Paraparese Inferiorkueditlagi

112
“Paraplegia Inferior” KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan kepadaTuhan YESUS Kristus atas kasih, karunia dan rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “ Paraplegia Inferior” dengan baik serta tepat pada waktunya. Adapun referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di RSUD KUDUS Periode 13 November 2012 – 15 Desember 2012 dan juga bertujuan untuk menambah informasi bagi Penulis dan pembaca tentang Paraplegia Inferior. Penulis sangat bersyukur atas terselesaikannya tugas ini. Hal ini tidak terlepas dari dukungan serta keterlibatan berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada : 1. dr. Slamet Trijono, Sp.S selaku ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf, dan pembimbing Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Kudus. 2. dr. Susatyo Pramono Hadi,Sp.S selaku pengajar dan pembimbing kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit saraf RSUD kota kudus Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara RSUD KUDUS Page 1

description

l

Transcript of Paraparese Inferiorkueditlagi

Page 1: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepadaTuhan YESUS Kristus atas kasih, karunia dan rahmat-

Nya Penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “ Paraplegia Inferior” dengan baik

serta tepat pada waktunya.

Adapun referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Penyakit

Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di RSUD KUDUS Periode 13

November 2012 – 15 Desember 2012 dan juga bertujuan untuk menambah informasi bagi

Penulis dan pembaca tentang Paraplegia Inferior.

Penulis sangat bersyukur atas terselesaikannya tugas ini. Hal ini tidak terlepas dari

dukungan serta keterlibatan berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis ingin berterima

kasih kepada :

1. dr. Slamet Trijono, Sp.S selaku ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf, dan pembimbing

Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Kudus.

2. dr. Susatyo Pramono Hadi,Sp.S selaku pengajar dan pembimbing kepaniteraan klinik

di bagian ilmu penyakit saraf RSUD kota kudus

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu,

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Akhir

kata, Penulis mengucapkan terimakasih dan semoga referat ini dapat memberikan manfaat.

Kudus, 23 November 2012

Penulis

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 1

Page 2: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

DAFTAR ISI

Cover 1Kata Pengantar 2Daftar ISI 3BAB I Pendahuluan 4

1.1. Latar Belakang 41.2. Tujuan…………………………………………………………………………...

....... 4

BAB II Susunan Saraf………………………………………………………..………………..52.1. Anatomi Vertebrae………………………………………………….…………….….52.2. Fisiologi Sistem Saraf……………………………………………………………..… 8

BAB III Paraplegi Inferior………………………………………………………………...…123.1. Definisi Dan Klasifikasi …….…………………………………………………..…12

3.2. Paraplegi Inferior Tipe Spastik……………………………………………………..143.2.1. Tumor Medulla Spinalis……………………………………………………..143.2.2. Spinal Cord Injury…………………………………………………………...243.2.3. Spondilitis Tuberculosis……………………………………………………..303.2.4. Hereditary Spastic Paraplegia………………………………………………...433.2.5. Multiple Sclerosis………………………………………………………….....453.2.6. Infark Arteri Cerebral Anterior……………………………………………....513.2.7. Syringomelia………………………………………………………………....53

3.3. Paraplegi Inferior Tipe Flaksid……………………………………………………..553.3.1. Familial Paralysis periodic…………………………………………………...553.3.2. Polio………………………………………………………………………….583.3.3. Guillain-Barre syndrome…………………………………………………….63

BAB VI Penutup………………………………………………………...…………………...68

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..72

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 2

Page 3: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower motor

neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik

yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik

di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior. Berdasarkan perbedaan anatomik dan

fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan

ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus

kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk geraakan-gerakan otot kepala dan

leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan

anggota gerak. Sedangkan lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan

saraf-saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan

ke berbagai otot dalam tubuh seseorang.1

Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan

dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari

berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas,

badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan

sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah

sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa

informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 3

Page 4: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

dan traktus descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan

mengontrol fungsi tubuh).1

Motorneuron dengan aksonnya merupakan satu-satunya saluran bagi impuls

motorik yang dapat menggerakkan serabut otot. Bilamana terjadi kerusakan pada

motorneuron, maka serabut otot yang tergabung dalam unit motoriknya tidak dapat

berkontraksi, kendatipun impuls motorik masih dapat disampaikan oleh sistem

pyramidal dan ekstrapiramidal kepada tujuannya. Kelemahan/kelumpuhan parsial yang

ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan

atau gerakan terganggu disebut dengan parese. 2

Paraparese merupakan kelemahan pada kedua tungkai, sedangkan paralisis adalah

kehilangan atau gangguan fungsi motorik pada suatu bagian tubuh akibat lesi pada

mekanisme saraf atau otot. Paraplegia inferior adalah paralisis bagian bawah tubuh

termasuk tungkai,.3 Penyebab tersering paraplegia adalah spinal cord injury, spondylitis

tuberculosis, genetic disorder (hereditary spastic paraplegia), congenital (present at

birth), infection, autoimmune diseases, syrinx (a spinal chord disorder). 4

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini antara lain untuk memenuhi persyaratan

dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu penyakit saraf di RSUD KUDUS. Selain itu, tujuan

penulisan tinjauan pustaka ini juga untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan bagi

orang lain yang membacanya terutama mengenai paraplegia inferior.

BAB II

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 4

Page 5: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

SUSUNAN SARAF

2.1. Anatomi Vertebra

Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk

punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 7 tulang

cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral, dan 4

tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung terdiri atas dua

bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan

bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.5

Gambar 1. Tulang belakang

Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramenmagnum sampai

konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut menjadi

Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera. Medula spinalis terdiri

atas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti

rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 5

Page 6: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh). Ketika tulang

belakang disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang

belakang atau medulla spinalis. Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira

ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula

spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan

ke ekstremitas, badan, organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis

merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke

tubuh adalah sistem saraf perifer. 1,5

Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan

istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi arteri

spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan arteri

radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang dikenal juga

ramus vertebromedularis arteria interkostalis. Medula Spinalis disuplai oleh arteri

spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal

dari medula spinalis melewati suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan

membawa informasi dari medula spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh ke

otak. 5

Ada 31 pasang nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis,

yaitu : 5

a. nervus servikal : berperan dalam pergerakan dan perabaan pada lengan, leher, dan

anggota tubuh bagian atas

b. nervus thorak : mempersarafi tubuh dan perut

c. nervus lumbal dan nervus sakral : mempersarafi tungkai, kandung kencing, usus

dan genitalia.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 6

Page 7: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Gambar 2. Peta Dermatomal sistem sensorik saraf

Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan

L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung membentuk

cauda equina. 5

2.2. Fisiologi Sistem Saraf

Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular terdiri atas Upper

motor neurons (UMN) dan lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN)

merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 7

Page 8: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu

anterior medula spinalis.1

Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam

susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus

kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Melalui lower motor neuron (LMN), yang

merupakan kumpulan saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari

otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut

mempunyai peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang

memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur. 1

2.2.1. Upper Motor Neuron

Traktus kortiko spinalis berfungsi menyalurkan impuls motorik pada sel-sel

motorik batang otak dan medula spinalis untuk geraakan-gerakan otot kepala dan

leher. Traktus kortikobulber membentuk traktus piramidalis, mempersarafi sel-sel

motorik batang otak secara bilateral, kecuali nervus VII & XII, berfungsi untuk

menyalurkan impuls motorik untuk gerak otot tangkas. Dalam klinik gangguan traktus

piramidalis memberikan kelumpuhan tipe UMN berupa parese/paralisis spastis

disertai dengan tonus meninggi, hiperrefleksi, klonus, refleks patologis positif,  tak

ada atrofi. 1

Kelainan traktus piramidalis setinggi :

Hemisfer : memberikan gejala-gejala hemiparesi tipika

Setinggi batang otak : hemiparese alternans.

Setinggi medulla spinalis : tetra/paraparese.

Rangkaian neuron di korteks selanjutnya membentuk jalan saraf sirkuit meliputi

berbagai inti di sub korteks.dan kemudian kembali ke tingkat kortikal.

Terdiri dari :

korteks serebri area 4s, 6, 8

ganglia basalis antara lain nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus, nukleus

Ruber, formasio retikularis,  serebellum. 

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 8

Page 9: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Susunan ekstrapiramidal dengan formasio retukularis :

Pusat eksitasi / fasilitasi : mempermudah pengantar impuls ke korteks maupun ke

motor neuron.

Pusat inhibisi : menghambat aliran impuls ke korteks/motor neuron.

Pusat kesadaran

Susunan ekstrapiramidal berfungsi untuk gerak otot dasar / gerak otot tonik,

pembagian tonus secara harmonis, mengendalikan aktifitas piramidal

Gangguan pada susunan ekstrapiramidal :

Kekakuan / rigiditas

Pergerakan-pergerakan involunter: Tremor, Atetose, Khorea, Balismus              

2.2.2. Lower Motor Neuron

Merupakan neuron yang langsung berhubungan dgn otot, dapat dijumpai pada

batang otak dan kornu anterior medulla spinalis. Gangguan pada LMN memberikan

kelumpuhan tipe LMN yaitu parese yang sifatnya flaccid, arefleksi, tak ada refleks

patologis, atrofi cepat terjadi.2

2.2.3. Susunan Somestesia

Perasaan yang dirasa oleh bagian tubuh baik dari kulit, jaringan ikat, tulang

maupun otot dikenal sebagai somestesia.2 Terdiri :

Perasaan eksteroseptif dalam bentuk rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.

Perasaan proprioseptif : disadari sebagai rasa nyeri dalam, rasa getar, rasa tekan,

rasa gerak dan rasa sikap.

Perasaan luhur : Diskriminatif & demensional

Menentukan tinggi lesi medula spinalis berdasarkan :

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 9

Page 10: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Gangguan Motorik biasanya timbul kelumpuhan yg sifatnya paraparese /

tetraparese

- Paraparese UMN : lesi terdapat supranuklear thd segmen medula spinalis

lumbosakral (L2-S2).

- Paraparese LMN : lesi setinggi segmen medula spinalis L2-S2 atau lesi infra

nuklear.

- Tetraparese UMN : lesi terdapat supranuklear terhadap segmen medula

spinalis servikal IV.

- Tetraparese : ekst.superior LMN, ekst. Inferior UMN

Gangguan Sensibilitas

- Gangguan rasa eksteroseptif

- Gangguan rasa proprioseptif

Gangguan sensibilitas segmental :

Lipatan paha : lesi Medula spinalis L1

Pusat : lesi med. spinalis thorakal 10

Papila mammae : lesi med. spinalis th. 4

Saddle Anestesia : lesi pada konus

Gangguan sensibilitas radikuler :

Ggn sensibilitas sesuai dgn radiks post.

Gangguan sensibilitas perifer :

Glove/stocking anestesia 

Gangguan Susunan Saraf Otonom

- Produksi keringat

- Bladder : berupa inkontinensia urinae atau uninhibited bladder.

 Autonomic bladder/ spastic bladder → lesi medula spinalis supranuklear

terhadap segmen sakral.

Flaccid bladder/ overflow incontinence → lesi pada sakral medula

spinalis.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 10

Page 11: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

BAB III

PARAPLEGI INFERIOR

3.1. Definisi dan Klasifikasi

Parese adalah kelemahan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi

yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Plegia adalah

kelemahan berat/kelumpuhan sebagai akibat kerusakan sistem saraf. 6

Plegia pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu :

Monoplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu ekstremitas atas atau

ekstremitas bawah.

Paraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada kedua ekstremitas bawah.

Hemiplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu sisi tubuh yaitu satu

ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.

Tetraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada keempat ekstremitas.

Paraplegia inferior adalah paralisis bagian bawah tubuh termasuk tungkai.3

Paraplegi terbagi menjadi tipe spastic (UMN) dan flaksid (LMN). Paraplegi

spastik adalah kekakuan otot dan kejang otot disebabkan oleh kondisi saraf tertentu.

Paraplegi spastik disebabkan oleh spondylitis TB , spinal cord injury, genetic disorder

(hereditary spastic paraplegia), autoimmune diseases, syrinx (a spinal chord disorder)4

tumor medulla spinalis, mutiple sclerosis,7

Paraplegi flaksid adalah kelemahan atau kurangnya otot yang tidak memiliki

penyebab yang jelas. Otot lemas sebagian karena kurangnya aktivitas dalam otot,

gerakan sukarela yang sebagian atau seluruhnya hilang. Paraplegi flaksid termasuk

polio, lesi pada neuron motorik yang lebih rendah, Guillain Barre sydrome.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 11

Page 12: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Sumber : essential neurology edisi ke 4 16

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 12

Page 13: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

3.2. Paraplegi Inferior tipe Spastik

3.2.1. TUMOR MEDULLA SPINALIS

3.2.1.1. Definisi

Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada

daerah cervical pertama hingga sacral, yang dapat dibedakan atas tumor primer dan

sekunder. Tumor primer adalah tumor yang jinak yang berasal dari tulang, serabut saraf,

selaput otak dan jaringan otak dan tumor yang ganas yang berasal dari jaringan saraf dan sel

muda seperti Kordoma. Tumor sekunder merupakan metastase dari tumor ganas di daerah

rongga dada, perut , pelvis dan tumor payudara.8

3.2.1.2.Epidemiologi

Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara

pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total

jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat denganperkiraan insidensi sekitar

0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama

dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga50 tahun. Diperkirakan 25%

tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak

di segmen lumbosakral.9,10

Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,astrositoma

dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada orang dewasa pada

usia pertengahan(30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usiaanak-anak. Insidensi

ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari ependydoma muncul

pada daerah lumbosakral.13

 

Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat

tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang

tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumorspinal

intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% daritumor

intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% padaremaja.

Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikaldan

servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral atau

pada conus medularis.Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yangtumbuh

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 13

Page 14: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedularmedula

spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von

Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal danmempunyai

tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1. 11,12

 

Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan

meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi

laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada

daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering padakelompok

intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira 25%dari semua

tumor spinal. Sekitar 80%dari spinal meningioma terlokasi pada segmen thorakal,

25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2%pada foramen magnum. 11,12

3.2.1.3. Klasifikasi

Tumor ini dapat dibedakan atas :

A. Tumor primer :

1) Jinak

a) Osteoma dan kondroma berasal dari tulang

b) Neurinoma (Schwannoma) berasal serabut saraf

c) Meningioma berasal dari selaput otak

d) Glioma, Ependinoma berasal dari jaringan otak.

2) Ganas

a) Astrocytoma, Neuroblastoma, yang berasal dari jaringan saraf.

b) sel muda seperti Kordoma.

B. Metastasis Ca. mamae, prostat,

Berdasarkan letak : Intradural - ekstramedular

Intradural - intramedular

Ekstradural

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 14

Page 15: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Gambar 3. (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-ekstramedular, dan (C) Tumor Ekstradural*

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 15

Page 16: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

3.2.1.4. Etiologi Dan Patogenesis

Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara

pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian

adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik.

Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker yang menyebar

dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding

pembuluh darah, melekat pada jaringan medulaspinalis yang normal dan membentuk

jaringan tumor baru di daerah tersebut.14

 Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi

kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat

genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota

keluarga misal pada neurofibromatosis. Astrositoma dan neuroependimoma merupakan

jenis yang tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien

dengan NF2 memiliki kelainan pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat

terjadi pada 30% pasien dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya,

yang merupakan abnormalitas dari kromosom 3.13

3.2.1.5. Manisfestasi Klinis

Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam tiga

tahapan10, yaitu:

Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama

Sindroma Brown Sequard

Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 16

Page 17: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler, nyeri

vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler merupakan

indikasi pertama adanya space occupying lesion (SOL) pada kanalis spinalis dan

disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat

nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24% nyeri

funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas. 10

Nyeri radikuler dicurigai disebabkan oleh tumor medula spinalis bila:

Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktuspiramidalis

Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP seperti C5-7, L3-4, L5,S1

Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah tumor

yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang

menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya

biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks. 10

Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali

dengan gejala TIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah, papiledema,

gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor neurinoma dan

ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor, yang dapat

menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid spinal,dan kejadian ini

dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian hidrosefalus sebagai

gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer.5

Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di

sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang

selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor

di tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang

menyebar ke dada depan (girdle shape pattern) dan bertambah nyeri saat batuk, bersin,

atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical dapat menyebabkan nyeri

yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan tumor yang tumbuh pada segmen lumbo

sacral dapat memicu terjadinya nyeri punggung atau nyeri pada tungkai.7

T umor Ekstradural

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 17

Page 18: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi pada

medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat merupakan

gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari, minggu/bulan

diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks,yang mulanya

hilang dengan istirahat, tetapi semakin lama semakin menetap/persisten, sehingga

dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat gejala yang berhubungan dengan

tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini dapat terjadi spontan, dan sering

bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae, nyeri demikian lebih dikenal dengan

nyeri vertebrae.

Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 5

1) Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis keganasan terutama

dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon, tiroid, melanoma, limfoma, atau

sarkoma.

2) Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi metastasis

tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks, sedangkan tumor prostat,

testis dan ovarium biasanya ke daerah lumbosakral.

3) Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level torakal, karena

diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1cm).

4) Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang tajam dan kadang

menjalar (radikuler) serta menghebat pada penekanan atau palpasi

Tumor   Intradural-Ekstramedular   3

Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik progresif.

Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak adalah neurinoma

pada laki-laki dan meningioma pada wanita.

1) Neurinoma (Schwannoma) memiliki karakteristik sebagai berikut:

Berasal dari radiks dorsalis

Kejadiannya ± 30% dari tumor ekstramedular

2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya padasatu sisi

dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkangejala lanjut

terdapat tanda traktus piramidalis

39% lokasinya disegmen thorakal.

2) Meningioma memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 18

Page 19: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

80% terletak di regio thorakalis dan ±60% pada wanita usia pertengahan

Pertumbuhan lambat

Pada ± 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengangejala

traktus piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikulerbiasanya bilateral

dengan jarak waktu timbul gejala lain lebih pendek.

Tumor   Intradural-Intramedular   10,11

Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa terbakar dan

menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan seperti electric shock like pain

(Lhermitte sign)

1) Ependinoma memiliki ciri-ciri :

Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun

Wanita lebih dominan

Nyeri terlokalisir di tulang belakang

Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun

Nyeri disestetik (nyeri terbakar)

Menunjukkan gejala kronis

Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih dominan

2) Astrositoma memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Prevalensi pria sama dengan wanita

Nyeri terlokalisir pada tulang belakang

Nyeri bertambah saat malam hari

Parestesia (sensasi abnormal)

3) Hemangioblastoma memiliki karakter sebagai berikut:

Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun

Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak pada 1/3

dari jumlah pasien keseluruhan.

Penurunan sensasi kolumna posterior

Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi

3.2.1.6. Pemeriksaan Penunjang14

Cairan spinal

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 19

Page 20: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein danxantokhrom, dan

kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh cairan

spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok

sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan

paralisis yang komplit.

Foto Polos

Foto polos tulang belakang berguna untuk skrining, memperlihatkan kelainan

pada 90 % pasien dengan tumor sekunder kolom tulang belakang. Evaluasi foto

polos harus termasuk penilaian :

1. Perubahan tulang kualitatif (litik, blastik, sklerotik). Kebanyakan metastasis

spinal memperlihatkan perubahan osteolitik. Perubahaan sklerotik atau

osteoblastik paling sering terjadi pada metastasis dari payudara atau prostat.

2. Daerah yang terkena (elemen posterior, pedikel, badan tulang belakang). Tidak

lazim metastasis spinal mengenai hanya elemen posterior (spine dan lamina).

Lebih sering fokus tumor berlokasi di badan tulang belakang, menyebabkan

kompresi kantung dural serta isinya dari depan. Paling sering, metastasis spinal

mengenai dari lateral, didaerah pedikel, dan meluas keanterolateral dan

keposterolateral. Erosi pedikel lebih dini dan paling sering kelainannya tampak

pada foto polos tulang belakang pasien dengan metastasis spinal. Radiograf

anteroposterior tulang belakang biasanya menampilkan “totem of owls”. Erosi

pedikel menimbulkan tanda “winking owls”; erosi pedikel bilateral

menampilkan tanda “blinking owl”.

3. Temuan lain (bayangan jaringan lunak paraspinal, tulang belakang yangkolaps,

fraktura dislokasi patologis, dan mal alignment). Daerah erosi pedikel sering

bersamaan dengan bayangan jaringan lunak paravertebral. Hilangnya integritas

struktural bisa menyebabkan kolaps tulang belakang dengan kompresi baji.

Destruksi lebih lanjut badan tulang belakang bisa berakibat fraktura dislokasi

patologis. Fraktura dislokasi patologis paling sering terjadi didaerah servikal,

dimana pergerakan leher luas, posisi tergantungnya kepala, dan hilangnya

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 20

Page 21: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

sanggaan rangka iga, semua berperan menempatkannya pada risiko integritas

struktural kolom spinal dan alignment anatomik kanal spinal.

S ca n Tulang

Menggunakan radioisotop, bisa memperlihatkan adanya tumor spinal metastatik

pada tahap lebih awal dibanding foto polos. Diduga 50-75 % ruang meduler

vertebral tergantikan sebelum perubahan radiografik tampak. Namun sken tulang

relatif tidak spesifik. Perubahan degeneratif dan infeksi, seperti tumor spinal,

menyebabkan take positif. Kegunaan sken tulang adalah untuk menunjukkan adanya

pertumbuhan skeletal multipel.

Mielografi

Dimasa lalu merupakan standar untuk menunjukkan lokasi dan tingkat kord spinal

dan akar saraf yang terganggu tumor spinal. Tumor spinal ekstradural, intradural

ekstrameduler dan intrameduler dibedakan dengan pola khas mielografik. Deviasi

kolom kontras menunjukkan asal (anterior, lateral, posterior) massa penekan. Bila

tingkat blok total ditemukan dengan mielografi lumbar adalah berbeda dengan

penilaian klinis, mielografi sisternal harus dilakukan untuk menentukan perluasan

lesi soliter atau untuk menentukan tingkat yang lebih proksimal yang terkena. MRI

sudah menggantikan mielografi sebagai prosedur diagnostik.9

Tomografi Aksial Terkomputer (CT scanning)

Berguna menampilkan distribusi tumor spinal, pergeseran kord spinal dan akar saraf,

derajat destruksi tulang, dan perluasan paraspinal dari lesi dalam dataran horizontal.

Juga efektif membedakan kelainan degeneratif jinak tulang belakang dari lesi

neoplastik.

Mgnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan terpilih untuk tumor spinal termasuk metastasis. MRI memungkinkan

penampilan kolom spinal menyeluruh dalam potongan sagital untuk memastikan

tingkat terbatas yang terkena, penyebaran tumor berdekatan pada tingkat multipel,

atau fokus tumor berbeda pada tingkat multipel. Rekonstruksi horizontal dan koronal

memberikan informasi penting atas geometri tumor, berguna dalam merencanakan

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 21

Page 22: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

operasi dekompresi, juga memberi data mengenai integritas penulangan tulang

belakang, penting dalam memutuskan rekonstruksi tulang belakang. MRI mungkin

kontra indikasi pada pasien dengan prostetik dan implant, dimana disini dilakukan

mielografi disertai CT.

3.2.1.7. Penatalaksanaan

Tumor Jinak

Tindakan atas neurilemmoma, neurofibroma dan meningioma adalah reseksi bedah

yang biasanya dapat dilakukan lengkap. Terapi radiasi tidak diindikasikan. 11

Tumor Metastasis

Dirancang untuk mengurangi nyeri dan untuk mempertahankan atau memperbaiki

fungsi neurologis. Namun mengurangi nyeri serta menjaga atau memulihkan fungsi

neurologis berperan tidak ternilai dalam menjaga kualitas sisa hidup penderita kanser

dan mengurangi kesulitan perawatan. Tindakan radiasi, bedah atau kombinasinya

tetap kontroversi. Radioterapi biasa dipikirkan sebagai terapi inisial bagi kebanyakan

pasien dengan tumor spinal sekunder radiosensitif yang bergejala dengan tanpa

defisit neurologis atau minimal, terutama efektif untuk lesi limforetikuler. Operasi

dipikirkan sebagai pilihan terakhir. Indikasi operasi biasanya adalah gagal atas

radiasi, diagnosis tidak diketahui, fraktur/dislokasi patologis dan paraplegia yang

berlangsung cepat atau sudah berjalan lanjut.11

3.2.1.8. Prognosis

Prognosis pasien dengan metastasis spinal simptomatis bervariasi. Tindakan

tergantung beratnya defisit, lamanya gejala, jenis tumor, lokasi tumor dan derajat

penyakit.12

3.2.2. SPINAL CORD INJURY 7

3.2.2.1. Mekanisme Spine dan Spinal Cord Injury

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 22

Page 23: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Meskipun trauma mungkin melibatkan sumsum tulang belakang saja, kolom

vertebral hampir selalu terluka pada saat yang sama. Sebuah klasifikasi yang berguna

dari cedera tulang belakang adalah salah satu yang membagi mereka ke fraktur-

dislokasi, fraktur murni, dan dislokasi murni.Frekuensi relatif dari jenis ini adalah

sekitar 3:01:01. Kecelakaan kendaraan bermotor, merupakan penyebab paling umum

dari paraplegia traumatis dan tetraplegia. Pasien dalam kelompok ini (yaitu, mereka

yang terlibat dalam kecelakaan motor tunggal dan beberapa kendaraan, kecelakaan

sepeda motor, dan melukai pejalan kaki), menyumbang sekitar 48% dari semua kasus

baru SCI. Penyebab lainnya adalah jatuh (21%), dan cedera olahraga rekreasi (13%),

kecelakaan industri (12%), dan tindak kekerasan (16%). Pada orang tua, jatuh adalah

penyebab semakin umum SCI. Ada perbedaan regional dalam penyebab (yaitu, di

kota-kota besar, luka tembak dan penusukan terlihat lebih sering) dan frekuensi relatif

penyebab berbeda dalam masyarakat yang berbeda Cedera lahir, khususnya dalam

pengiriman sungsang, dapat mengakibatkan saraf tulang belakang diregangkan atau

dikompresi disebabkan oleh traksi dan hiperekstensi dari tulang belakang leher. 15

Kecuali untuk luka tembak, pecahan peluru, dan menusuk, pukulan langsung

ke tulang belakang adalah penyebab relatif jarang cedera tulang belakang yang serius.

Ketiga jenis cedera tulang belakang yang disebutkan sebelumnya diproduksi oleh

sejenis mekanisme, biasanya kompresi vertikal kolom tulang belakang yang

anteroflexion ditambahkan, atau, mungkin salah satu mekanisme kompresi vertikal

dan retroflexion (sering disebut sebagai hyperextension). Yang paling penting variabel

dalam mekanika cedera tulang belakang adalah struktur tulang pada tingkat dari

cedera dan intensitas, arah, dan sudut dampak memaksa.

Dalam kasus cedera parah fleksi ke depan, kepala dibengkokkan tajam ke

depan ketika gaya diterapkan. Yang berdekatan serviks-vertebra dipaksa bersama-

sama pada tingkat tegangan maksimum. tepi anteroinferior dari bagian atas tubuh

vertebral mendorong ke bawah, kadang-kadang membelah menjadi dua. Bagian

posterior tubuh retak dipindahkan ke belakang. Bersamaan, ada robeknya interspinous

dan posterior yg membujur ligamen. derajat cedera anteroflexion kurang parah

menghasilkan dislokasi saja. Kerentanan terhadap efek anteroflexion meningkat oleh

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 23

Page 24: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

kehadiran spondylosis serviks atau ankylosing spondylitis atau oleh kongenital

stenosis dari kanal tulang belakang.

Contoh kerusakan saraf tulang belakang, yang dapat tetap mendalam dan

permanen, disebabkan oleh tonjolan ke dalam tiba-tiba ligamentum flavum atau

dislokasi tulang belakang transien diikuti oleh penataan kembali spontan.

Jenis kerusakan saraf tulang belakang, tanpa bukti radiologis fraktur atau

dislokasi, sangat umum pada anak-anak. Yang pecah dari elemen ligamen pendukung

telah terjadi tetap dapat diungkapkan oleh fleksi lembut dan perluasan leher bawah

pengawasan radiologis yang menunjukkan sedikit dislokasi vertebra (tulang belakang

ketidakstabilan).

3.3.2.2. Patofisiologi Spinal Cord Injury

Sebagai hasil dari geseran sumsum tulang belakang, ada penghancuran abu-

abu dan putih materi dan sejumlah variabel perdarahan, terutama dalam bagian

vaskular pusat. Perubahan ini, ditunjuk sebagai nekrosis traumatis dari sumsum tulang

belakang, yang maksimal pada tingkat cedera dan satu atau dua segmen atas dan di

bawahnya. Jarang adalah pia-arachnoid terkoyak. Pemisahan konstituen patologis

entitas-seperti hematomyelia, gegar otak, memar, dan hematorrhachis (perdarahan ke

dalam kanal tulang belakang) - adalah nilai yang kecil secara klinis atau patologik.

Sebagai lesi menyembuhkan, ia meninggalkan fokus gliotic atau kavitasi dengan

jumlah variabel hemosiderin dan besi pigmen. Progresif kavitasi (siringomielia

traumatis) dapat berkembang setelah selang beberapa bulan atau tahun dan karena

meluas atas lesi utama.

Tidak ada perubahan histologis, baik oleh cahaya atau mikroskop elektron,

dapat dideteksi selama beberapa menit setelah dampak. Perubahan yang paling awal

jaringan terdiri dari hiperemi dan perdarahan kecil dalam materi abu-abu pusat. Pada 1

jam pertama, perdarahan yang mikroskopis menyatu dan terlihat menjadi

makroskopik. Saturasi oksigen berkurang di wilayah tersebut. Dalam waktu 4 jam,

bagian tengah membengkak kabel dan edema menyebarkan meliputi materi putih di

sekitarnya, namun, nekrosis mungkin tidak jelas hingga 8 jam, sebuah observasi yang

telah menyebabkan berbagai strategi dirancang untuk cadangan saluran panjang.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 24

Page 25: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

3.3.2.3. Manifestasi Klinis

Ketika sumsum tulang belakang tiba-tiba dan hampir atau sama sekali terputus, tiga

gangguan fungsi yang sekaligus jelas:

1) semua gerakan otonom di bagian dari tubuh bawah lesi segera dan hilang secara

permanen;

2) semua sensasi dari (aboral) bagian bawah dihapuskan

3) fungsi refleks di semua segmen dari sumsum tulang belakang terisolasi

ditangguhkan.

