paper mata.docx

of 29 /29
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN NAMA : INGE SANDRIE PHUTRI NIM : 100100158 PAPER BLEPHAROPHIMOSIS DISUSUN OLEH: INGE SANDRIE PHUTRI 100100158 Pembimbing: Dr. Aryani A. Amra, Sp.M, M.Ked (Oph) PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Embed Size (px)

description

mata

Transcript of paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDANNAMA : INGE SANDRIE PHUTRI NIM : 100100158

PAPERBLEPHAROPHIMOSIS

DISUSUN OLEH:INGE SANDRIE PHUTRI100100158

Pembimbing:Dr. Aryani A. Amra, Sp.M, M.Ked (Oph)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SUMATERA UTARARSUP H. ADAM MALIKMEDANPAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDANNAMA : INGE SANDRIE PHUTRI NIM : 100100158

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDANNNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

2015

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul Blepharophimosis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pembimbing, dr. Aryani A. Amra, M.ked (Oph), Sp.M, atas bimbingannya.Adapun tujuan pembuatan paper ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior pada Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan paper ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis.Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan paper ini baik dari segi isi maupun sistematika penulisan karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan paper ini. Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, September 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR2BAB 14PENDAHULUAN41.1Latar Belakang41.2.Tujuan Penulisan5BAB 26TINJAUAN PUSTAKA62.3 Epidemiologi92.4 Etiologi92.5 Diagnosa102.6 Diagnosis Banding3132.7 Terapi15BAB 317KESIMPULAN17DAFTAR PUSTAKA18

BAB 1PENDAHULUAN

1.1Latar BelakangKelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.1,2,3Blepharophimosis Syndrome atau dikenal juga dengan nama lain Blepharophimosis-Ptosis-Epicanthus Inversus Syndrome, merupakan kelainan autosomal dominan yang jarang terjadi. Sindroma ini merupakan penyakit congenital dimana terjadi malformasi kelopak mata terkait dengan kegagalan ovarium prematur (tipe I) dan tanpa kegagalan ovarium prematur (tipe II) dikarenakan mutasi gen FOXL2 pada kromosom 3.4 Dari 101 pasien yang didiagnosa dengan Blepharophimosis Syndrome, 44 adalah perempuan dan 57 adalah laki-laki. 27 kasus ditemukan pada usia 18 bulan dan 25 kasus sebelum usia 5 tahun. 34 pasien memiliki ptosis bilateral yang parah dengan lubang palpebra kurang dari 4 mm. Lebih dari setengah pasien (19 kasus) memiliki amblyopia bilateral, dari 19 kasus 10 pasien juga menderita strabismus, diantara 10 pasien tersebut 5 pasien dengan telechantus lebih dari 35 mm.5 Gejala khas dari Blepharophimosis Syndrome adalah blepharophimosis, ptosis, epicanthus inversus dan telechantus. Manifestasi mata lainnya yang dikaitkan dengan Blepharophimosis Syndrome termasuk anomali duktus lakrimalis, amblyopia, strabismus dan kesalahan refraksi. Blepharophimosis Syndrome type I mencakup empat gejala utama diatas dan kegagalan ovarium prematur sedangkan Blepharophimosis Syndrome type II hanya mencakup empat gejala utama tersebut.6 Pilihan terapi pada penyakit ini adalah operasi canthoplasty untuk koreksi blepharophimosis, ptosis, epicanthus inversus dan telechantus. Kegagalan ovarium prematur dapat diobati dengan terapi penggantian hormon.6

1.2.Tujuan PenulisanTujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui anatomi dan fisiologi kelopak mata, mengetahui manifestasi Blepharophimosis Syndrome mulai dari definisi, etiologi, diagnosa, manifestasi klinis, dan penatalaksanaanya. Selain itu, tujuan penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelopak MataKelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.1,2Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedang dibagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.1,2

Gambar 2.1: Anatomi Kelopak Mata3

Pada kelopak terdapat bagian-bagian, yaitu:1,2,3 Struktur:Setiap kelopak mata terdiri (dari anterior ke posterior) dari lapisan berikut:1. Kulit. Bagian ini elastis dan merupakan lapisan yang paling tipis.2. Jaringan subkutan areolar. Lapisan ini sangat longgar dan tidak mengandung lemak.3. Lapisan otot lurik. M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. Orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N. Fasial. M. Levator palpebra, yang berorigo pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. Orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. Levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh N.III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata. 4. Jaringan submuskular areolar. Lapisan ini merupakan jaringan ikat longgar. Pada lapisan ini juga terdapat saraf dan pembuluh darah.5. Lapisan fibrous. Terdiri atas dua bagian yaitu: tarsus dan septum orbita.6. Lapisan serat otot non-lurik. 7. Konjungtiva. Bagian yang melapisi kelopak disebut konjuntiva palpebra. Terdiri ats tiga bagian: marginal, tarsal dan orbital.

