisipasi
dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo.
Masyarakat Desa Komodo berpartisipasi dalam konservasi lingkungan
dengan bergabung dalam kelompok Masyarakat Mitra Polhut (MMP) maupun
dalam Kader Konservasi (lihat sub-bab 5.2). Partisipasi masyarakat Desa Komodo
dalam konservasi lingkungan di Pulau Komodo tentunya karena didorong
berbagai alasan. Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa faktor yang
mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam konservasi lingkungan adalah
karena adanya motivasi masyarakat Desa Komodo sendiri untuk menjaga
lingkungannya. Adapun salah satu tugas dari MMP adalah membantu Polhut
dalam menjaga lingkungan di Pulau Komodo, seperti yang tampak pada gambar
6.3 berikut ini.
107
Gambar 6.3 MMP bersama Polhut melakukan monitoring di Gunung Ara,
Pulau Komodo
Sumber: Dokumentasi Peneliti (2014)
Berikut ini merupakan kutipan wawancara dengan bapak Iskandar yang
merupakan ketua Masyarakat Mitra Polhut (MMP) di Desa Komodo ketika
ditanya mengenai faktor apa yang mendorongnya terlibat dalam kelompok MMP:
“Kami sebagai masyarakat di Pulau Komodo ini tentunya punya
keinginan untuk menjaga lingkungan kami ini. Tugas kami sebagai
MMP ini adalah memberikan penyuluhan kepada masyarakat Desa
agar jangan merusak lingkungan. Kalau alasan yang mendorong saya
untuk bergabung dengan MMP, karena saya ingin lingkungan di pulau
Komodo ini terjaga, Pulau Komodo ini kan termasuk keajaiban
dunia...”.
Makna yang terkandung dalam informasi yang diberikan oleh bapak
Iskandar tersebut ialah bahwa dirinya sebagai masyarakat Desa Komodo
menginginkan agar lingkungannya tetap terjaga. Dengan alasan tersebut, bapak
MMP Polhut
108
Iskandar berpartisipasi dalam konservasi lingkungan di Pulau Komodo dengan
terlibat dalam kelompok Masyarakat Mitra Polhut.
Bapak Taher merupakan salah seorang anggota Kader Konservasi dari
Pulau Komodo. Bapak Taher termotivasi untuk menjaga lingkungan di Pulau
Komodo. Motivasi itulah yang mendorongnya untuk terlibat sebagai Kader
Konservasi di Pulau Komodo. Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan
bapak Taher, di mana Ia membeberkan alasan yang mendorongnya terlibat dalam
Kader Konservasi:
“Kalau motivasi dari saya pribadi bergabung dalam Kader Konservasi
ini karena saya mau lingkungan di sini (Pulau Komodo) tetap terjaga
yah, tetap bagus lah. Balai (BTNK) tempo hari yang rekrut
masyarakat di sini. Iya, itu tadi, motivasi saya bergabung untuk agar
supaya lingkungan di sini terjaga saja”.
Berdasarkan kutipan wawancara dengan bapak Taher tersebut, dapat
dilihat bahwa bapak Taher secara tegas menginformasikan bahwa dirinya
termotivasi untuk menjaga lingkungan Pulau Komodo sehingga membuatnya
bergabung sebagai Kader Konservasi
Berdasarkan berbagai uraian yang telah dipaparkan tersebut, terungkap
bahwa salah satu faktor yang mendorong masyarakat Desa Komodo untuk
berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo adalah karena
adanya motivasi masyarakat untuk menjaga lingkungan di Pulau Komodo.
Masyarakat Desa Komodo menyadari bahwa dengan berpartisipasi dalam
pengembangan ekowisata berpotensi memberikan manfaat terhadap terjaganya
lingkungan. Dengan menjaga lingkungan di Pulau Komodo, artinya masyarakat
109
Desa Komodo berperan serta dalam menjaga habitat asli hewan komodo maupun
seluruh ekosistemnya yang merupakan daya tarik ekowisata wilayah ini.
6.2 Faktor-Faktor yang Menghambat
Berdasarkan hasil penelitian ini, terungkap bahwa faktor-faktor yang
menghambat partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan
ekowisata di Pulau Komodo, adalah sebagai berikut: 1). Terbatasnya anggaran, 2).
Sikap apatis dan kesadaran yang rendah dalam masyarakat, 3). Fluktuasi
kunjungan wisatawan, dan 4). Kesulitan memasarkan produk ekowisata.
6.2.1 Terbatasnya Anggaran
Anggaran yang memadai sangat dibutuhkan dalam setiap upaya
pembangunan pariwisata. Pengenalan perihal pariwisata kepada masyarakat
biasanya memerlukan anggaran untuk dialokasikan untuk membangun fasilitas-
fasilitas infrastruktur pariwisata (Reed, 1997 dalam Tosun, 2000). Dalam
hubungannya dengan anggaran pengelolaan taman nasional, Nurdin (2008)
menjelaskan bahwa sebagian besar pengelola kawasan taman nasional cenderung
kekurangan dana untuk mengantisipasi perkembangan permintaan industri
pariwisata dan tuntutan konservasi sedangkan pemerintah sebagai pengelola
kawasan tersebut tidak memberikan dana yang layak bagi taman nasional.
Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Taman Nasional Komodo
(TNK) rata-rata masyarakat miskin yang menggantungkan hidupnya dari
kekayaan sumberdaya alam hayati TNK (Renstra BTNK 2010-2014). Untuk
berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan ekowisata tentunya membutuhkan
110
biaya. Masyarakat dalam kawasan TNK yang rata-rata merupakan masyarakat
miskin tentunya kesulitan untuk berpartisipasi karena ketiadaan biaya.
Selain keterbatasan anggaran masyarakat Desa Komodo, pihak pengelola
Taman Nasional Komodo (TNK), yaitu Balai Taman Nasional Komodo (BTNK)
juga memiliki keterbatasan anggaran pengelolaan kawasan TNK. Pihak BTNK
sebagai institusi pemerintah yang secara khusus mengelola TNK mengakui
adanya keterbatasan anggaran dalam mengelola TNK. Keterbatasan anggaran
pengelolaan BTNK berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat Desa Komodo
dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo. Berikut ini merupakan kutipan
wawancara dengan Ibu Dewi yang merupakan staf BTNK:
“ …terus kalau dibilang em..kenapa kok kami berikan bantuan
pembinaan ataupun permodalan atau peralatan kok tidak merata ke
semua masyarakat ya.. kami mampunya perkelompok. Kalau misalnya
seluruh masyarakat harus dapat, anggaran kami tidak cukup, karena
eh.. untuk mengelola Taman Nasional Komodo ini, kami anggaran
paling besarnya untuk operasional”.
Untuk dapat berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata tentunya
dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) terlatih dalam bidangnya. Menyadari
hal tersebut, Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) sebagai salah satu
stakeholder kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) melaksanakan program
pengembangan kualitas SDM masyarakat dalam kawasan TNK antara lain
dengan cara memberikan pembinaan. Namun, keterbatasan anggaran
menyebabkan pembinaan tidak merata ke semua masyarakat. Artinya, masyarakat
yang tidak mendapatkan pembinaan tentunya tidak memiliki keahlian ataupun
keterampilan sehingga mengalami kesulitan dalam berpartisipasi dalam
pengembangan ekowisata di TNK umumnya atau di Pulau Komodo khususnya.
111
Selain pembinaan untuk meningkatkan kualitas SDM masyarakat dalam
kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), Balai Taman Nasional Komodo
(BTNK) juga memberikan bantuan permodalan dan peralatan bagi masyarakat
dalam kawasan TNK. Permodalan dan peralatan merupakan komponen penting
dalam menunjang partisipasi masyarakat dalam usaha ekowisata di Pulau
Komodo. Keterbatasan anggaran BTNK membuat tidak semua masyarakat dalam
kawasan memperoleh bantuan permodalan dan peralatan. Hal tersebut menjadi
penghambat bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam usaha ekowisata di Pulau
Komodo.
Terbatasnya anggaran juga menjadi hambatan bagi masyarakat Desa
Komodo untuk berpartisipasi dalam konservasi di Pulau Komodo. Berikut adalah
kutipan wawancara dengan bapak Iskandar yang merupakan ketua Masyarakat
Mitra Polhut (MMP) di Pulau Komodo:
“Kendala kami saat ini adalah di perairan belum tersedianya fasilitas
untuk pemantauan dalam kawasan laut. Dari Balai (BTNK) tidak
disediakan kapal patroli. Jadi kalau memantau kawasan perairan,
biasanya kami menyewa perahu motor nelayan di sini untuk patroli,
itu dibayar oleh balai. Harapan kami kedepannya agar disediakan
kapal patroli biar lebih lancar”.
Berdasarkan infomasi tersebut diketahui bahwa Masyarakat Mitra Polhut
kesulitan dalam melakukan pemantauan kawasan perairan di sekitar Pulau
Komodo. Hal ini terjadi akibat tidak tersedianya kapal patroli sebagai sarana
patroli perairan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa, pihak Balai Taman Nasional
Komodo (BTNK) sebagai pengelola kawasan TNK umumnya maupun Pulau
Komodo khususnya memiliki keterbatasan anggaran, untuk mengadakan kapal
patroli kawasan perairan tentunya BTNK membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
112
Berbagai ulasan yang telah dipaparkan tersebut mengindikasikan adanya
faktor keterbatasan anggaran merupakan salah satu faktor yang menghambat
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo.
6.2.2 Sikap Apatis dan Kesadaran Masyarakat yang Rendah
Sikap negatif dari masyarakat sendiri seringkali menjadi faktor yang
menghambat masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata di
suatu destinasi ekowisata. Sikap negatif tersebut di antaranya adalah apatis serta
kesadaran yang rendah dalam masyarakat itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian,
terungkap bahwa salah satu faktor penghambat partisipasi masyarakat Desa
Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo ialah karena adanya
sikap apatis dan kesadaran yang rendah dalam masyarakat Desa Komodo itu
sendiri.
