Paper Gis-tugas Tekkom

10
Aplikasi SIG dalam Surveilans Penyakit Malaria di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo, D.I.Yogyakarta Disusun oleh: Khusnul Fariqa (0906509550) Nilam Sari (0906492783) Nurussakinah (0906509752) DEPARTEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA 2012

Transcript of Paper Gis-tugas Tekkom

Aplikasi SIG dalam Surveilans Penyakit Malaria di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo, D.I.Yogyakarta

Disusun oleh: Khusnul Fariqa (0906509550) Nilam Sari (0906492783) Nurussakinah (0906509752)

DEPARTEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA 2012

SIG (Sistem Informasi Geografis) Perkembangan teknologi komputer yang begitu pesat telah merambah ke berbagai sektor termasuk kesehatan. Meskipun dunia kesehatan merupakan bidang yang bersifat information-intensive, akan tetapi adopsi teknologi komputer relatif tertinggal (Wahyudin, 2009). Jika pemanfaatan teknologi komputer dapat diaplikasikan dalam program kesehatan seperti surveilans, maka kemungkinan besar masalah kesehatan dapat berkurang. Salah satu aplikasi teknologi komputer yang dapat digunakan adalah Sistem Informasi Geografis. Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System) merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis (Aronoff, 1989 dalam Modul Pelatihan ArcGIS Dasar, 2007). SIG dapat menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu dan melakukan proses penggabungan, analisa, dan pemetaan hasil. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya. Dari pengolahan data tersebut, aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya (Modul Pelatihan ArcGIS Dasar,2007). Sedangkan pengertian menurut Depkes (2006) SIG merupakan paket perangkat keras dan lunak komputer, data geografis dan personil yang didesain untuk menghimpun, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisis serta menampilkan berbagai bentuk informasi dengan referensi geografis. (muslimpinag.com) Sistem Informasi Geografis dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistem manual (analog), dan sistem otomatis (yang berbasis digital komputer). Perbedaan yang paling mendasar terletak pada cara pengelolaannya. Sistem Informasi manual biasanya menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar transparansi untuk tumpang susun (overlay), foto udara, laporan statistik dan laporan survey lapangan. Kesemua data tersebut dikompilasi dan dianalisis secara manual dengan alat tanpa

komputer. Sedangkan Sistem Informasi Geografis otomatis telah menggunakan komputer sebagai sistem pengolah data melalui proses digitasi. Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau foto udara digital serta foto udara yang terdigitasi. Data lain dapat berupa peta dasar terdigitasi (La an, 2007). Sistem Informasi Geografis terdiri dari berbagai komponen, yaitu: 1. Perangkat keras (hardware)

Perangkat keras dalam SIG berupa komputer dengan spesifikasi perfoman yang sesuai untuk menjalankan sisteminformasi tersebut. Perangkat keras untuk SIG meliputi: pemasukan data, pemrosesan data, dan penyajian hasil, serta penyimpanan (storage). 2. Perangkat Lunak (software) Perangkat lunak berfungsi untuk penyimpanan, analisis, dan tampilan informasi geografis. 3. Data (Data) Data merupakan komponen yang penting dalam SIG. Akurasi data terutama data input dituntut dalam SIG agar menghasilkan data output yang baik. 4. Sumber Daya Manusia (people) Teknologi SIG menjadi sangat terbatas kemampuannya jika tidak ada sumber daya yang mampu mengelola sistem dan mengembangkan untuk aplikasi yang sesuai. Oleh karena itu, diperlukan tenaga ahli yang menguasai SIG untuk menjalankan aplikasi ini. 5. Metode (methods) Model dan teknik pemrosesan yang perlu dibuat untuk berbagai aplikasi SIG. Hardware merupakan perangkat keras pengolah data, yang berupa komputer dengan spesifikasi tertentu untuk menjalankan aplikasi SIG. Data yang

