Paper Diskusi BUMN

35
KEDUDUKAN BUMN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KEUANGAN NEGARA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENYELESAIANG SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN Oleh : Gatot Supramono Hakim Tinggi PT. Banjajmasin A. PENDAHULUAN Badan Usaha Milik Negara atau BUMN tampaknya bukan hal yang asing lagi di masyarakat terlebih bagi para hakim khususnya yang banyak mengadili perkara karena terkadang menangani sengketa yang salah satu pihaknya adalah BUMN. Selain itu para hakim juga sebagai nasabah tetap BUMN karena setiap bulan gaji dan tunjangannya dibayarkan KPN (Kantor Perbendahaan Negara) melalui BRI yang statusnya BUMN. Berbicara mengenai BUMN sampai sekarang masih banyak dari kalangan penegak hukum penyidik, jaksa, pengacara termasuk hakim yang kurang begitu mengenal secara mendalam BUMN, dan masih memandang BUMN bukan sebagai perusahaan melainkan sebagai lembaga pemerintah/negara, dengan alasan BUMN itu milik negara karena di dalam akronim BUMN terdapat kata-kata Milik Negara. Terlebih lagi ada yang berpendapat BUMN keberadaan di bawah Kementerian Negara BUMN. Pandangan yang demikian tentu saja tidak tepat alias keliru, karena BUMN didirikan oleh negara sebagai perusahaan dengan tujuan untuk mencari keuntungan untuk pemasukan 1

Transcript of Paper Diskusi BUMN

Page 1: Paper Diskusi BUMN

KEDUDUKAN BUMN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KEUANGAN NEGARA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENYELESAIANG SENGKETA PERDATA DI

PENGADILAN

Oleh : Gatot Supramono

Hakim Tinggi PT. Banjajmasin

A. PENDAHULUAN

Badan Usaha Milik Negara atau BUMN tampaknya bukan hal

yang asing lagi di masyarakat terlebih bagi para hakim

khususnya yang banyak mengadili perkara karena terkadang

menangani sengketa yang salah satu pihaknya adalah BUMN.

Selain itu para hakim juga sebagai nasabah tetap BUMN karena

setiap bulan gaji dan tunjangannya dibayarkan KPN (Kantor

Perbendahaan Negara) melalui BRI yang statusnya BUMN.

Berbicara mengenai BUMN sampai sekarang masih banyak

dari kalangan penegak hukum penyidik, jaksa, pengacara

termasuk hakim yang kurang begitu mengenal secara mendalam

BUMN, dan masih memandang BUMN bukan sebagai perusahaan

melainkan sebagai lembaga pemerintah/negara, dengan alasan

BUMN itu milik negara karena di dalam akronim BUMN terdapat

kata-kata Milik Negara. Terlebih lagi ada yang berpendapat

BUMN keberadaan di bawah Kementerian Negara BUMN.

Pandangan yang demikian tentu saja tidak tepat alias

keliru, karena BUMN didirikan oleh negara sebagai perusahaan

dengan tujuan untuk mencari keuntungan untuk pemasukan

negara sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).

Latarbelakangnya dikarenakan negara tidak dapat mencari

keuntungan dari kegiatan menyelenggarakan pemerintahan.

Oleh karena itu sebagai perusahaan BUMN keberadaannya

sama dengan perusahaan-perusahaan lainnya dengan status

1

Page 2: Paper Diskusi BUMN

badan hukum yang bukan BUMN, dimana di dalamnya ada pendiri,

pemodal/pemegang saham, direksi dan komisaris yang merupakan

organ perusahaan. Hanya bedanya, di dalam BUMN terdapat

sebagian atau seluruh modalnya berasal dari negara.

