Paper KMS - Final

38
|| | Confidentia l [PPN] [KETENTUAN PENGENAAN PPN ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI] Kelompok IV 28/10/2010

Transcript of Paper KMS - Final

Page 1: Paper KMS - Final

|| | Confidential

[PPN] [KETENTUAN PENGENAAN PPN ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI]

Kelompok IV28/10/2010

Page 2: Paper KMS - Final

KELOMPOK IV :

ANDI KURNIAWAN (03)EKO SETIAWAN (08)

I NYOMAN RINGIN SAMKARA (13)MUHAMMAD SAIFUDDIN (21)

RIZKI KURNIAWAN SAPUTRA (27)

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 3: Paper KMS - Final

BAB IKETENTUAN PENGENAAN ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa sekarang ini nilai tanah dan bangunan sangatlah mahal. Dan semakin hari nilainya semakin tinggi. Meskipun demikian angka penjualan tanah dan bangunan tetap menanjak. Hal itu seiring dengan kebutuhan manusia akan tempat tinggal sangatlah mendesak. Maka dari itu, nilai PPN atas penyerahan ini memiliki kontribusi yang cukup tinggi terhadap penerimaan Negara.

Semenjak tahun 1994, UU PPN 1984 menambahkan bagian Ketentuan Khusus yang salah satunya berisi mengenai Pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri. Untuk itu dalam makalah ini kami akan berusaha menjelaskan Dasar Hukum, Karakteristik, dan juga pandangan/ pendapat kelompok kami terhadap ketentuan ini. Berikut ini akan dijelaskan tentang dasar hukum pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri beserta peraturan pelaksanaan dibawahnya.

1. Pasal 16C UU PPN 1984

“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.”

Penjelasan menurut undang-undang :“Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan pertimbangan untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.”

“Untuk melindungi masyarakat yang berpenghasilan rendah dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, maka diatur batasan kegiatan membangun sendiri dengan Keputusan Menteri Keuangan.”

Dari bunyi pasal dan penjelasan pasal undang-undang diatas cukup jelas kita tangkap bahwa, PPN dikenakan bukan hanya atas pembelian bangunan yang sudah jadi, tetapi juga atas kegiatan membangun sendiri bangunan, baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau oleh pihak lain.

“dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan” artinya tidak dilakukan oleh, Pemborong, Kontraktor atau Developer.

Kemudian apakah yang dimaksud dengan “mencegah terjadinya penghindaran pengenaan Pajak Pertambahan Nilai” yang terdapat dalam penjelasan pasal tersebut? Adalah usaha pemerintah untuk melindungi penerimaan Negara, dengan menutup celah (loop hole) dimana wajib pajak dapat memanfaatkan kelemahan undang-undang agar tidak membayar PPN.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 4: Paper KMS - Final

DeveloperDeveloper

Harga tanah 100 jtbhn bangunan 40 jttukang 20 jtLaba 40 jtHarga Jual 200 jtPPN 10% 20 jtTotal biaya 220 jt

Harga tanah 100 jtbhn bangunan 40 jttukang 20 jtLaba 40 jtHarga Jual 200 jtPPN 10% 20 jtTotal biaya 220 jt

Harga tanah 100 jtbhn bangunan 50 jttukang 30 jtfee 15% 12 jtbiaya 192 jtPPN 10% x 92 jt 9,2 jtTotal biaya 201,2 jt

Harga tanah 100 jtbhn bangunan 50 jttukang 30 jtfee 15% 12 jtbiaya 192 jtPPN 10% x 92 jt 9,2 jtTotal biaya 201,2 jt

Seperti yang kita ketahui bahwa, penyerahan bangunan jadi yang dilakukan oleh Developer dikenakan PPN sebesar 10% dari Harga Jual. Kemudian pembangunan dengan menggunakan jasa konstruksi juga dikenakan PPN sebesar 10% dari jumlah penggantian.

Namun ketika orang pribadi atau badan membangun sendiri bangunannya sebelum aturan ini diundangkan, maka atas kegiatan tersebut tidak dapat dikenakan PPN. Karena adanya perbedaan ini, wajib pajak cenderung memilih untuk membangun bangunannya sendiri, untuk menghindar membayar PPN. Atau dimungkinkan pula, wajib pajak membeli bangunan jadi, namun dilaporkan sebagai kegiatan membangun sendiri. Tentu pemerintah tidak menginginkan hal tersebut terjadi.

