Paper Mikrobiologi

27
PAPER MIKROBIOLOGI PROSEDUR DIAGNOSTIK DENGAN METODE KLASIK DAN METODE MOLEKULER oleh : SURYATI C151070061 MAYOR ILMU AKUAKULTUR SEKOLAH PASCASARJANA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Transcript of Paper Mikrobiologi

Page 1: Paper Mikrobiologi

PAPER MIKROBIOLOGI

PROSEDUR DIAGNOSTIK

DENGAN METODE KLASIK DAN METODE MOLEKULER

oleh :

SURYATI

C151070061

MAYOR ILMU AKUAKULTUR SEKOLAH PASCASARJANA

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

Page 2: Paper Mikrobiologi

3

PENDAHULUAN

Virus merupakan agensia infeksi non-seluler dan hanya dapat melakukan

multiplikasi dalam sel inang. Virus berukuran sangat kecil yaitu bervariasi dari 18 –

200 nm, sehingga hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop elektron. Berbeda

dengan parasit intraseluler lainnya, virus menggunakan sel inang sepenuhnya untuk

reproduksinya karena virus tidak memiliki organela. Untuk dapat bertahan di

lingkungan, virus harus mampu berpindah dari inang satu ke inang lainnya, menginfeksi

dan replikasi pada inang yang sesuai.

Karena ukuran virus sangat kecil, menyebabkan virus sulit dideteksi. Ada

sejumlah teknik yang biasanya digunakan untuk identifikasi awal virus, yaitu :

1. menggunakan mikroskop elektron untuk memvisualisasi virus di dalam sel-sel

jaringan.

2. Menumbuhkan virus di laboratorium menggunakan cell line, yaitu melakukan

kultur sel jaringan ikan di laboratorium (in vitro).

3. Identifikasi virus menggunakan teknik serologi, menggunakan serum dari

hewan inang yang mengandung antibodi spesifik terhadap virus tertentu.

Dengan demikian manakala virus (sebagai antigen) kontak dengan serum akan

terjadi aglutinasi sebagai respon antibodi terhadap antigen.

4. Menggunakan PCR dan sequencing DNA.

5. Secara imunokimia/imunositokimia.

Virus seringkali bersifat spesifik pada jaringan tertentu atau spesies tertentu.

Keadaan ini menyebabkan kesulitan dalam penggunaan cell lines karena hingga saat ini

jenis jaringan dan ikan yang dikultur selnya secara in vitro terbatas pada jenis-jenis

yang sangat berarti secara ekonomis, misalnya ikan trout pelangi (Oncorhynchus

mykiss) dan salmon atlantik (Salmo salar). Saat ini penelitian mengenai pengembangan

mengenai primary cell lines dari ikan mas (Cyprinus carpio) dan koi (C.carpio ssp.

Koi) telah dilakukan di Indonesia sebagai respon wabah koi herpes virus yang

menimbulkan kerugian yang sangat besar pada tahun 2002.

Penggunaan teknik serologi untuk pengenalan inveksi virus menghadapi kendala

karena antibodi baru dapat tersedia manakala virus dapat diisolasi dan dikembangkan

Page 3: Paper Mikrobiologi

4

melalui cell lines. Dengan demikian pengenalan bahwa wabah berasal dari infeksi virus

umumnya dikenali melalui pengamatan dengan elektron mikroskop sekaligus

pengamatan karakter atau gejala-gejala yang ditunjukkan oleh hewan. Bentuk

pengenalan lain yang dapat dilakukan yaitu penggunaan PCR serta imunokimia.

PROSEDUR DIAGNOSTIK

A. METODE KLASIK

1. Melihat gejala klinis

Material sample untuk pengujian virus tergantung pada ukuran hewan maupun

tujuan dari pengujian, misalnya diagnosis overt diseases (penyakit yang gejala

klinisnya nyata) atau deteksi ikan pembawa penyakit (carier(tanpa gejala)).

Sunarto et al., (2005) menyatakan gejala klinis ikan terinfeksi adalah latergik,

hilangnya keseimbangan dan megap-megap. Gejala umum meliputi epitel

terkelupas dengan kehilangan mukus dan kulit tampak kasar, atau lesi mirip

melepuh pada kulit, pendarahan (haemorages) pada operculum, sirip, ekor dan perut

dan beberapa kerusakan insang.

Gejala eksternal serangan KHV tampak pada ikan sakit seperti pembengkakan

dan nekrosis filamen insang, produksi mukus berlebihan atau adanya bercak warna

pada kulit dan eksoptalmus. Secara internal terjadi pembesaran ginjal dan limpa

ikan (Hedrik, et al., 2005).

Menurut Tauhid et al (2004) bahwa serangan koi herves virus menunjukkan

gejala-gejala yaitu : (1). Produksi lendir (mucus) berlebih sebagai respon fisiologis

terhadap kehadiran patogen, selanjutnya produksi lendir menurun drastis sehingga

tubuh ikan terasa kasat,(2). Insang berwarna pucat dan terdapat bercak putih atau

coklat (sebenarnya adalah kematian sel-sel insang atau nekrosis insang), selanjutnya

menjadi rusak, geripis pada ujung tapis insang dan akhirnya membusuk. Secara

makroskopis menunjukkan adanya kerusakan jaringan yang serius serta kematian sel

yang berat, (3). Pendarahan (haemorage) disekitar pangkal dan ujung sirip serta

permukaan tubuh lainnya,(4). Adanya kulit melepuh, (5). Hati berwarna pucat

selanjutnya menjadi rusak, (6). Ginjal (anterior dan posterior) berwarna pucat.

Page 4: Paper Mikrobiologi

5

Jika ditemukan gejala-gejala klinis adanya infeksi, maka selain dari bagian isi

perut, organ lainnya yang diambil adalah ginjal anterior, limpa (spleen) dan

enchepalon untuk kegiatan pemeriksaan virus. Sampel dari sepuluh ekor ikan yang

terinfeksi diambil dan digabungkan sehingga membentuk kelompok-kelompok yang

masing-masing terdiri dari 5 ekor ikan (maksimum). Jumlah material adalah sekitar

1,5 gram/kelompok material yang terdiri dari 5 ekor ikan.

Untuk mendeteksi ikan yang mungkin menjadi media pembawa penyakit (carier)

sampel dapat digabungkan ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 5 ekor

ikan (maks) per kelompok dengan total material sekitar 1,5 gram/kelompok.

Kelompok sampel yang berupa cairan ovarian dari lima ekor induk ikan tidak boleh

melebihi total volume 5 ml, misalnya 1 ml/induk ikan. Sampel cairan ovarian ini

harus diambil secara individual dari setiap induk betina, dan tidak boleh diambil

setelah ovumnya di pool. Setelah secara aseptis dikeluarkan dari ikan, sampel organ

dan atau cairan ovarium masing-masing dipisahkan jika sampel ini akan digunakan

untuk pemeriksaan virus.

2. Pengujian langsung dengan mikroskopis

Pengamatan organ tubuh inang dengan cara pembedahan terhadap inang yang

terkena virus lalu dilakukan pengamatan dengan mikroskop untuk melihat

peradangan (hemorhagik dan pembengkakan pembuluh darah), pertumbuhan jumlah

sel yang berlebihan (tumor), degenerasi (intoksikasi dan defisiensi) dan

pembentukan yang salah (traunata dan pembengkakan anomatrik).