B. BUMN SEBAGAI BADAN HUKUM

Dalam ilmu hukum pendukung hak dan kewajiban disebut

subyek hukum. Subyek hukum ada dua macam yaitu orang dan

badan hukum. Badan hukum adalah sekumpulan orang yang

terikat oleh suatu organisasi yang dapat bertindak seperti

manusia pada umumnya. Badan hukum memiliki harta kekayaan

sendiri yang terpisah dari kekayaan pendiri maupun

pengurusnya. Dalam melaksanakan kegiatannya badan hukum

dapat bertindak berhubungan dengan pihak lain seperti

mengadakan perjanjian atau membayar pajak dilakukan oleh

pengurusnya.

Menurut teori von Gierke keberadaan badan hukum berada

di lapangan hukum harta kekayaan. Sejalan dengan teori

tersebut Brinz mengatakan, adanya suatu badan hukum

dikarenakan ditentukan negara. Di Indonesia suatu organisasi

disebut sebagai badan hukum diatur oleh suatu undang-undang

dan untuk memperoleh status badan hukum dilakukan pengesahan

dari pemerintah.

Sejalan dengan teori tersebut BUMN sebagai badan

hukum juga ditetapkan oleh undang-undang. Ada dua macam BUMN

yaitu Persero dan Perum. Terhadap Persero berlaku segala

ketentuan dan prinsip-prinsip perseroan terbatas sebagaimana

diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas (Pasal 11 UU BUMN). UU Perseroan Terbatas yang

berlaku sekarang adalah UU No. 40 Tahun 2007. Persero

memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian

disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.

2

Page 3: Paper Diskusi BUMN

Sedangkan untuk Perum berlaku ketentuan Pasal 35 UU

BUMN yang menyebutkan, Perum didirikan dengan Peraturan

Pemerintah, dan memperoleh status badan hukum sejak

diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya.

Dengan demikian akta pendirian Perum tidak perlu dilakukan

pengesahan seperti Persero.

C. MODAL BUMN BERASAL DARI NEGARA

Setiap perusahaan didirikan untuk mencari keuntungan

sehingga dipastikan memerlukan modal untuk menjalankan

kegiatan usahanya. Modal BUMN berasal dari negara dari

kekayaan negara yang dipisahkan (Pasal 4 ayat (1) UU BUMN).

Arti dipisahkan tersebut sesuai dengan penjelasan Pasal 4

ayat (1), pemisahan kekayaan kekayaan dari APBN untuk

dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk

selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi

didasarkan pada sistem APBN, Namur pembinaan dan

pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan

preusan yang sehat.

Dari ketentuan Pasal tersebut, tampak jelas dengan

dipisahkannya dari APBN maka modal/kekayaan negara menjadi

“putus” hubungannya dengan APBN, sehingga ketika harta

kekayaan itu dimasukkan/disetor lepada BUMN membawa akibat,

yaitu peralihan hak milik menjadi kekayaan BUMN. Harta

kekayaan tersebut bukan lagi milik negara. Hal ini señalan

dengan teori badan hukum di atas, bahwa badan hukum memiliki

harta kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pendiri

maupun pengurusnya. Oleh karena pengelolaannya sudah tidak

mengikuti APBN, di dalam BUMN tidak mengenal adanya DIPA.

Untuk BUMN pendirinya ádalah negara. Sebagai

penyerta/pemasok modal BUMN, negara statusnya sebagai

pemodal atau pemegang saham. Negara tidak dapat lagi campur

3

Page 4: Paper Diskusi BUMN

tangan atau mengutak-utik modal yang telah dimasukkan BUMN

karena sudah menjadi milik BUMN. Selaku pemegang saham

mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan

direksi dan komisaris BUMN.

Dengan kedudukannya sebagai pemegang saham, negara

berhak memperoleh pembagian keuntungan atau deviden dari

BUMN setiap tahunnya. Sebaliknya apabila BUMN menderita

kerugian, negara bertanggung jawab hanya terbatas sebesar

modal yang dimasukkan ke dalam BUMN. Bagi persero, pemegang

saham tidak bertanggung jawab atas kerugian PT yang melebihi

saham yang dimiliki (Pasal 3 ayat (1) UUPT). Untuk Perum

Pasal 39 huruf a UU BUMN menyatakan, bahwa pemodal (Menteri)

tidak bertanggung jawab atas kerugian Perum yang melebihi

penyertaan modal yang dimasukkannya.