Contoh :Bapak joko seorang pegawai negeri, ingin memiliki sebuah rumah. Untuk itu ia mengumpulkan informasi untuk memiliki rumah. Dari pencariannya tersebut mendapatkan tiga buah opsi, yaitu :a) Membeli rumah dari developer (PKP)b) Membeli tanah kemudian menunjuk jasa pemborong (PKP) untuk mengerjakanc) Membeli tanah , membeli bahan bangunan, dan membayar tukang

Berikut adalah informasi yang dapat ia rangkum sebelum KMS dikenakan PPN.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Pemborong

Pemborong

Bangun sendiriBangun sendiri

Harga tanah 100 jtbhn bangunan 50 jttukang 40 jtbiaya 190 jtPPN 10% - jtTotal biaya 190 jt

Harga tanah 100 jtbhn bangunan 50 jttukang 40 jtbiaya 190 jtPPN 10% - jtTotal biaya 190 jt

Page 5: Paper KMS - Final

Dari ilustrasi diatas terlihat bahwa, meskipun biaya bahan bangunan dan biaya tukang dalam kegiatan membangun sendiri didapat lebih mahal dari yang lain, namun secara total biayanya paling kecil. Maka wajar bila bapak joko akan memilih opsi yang ketiga.

Jika kondisi ini dibiarkan, tentu akan semakin banyak wajib pajak yang akan memilih opsi yang ketiga. Dan tentu saja pemerintah akan kehilangan potensi penerimaan Negara. Untuk itulah pasal 16C ini diundangkan sejang tahun 1994.

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tanggal 22 Februari 2010,

Pasal 2Diatur mengenai batasan kegiatan membangun sendiri yang dikenakan PPN, yaitu :a. Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang

dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

Yang dimaksud tidak dalam kegiatan usaha dalam hal ini adalah orang pribadi atau badan selain Developer, Jasa Pemborong dan Konstruksi yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Nah kemudian timbul pertanyaan, bagaimana jika jasa pemborong, atau developer bukan merupakan PKP. Maka menurut kami, saat membangun bangunan meskipun nantinya akan dijual/diserahkan tetap merupakan kegiatan membangun sendiri yang PPN nya harus dia setor sendiri ke kas Negara.

b. Bangunan tersebut berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria: Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan

sejenis, dan/atau baja; diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan luas keseluruhan paling sedikit 300 m2 (tiga ratus meter persegi).

Diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha. Jadi seandainya orang pribadi atau badan tersebut membangun sebuah tempat ibadah maka dipastikan atas pembangunan tersebut tidak dikenakan PPN Kegiatan Membangun Sendiri.Luas keseluruhan paling sedikit 300 m2. Artinya Kegiatan Membangun sendiri tidak dikenakan apabila bangunan yang dibangun memiliki Luas bangunan kurang dari 300 m2. Aturan ini tetap memberikan perbedaan dimana untuk bangunan yang diserahkan oleh developer tidak memandang luas, tetap dikenakan PPN 10%

Pasal 3 ayat (1).Pajak Pertambahan Nilai terutang dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 6: Paper KMS - Final

Pasal 3 ayat (2).Dasa Pengenaan Pajak adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

Aturan ini ingin tetap mempertahankan karakteristik PPN sebagai Tarif tunggal. Adapun perbedaannya terdapat pada penentuan Dasar Pengenaan Pajak yang ditetapkan sebesar 40% dari jumlah biaya yang dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Karena PPN yang terutang dihitung dari dasar pengenaan pajak sebesar 40% dari jumlah seluruh pengeluaran, maka PPN (pajak masukan) yang telah dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri ini tidak dapat dikreditkan lagi karena dianggap sudah dikreditkan sebanding dengan 10% x 60% x jumlah seluruh pengeluaran. Penghitungan jumlah pajak yang harus disetor ke kas Negara sudah dapat dihitung sebesar 4% dari jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan.

Pasal 4 ayat (2)Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2(dua) tahun.

3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 27/PJ/2010, tanggal 2 Juni 2010

Secara umum isi Per Dirjen ini sama dengan PMK no 39/PMK.03/2010. Namun Per Dirjen ini dilengkapi dengan tata cara penghitungan, penyetoran, pengisian SSP, Pelaporan dan Tanggung Renteng dan ketentuan formal yang lainnya dengan lebih mendetail.

Pasal 3 ayat (1)Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 40% (empat puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya.

Pasal 3 ayat (2)Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri wajib disetor ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

Yang dimaksud dengan “Jumlah biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan” adalah seluruh pengeluaran, baik itu berupa bahan bangunan yang dibeli, di impor, sewa perlatan, yang telah dikenakan PPN maupun yang tidak, termasuk PPN yang telah dibayar, tidak termasuk nilai tanahnya setiap bulannya.

PPN ini harus disetor ke kas Negara paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya, setelah berakhirnya masa pajak.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 7: Paper KMS - Final

Pasal 4 Penyetoran PPN atas Kegiatan membangun sendiri dilakukan dengan mengisi SSP sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakanDalam hal bangunan didirikan di dalam wilayah kerja KPP dimana WP terdaftar, maka kolom NPWP diisi NPWP wajib pajak tersebut.Dalam hal bangunan didirikan tidak di dalam wilayah kerja KPP dimana WP terdaftar, maka kolom NPWP diisi dengan : angka 01 (nol satu) pada 2 (dua) digit pertama, untuk badan usaha; angka 04 (nol empat) pada 2 (dua) digit pertama, untuk orang pribadi; angka 0 (nol) pada 7 (tujuh) digit berikutnya; angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat

bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.