Rosener (1982) dalam Tosun (1999) menyatakan bahwa masyarakat
cenderung berpartisipasi hanya apabila didorong untuk melakukannya, dan
seringkali mereka tidak terdorong (Citizens tend to participate only when strongly
motivated to do so, and most of the time they are not motivated). Hal yang
disampaikan Rosener tersebut terkonfirmasi ketika penulis melakukan wawancara
dengan Ibu Rini dari Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) mengenai faktor
yang menjadi kendala bagi BTNK dalam memberdayakan masyarakat. Berikut
adalah petikan wawancara dengan pihak BTNK:
“…hambatanya ya dari mereka sendiri kadang terlalu menunggu itu
loh.. tidak ada inisiatif untuk mengembangkan itu, jadi mungkin
kesannya mati gitu loh.. kayak pelatihan guide kemarin, setelah kita
tidak melatih, tidak berjalan. Paling dari semua yang diberikan
113
pelatihan guide yang berani untuk melibatkan diri di kegiatan
pelayanan tamu-tamu itu paling dua orang lah. heem… jadi ya
kembali kepada mereka sendiri… hambatannya apa ya…keinginan
dari mereka sendiri untuk berkembang kali yang kurang…”
Dari kutipan wawancara dengan pihak Balai Taman Nasional Komodo
(BTNK) tersebut dapat diketahui bahwa ada sikap apatis masyarakat desa dalam
upaya pengembangan ekowisata di Taman Nasional Komodo umumnya dan di
Pulau Komodo khususnya. Sikap apatis itu sendiri adalah kurangnya emosi,
motivasi, entusiasme, atau dalam istilah psikologikal menunjuk pada keadaan
yang acuh tak acuh. Pelatihan guide yang dilaksanakan oleh BTNK merupakan
upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat agar dapat
berpartisipasi dalam upaya pengembangan ekowisata di Pulau Komodo. Namun,
masyarakat Desa Komodo tidak mempunyai inisiatif untuk mengembangkan
pelatihan yang telah dilakuan oleh BTNK tersebut. Hal ini menunjukkan sikap
apatis dari masyarakat Desa Komodo itu sendiri.
Hal lain yang menjadi penghambat partisipasi masyarakat Desa Komodo
dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo adalah adanya kesadaran yang
rendah dalam masyarakat Desa Komodo itu sendiri. Ketika melakukan observasi
di lokasi penelitian, penulis menyaksikan sampah-sampah berserakan di sekitar
Desa, seperti di halaman rumah warga, di pantai, di gang - gang dan sebagainya.
Selain itu, ternak masyarakat seperti kambing berkeliaran di desa dan membuang
kotoran di mana-mana sehingga menyebabkan bau. Hal lain yang cukup
mengejutkan adalah bahwa ternyata tidak semua rumah masyarakat Desa Komodo
memiliki Mandi Cuci Kakus (MCK). Warga desa yang tidak memiliki MCK di
rumahnya membuang air (tinja) di pinggiran desa ataupun di bebatuan di dekat
114
pantai. Berbagai permasalahan tersebut mengindikasikan minimnya kesadaran
masyarakat Desa Komodo dalam hal menjaga kebersihan.
Kebersihan merupakan salah satu unsur dari sapta pesona pariwisata.
Kebersihan memberikan kenyaman bagi wisatawan yang mengunjungi suatu
destinasi wisata. Kesadaran yang rendah masyarakat Desa Komodo akan
kebersihan lingkungan desa mereka menjadi salah satu faktor yang penghambat
program pengembangan Desa Wisata Komodo yang diprakarsai Bank Negara
Indonesia dan Yayasan Komodo Kita.
6.2.3 Fluktuasi Kunjungan Wisatawan
Kunjungan wisatawan yang fluktuatif ke Pulau Komodo merupakan salah
satu faktor penghambat partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo. Fluktuasi kunjungan wisatawan itu
sendiri merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidakmenentuannya jumlah
kunjungan wisatawan ke suatu destinasi wisata. Pulau Komodo sebagai destinasi
ekowisata juga mengalami fluktuasi kunjungan wisatawan. Hal tersebut menjadi
salah satu faktor yang menghambat partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo.
Bulan Juli sampai November merupakan high season kunjungan
wisatawan ke Taman Nasional Komodo (TNK) umumnya dan ke Pulau Komodo
khususnya. Kunjungan wisatawan yang ramai pada bulan-bulan ini berdampak
pada meningkatnya penerimaan masyarakat setempat yang berpartisipasi dalam
usaha ekowisata di TNK. Selain ketika high season, kunjungan wisatawan yang
melimpah ke Pulau Komodo adalah ketika kapal pesiar (cruise) bersandar di Loh
115
Liang, Pulau Komodo. Masyarakat Desa Komodo yang berpartisipasi dalam
usaha ekowisata mengakui bahwa, ketika kapal pesiar yang mengangkut ratusan
wisatawan ke Loh Liang, mereka dapat menjual cenderamata lebih banyak dan
juga bagi naturalist guide dapat memperoleh job dengan mudah. Namun, ketika
low season atau ketika kapal pesiar tidak mengunjungi Pulau Komodo,
masyarakat Desa Komodo yang berpartisipasi dalam usaha ekowisata di Pulau
Komodo kesulitan mendapatkan job ataupun kesulitan dalam menjual
cenderamata karena minimnya jumlah wisatawan yang membeli produk yang
masyarakat setempat tawarkan. Gambar 6.4 berikut merupakan gambar kapal
pesiar mengunjungi TNK.
Gambar 6.4 Kapal Pesiar (Cruise) Mengunjungi Taman Nasional Komodo
Sumber: www.floresbangkit.com
Masyarakat Desa Komodo yang bekerja sebagai naturalist guide di Loh
Liang bergantung dari kunjungan wisatawan, artinya apabila tidak ada wisatawan
116
yang mengunjungi Pulau Komodo, para naturalist guide ini tidak mendapatkan
job. Berikut adalah kutipan wawancara dengan bapak Hariyono Abdulah yang
berprofesi sebagai naturalist guide di Loh Liang:
“Biasanya kalau wisatawan yang berkunjung ke sini, ke Loh Liang ini
sedikit, kami naturalis guide hanya duduk-duduk saja. Kami tidak
bekerja. Tetapi biasanya kalau banyak tamunya, kami malah kesulitan
memandu tamu-tamu itu. Tamu yang datang paling banyak itu waktu
kapal pesiar masuk. Bisa sampai ratusan orang yang datang”.
Informasi dari bapak Hariyono Abdulah tersebut mengungkapkan
mengenai keadaannya sebagai naturalist guide di Loh Liang, dimana Dia akan
mendapatkan job ketika banyak wisatawan yang berkunjung pada saat kapal
pesiar mengunjungi Loh Liang, namun kesulitan mendapatkan job ketika
wisatawan sedikit yang berkunjung.
Bapak Elias merupakan salah seorang masyarakat Desa Komodo yang
bekerja sebagai penjual cenderamata di loh Liang. Dia mengakui bahwa salah satu
kendala baginya dalam menjual cenderamata adalah karena kunjungan wisatawan
sedikit pada saat-saat tertentu. Berikut adalah kutipan wawancara dengan bapak
Elias:
“Patung yang saya jual ini dari pengerajin patung. Kalau
penjualannya, paling laku itu pada bulan Juli sampai bulan 11
(November), banyak keuntungannya karena tamu banyak. Tapi lewat
bulan-bulan itu, kami di sini jual sedikit saja. Tamu kurang
berkunjung soalnya...”.
Berdasarkan informasi dari bapak Elias tersebut, diketahui bahwa dirinya
sebagai penjual cenderamata mengakui bahwa kunjungan wisatawan yang rendah
pada saat-saat low season berdampak pada rendahnya pendapatannya. Sebaliknya,
117
semakin banyak kunjungan wisatawan ke Loh Liang, maka semakin besar pula
kemungkinan Ia menjual cenderamata kepada wisatawan.
Berbagai uraian yang telah dipaparkan tersebut mengindikasikan bahwa
fluktuasi kunjungan wisatawan ke Pulau Komodo menjadi salah satu faktor yang
menghambat masyarakat Desa Komodo berpartisipasi dalam pengembangan
ekowisata di Pulau Komodo. Kunjungan wisatawan yang minim pada saat low
season atau ketika kapal pesiar tidak mengunjungi Pulau Komodo, menyebabkan
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo kurang maksimal.
6.2.4 Kesulitan Memasarkan Produk Ekowisata
Setiap usaha atau bisnis tentunya memiliki produk yang ditawarkan bagi
konsumen atau pembeli. Usaha ekowisata juga memiliki produk berupa barang
atau jasa yang ditawarkan kepada wisatawan. Namun, produk yang ditawarkan
pelaku usaha ekowisata tidak akan sampai kepada wisatawan apabila terdapat
kesulitan dalam hal pemasaran.
Masyarakat Desa Komodo yang berpartisipasi dalam usaha ekowisata di
Pulau Komodo menghasilkan produk ekowisata berupa berupa barang dan jasa
(lihat sub-bab 5.2). Namun, berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa
masyarakat mengalami permasalahan dalam hal memasarkan produk-produk
tersebut. Kesulitan dalam memasarkan produk ekowisata tersebut merupakan
salah satu faktor penghambat partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam usaha
ekowisata di Pulau Komodo.
118
Wawancara dengan bapak Haji Akbar Safar yang merupakan Sekretaris
Desa Komodo mengindikasikan adanya masalah dalam hal pemasaran bagi
masyarakat desa yang berpartisipasi dalam usaha ekowisata. Berikut adalah
kutipan wawancara dengan bapak Haji Akbar Safar:
“Untuk partisipasi masyarakat, saya rasa perlu ditingkatkan lagi yah.
Masalah yang dihadapai masyarakat saat ini adalah permodalan dan
masalah pemasaran juga yah. Solusinya untuk pemasaran harus ada
pihak ke tiga yang membantu pemasaran karena masyarakat kurang
memahami pemasaran”.
Berdasarkan informasi dari bapak Akbar tersebut diketahui bahwa masalah
pemasaran merupakan salah satu masalah yang dihadapi masyarakat saat ini. Pak
Akbar memberitahukan bahwa masyarakat kurang memahami pemasaran. Pak
Akbar juga menawarkan solusi agar ada pihak ketiga yang membantu dalam hal
pemasaran.
Bapak Saeh merupakan masyarakat Desa Komodo yang berprofesi sebagai
pengerajin patung. Ia memberikan informasi mengenai permasalahan dalam hal
memasarkan produk yang ia hasilkan. Berikut ini merupakan kutipan wawancara
dengan bapak Saeh:
“Kendalanya buat kami sebagai pembuat patung disini adalah karena
hal pemasaran. Masalah pemasaran itu yah. Kalau masalah pemasaran
itu harapan kami agar ada art shop untuk menjual patung kami ini.