digunakan dalam aplikasi ini berupa koordinat lintang dan bujur dari suatu tempat dapat diperoleh dari penggunaan Global Positioning System (GPS). GPS digunakan untuk mendapatkan beberapa data pada tempat tertentu di lapangan (real-time). Kesemua komponen tersebut harus melalui proses yang sesuai dengan aplikasi SIG untuk menghasilkan data. Aplikasi SIG dalam Kesehatan Masyarakat Sistem informasi geografis/SIG dapat dimanfaatkan untuk membuat peta kabupaten mencakup batas administrasi, topografi, tata ruang dan tutupan lahan serta hidrologi. Informasi lain yang penting bagi program kesehatan masyarakat, seperti fasilitas kesehatan, sekolah, tempat perindukan nyamuk serta data epidemiolgi suatu penyakit menular ataupun tidak menular. Selain itu, data sumber daya kesehatan, kejadian penyakit tertentu dan juga kejadian kesehatan lain dapat dipetakan menurut lingkungan sekeliling dan infrastrukturnya. Informasi semacam ini ketika dipetakan sekaligus akan menjadi alat yang amat berguna untuk memetakan risiko penyakit, identifikasi pola distribusi penyakit, memantau surveilans dan kegiatan penanggulangan penyakit, mengevaluasi aksebilitas ke fasilitas pelayanan kesehatan dan memperkirakan jangkauan wabah penyakit. Dengan demikian, akan berguna dan memudahkan bagi pembuat kebijakan untuk mengevaluasi dan membuat program intervensi yang sesuai berdasarkan skala prioritas (Depkes, 2006 dalam muslimpinang.com). SIG sering digunakan karena dapat menyediakan performan yang luar biasa dalam memvisualisasikan dan menganalisis data epidemiologi, melihat trend, dan juga dapat menyimpan dan mengolah data dari berbagai sumber yang terintegrasi secara geografis atau spasial. Oleh karena itu, SIG dapat diaplikasikan ke dalam sisitem surveilans suatu pemyakit (Najafabadi, 2009). Penggunaan aplikasi SIG dalam penanganan penyakit epidemic telah banyak digunakan di berbagai negara, diantaranya di Thailand, Eropa Timur, serta wilayah Amazon (Bretas, 1995 dalam Mesgari, 2008). Di Ayuthaya, Thailand, SIG digunakan untuk menguji efek perbedaan faktor pada masalah kesehatan masyarakat, menunjukkan distribusi kejadian penyakit,

menampilkan analisis yang spesifik, memvisualisasikan dan menyediakan informasi mengenai pelayanan kesehatan, serta membantu dalam pengambilan keputusan atau pembuat kebijakan. Sedangkan organisasi kesehatan internasional Eropa Timur menggunakan SIG untuk mengestimasi penyakit yang diakibatkan oleh pencemaran air. Terkait dengan kasus malaria, penyebaran penyakit tersebut dipelajari dan dibuat permodelannya menggunakan aplikasi SIG dalam program International Research Development Center of Epidemic Diseases. Tujuannya adalah untuk membandingkan risiko yang ditimbulkan oleh penyakit ini pada perbedaan kelompok sosial dan kondisi lingkungan. Pada intinya, SIG dan software dan data digunakan untuk mempelajari hubungan antara perbedaan faktor risiko dengan kejadian malaria (Bretas, 1995 dalam Mesgari, 2008). Pada intinya, penggunaan aplikasi SIG dalam kesehatann masyarakat, khususnya dalam penanggulangan penyakit menular dapat memberikan banyak keuntungan, diantaranya:1. Pemetaan distribusi penyebaran kasus (insidens/prevalens) 2. Identifikasi pola spasial dalam distribusi penyakit melalui model statistik. 3. Identifikasi hubungan spasial dan kausal faktor risiko dalam distribusi

penyakit.4. Dapat menjalankan data menjadi model epidemiologi 5. Inisiasi hipotesis yangberhubungan dengan etiologi suatu penyakit 6. Mendukung pembuatan kebijakan dalam membuat intervensi suatu penyakit 7. Mengkomunikasikan determinan kesehatan dan outcome secara visual

untuk tim pengontrol KLB.8. Untuk menilai dampak program intervensi penyakit. (Queensland Health,

2005). Pemetaan menggunakan SIG dapat menjadi dasar pembuatan kebijakan terkait masalah kesehatan masyarakat. Berikut contoh peta kejadian kanker di United States periode 2000-2004.