Gambar 2.2: Struktur Kelopak Mata3

Kelenjar:1. Kelenjar Meibom. Dikenal juga sebagai kelenjar Tarsal yang berada dalam stroma pada tarsal plate secara verikal. Kelenjar ini modifikasi dari kelenjar sebasea.2. Kelenjar Zeis. 3. Kelenjar Moll. Modifikasi dari kelenjar keringat yang terletak didekat folikel rambut.4. Kelenjar Lakrimal Aksesori Wolfring. Berada dekat perbatasan atas tarsal plate. Suplai darah:Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. Palpebra. Saraf:Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari rumus frontal N. V, sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.

Gambar 2.3: Kelenjar Kelopak Mata3

2.2 Definisi Blepharophimosis Syndrome Blepharophimosis Syndrome adalah kelainan autosomal dominan dimana terjadi malformasi kompleks pada kelopak mata yang ditandai dengan empat fitur utama: blepharophimosis, ptosis, epicanthus inversus, dan telecanthus. Blepharophimosis Syndrome tipe I meliputi empat fitur utama dan kegagalan ovarium prematur, Blepharophimosis Syndrome tipe II hanya mencakup empat fitur utama. Sindroma ini dikarenakan terjadinya mutas gen FOXL2 pada kromosom 3. Manifestasi mata lainnya yang terkait dengan Blepharophimosis Syndrome termasuk anomaly saluran lakrimalis, amblyopia, strabismus, dan kesalahan refraksi.4,6,8,9 Pada sindroma ini fisura palpebra memendek secara vertikal dan horizontal dengan fungsi levator yang berkurang dan kelopak mata tidak dapat menutup sempurna. Pada keadaan normal panjang palpebra adalah 25-30 mm, sementara pada sindroma ini akan memendek menjadi 18-22 mm. 7Blepharophimosis Syndrome pertama kali dilaporkan pada tahun 1841 oleh von Ammon, sindrom ini terkait mutasi dominan pada gen FOXL2 kromosom 3q23. Gen tersebut diekspresikan dalam pengembangan kelopak mata dan ovarium.10

2.3 EpidemiologiSindroma ini lebih jarang terjadi. Tidak ada perbedaan dalam prevalensi berdasarkan jenis kelamin, ras atau etnis yang dilaporkan. Dari 101 pasien yang didiagnosa dengan Blepharophimosis Syndrome, 44 adalah perempuan dan 57 adalah laki-laki. 27 kasus ditemukan pada usia 18 bulan dan 25 kasus sebelum usia 5 tahun. 34 pasien memiliki ptosis bilateral yang parah dengan lubang palpebra kurang dari 4 mm. Lebih dari setengah pasien (19 kasus) memiliki amblyopia bilateral, dari 19 kasus 10 pasien juga menderita strabismus, diantara 10 pasien tersebut 5 pasien dengan telechantus lebih dari 35 mm.5,6Sementara dalam penelitian oleh Chawla (2013) ditemukan rata-rata pasien kasus ini berumur antara 4 sampai 8 tahun. Hasil ini dinyatakan tidak jauh berbeda dari beberapa penelitian lainnya yang juga melaporkan bahwa kasus ini dijumpai pada anak-anak berumur di bawah 8 tahun. Untuk jenis kelamin dilaporkan 52% adalah perempuan dan 48% laki-laki. Selain itu riwayat kejadian pada keluarga juga ditemui.7

