PAPER PERAN KIMIA TANAMAN DALAM TAKSONOMI TUMBUHAN.docx

9
PENDAHULUAN Taksonomi tanaman memaminkan peranan penting dalam konservasi keanekaragaman hayati, karena itu memerlukan karakterisasi yang tepat untuk distribusi serta lokalisasi daerah pada spesies dengan kekayaang yang melimpah agar lebih mudah dalam mengidentifikasi atau mendapatkan informasi tentang konservasi tanamanan (Ernst, 2013). Salah satu ilmu yang mempelajari taksonomi tanaman adalah melalui kandungan kimia yang ada dalam tanaman. Taksonomi kimia tumbuhan, sistematika tumbuhan atau lebih dikenal dengan istilah fitokimia, kemotaksonomi atau kemosistematik adalah ilmu taksonomi tumbuhan yang didasarkan oleh kandungan unsur kimia dalam tanaman. Ilmu ini berkembang dengan cepat, yang menggambarkan penggunaan unsur kimia yang terkadung dalam tumbuhan sebagai bahan untuk melengkapi klasifikasi pada tumbuhan (Juhriah, dkk, 2014). Taksonomi kimia tumbuhan merupakan pendekatan taksonomi secara modern, dimana pengelompokkannya tidak hanya berdasarkan hubungan sifat morfologinya, tetapi juga karakter-karakter mikro atau non morfologi yang salah satunya adalah kandungan zat kimia tersebut. Faktor penting dalam kimia tumbuhan adalah ada tidaknya akumulasi dari kimia tumbuhan pada beberapa organ tanaman. Teknik yang biasa digunakan untuk mendeterminasi ada atau tidaknya kimia tumbuhan adalah kromatografi, teknik kromatografi telah dikembangkan

Transcript of PAPER PERAN KIMIA TANAMAN DALAM TAKSONOMI TUMBUHAN.docx

PENDAHULUAN

Taksonomi tanaman memaminkan peranan penting dalam konservasi keanekaragaman hayati, karena itu memerlukan karakterisasi yang tepat untuk distribusi serta lokalisasi daerah pada spesies dengan kekayaang yang melimpah agar lebih mudah dalam mengidentifikasi atau mendapatkan informasi tentang konservasi tanamanan (Ernst, 2013). Salah satu ilmu yang mempelajari taksonomi tanaman adalah melalui kandungan kimia yang ada dalam tanaman.Taksonomi kimia tumbuhan, sistematika tumbuhan atau lebih dikenal dengan istilah fitokimia, kemotaksonomi atau kemosistematik adalah ilmu taksonomi tumbuhan yang didasarkan oleh kandungan unsur kimia dalam tanaman. Ilmu ini berkembang dengan cepat, yang menggambarkan penggunaan unsur kimia yang terkadung dalam tumbuhan sebagai bahan untuk melengkapi klasifikasi pada tumbuhan (Juhriah, dkk, 2014). Taksonomi kimia tumbuhan merupakan pendekatan taksonomi secara modern, dimana pengelompokkannya tidak hanya berdasarkan hubungan sifat morfologinya, tetapi juga karakter-karakter mikro atau non morfologi yang salah satunya adalah kandungan zat kimia tersebut.Faktor penting dalam kimia tumbuhan adalah ada tidaknya akumulasi dari kimia tumbuhan pada beberapa organ tanaman. Teknik yang biasa digunakan untuk mendeterminasi ada atau tidaknya kimia tumbuhan adalah kromatografi, teknik kromatografi telah dikembangkan secara luas dimana kecepatan dan keakuratan data akumulasi tidak bisa ditampilkan dengan teknik lainnya.Informasi kimia yang terkandung dalam kromatrografi atau prosedur analisis lain telah divariasikan dalam penerapan taksonomi, termasuk:1. Pemacahan masalah taksonomi yang tidak bisa diselesaikan dengan taksonomi klasik.2. Pada cultivar discrimination (perbedaan kultivar), dapat menggunakan pendekatan ini, contohnya studi diferensisasi antara Triticum durum.3. Mengenal hibrid (persilangan), dimana data bahan kimia sangat penting untuk mengetahui adanya persilangan tanaman dan mungkin menyediakan dokumentasi penting tentang parental asli yang tidak bisa disediakan dengan morfologi atau ukuran sitologi.