Menurut Hendrik et al (2000) penyakit KHV menyebabkan kematian yang

besar dan bersifat sporadis pada ikan koi dan mas. Hasil penelitian menggunakan

mikroskop menunjukkan bahwa ikan mas yang terinfeksi memperlihatkan adanya

kelainan pada insang dan organ internal sepeprti ginjal, limfa, jantung dan saluran

pencernaan. Pada insang terjadi hipertropi, hiperlasia dan fusi pada lamela sekunder

insang.

3. Mengisolasi dan mengkulturkan

Page 5: Paper Mikrobiologi

6

Material dan produk biologis yang diperlukan untuk mengisolasi dan

mengidentifikasi pathogen ikan.

Virus-virus ikan

a. Cell line ikan

Jenis-jenis cell line ikan yang diperlukan untuk pengujian pathogen pada ikan

yang masuk dalam daftar OIE antara lain adalah :

� Bluegill fry (BF-2)

� Channel Catfish Ovary (CCO)

� Chinnok Salmon Embryo (CHSE-214)

� Epitheluoma Populosum Cyprini (EPC)

� Rainbow Trout Gonad (RTG-2)

Informasi teknis mengenai penggunaan cel line ini untuk mengisolasi pathogen

ikan yang termasuk dalam daftar OIE dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Informasi teknis mengenai cell line ikan yang paling sesuai untuk mendeteksi agen-agen virus yang masuk dalam daftar OIE.

Karakteristik Jenis Cell Line

BF-2 CCO CHSE-214 RTG-2 EPC

Morfologi sel Fibrola stik Fibrola

stik/Epitheloid

Epitheloid Fibrola stik Epitheloid

Kisaran suhu (ºC) 15 - 28 15 -35 4 – 25 4 – 25 10 – 33

Suhu Pertumbuhan

Optimum (ºC) 20 30 20 20 30

Inoculum

(∑ sel x 10 4/cm²) 20 35 50 40 30

Densitas Saturasi 150 300 300 200 300

Page 6: Paper Mikrobiologi

7

(∑ sel x 104/cm)

b. Media Kultur

Jenis medium paling umum digunakan untuk pembiakan sel kultur ikan adalah

Eagle’s minimal essential medium (MEM) yang terdiri dari garam Earle (Earle’s

salt) yang ditambah dengan 10 % fetal calf serum, antibiotic dan 2 mM L-glutamine.

Medium stoker yang merupakan modifikasi MEM memiliki konsentrasi

asam amino dan vitamin yang dua kali lebih kuat dianjurkan digunakan untuk

meningkatkan pertumbuhan sel dengan menggunakan suplemen yang sama dengan

MEM dan ditambah dengan 10 % trytose phosphate.

Medium-medium ini dibuffer baik dengan sodium bikarbonat, 0,16 M

trishydroxymethyl aminomethane (Tris) HCL atau dengan 0,02 M asam N-2-

hydroxyethil-piperazine-N-2-ethanesulfonic (HEPES). Penggunaan sodium

bicarbonate saja, hanya terbatas pada kultur sel yang dibuat dalam botol yang

tertutup rapat.

Untuk pertumbuhan sel, pada umumnya digunakan sekitar 10 % serum fetal

bovine pada medium, tetapi untuk pengisolasian atau produksi virus jumlah ini

dapat dikurangi hingga 2 %. pH medium untuk pembiakan sel adalah sekitar 7,2 –

7,4 sedangkan untuk kegiatan pengisolasian atau produksi virus nilai pH ini diubah

menjadi sebesar 7,6.

Penyiapan kontrol positif dan antigen virus :

1. Nama Virus

- Epizootic haemotopoietic necrosis virus (EHNV)

- European Catfish Virus (ECV)

- European Sheatfish Virus (ESV)

- Infectios Haemotopoietic Necrosis Virus (IHNV)

- Oncorhynchus Masau Virus (OMV) (alias Salmonid herpesvirus tipe-21)

- Spring Viraemia of carp virus (SUCV)

- Viral Haemorragic Septicaemia Virus (VHSV) (alias Egtved virus)

2. Produksi Virus

Page 7: Paper Mikrobiologi

8

Untuk proses produksi virus, sel kultur harus diinokulasi dengan multiplisitas

infeksi (multiplicities of infection/m.o.i) yang sangat rendah, misalnya pada 10² -

10³ plague forming unit (PFU) tiap sel. Selain itu hasil yang paling baik untuk

produksi OMV dapat diperoleh dengan inokulasi sisa-sisa/hancuran sel dari kultur

monolayer yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus.

4. Preparasi histologis dan histokimia

Pengamatan terhadap darah inang yang terenfeksi virus dalam hal

menentukan nilai parameter-parameter darah berupa Hb, Het, total protein plasma

dan antibodi.

Metode Pembuatan Preparat Histologi :

1. Fiksasi

Larutan fiksasi yang digunakan adalah larutan formalin berpenyangga (pH 7.0).

Organ tubuh ikan yakni insang, daging dan ginjal dipisahkan dari tubuh, kemudian

difiksasi dalam larutan formalin

Tabel 2. Komposisi Larutan Formalin berpenyangga fosfat (pH 7.0)

Bahan kimia Jumlah

Formalin 100 ml

NaH2PO4-H2O (natrium hidrogenfosfat) 4 g

Na2PO4 (dinatrium hidrogenfosfat) 6.5 g

Akuades 900 ml

2. Dehidrasi dan Pengisian Paraffin

Spesiemen dibilas dengan air mengalir selama 15-30 menit untuk mencuci formalin.

Pindahkan jke dalam setiap larutan untuk dehidrasi dan pengisian paraffin. Larutan

dan waktu perendaman yang digunakan sesuai tabel berikut :

Tabel 3. Larutan dan waktu perendaman dehidrasi dan embedding.

Larutan Waktu Perendaman

Ethanol 70% 1-2 jam

Ethanol 80% 1-2 jam

Ethanol 90% 1-2 jam

Page 8: Paper Mikrobiologi

9

Ethanol 95% 1-2 jam

Ethanol 100% 1-2 jam

Ethanol 100% 1-2 jam

Xylel 1-2 jam

Xylel 1-2 jam

Xylel 1-2 jam

Parafin (pada suhu 60oC) 1-2 jam

Parafin (pada suhu 60oC) 1-2 jam

Parafin (pada suhu 60oC) 1-2 jam

3. Bloking

Letakkan tempat jaringan (cetakan untuk blok paraffin) pada hot plate suhu 65oC

dan isi dengan parafin yang telah dilelehkan. Letakkan organ pada dasar cetakan

lalu taruh ke atas es untuk sedetik. Setelah itu letakkan kaset jaringan tersebut

diatas cetakan. Tambahkan paraffin pada cetakan secukupnya. Blok parafin ini

diletakkan pada papan es sampai parafin membeku. Kemudian lepaskan blok arafin

dari cetakan lalu dipotong 2-3 mm dari tepi organ.

