Paper Ketahanan Pangan Gandum

14
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program peningkatan ketahanan pangan dimaksudkan untuk mengoperasionalkan pembangunan dalam rangka mengembangkan sistem ketahanan pangan baik di tingkat nasional maupun ditingkat masyarakat. Pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein lemak dan vitamin serta mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia. Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah, mudah memperoleh, aman dikonsumsi dan harga yang terjangkau. Hal ini diwujudkan dengan bekerjanya sub sistem ketersediaan, sub sistem distribusi dan sub sistem konsumsi (Deptan, 2012). Namun program ketahanan pangan yang dilaksanakan oleh pemerintah hanya bertumpu ke sub sistem pengadaan bahan-bahan pangan (sistem ketersediaan pangan), sementara sub sistem akses dan penyerapan tidak mendapat perhatian yang memadai (Antara News, 2012). Program ketahanan pangan telah digaungkan sejak tahun 1960-an. Pemerintah menganjurkan masyarakat konsumsi pangan non beras, seperti ketela, kacang, dan jagung. Pada tahun 1974, pemerintah juga mengatur diversifikasi jenis pangan dan mutu gizi lewat Inpres No. 14. Pada tahun 2000, diluncurkan Program Peningkatan Pangan Nasional (Propenas) dengan pendekatan keanekaragaman bahan pangan (Antara News, 2012). Tujuan program ketahanan pangan adalah : 1. Meningkatnya ketersediaan pangan. 2. Mengembangkan diversifikasi pangan. 3. Mengembangkan kelembagaan pangan. 4. Mengembangkan usaha pengelolaan pangan. Sasaran yang ingin dicapai adalah : 1. Tercapainya ketersediaan pangan di tingkat regional dan masyarakat yang cukup. 2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan, meningkatnya keanekaragaman konsumsi pangan masyarakat dan menurunnya ketergantungan pada

Transcript of Paper Ketahanan Pangan Gandum

Page 1: Paper Ketahanan Pangan Gandum

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangProgram peningkatan ketahanan pangan dimaksudkan untuk mengoperasionalkan

pembangunan dalam rangka mengembangkan sistem ketahanan pangan baik di tingkat nasional maupun ditingkat masyarakat. Pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein lemak dan vitamin serta mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.

Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah, mudah memperoleh, aman dikonsumsi dan harga yang terjangkau. Hal ini diwujudkan dengan bekerjanya sub sistem ketersediaan, sub sistem distribusi dan sub sistem konsumsi (Deptan, 2012). Namun program ketahanan pangan yang dilaksanakan oleh pemerintah hanya bertumpu ke sub sistem pengadaan bahan-bahan pangan (sistem ketersediaan pangan), sementara sub sistem akses dan penyerapan tidak mendapat perhatian yang memadai (Antara News, 2012).

Program ketahanan pangan telah digaungkan sejak tahun 1960-an. Pemerintah menganjurkan masyarakat konsumsi pangan non beras, seperti ketela, kacang, dan jagung. Pada tahun 1974, pemerintah juga mengatur diversifikasi jenis pangan dan mutu gizi lewat Inpres No. 14. Pada tahun 2000, diluncurkan Program Peningkatan Pangan Nasional (Propenas) dengan pendekatan keanekaragaman bahan pangan (Antara News, 2012).

Tujuan program ketahanan pangan adalah :1. Meningkatnya ketersediaan pangan.2. Mengembangkan diversifikasi pangan.3. Mengembangkan kelembagaan pangan. 4. Mengembangkan usaha pengelolaan pangan.

Sasaran yang ingin dicapai adalah :1. Tercapainya ketersediaan pangan di tingkat regional dan masyarakat yang cukup.2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan,

meningkatnya keanekaragaman konsumsi pangan masyarakat dan menurunnya ketergantungan pada pangan pokok beras melalui pengalihan konsumsi non beras (Deptan, 2012).