PEMBAHASAN

A. Perkembangan taksonomi kimia tumbuhanPendekatan kimia tumbuhan pada masa sekarang mengalami perkembangan pesat dengan dikembangkan teknik lain selain kromatografi yaitu elektroforesis. Kromatografi dan elektroforesis, keduanya dapat dioperasikan untuk menganalisis bermacam-macam sampel tumbuhan yang kuantitasnya sangat kecil dengan proses yang cukup cepat. Kandungan kimia tumbuhan yang sering dianalisis dalam taksonomi tumbuhan adalah terpenoid, flavanoid dan alkaloid (Suranto, 2000).Teknik kromatografi diterapkan secara meluas karena keunggulannya yang cepat dan efisien dalam menganalisis senyawa kimia yang ada pada tumbuhan. Sedangkan elektroforesis merupakan metode paling handal dalam memecahkan masalah taksonomi, utamanya apabila sifat morfologi tidak dapat atau sulit sekali dibedakan. Teknik elektroforesis dioperasikan dengan menggunakan medium pengembang sintesis poliakrilamida, dimana jenis gel ini memiliki kelebihan dibanding medium kertas, pati dan agar-agar karena lebih peka dalam mengekspresikan band-band atau bercak yang merupakan aktivitas enzim (Suranto, 2000).Perkembangan fitokimia selain karena adanya perkembangan teknik kromatografi dan elektroforesis juga disebakan oleh realisai dibalik kejadian kejadian yang terjadi berdasarkan pengalaman orang di alam, menyebabkan diketemukannya berbagai unsur kimia penting diatara beberapa taksa, serta timbulnya banyak pendapat yang menganggap bahwa unsur-unsur kimia tumbuhan banyak yang dapat digunakan sebagai dasar klasifikasi tumbuha (Juhriah, dkk, 2014).

B. Senyawa kimia yang berguna bagi taksonomiSenyawa kimia yang berguna bagi taksonomi tumbuhan dapat dikelompokkan dalam tiga kategori besar yaitu: Hasil metabolisme primerHasil metabolisme primer merupakan senyawa hasil metabolisme utama pada tumbuhan dan kebanyakan dari senyawa tersebut terdapat pada sebagaian besar tumbuhan. Contohnya asam akonitik (genus Aconitum) atau asam sitrik (genus Cytrus), berperan dalam Siklus Krebs (asam trikarboksilat) terdapat pada semua organisme hidup.ada tidaknya beberapa senyawa dalam tumbuhan tidak berpengaruh dalam taksonomi tumbuhan, misal asam amino, gula dan lain-lain. Jumlah dari hasil metabolisme primer sangat bervariasi diantara taksa,dan data ini dapat digunakan sebagai dasar taksonomi tumbuhan. Hasil metabolisme sekunderHasil metabolismesekunder adalah hasil ikatan yang tidak dijumpai pada semua tumbuhan. Senyawa ini dapat digunakan sebagai dasar taksonomi/sistematika tumbuhan. Senyawa hasil metabolisme sekunder sangat terkenal dan dapat digunakan sebagai dasar klasifikasi tumbuhan antara lain alkaloid, fenolik, glukosin, asam amino tertentu, terpen, minyak lili dan karbohidrat tertentu. Semantida Semantida adalah molekul-molekul pembawa sifat,yang terdiri dari DNA yang merupakan semantida primer, RNA yang merupakan semantida sekunder dan protein merupakan semantida tersier (Juhriah, dkk, 2014).Penggunaan data dari senyawa kimia dalam taksonomi tumbuhan banyak ditunjukkan oleh molekul mikro khususnya dari tingkat genus ke bawah, sedangkan molekul makro banyak membantu untuk menentukan keeratan kekeluargaan pada tingkat diatas genus. Para ahli kemotaksonomi menyatakan bahwa kelompok hasil metabolisme sekunder yang paling penting digunakan adalah senyawa fenolat. Bentuk senyawa ini merupakan senyawa bebas dengan senyawa dasar fenol (C6H5OH). Senyawa fenolat yang terpenting untuk taksonomi tumbuhan adalah flavonoids, yang relatif mempunyai inti sederhana. Senyawa fenolat biasanya mempunyai bentuk yang berbeda-beda pada beberapa spesies, beberapa diantaranya tersebar luas dalam banyak spesies dan ada juga yang sangat jarang dijumpai, sehingga pola dan kombinasinya mempunyai nilai yang cukup tinggi untuk dijadikan dasar klasifikasi dari batas ordo kebawah.

