Download - paper mata.docx

Transcript
Page 1: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : INGE SANDRIE PHUTRI NIM : 100100158

PAPER

BLEPHAROPHIMOSIS

DISUSUN OLEH:

INGE SANDRIE PHUTRI

100100158

Pembimbing:

Dr. Aryani A. Amra, Sp.M, M.Ked (Oph)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

2015

Page 2: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat, rahmat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan paper yang

berjudul “Blepharophimosis”. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada

pembimbing, dr. Aryani A. Amra, M.ked (Oph), Sp.M, atas bimbingannya.

Adapun tujuan pembuatan paper ini adalah untuk memenuhi tugas

kepaniteraan klinik senior pada Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan paper ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin berterima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan paper ini

baik dari segi isi maupun sistematika penulisan karena keterbatasan kemampuan

penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua

pihak untuk menyempurnakan paper ini. Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi

para pembaca.

Medan, September 2015

Penulis

2

Page 3: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ 2

BAB 1..................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN.................................................................................................................. 41.1 Latar Belakang.................................................................................................................. 41.2. Tujuan Penulisan............................................................................................................ 5

BAB 2..................................................................................................................................... 6

TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................... 62.3 Epidemiologi.......................................................................................................................... 92.4 Etiologi..................................................................................................................................... 92.5 Diagnosa............................................................................................................................... 102.6 Diagnosis Banding3........................................................................................................... 132.7 Terapi.................................................................................................................................... 15

BAB 3................................................................................................................................... 17

KESIMPULAN.................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 18

3

Page 4: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta

mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea.

Kelopak merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata

terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.1,2,3

Blepharophimosis Syndrome atau dikenal juga dengan nama lain

Blepharophimosis-Ptosis-Epicanthus Inversus Syndrome, merupakan kelainan

autosomal dominan yang jarang terjadi. Sindroma ini merupakan penyakit

congenital dimana terjadi malformasi kelopak mata terkait dengan kegagalan

ovarium prematur (tipe I) dan tanpa kegagalan ovarium prematur (tipe II)

dikarenakan mutasi gen FOXL2 pada kromosom 3.4

Dari 101 pasien yang didiagnosa dengan Blepharophimosis Syndrome, 44

adalah perempuan dan 57 adalah laki-laki. 27 kasus ditemukan pada usia 18 bulan

dan 25 kasus sebelum usia 5 tahun. 34 pasien memiliki ptosis bilateral yang parah

dengan lubang palpebra kurang dari 4 mm. Lebih dari setengah pasien (19 kasus)

memiliki amblyopia bilateral, dari 19 kasus 10 pasien juga menderita strabismus,

diantara 10 pasien tersebut 5 pasien dengan telechantus lebih dari 35 mm.5

Gejala khas dari Blepharophimosis Syndrome adalah blepharophimosis,

ptosis, epicanthus inversus dan telechantus. Manifestasi mata lainnya yang

dikaitkan dengan Blepharophimosis Syndrome termasuk anomali duktus

lakrimalis, amblyopia, strabismus dan kesalahan refraksi. Blepharophimosis

Syndrome type I mencakup empat gejala utama diatas dan kegagalan ovarium

4

Page 5: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

prematur sedangkan Blepharophimosis Syndrome type II hanya mencakup empat

gejala utama tersebut.6

Pilihan terapi pada penyakit ini adalah operasi canthoplasty untuk koreksi

blepharophimosis, ptosis, epicanthus inversus dan telechantus. Kegagalan

ovarium prematur dapat diobati dengan terapi penggantian hormon.6

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui anatomi dan fisiologi

kelopak mata, mengetahui manifestasi Blepharophimosis Syndrome mulai dari

definisi, etiologi, diagnosa, manifestasi klinis, dan penatalaksanaanya. Selain itu,

tujuan penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara /Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Malik Medan.

5

Page 6: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelopak Mata

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta

mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea.

