Paper Tugas Akhir Perpajakan 2
-
Upload
ryan-bin-viond -
Category
Documents
-
view
114 -
download
11
Transcript of Paper Tugas Akhir Perpajakan 2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa akhir pekan ini di Indonesia banyak diramaikan dengan kasus-
kasus transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang dalam
aktivitas produksinya banyak menggunakan pembelian barang penjualan barang
dagangan atau bahan baku, mendirikan perusahaan perantara di negara yang
bertarif pajak rendah dan aktivitas lainnya. Misalnya adalah kasus yang dilakukan
oleh PT. Asian Agri, anak perusahaan Raja Garuda Mas (RGM) Group pada tahun
2007 silam dengan melakukan tindakan penggelapan pajak, dengan
menggembungkan biaya, rekayasa keuangan, dan transfer pricing. Yang diduga
PT. Asian Agri telah menggelapkan pajak senilai Rp. 1,34 triliun.
Bukan rahasia umum lagi untuk meminimalisasi pajak, perusahaan sering
melakukan transfer pricing guna memaksimalkan keuntungan. Bagi kalangan
bisnis, pajak tetap saja dipandang sebagai beban yang akan mengurangi
penghasilan yang diperoleh. Atas dasar tersebut, mereka berusaha merekayasa
suatu transaksi dengan tujuan meminimalisasi beban pajak dengan melakukan
transfer pricing.
Dalam sisi pemerintah sendiri, transfer pricing dapat mengakibatkan
berkurangnya ataupun hilangnya potensi pendapatan negara khususnya pajak.
Oleh karena itu saya akan mengusung masalah tersebut dalam paper yang saya
buat. Karena ternyata banyak perusahaan yang bersekala besarlah yang
melakukan tindakan transfer pricing yang jika diakumulasikan maka akan banyak
sekali penerimaan negara yang tidak dapat dipungut.
1.2 Topik: Kecurangan Transfer Pricing dalam Dunia Perpajakan di
Indonesia
Subtopik:
1.2.1 Pengertian Transfer Pricing
1.2.2 Tujuan Transfer Pricing
1.2.3 Usaha Pemerintah dalam menangani masalah Transfer
Pricing
1.3 Rumusan masalah:
1.3.1 Apakah Transfer Pricing itu ?
1.3.2 Apakah tujuan dari Transfer Pricing ?
1.3.3 Bagaimana usaha Pemerintah dalam Menangani kasus
Transfer Pricing ?
1.4 Tujuan:
1.4.1 Menjelaskan pengertian dari Transfer Pricing.
1.4.2 Menjelaskan tujuan dari Transfer Pricing
1.4.3 Memaparkan usaha Pemerintah dalam menangani transfer
Pricing
1.5 Metode:
1.5.1 Studi pustaka untuk mendapatkan informasi yang
berhubungan dengan bahan penulisan.
1.5.2 Browsing menggunakan internet
2
BAB 2
PEMBAHASAN
1.2.1 Pengertian Transfer Pricing
Transfer pricing adalah harga transfer dari barang/jasa atau aktiva tak
berwujud (intangible property) yang ditransfer antar perusahaan afiliasi dalam
satu grup perusahaan atau antar divisi dalam satu perusahaan. Semula transfer
pricing digunakan untuk kepentingan penilaian tingkat kemampu-labaan masing-
masing divisi atau masing-masing perusahaan afiliasi yang terlibat dalam
transaksi afiliasi. Tetapi sejalan dengan makin besarnya perusahaan multinasional,
perbedaan tarif pajak antar negara dan perencanaan pajak yang makin
komprehensif, maka transfer pricing digunakan sebagai alat untuk menggeser
penghasilan kena pajak dari suatu negara ke negara yang tarif pajaknya lebih
rendah, atau dari perusahaan yang berada daalam posisi laba ke perusahaan
afiliasi yang masih mengalami kerugian.