01 badan di isi angka 0 kode KPP angka 0 04 orang pribadi

Sedangkan dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan KMS belum memiliki NPWP maka kolom NPWP diisi sebagai berikut angka 01 (nol satu) pada 2 (dua) digit pertama, untuk badan usaha; angka 04 (nol empat) pada 2 (dua) digit pertama, untuk orang pribadi; angka 0 (nol) pada 7 (tujuh) digit berikutnya; angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat

bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 8: Paper KMS - Final

01 badan di isi angka 0 kode KPP angka 0 04 orang pribadi

Pasal 5Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran PPN atas kegiatan membangun sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

Bulan September Bulan Oktober bulan November

1 30-1 15 31-1 15 30

Masa KMS Masa KMS Masa KMS

setor lapor setor lapor SSP SSP lbr-3 SSP SSP lbr-3

Jika yang membangun sendiri adalah PKP dan membangun di wilayah kerja KPP yang sama dengan tempat ia dikukuhkan maka ia wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam SPT masa tahunan PPN nya dilampiri dengan SSP lembar ke-3

Bulan September Bulan Oktober bulan November

1 30-1 15 31-1 15 30

Masa KMS Masa KMS Masa KMS

setor lapor setor lapor SSP SPT masa SSP SPT Masa

SSP lbr-3 SSP lbr-3

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 9: Paper KMS - Final

Jika PKP tersebut terdaftar di KPP yang berbeda dengan KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan maka, PKP tersebut tetap harus melaporkan kegiatan membangun sendiri pada SPT Masa PPN nya disertai dengan SSP lembar ke 3. Begitu juga dengan PKP yang terdaftar di KPP madya atau di KPP WP besar atau di KPP Jakarta Khusus, mereka memiliki kewajinban yang sama untuk melaporkan Kegiatan membangun sendirinya pada SPT Masa PPN nya.

Pasal 6 Apabila Orang Pribadi / Badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak menyetor atau melapor pajak yang terutang, maka Kepala KPP dapat menerbitkan surat teguran, yang harus di selesaikan dalam waktu 14 hari sejak diterbitkan. Jika tidak, maka Kepala KPP dapat melakukan pemeriksaan untuk menetapkan pajak terutang dalam SKP.Apabila saat dilakukan pemeriksaan, Orag Pribadi atau badan tersebut belum memiliki NPWP maka Kepala KPP dapat menerbitkan NPWP secara jabatan. Dan apabila tempat tinggal atau tempat kedudukannya berbeda dengan tempat bangunan didirikan maka NPWP diterbitkan sebagai cabang sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 7Jika hasil dari kegiatan membangun sendiri ini digunakan oleh pihak lain, maka bukti setoran asli PPN membangun sendiri diserahkan kepada pihak lain tersebut. Jika pihak yang menggunakan bangunan hasil kegiatan membangun sendiri tersebut tidak dapat menunjukkan bukti setoran PPN kegiatan membangun sendiri, maka ia bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN terutang. Tata cara pembayaran dan pelaporan sesuai dengan ketentuan diatas.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 10: Paper KMS - Final

Contoh kasus beserta penyelesaian menurut Ketentuan Kegiatan Membangun Sendiri

Bapak Tono adalah seorang pengusaha kena pajak di Jakarta. Ia memiliki tanah di daerah Jurang Mangu Tangerang, yang akan dibangun tempat tinggal. Sebelum membangun ia menghubungi seorang arsitek untuk berkonsultasi dan membuat gambar rancang bangun tempat tinggalnya yang ia rencanakan berlantai dua dengan luas bangunan 400m2. Ia juga menunjuk sebuah toko bangunan mensuplai kebutuhan pembangunan dan pembayaran langsung dilakukan oleh ia sendiri. Recananya pembangunan tersebut akan menghabiskan jangka waktu 3 bulan dimulai pada awal bulan Juli. Dan berikut adalah pengeluaran setiap bulannya :

Bulan JuliNo Item Harga PPN1 Rancangan/jasa arsitek 15.000.000 1.500.0002 Jasa Pembersihan Lahan 10.000.000 1.000.0003 Pembelian bahan bangunan 60.000.000 4.500.0004 Ongkos tukang 45.000.000 -5 Penyewaan alat berat 20.000.000 2.000.000

Sub total 152.500.000 9.000.000Total Pengeluaran Bulan I + PPN 159.000.000

DPP Kegiatan Membangun sendiri ( 40% x 159.000.000) 63.600.000PPN Kegiaan Membangun Sendiri 6.360.000