2.4 EtiologiSindroma blefarofimosis merupakan penyakit autosomal dominan yang dikaitkan dengan mutasi dominan yang diwariskan dalam gen FOXL2 pada kromosom 3q23. Gen ini diekspresikan terutama dalam perkembangan kelopak mata dan ovarium. Hampir 75% pasien dengan sindroma blefarofimosis mempunyai hubungan dimana terdapat mutasi dari gen FOXL2; sisanya, yaitu 25% mewakili mutasi baru atau ekspresi ringan dari generasi sebelumnya.6Suatu studi menyebutkan adanya penyusunan kembali sitogenetik dari kromosom 3q23 dimana terjadi ketidakseimbangan translokasi dan delesi interstisial yang sering disertai adanya manifestasi klinis tambahan seperti mikrosefali, ketidakmampuan intelektual, dan keterlambatan pertumbuhan. Namun, bila terjadi keseimbangan translokasi 3q23, maka akan menghasilkan sindroma blefarofimosis tanpa manifestasi klinis tambahan.6Pada penelitian oleh De Baere, 70% dari pasien sindroma ini ditemukan adanya mutasi intragenik yang ditransmisikan secara autosomal dominan. Pada suatu penelitian kasus BPES sporadik dan familial oleh Beysen tahun 2005 ditemukan adanya 5 mikrodelesi diluar dari daerah coding FOXL2.9Zlotogora et al membagi sindroma ini menjadi dua tipe, pada tipe I ditransmisikan oleh laki-laki dan wanita yang infertil, sedangkan pada tipe II ditransmisikan oleh kedua jenis kelamin. 12Sebuah studi terhadap sepuluh individu dengan mutasi gen FOXL2 dengan hasil yang menunjukkan adanya perubahan lateral dari pungtum inferior yang mengakibatkan perubahan struktur temporal dari kelopak mata bagian bawah. Hal ini merupakan suatu tanda penting dalam mendiagnosis sindroma blefarofimosis.16

2.5 DiagnosaDiagnosis Blepharophimosis Syndrome didasarkan terutama pada empat temuan klinis berikut:1. Blepharophimosis. Penyempitan pada fissura palpebra horizontal tanpa perubahan patologik pada kelopak mata. Ukuran fissura palpebra normalnya 28-30 mm, pada individu dengan Blepharophimosis Syndrome umumnya ukuran 20-22 mm.6,12,13

Gambar 2.4: Blepharophimosis14

2. Ptosis.Blefaroptosis atau yang lebih sering disebut ptosis adalah posisi satu atau kedua palpebra superior yang dianggap terlalu rendah. Ptosis bisa kongenital atau didapat dan bisa herediter. Pada individu dengan Blepharophimosis Syndrome, ptosis merupakan sekunder untuk displasia dari muskulus levator palpebra superior.15 Gambar 2.5: Ptosis153. Epicanthus inversusEpikantus ditandai dengan lipatan vertikal kulit diatas kantus medialis. Penyebab epikantus adalah pemendekan vertikal kulit diantara kantus dan hidung. Pada epichantus inversus, lipatan kulitnya menyatu dengan palpebra inferior.4,12 Gambar 2.6: Epichantus inversus1

4. TelechantusJarak normal antara kantus-medialis kedua mata- jarak interkantus sama dengan panjang fissura palpebra. Pada telechantus terjadi pelebaran jarak antara kantus-medialis yang dikarenakan panjang tendon kantus-medialus yang abnormal.1,4,6,12

Gambar 2.7: Telechantus4

Oleh Zlotogoro et al, Blepharophimosis Syndrome dikelompokkan menjadi dua tipe: Tipe I : terdiri dari empat manifestasi utama yaitu blefarofimosis, ptosis, epikantus inversus dan telekantus dan disertai adanya infertilitas pada perempuan yang disebabkan oleh kegagalan ovarium prematur. Tipe II: hanya terdiri dari dari empat manifestasi utama yaitu blefarofimosis, ptosis, epikantus inversus dan telekantus. Tipe ini ditandai oleh adanya penetrasi dan transmisi yang tidak sempurna oleh laki-laki dan perempuan.