Penyakit Malaria Pengertian malaria menurut Pampana (1969) dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.275/MENKES/SK/III/2007 tentang pedoman surveilans malaria adalah suatu penyakit yang akut maupun kronis yang disebabkan parasit plasmodium yang ditandai dengan gejala demam berkala, menggigil dan sakit kepala yang sering disertai dengan anemia dan limpha yang membesar. Penyakit malaria merupakan penyakit endemis yang banyak ditemukan di daerah-daerah pedalaman dan terpencil, seperti daerah bekas pertambangan dan daerah hutan bekas penebangan kayu. Penyakit malaria telah menimbulkan banyak korban di Indonesia, mulai dari kesakitan (demam, sakit kepala, pusing, mual, lemah) sampai pingsan, kematian dan cacat mental. Saat ini upaya kesehatan belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Departemen Kesehatan RI sudah melakukan upaya pemeberantasan malaria di Indonesia namun banyak hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaannya seperti sulitnya menjangkau daerah pedalaman dan terpencil (faktor geografi, sulitnya transportasi, kurangnya sumber daya manusia yang berdedikasi tinggi), resistensi obat anti malaria, keterbatasan dana dan tenaga serta faktor lainnya. Dengan demikian upaya pemberantasan malaria tidak menyeluruh dan belum menyentuh daerah pedalaman dan terpencil, yang justru merupakan daerah endemis tinggi

malaria. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu ditingkatkan upaya-upaya untuk memperluas jangkauan dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu pelayanan yang baik, berkelanjutan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama keluarga miskin yang berisiko tinggi (La an, 2007). Malaria di Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari empat kabupaten yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang beribukota Wates dan terletak 30 km sebelah barat kota Yogyakarta dengan luas 586,28 km2. Wilayah Kabupaten Kulon Progo sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman, sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo. Secara administratif Kabupaten Kulon Progo terbagi menjadi 12 kecamatan dan 88 Desa, 930 dusun. Adapun peta wilayah kerja 21 puskesmas di Kulon progo sebagai berikut: Peta Administratif Kabupaten Kulon Progo

Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Kabupaten Kulon Progo, ReSIGtrasi penduduk pertengahan tahun 2010, sebanyak 486.151 jiwa. Dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 239.967 jiwa (49,15% ) dan perempuan sebanyak 247.184 jiwa (50,85%). Sex ratio laki-laki : perempuan adalah 97. sedangkan jumlah rumah tangga sebanyak 138.480 KK. Rata-rata penghuni Rumah tanggga sebanyak 4 jiwa. Secara fisiografis, kabupaten ini berupa daerah dataran namun di bagian selatan berupa dataran pantai, di bagian tengah dan timur topografi bergelombang sampai berbukit, bagian barat dan utara berupa perbukitan pegunungan (Mursityo, 2005). Kulon Progo merupakan wilayah perbukitan dimana lingkungan sekitarnya berupa hutan dan semak serta banyak mata air. Faktor lingkungan tersebut menjadi faktor risiko dan mendukung peningkatan kasus malaria di kabupaten ini. Berdasarkan profil kesehatan Dinkes Kabupaten Kulon Progo tahun 2011, kasus malaria di kabupaten ini mengalami penurunan dari tahun 2000 sampai dengan 2008. Namun pada Januari 2012, kabupaten ini kembali mengalami lonjakan kasus hingga 68 kasus. Oleh karena itu, kabupaten ini memerlukan sistem surveilans yang efektif berbasis spasial dengan memanfaatkan aplikasi SIG. Aplikasi SIG dalam Surveilans Malaria di Kecamatan Kokap, Kulon Progo Kecamatan Kokap, merupakan salah satu dari beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Kabupaten Kulon Progo sendiri merupakan wilayah endemik malaria sejak puluhan tahun lalu, dimana puncak wabah malaria terjadi pada tahun 2000 yang menimbulkan 38.157 korban. Setelah beberapa tahun trend penyakit malaria mengalami penurunan, awal tahun 2012 kembali terjadi letusan atau wabah malaria di wilayah kabupaten tersebut. Diantara penderita banyak yang berasal dari kecamatan Kokap. Untuk mengatasi masalah epidemi malaria tersebut, diperlukan system informasi geografi/SIG dalam kegiatan surveillan malaria untuk menghasilkan pemetaan penyakit malaria dan faktor risikonya. Penyakit malaria sendiri erat kaitannya dengan kondisi lingkungan di wilayah endemic tersebut. Oleh karena itu,