Hal Penting dalam Masalah Transfer Pricing
1. Hubungan Istimewa
Fokus dalam masalah transfer pricing tentu saja transaksi afiliasi atau
transaksi yang dilakukan antara pihak yang memiliki hubungan istimewa. DJP
telah menggariskan ketentuan mengenai hubungan istimewa ini dalam Pasal
18 UU PPh yaitu sebagai berikut.
Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat
(3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:
1) Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak
langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak
lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah
3
25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau
hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
2) Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib
Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun
tidak langsung; atau
3) Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam
garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat
2. Perbandingan
Sebenarnya, sepanjang harga transfer dilakukan dengan harga wajar
(Arm’s Length Price- ALP), yaitu harga yang ditetapkan seandainya pihak-
pihak yang bertransaksi tidak berafiliasi atau tidak memiliki hubungan
istimewa, maka tidak ada masalah dengan transfer pricing ini. Karena itu DJP
mensyaratkan Wajib Pajak yang memiliki transaksi afiliasi untuk mengisi
Lampiran Khusus Pernyataan Transaksi Hubungan Istimewa. Dalam lampiran
tersebut, Wajib Pajak harus mengisi jenis transaksi(penjualan/pembelian/jasa),
jumlah nominal transaksi afiliasi dan metode harga transfer yang digunakan
untuk setiap jenis transaksi.
Wajib Pajak harus dapat menyampaikan bukti bahwa harga transfer yang
digunakan dalam transaksi afiliasi adalah harga wajar, yaitu dengan cara
melakukan perbandingan. Sesuatu yang dapat diperbandingkan adalah sebagai
berikut :
1) Apabila terdapat perbedaan, maka perbedaan ini tidak akan
mempengaruhi kondisi yang diperbandingkan (misalnya harga, laba
kotor, dll).
2) Penyesuaian perbandingan dapat dilakukan untuk menghilangkan
beberapa perbedaan dalam proses perbandingan.
3) Kondisi yang dapat diperbandingkan bukan berarti bahwa kondisi
tersebut identik, tetapi perbandingan tersebut haruslah dapat
diandalkan dan masuk akal.
Sedangkan menurut paragraf 1.19 -1.35 OECD Guidelines, faktor yang
menentukan keterbandingan adalah sebagai berikut :
4
1) Karakteristik dari barang/jasa/Aktiva tak berwujud
2) Analisis fungsional yaitu analisis fungsi (apakah perusahaan memiliki
fungsi yang sama seperti fungsi pabrikasi, distribusi, marketing,
riset,dll), analisis resiko (resiko bisnis, resiko pasar, resiko pabrikasi,
resiko selisih kurs, resiko persediaan, resiko kredit, dll) dan analisis
aset ( besaran asset yang digunakan seperti pabrik dan peralatan,
kepemilikan Aktiva tak berwujud, dll).
3) Syarat/kontrak transaksi
4) Keadaan ekonomi
5) Strategi bisnis
Selain kelima faktor penentu keterbandingan di atas, terdapat beberapa faktor
yang dapat dipertimbangkan juga seperti kebijakan pemerintah, penilaian bea
cukai, dll.
Data yang digunakan untuk melakukan perbandingan sebaiknya berasal
dari beberapa tahun misalnya data tahun 2006 sampai dengan 2008. Lebih
baik lagi apabila data berasal dari data perusahaan publik yang dapat diakses
oleh setiap orang, sehingga tidak ada pelanggaran atas rahasia jabatan.
Perbandingan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1) Perbandingan internal : membandingkan transaksi afiliasi dengan
transaksi biasa yang dilakukan oleh perusahaan yang sama. Contoh:
harga jual PT A atas barang X ke afiliasi A dibandingkan dengan harga
jual barang X ke perusahaan pihak ketiga
2) Perbandingan eksternal : membandingkan transaksi afiliasi dengan
transaksi biasa yang dilakukan oleh perusahaan berbeda. Contoh:
harga jual PT A atas barang X ke afiliasi A dibandingkan dengan harga
jual PT B atas barang X ke perusahaan pihak ketiga
Hasil perbandingan akan menghasilkan apa yang disebut Arm’s Length
Range (ALR), yaitu kumpulan dari harga wajar dari perusahaan-perusahaan
sejenis yang dibandingkan, mulai dari tertinggi sampai yang paling rendah.