Kelopak merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata

terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.1,2

Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedang

dibagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.1,2

Gambar 2.1: Anatomi Kelopak Mata3

6

Page 7: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

Pada kelopak terdapat bagian-bagian, yaitu:1,2,3

Struktur:

Setiap kelopak mata terdiri (dari anterior ke posterior) dari lapisan berikut:

1. Kulit. Bagian ini elastis dan merupakan lapisan yang paling tipis.

2. Jaringan subkutan areolar. Lapisan ini sangat longgar dan tidak

mengandung lemak.

3. Lapisan otot lurik. M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di

dalam kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak.

Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang

disebut sebagai M. Rioland. M. Orbikularis berfungsi menutup bola

mata yang dipersarafi N. Fasial. M. Levator palpebra, yang berorigo

pada anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan

sebagian menembus M. Orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian

tengah. Bagian kulit tempat insersi M. Levator palpebra terlihat

sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh N.III, yang

berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.

4. Jaringan submuskular areolar. Lapisan ini merupakan jaringan ikat

longgar. Pada lapisan ini juga terdapat saraf dan pembuluh darah.

5. Lapisan fibrous. Terdiri atas dua bagian yaitu: tarsus dan septum

orbita.

6. Lapisan serat otot non-lurik.

7. Konjungtiva. Bagian yang melapisi kelopak disebut konjuntiva

palpebra. Terdiri ats tiga bagian: marginal, tarsal dan orbital.

7

Page 8: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

Gambar 2.2: Struktur Kelopak Mata3

Kelenjar:

1. Kelenjar Meibom. Dikenal juga sebagai kelenjar Tarsal yang berada

dalam stroma pada tarsal plate secara verikal. Kelenjar ini modifikasi

dari kelenjar sebasea.

2. Kelenjar Zeis.

3. Kelenjar Moll. Modifikasi dari kelenjar keringat yang terletak didekat

folikel rambut.

4. Kelenjar Lakrimal Aksesori Wolfring. Berada dekat perbatasan atas

tarsal plate.

Suplai darah:

Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. Palpebra.

Saraf:

Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari rumus frontal N. V,

sedang kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.

8

Page 9: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

Gambar 2.3: Kelenjar Kelopak Mata3

2.2 Definisi Blepharophimosis Syndrome

Blepharophimosis Syndrome adalah kelainan autosomal dominan dimana

terjadi malformasi kompleks pada kelopak mata yang ditandai dengan empat fitur

utama: blepharophimosis, ptosis, epicanthus inversus, dan telecanthus.