Kalau tamu sedikit yang datang, patung yang kami buat ini tidak ada
yang beli”.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut, diketahui bahwa bapak Saeh
mengalami kendala dalam memasarkan produk yang dihasilkannya. Ia
menjelaskan bahwa ketika tamu (wisatawan) yang berkunjung sedikit, patung-
patung yang ia hasilkan tidak laku karena tidak ada yang membelinya. Bapak
119
Saeh mengharapkan agar ada art shop tempat ia menjual patung-patung yang ia
hasilkan. Dari informasi bapak Saeh tersebut, diketahui bahwa kesulitan dalam hal
pemasaran merupakan faktor yang menghambat pekerjaannya sebagai pengerajin
patung.
Pada pembahasan sebelumnya (lihat sub-bab 6.2.3), telah dijelaskan
bahwa kunjungan wisatawan yang minim ke Pulau Komodo pada saat low season
atau ketika kapal pesiar tidak bersandar di Loh Liang mengakibatkan rendahnya
pendapatan masyarakat yang berpartisipasi dalam usaha ekowisata di Pulau
Komodo. Hal tersebut terjadi karena masyarakat kesulitan memasarkan produk
mereka kepada para pembeli yang umumnya adalah wisatawan yang mengunjungi
Pulau Komodo.
Bapak Elias merupakan seorang penjual cenderamata di loh Liang. Dia
memberikan informasi mengenai kesulitannya dalam memasarkan cenderamata
yang diakibatkan oleh kurangnya wisatawan pada bulan-bulan tertentu. Berikut ini
adalah kutipan wawancara dengan bapak Elias:
“Patung yang saya jual ini dari pengerajin patung. Kalau
penjualannya, paling laku itu pada bulan Juli sampai bulan 11
(November), banyak keuntungannya karena tamu banyak. Tapi lewat
bulan-bulan itu, kami di sini jual sedikit saja. Tamu kurang
berkunjung soalnya...”.
Informasi dari bapak Elias tersebut menjelaskan faktor kunjungan
wisatawan yang minim ketika low season menyebabkan kesulitan baginya dalam
memasarkan cenderamata. Bapak Elias menginformasikan bahwa Ia memperoleh
keuntungan yang tinggi pada saat wisatawan banyak mengunjungi Loh Liang,
yaitu pada bulan Juli sampai November. Namun, ketika lewat bulan-bulan
120
tersebut, Ia dan para penjual cenderamata lainnya di Loh Liang mengalami
kesulitan memasarkan dagangannya karena minimnya wisatawan yang merupakan
pembeli produk mereka. Gambaran mengenai sepinya wisatawan yang membeli
produk ekowisata yang ditawarkan penjual cenderamata di art shop yang berada
di Loh Liang dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.5 Situasi Art Shop di Loh Liang yang Sepi Pembeli
Sumber: Dokumentasi Peneliti (2014)
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa permasalahan dalam hal pemasaran merupakan salah satu
faktor yang menghambat partisipasi masyarakat Desa Komodo, khususnya bagi
masyarakat yang berpartisipasi dalam usaha ekowisata di Pulau Komodo.
Berdasarakan permasalahan ini, diharapkan agar setiap stakeholders ekowisata
Pulau Komodo bekerja sama mencarikan solusi bagi permasalahan ini, agar
partisipasi masyarakat Desa Komodo lebih maksimal.
121
BAB VII
DAMPAK POSITIF PARTISIPASI MASYARAKAT DESA KOMODO
DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA DI PULAU KOMODO
Pada bab sebelumnya (lihat BAB V) telah dibahas mengenai berbagai
bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di
Pulau Komodo. Berbagai bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo tersebut
memberikan berbagai dampak positif.
Bab ini secara khusus membahas mengenai berbagai dampak positif
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui berbagai dampak
positif partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di
Pulau Komodo. Penelitian ini berhasil mengungkap dampak positif dari partisipasi
masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo
menyentuh sektor ekonomi, lingkungan dan sosial budaya.
7.1 Dampak Ekonomi
7.1.1 Pendapatan dari Usaha Ekowisata
Pitana dan Diarta (2009) menyatakan bahwa pengeluaran dari wisatawan
secara langsung ataupun tidak langsung merupakan sumber pendapatan dari
beberapa perusahaan, organisasi, atau masyarakat perorangan yang melakukan
usaha disektor pariwisata. Partisipasi masyarakat dalam usaha ekowisata
memberikan peluang bagi masyarakat itu sendiri untuk memperoleh pendapatan.
Pada bab sebelumnya (lihat sub-bab 5.2) telah dibahas mengenai bentuk-
122
bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam usaha ekowisata di Pulau
Komodo. Masyarakat Desa Komodo berpartisipasi dalam usaha ekowisata
mendapatkan keuntungan dari usahanya. Hal tersebut merupakan dampak positif
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
komodo. Pendapatan dari usaha ekowisata di Pulau Komodo diperoleh
masyarakat desa yang berpartisipasi dalam usaha ekowisata di Pulau Komodo.
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Ishak yang merupakan
masyarakat Desa Komodo yang berprofesi sebagai naturalist guide di Loh Liang,
diketahui bahwa dia sangat bersyukur karena telah menjadi salah satu naturalist
guide di Loh Liang. Karena dengan bekerja sebagai naturalist guide, dia
memperoleh pendapatan yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah
tangganya, bahkan membiayai anaknya yang saat ini sedang menempuh kuliah.
Berikut adalah petikan wawancara dengan bapak Ishak:
“Saya sudah tiga tahun bekerja sebagai naturalist guide di sini (Loh
Liang) awalnya saya direkrut oleh Balai Taman Nasional Komodo.
Saya bersyukur bisa menjadi naturalist guide di sini karena ya
lumayan bisa mencukupi rumah tangga saya. Saya juga
menyekolahkan anak saya kuliah. Dari pendapatan menjadi naturalist
guide banyak membantu saya membayar kebutuhan anak saya yang
kuliah itu. Biasanya tips dari wisatawan disini kalau saya hitung
lumayan jumlahnya... ”
Informasi dari bapak Ishak tersebut membuktikan bahwa partisipasi
masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo
memberikan manfaat secara ekonomi kepada masyarakat itu sendiri. Pendapatan
dari usaha ekowisata yang mereka jalani, mampu mencukupi kebutuhan keluarga
mereka sendiri.
123
Informasi lainnya yang diperoleh dari bapak M. Tohir yang berprofesi
sebagai penjual cenderamata di Loh Liang juga membuktikan bahwa partisipasi
masyarakat dalam usaha ekowisata berdampak positif terhadap perekonomian
masyarakat itu sendiri, karena mereka dapat memperoleh pendapatan dari usaha
yang mereka lakukan. Berikut adalah kutipan wawancara dengan bapak M. Tohir:
“Saya sudah 10 tahun menjual patung, mutiara, kaus komodo.
Awalnya saya dulu nelayan tapi waktu itu sulit juga jadi nelayan
karena ikan atau cumi-cumi ada musimnya jadi kalau tidak musimnya
hasil tangkapan saya sedikit. Kalau dibilang saya senang menjadi
penjual cenderamata di sini, ya saya senang juga. Pemasukannya ya
lumayan juga. Kadang-kadang pemasukannya tidak menentu karena
karena kalau kapal besar masuk baru barang-barangnya banyak
dibeli.. Harapan saya mudah-mudahan hasil cenderamatanya lebih
bagus (lebih laku).”.
Dari kutipan wawancara di atas, diketahui bahwa bapak M. Tohir yang
berprofesi sebagai penjual cenderamata mendapatkan pemasukan dari kegiatannya
menjual cenderamata kepada wisatawan yang mengunjungi Pulau Komodo. Pak
Tohir juga menaruh harapan yang besar agar barang dagangannya laku terjual.
Hal ini membuktikan bahwa dengan berpartisipasi dalam usaha ekowisata di
Pulau Komodo, masyarakat desa memperoleh pendapatan dari usaha ekowisata
yang bedampak positif terhadap perekonomian masyarakat itu sendiri.
7.1.2 Terbukanya Peluang Kerja Baru bagi Masyarakat
Dewi (2012) melakukan penelitian mengenai partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat Desa Beraban dalam pengelolaan secara berkelanjutan
daya tarik wisata Tanah Lot, salah satu poin dari penelitiannya mengungkapkan
manfaat yang diperoleh masyarakat Desa Beraban setelah dilibatkan dalam
pengelolaan Tanah Lot adalah adanya peningkatan kesempatan kerja atau adanya
124
lapangan kerja bagi masyarakat Desa Beraban untuk membuka usaha yang
mendukung kegiatan pariwisata yang ada di Tanah lot. Selain itu, Suanda (2013)
dalam penelitiannya menemukan bahwa partisipasi masyarakat memberikan
berbagai manfaat, salah satunya yaitu adanya peningkatan kesempatan kerja atau
lapangan pekerjaan bagi masyarakat dalam mendukung kegiatan pariwisata. Hasil
penelitian Dewi dan Suanda tersebut mengindikasikan bahwa partisipasi
masyarakat dapat berdampak positif terhadap terbukanya peluang kerja baru bagi
masyarakat.
Masyarakat Desa Komodo sebagai masyarakat lokal Pulau Komodo
merupakan masyarakat dengan kebudayaan yang dibangun dari aspek kelautan di
mana laut merupakan sumber daya alam tempat menggantungkan hidup.
Mayoritas masyarakat Desa Komodo berprofesi sebagai nelayan, namun seiring
dengan berkembangnya kepariwisataan di Pulau Komodo, masyarakat Desa
Komodo secara perlahan beralih profesi dengan berpartisipasi di sektor usaha
ekowisata. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Ibu Dewi dari Balai Taman
Nasional Komodo:
“Kalau partisipasnya positif, dalam artian em teman-teman di
Komodo juga sudah menyadari bahwa pariwisata itu adalah em
sumber mata pencaharian, em kalau dulu mayoritas bergerak di bidang
kelautan perikanan, bisa dikatakan sekarang ini sudah menuju ke
pariwisata, jadi bisa dikatakan yah partisipasinya sih positif...”.