Selain dari temuan klinis dapat juga dilakukan pemeriksaan tambahan yaitu cytogenetic testing dan molecular genetic testing. Individu dengan Blepharophimosis Syndrome memiliki penyusunan ulang sitogenetika, seperti penghapusan dan translokasi interstisial melibatkan kromosom 3q23. FOXL2 adalah satu-satunya gen yang saat ini diketahui terkait dengan Blepharophimosis Syndrome.6

2.6 Diagnosis Banding6Tabel 1. Diagnosis Banding Blepharophimosis SyndromeSyndromeInheritanceKarakteristik

Hereditary congenital ptosis 1ADPtosis

Hereditary congenital ptosis 2XLPtosis

Ohdo blepharophimosis syndromeADBlefarofimosisBlefaroptosisKetidakmampuan intelektualDefek jantung kongenitalHipoplasia gigi

Michels syndromeADBlefarofimosisBlefaroptosisEpikantus inversusDefek segmen anterior (kornea)Cleft lip/palateAbnormalitas tulang minor

Ptosis with external ophthalmoplegiaARPtosisOphthalmoplegiaMiosisDecreased accomodationStrabismusAmblyopia

Noonan SyndromeADPtosisShort statureHeart defectsBlood clooting deficiencies

Marden-Walker syndromeARPtosis Blepharophimosis Growth retardation Neurologic defects (intellectual disability, absent primitive reflexes)

Schwartz-Jampel syndromeARIntermittent ptosis Blepharophimosis Telecanthus Cataract Short stature Cartilage and skeletal anomalies Muscle hypertrophy

Dubowitz syndromeARPtosis Blepharophimosis Lateral telecanthus Short stature Intellectual disabilityImmunologic deficiencies

Smith-Lemli-Opitz syndromeARPtosis Epicanthus Cataract Growth and intellectual disabilitySevere genitourinary, cardiac, and gastrointestinal anomalies

Catatan:AD: Autosomal dominanAR: Autosomal resesifXL: X-linked

2.7 TerapiPenatalaksanaan sindroma blefarofimosis memerlukan koordinasi beberapa ahli, termasuk ahli genetika klinis, dokter spesialis mata anak, dokter bedah okuloplastik, ahli endokrin, dan gyneecologist. Kesulitan visual yang berhubungan dengan ptosis dan blepharophimosis memerlukan operasi awal. Pembedahan melibatkan canthoplasty medial untuk koreksi blepharophimosis, epicanthus inversus dan telechantus pada usia tiga sampai lima tahun, biasanya diikuti koreksi ptosis pada satu tahun kemudian. Namun bila ptosis parah, dimulai antara usia tiga sampai lima tahun, meskipun ptosis parah, bedah dianjurkan sebelum usia tiga tahun. Hal ini mempertimbangkan berbagai alasan diantaranya operasi awal untuk mencegah terjadinya ambliopia dan operasi yang terlambat untuk memungkinkan pengukuran ptosis lebih dapat diandalkan.17Untuk mengkoreksi epikantus inversus dan ptosis dapat dilakukan tindakan operasi satu tahap atau pun bertahap. Suatu studi memaparkan bahwa tindakan satu tahap ini berguna untuk memperbaiki fungsi dan juga kosmetik. Dalam waktu pemulihan dan juga biaya, tindakan satu tahap ini lebih efisien dibandingkan tindakan bertahap.18Pertama, telekantus dan epikantus dikoreksi dengan double Z-plasty dari Mustarde, Y-V-plasty multiple, atau prosedur dari Roveda. Kadang-kadang dikombinasi dengan wiring transnasal pada tendon kantus medial. Jaringan ikat subkutan yang berjalan di bawah lipatan epikantus juga diambil. Hal ini akan membuat terbentuknya flap yang datar.18

Gambar 2.718Setelah 3-4 bulan, dilakukan suspensi frontal bilateral untuk mengkoreksi ptosisnya. Sebagai tambahan dapat dilakukan tindakan rekonstruksi lainnya bila terdapat ektropion dan hipoplasia orbital rim superior.18Bila terdapat hipertolerisme (yaitu jarak tulang orbit yang panjang, ditandai dengan jarak antar pupil yang lebar dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografi) dilakukan tindakan operatif tulang orbita sebelum dilakukan rekonstruksi.19,20Kegagalan ovarium prematur dapat diobati dengan terpai penggantian hormon, dengan teknologi reproduksi seperti donasi embrio dan donasi telur.