D. KEUANGAN NEGARA

Keuangan negara diatur dalam UU No. 17 tahun 2003

tentang Keungan Negara. Yang dimaksud keuangan negara ádalah

semua hak dan kewajiban negara yang dapatdinilai dengan uang

serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang

yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (Pasal 1 angka 1).

Ruang lingkup pengertian keuangan negara berdasarkan

Pasal 2 meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. hak negara untuk memungut pajak, mengluarkan dan

mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman,

b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan

umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak

ketiga,

c. penerimaan negara,

d. pengeluaran negara,

e. penerimaan daerah,

4

Page 5: Paper Diskusi BUMN

f. pengeluaran daerah,

g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri

atau pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang,

barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,

termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan

negara/perusahaan daerah,

h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam

penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan

umum.

i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan

fasilitas yang diberikan pemerintah.

Memperhatikan ketentuan Pasal 2 huruf g UU Keuangan

Negara di atas dihubungkan dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1)

UU BUMN tampak terjadi perbenturan kepentingan, di satu

pihak kekayaan BUMN sebagai kekayaan BUMN sendiri sedangkan

di lain pihak kekayaan BUMN sebagai kekayaan negara,

sehingga berkibat menimbulkan ketidakpastian hukum yang

membingungkan penegak hukum termasuk hakim.

E. PERMASALAHAN

Dari perbenturan kepentingan ke dua undang-undang di

atas yang menjadi permasalahannya:

1. Bagaimana BUMN menyelesaikan piutangnya?

2. Apakah BUMN dapat dipailitkan?

3. Apakah harta BUMN dapat disita?

4. Apakah jaksa pengacara negara dapat mewakili BUMN dalam

perkara perdata?

5. Bagaimana pengaruhnya dengan perkara korupsi di BUMN?

Dengan lima permasalahan di atas akan dicari jawabannya

dari pembahasan sebagaimana di bawah ini,

F. PENGARUH KEUANGAN NEGARA TERHADAP BUMN

5

Page 6: Paper Diskusi BUMN

1. Perbedaan prinsip UU

Di atas telah diketahui bahwa ruang lingkup keuangan

negara yang pada prinsipnya meliputi penerimaan dan

pengeluaran negara maupun daerah. Dengan prinsip tersebut

ruang lingkup keuangan negara diperluas terutama yang

menyangkut kekayaan negara yang dikelola pihak lain termasuk

kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara sebagaimana

Pasal 2 huruf g UU Keuangan negara.

Di lain pihak BUMN yang diatur dalam UU No. 19 Tahun

2003, memang benar modal BUMN berasal dari kekayaan yang

dipisahkan bersumber dari APBN, kapitalisasi cadangan, atau

sumber lainnya. Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1)

disebutkan, yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan

kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk

selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi

didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan

pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan

yang sehat. Dengan prinsip ini, BUMN pengelolaan tidak

mengikuti keuangan negara dan akibat pemisahan tersebut

harta kekayaan BUMN bukan sebagai kekayaan negara melainkan

sebagai kekayaan BUMN sendiri.

Dari adanya perbedaan prinsip tersebut yang menjadi

permasalahan adalah sampai sejauhmana pemberlakuan keuangan

negara terhadap BUMN?

Sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2003 BUMN adalah perusahaan

yang berbadan hukum yang seluruh atau sebagian besar

modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara

langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Untuk Persero (Perusahaan Perseroan) berlaku UU No. 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas, sehingga badan hukum

Persero diperoleh setelah akta pendiriannya disahkan oleh

6

Page 7: Paper Diskusi BUMN

Menteri Hukum dan HAM. Sedangkan untuk Perum (Perusahaan

Umum) dengan Peraturan Pemerintah tentang pendirian Perum

disahkan dan diundangan dalam Tambahan Berita Negara RI

memperoleh status badan hukumnya.