PPN Kegiatan membangun sendiri tersebut harus segera disetor dengan menggunakan SSP, sebelum tanggal 15 Agustus 2010 , dengan mengisikan SSP seperti berikut:

NPWP diisi dengan : 04 000 000 0 411 000 04 : Kode Orang Pribadi411 : kode KPP tempat bangunan didirikan

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 11: Paper KMS - Final

0 4 0 0 0 0 0 0 0 4 1 1 0 0 0

TONOJALAN IKAN TERBANG NO 1, KEBAYORAN LAMA,JAKARTA SELATAN

JL IKAN MERAYAP, JURANG MANGU, TANGERANG

PPN KEGIATAN 4 1 1 2 1 1 1 0 3 MEMBANGUN SENDIRI

X 20 10

Rp. 6.360.000,- Enam Juta Tiga Ratus Enam Puluh Ribu Rupiah

Tangerang 10/08/2010

TONO

SSP lembar ketiga dilaporkan oleh Tono ke KPP Pratama Tangerang yang wilayah kerjanya termasuk wilayah tempat bangunan dikirimkan dengan menggunakan SSP lembar ke-3 paling lambat tanggal 31 Agustus 2010. Disamping itu, dilaporkan dalam SPT masa PPN Bapak Tono, dengan melampirkan fotokopi SSP lembar ke 3 dalam SPT Tersebut, dan melaporkannya ke KPP Kebayoran Lama tempat Bapak Tono Terdaftar, seperti contoh berikut :

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 12: Paper KMS - Final

Tono 04 1234567 014 000 Jalan Ikan Terbang no 1 Kebayoran lama 021- 6666 9999 7 7 2010 Pedagang besar komputer

63.600.0006.360.000

10/08/2010 123456789123

Bulan Agustusno Item Harga PPN1 Pembelian Bahan Bangunan 100.000.000 8.000.0002 Ongkos tukang 60.000.000 -3 Penyewaan alat berat 40.000.000 4.000.000

Sub Total 200.000.000 12.000.000Total Pengeluaran Bulan II + PPN 212.000.000

DPP Kegiatan Membangun sendiri ( 40% x 212.000.000) 84.800.000PPN Kegiaan Membangun Sendiri 8.480.000

PPN Kegiatan membangun sendiri tersebut harus segera disetor dengan menggunakan SSP, sebelum tanggal 15 September 2010 , dengan mengisikan SSP seperti contoh sebelumnya, dan melaporkan dalam SPT Masa Bulan Agustus paling lambat 30 September 2010 seperti contoh diatas.

Bulan Septemberno Item Harga PPN1 Pembelian Bahan Bangunan 80.000.000 6.000.0002 Ongkos tukang 40.000.000 -3 Penyewaan alat berat 10.000.000 1.000.000

Sub Total 130.000.000 7.000.000Total Pengeluaran Bulan III + PPN 137.000.000

Total biaya Pembangunan 508.000.000

Total Pengeluan Pembangunan ( 40% x 137.000.000) 137.000.000DPP Kegiatan Membangun sendiri 54.800.000PPN Kegiaan Membangun Sendiri 5.480.000

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 13: Paper KMS - Final

PPN Kegiatan membangun sendiri tersebut harus segera disetor dengan menggunakan SSP, sebelum tanggal 15 Oktober 2010 , dengan mengisikan SSP seperti contoh sebelumnya, dan melaporkan dalam SPT Masa Bulan September paling lambat 31 Oktober 2010 seperti contoh diatas.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 14: Paper KMS - Final

BAB IIKARAKTERISTIK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

TERKAIT KASUS PT. INDOTEXT

Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain, dimulai sejak 1 Januari 1995 dengan dikeluarkannya Undang-undang No 11 tahun 1994 yang merupakan bagian dari Tax Reform ke-2 yang mana dicantumkannya Pasal 16C yang merupakan dasar dari pemungutan PPN atas kegiatan membangun sendiri.

Seperti yang telah dipaparkan dalam makalah kami terdahulu mengenai konsep nilai tambah yang merupakan sasaran pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, di mana nilai tambah itu sendiri merupakan penjumlahan unsur-unsur biaya yang berasal dari penggunaan faktor-faktor produksi dan laba dalam rangka proses produksi atau distribusi barang dan atau jasa.

Untuk kasus PT Indotext, ilustrasi mengenai nilai tambah yang tecipta dalam kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain, adalah sebagai berikut :

Material bangunan seperti semen, bata, genteng dan lain-lain yang nilai awalnya tidak begitu tinggi dapat menjadi sebuah gudang textil yang bernilai tinggi karena telah diberikan nilai tambah berupa unsur-unsur biaya (labor dan factory overhead) yang digunakan dalam proses pembangunan gudang tektil tersebut.