Blepharophimosis Syndrome tipe I meliputi empat fitur utama dan kegagalan

ovarium prematur, Blepharophimosis Syndrome tipe II hanya mencakup empat

fitur utama. Sindroma ini dikarenakan terjadinya mutas gen FOXL2 pada

kromosom 3. Manifestasi mata lainnya yang terkait dengan Blepharophimosis

Syndrome termasuk anomaly saluran lakrimalis, amblyopia, strabismus, dan

kesalahan refraksi.4,6,8,9

Pada sindroma ini fisura palpebra memendek secara vertikal dan horizontal

dengan fungsi levator yang berkurang dan kelopak mata tidak dapat menutup

9

Page 10: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

sempurna. Pada keadaan normal panjang palpebra adalah 25-30 mm, sementara

pada sindroma ini akan memendek menjadi 18-22 mm. 7

Blepharophimosis Syndrome pertama kali dilaporkan pada tahun 1841 oleh

von Ammon, sindrom ini terkait mutasi dominan pada gen FOXL2 kromosom

3q23. Gen tersebut diekspresikan dalam pengembangan kelopak mata dan

ovarium.10

2.3 Epidemiologi

Sindroma ini lebih jarang terjadi. Tidak ada perbedaan dalam prevalensi

berdasarkan jenis kelamin, ras atau etnis yang dilaporkan. Dari 101 pasien yang

didiagnosa dengan Blepharophimosis Syndrome, 44 adalah perempuan dan 57

adalah laki-laki. 27 kasus ditemukan pada usia 18 bulan dan 25 kasus sebelum

usia 5 tahun. 34 pasien memiliki ptosis bilateral yang parah dengan lubang

palpebra kurang dari 4 mm. Lebih dari setengah pasien (19 kasus) memiliki

amblyopia bilateral, dari 19 kasus 10 pasien juga menderita strabismus, diantara

10 pasien tersebut 5 pasien dengan telechantus lebih dari 35 mm.5,6

Sementara dalam penelitian oleh Chawla (2013) ditemukan rata-rata

pasien kasus ini berumur antara 4 sampai 8 tahun. Hasil ini dinyatakan tidak jauh

berbeda dari beberapa penelitian lainnya yang juga melaporkan bahwa kasus ini

dijumpai pada anak-anak berumur di bawah 8 tahun. Untuk jenis kelamin

dilaporkan 52% adalah perempuan dan 48% laki-laki. Selain itu riwayat kejadian

pada keluarga juga ditemui.7

2.4 Etiologi

Sindroma blefarofimosis merupakan penyakit autosomal dominan yang

dikaitkan dengan mutasi dominan yang diwariskan dalam gen FOXL2 pada

kromosom 3q23. Gen ini diekspresikan terutama dalam perkembangan kelopak

mata dan ovarium. Hampir 75% pasien dengan sindroma blefarofimosis

mempunyai hubungan dimana terdapat mutasi dari gen FOXL2; sisanya, yaitu

25% mewakili mutasi baru atau ekspresi ringan dari generasi sebelumnya.6

10

Page 11: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

Suatu studi menyebutkan adanya penyusunan kembali sitogenetik dari

kromosom 3q23 dimana terjadi ketidakseimbangan translokasi dan delesi

interstisial yang sering disertai adanya manifestasi klinis tambahan seperti

mikrosefali, ketidakmampuan intelektual, dan keterlambatan pertumbuhan.

Namun, bila terjadi keseimbangan translokasi 3q23, maka akan menghasilkan

sindroma blefarofimosis tanpa manifestasi klinis tambahan.6

Pada penelitian oleh De Baere, 70% dari pasien sindroma ini ditemukan

adanya mutasi intragenik yang ditransmisikan secara autosomal dominan. Pada

suatu penelitian kasus BPES sporadik dan familial oleh Beysen tahun 2005

ditemukan adanya 5 mikrodelesi diluar dari daerah coding FOXL2.9

Zlotogora et al membagi sindroma ini menjadi dua tipe, pada tipe I

ditransmisikan oleh laki-laki dan wanita yang infertil, sedangkan pada tipe II

ditransmisikan oleh kedua jenis kelamin. 12

Sebuah studi terhadap sepuluh individu dengan mutasi gen FOXL2 dengan

hasil yang menunjukkan adanya perubahan lateral dari pungtum inferior yang

mengakibatkan perubahan struktur temporal dari kelopak mata bagian bawah. Hal

ini merupakan suatu tanda penting dalam mendiagnosis sindroma blefarofimosis.16

2.5 Diagnosa

Diagnosis Blepharophimosis Syndrome didasarkan terutama pada empat

temuan klinis berikut:

1. Blepharophimosis.

Penyempitan pada fissura palpebra horizontal tanpa perubahan

patologik pada kelopak mata. Ukuran fissura palpebra normalnya 28-

30 mm, pada individu dengan Blepharophimosis Syndrome umumnya

ukuran 20-22 mm.6,12,13

11

Page 12: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

Gambar 2.4: Blepharophimosis14

2. Ptosis.

Blefaroptosis atau yang lebih sering disebut “ptosis” adalah posisi satu

atau kedua palpebra superior yang dianggap terlalu rendah. Ptosis bisa

kongenital atau didapat dan bisa herediter. Pada individu dengan

Blepharophimosis Syndrome, ptosis merupakan sekunder untuk

displasia dari muskulus levator palpebra superior.15

Gambar 2.5: Ptosis15

3. Epicanthus inversus

Epikantus ditandai dengan lipatan vertikal kulit diatas kantus medialis.