Dalam teori badan hukum merupakan kumpulan sejumlah orang

yang dipandang sebagai subyek hukum. Suatu organisasi

disebut badan hukum apabila ditentukan oleh negara yang

dalam hal ini disebutkan dalam sebuah undang-undang badan

hukum keberadaannya di lapangan hukum harta kekayaan. Oleh

karena itu badan hukum memiliki kekayaan sendiri yang

terpisah dari kekayaan pendiri maupun pengurusnya. Kekayaan

badan hukum digunakan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Sehubungan dengan teori tersebut, BUMN sebagaimana di

atas adalah badan hukum. BUMN mempunyai kekayaan sendiri

yang terpisah dari pendiri maupun pengurusnya. Kekayaan BUMN

pada awalnya berasal dari modal pendirinya yaitu negara.

Modal tersebut dari kekayaan negara yang dipisahkan,

sehingga tidak berlaku sitem APBN melainkan memberlakukan

prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Modal yang dimasukkan

ke dalam BUMN menjadi milik BUMN untuk kepentingan usaha

dalam mencari keuntungan.

Sebelum pemerintah melakukan pemisahan kekayaan negara

dalam rangka penyertaan BUMN, uang tersebut masih berstatus

uang publik, karena sebelum penyertaan modal terjadi, negara

masih berstatus sebagai badan hukum publik yang tunduk

dengan hukum publik. Namun setelah BUMN berdiri, kedudukan

negara sebagai badan hukum publik seketika bertransformasi

menjadi badan hukum privat, yaitu melakukan pendirian badan

hukum BUMN, sehingga terjadilah transformasi dari uang

publik menjadi uang privat (Djalil, 2007).

7

Page 8: Paper Diskusi BUMN

Kedudukan negara terhadap BUMN adalah sebagai pendiri

BUMN. Di samping itu negara juga sebagai penyerta modal

(pemegang saham). Selaku penyerta modal memiliki hak untuk

mengendalikan BUMN melalui keputusan-keputusannya (keputusan

RUPS). Tanggung jawab negara terbatas kepada besarnya modal

yang dimasukkan. Apabila BUMN menderita kerugian yang

melebihi modalnya maka negara tidak ikut bertanggung jawab

untuk menanggung kerugian tersebut.

Keberadaan BUMN bukan termasuk lembaga negara atau

lembaga pemerintah, karena BUMN tidak berada pada struktur

organisasi negara maupun pemerintah, dan seperti telah

disebutkan di atas bahwa BUMN adalah perusahaan yang

statusnya sebagai badan hukum perdata. Dengan statusnya

tersebut harta kekayaan BUMN bukan merupakan kekayaan

Negara.

2. Fatwa MA

Sehubungan dengan itu, pada tahun 2006 Mahkamah Agung

pernah mengeluarkan fatwa atas permintaan Menteri Keuangan

RI. Fatwa dituangkan dalam surat Mahkamah Agung Nomor

WKMA/Yud/20/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006 Perihal

Permohanan fatwa hukum, berbunyi sebagai berikut :

Menunjuk surat Menteri Keuangan RI Nomor S-324/MK.01/2006

tanggal 26 Juli 2006 perihal tesebut di atas, dan setelah

Mahkamah Agung mempelajarinya dengan ini dapat disampaikan

hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003

tentang Badan Usaha Milik Negara berbunyi: “Badan Usaha

Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan

usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki

oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang

8

Page 9: Paper Diskusi BUMN

berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”.

Pasal 4 ayat (1) Undang-undang yang sama menyatakan bahwa

”Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara

yang dipisahkan”.

Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) tersebut dikatakan bahwa

“yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan

negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk

dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk

selanjutnya pembinaan dan pengelolaanya tidak lagi

didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan Belanja Negara,

namun pembinaan dan pengelolaanya didasarkan pada prinsip-

prinsip perusahaan yang sehat”;

2. Bahwa dalam pasal-pasal tersebut di atas, yang

merupakan undang-undang khusus tentang BUMN, jelas

dikatakan bahwa modal BUMN berasal dari kekayaan negara

yang telah dipisahkan dari APBN dan selanjutnya pembinaan

dan pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN

melainkan didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang

sehat;

3. Bahwa pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan :

“Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar

kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang

dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau

akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku atau akibat lainnya yang sah”;

4. Bahwa meskipun Pasal 8 Undang-undang Nomor 49 Prp.

Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara

menyatakan bahwa “piutang Negara atau hutang kepada Negara

adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau

Badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung

dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu peraturan,

9

Page 10: Paper Diskusi BUMN

perjanjian atau sebab apapun” dan dalam penjelasannya

dikatakan bahwa piutang Negara meliputi pula piutang

“badan-badan yang umumnya kekayaan dan modalnya sebagian

atau seluruhnya milik Negara, misalnya Bank-bank Negara,

PT-PT Negara, Perusahaan-perusahaan Negara, Yayasan

perbekalan dan persediaan, Yayasan Urusan Bahan Makanan

dan sebagainya”, serta Pasal 12 ayat (1) Undang-undang

yang sama mewajibkan Instansi-instansi Pemerintah dan

Badan-badan Negara seabagaimana dimaksud dalam Pasal 8

untuk menyerahkan piutang-piutang yang adanya dan besarnya

telah pasti menurut hukum akan tetapi penanggung hutangnya

tidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada Panitia

Urusan Piutang Negara, namun ketentuan tentang piutang

BUMN dalam Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tersebut

tidak lagi mengikat secara hukum dengan adanya Undang-

undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik

Negara yang merupakan undang-undang khusus (lex specialis)

dan lebih baru dari Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960;

5. Bahwa begitu pula halnya dengan Pasal 2 huruf g Undang-

undang Nomor 17 Tahun 2003 yang berbunyi: Keuangan Negara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 meliputi : “g.

kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau

oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang,

barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,

termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan

negara/perusahaan daerah”, yang dengan adanya Undang-

undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN maka ketentuan

dalam Pasal 2 huruf g khusus mengenai ”kekayaan negara

yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah”

juga tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum;

6. Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, dapat dilakukan

perubahan seperlunya atas Peraturan Pemerintah Nomor 14

10

Page 11: Paper Diskusi BUMN

Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang

Negara/Daerah.

Dari fatwa Mahkamah Agung di atas dapat disimpulkan bahwa

ketentuan Pasal 2 huruf g UU Keuangan Negara tidak mengikat

secara hukum kepada BUMN, dengan demikian harta kekayaan

BUMN yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan bukan

merupakan kekayaan negara.

3. Pedapat Kemeneg BUMN

Selain fatwa tersebut, ada pendapat dari Kementerian

Negara BUMN yang tertuang dalam suratnya No. S-

298/S.MBU/2007 25 Juni 2007 tertanggal 25 Juni 2007 yang

ditujukan kepada Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN

tentang hubungan UU Keuangan Negara dengan UU BUMN yang

isinya dapat disimpulkan sebagai berikut:

Sesuai dengan UU Keuangan Negara dan UU BUMN, maka

kekayaan Negara yang ada pada BUMN hanya sebatas

modal/saham, untuk selanjutnya dikelola secara korporasi

sesuai dengan kaidah-kaidah hukum korporasi, tidak lagi

dikelola berdasarkan kaidahkaidah hukum kekayaan Negara.