Pembuatan preparat sediaan

Blok parafin dipotong menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4 µm. Jaringan

yang dipotong melekat pada pisau mikrotom diambil dengan menggunakan kertas

karton yang agak basah dan pindahkan ke wadah yang telah diisi air. Setelah itu,

pindahkan ke atas kaca preparat dan letakkan dalam air hangat pada waterbath suhu

50oC selama 5 detik guna mengembangkan parafin. Letakkan kaca preparat tersebut

diatas slide warmer suhu 55oC selama 1 jam untuk merekatkan jaringan tersebut pada

kaca preparat.

a. Pewarnaan H & E

- Deparafinasi

1. Rendam dalam xylel-1 selama 10 menit

2. Rendam dalam xylel-2 selama 10 menit

3. Rendam dalam etanol absolut-1 selama 5 menit

4. Rendam dalam etanol absolut-2 selama 5 menit

Page 9: Paper Mikrobiologi

10

5. Rendam dalam etanol 90% beberapa menit

6. Rendam dalam etanol 80% beberapa menit

7. Rendam dalam etanol 70% beberapa menit

8. Bilas dengan air mengalir selama 1 menit

9. Bilas dengan akuades selama beberapa detik

- Pewarnaan

1. Rendam dalam larutan hematoksilin selama 4 menit

2. Bilas dengan air mengalir selama 15 menit

3. Rendam dalam akuades selama 1 detik

4. Rendam dalam larutan eosin selama 5-6 menit

5. Rendam dengan akuades selama sedetik

- Dehidrasi

1. Rendam dalam etanol 70% selama 1 detik

2. Rendam dalam etanol 80% selama 1 detik

3. Rendam dalam etanol 90% selama beberapa detik

4. Rendam dalam etanol 95% selama 5 menit

5. Rendam dalam etanol absolut-1 selama 10 menit

6. Rendan dalam etanol absolut-2 selama 15 menit

- Penetrasi

1. Rendam dalam Xylel-1 selama 10 menit

2. Rendam dalam Xylel-2 selama 10 menit

3. Rendam dalam Xylel-3 selama 10 menit

- Penutupan jaringan

1. Ambil 1 tetes zat perekat (bioleit) dan letakkan ditengah-tengah kaca penutup

segera letakkan penutup diatasnya.

2. Ambil preparat sediaan yang masih terendam dalam larutan xylel lalu segera

letakkan penutup diatasnya.

3. Tekan keluar udara yang terdapat diantara kaca preparat dan kaca penutup

dengan menggunakan forcep.

Page 10: Paper Mikrobiologi

11

5. Pemeriksaan dengan mikroskop elektron

Mikroskop elektron adalah sebuah mikroskop yang mampu untuk melakukan

pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan elektro statik dan elektro

magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki

kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus dari pada

mikroskop cahaya. Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih banyak energi

dan radiasi elektro magnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya.

Pemeriksaan virus dengan menggunakan mikroskop elektron dilakukan dengan dua

cara yaitu :

a. TEM (Transmission Electron Microscope) :

Mikroskop transmisi elektron (Transmission electron microscope-TEM) adalah

sebuah mikroskop elektron yang cara kerjanya mirip dengan cara kerja proyektor

slide, dimana elektron ditembuskan ke dalam obyek pengamatan dan pengamat

mengamati hasil tembusannya pada layar.

TEM ini berguna untuk :

1. Mempelajari struktur internal dalam sel dengan cara memerlukan thin section.

2. Mengamati struktur berukuran molekuler berupa protein dan asam nukleat.

3. Mengganti dari cahaya elektromagnet berfungsi sebagai lensa.

4. Sistem kerja pada kondisi vakum.

b. SEM (Scanning Electron Microscope) :

Mikroskop pemindai elektron (SEM) yang digunakan untuk studi detail

arsitektur permukaan sel (atau) struktur jasad renik lainnya, dan obyek diamati

secara tiga dimensi.

SEM ini berguna untuk :

1. Mempelajari struktur ekstranal sel (permukaan suatu objek) dan thin

section tidak diperlukan.

2. Melapisi spesimen dengan lapisan film tipis atau logam berat.

3. Mengarahkan spesimen pada elektron beam untuk menscan objek/sel

secara melintang maju mundur.

4. Mengaktifkan elektron-elektron yang dipancarkan oleh lapisan metal

akan dikumpulkan pada layar, pemantauan untuk menghasilkan image 3

Page 11: Paper Mikrobiologi

12

dimensi.

5.Menggunakan kisaran pembesaran elektron 15 kali hingga 100.000 kali.

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT PADA MIKROSKOP ELEKTRON

Teknik yang digunakan dalam pembuatan preparat ada berbagai macam tergantung pada

spesiemen dan penelitian yang dibutuhkan antara lain :

� Cryofixation yaitu suatu metode persiapan dengan menggunakan teknik pembekuan

spesiemen dengan cepat yang menggunakan nitrogen cair ataupun helium cair,

dimana air yang ada akan membentuk kristal-kristal yang menyerupai kaca. Suatu

bidang ilmu yang disebut mikroskopi cryo-elektron (Cryo-electron microscopy)

telah dikembangkan berdasarkan tehnik ini. Dengan pengembangan dari

mikroskopi cryo-elektron dari potongan menyerupai kaca (Viteous) atau disebut

cryo-electron microccopy of vitreous sections (CEMOVIS), maka sekarang telah

dimungkinkan untuk melakukan penelitian secara virtual terhadap specimen biologi

dalam keadaan aslinya.

� Fiksasi- yaitu suatu metode persiapan untuk menyiapkan suatu sampel agar tampak

realistik (seperti kenyataannya) dengan menggunakan glutaraldehyde

en:glutaraldehydedan osmium tetroxide (en:osmium tetroxide)

� Dehidrasi- yaitu suatu metode persiapan dengan cara menggantikan air dengan

bahan pelarut organik sepeprti misalnya ethanol atau aceton.

� Penanaman (Embedding)- yaitu suatu metode ppersiapan dengan cara menginfiltrasi

� Pembelahan (en:Sectioning)- yaitu suatu metode persiapan untuk mendapatkan

potongan tipis dari spesimen sehingga menjadikannya semi transparan terhadap

elektron. Pemotongan ini bisa dilakukan dengan ultramicrotome dengan

menggunakan pisau berlian untuk menghasilkan potongan yang tipis sekali. Pisau

kaca juga biasa digunakan oleh karena harganya lebih murah.

� Pewarnaan (Staining)-yaitu suatu metode persiapan dengan menggunakan metal

berat seperti timah, uranium, atau tungsten (en:tungsten) untuk menguraikan

elektron gambar sehingga menghasilkan kontras antara struktur yang berlainan

dimana khususnya materi biologikal banyak yang warnanya nyaris transparan

terhadap elektron (objek fase lemah).

Page 12: Paper Mikrobiologi

13

� Pembekuan faktur (Freeze-fracture)-yaitu suatu metode persiapan yang biasanya

digunakan untuk menguji membran lipid. Jaringan atau sel segar didinginkan

dengan cepat (cryofixed) kemudian dipatah-patahkan atau dengan menggunakan

microtome sewaktu masih berada dalam keadaan suhu nitrogen (hingga mencapai-

100% Celsius).