Informasi yang diberikan oleh Ibu Dewi tersebut menegaskan bahwa
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo menunjukan hal yang positif. Dalam artian bahwa, masyarakat Desa
Komodo yang awalnya merupakan nelayan tradisional, menyadari bahwa
125
ekowisata di Pulau Komodo berpotensi memberikan manfaat bagi mereka sendiri,
sehingga masyarakat mulai berpartisipasi di sektor ekowisata.
Informasi lain mengenai dampak positif partisipasi masyarakat Desa
Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo terhadap terbukanya
peluang kerja baru bagi masyarakat Desa Komodo berasal dari bapak Supardin
yang merupakan masyarakat Desa Komodo yang berprofesi sebagai pengerajin
patung komodo. Berikut adalah kutipan wawancara dengan bapak Supardin:
“Saya Supardin, saya pengerajin patung di sini (Desa Komodo). Saya
sudah jadi pengerajin patung komodo 4-5 tahun. Sebelumnya saya
adalah nelayan. Awalnya saya gabung atas kemauan sendiri”.
Dari kutipan wawancara yang ringkas dengan bapak Supardin tersebut,
diketahui bahwa sebelum berpartisipasi dalam usaha ekowisata sebagai pengerajin
patung komodo, bapak Supardin adalah seorang nelayan. Hal tersebut
menunjukan bahwa partisipasi masyarakat berdampak positif terhadap terbukanya
peluang kerja baru bagi masyarakat.
Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan bapak Magu yang
berpartisipasi dalam usaha ekowisata, yaitu sebagai pengerajin patung komodo di
Desa Komodo:
“...dulu saya bekerja sebagai nelayan, turun-temurun keluarga kami
adalah nelayan. Saya tidak punya kemampuan selain menjadi nelayan,
karena saya hanya tamatan paket B. Waktu awalnya menjadi
pengerajin patung, awalnya saya ikut-ikutan. Ibu Dewi dari balai
(BTNK) banyak membantu kami pengerajin patung di sini”.
Dari informasi yang diperoleh dari Pak Magu tersebut, diketahui bahwa
dirinya sebagai masyarakat desa yang awalnya seorang nelayan karena tidak
126
mempunyai kemampuan lain selain menjadi nelayan, kini Ia dapat bekerja pada
bidang ekowisata di pulau Komodo.
Semakin berke mbangnya ekowisata di Pulau Komodo membuat peluang
bagi masyarakat Desa Komodo untuk berpartisipasi dalam usaha ekowisata
semakin terbuka. Terdapat berbagai peluang usaha yang perlu dilirik oleh
masyarakat Desa Komodo saat ini. Namun, untuk mengembangkannya tentunya
membutuhkan dukungan dari setiap stakeholders ekowisata di Pulau Komodo.
7.2 Dampak Lingkungan
7.2.1 Terpeliharanya Ekosistem Darat dan Laut
Salah satu manfaat dari partisipasi masyarakat dalam pengembangan
ekowisata adalah terpeliharanya ekosistem, baik ekosistem darat maupun laut.
Menurut Wang dan Tong (2009), partisipasi masyarakat memberikan sebuah
dorongan yang kuat bagi perlindungan sumber daya area pariwisata. Adapun
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo berdampak positif terhadap terpeliharanya ekosistem darat dan laut di
sekitar Pulau Komodo.
Masyarakat dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) adalah
masyarakat dengan kebudayaan yang dibangun dari aspek kelautan di mana laut
merupakan sumberdaya alam tempat menggantungkan hidup. Mata pencaharian
utama masyarakat di dalam kawasan TNK adalah nelayan sehingga interaksi
masyarakat terhadap kawasan TNK terutama terhadap perairan sangat tinggi.
Permasalahan mengenai interaksi negatif masyarakat dalam kawasan TNK dengan
ekosistem perairan saat ini adalah masih adanya masyarakat dalam kawasan dan
127
sekitar kawasan yang mencari hasil laut di Kawasan TNK dengan menggunakan
alat-alat yang tidak ramah lingkungan (Renstra BTNK 2010-2014).
Mayoritas masyarakat Desa Komodo berprofesi sebagai nelayan yang
menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan yang mereka peroleh dari lautan.
Interaksi tinggi masyarakat Desa Komodo terhadap lautan berpotensi mengurangi
bahkan merusak ekosistem lautan di sekitar Pulau Komodo. Hal ini merupakan
sebuah ancaman bagi keberlanjutan kawasan perairan Taman Nasional Komodo
umumnya dan Pulau Komodo khususnya.
Berkembangnya ekowisata di Pulau Komodo menarik minat masyarakat
setempat untuk mengais rejeki dari sektor ekowisata. Terdapat masyarakat Desa
Komodo yang awalnya merupakan nelayan, memilih untuk beralih profesi pada
sektor ekowisata di Pulau Komodo. Peralihan profesi ini menyebabkan jumlah
nelayan yang berasal dari Desa Komodo semakin berkurang. Dengan
berkurangnya jumlah nelayan, maka semakin kecil pula potensi negatif kerusakan
ekositem laut yang dapat ditimbulkan oleh aktivitas penangkapan ikan, sehingga
menyebabkan ekosistem laut di sekitar Pulau Komodo lebih terpelihara. Hal
tersebut merupakan dampak positif dari partisipasi masyarakat Desa Komodo
terhadap terpeliharanya ekosistem laut di sekitar Pulau Komodo. Ekosistem
perairan di sekitar Pulau Komodo yang terpelihara keindahannya, dapat dilihat
pada gambar 7.1 berikut.
128
Gambar 7. 1 Ekosistem Perairan di Sekitar Pulau Komodo
Sumber: http://komodo-park.com
Selain berdampak positif terhadap terpeliharanya ekosistem lautan,
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo juga berdampak positif pada terpeliharanya ekosistem daratan Pulau
Komodo. Pada pembahasan sebelumnya telah diulas mengenai partisipasi
masyarakat Desa Komodo dan konservasi lingkungan di Pulau Komodo (lihat
sub-bab 5.3). Contoh bentuk-bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo yang
berpotensi terhadap terpeliharanya ekosistem darat di Pulau Komodo adalah
dengan menjadi anggota dari Masyarakat Mitra Polhut (MMP) dan Kader
Konservasi. Seperti yang sudah dibahas pada sub-bab mengenai partisipasi
masyarakat Desa Komodo dalam Konservasi Pulau Komodo, membuktikan
bahwa partisipasi masyarakat Desa Komodo melalui MMP maupun Kader
129
Konservasi berdampak positif terhadap terpeliharanya ekosistem laut maupun
daratan di Pulau Komodo.
7.2.2 Menambah Pengetahuan Masyarakat Mengenai Lingkungan
Thomsen dalam Laksana (2013) memaparkan bahwa keuntungan dari
partisipasi masyarakat yaitu bahwa partisipasi memperluas basis pengetahuan dan
representasi. Lebih lanjut, Santosa dan Heroepoetri (2005) dalam Suciati (2006)
juga merangkum manfaat dari partisipasi masyarakat yaitu salah satunya adalah
meningkatkan proses belajar. Adapun dampak positif partisipasi masyarakat Desa
Komodo dalam pengembangan ekowisata adalah mampu menambah pengetahuan
masyarakat Desa Komodo mengenai lingkungan.
Masyarakat Mitra Polhut (MMP) dan Kader Konservasi merupakan
bentuk-bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam konservasi lingkungan
di Pulau Komodo. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa masyarakat Desa
Komodo yang berpartisipasi dalam konservasi lingkungan di Pulau Komodo
diberikan pengetahuan mengenai lingkungan oleh pembina mereka sebelum di
terjunkan ke lapangan. Hal tersebut dilakukan agar dengan pengetahuan yang
dimiliki, MMP atau Kader Konservasi dapat memberikan pengaruh positif
mengenai lingkungan terhadap masyarakat lain di sekitarnya.
Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan bapak Iskandar yang
merupakan ketua Masyarakat Mitra Polhut (MMP), Ia memberikan informasi
mengenai manfaat yang Ia peroleh sebagi masyarakat yang berpartisipasi dalam
konservasi lingkungan di Pulau Komodo:
“Setiap tahun ada pembinaan dari Balai untuk MMP. Keuntungan
memberdayakan masyarakat Desa Komodo sebagai MMP adalah
130
MMP bisa memberikan arahan dengan bahasa yang mudah dimengerti
oleh masyarakat lokal tentang apa yang diambil atau tidak.
Keuntungan lainnya adalah kami mengenal berbagai aturan secara
mendalam mengenai aturan-aturan yang ada di TNK, karena desa ini
kan berada dalam kawasan”.
Dalam kutipan wawancara tersebut, Pak Iskandar menginformasikan
bahwa Masyarakat Mitra Polhut (MMP) mendapat pembinaan dari Balai Taman
Nasional Komodo (BTNK) setiap tahunnya. Artinya, dengan mengikuti
pembinaaan tersebut, masyarakat Desa Komodo yang berpartisipasi dalam
konservasi lingkungan melalui MMP mendapat berbagai pengetahuan mengenai
lingkungan dari BTNK.
Selain sebagai Masyarakat Mitra Polhut, bentuk lain partisipasi
masyarakat dalam konservasi adalah dengan menjadi bagian dari Kader
Konservasi. Pada pembahasan sebelumnya (lihat sub-bab 5.3) telah dijelaskan
secara terperinci mengenai Kader Konservasi. Bapak Hermanto yang merupakan
anggota resort Kampung Komodo menginformasikan tentang adanya pelatihan
yang diperoleh Kader Konservasi setiap tahunnya dari Balai Taman Nasional
Komodo. Berikut ini merupakan kutipan wawancara dengan bapak Hermanto:
“Keuntungan memberdayakan mereka adalah karena mereka
masyarakat asli di sini, jadi mudah dimengerti oleh masyarakat umum.
Ada pelatihan tiap tahun dari BTNK, ada bagian khusus penyuluhan
masyarakat dari BTNK yang melatih Kader Konservasi.”
Dari informasi tersebut dapat dilihat bahwa Kader Konservasi diberi
pelatihan oleh BTNK setiap tahunnya. Pelatihan tersebut merupakan cara BTNK
untuk meningkatkan kualitas para Kader Konservasi agar dapat menjalankan
tugasnya dengan baik. Ilmu tentang konservasi lingkungan yang diperoleh Kader
Konservasi melalui pelatihan yang diberikan oleh BTNK menambah pengetahuan
131
mereka mengenai lingkungan. Pengetahuan mengenai lingkungan yang mereka
peroleh diharapkan dapat disebarkan kepada masyarakat disekitarnya, sehingga
masyarakat turut dalam melestarikan lingkungan di sekitarnya.