Penyebab epikantus adalah pemendekan vertikal kulit diantara kantus

dan hidung. Pada epichantus inversus, lipatan kulitnya menyatu

dengan palpebra inferior.4,12

12

Page 13: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

Gambar 2.6: Epichantus inversus1

4. Telechantus

Jarak normal antara kantus-medialis kedua mata- jarak interkantus –

sama dengan panjang fissura palpebra. Pada telechantus terjadi

pelebaran jarak antara kantus-medialis yang dikarenakan panjang

tendon kantus-medialus yang abnormal.1,4,6,12

Gambar 2.7: Telechantus4

13

Page 14: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

Oleh Zlotogoro et al, Blepharophimosis Syndrome dikelompokkan

menjadi dua tipe:

- Tipe I : terdiri dari empat manifestasi utama yaitu blefarofimosis, ptosis,

epikantus inversus dan telekantus dan disertai adanya infertilitas pada

perempuan yang disebabkan oleh kegagalan ovarium prematur.

- Tipe II : hanya terdiri dari dari empat manifestasi utama yaitu

blefarofimosis, ptosis, epikantus inversus dan telekantus. Tipe ini ditandai

oleh adanya penetrasi dan transmisi yang tidak sempurna oleh laki-laki

dan perempuan.

Selain dari temuan klinis dapat juga dilakukan pemeriksaan tambahan

yaitu cytogenetic testing dan molecular genetic testing. Individu dengan

Blepharophimosis Syndrome memiliki penyusunan ulang sitogenetika, seperti

penghapusan dan translokasi interstisial melibatkan kromosom 3q23. FOXL2

adalah satu-satunya gen yang saat ini diketahui terkait dengan Blepharophimosis

Syndrome.6

2.6 Diagnosis Banding6

Tabel 1. Diagnosis Banding Blepharophimosis Syndrome

Syndrome Inheritance Karakteristik

Hereditary congenital

ptosis 1

AD Ptosis

Hereditary congenital

ptosis 2

XL Ptosis

Ohdo blepharophimosis

syndrome

AD Blefarofimosis

Blefaroptosis

Ketidakmampuan

intelektual

Defek jantung kongenital

14

Page 15: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

Hipoplasia gigi

Michels syndrome AD Blefarofimosis

Blefaroptosis

Epikantus inversus

Defek segmen anterior

(kornea)

Cleft lip/palate

Abnormalitas tulang minor

Ptosis with external

ophthalmoplegia

AR Ptosis

Ophthalmoplegia

Miosis

Decreased accomodation

Strabismus

Amblyopia

Noonan Syndrome AD Ptosis

Short stature

Heart defects

Blood clooting

deficiencies

Marden-Walker syndrome AR Ptosis

Blepharophimosis

Growth retardation

Neurologic defects

(intellectual disability,

absent primitive reflexes)

Schwartz-Jampel

syndrome

AR Intermittent ptosis

Blepharophimosis

Telecanthus

Cataract

Short stature

15

Page 16: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

Cartilage and skeletal

anomalies

Muscle hypertrophy

Dubowitz syndrome AR Ptosis

Blepharophimosis

Lateral telecanthus

Short stature

Intellectual disability

Immunologic deficiencies

Smith-Lemli-Opitz

syndrome

AR Ptosis

Epicanthus

Cataract

Growth and intellectual

disability

Severe genitourinary,

cardiac, and

gastrointestinal anomalies

Catatan:

AD : Autosomal dominan

AR : Autosomal resesif

XL : X-linked

2.7 Terapi

Penatalaksanaan sindroma blefarofimosis memerlukan koordinasi

beberapa ahli, termasuk ahli genetika klinis, dokter spesialis mata anak, dokter

bedah okuloplastik, ahli endokrin, dan gyneecologist. Kesulitan visual yang

berhubungan dengan ptosis dan blepharophimosis memerlukan operasi awal.