Melihat dari salah satu tujuan program ketahanan pangan adalah mengembangkan diversifikasi pangan, maka perlu dilakukan perubahan pola makan dari beras ke komoditas lainnya sehingga tidak tergantung dengan ketersediaan beras saja, diantaranya menggunakan gandum sebagai bahan baku pembuatan tepung terigu.

Menu makanan masyarakat terus berkembang dan cenderung mengarah pada bahan makanan setengah jadi (ready cook) yang cepat olah dan cepat saji. Hal ini tampak jelas dari fenomena masyarakat perkotaan dengan budaya makan mie, sohun, bihun, cornflakes, cococrunch dan sebagainya, terutama untuk sarapan pagi. Budaya ini sudah semakin meluas ke pedesaan bahkan ke desa terpencil. Produk-produk pangan tersebut terbuat dari tepung tunggal maupun tepung komposit dari berbagai komoditas serealia (Puslitbang Tanaman Pangan, 2008).

Gandum termasuk tanaman serealia yang mengandung karbohidrat lebih dari 70 % dan merupakan bahan pangan berbasis tepung. Tepung dari bahan baku serealia termasuk gandum mempunyai karakter yang istimewa dibandingkan dengan tepung dari tanaman berpati seperti aneka umbi. Tepung dari komoditas serealia tidak bersifat higrokopis

Page 2: Paper Ketahanan Pangan Gandum

sehingga memiliki daya simpan yang cukup panjang, baik dalam bentuk biji maupun tepung (Nurmala, 2006).

1.2 Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah pada paper ini yaitu:1) Permasalahan apa saja yang muncul terkait dengan ketahanan pangan gandum di

Indonesia?2) Bagaimana solusi untuk menyelesaikan massalah yang muncul terkait dengan

ketahanan pangan gandum di Indonesia?

1.3 TujuanPenulisan paper ini memiliki beberapa tujuan yakni untuk mengetahui permasalahan apa saja yang muncul terkait dengan ketahanan pangan gandum di Indonesia dan memberikan beberapa solusi terkait permasalahan tersebut.

Page 3: Paper Ketahanan Pangan Gandum

BAB IIDATA PENUNJANG

2.1 Data Konsumsi Gandum di Indonesia

2.2 Data Produksi Gandum di Indonesia

(Anonymousa, 2013)

Page 4: Paper Ketahanan Pangan Gandum

Gambar Produksi Pangan Dunia Tidak MeningkatSource: Data from FAO 2003, 2005-07.

Gambar di atas menunjukkan bahwa jumlah produksi gandum, beras dan butiran lainnya hampir tidak meningkat sepanjang 1999 sampai dengan 2007. Pada periode tersebut, produksi beras tidak meningkat dan produksi gandum meningkat hanya sedikit. Komoditas yang mengalami peningkatan dalam jumlah produksi adalah butiran lainnya. Hal ini berarti bahwa cadangan pangan dunia lebih banyak disokong dari produksi butiran dibandingkan dengan gandum dan beras. Lebih lanjut, penduduk dunia yang dijamin oleh cadangan pangan (dalam jumlah kecil) adalah mereka yang bergantung pada butiran sebagai makanan pokok. Sedangkan mereka yang bergantung pada gandum dan beras sebagai makanan pokok tidak dijamin oleh cadangan. Cadangan atau stok pangan dunia diperkirakan berupa komodidas selain gandum dan beras.

2.3 Data Ekspor Gandum di IndonesiaTahun jumlah ekspor

2009 20.137 metric ton

2010 25.456 metric ton

2011 31.656 metric ton

2012 45.937 metric ton

2013 50.109 metric ton

2.4 Data Impor Gandum di IndonesiaTahun jumlah impor

2009 3,4 juta metric ton

2010 4,7 juta metric ton

2011 5,4 juta metric ton

2012 6,2 juta metric

Page 5: Paper Ketahanan Pangan Gandum

ton2013 7,3 juta metric

ton

(Anonymousb,2013)

Tabel. Indonesia importir terbesar tepung terigu dan pati singkong di  dunia tahun 2012

Page 6: Paper Ketahanan Pangan Gandum

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Permasalahan-Permasalahan Yang Muncul Terkait Ketahanan Pangan Gandum Di Indonesia1. Konsumsi gandum yang terus meningkat tiap tahunnya

Jumlah penduduk Indonesia masih jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk China, tetapi konsumsi gandum di Indonesia justru jauh melampaui konsumsi rata-rata masyarakat China.