Pengamatan dengan menggunakan mikroskop elektron pada ikan yang terkena

serangan koi herpes virus, menunjukkan adanya hipertropi dan perpindahan kromatin

sel dan ditemukan nucleokasid virus berbentuk hexagonal dengan diameter 110 nm.

Melalui mikroskop elektron virion herpesviridea memilik inner kapsid dengan simetri

isosadektahedron berdiameter 100-110 nm (Hedrik et al., 2005).

6. Test Serologis dan Immune Sare

Test serologis digunakan untuk menghitung partikel virus dalam hal mempelajari

replikasi virus, penggunaan mikroskop medan terang dan mikroskop elektron yang

memiliki keterbatasan, menghitung virus berdasarkan pada pengaruh terhadap inang

yang diinfeksikan dan untuk menentukan unit virus infectious maupun unit terkecil

yang menyebabkan suatu efek terdeteksi ketika ditempatkan pada inang yang rentan.

Pendekatan perhitungan partikel virus dilakukan dengan metode :

a. Plaque assay, yaitu menunjukan zona lisis/penghambat pertumbuhan, untuk

mengisolasi virus yang murni (secara genetis identik).

b. Efisiensi plating, yaitu sistem efisiensi pencawanan (virion menginfeksi sel

inang < 100 %) tetapi bukan jumlah virion, misalnya untuk mengekspresikan

konsentrasi suspensi virus (titer) yang akurat PFU (Plaque Forming Unit).

c. Infektivitas sel inang, yaitu infeksi yang dapat mematikan pada seluruh sel inang

dengan cara; melekukan pengenceran serial (10 x), menginjeksikan sampel

setiap pengenceran terhadap sejumlah hewan yang sensitif, perbandingan/fraksi

hewan yang mati dan hidup pada setiap pengenceran dibuat dalam bentuk

tabulasi dan hasil pengenceran dihitung 50 % dari seluruh hewan mati (end

poin).

Page 13: Paper Mikrobiologi

14

B. METODE MOLEKULAR

1. Test Serologis dengan Antibodi Monoklonal

a. Antibodi flouresens

Test serologis dengan antibodi monoklonal adalah untuk melihat bekas serangga

patogen mikroorganisme (virus) selama kejadian dalam tempat tertentu melalui

mikroskop dengan cara :

1. Mengkonsentrasikan bekas polyhedra dari tempat serangan dalam yodium

pospat.

2. Menentukan jumlah berdasarkan tingkat pengenceran dua pase sistem.

3. Mengkonstrasikan perbedaan penggunakan sentrifugal.

4. Mengatur proses dalam antibodi zat warna bersamaan dengan

perawarnaan immunoglobulin G.

b. Antibodi monoklonal

Bila antigen tertentu dimasukkan ke dalam system imun hewan percobaan,

semua sel B yang mengenal banyak epitop pada antigen akan dirangsang dan

memproduksi antibodi. Darah yang diambil dari hewan, tersebut akan mengandung

antibodi yang multiple yang akan bereaksi dengan setiap epitop. Serum tersebut disebut

poliklonal oleh karena mengandung produk yang berasal dari banyak klon sel B.

Memurnikan antibodi yang diperlukan dari serum tersebut sangatlah sulit.

Klon adalah segolongan sel yang brasal dari satu sel dan karenaya identik

secara genetik. Antibodi monoklonal adalah antibodi yang diproduksi oleh sel-sel yang

berasal satu klon sel. Kloning dapat dilakukan dengan mengencerkan larutan sel

sedemikian rupa sehingga dalam biakan sel diperoleh sumur yang hanya mengandung

satu sel.

Protein mieloma adalah protein /imunoglobin yang dproduksi neoplasma sel

plasma. Tumor ini tumbuh tanpa kontrol dan immunoglobulin tersebut ditemukan

dalam jumlah besar pada pasien dengan mieloma. Bila sel B tunggal menjadi ganas,

semua antibodi adalah identik.

Page 14: Paper Mikrobiologi

15

Sel plasma yang diambil dari darah tidak akan tumbuh dalam biakan jaringan dan

akan mati dalam beberapa hari. Sebalkinya sel meioma akan tumbuh terus menerus

dalam biakan jaringan. Satu sel plasma dan satu sel meioma dapat difusikan menjedi

satu sel yang disebut hibridoma yang mempunyai sifat dari kedua sel asalnya dan akan

membentuk antibodi monoclonal. Dalam antibodi monoklonal semua molekulnya

adalah identik.

Antibodi monoklonal merupakan bahan standar yang dapat digunakan dalam

laboratorium untuk identifikasi berbagai jenis sel, typing darah dan menegakkkan

diagnosis berbagai penyakit. Kemajuan sekarang telah memungkinkan untuk

memproduksi antibody monoclonal manusia melalui rekayasa genetika dalam jumlah

yang besar untuk digunakan dalam terapi berbagai penyakit.

Antibodi monoklonal tikus untuk virus dan bakteri ikan

Selama tahun-tahun terakhir ini, telah banyak dikembangkan berbagai antibodi

monoklonal untuk jenis virus-virus ikan. Beberapa diantaranya, baik satu atau

kombinasi 2 atau 3 MAbs telah dikembangkan menjadi reagen-reagen biologis yang

dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok virus (IPN, VHS, IHN).

Jenis MAbs lainnya baik secara individual atau sebagai komponen-komponen panel

penyusun Ab, dapat digunakan untuk secara akurat menentukan jenis VHSV dan IHNV.

Antibodi-antibodi monoklonal-monoklonal ini dapat diperoleh dari laboratorium-

laboratorium referensi yang terdapat dalam Manual Diagnostic of Aquatic Animal

Diseases.

Produksi MAbs untuk bakteri juga telah diketahui, Antibodi ini merupakan hasil

dari pengembangan diagnostik kit komersial untuk Renibacterium salmoninarum, tetapi

kebanyakan masih terbatas untuk laboratorium-laboratorium khusus.

Secara teori, IgGs monoklonal dari tikus dapat diproses dan disimpan sebagai

IgGs polyclonal. Akan tetapi, reaktifitas MAbs tertentu dapat rusak oleh proses-proses

enzymatik atau radio-labelling, atau lyophilisation sehingga diperlukan pengujian

berbagai MAbs sesuai kondisi-kondisi penggunaannya.

c. Elisa

Page 15: Paper Mikrobiologi

16

Enzyme Linket Immuno Sporbent Assay (ELISA) adalah teknik dasar antibodi

dalam menentukan langsung sampel lingkungan. Keuntungan bersama dalam

pengumpulan data menggunakan teknik ELISA adalah sampel lingkungan langsung

dapat menggunakan peralatan yang sesuai ukuran (melewati ukuran yang kecil dapat

menghasilkan sesuai standar yang ditentukan) dan juga dapat memanipulasi dari sampel

utama yang tidak menguntungkan dari teknik kepekaan.