Pembedahan melibatkan canthoplasty medial untuk koreksi blepharophimosis,

epicanthus inversus dan telechantus pada usia tiga sampai lima tahun, biasanya

diikuti koreksi ptosis pada satu tahun kemudian. Namun bila ptosis parah, dimulai

16

Page 17: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

antara usia tiga sampai lima tahun, meskipun ptosis parah, bedah dianjurkan

sebelum usia tiga tahun. Hal ini mempertimbangkan berbagai alasan diantaranya

operasi awal untuk mencegah terjadinya ambliopia dan operasi yang terlambat

untuk memungkinkan pengukuran ptosis lebih dapat diandalkan.17

Untuk mengkoreksi epikantus inversus dan ptosis dapat dilakukan

tindakan operasi satu tahap atau pun bertahap. Suatu studi memaparkan bahwa

tindakan satu tahap ini berguna untuk memperbaiki fungsi dan juga kosmetik.

Dalam waktu pemulihan dan juga biaya, tindakan satu tahap ini lebih efisien

dibandingkan tindakan bertahap.18

Pertama, telekantus dan epikantus dikoreksi dengan double Z-plasty dari

Mustarde, Y-V-plasty multiple, atau prosedur dari Roveda. Kadang-kadang

dikombinasi dengan wiring transnasal pada tendon kantus medial. Jaringan ikat

subkutan yang berjalan di bawah lipatan epikantus juga diambil. Hal ini akan

membuat terbentuknya flap yang datar.18

Gambar 2.718

17

Page 18: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

Setelah 3-4 bulan, dilakukan suspensi frontal bilateral untuk mengkoreksi

ptosisnya. Sebagai tambahan dapat dilakukan tindakan rekonstruksi lainnya bila

terdapat ektropion dan hipoplasia orbital rim superior.18

Bila terdapat hipertolerisme (yaitu jarak tulang orbit yang panjang,

ditandai dengan jarak antar pupil yang lebar dan dikonfirmasi dengan

pemeriksaan radiografi) dilakukan tindakan operatif tulang orbita sebelum

dilakukan rekonstruksi.19,20

Kegagalan ovarium prematur dapat diobati dengan terpai penggantian

hormon, dengan teknologi reproduksi seperti donasi embrio dan donasi telur.

BAB 3

KESIMPULAN

Blepharophimosis Syndrome adalah kelainan autosomal dominan dimana

terjadi malformasi kompleks pada kelopak mata yang ditandai dengan empat fitur

utama: blepharophimosis, ptosis, epicanthus inversus, dan telecanthus.

Blepharophimosis Syndrome pertama kali dilaporkan pada tahun 1841

oleh von Ammon, sindrom ini terkait mutasi dominan pada gen FOXL2

kromosom 3q23. Gen tersebut diekspresikan dalam pengembangan kelopak mata

dan ovarium.

Gejala khas dari Blepharophimosis Syndrome adalah blepharophimosis,

ptosis, epicanthus inversus dan telechantus. Manifestasi mata lainnya yang

dikaitkan dengan Blepharophimosis Syndrome termasuk anomali duktus

lakrimalis, amblyopia, strabismus dan kesalahan refraksi. Blepharophimosis

Syndrome type I mencakup empat gejala utama diatas dan kegagalan ovarium

18

Page 19: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

prematur sedangkan Blepharophimosis Syndrome type II hanya mencakup empat

gejala utama tersebut.