Koreksi atas ketidakwajaran harga transfer dapat dilakukan berdasarkan pada
ALR ini, yaitu dengan mengambil titik terendah dari ALR, titik tertinggi, rata-
5
rata, atau titik tengah dari ALR. Tetapi, jangan lupa, penentuan titik mana
dalam ALR yang akan digunakan sebagai dasar koreksi transfer pricing,
haruslah sudah ditentukan oleh peraturan perundangan.
Pemilihan Metode Harga Transfer
Setelah melakukan perbandingan, maka tahap berikutnya adalah memilih
metode Transfer Pricing yang paling cocok untuk setiap transaksi afiliasi
perusahaan, yaitu :
1) Metode Comparable uncontrolled price (CUP) : yaitu metode harga
sebanding, yaitu bila terdapat harga pembanding untuk barang/jasa sejenis.
Fokus adalah pada produk/jasa.
2) Metode Cost plus (CPM) : yaitu membandingkan margin kotor dari harga
pokok (cost plus). Bila tidak memiliki harga pembanding baik internal
maupun eksternal, maka dapat menggunakan metode perbandingan margin
kotor, bagi perusahaan dengan memiliki fungsi sama. misalnya margin kotor
antar perusahaan manufaktur.
3) Metode Resale price (RPM) : yaitu membandingkan gross margin profit dari
harga jual.cocok digunakan perusahaan distributor.
4) Metode Transactional Net Margin (TNMM) : yaitu bila tidak tersedia data
pembanding untuk gross margin , maka digunakan net margin sebagai
pembanding.
5) Metode Profit split : yaitu membandingkan laba yang seharusnya diperoleh
bagi fungsi yang dijalankan perusahaan, misal perusahaan manufaktur yang
tidak menjalankan fungsi riset, sewajarnya memperoleh bagian laba dibanding
perusahaan induk yang menjalankan fungsi riset dan memikul resiko atas riset
tsb.
6
1.2.2 Tujuan Transfer Pricing
Secara umum, tujuan penetapan harga transfer adalah untuk
mentransmisikan data keuangan di antara departemen-departemen atau divisi-diisi
perusahaan pada waktu mereka saling menggunakan barang dan jasa satu sama
lain (Henry Simamora, 1999:273) Selain tujuan tersebut, transfer
pricing terkadang digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi
manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang
serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Menurut Zain (2003:297-298), kebijakan transfer pricing multinasional bertujuan:
1. Memaksimalkan penghasilan global.
2. Mengamankan posisi kompetitif anak/cabang perusahaan dan penetrasi
pasar .
3. Evaluasi kinerja anak/cabang perusahaan mancanegara .
4. Menghindarkan pengendalian devisa .
5. Mengatrol kreditabel asosiasi .
6. Mengurang resiko moneter .
7. Mengatur cash flow anak/cabang yang memadai .
8. Membina hubungan baik dengan administrasi setempat .
9. Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masih .
10. Mengurangi resiko pengambilalihan oleh pemerintah.
1.2.3 Usaha Pemerintah dalam menangani masalah Transfer Pricing
7
Untuk mencegah penghindaran pajak karena penentuan harga tidak wajar
(non arm's length price), muncul Peraturan Dirjen Pajak No.PER-42/PJ/2011
tanggal 11 November 2011. Aturan ini membahas penerapan prinsip kewajaran
dan kelaziman usaha (arm’s length principles) terkait transaksi antara wajib pajak
dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Aturan ini mengharuskan wajib
pajak untuk menggunakan nilai pasar wajar dalam bertransaksi dengan pihak
istimewa (related parties).