7.2.3 Pengembangan Infrastruktur Desa
McIntosh dan Goeldner (1986) menekankan pentingnya keterlibatan
masyarakat yang lebih luas agar mencapai lima tujuan pengembangan pariwisata,
salah satu di antaranya ialah pengembangan infrastruktur dan penyediaan fasilitas-
fasilitas rekreasi bagi residen penduduk (resident) dan pengunjung. Keterlibatan
masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo
memberikan dampak positif terhadap lingkungan masyarakat Desa Komodo itu
sendiri. Berdasarkan hasil penelitian ini, terungkap bahwa dampak positif
partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo
terhadap lingkungan ialah adanya pengembangan infrastruktur di Desa Komodo.
Pada sub-bab 5.1 telah dibahas mengenai salah satu bentuk partisipasi
masyarakat Desa Komodo dalam program Desa Wisata Komodo BNI, yaitu
sebagai pekerja pembangunan infrastruktur desa. Berbagai infrastruktur desa yang
melibatkan warga Desa Komodo dalam pengerjaannya, saat ini sudah
memberikan berbagai manfaat yang bisa dinikmati oleh warga Desa Komodo
sendiri. Berikut ini merupakan kutipan wawancara dengan bapak Haji Aksa yang
merupakan kepala Desa Komodo:
“Masyarakat desa tentunya ikut dalam pekerjaan pembangunan
infrastruktur desa yah, itu seperti pembuatan MCK kemarin yang
melibatkan warga dalam pekerjaannya. Saat ini kita sudah punya
MCK yang lebih bagus yah, artinya masyarakat sudah menikmati lah,
Kalau sebelum itu, banyak warga yang belum punya MCK di
132
rumahnya, jadi sekarang ini mereka bisa memanfaatkan MCK yang
dibangun itu...”.
Dari kutipan wawancara tersebut, dapat dilihat bahwa bapak kepala Desa
Komodo memberikan salah satu contoh keterlibatan masyarakat Desa Komodo
dalam pengerjaan MCK. Ia memberikan informasi bahwa pembangunan MCK
tersebut telah memberikan manfaat bagi masyarakat Desa Komodo. Masyarakat
yang sebelumnya tidak memiliki MCK di rumahnya dapat memanfaatkan MCK
yang telah dibangun tersebut. Hal ini menunjukan bahwa keterlibatan masyarakat
Desa Komodo dalam pekerjaan infrastruktur memberi dampak positif terhadap
infrastruktur desa yang lebih baik.
Selain berpartisipasi dengan menyumbangkan tenaganya dalam
pembangunan MCK, masyarakat Desa Komodo juga berperan serta dalam
pekerjaan jalan setapak di Desa Komodo (lihat sub-bab 5.1). Berdasarkan hasil
observasi di Desa Komodo, penulis menyaksikan bahwa jalan setapak di Desa
Komodo yang dibangun dengan melibatkan masyarakat Desa Komodo tersebut
memberikan manfaat bagi masyarakat Desa Komodo itu sendiri. Jalan setapak
yang telah dibangun tersebut tertata rapi dan memberikan kesan lingkungan Desa
Komodo yang lebih rapih, seperti yang tampak pada gambar 7.2 berikut.
133
Gambar 7.2 Jalan Setapak di Desa Komodo
Sumber: Dokumentasi Yayasan Komodo Kita (2014)
Berbagai uaraian yang telah dipaparkan tersebut menunjukan bahwa
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata
memberikan dampak positif terhadap pengembangan infrastruktur di Desa
Komodo. Pengembangan infrastruktur Desa Komodo yang melibatkan masyarakat
tersebut memberikan kesan lingkungan Desa Komodo yang lebih tertata dan
rapih. Hal tersebut mengindikasikan bahwa partisipasi masyarakat dapat
memberikan dampak positif terhadap lingkungan.
7.3 Dampak Sosial Budaya
7.3.1 Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Masyarakat
Menurut Hasibuan (2003), Sumber Daya Manusia (SDM) adalah
kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Dari
definisi mengenai SDM tersebut dapat dijelaskan bahwa SDM merupakan potensi
134
yang terkandung di dalam diri seseorang. Potensi yang dimiliki dalam diri
seseorang dapat dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas SDM
itu sendiri. Terdapat berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas SDM, di
antaranya adalah dengan diberikan pelatihan, pendidikan, pembinaan, dan
sebagainya.
Hasil studi dokumen menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa
Komodo berpendidikan rendah. Berdasarkan data dari Kecamatan Komodo, saat
ini terdapat 1.570 dari total 1.727 masyarakat Desa Komodo belum/tidak
menyelesaikan pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun. Rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat Desa Komodo tersebut berdampak pada rendahnya
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Desa Komodo itu sendiri.
Namun, berbagai program pengembangan kualitas SDM yang dilakukan oleh
stakeholders, seperti Yayasan Komodo Kita maupun Balai Taman Nasional
Komodo banyak membantu meningkatkan kualitas SDM masyarakat Desa
Komodo.
Dalam hubungannya dengan penelitian ini, masyarakat Desa Komodo
yang berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata mendapatkan berbagai
program pengembangan kualitas SDM dari berbagai stakeholders ekowisata di
Pulau Komodo, seperti dari Balai Taman Nasional Komodo dan Yayasan
Komodo Kita. Dengan mengikuti program pengembangan kualitas SDM tersebut,
artinya terjadi peningkatan kualitas SDM masyarakat Desa Komodo itu sendiri.
Berdasarkan hasil studi dokumen yang tertera di dalam “Laporan Akhir
Tahunan 2013” Yayasan Komodo Kita (YKK), diketahui bahwa YKK sebagai
135
salah satu stakeholder ekowisata di Pulau Komodo mengadakan program
penguatan SDM, seperti pengajaran Bahasa Inggris, training hospitality dan
sovenir kreatif training. Pogram yang dilakukan oleh YKK tersebut bertujuan
untuk meningkatkan kualitas SDM masyarakat. Situasi pengajaran Bahasa Inggris
yang diselenggarakan oleh YKK bagi masyarakat dalam kawasan TNK dapat
dilihat pada gambar 7.3 berikut.
Gambar 7.3 Situasi Pengajaran Bahasa Inggris untuk Pariwisata
Sumber: Dokumentasi Yayasan Komodo Kita (2011)
Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) sebagai salah satu stakeholder
ekowisata di Pulau Komodo juga turut berperan serta dalam peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia masyarakat dalam kawasan Taman Nasional Komodo
umumnya maupun di Pulau Komodo khususnya. Berikut ini merupakan kutipan
wawancara dengan Ibu Rini dari BTNK:
“Kegiatan pemberdayaan macam-macam sih, dari yang patung,
pelatihan patung yang pertama itu juga dari balai (BTNK) yang
136
mendatangkan pelatihnya itu dari Bali. Terus kita ada pembinaan terus
kelompok itu sampai sekarang, terakhir kemarin ada bantuan kayu
yah, kayu sama peralatan...”.
Dari informasi yang diberikan oleh Ibu Rini tersebut, terungkap bahwa
Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) sebagai salah satu stakeholder Taman
Nasional Komodo berperan serta dalam peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) dalam kawasan TNK umumnya maupun di Pulau Komodo
khususnya. Peran BTNK dalam peningkatan kualitas SDM masyarakat yaitu
melalui pelatihan maupun pembinaan kepada masyarakat Desa Komodo yang
berpartisipasi dalam usaha ekowisata sebagai pengerajin patung komodo.
Masyarakat Desa Komodo yang berpartisipasi dalam pengembangan
ekowisata di Pulau Komodo mendapatkan manfaat dari berbagai program
pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang diprakarsai oleh
Yayasan Komodo Kita maupun Balai Taman Nasional Komodo. Manfaat yang
diperoleh masyarakat Desa Komodo dengan mengikuti berbagai program
pengembangan kualitas SDM tersebut ialah peningkatan kualitas SDM
masyarakat Desa Komodo itu sendiri.
Bapak Iskandar merupakan masyarakat Desa Komodo yang berkedudukan
sebagai ketua Masyarakat Mitra Polhut (MMP). Ia memberikan informasi
mengenai manfaat dari program pengembangan kualitas SDM yang ia terima dari
Balai Taman Nasional Komodo. Berikut ini merupakan kutipan wawancara
dengan bapak Iskandar:
“Kalau program pengembangan kualitas SDM kami sebagai MMP di
Desa Komodo ini kami dapat dari Balai Taman Nasional Komodo,
setiap tahun kami dapat pembinaan dari balai (BTNK). Manfaatnya,
kami bisa melakukan tugas kami dengan baik, masyarakat Desa
137
Komodo juga lebih memahami mengenai pentingnya menjaga
lingkungan”.
Pada pembahasan sebelumnya telah diulas mengenai Masyarakat Mitra
Polhut (MMP) sebagai salah satu bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo
dalam konservasi (lihat sub-bab 5.3). Berdasarkan informasi dari bapak Iskandar
tersebut, diketahui bahwa MMP terlibat dalam program pengembangan SDM
berupa pembinaan yang dilakukan setiap tahunnya oleh BTNK. Dari pembinaan
tersebut, bapak Iskandar sebagai bagian dari MMP dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik.
Berikut ini merupakan kutipan wawancara dengan bapak Tasrif yang
merupakan masyarakat Desa Komodo yang berprofesi sebagai naturalist guide di
Loh Liang:
“Program pengembangan SDM masyarakat banyak membantu kami
naturalist guide yang bekerja di Loh Liang ini. Ada pelatihan guiding
dengan bahasa Inggris dari balai (BTNK) yang mengadakannya, ada
juga pelatihan bahasa Inggris dari YKK, waktu itu kami semuanya
ikut yah, dari situ kami bisa melayani tamu luar (wisatawan
mancanegara) dengan lebih baik lah. Kami naturalist guide tentunya
sangat berterima kasih...”.
Informasi yang diberikan oleh bapak Tasrif tersebut menunjukan bahwa
dirinya sebagai naturalist guide di Loh Liang mendapatkan manfaat dari program
pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan oleh Balai Taman
Nasional Komodo dan Yayasan Komodo Kita . Pelatihan guiding maupun bahasa
Inggris meningkatkan kualitas SDM-nya sebagai naturalist guide, sehingga Ia
dapat melayani wisatawan mancanegara dengan menggunakan bahasa Inggris
yang lebih baik.