Efek terakhir, disebut kejutan tulang belakang, melibatkan tendon serta

sebagai refleks otonom. Ini adalah durasi variabel (1 sampai 6 minggu tapi kadang-

kadang jauh lebih lama) dan begitu dramatis yang digunakan Riddoch sebagai dasar

untuk membagi efek klinis transeksi medula spinalis menjadi dua tahap, yaitu shock

belakang dan areflexia diikuti oleh tahap aktivitas refleks tinggi.

Tahap Syok Spinal atau Areflexia

Hilangnya fungsi motorik pada saat injury-tetraplegia dengan lesi C4-C5 atau di

atasnya, paraplegia dengan lesi T1-10 disertai dengan kelumpuhan atonic langsung

kandung kemih dan usus, lambung atonia, hilangnya sensasi di bawah tingkat yang

sesuai dengan lesi sumsum tulang belakang, otot keadaan normal. Kontrol fungsi

otonom di segmen bawah lesi terganggu. Vasomotor tone, berkeringat, dan

piloerection di bagian bawah tubuh sementara dihapuskan. Hipotensi sistemik dapat

menjadi parah dan berkontribusi terhadap kerusakan saraf tulang belakang. Semakin

rendah ekstremitas kehilangan panas jika dibiarkan terbuka, dan mereka membengkak

jika tergantung. Kulit menjadi kering dan pucat, dan ulcerations tulang dapat

berkembang lebih prominences. M. detrusor kandung kemih dan otot polos dari

rektum yang lemah. Urine terakumulasi sampai tekanan intravesicular cukup untuk

mengatasi sphincters, kemudian driblets escape (inkontinensia overflow).

Ada juga distensi pasif usus, retensi kotoran, dan tidak adanya peristaltik (ileus

paralitik). Genital reflex (Ereksi penis, bulbokavernosus refleks, kontraksi otot dartos)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 25

Page 26: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

dihapuskan atau mendalam tertekan. Lamanya tahap syok spinal dengan flexia

lengkap adalah bervariasi seperti yang disebutkan, permanen, atau hanya fragmentaris

aktivitas refleks yang kembali bertahun-tahun setelah cedera.

Pada pasien lain, minimal genital dan fleksor aktivitas refleks dapat dideteksi

dalam beberapa hari dari cedera. Dalam mayoritas, ini aktivitas refleks minimal

muncul dalam jangka waktu 1 sampai 6 minggu. Biasanya bulbokavernosus tersebut

refleks adalah yang pertama untuk kembali. Kontraksi sfingter anal dapat ditimbulkan

oleh rangsangan plantar atau perianal, dan lainnya genital refleks muncul kembali

pada sekitar waktu yang sama.

Tahap peningkatan reflek

Muncul dalam beberapa minggu atau bulan setelah cedera tulang belakang. Biasanya,

setelah beberapa minggu, respon reflex stimulasi, yang awalnya minim dan

unsustained, menjadi lebih kuat

Secara bertahap pola khas refleks fleksi tinggi muncul: dorsofleksi dari jempol kaki

(Babinski tanda), mengipasi jari-jari kaki lainnya, dan kemudian, fleksi atau lambat

penarikan gerakan kaki, kaki, dan paha dengan kontraksi dari otot fascia lata tensor ,

Stimulasi taktil, Achilles refleks dan kemudian kembali refleks patela. Retensi urin

menjadi kurang lengkap, dan pada interval teratur urin dikeluarkan oleh kontraksi

spontan otot detrusor. Reflex Buang air besar juga dimulai. Setelah beberapa bulan

kejang, dan bisa disertai dengan berkeringat banyak, piloerection,

Setiap sisa gejala yang bertahan setelah 6 bulan cenderung permanen, meskipun pada

sebagian kecil pasien beberapa kembalinya. Fungsi (terutama sensasi) dimungkinkan

setelah waktu ini. Kehilangan motorik dan fungsi sensorik di atas lesi, datang

bertahun-tahun setelah trauma, terjadi kadang-kadang dan karena rongga

memperbesar di segmen proksimal dari kabel ("siringomielia").

3.3.2.4. Pemeriksaan dan Pengelolaan Pasien

Tingkat lesi sumsum tulang belakang dan vertebral dapat ditentukan dari

temuan klinis. Kelumpuhan diafragma terjadi dengan lesi dari tiga segmen atas

serviks (transien yang berhubungan penangkapan pernapasan umum cedera kepala

berat). kelumpuhan pada lengan dan kaki biasanya menunjukkan fraktur atau dislokasi

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 26

Page 27: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

di tulang leher keempat untuk kelima. Jika kaki yang lumpuh dan lengan masih

bisa diculik dan tertekuk, lesi kemungkinan berada di kelima vertebra serviks

keenam. Kelumpuhan kaki dan hanya tangan menunjukkan lesi serviks pada tingkat

keenam ketujuh.

Tingkat (rasa nyeri dan suhu) di bawah tingkat lesi dalam semua kasus

sumsum tulang belakang dan cauda equina cedera, prognosis untuk pemulihan lebih

menguntungkan jika ada gerakan atau sensasi selama 48 sampai 72 jam pertama.

Skala Frankel untuk menetapkan cedera sensori.

1) Lengkap: motor dan sensorik loss di bawah lesi

2) Tidak lengkap: beberapa pelestarian sensorik di bawah zona cedera

3) Tidak lengkap: sensorik motorik dan hemat, namun pasien nonfunctional

4) Tidak lengkap: sparing motor dan sensorik dan pasien fungsional (berdiri dan

berjalan)

5) Pemulihan lengkap fungsional: refleks mungkin abnormal

Jelas, kelompok 2, 3, dan 4 memiliki prognosis yang lebih menguntungkan untuk

emulihan daripada kelompok 1.

Setelah derajat cedera pada tulang belakang dan kabel telah dinilai, beberapa

pusat terus mengelola metilprednisolon di tinggi dosis (bolus 30 mg / kg diikuti

dengan 5,4 mg / kg setiap jam), dimulai dalam waktu 8 jam dari cedera dan

dilanjutkan selama 23 jam. Menurut Cord multicenter Nasional Spinal akut Studi

(Bracken et al) menghasilkan sedikit perbaikan tapi signifikan di kedua motorik dan

fungsi sensorik.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 27

Page 28: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Juga, dalam serangkaian kecil pasien, administrasi GM1 ganglioside (100 mg

intravena setiap hari dari saat kecelakaan) ditemukan untuk meningkatkan pemulihan

akhir untuk tingkat sederhana (Geisler et al) namun temuan ini belum telah dikuatkan.

MRI cocok untuk menampilkan proses ini, tetapi jika tidak myelography

tersedia dengan CT scan merupakan alternatif. Ketidakstabilan elemen tulang

belakang bisa sering disimpulkan dari dislokasi atau dari fraktur tertentu dari pedikel,

articularis pars, atau proses melintang,

Risiko terbesar bagi pasien dengan cedera tulang belakang dalam 10 hari

pertama ketika lambung dilatasi, ileus, syok, dan infeksi merupakan ancaman terhadap

kehidupan. Menurut Messard dan rekan, mortalitas Tingkat jatuh cepat setelah 3

bulan, di luar waktu ini, 86 persen dari paraplegics dan 80 persen lumpuh akan

bertahan selama 10 tahun atau lebih.

Pasien dengan paraplegia, selain psychologic dukungan, berkaitan dengan

pengelolaan kandung kemih dan usus gangguan, perawatan kulit, pencegahan emboli

paru, dan pemeliharaan gizi. Nyeri kronis (hadir dalam 30 sampai 50 persen dari

kasus) membutuhkan penggunaan obat anti-inflamasi, suntikan anestesi lokal, dan

stimulasi saraf transkutan. Kombinasi dari clonazepam karbamazepin atau gabapentin

dan salah satu atau antidepresan trisiklik, Nyeri bandel memerluka suntikan epidural

dari analgesik atau kortikosteroid atau ditanamkan stimulator saraf tulang belakang

yang diterapkan pada kolom dorsal, tetapi sering bahkan langkah-langkah ini tidak

efektif. Kelenturan dan kejang fleksor mungkin sulit, baclofen oral, diazepam, atau

Tizanidine

Dalam paraplegia spastik permanen dengan kekakuan dan kejang yang parah

adduktor dan fleksor kaki, intratekal baclofen, disampaikan oleh pompa otomatis

dalam dosis 12 sampai dengan 400 mg / hari, juga telah membantu. Obat ini diyakini

bertindak pada sinapsis refleks tulang belakang (Penn dan Kroin).

3.2.3. SPONDILITIS TUBERCULOSA

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 28

Page 29: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Spondilitis tuberculosa merupakan salah satu penyakit tertua yang telah

didokumentasikan disaat zaman besi dan mumi kuno di mesir dan peru pada tahun

1779 oleh percivall pott tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil

tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga

etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas. Di waktu yang lampau, spondilitis

tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-

anak, yang terutama berusia 3 – 5 tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan

kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami perubahan sehingga golongan umur

dewasa menjadi lebih sering. Setelah ditemukannya obat anti tuberculosa dan

berkembangnya kualitas kesehatan masyarakat, penyakit spondilitis tuberculosa ini

mulai jarang ditemukan di negara maju namun angka penyakit ini masih tinggi di

negara berkembang. Penyakit ini memiliki potensi morbiditas yang cukup serius

meliputi defisit neurologi permanent dan deformitas. Terapi dengan obat-obatan atau

kombinasi terapi dengan operasi dapat mengontrol penyakit ini pada sebagian besar

penderita.9

3.2.3.1.Definisi

Spondilitis Tb atau Pott disease ialah suatu osteomielitis kronik tulang belakang

yang disebabkan oleh kuman tbc. Infeksi umumnya mulai dari korpus vertebra lalu ke

diskus intervertebralis dan ke jaringan sekitarnya. Daerah yang paling sering terkena,

berturut-turut ialah daerah torakal terutama bagian bawah, daerah lumbal dan servikal

1 - 4. Akibat perkejuan akan terbentuk abses yang dapat meluas ke sekitamya dan

mencari jalan keluar. Paling sering mengikuti fascia otot psoas, berkumpul dalam fosa

iliaka sampai terjadi fistel kulit.10

3.2.3.2.Epidemiologi

Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas

utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia, dimana

malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi merupakan masalah utama. Perlu

dicermati bahwa di Amerika dan Inggris insidensi penyakit12 ini mengalami

peningkatan pada populasi imigran,tunawisma lanjut usia dan pada orang dengan

tahap lanjut infeksi HIV (Medical Research Council TB and Chest Diseases Unit

1980). Selain itu dari penelitian juga diketahui bahwa peminum alkohol dan pengguna

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 29

Page 30: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

obat-obatan terlarang adalah kelompok beresiko besar terkena penyakit ini. Di

Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama mengenai dewasa,

dengan usia rata-rata 40-50 tahun sementara di Asia dan Afrika sebagian besar

mengenai anak-anak (50% kasus terjadi antara usia 1-20 tahun).

Pada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi

terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena,

akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan

mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering terkena dibandingkan

dengan bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan

tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang (kurang lebih 50% kasus)(Gorse

et al. 1983), diikuti kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki,

sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area torako-lumbal terutama

torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian atas merupakan tempat

yang paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan dari weight

bearing mencapai maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sakral.

Defisit neurologis muncul pada 10-47% kasus pasien dengan spondilitis

tuberkulosa. Di negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan penyebab

paling sering untuk kondisi paraplegia non traumatik7. Insidensi paraplegia, terjadi

lebih tinggi pada orang dewasa dibandingkan dengan anakanak. Hal ini berhubungan

dengan insidensi usia terjadinya infeksi tuberkulosa pada tulang belakang, kecuali

pada dekade pertama dimana sangat jarang ditemukan keadaan ini.

3.2.3.3. Faktor Resiko11

1. Usia dan jenis kelamin

Bayi dan anak muda mempunyai kekebalan yang lemah. Hingga usia 2

tahun infeksi biasanya dapat terjadi dalam bentuk yang berat seperti tuberkulosis

milier dan meningitis tuberkulosa, yang berasal dari penyebaran secara

hematogen. Setelah pubertas daya tahan tubuh mengalami peningkatan dalam

mencegah penyebaran secara hematogen, tetapi menjadi lemah dalam mencegah

penyebaran penyakit di paru-paru. Angka kejadian pada pria terus meningkat

pada seluruh tingkat usia tetapi pada wanita cenderung menurun dengan cepat

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 30

Page 31: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

setelah usia anak-anak, insidensi ini kemudian meningkat kembali pada wanita

setelah melahirkan anak. Puncak usia terjadinya infeksi berkisar antara usia 40-50

tahun untuk wanita, sementara pria bisa mencapai usia 60 tahun.

2. Nutrisi

Kondisi malnutrisi (baik pada anak ataupun orang dewasa) akan

menurunkan resistensi terhadap penyakit.

3. Faktor toksik

Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan daya

tahan tubuh. Demikian pula dengan pengguna obat kortikosteroid atau

immunosupresan lain.

4. Penyakit

Adanya penyakit seperti infeksi HIV, diabetes, leprosi, silikosis, leukemia

meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosa.

5. Lingkungan yang buruk (kemiskinan)

Kemiskinan mendorong timbulnya suatu lingkungan yang buruk dengan

pemukiman yang padat dan kondisi kerja yang buruk disamping juga adanya

malnutrisi, sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh.

6. Ras

Ditemukan bukti bahwa populasi terisolasi contohnya orang Eskimo atau

Amerika asli, mempunyai mempunyai daya tahan tubuh yang kurang terhadap

penyakit ini.

3.2.3.4.Patofisiologi

Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen

atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 31

Page 32: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada

penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi

yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius. Pada anak-

anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari fokus primer di paru-

paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus,

ginjal, tonsil).

Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang

memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian

bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus

Batson’s yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkann banyak vertebra

yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini

diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus

melibatkan tiga atau lebih vertebra.

Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari vertebra. Area

infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi ke dalam korteks tipis

korpus vertebra sepanjang ligamen longitudinal anterior, melibatkan dua atau lebih

vertebrae yang berdekatan melalui perluasan di bawah ligamentum longitudinal anterior

atau secara langsung melewati diskus intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan

fokus yang multipel yang dipisahkan oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga

berdiseminasi ke vertebra yang jauh melalui abses paravertebral.

Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang baru

dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular10 sehingga

menimbulkan tuberculous sequestra, terutama di regio torakal. Discus intervertebralis,

yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap infeksi tuberkulosa.

Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi paradiskal ke dalam

ruang diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan kolapsnya corpus vertebra

karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus, sekunder karena perubahan

kapasitas fungsional dari end plate. Suplai darah juga akan semakin terganggu dengan

timbulnya endarteritis yang menyebabkan tulang menjadi nekrosi.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 32

Page 33: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut akan

menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat badan sehingga

kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi intervertebral dan lengkung syaraf

posterior tetap intak, jadi akan timbul deformitas berbentuk kifosis yang

progresifitasnya (angulasi posterior) tergantung dari derajat kerusakan, level lesi dan

jumlah vertebra yang terlibat. Bila sudah timbul deformitas ini, maka hal tersebut

merupakan tanda bahwa penyakit ini sudah meluas.

Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yang normal

di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar lordosis dimana

sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke posterior sehingga akan terjadi

parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya bersifat minimal, kalaupun

tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar berat badan disalurkan melalui

prosesus artikular.

Proses penyembuhan kemudian terjadi secara bertahap dengan timbulnya fibrosis

dan kalsifikasi jaringan granulomatosa tuberkulosa. Terkadang jaringan fibrosa itu

mengalami osifikasi, sehingga mengakibatkan ankilosis tulang vertebra yang kolap.

Pembentukan abses paravertebral terjadi hampir pada setiap kasus. Dengan

kolapsnya korpus vertebra maka jaringan granulasi tuberkulosa, bahan perkijuan, dan

tulang nekrotik serta sumsum tulang akan menonjol keluar melalui korteks dan

berakumulasi di bawah ligamentum longitudinal anterior. Cold abcesss ini kemudian

berjalan sesuai dengan pengaruh gaya gravitasi sepanjang bidang fasial dan akan

tampak secara eksternal pada jarak tertentu dari tempat lesi aslinya.

3.2.3.5.Klasifikasi

Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk

spondilitis:

(1) Peridiskal / paradiskal

Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 33

Page 34: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak

ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan

nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.

(2) Sentral

Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga

disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini

sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe

lain. Sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat

terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di

temukan di regio torakal.

(3) Anterior

Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas

dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped

karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola

ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan

melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau

karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.

(4) Bentuk atipikal

Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak

dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal

dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di

canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel,

lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di

sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen

posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.

3.2.3.6.Diagnosa

Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung padabanyak

faktor. Biasanya onset Pott's disease berjalan secara mendadak dan berevolusi lambat.

Durasi gejala-gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu diagnosa pasti bervariasi dari

bulan hingga tahun sebagian besar kasus didiagnosa sekurangnya dua tahun setelah

infeksi tuberkulosa.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 34

Page 35: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Anamnesa dan inspeksi

1. Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat malam,

demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam hari serta

cachexia.

2. Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah

disertai nyeri dada.

3. Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang

menjalar. Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di

daerah telinga atau nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan

menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di bagian

torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa

nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi nyeri pasien

akan menahan punggungnya menjadi kaku.

4. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah kaki

pendek, karena mencoba menghindari nyeri di punggung.

5. Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan

kepalanya, mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam

posisi dagu disangga oleh satu tangannya, sementara tangan lainnya di oksipital.

Rigiditas pada leher dapat bersifat asimetris sehingga menyebabkan timbulnya

gejala klinis torticollis. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa nyeri di leher

atau bahunya. Jika terdapat abses, maka tampak pembengkakan di kedua sisi

leher.

6. Di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku. Bila

berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi panggulnya.

Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara tetap

mempertahankan punggungnya tetap kaku (coin test).

7. Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang

terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui

fistel dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien

tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi dan menyokong tulang

belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas paha. Adanya kontraktur otot

psoas akan menimbulkan deformitas fleksi sendi panggul.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 35

Page 36: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

8. Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang

belakang), skoliosis, bayonet deformity, subluksasi, spondilolistesis, dan

dislokasi.

9. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis).

Terjadi pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitis

lebih banyak di temukan pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul

paraplegia akan tampak spastisitas dari alat gerak bawah dengan refleks tendon

dalam yang hiperaktif, pola jalan yang spastik dengan kelemahan motorik yang

bervariasi. Dapat pula terjadi gangguan fungsi kandung kemih dan anorektal.

10. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut

seperti pada infeksi septik. Onset yang lambat dari pembengkakan tulang

ataupun sendi mendukung bahwa hal tersebut disebabkan karena tuberkulosa.

11. Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia yang

dikenal dengan nama Pott’s paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara akut

ataupun kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung dari kecepatan

peningkatan tekanan mekanik kompresi medula spinalis. Pada penelitian yang

dilakukan Hodgson di Cleveland, paraplegia ini biasanya terjadi pada pasien

berusia kurang dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus) dan tidak ada predileksi

berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian ini.

Palpasi

1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit

diatasnya terasa sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan

dengan abses piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat

paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di sisi leher (di belakang otot

sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di sekitar

dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara ukuran lesi

destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess.

2. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena

Perkusi

Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus

vertebrae yang terkena, sering tampak tenderness.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 36

Page 37: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium :

Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari

100mm/jam.

Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein

Derivative (PPD) positif.

Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal),

sputum dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paru

yang aktif)

Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang

bersifat relatif.

Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin

haemolysins, typhoid, paratyphoid dan brucellosis (DD)

Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis

tuberkulosa). Xantokrom, Bila dibiarkan pada suhu ruangan akan

menggumpal, Pleositosis (dengan dominasi limfosit dan mononuklear).

Pada tahap akut responnya bisa berupa neutrofilik seperti pada meningitis

piogenik (Kocen and Parsons 1970; Traub et al 1984). Kandungan protein

meningkat. Kandungan gula normal pada tahap awal tetapi jika gambaran

klinis sangat kuat mendukung diagnosis, ulangi pemeriksaan. Kandungan

protein cairan serebrospinal dalam kondisi spinal terblok spinal dapat

mencapai 1- 4g/100ml.

Kultur cairan serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan tes

konfirmasi yang absolut tetapi hal ini tergantung dari pengalaman

pemeriksa dan tahap infeksi.

2. Radiologis

Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.

Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti

adanya tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang

abnormal).

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 37

Page 38: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari

bukti adanya tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru

dapat terlihat setelah 3-8 minggu onset penyakit.

- Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau

Sudut inferior corpus vertebrae, osteoporosis regional yang

kemudian berlanjut sehingga tampak penyempitan diskus

intervertebralis yang berdekatan, serta erosi corpus vertebrae

anterior yang berbentuk scalloping karena penyebaran infeksi dari

area subligamentous.

- Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus

transversus atau prosesus spinosus.

- Keterlibatan bagian lateral corpus vertebra akan menyebabkan

timbulnya deformita scoliosis (jarang)

- Pada pasien dengan deformitas gibbus yang sudah lama akan

tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi lebih besar

dari lebarnya (long vertebra atau tall vertebra)

- Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti abses

paravertebral dan psoas. Tampak bentuk fusiform atau

pembengkakan berbentuk globular dengan kalsifikasi. Abses psoas

akan tampak sebagai bayangan jaringan lunak yang mengalami

peningkatan densitas dengan atau tanpa kalsifikasi pada saat

penyembuhan.

3. Computed Tomography – Scan (CT)

Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga

yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterio seperti

pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan.

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang bersifat

kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang

belakang. Bermanfaat untuk membantu memutuskan pilihan manajemen

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 38

Page 39: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

apakah akan bersifat konservatif atau operatif dan membantu menilai respon

terapi. Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan

kalsifikasi di abses.

5. Neddle biopsi / operasi eksplorasi (costotransversectomi) dari lesi spinal.

mungkin diperlukan pada kasus yang sulit tetapi membutuhkan pengalaman

dan pembacaan histologi yang baik (untuk menegakkan diagnosa yang absolut)

(berhasil pada 50% kasus).

6. Aspirasi pus paravertebral yang diperiksa secara mikroskopis untuk mencari

basil tuberkulosa dan granuloma, lalu kemudian dapat diinokulasi di dalam

guinea babi.

3.2.3.7.Komplikasi

1) Cedera corda spinalis (spinal cord injury).

Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa

sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis atau dapat juga langsung

karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa. Jika cepat

diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI

dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau

karena invasi dura dan corda spinalis.

2) Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke dalam

pleura.

3.2.3.8.Manajemen Terapi

Tujuan terapi pada kasus spondilitis tuberkulosa adalah :

1. Mengeradikasi infeksi atau setidaknya menahan progresifitas penyakit

2. Mencegah atau mengkoreksi deformitas atau defisit neurologis.

Untuk mencapai tujuan itu maka terapi untuk spondilitis tuberkulosa terbagi menjadi :

Terapi konservatif

1. Pemberian nutrisi yang bergizi

2. Pemberian kemoterapi atau terapi anti tuberkulosa. Obat anti tuberkulosa yang

utama adalah :

- Isoniazid (INH) dosis INH adalah 5 mg/kg/hari – 300 mg/hari

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 39

Page 40: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

- Rifampin (RMP) dosisnya : 10 mg/kg/hari – 600 mg/hari.

- Pyrazinamide (PZA) dosis : 15-30mg/kg/hari

- Ethambutol (EMB) dosis : 15-25 mg/kg/hari

- Streptomycin (STM) dosis : 15 mg/kg/hari – 1 g/kg/hari

3. Istirahat tirah baring (resting)

Terapi pasien spondilitis tuberkulosa dapat pula berupa local rest pada turning

frame / plaster bed atau continous bed rest. Istirahat dapat dilakukan dengan

memakai gips untuk melindungi tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama

pada keadaan yang akut atau fase aktif. Pemberian gips ini ditujukan untuk

mencegah pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas lebih lanjut.

Istirahat di tempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu, sehingga dicapai keadaan

yang tenang dengan melihat tanda-tanda klinis, radiologis dan laboratorium.

Terapi Operatif

Intervensi operasi banyak bermanfaat untuk pasien yang mempunyai lesi kompresif

secara radiologis dan menyebabkan timbulnya kelainan neurologis. Tindakan operasi

juga dilakukan bila setelah 3-4 minggu pemberian terapi obat antituberkulosa dan tirah

baring (terapi konservatif) dilakukan tetapi tidak memberikan respon yang baik

sehingga lesi spinal paling efektif diterapi dengan operasi secara langsung untuk

mengevakuasi “pus” tuberkulosa, mengambil sekuester tuberkulosa serta tulang yang

terinfeksi dan memfusikan segmen tulang belakang yang terlibat.

Selain indikasi diatas, operasi debridement dengan fusi dan dekompresi juga

diindikasikan bila:

Diagnosa yang meragukan hingga diperlukan untuk melakukan biopsi

Terdapat instabilitas setelah proses penyembuhan

Terdapat abses yang dapat dengan mudah didrainase

penyakit yang lanjut dengan kerusakan tulang yang nyata dan mengancam atau

kifosis berat.

Penyakit yang rekuren.

Setelah tindakan operasi pasien beristirahat di tempat tidur selama 3-6 minggu.

3.2.3.9.Prognosa

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 40

Page 41: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Prognosa pasien dengan spondilitis tuberkulosa sangat tergantung dari usia dan

kondisi kesehatan umum pasien, derajat berat dan durasi defisit neurologis serta terapi

yang diberikan.

a. Mortalitas

Mortalitas pasien spondilitis tuberkulosa mengalami penurunan seiring dengan

ditemukannya kemoterapi (menjadi kurang dari 5%, jika pasien didiagnosa dini

dan patuh dengan regimen terapi dan pengawasan ketat).

b. Relaps

Angka kemungkinan kekambuhan pasien yang diterapi antibiotik dengan regimen

medis saat ini dan pengawasan yang ketat hampir mencapai 0%.

c. Kifosis

Kifosis progresif selain merupakan deformitas yang mempengaruhi kosmetis

secara signifikan, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya defisit neurologis

atau kegagalan pernafasan dan jantung karena keterbatasan fungsi paru.

d.Defisit neurologis.

Defisit neurologis pada pasien spondilitis tuberkulosa dapat membaik secara

spontan tanpa operasi atau kemoterapi.

e. Usia

Pada anak-anak, prognosis lebih baik dibandingkan dengan orang dewasa.

f. Fusi

Fusi tulang yang solid penting untuk pemulihan permanen spondilitis tuberkulosa.

3.2.4. HEREDITARY SPASTIC PARAPLEGIA15

Harding (1993) membagi Herediter Spatik Paraplegia (HSP) sindrom menjadi

jenis murni dan rumit, tergantung pada manifestasi klinis. Komplikasi meliputi

epilepsi, keterbelakangan mental, demensia, parkinsonisme, ataksia, amyotrophy,

neuropati perifer, dan kebutaan atau tuli. Satu multisistem sindrom, paraplegia spastik

(SPG1), memperoleh CRASH singkatan (corpus callosum hypoplasia, retardation,

adducted thumbs, spasticity, and hydrocephalus). Bahkan pada HSP murni, respon

yang dimunculkan sensorik mungkin abnormal, dan saluran spinocerebellar

terpengaruh pada otopsi pada deskripsi asli Strumpellâ pada tahun 1890.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 41

Page 42: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

3.2.4.1. Genetika

Sindrom ini secara genetik heterogen, sebagian besar menunjukkan autosomal

dominan warisan keluarga, tapi ada pula yang resesif autosomal dan lain X terkait.

Heterogenitas Locus jelas karena X-linked bentuk peta untuk kromosom Xq28, Xq21,

atau Xq11. Autosomal dominan keluarga memetakan sepuluh lokus yang berbeda

Keluarga dipetakan ke 16q24.3 memiliki mutasi homozigot pada gen untuk

paraplegin, sebuah ATPase mitokondria.

Mutasi juga telah ditemukan dalam gen untuk spastin, heat shock protein 60,

kinesin rantai berat, atlastin, spartin, protein prion, presenilin, atau ekspansi triplet

nukleotida, antisipasi terlihat di beberapa keluarga. Dalam satu X-linked keluarga,

mutasi mempengaruhi gen untuk protein proteolipid, P.856 yang juga terlibat dalam

Pelizaeus-Merzbacher penyakit. Tidak semua bentuk keluarga yang diwariskan karena

infeksi human T-cell lymphotropic virus tipe I (HTLV-I) dapat mempengaruhi lebih

dari satu orang dalam keluarga.

3.2.4.2. Manifestasi Klinis

Sindrom ini juga klinis heterogen. Beberapa kasus mulai awal, yang lain

setelah usia 35 tahun. Beberapa ringan dan beberapa yang parah. Bentuk-bentuk yang

rumit berbeda dalam sifat dari asosiasi klinis. Semua biasanya progresif lambat.

Gangguan gaya berjalan spastik adalah salah satu koordinasi, mungkin tidak ada

kelemahan dalam tes otot manual.

Refleks tendon terlalu aktif, dan Babinski tanda-tanda dan clonus sering

terlihat. Sensasi ini biasanya normal pada pemeriksaan rutin, namun studi kuantitatif

dapat menunjukkan kelainan. Gejala sfingter mungkin muncul pada akhir-onset

bentuk. Manifestasi sering berbeda dalam anggota keluarga yang sama. 15

3.2.4.3. Laboratorium Data

Laboratorium penelitian, termasuk MRI dari kabel otak atau tulang belakang,

biasanya unrevealing. Namun, satu keluarga menunjukkan lesi materi putih di otak,

dan beberapa pertunjukan terkemuka penipisan corpus callosum. Membangkitkan

potensi sensorik mungkin abnormal bahkan tanpa kehilangan sensori terbukti secara

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 42

Page 43: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

klinis. Stimulasi magnetik biasanya menunjukkan kelainan konduksi motorik pusat;

respon yang baik ada atau tertunda. CSF ini tidak diagnostik.