Gandum sesungguhnya bukan makanan pokok masyarakat Indonesia, namun selama beberapa tahun terakhir perannya semakin penting. Peralihan pola konsumsi kelompok berpendapatan bawah dan menengah yang begitu cepat ke makanan yang berasal dari gandum terutama mi instan dan roti, telah mendorong peningkatan impor gandum atau terigu, serta berkurangnya permintaan pangan yang berasal dari sumberdaya dalam negeri seperti ketela dan umbi-umbian lainnya.

2. Ketergantungan mengimpor gandumGandum yang masuk ke Indonesia telah berhasil membuat bangsa ini

ketergantungan untuk mengimpor gandum. Dimana masyarakat Indonesia telah berkecenderungan untuk mengkonsumsi makanan yang terbuat dari oahan gandum.

Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor gandum terbesar kedua di dunia. Berdasarkan laporan United State Department of Agriculture (USDA) Mei 2012, impor gandum Indonesia diprediksi menembus 7,1 juta ton, dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 6,7 juta ton.

Departemen Pertanian Amerika Serikat (AS) juga menyebutkan Indonesia merupakan importir terbesar keempat pada tahun 2013–2014 dengan peningkatan impor 0,8 persen menjadi 7,2 juta ton.

Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog), Sutarto Alimoeso, mengungkapkan selain beras, komoditas pangan seperti gandum impornya jauh lebih besar dibandingkan beras dan merugikan devisa negara yang lebih besar dibandingkan beras.

3. Tidak adanya keseimbangan antara permintaan dan penawaran gandum dimana melonjaknya kebutuhan akan gandum tidak diimbangi upaya serius untuk memproduksi dan sekaligus mengurangi ketergantungan akan impor gandum yang terus melonjak setiap tahunnya, bahkan menjadi preferensi (alternatif pilihan) kedua setelah beras dalam konsumsi masyarakat sehari-hari.

4. Tingginya harga gandumDi Australia, yang menjadi salah satu produsen gandum dunia, bencana

kekeringan tahun 2007 lalu telah menurunkan produksi gandum sekitar 40 persen atau 4 juta ton. Tidak heran jika kondisi suplai gandum dunia agak terganggu dan melonjakkan harga gandum di pasar global. Laporan WFP tersebut juga menyebutkan bahwa sekitar 854 juta jiwa di seluruh dunia terancam kelaparan. Kelompok rawan pangan ini bertambah sekitar 4 juta jiwa per tahun, sehingga kenaikan harga pangan dunia saat ini benar-benar di luar jangkauan mereka dari kelompok lapis paling bawah tersebut. Inilah tantangan paling besar bagi siapa pun yang peduli tentang ekonomi pangan dan pencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDG).

Tingginya harga gandum secara tidak langsung ikut mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia. Dimana harga barang akhir olahan gandum pun ikut meningkat.

Page 7: Paper Ketahanan Pangan Gandum

Masyarakat enengah ke bawah yang notabene mengkonsumsi gandum pun ikut kewalahan/kesulitan dalam mendapatkan barang konsumsinya.

3.2 Solusi untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan gandum di indonesia1. Meningkatkan produktivitas gandum dalam negeri dengan upaya perakitan varietas

unggul gandum tropis. Dimana telah dilakukan penelitian karakteristisasi molekuler berbasis marka SSR oleh Balitsereal. Yang menunjukkan bahwa keragaman genetik dari 55 galur/varietas yang dianalisis rendah.