138
Kesimpulan dari berbagai uraian yang telah dipaparkan tersebut ialah
bahwa masyarakat Desa Komodo yang berpartisipasi mendapatkan berbagai
program pengembangan kualitas SDM berupa pelatihan, pembinaan, dan
pendidikan dari stakeholders seperti Balai Taman Nasional Komodo dan Yayasan
Komodo Kita. Berbagai program pengembangan kualitas SDM tersebut
berdampak positif terhadap peningkatan kualitas SDM masyarakat Desa Komodo
itu sendiri.
7.3.2 Peralihan Mata Pencaharian Masyarakat dari Sektor Kelautan ke
Sektor Ekowisata
Masyarakat dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) umumnya
maupun di Desa Komodo khususnya adalah masyarakat dengan kebudayaan yang
dibangun dari aspek kelautan di mana laut merupakan sumberdaya alam tempat
menggantungkan hidup (Renstra BTNK 2010-2014). Namun, seiring dengan
berkembangnya kepariwisataan di Pulau Komodo, masyarakat Desa Komodo
secara perlahan mengalami peralihan mata pencaharian dari sektor kelautan ke
sektor ekowisata. Peralihan profesi masyarakat Desa Komodo secara tidak
langsung berdampak positif terhadap terjaganya ekosistem perairan di sekitar
Pulau Komodo. Dengan semakin berkurangnya jumlah nelayan yang berasal dari
Desa Komodo, maka semakin kecil potensi kerusakan ekosistem perairan yang
dapat ditimbulkan dari aktivitas penangkapan ikan.
Berikut ini merupakan kutipan wawancara dengan Ibu Dewi dari Balai
Taman Nasional Komodo yang mengindikasikan adanya peralihan mata
pencaharian masyarakat Desa Komodo dari sektor kelautan ke sektor ekowisata:
139
“...teman-teman di Komodo juga sudah menyadari bahwa pariwisata
itu adalah em sumber mata pencaharian, em kalau dulu mayoritas
bergerak di bidang kelautan perikanan, bisa dikatakan sekarang ini
sudah menuju ke pariwisata, jadi bisa dikatakan yah partisipasinya sih
positif...”.
Informasi yang diberikan oleh Ibu Dewi tersebut menegaskan bahwa
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo menunjukan hal yang positif. Dalam artian bahwa, masyarakat Desa
Komodo yang awalnya merupakan nelayan tradisional, menyadari bahwa
ekowisata di Pulau Komodo berpotensi memberikan manfaat bagi mereka sendiri,
sehingga masyarakat mulai berpartisipasi di sektor ekowisata.
Berikut ini merupakan kutipan wawancara dengan bapak M. Tohir yang
merupakan masyarakat Desa Komodo. Ia merupakan salah satu contoh
masyarakat Desa Komodo yang mengalami peralihan mata pencaharian dari
sektor kelautan ke sektor ekowisata sebagai penjual cenderamata di Loh Liang.
“Saya sudah 10 tahun menjual di sini (di Loh Liang), saya menjual
patung, mutiara, kaus komodo juga. Dulu saya nelayan, kebanyakan
kami disini dulunya juga nelayan.
Dari keterangan yang diberikan oleh bapak Tohir tersebut diketahui bahwa
sebelum menjadi penjual cenderamata, awalnya Ia merupakan nelayan. Hal
tersebut menunjukan bahwa dirinya sebagai masyarakat Desa Komodo mengalami
peralihan mata pencaharian dari awalnya merupakan seorang nelayan kemudian
beralih ke sektor usaha ekowisata sebagai penjual cenderamata di Loh Liang.
Informasi lain mengenai peralihan mata pencaharian masyarakat Desa
Komodo dari sektor kelautan ke sektor ekowisata berasal dari bapak Supardin.
Berikut ini merupakan kutipan wawancara dengan bapak Supardin:
140
“Saya Supardin, saya pengerajin patung di sini (Desa Komodo). Saya
sudah jadi pengerajin patung komodo 4-5 tahun. Sebelumnya saya
adalah nelayan. Awalnya saya gabung atas kemauan sendiri. Biasanya
saya bisa buat 3 patung satu hari. Pengerajin patung di sini jual
patungnya ke pemborong”.
Bapak Supardin merupakan salah seorang masyarakat Desa Komodo yang
saat ini bermata pencaharian sebagai pengerajin patung Komodo. Seperti
kebanyakan pengerajin patung di Desa Komodo, bapak Supardin awalnya
merupakan nelayan tradisional.
Bapak Tasrif merupakan salah seorang masyarakat dari Desa Komodo
yang berkedudukan sebagai ketua naturalist guide di Loh Liang. Awalnya bapak
Tasrif merupakan seorang nelayan yang kemudian beralih mata pencaharian
menjadi naturalist guide di Loh Liang. Berikut ini merupakan kutipan wawancara
dengan bapak Tasrif:
“Dulu awalnya saya nelayan, saya ikut-ikutan orang tua saya yang
juga nelayan. Sekarang ini susah tangkap ikan di laut, apalagi cumi itu
tunggu musimnya baru bisa dapat banyak. Masyarakat di sini (Desa
Komodo) kebanyakan nelayan. Saya ketua naturalist guide di Loh
Liang ini. Tugas kami ya menghantar tamu”.
Kutipan wawancara dengan bapak Tasrif yang telah dipaparkan tersebut
menunjukan bahwa awalnya Ia merupakan seorang nelayan yang kini telah beralih
mata pencaharian menjadi naturalist guide di Loh Liang. Bapak Tasrif
menjelaskan alasannya beralih mata pencaharian dari nelayan menjadi naturalist
guide, karena menurutnya saat ini lebih sulit mendapatkan tangkapan dari laut.
Berbagai uraian yang telah dipaparkan tersebut mengindikasikan bahwa
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo memberikan dampak terhadap sosial budaya masyarakat Desa Komodo
141
itu sendiri. Masyarakat Desa Komodo yang merupakan masyarakat dengan
kebudayaan yang dibangun dari aspek kelautan di mana laut merupakan
sumberdaya alam tempat menggantungkan hidup, kini secara perlahan beralih ke
sektor ekowisata. Hal tersebut terjadi seiring semakin berkembangnya
kepariwisataan di Taman Nasional Komodo umumnya maupun di Pulau Komodo
khususnya.
142
VIII
SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan
Penelitian ini telah mengemukakan tiga aspek yang berkaitan dengan
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo, yaitu berbagai bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo, faktor-
faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat Desa Komodo, dan dampak
positif partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di
Pulau Komodo. Berikut adalah uraian kesimpulan berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan:
1. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo, di antaranya adalah: 1).
Partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam Program Desa Wisata
Komodo BNI, yaitu dengan cara memberikan usulan, dan sebagai pekerja
proyek pembangunan infrastruktur desa; 2). Partisipasi masyarakat Desa
Komodo dalam usaha ekowisata, yaitu: pengerajin patung komodo,
menjual cenderamata, naturalist guide, mengelola homestay, dan
menyewakan perahu motor; 3). Partisipasi masyarakat Desa Komodo
dalam konservasi, yaitu sebagai Masyarakat Mitra Polhut, dan Kader
Konservasi.
2. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di
143
Pulau Komodo, yaitu faktor-faktor yang mendorong dan faktor-faktor
yang menghambat. 1). Faktor-Faktor yang mendorong partisipasi
masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo, diantaranya adalah: Adanya dukungan dari stakeholders,
motivasi masyarakat untuk memperoleh manfaat ekonomi dari ekowisata,
dan motivasi masyarakat untuk menjaga lingkungan; 2). Faktor-faktor
yang menghambat partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo, adalah: terbatasnya anggaran,
sikap apatis dan kesadaran masyarakat yang rendah, fluktuasi kunjungan
wisatawan, dan kesulitan memasarkan produk ekowisata.
3. Dampak positif partisipasi masyarakat Desa komodo dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Komodo meliputi sektor ekonomi,
lingkungan, serta sosial budaya masyarakat Desa Komodo. 1). Dampak
positif partisipasi masyarakat Desa komodo dalam pengembangan
ekowisata di Pulau Komodo terhadap sektor ekonomi terindikasi dengan
adanya pendapatan dari usaha ekowisata serta terbukanya peluang kerja
baru bagi masyarakat; 2). Dampak positif terhadap lingkungan, yaitu
terpeliharanya ekosistem darat dan laut, menambah pengetahuan
masyarakat mengenai lingkungan, dan pengembangan infrastruktur desa;
dan 3). Dampak positif partisipasi masyarakat Desa Komodo terhadap
sosial budaya terindikasi dengan adanya peningkatan kualitas sumber daya
manusia masyarakat dan terjadinya peralihan mata pencaharian
masyarakat dari sektor kelautan ke sektor ekowisata.
144
8.2 Saran
Hasil penelitian ini telah mengungkapkan bentuk partisipasi masyarakat
Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo, faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat Desa Komodo, serta dampak positif
partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam pengembangan ekowisata di Pulau
Komodo. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis memberikan beberapa
saran bagi stakeholders ekowisata di Taman Nasional Komodo umumnya dan di
Pulau Komodo khususnya, saran-saran penulis di antaranya adalah sebagai
berikut:
1. Saran bagi biro perjalanan wisata
Biro perjalanan wisata hendaknya menjadikan kunjungan ke Desa
Komodo sebagai salah satu paket kunjungan wisatanya, artinya selain
disuguhkan daya tarik naga komodo, wisatawan juga diberikan
kesempatan untuk berinteraksi dengan masyarakat lokal di Desa Komodo.
Kunjungan wisatawan ke Desa Komodo berdampak pada bergeraknya
sektor ekonomi masyarakat di Desa Komodo.
2. Saran bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Perlu adanya pemerataan pengembangan kualitas sumber daya manusia
masyarakat Desa Komodo yang dilakukan secara berkala, serta
pemenuhan ketersediaan bahan baku bagi para pengerajin. Peran serta
LSM melalui pendampingan, pembinaan, bantuan permodalan serta
bantuan peralatan dalam menunjang partisipasi masyarakat, agar dilakukan
secara berkesinambungan.