Deteksi antigen virus dengan Elisa

Deteksi virus pada jaringan hewan biasanya dilakukan dengan mengisolasi

agens penyebabnya dengan menggunakan hewan percobaan, telur berembrio dan atau

system biakan sel. “Cara klasik” ini masih penting dan sentral karena biasanya

diperlukan sebagai tambahan pengujian untuk menilai sifat biologis penting virus

seperti penentuan patotipe, untuk memastikan seberapa pentingnya isolat virus yang

didapat. Namun, system kultivasi mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat dipakai

untuk diagnosis cepat karena memerlukan waktu untuk menumbuhkan dan

mengidentifikasi virus, di samping mungkin juga adanya gangguan yang ditimbulkan

oleh kontaminasi jamur dan atau bakteri, atau virus perolehan.

Selain itu terdapat virus-virus yang tidak dapat dengan cepat ditumbuhkan seperti

beberapa virus enteric, dan virus demikian, harus menggunakan cara lain untuk

menunjukkannya. Konsekwensinya, banyak timbul minat untuk mengembangkan

teknik yang memungkinkan secara langsung menunjukkan adanya suatu virus atau

antigennya dalam suatu spesimen klinis yang tidak hanya untuk alas an praktis seperti

mengurangi waktu yang diperlukan untuk identifikasi, tetapi juga untuk penghematan

biaya. Terdapat minat besar untuk mengembangkan metode cepat yang tidak

bergantung kepada hewan untuk menguji sifat-sifat virus seperti patogenisitasnya. Cara

pengujian demikian akan mempercepat karakterisasi virus seperti virus Nescastle

disease yang penting bagi usaha pencegahannya nanti setelah informasi tentang

patogenitas suatu isolat diketahui.

Sejumlah prosedur yang berbeda-beda telah digunakan untuk uji langsung

specimen klinis termasuk penggunaan mikroskop electron, fiksasi komplemen,

imunofluoresensi, radioimunoasai RIA), enzim imonoasai (EIA) dan berbagai tipe

Page 16: Paper Mikrobiologi

17

penyidik (probe) asam nukleat. Sistem yang dipilih berlainan untuk satu penyakit ke

penyakit yang lain jika toh virusnya memang dapat dideteksi dengan teknik pengujian

langsung. Meskipun demikian, EIA terutama telah digunakan secara luas sebab cara ini

menggabungkan sensivitas, spesifisitas, kecepatan dan kenyamanan. Namun, beberapa

EIA membutuhkan modal awal yang cukup besar untuk peralatannya.

Asai enzim pada dasarnya terdiri atas dua hal : reaksi imunologi dan reaksi

berikutnya yang merupakan reaksi indicator enzimatik untuk menunjukkan ada tidaknya

interaksi antigen/antibody. Spesifisitas EIA berasal dari sifat inheren penggabungan

secara imunologi, terutama apabila digunakan antibodi monoklonal, sementara

sensitivitas tergantung kepada penguatan reaksi enzimatik. Pengembangan prosedur

yang memungkinkan produksi reaktan imun berkisaran luas dengan aktivitas

imunologis dan enzimatik telah merupakan kunci meningkatnya penggunaan EIA dalam

virology kedokteran hewan.

Secara praktis, asai enzimatik dapat dibagi atas dua golongan: EIA histokimiawi

dan EIA kuantitatif.

EIA HISTOKIMIAWI

Pada prinsipnya, EIA histokimiawi sama seperti pengecatan antibobi flouresen

dalam artian suatu jaringan yang difiksasi direaksikan secara langsung, atau tidak

langsung, dengan antibody tergandeng (conjugated) enzim untuk menghasilkan reaksi

yang dapat dideteksi. Peroksidase horse-radish merupakan enzim tergandeng yang

paling banyak digunakan sebagai pengujiannya disebut “pengecatan

imunoperoksidase”. Studi perbandingan menunjukkan bahwa pada umumnya EIA

histokimiawi lebih peka dibanding pengecatan antibodi fluoresen walaupun mungkin

kelebihan yang terpenting adalah bahwa reaksi indicator enzimatik dapat dilihat dengan

mata telanjang atau dengan mikroskop cahaya normal. Inilah kelebihannya yang utama

dibanding dengan system fluoresen mengingat mikroskop fluoresen sangat mahal dan

sering kali sulit perawatannya.

Keuntungan lain EIA histokimiawi ialah bahwa konjugat biasanya digunakan pada

pengencera yanglebih tinggi disbanding dengan konjugat fluoresen yang serupa,

sehingga pemakaiannya lebih ekonomis dan preparat yang telah dicat dapat disimpan

untuk ditelaah kembali kelak. EIA histokimiawi dengan demikian agak lebih fleksibel

Page 17: Paper Mikrobiologi

18

disbanding system fluoresen dengan membutuhkan peralatan khusus yang lebih sedikit.

EIA histokimiawi biasanya dapat digunakan dalam semua keadaan yang menggunakan

system fluoresen, meskipun kemungkinan adanya reaksi tidak spesifik dari aktivitas

peroksidase endogen harus juga dipertimbangkan. Masalah ini biasanya dapat diatasi

dengan menggunakan berbagai strategi pengeblokan yang tidak banyak mengurangi

spesifitas antigenik virus yang nyata.

EIA histokimiawi dapat dilakukan secara langsung, tidak langsung atau

menggunakan prosedur peroksidase-antiperoksidase. Tiap-tiap cara mempunyai

kelebihan dan kekurangan masing-masing. Cara langsung dipakai untuk diagnosis

cepat, tetapi kepekaannya lebih rendah dibanding cara tidak langsung. Metode tidak

langsung dapat digunakan untuk mendeteksi beberapa antigen virus yang berbeda

dengan hanya menggunakan satu konjugat enzim saja asalkan antibody virus berasal

dari satu spesies. Hal demikian menyebabkan lebih ekonomis dan memungkinkan

dilakukannya pembakuan prosedur. Metode peroksidase antiperoksidase sangat sensitif

namun membutuhkan langkah-langkah kerja yang lebih banyak sehingga tidak sering

digunakan untuk diagnosis. Sensivitas cara ini terjadi karena enzim tidak akan berubah

dengan adanya konjugasi kimiawi sehingga aktivitas murninya tetap terjaga.

EIA histokimiawi dapat digunakan untuk mendeteksi antigen virus dalam jaringan

hewan yang terinfeksi dan jaringan hewan yang terpengaruhi, dan untuk mendeteksi

virus dan antigen virus pada biakan sel yang terinfeksi. Sebagai contoh penggunaan

yang khas pada jaringan adalah untuk mendeteksi antigen virus rabies dalam jaringan

yang diawetkan dengan formalin atau aseton dalam jaringan yang disimpan dalam

formalin atau tertanam dalam paraffin selama bertahun-tahun (Palmer et al., 1985:

Fekadu et al., 1988). Hasil yang didapat dengan jaringan saraf bercat peroksidase

serupa dengan hasil yang diperoleh dengan cara fluoresen. Namun system peroksidase

telah mendeteksi virus pada bagian jaringan yang bukan merupakan jaringan saraf

ketika uji fluoresen menunjukkan hasil negatif.