Dari data di atas kolerasi plasma nutfah gandum dapat dibentuk sejumlah rekombinan untuk meningkatkan variabilitas genetik sebagai persilangan puncak dimana galur VEE/P/JN*TUI digunakan sebagai pembandingan (tester).

Untuk merakit gandum hibrida galur yang berdaya hasil tinggi dapat disilang dengan galur yang memberikan peluang heterosis yang tinggi karena jarak genetiknya jauh.

Dengan dukungan Litbang yang memadai, pemuliaan gandum tropis dalam 2-3 tahun ke depan diharapkan dapat menghasilkan minimal satu varietas unggul dengan potensi hasil 2-3 t/ha.

2. Pengembangan gandum di Indonesia. Pengembangan gandum di Indonesia dapat dilakukan dalam jangka menengah dan jangka panjang yaitu sebagai berikut:Jangka Menengah

Sasaran jangka menengah pengembangan tanaman gandum di Indonesia menggambar empat program utama, yaitu: penelitian dan pengembangan (litbang), diseminasi inovasi teknologi, pembentukan jaringan pasar, penerima manfaat dan dampak yang diharapkan.

Program litbang diawali dengan karakteristik lahan-lahan potensial untuk pengembangan gandum. Secara simultan juga dilakukan perakitan teknologi produksi dan perbaikan varietas unggul, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Pemuliaan varietas gandum toleran suhu tinggi, pengkajian pola tanam padi-gandum atau sayur-gandum.

Program diseminasi iptek gandum untuk mempercepat penyebaran teknologi yang telah dihasilkan dari penelitian maupun teknologi introduksi. Program ini dapat dilakukan melalui penyuluhan langsung kepada petani, pengembangan sistem perbenihan berbasis komunitas. Selain praktek secara langsung, penyebaran iptek gandum dapat dilakukan pula dengan media cetak dan elektronik dengan bahasa yang mudah dipahami oleh petani (Puslitbang Tanaman Pangan, 2008).

Pengembangan gandum harus diikuti oleh upaya pengembangan jaringan pasar gandum. Diversifikasi pangan harus dilakukan dengan mensubstitusi sebagian beras dengan nonberas. Gandum adalah salah satu bahan pangan yang mengandung protein

Page 8: Paper Ketahanan Pangan Gandum

lebih tinggi dibanding beras. Untuk mendukung usaha ini harus dikembangkan industri tepung di pedesaan, terutama di sentra produksi gandum. Hal ini dikarenakan gandum domestik memiliki warna yang lebih kusam dibanding dengan gandum impor, sehingga fokus pemasaran gandum domestik diarahkan ke pedesaan. Secara simultan teknologi proses gandum terus diperbaiki sehingga nantinya gandum domestik dapat bersaing dengan gandum impor (Puslitbang Tanaman Pangan, 2008).

Penerimaan manfat dari pengembangan gandum domestik adalah rumah tangga petani yang mengembangkan sistem integrasi usahatani terpadu. Dengan pengembangan gandum sebagai tanaman off-season, petani akan mampu meningkatkan indeks pertanaman, memperoleh pendapatan tambahan dan sekaligus melakukan konservasi tanah. Di pihak pengusaha yang bergerak di bidang prosesing bahan baku maupun makanan jadi mendapat keuntungan dari proses peningkatan nilai tambah.

Jangka PanjangSasaran jangka panjang pengembangan tanaman gandum adalah meningkatnya

luas panen gandum. Pada tahun 2025 luas panen gandum diharapkan mencapai 200 – 250 ribu hektar. Dengan produktivitas 3 – 3,5 t/ha, produksi gandum nasional diproyeksikan 700 – 750 ribu ton, maka kontribusi produksi gandum domestik 10 – 15 % dari kebutuhan nasional. Target utama produksi gandum domestik adalah masyarakat pedesaan.