3.2.4.4. Diagnosa dan Pengobatan

Diagnosis biasanya terlihat dari data klinis dan keluarga. Kasus sporadis bisa

menjadi hasil dari mutasi baru, tetapi kebanyakan terbukti menjadi multiple

sclerosis, seperti yang terakhir kemudian dalam diagnosis diferensial amyotrophic

lateral primer. Diagnosis pasti dapat dibuat dalam beberapa identifikasi oleh dari gen

penyebab.

Manajemen terutama gejala. Terapi fisik dan latihan pengkondisian dapat

membantu pasien tetap bergerak. Baclofen (Lioresal), baik lisan maupun intratekal,

dantrolene, dan Tizanidine (Zanaflex) dapat mengurangi spastisitas, tetapi tidak ada

uji coba terkontrol dalam HSP. Oxybutynin (Ditropan) bisa menghilangkan urgensi

kemih.

3.2.5. MULTIPLE SCLEROSIS17

3.2.5.1. Epidemiologi

Multiple sclerosis adalah salah satu gangguan neurologis yang paling umum,

mempengaruhi sekitar 300.000 pasien di Amerika Serikat, dan insiden tertinggi pada

orang dewasa muda. Hal ini didefinisikan secara klinis oleh ketentuan keterlibatan

berbagai bagian dari sistem saraf pusat pada waktu yang berbeda bahwa gangguan

lainnya yang menyebabkan pusat multifocal disfungsi telah dikeluarkan.

Gejala awal biasanya dimulai sebelum usia 55 tahun, dengan insiden puncak

antara usia 20 dan 40; perempuan terpengaruh hampir dua kali sesering pria.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 43

Page 44: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi penyakit meningkat dengan jarak

meningkat dari ekuator, dan tidak ada populasi dengan resiko tinggi untuk penyakit

ini ada antara lintang 40 ° N dan 40 ° S. Sebuah kecenderungan genetik disarankan

oleh studi kembar, kejadian familial sesekali, dan hubungan yang kuat antara

penyakit dan antigen HLA tertentu (HLA DR2). Bukti ini mendukung keyakinan

bahwa penyakit ini memiliki dasar autoimun.

3.2.5.2. Patologi

Kelainan ini ditandai patologis oleh pengembangan daerah focal-sering

perivenular-tersebar demielinasi diikuti oleh gliosis reaktif; mungkin ada kerusakan

aksonal juga. Lesi ini terjadi pada masalah putih otak dan sumsum dan saraf (II) optik.

3.2.5.3. Patofisiologi

Penyebab multiple sclerosis tidak diketahui, tetapi kerusakan jaringan dan gejala

neurologis yang diduga hasil dari mekanisme kekebalan diarahkan terhadap myelin

antigen. Infeksi virus atau faktor lain dapat memicu masuknya sel T dan antibodi ke

dalam sistem saraf pusat dengan mengganggu sawar darah-otak. Hal ini menyebabkan

peningkatan ekspresi sel-adhesi molekul, metaloproteinase matriks, dan sitokin pro

inflamasi, yang bekerja untuk menarik tambahan sel-sel kekebalan tubuh, memecah

matriks ekstraseluler untuk membantu migrasi mereka, dan mengaktifkan respon

autoimun terhadap antigen seperti protein dasar mielin, mielin terkait glikoprotein,

mielin oligodendrocyte glikoprotein, protein proteolipid, a-crystallin,

phosphodiesterases, dan S-100. Pengikatan target antigen tersebut oleh antigen-

presenting sel memicu respon autoimun yang mungkin melibatkan sitokin, makrofag,

dan komplemen. Serangan iImmune terhadap akson myelin, yang memperlambat

konduksi saraf dan menyebabkan gejala neurologis.

3.2.5.4. Manifestasi Klinis

Awal atau penyajian gejala

Keluhan awal yang umum adalah kelemahan fokal, mati rasa, kesemutan, atau

kegoyangan dalam anggota tubuh; tiba-tiba kehilangan atau kabur penglihatan pada

satu mata (neuritis optik), diplopia, ketidakseimbangan, atau gangguan kandung

kemih-fungsi (urgensi kemih atau keraguan). Seperti gejala sering transient,

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 44

Page 45: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

menghilang setelah beberapa hari atau minggu, meskipun beberapa sisa defisit dapat

ditemukan pada pemeriksaan neurologis hati.

Pasien lain hadir dengan paraparesis spastik akut atau secara bertahap progresif dan

defisit sensorik, ini harus meningkatkan kekhawatiran tentang kemungkinan lesi

struktural yang mendasari kecuali ada bukti pada pemeriksaan klinis dari penyakit

yang lebih luas.

Tabel 5-8. Gejala dan tanda-tanda dari beberapa sclerosis.

Perkembangan Gejala

Mungkin ada selang waktu beberapa bulan atau tahun setelah episode awal

sebelum gejala neurologis lanjut muncul. Gejala baru dapat berkembang, atau gejala

lama kambuh dan progresif. Kambuh mungkin dipicu oleh infeksi dan, pada

perempuan, lebih mungkin dalam 3 bulan atau lebih setelah melahirkan. Kenaikan

dalam tubuh suhu dapat menyebabkan kerusakan sementara pada pasien dengan

defisit tetap dan stabil. Dengan waktu dan setelah sejumlah kambuh dan biasanya

tidak lengkap remisi-pasien dapat menjadi semakin dinonaktifkan oleh kelemahan,

kekakuan, gangguan sensorik, kegoyangan anggota badan, gangguan penglihatan,

dan kencing inkontinensia.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 45

Page 46: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Berdasarkan perjalanannya, penyakit ini dibagi menjadi bentuk hilang-timbul

(85% kasus) di mana perkembangan tidak terjadi antara serangan, sebuah bentuk

progresif sekunder (80% kasus setelah 25 tahun) ditandai dengan kursus secara

bertahap progresif setelah pola hilang-timbul awal, dan bentuk progresif primer

(10% kasus) di mana ada perkembangan bertahap dari cacat dari onset klinis.

Pemeriksaan dalam kasus-kasus lanjutan biasanya mengungkapkan atrofi

optik, nystagmus, dysarthria, dan atas neuron motorik, sensorik, atau defisit

cerebellar dalam beberapa atau semua anggota badan. Perhatikan bahwa diagnosis

tidak dapat didasarkan pada gejala tunggal atau tanda tetapi hanya pada gambaran

klinis total yang menunjukkan keterlibatan yang berbeda bagian dari sistem saraf

pusat pada waktu yang berbeda.

3.2.5.5. Diagnosa

Diagnosis multiple sclerosis memerlukan bukti bahwa setidaknya dua wilayah

yang berbeda dari pusat telah terpengaruh pada waktu yang berbeda. Penyakit yang

pasti dapat didiagnosis pada pasien dengan kursus hilang-timbul dan tanda-tanda

dari setidaknya dua lesi yang melibatkan wilayah yang berbeda dari white matter

pusat. Multiple sclerosis kemungkinan didiagnosis ketika pasien memiliki bukti

penyakit multifokal materi putih tapi hanya memiliki satu serangan klinis, atau

memiliki sejarah setidaknya dua episode klinis, tetapi hanya tanda-tanda lesi tunggal.

3.2.5.6. Pemeriksaan Penunjang

Cairan cerebrospinal (CSF) umumnya tidak normal, dengan limfositosis ringan

atau konsentrasi protein sedikit meningkat, terutama jika diperiksa segera setelah

kambuh. Elektroforesis protein CSF menunjukkan adanya band diskrit di wilayah

imunoglobulin G (IgG) (band oligoclonal) pada 90% pasien. Antigen bertanggung

jawab atas antibodi tidak diketahui. Jika bukti klinis lesi ada hanya pada satu situs

dalam sistem saraf pusat, diagnosis multiple sclerosis tidak dapat benar dibuat

kecuali daerah lain telah dipengaruhi subklinis, yang dideteksi oleh tanggapan

electrocerebral ditimbulkan oleh satu atau lebih hal berikut: stimulasi visual bermata

dengan Pola checkerboard (membangkitkan potensi visual), stimulasi mono dengan

klik berulang (pendengaran batang otak membangkitkan potensi), dan stimulasi

listrik dari perifer saraf (membangkitkan potensi somatosensory).

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 46

Page 47: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

MRI juga dapat mendeteksi lesi subklinis dan telah menjadi hampir sangat

diperlukan dalam mengkonfirmasikan diagnosis (Gambar 5-2A, 2B-Gambar 5).

Gambar 5-2. J: Sebuah mid-sagital T2-tertimbang MRI dari sumsum tulang belakang serviks pada

wanita muda dengan multiple sclerosis. Sebuah wilayah abnormal intensitas sinyal tinggi (Panah)

terlihat. (Courtesy of RA Heyman.)

B: Aksial T2-tertimbang gambar otak MR seorang pasien dengan multiple sclerosis menunjukkan

beberapa, terutama belang-belang, putih peduli plak (panah); perhatikan lokasi khas di daerah

periventricular (panah). (Courtesy of RA Heyman.)

Pada pasien dengan bentuk tulang belakang dari gangguan dan tidak ada bukti

penyakit disebarluaskan, tulang belakang atau MRI myelography mungkin

diperlukan untuk mengecualikan kemungkinan lesi pembedahan diobati tunggal

bawaan atau diperoleh. Wilayah foramen magnum harus divisualisasikan untuk

mengecualikan kemungkinan lesi seperti Arnold-Chiari malformasi, di mana bagian

dari otak kecil dan batang otak yang lebih rendah mengungsi ke kanalis servikalis,

menghasilkan campuran piramida dan defisit cerebellar pada tungkai.

3.2.5.7. Pengobatan

Pada pasien dengan penyakit hilang-timbul, pengobatan dengan interferon β-

1α diberikan IM sekali seminggu atau β interferon-1b diberikan subkutan pada hari

lain mengurangi tingkat kekambuhan. Glatiramer asetat (sebelumnya kopolimer 1,

campuran polimer acak simulasi komposisi asam amino dari protein dasar mielin)

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 47

Page 48: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

diberikan melalui suntikan subkutan setiap hari juga efektif. Selain efeknya terhadap

kambuh, interferon b-1a dan asetat glatiramer juga dapat menunda timbulnya

kecacatan pada pasien dengan kekambuhan penyakit. Intravena imunoglobulin

(IVIG) infus juga dapat mengurangi tingkat kekambuhan pada hilang-timbul

penyakit, namun rekomendasi pengobatan dini.

Efek samping yang paling umum dari interferon adalah sindrom seperti flu dan

(dalam kasus interferon-1b β) reaksi di tempat suntikan. Asetat glatiramer umumnya

ditoleransi dengan baik, tetapi dapat menghasilkan eritema di lokasi injeksi, dan

sekitar 15% dari pasien mengalami episode transien flushing, dyspnea, dada sesak,

palpitasi, dan kecemasan setelah suntikan. Ketiga agen disetujui untuk digunakan

dalam hilang-timbul multiple sclerosis dan tersedia dengan resep. Mereka mahal,

tapi biaya mereka harus diseimbangkan dengan mengurangi kebutuhan untuk

perawatan medis dan mengurangi waktu yang hilang dari pekerjaan yang mengikuti

penggunaannya.

Kortikosteroid dapat mempercepat pemulihan dari kambuh akut, tetapi tingkat

pemulihan itu sendiri tidak berubah. Administrasi jangka panjang steroid tidak

mencegah kambuh dan tidak boleh digunakan karena efek samping yang tidak dapat

diterima. Tidak ada jadwal standar pengobatan dengan kortikosteroid, tetapi rejimen

yang paling umum digunakan adalah metilprednisolon intravena (1 g per hari)

selama 3-5 hari, diikuti oleh lancip prednison oral (1 mg / kg / d selama 1 minggu,

dengan pengurangan cepat atas berikutnya 1-2 minggu). Untuk serangan ringan,

beberapa dokter lebih memilih pengobatan oral dengan prednison 60 atau 80 mg / d,

atau deksametason 16 mg / d, diberikan selama seminggu dan diturunkan dosisnya

selama 2 minggu berikut. ACTH (kortikotropin) tidak lagi digunakan.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa interferon β-1b (dan mungkin

interferon β-1a) efektif dalam mengurangi tingkat perkembangan yang ditentukan

secara klinis dan dengan MRI pada penyakit progresif sekunder, tetapi ada hanya

terbatas pengalaman dengan asetat glatiramer dalam pengaturan ini. Pengobatan

dengan cyclophosphamide, azathioprine, methotrexate, cladribine, atau

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 48

Page 49: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

mitoxandrone dapat membantu mencegah perjalanan penyakit progresif sekunder,

namun penelitian tidak dapat disimpulkan.

Tidak ada terapi imunomodulator tertentu telah terbukti efektif dalam multiple

sclerosis primer progresif, dan manajemen adalah dengan langkah-langkah gejala.

Latihan fisik dan Terapi penting, namun tenaga yang berlebihan harus dihindari,

terutama selama periode kambuh akut. Kelelahan adalah masalah serius bagi banyak

pasien, dan kadang-kadang merespon amantadine atau salah satu dari selective

serotonin reuptake inhibitor antidepresan. Pengobatan untuk aspek-aspek lain dari

multiple sclerosis canggih seperti defisit kognitif, nyeri, tremor, dan ataksia adalah

umumnya kurang berhasil.

3.2.5.8. Prognosa

Setidaknya pemulihan parsial dari episode akut dapat diantisipasi, tetapi tidak

mungkin untuk memprediksi kapan kekambuhan berikutnya akan terjadi. Fitur yang

cenderung menyiratkan prognosis lebih menguntungkan termasuk jenis kelamin

perempuan, onset sebelum usia 40, dan presentasi dengan visual atau somatosensori,

bukan disfungsi piramida atau cerebellar.

3.2.6. INFARK ARTERI CEREBRAL ANTERIOR

Arteri ini, melalui cabang-cabang kortikal yang, memasok anterior tiga-

perempat dari permukaan medial dari lobus frontal, termasuk yang medial-orbital

permukaan, tiang frontal, strip lateral permukaan belahan otak sepanjang perbatasan

unggul, dan anterior empat perlima dari corpus callosum. Cabang yang mendalam,

yang timbul dekat lingkaran Willis (proksimal atau distal ke anterior arteri

comunikan), memasok tungkai anterior dari kapsul internal, bagian inferior dari

kepala nukleus berekor, dan anterior bagian dari globus pallidus. Yang terbesar dari

cabang-cabang yang mendalam adalah arteri Heubner.