EIA KUANTITATIF

Pembacaan reaksi enzimatik dengan mata telanjang pada EIA histokimiawi

mungkin sudah cukup memadai untuk tujuan tertentu, tetapi apabila tujuan pengujian

Page 18: Paper Mikrobiologi

19

menginginkan untuk mendapatkan nilai yang akurat, harus digunakan cara lain sehingga

hasilnya dapat terukur ( menggunakan spektrofotometer atau fluorometer). Jenis asai

demikian disebut pengujian kuantitatif dan dilakukan dengan elisa biasa., meskipun

penentuan kuantitatif demikian tidaklah selalu merupakan bagian pengujian. Banyak

sekali dijumpai pustaka yang membicarakan teknik asai ini dengan sejumlah perbedaan

dalam hal metodologi, konfigurasi fase padat, sistem pengeblokan, komponen enzim

dan substrat yang digunakan.

Titik tolak yang berfaedah dalam membicarakan ELISA, atau system baru lainnya

adalah meninjau apa keuntungan yang diperoleh bilanmenggunakan system tersebut

atau menggunakan suatu uji terteentu. Hal ini penting terutama dalam uji diagnosis

yang setiap uji atau system baru ini penting terutama dalam uji diagnosis yang setiap uji

atau system baru harus dibandingkan dengan seluruh uji yang ada untuk memastikan

keuntungan relative sehingga hasil pengujiannya dapat dipahami. Sebagaicontoh,

Edwars et al. (1983) mendapatkan bahwa ELISA untuk mendapatkan virus IBR pada

sekresi hidung jauh kurang peka disbanding isolasi virus dalam biakan berlapis tunggal

sekunder sel ginjal pedet. Meskipun demikian, system deteksi ELISA masih

bermanfaat walaupun kurang sensitif dibanding isolasi virus. ELISA gagal mendeteksi

beberapa specimen terinfeksi, bila digunakan sebagai uji skrining pendahuluan. Namun

cara ini spesifik dan dapat digunakan sebagai penguji contoh untuk menentukan contoh

yang tidak perlu diuji dengan menggunakan sel. Berikutnya, Edwars et al (1987)

memaparkan suatu ELISA yang 50 kali lebih sensitif karena penguatan reaksi

enzimatik. Meskipun demikian, uji ini masih tidak sesensitif isolasi.

Sisi lain yang penting mengenai hasil yang akan dicapai oleh ELISA ialah

saat pengambilan specimen selama penyakit berlansung karena hal ini akan

mempengaruhi kuantitas virus yang terdapat dalam sampel. Kami telah

membandingkan jumlah kasus positif yang diperoleh dengan ELISA dan uji CF pada

specimen yang kumpulkan dan secara empiris digolongkan atas baru atau lama berdasar

pada pengamatan klinis terhadap luka FMD. Uji CF mendeteksi adanya virus di 55 %

sampel yang berasal dari hewan yang terserang FMD dengan luka yang akut (baru),

tetapi hanya 9 % hewan FMD dengan luka yang akan sembuh (lama). Elisa mampu

Page 19: Paper Mikrobiologi

20

mendeteksi 86 % virus dalam luka baru dan 91 % virus dalam luka lama hewan-hewan

yang terkena FMD, sehingga sensifitas ELISA lebih tinggi dlam mendeteksi virus.

Namun, konfirmasi dengan isolasi virus FMD menunjukkan bahwa sampel-sampel

jaringan yang diambil dari luka lama hasilnya rendah; Hal ini menunjukkan bahwa

untuk tujuan diagnosis contoh yang lebih disukai adalah dari hewan yang keadaan

penyakitnya akut. Karenanya jika dapat ditaksir kandungan virus dalam sampel maka

hal ini akan berguna dalam memutuskan jumlah pengujian yang harus digunakan, dan

dalam menafsirkan hasilnya.

Pemakaian khasanah antibodi monoklonal yang ditujukan untuk berbagai

epitope virus dengan cara yang serupa dengan penentuan profil galur menggunakan

penggunaan antibodi poliklonal , dapat menghasilkan apa yang disebut “analisis sidik

jari” virus itu sehingga mempunyai potensi yang penting dalam penelitian

epizootiologis. Karenanya, telah berhasil dikenali galur virus rabies yang dapat

beradaptasi pada spesies hewan tertentu, seperti rabies raccoon, virus bluetongue

Australia galur virus Newscastle disiese yang beradaptasi pada burung dara : telah

dapat dengan cepat membedakan kolera babi dan virus BVD serta menganalisis

perubahan pada lentivirus selama infeksi, misalnya arthritis ensefalitis kambing.

Beberapa prosedur tersebut sekarang telah demikian mantap sehingga dapat diikutkan

dalam prosedur deteksi virus seperti penentuan seriotipe virus FMD, diferensiasi kolera

babi dan virs BVD, atau dapat ditambahkan segera setelah identifiksi identifikasi awal

seperti menentukan profil virus dengan antiserum poliklonal pembeda galur virus FMD.

Dengan demikian EIA kuantitatif merupakan tambahan yang bermanfaat dan

berkemampuan tinggi kepada teknik-teknik yang sudah tersedia bagi ahli virology, dan

potensi terapannya bertambah lama bertambah luas dengan mudahnya diperoleh reagens

yang makin banyak dan tinggi kualitasnya bersama-sama dengan mtodologi dan produk

baru. Namun untuk keadaan tertentu teknik lain masih dapat diterapkan dan memadai,

serta tekni ini jangan disingkirkan hanya karena akan menggunakan imunoasai, seperti

uji HI untuk mengukur antibodi serum terhadap Newcastle disease. Kelebihan EIA

yang jelas ialah untuk identifikasi berbagai virus, dan dalam serodiagnosis,

mengharuskan ahli virology untuk memahami secara lengkap potensi asai untuk

Page 20: Paper Mikrobiologi

21

diagnosis dan pemantauan penyakit, manfaatnya dalam kaitannya dengan uji-uji lain

yang ada. Ini tidak berarti tidak saja menengok ke belakang tetapi juga melihat ke

depan, karena prosedur baru seperti amplikasi DNA dan RNA dengan menggunakan

reaksi polymerase berantai (PCR- Polymerase Chain Reaction) yang mampu

mendeteksi genotype virus dalam jumlah sangat sedikit sedang dikembangkan dan ini

berarti era baru dalam deteksi mikrobia hampir lahir.

2. Amplifikasi Gen Target dengan PCR

Aplikasi gen target dengan PCR dilakukan melalui seleksi primer, dalam

menentukan periparat primer dari rangkaian salah satu hasil penelitian adalah nucliat

acid yang merupan rangkaian dari areal DNA atau RNA dari permerhati virus.

Kumpulan-kumpulan tempat primer sangat terlalu spesipik dari satu individu gene

karena hanya ada satu kemungkinan, bentuknya unik pada satu organisme, bersifat

universal dan dapat memperluas kenyataan rangkaian silang taksonomi famili atau king

dum bersifat terbatas. Penjumlah tergantung pada penjelasan tambahan simbolik dan

bermacam-macam kumpulan primer bisa bersama lari dari sekumpulan ke arah selatan

primer. Sedangkan target rangkaian dari kumpulan ketiga sangat komplek dan bisa

lebih sedikit atau lebih sulit menjelaskannya karena struktur geometri berakhir pada

rangkaiannya.

PCR adalah reaksi memperbanyak DNA secara in vitro dengan memanfaatkan cara

replikasi DNA dengan bantuan enzim DNA polimerase dan perubahan sifat fisik DNA

terhadap suhu (Lisdiyanti, 1977). Muladno (2002) menyatakan bahwa PCR merupakan

suatu reaksi in vitro untuk mennggandakan jumlah molekul DNA target tersebut dengan

bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu thermocycler.