C. Senyawa Metabolit SekunderContoh penggunaan hasil metabolisme sekunder dalam taksonomi tumbuhan adalah melihat pigmen tertentu. Kebanyakan dari warna merah, biru dan warna yang mendekati keduanya pada bunga atau organ lainnya, menandakan adanya senyawa anthocyanidin, yang merupakan bentuk perkembangan dari flavonoids, malvidin keseluruhan bentuk senyawa ini disebut anthocyanin. Kombinasi antara bentuk anthocyanidin dan bentuk gula yang melekat padanya menyebabkan terjadinya berbagai bentuk anthocyanin, yang terdapat pada hampir seluruh famili tumbuhan, anthocyanin tidak ada, hanya pada beberapa familia dikoliledoneae yang fungsinya diambil alih oleh senyawa betacyanin. Senyawa ini berbeda dengan anthocyanidin karena adanya nitrogen hetero-siklik yang mengandung cincin aromatik, dan merupakan hasil metabolisme yang berbeda dari anthocyanidin; contohnya adalah Betanidin terdapat pada Beta vulgaris. Betacyanin-betacyanin yang berhubungan sangat rapat disebut betaxanthin, berupa pigmen berwarna kuning, sedangkan betacyanin-betacyanin yang hubungannya tidak rapat (longgar) disebut anthoxanthin, yang terdapat pada sebagian besar tumbuhan.Flavonoid dan anthosianin merupakan senyawa metabolit sekunder yang sering digunakan dalam penentuan atau klasifikasi pada taxonomi tumbuhan. Flavonoid selain digunakan sebagai senyawa aktif dalam pengobatan, juga dapat digunakan sebagai penanda molekuler untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies pada kelompok tertentu (Hariyani, dkk, 2013).

1. Flavonoid Flavonoid merupakan senyawa fenol alam yang terdapat hampir disemua tumbuhan. Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar kayu, kulit tepung sari, nektar, bunga, buah dan biji (Neldawati, dkk. 2013). Berikut struktur flavonoid.

Struktur Umum Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar didunia tumbuhan, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga membentuk sussunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropan dan neoflavonoid. Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis, tergantung tingkat oksidasi dari rantai propane dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan sehingga sering disebut flavonoida utama Flavonoid tersebar luas di tanaman mempunyai banyak fungsi. Flavonoid merupakan pigmen tanaman yang untuk memproduksi warna bunga merah atau biru pigmentasi kuning pada kelopak yang digunakan untuk menarik hewan penyerbuk (Lumbessy, dkk, 2013).Secara kuantitatif jumlah flavonoid yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan relatif sangat kecil, sehingga bila diisolasikan memerlukan banyak tumbuhan. Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol atau etanol. Spektrum khas flavonoid terdiri ata dua maksimal pada rentang 230-295 nm (pita II) dan 300-560nm (pita I). Berikut adalah pita absorvi menggunakan UV dari flavonoid.

Tabel. Pita Absorbsi UV dari flavonoid

Sumber: (Neldawati., dkk, 2013)