Gambaran klinis tergantung pada lokasi dan ukuran infarct, yang, pada

gilirannya, berhubungan dengan situs oklusi tersebut, pola lingkaran Willis, dan

modifikasi faktor iskemia lainnya yang disebutkan sebelumnya.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 49

Page 50: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Oklusi batang arteri serebri anterior, proksimal untuk koneksi dengan arteri

berkomunikasi anterior (A1 segmen, dalam istilah neuroradiologic), biasanya

ditoleransi dengan baik, karena jaminan aliran yang memadai akan datang dari arteri

dari sisi berlawanan. Gangguan maksimal terjadi ketika kedua arteri timbul dari satu

batang otak anterior, dalam hal oklusi batang akan menyebabkan infark bagian

anterior dan medial dari kedua otak belahan otak dan mengakibatkan paraplegia,

inkontinensia, abulia dan motor aphasic gejala, dan perubahan kepribadian lobus

frontal.

Oklusi arteri serebral anterior biasanya lesi emboli, karena oklusi lengkap infark

serebral anterior menghasilkan defisit sensorimotor dari kaki berlawanan dan kaki

dan, ke tingkat yang lebih rendah, dari bahu dan lengan, dengan hemat dari tangan dan

wajah. Gangguan motor lebih parah di kaki dan kaki daripada di pinggul dan paha.

Kehilangan sensori, ketika itu terjadi, adalah terutama dari modalitas diskriminatif dan

ringan atau tidak ada di beberapa kasus. Kepala dan mata dapat menyimpang ke sisi

lesi.

Iinkontinensia urin dan pemahaman kontralateral refleks mungkin terlihat.

Dengan oklusi sisi kiri, mungkin ada apraxia simpatik dari lengan kiri dan kaki atau

paksa salah arah pergerakan lengan kiri (lengan alien atau tangan). Juga, transcortical

bermotor aphasia dapat terjadi dengan oklusi cabang Heubner itu dari otak kiri

anterior arteri. Alexander dan Schmitt menyebutkan kasus-kasus di mana hemiplegia

yang tepat (Dominan di kaki) dengan tangan kanan menggenggam dan meraba-raba

dan apraxia buccofacial disertai dengan penurunan atau tidak adanya spontan,

agraphia pidato, bekerja, berbicara, dan kemampuan terbatas untuk nama benda dan

menulis.

Gangguan perilaku yang dapat diabaikan adalah abulia, sebagai kelambanan dan

kurangnya spontanitas dalam semua reaksi, kebisuan atau kecenderungan untuk

berbicara dengan berbisik-bisik, dan distractibility.

Cabang oklusi dari arteri serebri anterior menghasilkan fragmen-satunya dari

sindrom total, biasanya kelemahan spastik atau corticosensory rugi pada kaki dan kaki

yang berlawanan.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 50

Page 51: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Dengan oklusi cabang penetrasi dari serebral anterior arteri pada satu atau kedua

sisi, anggota badan anterior internal kapsul dan berekor biasanya terlibat. Dalam

serangkaian 18 kasus infark berekor wilayah sepihak dikumpulkan oleh Caplan dan

rekan, sebuah hemiparesis transien hadir di 13. Dysarthria dan baik abulia atau agitasi

dan hiperaktif juga umum.

Gagap dan kesulitan bahasa terjadi dengan dua leftsided lesi dan mengabaikan

visuospatial dengan tiga dari kanan-sisi yang. Sampai sejauh mana gejala-gejala yang

disebabkan oleh gangguan struktur tetangga sulit untuk menentukan. Dengan berekor

bilateral infark, sindrom tidak perhatian, abulia, pelupa, dan kadang-kadang agitasi

dan psikosis diamati. Sementara dyskinesias choreoathetosis dan lainnya juga telah

dikaitkan iskemia dari ganglia basal, yang terjadi kadang-kadang di bawah kondisi

berdiri terlalu lama dan latihan (Caplan dan Sergay; Margolin dan Marsden).

3.2.7. SIRINGOMIELIA16

Siringomielia adalah penyakit neurologis 'klasik'. Gejala-gejala dan tanda-

tanda karena suatu intramedulla (dalam sumsum tulang belakang), berisi cairan

rongga memperpanjang selama beberapa segmen dari sumsum tulang belakang

(Gambar 6.9a). Rongga, atau syrinx, adalah paling nyata dalam kabel dada leher dan

bagian atas. Mungkin ada menjadi terkait Arnold-Chiari malformasi pada tingkat

foramen magnum, di mana medula dan terbawah bagian dari otak kecil berada di

bawah tingkat foramen magnum. Mungkin ada kyphoscoliosis terkait. 17

Anomali kongenital terkait menunjukkan bahwa siringomielia sendiri adalah

konsekuensi dari malformasi ini bagian dari SSP. Rongga, dan defisit neurologis

akibatnya, cenderung untuk mendapatkan lebih besar, sangat lambat, dengan

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 51

Page 52: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

berlalunya waktu. Kerusakan inimmungkin terjadi sebagai eksaserbasi mendadak,

antara periode stasioner yang lama terjadi. 17

Gejala-gejala dan tanda-tanda adalah akibat langsung dari lesi yang meluas

selama beberapa segmen dalam substansi kabelnya. Ada kombinasi dari tanda-tanda

segmental dan saluran. Selama panjang kabel dipengaruhi oleh syrinx ada segmental

gejala dan tanda-tanda. Ini ditemukan terutama di atas anggota badan, karena syrinx

adalah di punggung leher dan bagian atas bagian dari kabelnya. 17

Nyeri kadang-kadang, tetapi biasanya sementara pada saat yang eksaserbasi.

Sensory kerugian yang mempengaruhi rasa sakit dan suhu, dan sering

meninggalkan fungsi kolom posterior utuh. Hilangnya sensoris nyeri dan

suhu dengan rasa proprioseptif dikenal sebagai sensorik rugi.

Areflexia, karena gangguan dari peregangan monosynaptic refleks dalam

kabelnya.

tanda-tanda neuron yang lebih rendah motor pemborosan dan kelemahan.

Low signal cavity within the upper cervical cord, with mild Arnold–Chiari malformation

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 52

Page 53: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Gambar 6.9 ditarik secara simetris, tetapi umumnya ekspresi klinis siringomielia adalah

asimetris. Perpanjangan syrinx ke medulla (syringobulbia), atau karena terkait Arnold-Chiari

meduler kompresi malformasi, dapat mengakibatkan tanda-tanda cerebellar dan bulbar.

3.3. Paraplegi Inferior tipe Flaksid

3.3.1. FAMILIAL PARALYSIS PERIODIK6

Familial Paralysis Periodik terdiri dari penyakit yang ditandai dengan serangan

episodik kelemahan ekstremitas.

Atas dasar klinis, ada tiga jenis utama:

1) paralisis periodik hipokalemia (Hopp, MIM 170.400),

2) hyperkalemic (HyPP, MIM 170.500),

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 53

Page 54: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

3) sindrom Andersen, atau paralisis periodik dengan aritmia jantung (MIM

170.390).

HyPP untuk gen untuk subunit alpha dari saluran natrium, SCN4A, pada kromosom

17q13. Hopp paling sering ke gen untuk saluran dihidropiridin-sensitif L-jenis

kalsium otot, CACNL1A3 pada 1q32, tetapi juga dapat memetakan ke gen SCN4A.

Andersen sindrom peta untuk gen untuk saluran kalium dalam hati rektifikasi, KCNJ2

pada kromosom 17q23. Heterogenitas Locus memvalidasi klasifikasi klinis, meskipun

banyak peneliti sekarang benjolan kondisi sebagai channelopathies, termasuk

paramyotonia congenita dan myotonias nondystrophic lainnya.

Serangan serupa di semua tiga kondisi, tetapi agak berbeda dalam keparahan dan

durasi (Tabel 127.1). Dua jenis utama pertama kali dipisahkan oleh tingkat kalium

serum selama serangan spontan atau diinduksi. Tes Provokatif dapat dilakukan dengan

pemberian intravena glukosa dan insulin untuk mendorong tingkat kalium bawah atau

dengan pemberian garam kalium untuk meningkatkan tingkat serum, meskipun tes ini

digunakan lebih jarang karena induksi langka aritmia jantung dan karena

meningkatkan ketersediaan tes DNA.

Low-serum Potassium Periodic Paralysis

High-serum Potassium Periodic Paralysis

Paramyotonia Congenital

Age of onset Usually second or latter part of first

decade

First decade First decade

Sex Male preponderance

Equal Equal

Incidence of paralysis

Interval of weeks or months

Interval of hours or days

May not be present; otherwise, interval of weeks or months

Degrees of paralysis

Tends to be severe Tends to be mild but can be severe

Tends to be mild but can be severe

Effect of cold May induce an attack

May induce an attack

Tends to induce an attack

Effect of food (especially

May induce an attack

Relieves an attack Relieves an attack

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 54

Page 55: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

glucose)Serum potassium

Low High Tends to be high

Oral potassium

Prevents an attack Precipitates an attack

Precipitates an attack

Onset During sleep After precipitants After precipitants*Modified from Hudson AJ. Brain 1963;86:811.

Ketidakpastian terbesar kekhawatiran paramyotonia congenital, yang seperti

HyPP, peta ke gen SCN4A. Sebagian besar peneliti menganggap ini sindrom terpisah

yang terwujud dengan myotonia saja, tanpa serangan kelumpuhan. Beberapa pihak

berwenang percaya bahwa ada penyakit tertentu mutasi dalam gen saluran natrium.

Kata paramyotonia digunakan karena kondisi ini diperkirakan berbeda dari myotonia

biasa dalam dua cara: Paramyotonia dibawa oleh dingin (tapi begitu juga bentuk lain

dari myotonia), dan itu adalah paradoxic dalam hal itu menjadi lebih parah dengan

latihan, sedangkan myotonia penyakit lainnya terbantu dengan latihan. Dalam

keluarga dengan HyPP, banyak orang memiliki myotonia, dan dalam keluarga diduga

dengan paramyotonia congenita, beberapa individu memiliki serangan kelumpuhan

(termasuk keluarga asli dijelaskan oleh Eulenberg di Jerman dan Kaya di Amerika

Serikat). Beberapa orang dengan paramyotonia congenita rentan terhadap serangan

yang disebabkan oleh pemberian kalium. Penyakit yang alelik, pemetaan gen yang

sama. Demikian pula, rekening gen yang sama SCN4A untuk varian paramyotonic,

seperti myotonia fluctuans, acetazolamide-responsif myotonia, dan myotonia

menyakitkan.

Jenis ketiga paralisis periodik familial, sindrom Andersen, pertama kali

dianggap normokalemic, kemudian hyperkalemic. Bahkan, serangan spontan telah

dikaitkan dengan tingkat kalium yang tinggi, rendah, atau normal. Namun demikian,

pasien sensitif terhadap kalium diberikan, yang selalu disebabkan serangan sebelum

tes provokatif dianggap berbahaya. Bahaya dikhawatirkan karena anak-anak yang

terkena dampak cenderung memiliki aritmia jantung yang mengarah pada kebutuhan

untuk alat pacu jantung. Sindrom ini dinamakan Andersen karena dia menggambarkan

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 55

Page 56: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

seorang anak dismorfik, sejak saat itu dysmorphism telah menjadi salah satu dari lima

kriteria untuk diagnosis, yang lain paralisis periodik, sensitivitas kalium, myotonia

(biasanya ringan), dan aritmia jantung. Disritmia ini dapat didahului oleh suatu

interval QT berkepanjangan tanpa gejala pada EKG.

Vakuola ditemukan dalam otot pada tahap awal dari kedua Hopp dan HyPP. Ini

vakuola tampaknya muncul baik dari waduk terminal retikulum sarkoplasma dan dari

proliferasi tubulus T. Pada tahap selanjutnya, mungkin ada degenerasi serat otot,

mungkin berhubungan dengan kelemahan terus-menerus dalam interval antara

serangan.

3.3.2. POLIO15

3.3.2.1. Definisi

Akut anterior poliomyelitis (kelumpuhan anak, Heine-Medin penyakit) adalah

penyakit akut, umum disebabkan oleh infeksi virus polio. Hal ini ditandai oleh

kerusakan neuron motorik di sumsum tulang belakang, otak, dan batang otak dan

dengan penampilan flaccid paralysis dari otot-otot diinervasi oleh neuron yang terkena

dampak. Meskipun penyakit ini mungkin telah terjadi selama berabad-abad, gambaran

yang jelas pertama diberikan oleh Jacob Heine pada tahun 1840, dan dasar

pengetahuan kita tentang epidemiologi penyakit itu diletakkan oleh Medin pada tahun

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 56

Page 57: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

1890. Penelitian dari Landsteiner, Popper, Flexner, Lewis, dan lain-lain dalam dekade

pertama abad ke-20 membuktikan bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus.

3.3.2.2. Patologi dan Patogenesis

Invasi sistem saraf terjadi sebagai manifestasi relatif terlambat dan jarang.

Virus secara lisan tertelan biak dalam tenggorokan dan ileum dan mungkin di

limfoid jaringan amandel dan patch Peyer. Virus ini kemudian menyebar ke kelenjar

getah bening leher dan mesenterika dan dapat dideteksi dalam darah segera

sesudahnya. Viremia disertai dengan tidak ada gejala atau penyakit ringan singkat

(demam, menggigil). Hal ini masih belum jelas diketahui bagaimana virus

keuntungan akses ke sistem saraf dalam kasus lumpuh. Kemungkinan yang paling

mungkin adalah dengan penyebaran langsung dari darah pada daerah yang rusak dari

sawar darah otak. Kurang mungkin adalah penyebaran saraf dari usus atau dari

persimpangan neuromuskular.

Virus ini memiliki predileksi untuk sel motor besar, menyebabkan

chromatolysis dengan inklusi acidophilic dan nekrosis sel. Degenerasi neuron

disertai dengan reaksi inflamasi dalam meninges yang berdekatan dan ruang

perivaskular, dan dengan proliferasi sekunder mikroglia tersebut. Pemulihan dapat

terjadi pada sel-sel rusak sebagian tetapi sel-sel yang rusak parah phagocytized dan

dihapus. Perubahan degeneratif yang paling intens di ventral-tanduk sel dan sel

motor di medula, namun neuron di tanduk posterior, ganglion posterior-akar, dan

tempat lain di SSP kadang-kadang terlibat. Jarang, inflamasi juga hadir dalam materi

putih. Meskipun perubahan patologis yang paling intens di sumsum tulang belakang,

medula, dan area motorik dari korteks serebral, bagian manapun dari sistem saraf

mungkin akan terpengaruh, termasuk otak tengah, pons, serebelum, ganglia basalis,

dan korteks serebral nonmotor.

3.3.2.3.Epidemiologi

Epidemiologi akut anterior poliomyelitis adalah seluruh dunia dalam distribusi

tetapi lebih umum di daerah beriklim sedang. Ini dapat terjadi dalam bentuk

sporadis, endemik, atau epidemi pada setiap saat sepanjang tahun, tetapi paling

sering terjadi pada akhir musim panas dan awal musim gugur. Akut anterior

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 57

Page 58: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

poliomielitis dulunya adalah bentuk paling umum dari infeksi virus dari sistem saraf.

Sebelum 1956, antara 25.000 dan 50.000 kasus terjadi setiap tahun di Amerika

Serikat.