Kategori hubungan istimewa di Indonesia, diatur Pasal 18 UU No.36/2008
yaitu penyertaan modal minimal 25 persen, keterkaitan pengelolaan manajemen
dan hubungan keluarga sederajat sedarah maupun semenda. Apabila wajib pajak
tidak bisa menunjukkan bukti pendukung kewajaran harga transaksi, maka Ditjen
Pajak akan menetapkan harga transaksi yang wajar antara pihak-pihak yang
terafiliasi. Namun ada pengecualian, kewajiban pelaporan TP dibatasi untuk nilai
minimal sebesar Rp.10 milyar dalam satu tahun pajak.
Melenyapkan transfer pricing bukan urusan gampang. Ketiadaan akses
publik ke dalam detil rincian transaksi perusahaan, menyebabkan perusahaan
leluasa memodifikasi laporan keuangan. Bahkan perusahaan terbuka (Tbk)
mungkin juga melakukan TP. Bahkan TP tidak hanya dilakukan antara pihak-
pihak yang memiliki hubungan istimewa. Transaksi antara perusahaan yang sama
sekali tidak hubungan istimewa, juga bisa dilakukan under invoice, untuk
mengecilkan omset penjualan.
Aturan PER-32/PJ/2011 menyatakan bahwa penentuan harga transaksi
wajar (arm’s length price) bisa melalui metode perbandingan harga antara pihak
non istimewa, resale price dan metode lainnya. Syarat utama analisis ini adalah
ketersediaan data pembanding eksternal maupun internal.
Perlu dikaji beberapa hal untuk mengurangi transfer pricing.
Pertama, mengaktifkan peran akuntan publik. Ketentuan paragraf 9 huruf d
Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) No. 34 mengatur peranan auditor
8
untuk menguji kewajaran perhitungan jumlah related parties transaction yang
diungkapkan dalam laporan keuangan.
Kedua, memperluas kriteria transfer pricing tidak hanya related parties,
tetapi melebar ke semua transaksi yang diindikasikan di bawah harga pasar wajar,
termasuk dengan perusahaan non afiliasi.
Ketiga, menggunakan data pembanding Eksternal dari pelaporan DHE
(Devisa Hasil Ekspor) untuk mendeteksi aliran dana dan underlyingtransaksi
ekspor. Dalam Peraturan Bank Indonesia No.13/20/PBI/2011, seluruh penerimaan
DHE harus melalui Bank Devisa, dimana eksportir wajib menyampaikan
informasi tentang DHE meliputi informasi tanggal PEB, kode kantor Bea Cukai,
nomor pendaftaran PEB, dan NPWP eksportir.
Keempat, mengumumkan ke publik tentang proses banding oleh wajib
pajak yang melakukan transfer pricing, sebagai bentuk tekanan moral. Perlu
dicermati, pada pasal 50 ayat (1) UU No.14/2002 tentang Pengadilan Pajak,
disebutkan bahwa pengadilan pajak terbuka bagi publik. Dengan Pemerintah
mengumumkan jalannya peradilan pajak, akan membuka mata publik bahwa
perusahaan-perusahaan terkenal tersebut ternyata melakukan kecurangan untuk
menghindari pajak.
Kelima, perlu ada data center, seperti Indonesian Coal Index, yang meng-
update harga terbaru komoditas tambang. Harga terbaru komoditas diperlukan
untuk assesment kewajaran omset penjualan pada SPT tahunan perusahaan
pertambangan.
Keenam, pembentukan single document window (SDW) antar negara yang
telah menerapkan tax treaty, dan forum multilateral, seperti APEC. Model SDW
efektif untuk mengawasi harga pengiriman barang antar negara produsen dan
konsumen. Dengan model SDW, penerbitaninvoice oleh perusahaan
perantara abal-abal di tax haven country akan terkena pajak, sehingga
modus transfer pricing tidak efisien untuk perusahaan tersebut.