DNA murni virus dengan jumlah memadai dapat diperoleh dengan cara mengisolasi

DNA dari inang kemudian mengamplifikasinya. Erlich (1989) menyatakan bahwa PCR

adalah sebuah metode in vitro yang digunakan untuk mensintesa DNA tertentu secara

enzimatis dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita

yang berlawanan dan mengapit daerah target DNA.

Proses PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian siklus temperatur

yang berulang dan masing-masing siklus terdiri dari tiga tahapan. Tahapan yang

pertama adalah denaturasi cetakan DNA (DNA template) pada temperatur 94-96oC,

Page 21: Paper Mikrobiologi

22

yaitu pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal. Sesudah itu, dilakukan

penurunan temperatur pada tahap kedua sampai 45-60oC yang memungkinkan

terjadinya penempelan (annealing) atau hibridisasi antara oligonukleotida primer

dengan utas tunggal cetakan DNA. Primer merupakan oligonukelotida utas tunggal

yang sekuens-nya dirancang komplementer dengan ujung fragmen DNA yang ingin

disalin; primer menentukan awal dan akhir daerah yang hendak disalin. Tahap yang

terakhir adalah tahap ekstensi atau elogansi (elongation), yaitu pemanjangan primer

menjadi suatu utas DNA baru oleh enzim DNA polimerase. Temperatur pada tahap ini

bergantung pada jenis DNA polimerase yang digunakan. Pada akhirnya, satu siklus

PCR akan menggandakan jumlah molekul cetakan DNA atau DNA target, sebab setiap

utas baru yang disintetis akan berperan sebagai cetakan pada siklus selanjutnya.

Yuasa et al. (2003) menyatakan bahwa metode PCR umumnya digunakan untuk

mendeteksi virus. Dibandingkan dengan kultur sel, PCR dapat memperjelas hanya

bagian dari DNA/RNA virus, sehingga virus dapat dideteksi meskipun pada kondisi

yang tidak murni. Shariff et al. (2000) menyatakan bahwa PCR merupakan teknik

diagnosik molekuler terkini, yang memiliki sensitifitas yang mampu untuk

mengamplifikasi bahkan dari molekun tunggal DNA, juga sangat spesifik sesuai dengan

oligonukleotida primer yang dibutuhkan untuk proses amplifikasi. PCR juga cepat dan

hanya dalam hitungan menit jutaan copi segmen DNA tunggal diproduksi.

Optimalisasi parameter uji PCR diperoleh melalui sukuensing DNA target dari virus

yang dimurnikan dari hasil pengujian atau yang secara alami menyerang koi. Kondisi

amflifikasi yang terbaik pada fragmen spesifik 484 bp dengan pencampuran 2mM

MgCl2, 1 x buffer, 400 µM deoxynukleotida tripospat, 30 pmol primer, 1 U Taq

polymerase, template 70 sampai 100 mg DNA; kondisi siklus suhu awal 95oC selama 5

menit, siklus suhu 35 kali, denaturasi 94oC selama 1 menit, annealing 68oC selama 1

menit, elongase 72oC selama 30 detik, dan akhir siklus 72oC selama 7 menit. Primer

foward KHV9/5F : 5�- GACGACGCCGGAGACCTTGTG-3� dan primer riverse 5� -

CACAAGTTCAGTCTGTTCCTAAC-3� (Gilad et al 2002).

Pemanfaatan teknik-teknik molekuler untuk pengujian konfirmasi dan

diagnosis.

Page 22: Paper Mikrobiologi

23

Biologi molekular atau biologi molekul merupakan salah satu cabang biologi yang

merujuk kepada pengkajian mengenai kehidupan pada skala molekul. Ini termasuk

penyelidikan tentang interaksi molekul dalam benda hidup dan kesannya, terutama

tentang interaksi berbagai system dalam sel, termasuk interaksi DNA, RNA, dan sintesis

protein, dan bagaimana interaksi tersebut diatur. Bidang ini bertumpang tindih dengan

bidang (dan kimia) lainnya, terutama genetika dan biokimia.

Polymerase chain reaction (“Reaksi berantai polymerase”, PCR) merupakan

teknik yang sangat berguna dalam membuat salinan DNA. PCR memungkinkan

sejumlah kecil sekuens DNA tertentu disalin (jutaan kali) untuk diperbanyak (sehingga

dapat dianalisis), atau dimodifikasi secara tertentu. Sebagai contoh, PCR dapat

digunakan untuk menambahkan situs enzim restriksi, atau untuk memutasikan

(mengubah) basa tertentu pada DNA. PCR juga dapat digunaka untuk mendeteksi

keberadaan skuens DNA tertentu dalam sampel.

Teknik-teknik molekular termasuk DNA probe dan polymerase Chain reaction

(PCR) telah dikembangkan untuk mengidentifikasi berbagai pathogen pada hewan-

hewan akuatik. Akan tetapi sebagaimana pada beberapa teknik diagnosis lainnya,

keunggulan dalam hal sensifitasnya seringkali dibatasi oleh permasalahan teknik dalam

penginterpretasiannya. Metode-metode yang didasarkan pada pembuatan kultur atau

serologi relatif baik hasilnya, sedangkan PCR sangat tergantung pada kondisi

penggunaannya dan sangat mudah terkontaminasi oleh hasil-hasil PCR sebelumnya

sehingga menghasilkan hasil yang palsu. Oleh karena itu, dalam manual ini beberapa

teknik DNA probe dan PCR digunakan sebagai metode konfirmasi atau diagnosis,

sedangkan teknik lainnya yang sudah ada (misalnya isolasi virus) dikhususkan sebagai

metode pengujian standard. Penggunaan metode molekular ini harus dilakukan secara

hati-hati dan didukung dengan kontrol positif dan negatif yang memadai.

PCR memanfaatkan enzim DNA polymerase yang secara alami memang berperan

dalam perbanyakan DNA dalam proses replikasi. Namun demikian, tidak seperti pada

organisme hidup. Proses PCR hanya dapat menyalin fragmen pendek DNA, biasanya

sampai dengan 10 kb (kb = kilo base pairs = 1.000 pasang basa). Fragmen tersebut

dapat berupa suatu gen tunggal, atau hanya bagian dari suatu gen.

Page 23: Paper Mikrobiologi

24

Proses PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian siklus temperatur

yang berulang dan masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan. Tahapan yang

pertama adalah denaturasi cetakan DNA (DNA template) pada temperature 94 – 96 ºC,

pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal. Sesudah itu, dilakukan

penurunan temperatur pada tahap kedua sampai 45 – 60 ºC yang memungkinkan

terjadinya penempelan (annealing) atau hibridisasi antara oligonukleotida primer

dengan utas tunggal cetakan DNA. Primer merupakan oligonukleotida utas tunggal

yang sekuensnya dirancang komplementer dengan ujung fragmen DNA yang ingin

disalin; priner menentukan awal dan akhir daerah yang hendak disalin. Tahap yang

terakhir adalah tahap eksistensi atau elongasi (elongation), yaitu pemanjangna primer

menjadi suatu utas DNA baru oleh enzim DNA polymerase. Temperatur pada tahap ini

bergantung pada jenis DNA polymerase yang digunakan. Pada akhirnya, satu siklus

PCR akan menggandakan jumlah molekul cetakan DNA atau DNA target, sebab setiap

utas baru yang disintesis akan berperan sebagai cetakan pada siklus selanjutnya.