Sejak munculnya vaksin yang efektif, kejadian penyakit ini telah menurun

secara drastis di Amerika Serikat, serta di negara-negara maju lainnya. Bahkan, di

negara-negara, lumpuh poliomyelitis menjadi jarang klinis, kecuali untuk kasus-

kasus terisolasi dan epidemi kecil di daerah di mana penduduk belum divaksinasi. Di

Amerika Serikat, pada 1980-an dan 1990-an kurang dari 10 kasus polio paralitik

terjadi setiap tahun, dan sebagian besar vaksin-terkait. Sejak beralih ke semua vaksin

virus polio jadwal tidak aktif (IPV) pada tahun 2000, tidak ada kasus adat telah

terjadi. Paralytic poliomyelitis, bagaimanapun, masih merupakan masalah kesehatan

di enam negara berkembang di dunia. Di seluruh dunia pada tahun 2003, hanya 682

kasus polio paralitik dilaporkan ke WHO.

Tiga jenis antigen berbeda virus polio telah ditetapkan. Semua tiga jenis dapat

menyebabkan lumpuh polio atau meningitis viral, tapi tipe I tampaknya menjadi

yang paling sering dikaitkan dengan penyakit lumpuh.

Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia. Hal ini jarang terjadi sebelum usia

6 bulan. Pada abad ke-20 ke-19 dan awal, poliomyelitis berubah dari endemik

penyakit epidemi. Pada awal epidemi, 90% dari kasus paralitik terjadi pada orang

muda dari 5 tahun. Sebagai epidemi terulang, terjadi pergeseran kasus paralitik

kepada individu yang lebih tua, sehingga sebagian besar kasus terjadi pada anak-

anak yang lebih tua dari 5 tahun dan pada remaja. Kelumpuhan juga terlihat lebih

sering pada dewasa muda.

3.3.2.4. Gejala

Gejala-gejala pada awal poliomyelitis yang mirip dengan infeksi akut (demam,

menggigil, mual, sujud). Pada sekitar 25% dari pasien, ini gejala mereda awal dalam

36 jam sampai 48 jam, dan pasien yang tampaknya baik untuk 2 hari sampai 3 hari

sampai ada kenaikan suhu sekunder (tipe Dromedarius) disertai dengan gejala iritasi

meningeal. Pada kebanyakan pasien, ini tahap kedua penyakit secara langsung

mengikuti pertama, tanpa periode intervensi kebebasan dari gejala. Sakit kepala

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 58

Page 59: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

meningkat dalam keparahan dan nyeri otot muncul, paling sering di leher dan

punggung. Mengantuk atau mabuk kadang-kadang berkembang, tetapi pasien yang

marah dan khawatir, saat terangsang. Kejang yang kadang-kadang terlihat pada tahap

ini, pada bayi.

Ketika itu terjadi, kelumpuhan biasanya terjadi antara hari kedua dan kelima,

setelah timbulnya tanda-tanda keterlibatan sistem saraf, mungkin gejala awal atau

dalam kasus yang jarang terjadi, mungkin tertunda selama 2 minggu sampai 3

minggu. Setelah terjadinya kelumpuhan, mungkin ada perpanjangan hilangnya motor

untuk 3 hari sampai 5 hari. Kemajuan lebih lanjut dari tanda-tanda dan gejala jarang

terjadi setelah waktu ini. Demam berlangsung selama 4 hari sampai 7 hari dan reda

secara bertahap. Suhu dapat kembali normal sebelum kelumpuhan berkembang atau

saat kelumpuhan ini maju. Otot tungkai biasanya terlibat, tetapi dalam kasus yang

parah otot pernapasan dan jantung mungkin akan terpengaruh. Akut cerebellar

ataxia, kelumpuhan saraf terisolasi wajah, dan myelitis melintang telah diamati pada

individu yang terinfeksi virus polio.

3.3.2.5. Data Laboratorium

Leukositosis hadir dalam darah. Tekanan CSF dapat meningkat. Sebuah

pleocytosis CSF berkembang pada periode sebelum terjadinya kelumpuhan.

Awalnya, polymorphonuclear (PMN) leukosit mendominasi, namun pergeseran ke

limfosit terjadi dalam beberapa hari. Kadar protein CSF adalah sedikit lebih tinggi,

kecuali pada pasien dengan tingkat yang parah kelumpuhan, ketika mungkin

meningkat sampai 100 mg / dL menjadi 300 mg / dL dan dapat bertahan selama

beberapa minggu.

3.3.2.6. Diagnosa

Akut anterior poliomielitis dapat didiagnosis tanpa kesulitan, pada kebanyakan

pasien, bila ada perkembangan akut flaccid paralysis asimetris, disertai dengan

perubahan karakteristik dalam CSF. Diagnosis presumtif dapat dibuat dalam tahap

preparalytic dan dalam kasus nonparalytic selama epidemi. Diagnosis dapat diduga

pada pasien yang belum divaksinasi atau yang memiliki cacat dalam respon

kekebalan tubuh mereka. Diagnosis infeksi virus polio dapat dibentuk oleh

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 59

Page 60: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

pemulihan virus dari tinja (biasanya berlangsung 2 minggu sampai 3 minggu),

pencucian tenggorokan (selama minggu pertama), atau jarang, dari CSF atau darah.

Pemulihan virus dari tenggorokan atau tinja dan demonstrasi tambahan

kenaikan empat kali lipat dalam pasien cukup titer antibodi yang diperlukan sebelum

diagnosis virus tertentu dapat dilakukan. Polymerase chain reaction (PCR)

amplifikasi genom pengujian CSF biasanya positif. MRI generasi terakhir mungkin

menunjukkan peradangan lokal dengan tanduk anterior sumsum tulang belakang.

3.3.2.7. Pengobatan

Pengobatan pada dasarnya adalah dukungan. Perhatian harus diberikan untuk

respirasi, menelan kandung kemih, dan usus dan fungsi.

Pengobatan pasien dengan kelumpuhan otot pernapasan atau keterlibatan bulbar

membutuhkan perawatan yang besar. Mereka harus diperhatikan tanda-tanda malu

pernapasan, dan segera setelah ini menjadi jelas, bantuan pernafasan mekanik harus

segera diberikan.

Perkembangan kecemasan pada pasien yang sebelumnya tenang adalah

peringatan serius baik anoxia otak atau hiperkarbia dan mungkin mendahului bekerja

pernapasan atau sianosis. Pengobatan dalam tahap penyembuhan, dan selanjutnya,

terdiri dari fisioterapi, pendidikan ulang otot, penerapan peralatan koreksi yang tepat,

dan bedah ortopedi

3.3.2.8. Pencegahan penyakit

Oral polio vaksinasi (OPV) dengan virus hidup yang dilemahkan efektif dalam

pencegahan infeksi lumpuh. Respon antibodi tergantung pada perbanyakan virus

dilemahkan dalam saluran pencernaan. Tingkat antibodi yang signifikan

mengembangkan lebih cepat dan bertahan lebih lama daripada mereka yang

mengikuti imunisasi intramuskular dengan polioviruses formal (IPV). OPV juga

mampu menyebar dan dengan demikian imunisasi kontak individu divaksinasi, tetapi

juga dapat menyebabkan vaksin polio terkait. Karena itu, rekomendasi untuk

vaksinasi di Amerika Serikat diubah menjadi jadwal semua-IPV. Namun, di daerah

endemik di dunia, OPV masih disukai.

3.3.2.9. Prognosa

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 60

Page 61: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Kurang dari 10% dari pasien meninggal akibat penyakit akut. Kematian

biasanya hasil dari kegagalan pernapasan atau komplikasi paru. Tingkat kematian

tertinggi dalam bentuk bulbar dari penyakit, di mana tingkat seringkali lebih besar

dari 50%. Prognosis buruk ketika kelumpuhan luas atau ketika ada kemajuan lambat

kelumpuhan, dengan eksaserbasi dan keterlibatan otot baru selama hari. Prognosis

berkaitan dengan kembali fungsi tergantung pada usia (bayi dan anak-anak memiliki

pemulihan lebih) dan tingkat kelumpuhan, karena otot kelompok hanya sebagian

lumpuh lebih mungkin untuk pulih.

Gejala baru berkembang di sekitar 50% dari pasien 30 tahun sampai 40 tahun

setelah poliomyelitis akut. Gejala baru telah secara kolektif disebut sindrom

postpolio. Dalam beberapa pasien, kelemahan progresif lambat dengan atrofi dan

fasikulasi mengembangkan dan telah disebut sebagai atrofi otot progresif postpolio.

3.3.3. GUILLAIN-BARRE SINDROM

3.3.3.1. Definisi

Guillain-Barre syndrome (GBS, neuropati demielinasi inflamasi akut) ditandai

dengan onset akut disfungsi saraf perifer dan kranial. Virus pernapasan atau infeksi

gastrointestinal, imunisasi, atau operasi sering mendahului gejala neurologis oleh 5

hari sampai 3 minggu. Gejala dan tanda-tanda termasuk kelemahan simetris cepat

progresif, hilangnya refleks tendon, diplegia wajah, paresis oropharyngeal dan

pernapasan, dan sensasi gangguan di tangan dan kaki. Memperburuk kondisi selama

beberapa hari sampai 3 minggu, diikuti oleh periode stabilitas dan kemudian

perbaikan secara bertahap untuk fungsi normal atau mendekati normal.

Plasmapheresis awal atau infus intravena gamma globulin manusia (IVIG)

mempercepat pemulihan dan mengurangi kejadian cacat jangka panjang neurologis.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 61

Page 62: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

3.3.3.2. Etiologi

Penyebab GBS tidak diketahui. Hal ini dianggap karena dimediasi kekebalan

penyakit dengan gambaran klinis yang sama (yaitu, mirip patologis, elektropsikologi,

dan perubahan CSF) dapat diinduksi pada hewan percobaan dengan imunisasi dengan

saraf perifer keseluruhan, saraf perifer myelin, atau, dalam beberapa spesies, perifer

saraf mielin P2 protein dasar atau galactocerebroside. Meskipun tidak ada bukti

sensitisasi terhadap antigen pada manusia dengan GBS spontan, aktivitas penyakit

tampaknya berkorelasi dengan munculnya antibodi serum terhadap myelin saraf

perifer. Ketika GBS didahului oleh infeksi virus, tidak ada bukti infeksi virus

langsung dari saraf perifer atau akar saraf.

3.3.3.3. Elektrofisiologi dan Patologi

Kecepatan konduksi Saraf berkurang di GBS, namun nilai-nilai mungkin

normal pada awal kursus. Latency sensorik dan motorik distal yang berkepanjangan.

Sebagai hasil dari demielinasi dari akar saraf, F-gelombang kecepatan konduksi sering

diperlambat atau tanggapan tidak hadir. Perlambatan konduksi dapat bertahan selama

berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pemulihan klinis. Secara umum, tingkat

keparahan kelainan neurologis tidak terkait dengan tingkat perlambatan konduksi,

namun berkaitan dengan tingkat blok konduksi atau kerugian aksonal. Lama

kelemahan yang paling mudah terjadi bila ada dikurangi senyawa bermotor potensial

aksi (CMAP) amplitudo kurang dari 20% dari normal.

Histologi, GBS ditandai dengan demielinasi segmental fokal (Gambar 106,1)

dengan infiltrat perivaskular dan endoneurial limfosit dan monosit atau makrofag. Lesi

ini tersebar di seluruh saraf, akar saraf, dan saraf kranial. Dalam lesi terutama parah,

ada baik degenerasi aksonal dan demielinasi segmental. Selama pemulihan,

remyelination terjadi, tetapi infiltrat limfositik dapat bertahan.

3.3.3.4. Insidensi

GBS adalah neuropati yang paling sering demielinasi diperoleh, dengan kejadian

0,6-1,9 kasus per 100.000 penduduk. Insiden meningkat secara bertahap dengan usia,

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 62

Page 63: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

namun penyakit ini dapat terjadi pada semua usia. Pria dan wanita sama-sama

terpengaruh. Peningkatan insiden pada pasien dengan penyakit Hodgkin, serta dengan

operasi kehamilan atau umum.

3.3.3.5. Gejala dan Tanda

GBS sering muncul hari sampai minggu setelah gejala virus pernapasan atas

atau infeksi gastrointestinal. Biasanya, gejala neurologis pertama adalah akibat dari

kelemahan ekstremitas simetris, sering dengan paresthesia. Berbeda dengan sebagian

besar neuropati lainnya, otot proksimal kadang-kadang terpengaruh lebih sering

daripada otot distal pada awalnya.

Kadang-kadang, wajah, mata, atau otot orofaringeal mungkin akan terpengaruh

pertama, lebih dari 50% dari pasien mengalami diplegia wajah, dan disfagia dan

dysarthria berkembang dalam jumlah yang sama. Beberapa pasien memerlukan

ventilasi mekanis. Refleks tendon mungkin normal untuk beberapa hari pertama tetapi

kemudian hilang. Tingkat gangguan sensorik bervariasi.

Pada beberapa pasien, semua modalitas sensorik yang diawetkan, yang lain telah

ditandai penurunan persepsi posisi sendi, getaran, nyeri, dan suhu di kaus kaki-dan-

sarung tangan distribusi. Pasien kadang-kadang menunjukkan papilledema, ataksia

sensorik, dan sementara respon plantar ekstensor. Disfungsi otonom, termasuk

hipotensi ortostatik, tekanan darah labil, takiaritmia dan bradyarrhythmia, atau

takikardia istirahat sering terjadi dalam kasus yang lebih parah dan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas. Banyak memiliki kelembutan otot, dan saraf mungkin

sensitif terhadap tekanan, tetapi tidak ada tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku

kuduk.

3.3.3.6. Varian

Akut neuropati motorik aksonal (AMAN) adalah varian dari GBS. Ada

bermotor degenerasi aksonal dan demielinasi sedikit atau tidak ada atau peradangan.

Meskipun keterlibatan aksonal, pemulihan adalah mirip dengan bentuk demielinasi.

AMAN dapat mengikuti infeksi Campylobacter jejuni atau injeksi parenteral dari

gangliosides.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 63

Page 64: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Sindrom Miller-Fisher ditandai dengan kiprah ataksia, areflexia, dan

ophthalmoparesis, kelainan pupil kadang-kadang hadir. Hal ini dianggap sebagai

varian dari GBS karena sering didahului oleh infeksi pernafasan, itu berlangsung

selama berminggu-minggu dan kemudian meningkatkan, dan CSF kandungan protein

meningkat. Tidak ada kelemahan tungkai, bagaimanapun, dan conductions saraf

umumnya normal, namun, H-refleks mungkin akan terpengaruh. Dalam beberapa

kasus, MRI menunjukkan lesi hyperintense batang otak.

GBS lainnya termasuk varian motor yang akut dan neuropati aksonal sensorik,

neuropati sensori akut atau neuronopathy, dan neuropati otonom akut atau

pandysautonomia.

3.3.3.7. Diagnosis dan Diagnosis Diferensial

Sejarah perkembangan karakteristik subakut simetris motor atau neuropati

sensorimotor setelah melahirkan, penyakit virus, atau operasi, bersama-sama dengan

elektrofisiologi yang kompatibel dan konten CSF tinggi protein dengan jumlah sel

normal, mendefinisikan GBS.