Oleh karena itu muara dari semua program yang dicanangkan oleh pemerintah adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani dan keluarganya. Berkembangnya industri gandum di pedesaan akan menyerap tenaga kerja dan meningkatkan nilai tambah komoditas gandum (Puslitbang Tanaman Pangan, 2008).

3. Menghapus tarif bea masuk GandumKebijakan yang diambil Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

(SBY) adalah menghapus tarif bea masuk gandum (dan kedelai), walau sempat dipertanyakan masyarakat. Negara-negara importir gandum lain juga merespon harga pangan global dengan menghapus pajak impor gandum, tepung gandum dan beras, dan tepung jagung (seperti yang ditempuh Bolivia), mempertimbangkan untuk mengubah tarif impor gandum (Brzil, Meksiko, dll), menghapus tarif gandum tepung terigu (Ekuador, India, Maroko, Korea, Turki dan lain-lain). Negara-negara Uni Eropa menunda pajak impor pangan biji-bijian, dengan pertimbangan agar komoditas pangan yang dihasilkan negara-negara berkembang. Bahkan, negara-negara produsen gandum dunia telah memberlakukan larangan ekspor gandum (seperti Bolivia, Rusia, Pakistan dan lain-lain). Selain itu, beberapa negara juga menerapkan kuota perdagangan gandum, misalnya pembatasan ekspor gandum (seperti Kasazkhtan), melarang ekspor gandum ke Belarussia (Rusia), melarang ekspor gandum ke Afganistan (Pakistan), menentukan mutu ekspor gandum dan tepung terigu (Pakistan), sedang coba menetapkan kuota ekspor tepung terigu dan tepung jagung, dan tepung beras (Cina), dan lain sebagainya.

Dengan kebijakan menghapuskan tarif bea masuk gandum ini diharapkan mampu membantu ketahanan pangan gandum di Indonesia dimana harga gandum yang melonjak tinggi masih pada batas kemampuan masyarakat untuk mengkonsumsinya. Dimana ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah, mudah memperoleh, aman dikonsumsi dan harga yang terjangkau.

Page 9: Paper Ketahanan Pangan Gandum

4. Pengadaan dan Penyaluran GandumPengadaan gandum melalui impor terus ditingkatkan untuk memenuhi peningkatan

permintaan gandum baik untuk konsumsi rumah tangga maupun industri. Pada tahun 1996/97 kenaikan impor gandum mencapai 9,0 persen dibanding tahun sebelumnya, sehingga menjadi 3.786 ribu ton. Sementara itu penyaluran gandum me- ningkat sebesar 12,9 persen menjadi 3.976 ribu ton pada tahun 1996/97 (Tabel V-11). Meningkatnya impor gandum antara lain disebabkan oleh peningkatan kebutuhan industri pengolahan pangan yang terus berkembang dan peningkatan pendapatan masyarakat yang berpengaruh pada perubahan pola konsumsi masyarakat yang makin mengutamakan segi kepraktisan dalam penyediaan pangan.

Sekalipun ketergantungan impor menjadi masalah, tetapi impor masih menjadi solusi untuk memenuhi ketahanan pangan di Indonesia. Dengan mengimpor gandum, Indonesia mampu memenuhi ketersediaan kebutuhan pangan akan gandum dalam negeri.

Meski demikian, dalam jangka panjang Indonesia harus berupaya dalam mengurangi impor dengan mengembangkan gandum di Indonesia dan meningkatkan prodktivitas gandum dalam negeri.

Page 10: Paper Ketahanan Pangan Gandum

BAB IVPENUTUP

KESIMPULAN

Page 11: Paper Ketahanan Pangan Gandum

DAFTAR PUSTAKAhttp://www.gopanganlokal.miti.or.id/index.php/statistik/category/4-perbandingan-tingkat-konsumsi-dan-produksi-gandum-china-india-as-indonesia-dan-jepang. diakses pada tanggal 1 juni 2014

http://www.tempo.co/read/news/2013/07/24/090499391/Indonesia-Didesak-Kurangi-Impor-Gandum. diakses pada tanggal 1 juni 2014