Pada kasus PT Indotext, beberapa karakteristik Pajak Pertambahan Nilai yang terkait dengan kasus tersebut adalah :

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 15: Paper KMS - Final

Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri

Dalam karakteristik ini secara teoritis pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dimaksudkan untuk memajaki pengeluaran konsumsi (a tax on consumption expenditure), dimana Pajak Pertambahan Nilai itu sendiri merupakan suatu sistem pemajakan yang menjadi sarana untuk memajaki pengeluaran konsumsi. Hal ini merupakan konsep dasar Pajak Pertambahan Nilai.

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain pada hakikatnya merupakan pengeluaran konsumsi yang dapat dikenai pajak. Dalam kasus tersebut diatas dapat terlihat bahwa dalam membangun gudang tektilnya, PT Indotext melakukan pengeluaran konsumsi baik itu untu konsumsi BKP maupun konsumsi JKP. Sehingga pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain, dapat dikatakan selaras dengan karakteristik Pajak Pertambahan Nilai sebagai Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 16: Paper KMS - Final

Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung

Dalam penjelasan pasal 16C Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai disebutkan bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain adalah dengan pertimbangan salah satunya adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Secara teoritis, apabila terjadi upaya untuk menghindar dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh wajib pajak yang membangun suatu bangunan, seharusnya tugas Direktorat Jenderal Pajak untuk melacak lebih jauh pemborong yang mengerjakan pembangunan tersebut, hal ini sesuai dengan karakteristik Pajak Pertambahan Nilai yang merupakan Pajak Tidak Langsung dimana antara penanggung beban pajak, dalam hal ini adalah pemilik bangunan, dengan penanggung jawab pembayaran pajak, yaitu pemborong, berada di pihak yang berbeda, dimana pemboronglah yang seharusnya bertanggung jawab atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai.

Namun menurut peraturan pelaksanaan yang mengatur lebih lanjut mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 27/PJ/2010, menentukan bahwa pihak yang melakukan kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, dalam kasus ini adalah PT Indotext, menjadi penanggung beban dan merangkap sebagai penanggung jawab pembayaran pajaknya.

Dengan demikian, kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain, yang diatur dalam pasal 16C Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, dimana terhadap pemilik bangunan dijadikan penanggung beban dan merangkap sebagai penanggung jawab pembayaran pajaknya adalah tidak selaras dengan karakteristik Pajak Pertambahan Nilai sebagai Pajak Tidak Langsung.

Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Objektif

Selain untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, dalam penjelasan pasal 16C Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai juga disebutkan bahwa untuk melindungi masyarakat yang berpenghasilan rendah dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, maka diatur batasan kegiatan membangun sendiri dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 17: Paper KMS - Final

Hal tersebut mengindikasikan adanya suatu regresivitas akibat kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain, yang diatur dalam pasal 16C Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Regresivitas itu sendiri merupakan ciri khas dari Pajak Objektif yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan semata-mata oleh objek pajaknya.

Pajak Pertambahan Nilai menggunakan metode pengurangan tidak langsung (Indirect Subtraction Method)

Didalam metode ini, jumlah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dibayar ke Kas Negara merupakan hasil perhitungan dari mengurangkan Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar kepada Pengusaha Kena Pajak lain yang dinamakan Pajak Masukan (Input Tax) denganPajak Pertambahan Nilai yang dipungut dari pembeli atau penerima jasa yang dinamakan Pajak Keluaran (Output Tax).

Dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain, digunakan metode yang agak berbeda dari metode tersebut diatas, dimana Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor dihitung menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010.

Pasal 3

(1) Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak.

(2) Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 18: Paper KMS - Final

BAB IIIPENDAPAT PENULIS MENGENAI KASUS

KASUS

PT. Indotext adalah pedagang besar tekstil yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pada bulan April 2010 membangun sendiri (tidak menggunakan jasa konstruksi) sebuah bangunan dengan luas 400m2 untuk digunakan sebagai gudang tekstil. Berkaitan dengan PPN yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak seperti pembelian semen, lantai, genteng, jasa design, dan lain-lain berlaku dua ketentuan yang membingungkan :

1. Pajak Masukan dapat dikreditkan karena berhubungan langsung dengan kegiatan usaha2. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan karena berkaitan dengan kegiatan membangun

sendiri

PEMBAHASAN

A. Penjelasan Ketentuan Tentang Pajak Masukan Terkait dengan Kasus

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain bukan merupakan objek pajak pertambahan nilai yang diatur di dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Objek pajak tersebut diatur tersendiri dalam pasal 16C pada Bab VA Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Ketentuan Khusus.