3. Pelacak Gen, Terlabel dengan Radioaktif maupun non radioaktif

Hibridisasi dot blot

Hibridisasi dot blot bersifat universal dan sebagai petunjuk yang pasti bahwa daerah

r RNAs adalah tempat bekas mengukur total rRNA untuk mendapatkan kembali dari

lingkungan sampel. Misalkan hibridisasi pada bagian yang melengkapi daerah

rangkaian dekat posisi 1400 dalam 16S rRNA dapat dilihat kembali hasil pengukuran

total 16S rRNA dalam persen nucliat acid ekstrak dari perubahan lingkungan. Nilai

untuk mendapatkan kembali dapat memperlihatkan kelimpahan lebih dari specipik 16S

rRNA, terget keleompok pecah atau persentase dari total 16S rRNA dapat kembali.

Metode biomolekuler dengan dot blot hybridization

Metode dot blot hybridization adalah salah satu cara yang mudah dilakukan

dengan system dua fase, umumnya diketahui adalah filter hybridization dalam bentuk

yang sederhana dan hybridization dot blot DNA atau RNA yang diekstraksi dari virus

ada sel yang terinfeksi dan telah didenaturasi lalu dispotted di atas nilon atau membrane

Page 24: Paper Mikrobiologi

25

intro sellular dan memberi instruksi pada untaian DNA atau RNA untuk merapat dengan

mengeluarkan serbuk.

Untaian tunggal DNA ataupun RNA yang dihibridization diperiksa dengan gen

target in situ asam nukleat pada membran, dan tidak dijilid selanjutnya diselidiki untuk

dicuci dan dibuang. Sinyal adalah adanya perpindahan gen dengan pemeriksaan ukuran

autoradiography dan penyelidikan radioaktif, atau formasi terhadap lapisan berwarna

enzim yang digunakan. Untaian RNA yang sensitif dan dan dapat berimprofisasi

memberikan reduksi yang positif ataupun negative dipulihkan dengan filter RNA

sebelum pemotongan.

Hibridisasi dot blot bersifat universal dan sebagai petunjuk yang pasti bahwa

daerah r RNAs adalah tempat bekas mengukur total rRNA untuk mendapatkan kembali

dari lingkungan sampel. Misalkan hibridisasi pada bagian yang melengkapi daerah

rangkaian dekat posisi 1400 dalam 16S rRNA dapat dilihat kembali hasil pengukuran

total 16S rRNA dalam persen nucliat acid ekstrak dari perubahan lingkungan. Nilai

untuk mendapatkan kembali dapat memperlihatkan kelimpahan lebih dari specipik 16S

rRNA, terget keleompok pecah atau persentase dari total 16S rRNA dapat kembali.

Metode biomolekuler in situ hybridization

Metode in situ hybridization telah digunakan secara luas oleh para ahli pathologi

untuk memeriksa pasien dengan infeksi parasit dengan infeksi persistent. Untuk

menunjukkan adanya genom viral yang terintegrasi maupun yang tidak terintegrasi.

Potongan beku pada kaca objek yang diperiksa yang digambarkan seperti pada dot blok

hybridisasi dengan lokasi intraseluler dan rangkaian virus dinyatakan dengan

autobiografi atau imunoperoksida sitokhemistry.

Biasanya dalam penularan dari demam virus dalam lingkungan sampel adalah

memeriksa suntikan pada sampel dalam budidaya dari salah satu manusia atau binatang

berupa sel pada periparat dalam laboratorium, sebagai lawan suntikan hidup binatang.

Metode dari penggunaan tanda peringatan pembentukan assay adalah untuk

mendapatkan bakteriophages dalam lingkungan sampel untuk memberikan suatu

Page 25: Paper Mikrobiologi

26

gambaran kejadian. Secara umum tindakan penularan bekas demam virus adalah

alternatif dari tipe penyebab kuman virus dan teknik assay adalah sebagai gambarannya.

Page 26: Paper Mikrobiologi

27

DAFTAR PUSTAKA

Burgess GW. 1995. Teknologi Elisa dalam Diagnosis Dan Penelitian. Gadjah Mada

University Press. David O. Frank J Fenner. 1994. Medical virology. Academic Press.

Erlich, AE. 1998. Basic Methodology. Pages 1-6 in Erlich, AE (editor) PCR Technology. Principles and aplications for DNA amplification. USA. Stocton Press.

Gilad O, Yun S, Andre KB, Adkison MA, Zlotkin A, Bercoand vier H, Eldar A and Hendrick R. 2003. Initial Characteristic of Koi Herpesvirus and Development of Polymerase Chain Reaction assay to detect the virus ini Koi, Cyprinus carpio. Dis Aquat org. 48: 101 – 108.

Hedrick RP, Gilad O, Yun S, Spangerberg JV, Marty GD, Norddhausen RW, Kebus

MJ, Bercovier H and Eldar A. 2000. A herpesvirus associated with mass mortality of juvenile and adult koi, a stain of common carp. American Fisheries Society. Journa of Aquatic Animal Health 12 : 44-57.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press. Karnen G.B. 2006. Imunologi Dasar. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta. Lisdiyanti P. 1997. Polymerase Chain Reaction. Cara mudah memperbanyak DNA.

Warta Biotek Tahun XI No.3: 1-3. Muladno, 2002., Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor : Pustaka Wira Usaha

Muda. Shariff M. Soon, S. Lee, KL and LT Tan. 2000. Practical Problems With PCR

Detection in Asia The Importance of Standardization. In DNA-Based molecular diagnostic techniques : Research Needs for Standardization and Validation of the detection of aquatic animal pathogens and disease. Walker and subasinghe (edt). FAO Fisheries technical papers 396. http://www.fao.org/docrep/005/x4946e/x494eoo. Htm

Solihin,DD. 2006. Polymerase Chain Reaction (PCR). Bahan pelatihan teknik

diagnostik untuk peningkatan produksi peternakan dan perikanan di kawasan Timur Indonesia. 10-23 September 2006. Pusat Studi Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB.

Sunarto A, Rukyani A and Itami T. 2005. Indonesia experience on the outbreak of koi

herpesvirus in koi and carp (Cyprinus carpio). Bulletin of fisheries Research Agency. Yokohama-Japan. 86 : 15-21

Page 27: Paper Mikrobiologi

28

Tauhid, Sunarto A, Koeshani I, Supriyadi H dan Gardenia L. 2004. Strategi

pengendalian penyakit koi herpes virus (KHV) pada ikan mas dan koi. Makalah workshop pengendalian penyakit koi herpes virus (KHV) pada budidaya ikan air tawar,Bogor.

Yuasa K, Panigoro N, Bahnan M dan Kholidin EB. 2003. Panduan Diagnosa Penyakit

Ikan Jambi. Budidaya Air Tawar (BBAT). Jambi.