Pilihan terapi pada penyakit ini adalah operasi canthoplasty untuk koreksi

blepharophimosis, ptosis, epicanthus inversus dan telechantus. Kegagalan

ovarium prematur dapat diobati dengan terapi penggantian hormon.

DAFTAR PUSTAKA

1. Eva, Paul Riordan, Jhon Witcher. Palpebra, Appatus Lakrimalis dan Air Mata.

In Vaughan And Asbury’s General Ophthalmology, Ed. 17th. Jakarta: EGC.

2007: 78.

2. Ilyas S, Yulianti S. Anatomi Kelopak Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata, Ed.

4th. Jakarta: FKUI. 2011: 1-2

3. Khurana, A K. Disease of the Eyelids. In Comprehensive Ophthalmology, Ed.

4th. India: New Age International. 2003: 339-342.

4. Kanski, Jack J. Special Syndromes. In Clinical Ophthalmology, A Systemic

Approach, Ed. 6th. London: Elsevier. 2006: 60.

19

Page 20: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

5. Beaconsfield M, Walker J , Collin J. Visual Development in the

Blepharophimosis Syndrome. British Journal of Ophthalmology. 1991: 746.

6. Baere, E D. Blepharophimosis, Ptosis and Epicanthus Inversus. Available at

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1441/ diakses tanggal 28 September

2015

7. Chawla B, et al. Clinical, Radiologic, and Genetic Features n

Blepharophimosis, Ptosis, and Epicanthus Inversus Syndrome in the Indian

Population. In Investigate Ophthamology & Visual Science Vol. 54. 2003:

2985-2991. [IOVS]

8. Skuta, G L. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. In Basic and Clinical

Science Course. Singapore: American Academy Of Ophthalmology. 2011:

178.

9. Tsai, James C, et al. Ptosis: Congenital, Oxford American Handbook of

Ophthalmology. 2011: 123

10. Nallathambi, J., et al. FOXL2 mutations in Indian Families with

Blepharophimosis-Ptosis-Epicanthus Inversus Syndrome. In Journal of

Genetics, Vol. 86, No.2. 2007: 165-168.

11. Omolase, Charles O. Blepharophimosis Syndrome in Nigerian Male Child. In

Case Report. 2010: 148–150.

12. Oley, Christine. Baraitser, Michael. Blepharophimosis, ptosis, epichantus

inversus syndrome, Journal of Medical Genetics. 1988: 47-50

13. Lang, Gerhard K., et al. The Eyelids: Developmental Anomalies. In

Ophthalmology, A Short Textbook. New York: Thieme Stuttgart. 2000: 21.

14. Crick, R P., Khaw, P T. Eyelids. In A Textbook of Clinical Opthalmology, Ed.

3rd. 2003: 462.

15. Suh, Donny E. Congenital Ptosis. From

http://emedicine.medscape.com/article/1212815-overview, 08 March 2014

16. Yanoff M, Duker J. Blepharoptosis. In Ophthalmology, Ed 4th. 2014: 1272-

1277.

17. Yanoff M, Duker J. Orbit and Oculoplastics. In Ophthalmology, Ed 3rd. 2014:

1389.

20

Page 21: paper mata.docx

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NNAMA : INGE SANDRIE PHUTRINNIM : 100100158

18. Jackson, T L. Congenital Eyelids Disease. In Moorfields Manual Of

Ophtalmology. 2008: 48.

19. Chaudhary, K P., Mahajan D. Single Stage Corrective Surgery, Without

Median Canthal Repair for Blepharophimosis Syndrome in an Adult: A Case

report. In International Journal of Scientific Study, Vol. 2, Issue 8. 2014.

20. Chaundry, T A., Khalid, M U., Saleem, T., Ahmad, K. Blepharophimosis-

Ptosis-Epichantus Inversus Syndrome in a Pakistani Pedigree. In Journal of

The College of Physician and Surgeons Pakistan 20(4). 2010: 285-6.

21