“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.“

Lebih lanjut, ketentuan tentang Kegiatan Membangun Sendiri ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tanggal 22 Februari 2010 dan berlaku mulai tanggal 01 April 2010. PT. Indotext melakukan kegiatan membangun sendiri sebuah gudang tekstil pada bulan April 2010 sehingga berlaku ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan 39/PMK.03/2010.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 19: Paper KMS - Final

Dasar pengenaan pajak pertambahan nilai untuk kegiatan membangun sendiri adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah, sehingga pajak pertambahan nilai yang disetor ke kas negara sebesar 10% x 40% x jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan (termasuk PPN), tidak termasuk harga perolehan tanah setiap bulannya.

Dengan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak pertambahan nilai untuk kegiatan membangun sendiri, maka seolah-olah telah diperhitungan pajak masukan secara tidak langsung yang di deemed yakni sebesar 10% x 60% x jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan (termasuk PPN), tidak termasuk harga perolehan. Pajak masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan berdasarkan pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010.

Akibat dari ketentuan tersebut, pajak yang harus ke kas Negara sudah pasti dapat diketahui sebesar 4% dari jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan (termasuk PPN), tidak termasuk harga perolehan tanah tanpa melalui mekanisme pengkreditan. Dapat dikatakan bahwa penghitungan pajak yang harus disetor dalam kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain menyimpang dari prinsip pengkreditan pajak masukan dengan Indirect Substraction Method.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 20: Paper KMS - Final

Selanjutnya, sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 27/PJ./2010 tanggal 2 Juni 2010 tentang tata cara pengisian Surat Setoran Pajak, pelaporan, dan pengawasan pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun, maka :

1. Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri wajib disetor oleh PT. Indotext paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

2. Dalam hal tempat bangunan gudang didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat PT Indotext terdaftar, maka PT. Indotext wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak diisi sesuai dengan Nomor Pokok Wajib Pajak PT. Indotext.

3. Dalam hal tempat bangunan gudang didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat PT. Indotext terdaftar, maka selain wajib melaporkan penyetoran pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan gudang didirikan, wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan foto kopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak diisi dengan 01.000.000.0-XXX.000. XXX merupakan kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan.

B. Penjelasan Tentang Terjadinya Dua Peraturan yang Sepertinya atau Memang Bertentangan

Ketentuan mengenai pengkreditan pajak masukan secara umum diatur dalam pasal 9 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Pasal 9 ayat (8) huruf b menjelaskan bahwa pajak masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha tidak dapat dikreditkan. Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 21: Paper KMS - Final

Selain itu, ketentuan mengenai pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan diatur secara khusus dalam :

1. Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 sebagai peraturan pelaksanaan pasal 8A Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 tentang pajak masukan yang berhubungan dengan penyerahan jasa oleh pengusaha jasa pengiriman paket dan oleh pengusaha jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata tidak dapat dikreditkan.

2. Pasal 16B ayat 3 tentang pajak masukan yang dibayar untuk perolehan barang kena pajak dan/atau perolehan jasa kena pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai tidak dapat dikreditkan.

3. Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 sebagai peraturan pelaksanaan pasal 16C Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 tentang pajak masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan.

Dalam kasus diatas, PT. Indotext membangun sendiri sebuah bangunan yang dipakai untuk gudang tekstil. Dalam rangka membangun gedung tersebut PT. Indotext melakukan pembelian semen, lantai, genteng, dan bahan bangunan lainnya yang dikenakan PPN, membayar jasa design yang dapat dipungut PPN jika yang menyerahkan jasa kena pajak tersebut adalah pengusaha kena pajak, serta membayar jasa tenaga kerja untuk melakukan pembangunan gedung. Atas jasa tenaga kerja ini tidak terutang PPN karena dilakukan oleh bukan pemborong sehingga bukan pengusaha kena pajak. PPN yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak seperti pembelian semen, lantai, genteng, jasa design, dan lain-lain tidak dapat dikreditkan sesuai dengan pasal 9 ayat (8) huruf b, karena perolehan semen, lantai, genteng, jasa design tersebut tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha PT. Indotext sebagai industri tekstil, tetapi digunakan untuk membangun gudang.

Demikian juga, menurut pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 sebagai peraturan pelaksanaan pasal 16C Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 bahwa pajak masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan sehingga PPN yang dibayar atas pembelian semen, lantai, genteng, jasa design tersebut tidak dapat dikreditkan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya ketentuan pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 selaras dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 sebagai peraturan pelaksanaan pasal 16C Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 22: Paper KMS - Final

C. Analisa dan Pendapat Penulis Mengenai Kasus PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri oleh PT. Indotext

Pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya sesuai dengan karakteristik dasar pajak pertambahan nilai di Indonesia yaitu pajak atas konsumsi dalam negeri dan pajak objektif. Memang, jika dilihat dari terminologi objek pajak dalam pasal 4 ayat (1) dimana penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya oleh pengusaha kena pajak tidak sesuai karena pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya baik oleh pengusaha kena pajak maupun bukan. Oleh karena itu, menurut pendapat penulis sudah tepat jika objek pajak ini diatur pada pasal 16C dalam Bab VA mengenai Ketentuan Khusus tidak dalam pasal 4 ayat (1).