145
3. Saran bagi Pemerintah
Pemerintah harus lebih proaktif dalam meningkatkan mutu Sumber Daya
Masyarakat (SDM) Manggarai Barat. SDM masyarakat yang berkualitas
dapat menunjang masyarakat Manggarai Barat dalam menghadapi
kepariwisataan yang semakin berkembang. Mendirikan lembaga
pendidikan formal dalam bidang pariwisata merupakan langkah yang
dapat dilakukan Pemerintah.
4. Saran bagi masyarakat Desa Komodo
Masyarakat Desa Komodo hendaknya menyadari bahwa kemandirian
masyarakat Desa Komodo merupakan tujuan dari upaya-upaya
pemberdayaan yang dilakukan oleh stakeholders. Pelatihan maupun
pembinaan yang diselenggarakan oleh stakeholders diharapkan dapat
dikembangkan oleh masyarakat, sehingga pada akhirnya masyarakat Desa
Komodo mampu mandiri dalam menghadapi persoalannya.
146
Daftar Pustaka
Anonim. 2007. Participatory Dialogue: Towards a Stable, Safe and Just Society
for All (prepared by Minu Hemmati). New York: United Nations
Publications. Diakses pada 12 Agustus 2014. Available from:http://www.
un.org/esa/socdev/publications/prtcptry_dlg (full_version).pdf.
Anonim. 2013. ”Factors Influencing Local Community Participation in Eco
Tourism”. Tourism Essay. Diakses pada 08 September 2014. Available
from: http://www.ukessays.com/essays/tourism/factors-influencing-local-
community-participation-in-eco-tourism-tourism-essay.php?cref=1.
Adisasmita, Raharjo. 2006, Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Andre, Pierre; Martin P.; dan Lanmafankpotin, G. 2012. Citizen Participation.
Encyclopedic Dictionary of Public Administration.
Aref, Fariborz dan Marof, B. Redzun. 2008. “Tourism and Community Capacity
Building: A Literature Review”. Pakistan Journal of Social Sciences, 5:
806-812.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Manggarai Barat. 2013. Kecamatan Komodo
dalam Angka. Labuan Bajo: Badan Pusat Statistik Kabupaten Manggarai
Barat.
Bagul, Awangku H. B. P. 2009. “Succes of Ecotourism Sites and Local
Community Participation in Sabah” (tesis). Wellington: Victoria
University of Wellington.
Baksh, R; Soemarno; Hakim, L; Nugroho, I. 2012. “Community Participation in
the Development of Ecotourism: A Case Study in Tambaksari Village,
East Java Indonesia”. Journal of Basic and Applied Scientific Research,
Vol. 2; No. 12; pp.12432-12437.
Balai Taman Nasional Komodo. 2010. Rencana Strategis Balai Taman Nasional
Komodo 2010 - 2014. Labuan Bajo: Balai Taman Nasional Komodo.
Balai Taman Nasional Komodo. 2012. Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata
Alam Taman Nasional Komodo. Labuan Bajo: Balai Taman Nasional
Komodo.
147
Balai Taman Nasional Komodo. 2012. Zonasi Taman Nasional Komodo
Kabupaten Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur. Labuan
Bajo: Balai Taman Nasional Komodo.
Balai Taman Nasional Komodo. 2014. Statistik Balai Taman Nasional
KomodoTahun 2013. Labuan Bajo: Balai Taman Nasional Komodo.
Bansal, S. P. dan Kumar, Jaswinder. 2011. “Ecotourism for Community
Development: A Stakeholder’s Perspective in Great Himalayan National
Park”. International Journal of Social Ecology and Sustainable
Development, 2(2), pp. 31-40.
Barnard, Timothy P. 2011. “Protecting the Dragon: Dutch Attempts at Limiting
Access to Komodo Lizards in The 1920s and 1930s”. Indonesia; Oct
2011; 92; ProQuest pp. 97-123.
BEM. 2012. Pesona Komodo Magnet bagi Para Wisatawan. (berita online),
diakses pada: 15 Agustus 2014. Avalable from:
http://www.floresbangkit.com/2012/05/pesona-komodo-magnet-bagi-para-
wisatawan/
Breugel, L. V. 2013. “Community-based Tourism: Local Participation and
Perceived Impacts: A Comparative Study Between Two Communities in
Thailand”. (tesis). Radboud University Nijmegen: Faculty of Social
Sciences.
Butler, R. W. 1980. “The Concept of a Tourist Area Cycle of Evolution:
Implications for Management of Resources”. The Canadian Geographer,
24(1), pp. 5-12.
Camposano-Cortez, D. 2001. “ Local Participation in Tourism Planning: The Case
of Nueva Valencia, Guimaras, Philippines” (tesis). Halifax: Dalhousie
University.
Ceballos-Lascurain, H. 1987. “The Future of Ecotourism”. Mexico Journal,
Januari, pp. 13−14.
Dewi, Luh Gede L. K. 2012. “Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Beraban dalam Pengelolaan Secara Berkelanjutan Daya tarik Wisata
Tanah lot” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Dewi, M.H.U. 2014. “Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Desa
Wisata Di Kabupaten Tabanan, Bali” (disertasi). Yogyakarta: Sekolah
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
148
Direktorat Jendral Perlindungan dan Konservasi Kawasan. 2000. Rencana
Pengelolaan 25 Tahun Taman Nasional Komodo (Buku I, II, dan III).
Jakarta: Direktorat Jendral Perlindungan dan Konservasi Kawasan.
Echols, John M dan Shadily, M. 2000. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia.
Ezebilo, Eugene E.; Mattsson, Leif; Afolami, Carolyn A. 2010. “ Economic Value
of Ecotourism to Local Communities in the Nigerian Rainforest Zone”.
Journal of Sustainable Development, Vol. 3 Issue 1, pp. 51- 60.
Getz, D and Timur, S. 2005. Stakeholder Involvement in Sustainable Tourism:
Balancing the Voices. In Theobald, W. F, editor. Global Tourism. 3th
.
Ed. Burlington, MA: Elsevier.
Gultom, S. P. 2005. “Evaluasi Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat
(PPMK) Di Kelurahan Kapuk Jakarta Barat : Suatu Tinjauan Terhadap
Penerapan Prinsip-Prinsip PPMK” (tesis). Universitas Indonesia: Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Handoko, Hani T. dan Reksohadiprodjo Sukanto.1996. Organisasi Perusahaan.
Edisi kedua Yogyakarta: BPFE.
Hasibuan, M. S. P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hill, Jennifer L and Hill, Ross A. 2011. “Ecotourism in Amazonian Peru: Uniting
Tourism, Conservation and Community Development”. Geography, Vol.
96, Part 2, Summer 2011, pp. 75-85.
Iriyono, S; Syari’udin, M. I; Kurniawan, M; Adnan, A; Indriasari,D; Buaithi,
A; Margaretha P N. 2013. The Assessment of Komodo National Park’s
Role in the Economics of West Manggarai Regency Nusa Tenggara
Timur Province (Development of Ecotourism Utilization Aspect Case
Study). Labuan Bajo: Komodo National Park Office.
Krishna, R. and C. Lovell. 1985. Rural and Development in Asia and the Pacific.
The Synopsis of ADB Regional Seminar on Rural Development in Asia
and the Pacific, 15−23 October 1984. Asian Development Bank.
Philippines: Manila.
Kusmayadi dan Sugiarto, E. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang
Kepariwisataan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
149
Jenkins, Olivia H. 1999. “Understanding and Measuring Tourist Destination
Images”. International Journal of Tourism Research, Vol. 1, Issue 1,
pp. 1–15.
Laksana, Nuring S. 2013. “Bentuk-Bentuk Partisipasi Masyarakat Desa dalam
Program Desa Siaga di Desa Bandung Kecamatan Playen Kabupaten
Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Universitas
Airlangga: Jurnal Kebijakan Manajemen Publik, Vol. 1, No. 1, pp. 56-66.
Lama, Minki. 2013. “Community Homestay Programmes as a Form of
Sustainable Tourism Development in Nepal” (tesis). Centria University
of Applied Sciences: Degree Programme in Tourism.
Li, W. 2005. “Community Decision-making: Participation in Development”.
Annals of Tourism Research, 33 (1), pp. 132-143.
Lindberg, K. 2001. “Protected Area Visitor Fees: Overview”. Australia: Griffith
University, Cooperative Research Centre for Sustainable Tourism, August.
(Homepage of The International Ecotourism Society).
McIntosh, R. W. & Goeldner, C. R. 1986. Tourism: Principles, practices and
philosophies. New York: Wiley.
Michael, Muganda. 2009. “Community Involvement and Participation in Tourism
Development in Tanzania: A Case Study of Local Communities in
Barabarani Village, Mto Wa Mbu, Arusha-Tanzania”. (tesis).
Wellington: Victoria University.
Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya
Pemberdayaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Moleong, J. L. 2012. Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Nurdin, M. 2008. “Aspek Finansial Pengembangan Pariwisata di Kawasan Taman
Nasional”. Uiversitas Airlangga: Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan
Politik, Vol. 21, No. 1, pp. 43-49.
Okazaki, Etsuko. 2008. “A Community-Based Tourism Model: Its Conception
and Use”. Journal of Sustainable Tourism, Vol 16, No 5, pp. 511-529.
Reed, M. G. 1997. “Power Relations and Community-Based Tourism Planning”.
Annals of Tourism Research, 24(3), pp. 566-591.
Patton, M. Q, 1987. Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hills: Sage
Publications.
150
Pitana, I Gde.2002. Apresiasi Kritis Terhadap Kepariwisataan Bali. Denpasar:
PT. The Work.
Pitana, I Gde dan Gayatri, P. G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit
ANDI.
Pitana, I Gde dan Diarta, I. K. S. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.
Pongponrat, K dan Ponquan, S. 2007. “Community Participation In a Local
Tourism Planning Process: A Case Study of Nathon Community on Samui
Island, Thailand”. Asia-Pacific Journal of Rural Development, 2007 Vol.
17 No. 2 pp. 27-46
Putra, I Nyoman Darma, dan Pitana, I Gde. 2010. Pariwisata Pro-Rakyat:
Meretas Jalan Mengentaskan Kemiskinan di Indonesia. Jakarta:
Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia.
Pretty, Jules N. 1995. “Participatory Learning for Sustainable Agriculture”. World
Development,Vol 23, No 8, pp. 1247-1263.