9
BAB 3
KESIMPULAN
Transfer pricing merupakan harga transfer dari barang/jasa atau aktiva tak
berwujud (intangible property) yang ditransfer antar perusahaan afiliasi dalam
satu grup perusahaan atau antar divisi dalam satu perusahaan. Dengan tujuan yang
ingin dicapai adalah Memaksimalkan penghasilan global, Mengamankan posisi
kompetitif anak/cabang perusahaan dan penetrasi pasar, Evaluasi kinerja
anak/cabang perusahaan mancanegara, Menghindarkan pengendalian devisa,
Mengatrol kreditabel asosiasi, Mengurang resiko moneter, Mengatur cash flow
anak/cabang yang memadai, Membina hubungan baik dengan administrasi
setempat, Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masih, Mengurangi resiko
pengambilalihan oleh pemerintah.
Akan tetapi sejalan dengan makin besarnya perusahaan multinasional,
perbedaan tarif pajak antar negara dan perencanaan pajak yang makin
komprehensif, maka transfer pricing digunakan sebagai alat untuk menggeser
penghasilan kena pajak dari suatu negara ke negara yang tarif pajaknya lebih
rendah, atau dari perusahaan yang berada daalam posisi laba ke perusahaan
afiliasi yang masih mengalami kerugian.
Dimana dalam situsasi tersebut peran pemerintah, akuntan publik,
perluasan kriteria transfer pricing, penggunakan data pembanding Eksternal,
pengumuman ke publik tentang proses banding oleh wajib pajak yang
melakukan transfer pricing, perlu adanya data center, pembentukan single
document window (SDW) antar negara yang telah menerapkan tax treaty, dan
forum multilateral sangatlah diperlukan guna mengurangi bahkan menghilangkan
praktik kecurangan dari transfer pricing selain Undang-Undang yang telah dibuat.
10
SARAN
Dewasa ini sangat banyak kasus-kasus kecurangan dengan transfer pricing
yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar yang dapat mengakibatkan
menurunnya atau bahkan menghilangnnya pendapatan negara yang tersebesar dari
pajak tersebut.
Oleh karena itu sangatlah dibutuhkan sosialisasi yang berkontinue dan
juga pengawasan yang ketat akan metode-metode yang digunakan dalam
menentukan harga transfer yang telah disahkan oleh undang-undang yang
berlaku.
11
DAFTAR PUSTAKA
Suandy, Early. 2011. Hukum Pajak Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
Mardiasmo, Prof. Dr., MBA., Ak. 2011. Perpajakan:Edisi Revisi 2011.
Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.
Mardiasmo. 2006. Perpajakan: Edisi Revisi 2006. Yogyakarta:CV ANDI
OFFSET.
Situs Web
(25 Oktober) 20.33
Made. 2012. TRANSFER PRICING. http://dueeg.blogspot.com/2009/11/transfer-
pricing.html
Hadi. 2009. TRANSFER PRICING DALAM PRAKTEK PERPAJAKAN
INTERNASIONAL. http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/05/17/transfer-
pricing-dalam-praktek-perpajakan-internasional/
Juli, Wan. 2012. Penerapan Transfer Pricing di Indonesia.
http://www.formasi.com/index.php?page=showartikel&id=11
Anandita. 2012. Menangkal Kecurangan Transfer Pricing.
http://www.pajak.go.id/node/4049?lang=en
Ortax. 2011. Peraturan Perpajakan.
http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&hlm=1&page=show&id=14855
Dewiwardhana. 2010. Lika-Liku Transfer Pricing, Mengendus Penghindaran
Pajak Melalui Manipulasi Transfer Pricing (Bag.I Teori).
http://politik.kompasiana.com/2010/04/01/lika-liku-transfer-pricing-mengendus-
penghindaran-pajak-melalui-manipulasi-transfer-pricing/
12
13