KeadilanDalam memori penjelasan pasal 16C Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan pertimbangan untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Pihak yang membeli bangunan dari Pengusaha Real Estate atau yang menyerahkan pembangunan gedung kepada pemborong dikenakan pajak pertambahan nilai berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf a. Oleh karena itu pihak yang membangun sendiri juga harus dikenakan pajak pertambahan nilai berdasarkan pasal 16C sehingga memenuhi rasa keadilan.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 23: Paper KMS - Final

Namun demikian, pada kenyataannya pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya belum adil. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 diatur bahwa kegiatan membangun sendiri dengan luas luas ≤ 300 m2 (tiga ratus meter persegi) tidak dikenakan pajak pertambahan nilai. Sementara itu, dalam Peraturan Menteri Keuangan 80/PMK.03/2008 dijelaskan bahwa Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang perolehannya, secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang memenuhi ketentuan harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah); dan merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak. Dengan demikian, pengenaan pajak atas kegiatan membangun sendiri ini belum adil dirasakan, karena batasan yang tidak dikenakan pajak tidak proporsional. Misalnya, orang pribadi atau badan yang membeli rumah dari developer dengan luas 100 m2 sekarang ini harganya pasti lebih dari Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah) maka akan dikenakan pajak pertambahan nilai, sementara jika membangun sendiri rumah dengan luas yang sama, akan terhindar dari pajak pertambahan nilai. Dua ketentuan tersebut seharusnya sinkron, tidak membedakan pembeli bangunan dari developer maupun dengan membangun sendiri.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 24: Paper KMS - Final

Dalam, PT. Indotext membeli bangunan untuk gudang dari developer dengan harga 1 milyar rupiah, maka akan dipungut pajak pertambahan nilai 100 juta rupiah. Pajak yang dibayar oleh PT. Indotext melalui developer dapat dikreditkan dengan pajak keluaran dalam surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai. PT Indotext membangun sendiri bangunan berupa gudang tersebut. Pembelian material menghabiskan biaya 600 juta rupiah dengan PPN yang dibayar 50 juta rupiah, dalam hal ini diasumsikan bahwa bahan bangunan sebesar 100 juta rupiah dibeli dari bukan pengusaha kena pajak sehingga tidak dipungut pajak pertambahan nilai. Pajak pertambahan nilai yang dibayar sehubungan dengan perolehan bahan bangunan tersebut tidak dapat dikreditkan karena tidak berhubungan dengan kegiatan usaha secara langsung sesuai dengan pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai.

Menurut pendapat penulis, seharusnya pajak pertambahan nilai yang dibayar atas kegiatan membangun sendiri senilai 34 juta rupiah tersebut dapat dikreditkan dalam surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai PT. Indotext karena pajak pertambahan nilai dibayar atas perolehan bangunan gudang yang berkaitan langsung dengan usaha dan PT Indotext telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Dalam praktiknya, pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan karena dilaporkan dalam surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai pada kolom tersendiri, tidak dilaporkan dalam pajak masukan yang dapat dikreditkan. Jadi, apabila PT Indotext membeli bangunan untuk digunakan sebagai gudang dari developer senilai 1 milyar rupiah, maka PT Indotext dapat mengkreditkan pajak pertambahan nilai yang dibayar sebesar 100 juta rupiah. Namun, jika PT Indotext membangun sendiri bangunan berupa gudang, akan mengeluarkan biaya lebih sedikit yakni sebesar 800 juta rupiah karena tidak ada keuntungan yang diambil oleh developer tetapi dikenakan pajak pertambahan nilai senilai total 84 juta dan tidak dapat dikreditkan.

Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri yang Ideal

Perhitungan pajak yang terutang atas kegiatan membangun sendiri yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 memiliki kelebihan yakni mudah dan sederhana dalam penerapan. Akan tetapi, perhitungan tersebut tidak sesuai dengan prinsip indirect substraction method, terlebih lagi dapat dimungkinkan terjadinya pengenaan pajak berganda. Hal ini disebabkan karena dasar pengenaan pajaknya adalah 40% dari x jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan (termasuk PPN), tidak termasuk harga perolehan tanah. Dalam kasus, pembelian semen, lantai, genteng, serta jasa telah dikenakan pajak pertambahan nilai dikenakan lagi pajak pertambahan nilai sebesar 40% dari total pembelian tersebut, bahkan ironisnya termasuk pajak pertambahan nilai yang telah dibayar.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 25: Paper KMS - Final

Sementara itu, atas nilai tambah lainnya hanya dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 40% dari tolah nilai tambahnya saja. Sasaran pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri seharusnya adalah nilai tambahnya saja, yaitu pembelian material bahan bangunan yang belum dikenakan pajak pertambahan nilai dan nilai tambah lainnya misalnya berupa upah tenaga kerja. Penggunaan persentase tersebut menghasilkan pajak yang nilainya kurang adil, bisa saja lebih tinggi atau lebih rendah dari yang sebenarnya.