Rosener, J. B. 1982. “Making Bureaucrats Responsive: A study of the Impact of
Citizen Participation and Staff Recommendations on Regulatory Decision
Making”. Public Administration Review, 42(4), pp. 339-345.
Ross, Sheryl and Wall, Geoffrey. 1999. “Ecotourism: Towards Congruence
Between Theory and Practice”. Tourism Management, 20(1), pp. 123–132.
Sastropoetro, Santoso. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin
dalam Pembangunan Nasional. Bandung: Penerbit Alumni.
Scheyvens, R. 2002. Tourism for Development: Empowering Communities.
London: Prentice Hall.
Scherl, L. M dan Edwards, S. 2007. Tourism, Indigenous and Local
Communities and Protected Areas in Developing Nations. In: Bushell, R
and Eagles, P. Editor. Tourism and Protected Areas: Benefits beyond
Boundaries. Wallingford: CABI International.
Syerly, M. 2003. “Partisipasi Masyarakat dalam Program Pembangunan
Perumahan Nelayan Desa Penjajap di Desa Pemangkat, Kota Kabupaten
Sambas” (tesis). Universitas Indonesia: Perpustakaan Universitas
Indonesia (online). Diakses pada: 22 Agustus 2014. Available at:
http://lib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=105275&lokasi=lokal
151
Slamet, Y. 1994. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta:
Sebelas Maret University Press.
Stem, C. J; Lassoie, J. P; Lee, D. R; Deshler, D. D; dan Schelhas, J .W. 2003.
“Community Participation in Ecotourism Benefits: The Link to
Conservation Practices and Perspectives”. Society and Natural Resources,
Vol. 16, Issue 5, pp. 387-413.
Suanda, I Gusti Gede. 2013. “Partisipasi Masyarakat Desa Adat Kuta Dalam
Pengelolaan Pantai Kuta Sebagai Daya Tarik Wisata Yang Berkelanjutan”
(tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Suciati. 2006. “Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan Rencana Umum Tata
Ruang Kota Pati” (tesis). Semarang: Universitas Diponegoro
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfa Beta.
Theobald, W. F. 2005. Global Tourism Third Edition. Burlington, MA: Elsevier.
Tosun, Cevat. 2000. “Limits to Community Participation in the Tourism
Development Process in Developing Countries”. Tourism Management,
21, pp. 613-633.
Walpole, M. J dan Goodwin, H. J. 2001. “Local Attitudes towards Conservation
and Tourism around Komodo National Park, Indonesia”. Environmental
Conservation, 28 (2): pp.160–166.
Walpole, M. J dan Leader-Williams, N. 2002. “Tourism and Flagship Species in
Conservation”. Biodiversity and Conservation, 11: pp. 543–547.
Wang, Hongshu danTong, Min. 2009. Research on Community Participation in
Environmental Management of Ecotourism. International Journal of
Business and Management, Vol. 4, No.3, pp. 131-135. Available from :
http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijbm/article/viewFile/281/256
Wang, Yasong; Pfister, Robert E; dan Morais, Duarte B. (2006), “Residents’
Attitudes Toward Tourism Development: A Case Study of Washington,
Nc”, Northeastern Recreation Research Symposium, GTR-NRS-P-14,
pp. 411-418.
Wood, Megan Epler. 2002. Ecotourism: Principles, Practices, Poicies for
Sustainability. Edisi 2002. USA: United Nations Publications.
152
World Commission on Environtment and Development. 1987. Our Common
Future. Oxford: Oxford University Press.
World Tourism Organization. 1998. Guide for Local Authorities on Developing
Sustainable Tourism. Madrid: WTO.
World Tourism Organization. 1999. International Tourism: A Global Perspective.
Madrid: WTO.
WWF International. 2001. Guidelines for Community-based Ecotourism
Develoment. WWF.
Yayasan Komodo Kita. 2013. Laporan Akhir Tahunan 2013. Labuan Bajo:
Yayasan Komodo Kita.
Yayasan Komodo Kita. 2014. Progress Report Pengembangan Desa Wisata
Komodo BNI. Labuan Bajo: Yayasan Komodo Kita.
Yoeti, O. A. 2008. Ekonomi Pariwisata. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Website:
http://floresbangkit.com/assets/fbcmedia/2012/05/Kapal-pesiar-di-TNK-01-
300x214.gif, diakses pada 24 Oktober 2014
http://komodokita.org/en/tourism/tourism-village.html, diakses pada 6 November
2014
http://komodo-park.com/detail.php?id=13, diakses pada 11 september 2014
153
LAMPIRAN
154
Lampiran 1: DAFTAR INFORMAN
No Nama Usia
(thn)
L/P Pendidikan Jabatan
1 Supardin 32 L SMP Pengerajin Patung
2 Magu 59 L Paket B Pengerajin Patung
3 Saeh 46 L SD (Sampai
Kelas III)
Pengerajin Patung
4 Ibrahim 34 L SD Pengerajin Patung
5 Muksin 32 L SD Pengerajin Patung
6 Mustamin 32 L SMP Pengerajin Patung
7 Iskandar 47 L SLTA Penjual Cenderamata &
Kader Konservasi
8 Taher 46 L SD Penjual Cenderamata,
MMP & Kader
Konservasi
9 Iskandar 47 L SLTA Ketua MMP & Ketua
Badan
Permusyawaratan Desa
10 H. Akbar Safar 56 L SMA Sekretaris Desa
11 Hariyono Abdulah 29 L SD Naturalist Guide
12 Tasrif 43 L SMA Ketua Naturalist Guide
13 M. Tohir 32 L SD Penjual Cenderamata
14 Elias 29 L SMP Penjual Cenderamata
15 Ishaka 37 L SMP Naturalist Guide &
Kader Konservasi
16 A. Latif 52 L SMA Kepala Resort
Kampung Komodo
17 M. Hermanto 27 L SMA Anggota Resort
Kampung Komodo
18 Ibu Dewi - P S1 Staf BTNK
19 Ibu Rini - P S1 Staf BTNK
20 Ir. T. Suardi, M.si 52 L S2 Kadisbudpar Kab.
Manggarai Barat
21 Haji Aksa - L SMA Kepala Desa Komodo
22 Z. Samuel Sem - L - Program Manager
Yayasan Komodo Kita
155
Lampiran 2: PEDOMAN WAWANCARA
PARTISIPASI MASYARAKAT DESA KOMODO DALAM
PENGEMBANGAN EKOWISATA DI PULAU KOMODO, TAMAN
NASIONAL KOMODO, MANGGARAI BARAT
A. Kelompok Pertanyaan Bersifat Umum:
1. Siapa nama Bapak/Ibu?
2. Apa pekerjaan Bapak/Ibu?
3. Apa pendidikan terakhir Bapak/Ibu?
4. Berapa usia Bapak/Ibu?
B. Kelompok Pertanyaan Menyangkut Topik Peneltian:
I. Pertanyaan kepada Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten
Manggarai Barat:
1. Bagaimana kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan
kepariwisataan di Kabupaten Manggarai Barat Umumnya dan di Taman
Nasional Komodo khususnya?
2. Untuk kedepannya, apa saja rencana pengembangan mengenai
kepariwistaan di TNK umumnya dan di Pulau Komodo khususnya?
3. Bagaimana keuntungan dari partisipasi masyarakat lokal dalam
pengembangan ekowisata di TNK umumnya dan di Pulau Komodo
khususnya?
4. Kalau dari sudut ekonominya, bagaimana manfaat partisipasi masyarakat
dalam pengembangan ekowisata?
5. Bagaimana dengan program Desa Wisata?
6. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam memberdayakan
masyarakat?
II. Pertanyaan kepada pihak Balai Taman Nasional Komodo:
1. Apa yang telah dilakukan Balai Taman Nasional Komodo dalam
memberdayakan masyarakat Di Kampung Komodo?
2. Apa yang menjadi kendala dalam pemberdayaan masyarakat?
3. Bagaimana mengenai pemberdayaan perempuan di Pulau Komodo?
156
4. Bagaimana dampak partisipasi masyarakat Desa komodo?
III. Pertanyaan kepada Sekretaris Desa Komodo:
1. Tolong bapak ceritakan mengenai sejarah pengelolaan ekowisata di Pulau
Komodo!
2. Bagaimana masyarakat Desa Komodo berpartisipasi?
3. Apa yang menjadi kesulitan dalam kaitannya dengan partisipasi
masyarakat Desa Komodo?
4. Menurut bapak, kira-kira apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat Desa Komodo?
5. Bagaimana harapan bapak untuk kedepannya?
IV. Pertanyaan Kepada Program Manager Yayasan Komodo Kita
1. Bagaimana peran Yayasan Komodo Kita dalam program Desa Wisata
Komodo?
2. Apakah masyarakat Desa Komodo dilibatkan dalam perencanaan atau
dalam proses pengambilan keputusan mengenai program Desa Wisata
Komodo?
3. Bagaimana masyarakat Desa Komodo berpartisipasi dalam program Desa
Wisata Komodo?
4. Bagaimana bentuk-bentuk partisipasi masyarakat Desa Komodo dalam
program Desa Wisata Komodo? Tolong dijelaskan!
5. Apa yang menjadi masukan/saran/usul atau mungkin keberatan
masyarakat Desa Komodo dalam program Desa Wisata Komodo? tolong
dijelaskan!
V. Pertanyaan kepada masyarakat Desa Komodo yang berpartisipasi
dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo
1. Tolong ceritakan bagaimana awalnya bapak berpartisipasi dalam
pengembangan ekowisata di Pulau komodo!
2. Tolong ceritakan mengenai program Desa Wisata Komodo!
3. Apakah bapak pernah diundang dalam rapat atau dimintai pendapatnya
oleh pihak YKK ketika membuat pogram Desa Wisata Komodo? Tolong
ceritakan!
157
4. Apakah ada pihak-pihak lain yang membantu bapak dalam usaha yang
Bapak kerjakan saat ini? Tolong diceritakan!
5. Apa manfaat yang bapak peroleh ketika terlibat dalam pengembangan
ekowisata di Pulau Komodo?
6. Tolong ceritakan mengenai berbagai faktor yang menghambat partisipasi
bapak dalam pengembangan ekowisata di Pulau Komodo!
7. Apa yang akan bapak lakukan agar usaha bapak lebih bagus lagi?
8. Apa harapan bapak selanjutnya?