BAB 3KESIMPULAN

Blepharophimosis Syndrome adalah kelainan autosomal dominan dimana terjadi malformasi kompleks pada kelopak mata yang ditandai dengan empat fitur utama: blepharophimosis, ptosis, epicanthus inversus, dan telecanthus.Blepharophimosis Syndrome pertama kali dilaporkan pada tahun 1841 oleh von Ammon, sindrom ini terkait mutasi dominan pada gen FOXL2 kromosom 3q23. Gen tersebut diekspresikan dalam pengembangan kelopak mata dan ovarium.Gejala khas dari Blepharophimosis Syndrome adalah blepharophimosis, ptosis, epicanthus inversus dan telechantus. Manifestasi mata lainnya yang dikaitkan dengan Blepharophimosis Syndrome termasuk anomali duktus lakrimalis, amblyopia, strabismus dan kesalahan refraksi. Blepharophimosis Syndrome type I mencakup empat gejala utama diatas dan kegagalan ovarium prematur sedangkan Blepharophimosis Syndrome type II hanya mencakup empat gejala utama tersebut.Pilihan terapi pada penyakit ini adalah operasi canthoplasty untuk koreksi blepharophimosis, ptosis, epicanthus inversus dan telechantus. Kegagalan ovarium prematur dapat diobati dengan terapi penggantian hormon.

DAFTAR PUSTAKA

1. Eva, Paul Riordan, Jhon Witcher. Palpebra, Appatus Lakrimalis dan Air Mata. In Vaughan And Asburys General Ophthalmology, Ed. 17th. Jakarta: EGC. 2007: 78.2. Ilyas S, Yulianti S. Anatomi Kelopak Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata, Ed. 4th. Jakarta: FKUI. 2011: 1-23. Khurana, A K. Disease of the Eyelids. In Comprehensive Ophthalmology, Ed. 4th. India: New Age International. 2003: 339-342.4. Kanski, Jack J. Special Syndromes. In Clinical Ophthalmology, A Systemic Approach, Ed. 6th. London: Elsevier. 2006: 60.5. Beaconsfield M, Walker J , Collin J. Visual Development in the Blepharophimosis Syndrome. British Journal of Ophthalmology. 1991: 746.6. Baere, E D. Blepharophimosis, Ptosis and Epicanthus Inversus. Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1441/ diakses tanggal 28 September 20157. Chawla B, et al. Clinical, Radiologic, and Genetic Features n Blepharophimosis, Ptosis, and Epicanthus Inversus Syndrome in the Indian Population. In Investigate Ophthamology & Visual Science Vol. 54. 2003: 2985-2991. [IOVS]8. Skuta, G L. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. In Basic and Clinical Science Course. Singapore: American Academy Of Ophthalmology. 2011: 178.9. Tsai, James C, et al. Ptosis: Congenital, Oxford American Handbook of Ophthalmology. 2011: 123 10. Nallathambi, J., et al. FOXL2 mutations in Indian Families with Blepharophimosis-Ptosis-Epicanthus Inversus Syndrome. In Journal of Genetics, Vol. 86, No.2. 2007: 165-168.11. Omolase, Charles O. Blepharophimosis Syndrome in Nigerian Male Child. In Case Report. 2010: 148150.12. Oley, Christine. Baraitser, Michael. Blepharophimosis, ptosis, epichantus inversus syndrome, Journal of Medical Genetics. 1988: 47-50 13. Lang, Gerhard K., et al. The Eyelids: Developmental Anomalies. In Ophthalmology, A Short Textbook. New York: Thieme Stuttgart. 2000: 21.14. Crick, R P., Khaw, P T. Eyelids. In A Textbook of Clinical Opthalmology, Ed. 3rd. 2003: 462.15. Suh, Donny E. Congenital Ptosis. From http://emedicine.medscape.com/article/1212815-overview, 08 March 201416. Yanoff M, Duker J. Blepharoptosis. In Ophthalmology, Ed 4th. 2014: 1272-1277.17. Yanoff M, Duker J. Orbit and Oculoplastics. In Ophthalmology, Ed 3rd. 2014: 1389.18. Jackson, T L. Congenital Eyelids Disease. In Moorfields Manual Of Ophtalmology. 2008: 48.19. Chaudhary, K P., Mahajan D. Single Stage Corrective Surgery, Without Median Canthal Repair for Blepharophimosis Syndrome in an Adult: A Case report. In International Journal of Scientific Study, Vol. 2, Issue 8. 2014.20. Chaundry, T A., Khalid, M U., Saleem, T., Ahmad, K. Blepharophimosis-Ptosis-Epichantus Inversus Syndrome in a Pakistani Pedigree. In Journal of The College of Physician and Surgeons Pakistan 20(4). 2010: 285-6.

19