Di masa lalu, penyakit utama yang harus dibedakan dari GBS adalah

polineuropati difteri dan polio akut. Keduanya kini jarang ditemukan di Amerika

Serikat. Polineuropati difteri biasanya dapat dibedakan dengan periode laten yang

panjang antara infeksi pernapasan dan terjadinya neuritis, frekuensi kelumpuhan

akomodasi, dan evolusi yang relatif lambat gejala.

Akut anterior poliomielitis berbeda karena asimetri kelumpuhan, tanda-tanda

iritasi meningeal, demam, dan pleocytosis CSF. Ensefalitis akut adalah manifestasi

neurologis West-Nile yang paling umum tetapi sindrom lumpuh akut adalah yang

paling sering berikutnya. Kelemahan asimetris atau monomelic adalah karakteristik,

tetapi beberapa kasus berkembang secara GBS seperti.

Beberapa kasus memiliki prodrome seperti flu tanpa ensefalitis terkenal.

Kadang-kadang, pasien dengan infeksi HIV memiliki gangguan identik dengan GBS.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 64

Page 65: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Porphyric neuropati menyerupai GBS klinis namun dibedakan oleh protein CSF

normal, krisis perut berulang, gejala mental, onset setelah terpapar barbiturat atau

obat-obatan lainnya, dan tingkat urin tinggi Î'-aminolevulinic asam dan

porphobilinogen.

Pengembangan sindrom GBS-seperti selama makan parenteral berkepanjangan

harus meningkatkan kemungkinan hypophosphatemia-induced disfungsi saraf.

Neuropati beracun yang disebabkan oleh n-heksana inhalasi atau thallium atau

menelan arsenik akut dapat dimulai atau subacutely. Botulisme mungkin sulit untuk

melakukan diskriminasi atas dasar klinis dari bentuk murni motor GBS, tapi mata otot

dan siswa sering terpengaruh. Tes elektropsikologi di botulisme mengungkapkan

kecepatan konduksi saraf normal dan respon terhadap stimulasi saraf memfasilitasi

berulang. Tick kelumpuhan, yang terjadi hampir secara eksklusif pada anak-anak,

harus disingkirkan dengan pemeriksaan hati-hati kulit kepala.

3.3.3.8. Pengobatan

Plasmapheresis awal telah terbukti berguna pada pasien dengan GBS. IVIG

terapi juga dilaporkan untuk menjadi bermanfaat. Administrasi glukokortikoid tidak

memperpendek kursus atau mempengaruhi prognosis. Ventilasi mekanis dibantu

kadang-kadang diperlukan, dan tindakan pencegahan terhadap aspirasi isi lambung

makanan atau harus diambil jika otot orofaringeal terpengaruh. Keratitis Exposure

harus dicegah pada pasien dengan diplegia wajah.

3.3.3.9. Pemeriksaan Penunjang

Kadar protein CSF meningkat pada kebanyakan pasien dengan GBS tetapi

mungkin normal dalam beberapa hari pertama setelah onset. Jumlah sel CSF biasanya

normal, tetapi beberapa pasien dengan GBS sebaliknya khas memiliki 10 sampai 100

sel mononuklear / ÂμL dari CSF. Yg mononucleosis menular, cytomegalovirus

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 65

Page 66: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

(CMV) infeksi, virus hepatitis, infeksi HIV, atau penyakit virus lainnya dapat

didokumentasikan oleh studi serologi. Peningkatan titer imunoglobulin (Ig) G atau

antibodi IgA ke GM1 atau gangliosides GD1a dapat ditemukan dalam bentuk aksonal

dari GBS, anti-GQ1b antibodi yang terkait erat dengan sindrom Miller-Fisher.

3.3.3.10. Prognosis

Gejala biasanya paling parah dalam waktu 1 minggu dari onset namun dapat

berlanjut selama 3 minggu atau lebih. Kematian jarang terjadi, tetapi dapat mengikuti

aspirasi pneumonia, emboli paru, infeksi kambuhan, atau disfungsi otonom. Tingkat

pemulihan bervariasi. Dalam beberapa, itu cepat, dengan restorasi fungsi normal

dalam beberapa minggu.

Dalam kebanyakan, pemulihan lambat dan tidak lengkap selama berbulan-bulan.

Pemulihan dipercepat oleh lembaga awal plasmapheresis atau terapi imunoglobulin

intravena. Dalam seri diobati, sekitar 35% dari pasien memiliki Hiporefleksia sisa

permanen, atrofi, dan kelemahan otot distal atau paresis wajah. Sebuah penyakit

biphasic, dengan pemulihan parsial diikuti oleh kambuh, hadir dalam waktu kurang

dari 10% dari pasien. Kekambuhan setelah pemulihan penuh terjadi pada sekitar 2%.

BAB IV

PENUTUP

Kelumpuhan dari kedua ekstremitas bawah dapat terjadi pada penyakit sumsum tulang

belakang, akar saraf, atau, lebih jarang, saraf perifer. Jika onset akut, mungkin sulit untuk

membedakan kelumpuhan tulang belakang dari neuropatik karena unsur kejutan tulang

belakang, yang hasil dalam penghapusan refleks dan dalam keadaan normal. Dalam penyakit

sumsum tulang belakang akut dengan keterlibatan saluran kortikospinalis, kelumpuhan atau

kelemahan mempengaruhi semua otot di bawah tingkat tertentu, biasanya, jika materi putih

secara ekstensif rusak atau hilang, sensorik di bawah level tertentu hilang (hilangnya rasa

nyeri dan rasa suhu karena kerusakan traktus spinotalamikus, dan kehilangan rasa getaran

akibat keterlibatan posterior kolom).7

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 66

Page 67: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Juga, pada penyakit bilateral dari sumsum tulang belakang, sfingter kandung kemih

dan usus biasanya terpengaruh. Kelainan ini mungkin disebabkan oleh lesi intrinsic dari kabel

atau massa ekstrinsik yang mempersempit kanal tulang belakang, kedua jenis lesi yang jelas

pada MRI. Dalam penyakit saraf perifer, kehilangan motor yang cenderung melibatkan otot

distal kaki lebih dari yang proksimal (pengecualian varietas tertentu dari sindrom Guillain-

Barre dan jenis neuropati diabetes dan porfiria); sphincteric Fungsi biasanya terganggu hanya

sementara. 7

Untuk tujuan klinis akan sangat membantu untuk memisahkan paraplegias akut dari

yang kronis dan membagi kedua menjadi dua kelompok: mereka awal dalam kehidupan

dewasa dan mereka yang terjadi pada masa bayi.

Penyebab paling umum dari paraplegia akut (atau quadriplegia jika kabel serviks yang

terlibat) adalah trauma tulang belakang, biasanya berhubungan dengan fraktur-dislokasi

tulang belakang. Penyebab kurang umum yakni hematomyelia karena kelainan vaskular,

sebuah malformasi arteriovenosa dari kabel yang menyebabkan iskemia oleh jelas

mekanisme, atau infark kabel akibat oklusi arteri spinalis anterior atau, lebih sering, untuk

oklusi segmental cabang aorta (karena aneurisma bedah atau ateroma, vaskulitis, dan inti

embolism pulposus). 7

Paraplegia atau quadriplegia karena myelitis pascainfeksi, demyelinative atau

necrotizing myelopathy, atau abses epidural atau tumor dengan kompresi sumsum tulang

belakang cenderung untuk mengembangkan agak lebih perlahan-lahan, selama jam, hari, atau

lebih lama. Perdarahan Epidural atau subdural dari penyakit pendarahan atau terapi warfarin

menyebabkan paraplegia akut atau subakut, dalam beberapa kasus pendarahan perlu

dilakukan pungsi lumbal. 7

Paralitik poliomyelitis dan akut Guillain- Barre 'sindrom gangguan murni motor

dengan meningitis ringan (sekarang langka), yang kedua didominasi motor tetapi sering

dengan gangguan sensorik-harus dibedakan dari akut dan subakut myelopathies dan dari satu

sama lain. Dalam kehidupan dewasa, multiple sclerosis dan untuk sebagian besar tumor kasus

paraplegia tulang belakang subakut dan kronis, namun berbagai proses ekstrinsik dan

intrinsik dapat menghasilkan efek yang sama. .7

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 67

Page 68: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

Penyakit neurologis bawaan seperti Friedreich ataksia dan paraplegia keluarga, distrofi

otot, tumor, dan varietas kronis polineuropati cenderung muncul kemudian, selama masa

kanak-kanak dan remaja, dan progresif lambat. Transverse (demyelinative) myelitis

merupakan penyebab paraplegia akut di masa kecil.

Terutama dalam menegakkan diagnosis adalah scan MR dari tulang belakang dan

kadang-kadang teknik pencitraan lain. penyelidikan ini akan mengungkapkan l kompresi

patologi kabedan kebutuhan untuk intervensi bedah saraf. Area demielinasi juga dapat

divisualisasikan dalam kabelnya. Jika tidak ada lesi kabel tekan atau intrinsik ditunjukkan

oleh pemindaian, investigasi lain mungkin bisa membantu:16

CSF analisis, potensi visual yang membangkitkan, MR scan otak-multiple sclerosis;

EMG studi-motor neuron penyakit;

hematologis tes dan vitamin B12 serum estimasi degenerasi subakut gabungan kabelnya.

Perlakukan penyebab spesifik :

Trauma: steroid intravena, pemulihan keselarasan dan stabilisasi dengan cara operatif dan

non-operatif.

Multiple sclerosis: mempertimbangkan penggunaan metilprednisolon dosis tinggi.

Penyakit ganas: dekompresi bedah, steroid, radioterapi, kemoterapi.

Spondylotic myelopathy: dekompresi bedah.

Degenerasi subakut gabungan kabel: suntikan vitamin B12

siringomielia: mempertimbangkan operasi.

penyakit Motor neuron: riluzole.

tumor sumsum tulang belakang jinak: mempertimbangkan operasi.

arteriovenosa malformasi: embolisasi atau operasi

ekstradural Abses: pembedahan dan antibiotik.

Thoracic disc: operasi, yang mungkin sulit.

Spinal neurofibroma dan meningioma: pembedahan.

Atlanto-aksial subluksasi di rheumatoid arthritis: mempertimbangkan operasi, yang sulit.

Dari apa pun penyebabnya, ada sekelompok pasien yang telah menjadi lumpuh parah,

dan akan tetap demikian pada jangka panjang. Mobilitas mereka akan sangat bergantung pada

kursi roda seperti pada multiple sclerosis. Dorongan dan keahlian perawat, fisioterapi, ahli

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 68

Page 69: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

gizi, pekerja sosial, terapis okupasi, unit rehabilitasi, psikolog dan dokter. Mereka juga

membutuhkan dukungan emosional dari keluarga mereka dan teman-teman. Mereka harus

datang untuk berdamai dengan cacat besar dan percaya pada nilai mereka meskipun

kehilangan fungsi normal di bagian bawah tubuh mereka.

Perhatian harus diberikan sebagai berikut:

1) pendidikan pasien tentang tingkat keterlibatan kabel

2) Hilangnya fungsi motorik

a. penerimaan kursi roda dan keterampilan kursi roda;

b. fisioterapi: pasif untuk mencegah kontraktur sendi; aktif untuk memperkuat

non-lumpuh otot;

c. obat untuk mengurangi spastisitas: baclofen, dantrolene, Tizanidine.

3) Sensory loss

• perawatan kulit;

• menjaga terhadap benda panas, keras atau tajam;

• mengambil berat tubuh dari kursi dari kursi roda secara rutin setiap 15 atau 20

menit.

4) Kandung kemih:

• refleks pengosongan kandung kemih, drainase kondom;

• obat kolinergik atau antikolinergik yang diperlukan;

• kewaspadaan terhadap infeksi saluran kemih.

5) Usus: keteraturan diet, obat pencahar dan supositoria.

6) Fungsi seksual:

sering kekecewaan besar;

kenikmatan seksual yang normal, ejakulasi pria, orgasme, keterampilan motorik

untuk melakukan hubungan, semua kurang;

konseling pasien dan pasangan membantu penyesuaian.

7) Berat dan kalori:

Makan dan minum adalah kegiatan menyenangkan masih dibiarkan terbuka bagi

mereka. Berat mempersulit mobilitas mereka

8) Psikologis : kekecewaan, depresi, rasa malu, kebencian, kemarahan dan rasa peran

diubah dalam keluarga adalah beberapa pengalaman perasaan yang dialami pasien

lumpuh.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 69

Page 70: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

9) Dukungan keluarga

10) Pekerjaan: harga diri pasien mungkin jauh lebih tinggi jika ia dapat masih

melanjutkan pekerjaan sebelumnya, atau jika ia dapat dilatih untuk mendapatkan

pekerjaan baru.

11) Adaptasi rumah

12) Adaptasi mobil: konversi kontrol untuk penggunaan lengan dan tangan dapat

memberikan banyak kemerdekaan.

13) Saran keuangan

14) Rekreasi kegiatan dan hari libur

15) Saran hukum: mungkin diperlukan jika paraplegia adalah hasil dari kecelakaan, atau

jika paraplegia pasien mengarah ke pernikahan disintegrasi, yang kadang-kadang

terjadi.

16) Respite perawatan:

Masuk ke unit sakit kronis muda selama 1-2 minggu, direncanakan, teratur;

petugas perawatan di rumah pasien selama 1-2 minggu, sementara kerabat

mengambil libur

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. 2007. Human physiology from cells to system. Edisi ke-6. Canada: Thomson

Brooks/ Cole;.p. 77-211.

2. Mardjono M, dkk, Neurologi Klinis Dasar.1988. Jakarta : Dian Rakyat.

3. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.

4. Diana Kohnle. 2011. Paraplegia. Keck Medical Center of University Of Sourthern

California. Diakses dari

http://www.keckmedicalcenterofusc.org/condition/document/230663 diakses 5 Desember

2012

5. R. Putz, R. Pabst. 2006.Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 21.Jilid 2. Jakarta: EGC.

6. Aminorf, J.M., Greenberg, A.D., and Simon, P.R., 2005. Clinical Neurology. Edisi 7.

USA:Lange Medical Books/McGraw-Hill.p 155-157

7. Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of Neurology. Edisi 8. New

York : McGraw-Hill. p 50-52; 1049-1092

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 70

Page 71: Paraparese Inferiorkueditlagi

“Paraplegia Inferior”

8. Huff, J.S. 2010.Spinal Cord Neoplasma. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. Diakses 2 Desember 2012

9. Japardi, Iskandar. 2002. Radikulopati Thorakalis. Diakses dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-iskandar%20japardi43.pdf.

Diakses 4 Desember 2012.

10. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor

in Adults. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/ webcontent/003088-pdf.

Diakses 4 Desember 2012.

11. Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006.Fundamental of Neurology. NewYork: Thieme. p

146-147.6.

12. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management of Intradural

Intramedullary Neoplasms. http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. Diakses

4 Desember 2012

13. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and Spinal Cord

Tumors - Hope Through Research..

http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainandspinaltumors.ht

m. Diakses 4 Desember 2012

14. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. GramediaPustaka Utama

15. Rowland, Lewis P.2005.Merritt's Neurology. Edisi 11. New York : Lippincott Williams

& Wilkins.

16. Wilkinson I, Lennox G. 2005.Essential neurology. Edisi 4. Massachusetts: Blackwell Publishing.p 83-110.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSUD KUDUS Page 71