Penulis berpendapat, seharusnya pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri dikenakan sebesar 10% dari nilai tambahnya saja. Nilai tambah dihitung dengan menjumlahkan seluruh komponen biaya yang belum dikenakan pajak pertambahan nilai. Namun cara ini tidak sederhana, karena harus melakukan pembukuan tersendiri dengan memisahkan komponen biaya yang telah dikenakan pajak pertambahan nilai dan yang belum dikenakan. Untuk mengatasi hal tersebut, ada cara yang lebih mudah untuk menghitung nilai tambah yakni dengan perhitungan seperti prinsip indirect substraction method yang menghasilkan pajak yang harus dibayar atas kegiatan membangun sendiri.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 26: Paper KMS - Final

Pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri yang dibayar adalah 10% dari jumlah seluruh biaya, tak termasuk pajak pertambahan nilai dan harga perolehan tanah setelah dikurangi dengan pajak pertambahan nilai yang dibayar sehubungan dengan perolehan bahan bangunan dan jasa design yang dibayar. Mekanisme ini adalah mekanisme pengurangan pajak secara tidak langsung bukan mekanisme pengkreditan pajak masukan. Pajak yang dibayar atas perolehan bahan bangunan dan penggunaan jasa design tetap tidak dapat dikreditkan dalam surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai PT. Indotext.

Dalam ilustrasi gambar diatas, nilai perolehan bangunan gudang adalah 800 juta. Pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri yang dibayar sebesar 30 juta adalah selisih antara pajak pertambahan nilai atas seluruh nilai bangunan gudang tersebut, yaitu sebesar 80 juta dikurangi dengan pajak yang telah dibayar atas perolehan bahan bangunan sebesar 50 juta.

Dengan mekanisme seperti ini, maka secara materiil sesuai perinsip indirect substraction method, dan secara yuridis tidak bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Kelemahan alternatif perhitungan ini memerlukan perhitungan lebih rumit jika dibandingkan dengan ketentuan yang berlaku sekarang.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 27: Paper KMS - Final

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain pada dasarnya merupakan konsumsi di dalam negeri. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik utama dari pajak pertambahan nilai, yakni pajak atas konsumsi umum dalam negeri, Namun sayangnya, kegiatan tersebut merupakan objek pajak pertambahan nilai yang bertentangan dengan ketentuan pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984. Oleh sebab itu, objek ini diatur dalam ketentuan khusus mengenai pajak pertambahan nilai pada Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 serta peraturan pelaksanaan di bawahnya.

Tujuan pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Namun, penulis berpendapat bahwa pada kenyataannya pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya belum adil seperti ironi yang terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 dan 80/PMK.03/2008 yang kami sajikan ada materi. Selain perhitungan pajaknya yang tidak menerapkan konsep indirect subtraction, pada praktiknya, pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri juga tidak dapat dikreditkan walaupun telah memenuhi syarat untuk dapat dikreditkan.

Dari seluruh uraian tadi, penulis berpendapat perlu adanya perbaikan terhadap ketentuan yang berlaku sekarang ini tentang pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri yang meliputi :

1. Penyesuaian antara Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2008 mengenai batasan yang tidak dikenakan atau dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai agar tidak menciderai tujuan keadilan dalam pengenaan pajak atas kegiatan membangun sendiri.

2. Cara perhitungan pajak atas kegiatan membangun sendiri sebaiknya menerapkan konsep indirect subtraction sesuai pemaparan penulis, tidak lagi menggunakan persentase tertentu karena tidak sesuai dengen sasaran pajak pertambahan nilai yaitu nilai tambah dan dapat menyebabkan pengenaan pajak berganda.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010

Page 28: Paper KMS - Final

3. Pajak pertambahan atas kegiatan membangun sendiri seharusnya dapat dikreditkan dalam surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai. Namun, pajak pertambahan nilai yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri misalnya pajak pertambahan nilai yang dibayar atas perolehan bahan bangunan dan jasa design tetap tidak dapat dikreditkan sesuai dengan pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.

Penulis berharap semoga alternatif yang kami sampaikan dapat menjadi masukan tersendiri, paling tidak menggelitik pembuat kebijakan perpajakan di Negara Indonesia untuk mencermati pengenaan pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri ini secara adil dengan mengsinkronisasikan setiap peraturan , penjelasan dan mempertimbangkan pelaksanaan yang berjalan koheren dan saling menguatkan bukan memunculkan multipersepsi akibat ketidakselarasan peraturan dan aturan pelaksanaan yang diberlakukan. Terima Kasih.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2010