Puskesmas di wilayah kerja kecamatan Kokap perlu melakukan system surveilan penyakit malaria dan juga faktor lingkungannya. Hal ini diperlukan agar pihak petugas kesehatan dapat membuat perencanaan yang sesuai dengan masalah penyebaran malaria di wilayah tersebut. Berikut adalah tahapan dalam kegiatan surveilans:

System surveilans di Puskesmas, umumnya masih menggunakan system manual, dimana data yang diolah akan dianalisis dan diinterpretasi dalam bentuk grafik dan tabel secara terpisah antara data penyakit dengan data faktor risikonya. Dengan penggunaan aplikasi SIG pada tahap analisis dan interpretasi data, maka output yang dihasilkan berupa peta distribusi kejadian malaria dan peta faktor risiko malaria, seperti pemetaan lokasi tempat perindukan malaria. Dengan melihat peta tersebut, pihak Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat dapat membuat dan merencanakan tindak lanjut informasi tersebut, untuk kemudian dibuat intervensi yang sesuai dengan wilayah Kecamatan Kokab, Kulon Progo. Penggunaan aplikasi SIG dalam system surveilans malaria dapat berhasil jika didukung oleh SDM yang terlatih dan menguasai penggunaan aplikasi SIG. Selain SDM, keberhasilan program aplikasi ini juga bergantung pada sumber data wilayah yang akurat, mengingat SIG merupakan informasi berbasi spasial.

Referensi: Arminsih, Ririn. 2011. Prinsip Surveilans. (materi mata kuliah Surveilans Kesehatan Lingkungan). http://www.muslimpinang.com. Mei 2012). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.275/MENKES/SK/III/2007. La-an. 2007. Sistem Informasi Geografi (SIG)/ Geographic Information System (SIG). http://mbojo.wordpress.com/2007/04/08/sistem-informasigeografi-sig/ (diakses tgl 3 Mei 2012) Mesgari, MS dan Z. Masoomi. 2008. SIG Applications in Public Health as a Decision Making Support System and Its Limitation in Iran. World Applied Sciences Journal 3 (Supple 1): 73-77. Modul Pelatihan ArcSIG Dasar. 2007. UNDP Tim Teknis Nasional Mursityo, Yusi Tyroni. 2005. Sistem Informasi Geografis: Penyebaran Bahan Galian 2012) Najafabadi, A.T. 2009. Applications of SIG in Health Sciences. Shiraz E Medical Journal, Vol. 10 (4): October 2009. Queensland Health: Hart A, McCulloch B, Harper C, Gardiner N, Rutherford S, Baker P, Harris P, OSullivan D. Report on SIG and public health spatial applications, Public Health Services, Queensland Health. Brisbane 2005. Wahyudin. 2009. E-Health dalam dunia kesehatan. Fakultas Ilmu Pendidikan UPI. Industri Kabupaten Kulon Progo Binangun. http://www.yusityro.web.ugm.ac.id/galian/geog.php (diakses tanggal 3 Mei Epidemiologi Malaria dengan SIG. http://muslimpinang.wordpress.com/2009/05/31/tinjauan- (diakses pada 3