Berdasarkan kedua undang-undang tersebut, mengingat ruang

lingkup Keuangan Negara terdiri dari kekayaan Negara yang

tidak dipisahkan dan kekayaan Negara yang dipisahkan, maka

dalam pengelolaan keuangan Negara berlaku dua kaidah atau

rezim hukum, yaitu kaidah hukum Keuangan Negara yang

mengatur pengelolaan kekayaan Negara yang tidak dipisahkan

(APBN/APBD), dan kaidah hukum Korporasi yang mengatur

pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan (BUMN/BUMD).

Bagi BUMN memang berlaku kedua rezim hukum tersebut, namun

rezim hukum Keuangan Negara hanya berlaku bagi BUMN sebatas

11

Page 12: Paper Diskusi BUMN

yang terkait dengan permodalan dan eksistensi BUMN.

Misalnya, di dalam UU BUMN diatur bahwa pendirian,

penggabungan, peleburan, pengambilalihan, perubahan modal,

privatisasi, dan pembubaran BUMN ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah, dan bahkan dalam prosesnya melibatkan Menteri

Teknis, Menteri Keuangan, Presiden, dan DPR. Sedangkan

tindakan-tindakan operasional (di luar permodalan dan

eksistensi BUMN), tunduk sepenuhnya kepada rezim hukum

Korporasi. Hal tersebut jelas dinyatakan dalam Pasal 11 UU

BUMN yang menyatakan bahwa terhadap Persero berlaku segala

ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan

terbatas sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1995

(sekarang UU No. 40 Tahun2007 tentang Perseroan Terbatas).

4. PP No. 33 Tahun 2006 sebagai regulasi

Dengan adanya fatwa Mahkamah Agung dan pendapat

Kementerian Negara BUMN yang isinya sejalan tersebut dapat

diketahui bahwa oleh karena Pasal 2 huruf g tidak mengikat

BUMN maka pengaruh UU Keuangan Negara terhadap BUMN tidak

sampai memasuki “rumah tangga” BUMN. Harta kekayaan BUMN

bukan sebagai harta kekayaan negara melainkan sebagai milik

BUMN sendiri. Hal ini sesuai dengan teori badan hukum yang

memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta

kekayaan pengurus maupun para pendirinya. Negara selaku

pendiri BUMN berkedudukan sebagai pemegang saham/pemilik

modal BUMN yang berhak atas pembagian deviden atau

keuntungan BUMN.

Setelah mengetahui bahwa BUMN mempunyai harta kekayaan

sendiri, maka jika BUMN bersengketa di pengadilan sebagai

tergugat konsekuensinya harta kekayaannya dapat disita oleh

pengadilan baik sita jaminan atau sita eksekusi. Seandainya

12

Page 13: Paper Diskusi BUMN

di dalam BUMN masih terdapat barang-barang milik negara

tidak dapat disita berdasarkan UU Perbendaraan negara.

Kemudian apabila BUMN mempunyai piutang yang belum

dibayar oleh debiturnya meskipun telah jatuh tempo, tidak

lagi menyerahkan penyelesaian piutangnya ke Panitia Urusan

Piutang Negara (PUPN). Sebelum belakunya UU No. 19 Tahun

2003 BUMN menyelesaikan piutangnya melalui PUPN dasarnya

adalah Pasal 8 UU PUPN karena piutang negara mencakup

piutang perusahaan negara yang sekarang disebut BUMN.

Berdasarkan UU BUMN pemerintah telah mengeluarkan PP No. 33

Tahun 2006 tentang Perubahan atas PP No. 14 Tahun 2005

tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah berlaku

sejak tanggal diundangkan yaitu 6 Oktober 2006, mengatur

sebagai berikut:

Pasal I:

Ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 dalam Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang

Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, dihapus.

Pasal II:

1. Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai

berlaku :

a. Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah untuk

selanjutnya dilakukan sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di bidang Perseroan

Terbatas dan Badan Usaha Milik Negara beserta peraturan

pelaksanaannya.

b. Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah yang telah

diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara c.q.

Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan usul

penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah yang telah

13

Page 14: Paper Diskusi BUMN

diajukan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal

Piutang dan Lelang Negara tetap dilaksanakan berdasarkan

Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia

Urusan Piutang Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 14

Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang

Negara/Daerah beserta peraturan pelaksanaannya.

2. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku

pada tanggal diundangkan.

Dengan adanya UU BUMN dan PP tersebut maka berpengaruh

terhadap penyelesaian utang piutang BUMN yang tidak lagi

melalui lembaga PUPN berakibat wewenang PUPN hanya

menyelesaian piutang-piutang negara yang bukan berasal dari

BUMN. Oleh karena itu sudah waktunya UU PUPN perlu diubah

atau diganti dengan mengikuti perkembangan zaman.

G. PENYELESAIAN PIUTANG BUMN

Dengan keluarnya PP 33 Tahun2006 sebagai peraturan

pelaksana UU BUMN yang dilatarbelakangi Fatwa MA dan

pendapat Kemeneg BUMN sebagaimana suratnya di atas

berpengaruh terhadap penyelesaian utang piutang BUMN, karena

sebelumnya BUMN menyerahkan penyelesaian ke PUPN.

Penyelesaian utang piutang sejak saat itu tidak lagi ke

PUPN, karena harta BUMN bukan lagi sebagai kekayaan negara,

tetapi kekayaan BUMN sendiri sehingga sesuai PP No. 33 Tahun

2006 piutang BUMN diselesaikan menurut UU Perseroan

Terbatas dan UU BUMN.

Berdasarkan hal tersebut, menurut hemat kami BUMN

menyelesaikan utang piutangnya dengan mengikuti tata cara

ketentuan hukum jaminan yang berlaku, tanpa menutup

kemungkin BUMN menggunakan lembaga perdamaian dengan cara

mediasi atau lembaga arbitrase.

14

Page 15: Paper Diskusi BUMN

Apabilan BUMN menyelesaikan piutangnya mengikuti hukum

jaminan, maka berlaku ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU

sebagai berikut:

a. UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (tanah dan

bangunan),

a. UU No. 42 Tahun 1999 tetang Fidusia (barang bergerak),

b. Buku Kedua Bab Kedua Puluh, dari Pasal 1150 sampai dengan

Pasal 1161 KUH.Perdata tentang gadai (barang bergerak),

dan

c. Pasal 60 s/d Pasal 66 UU No. 17 Tahun 2008 Tentang

Pelayaran, Pasal 314 KUHD, KUH.Perdata Pasal 1168, 1169,

1171 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 1175 dan Pasal 1176

ayat (2), Pasal 1177, Pasal 1178, Pasal 1180, Pasal 1186,

Pasal 1187, Pasal 1189, Pasal 1190, Pasal 1193 s/d Pasal

1197, Pasal 1199 s/d Pasal 1205, Pasal 1207 s/d Pasal

1919, Pasal 1224 s/d Pasal 1227 tentang hipotek kapal.

Dari ketentuan-ketentuan hukum jaminan tersebut BUMN

mempunyai kebebasan untuk melakukan pilihan hendak

menyelesaikan utang piutangnya, melalui lembaga pengadilan

atau menyelesaikan sendiri (mengeksekusi sendiri jaminan

utang).

Jika BUMN memilih menyelesaikan melalui pengadilan,

sesuai hukum acara perdata maka prosedurnya dapat dilakukan

dengan:

a. Mengajukan gugatan perdata kepada debitur/nasabahnya

dengan alasan wanprestasi atas utangnya, atau

b. Mengajukan permohonan eksekusi terhadap grosse akta hak

tanggungan/fidusia/hipotek kapal.

BUMN dapat mengajukan gugatan perdata terhadap

nasabah/debiturnya karena wanprtestasi atas utangnya.

Gugatan ini di sidangkan dengan acara jawab-menjawab,

pembuktian, dan putusan. Setelah putusan memperoleh kekuatan

15

Page 16: Paper Diskusi BUMN

hukum tetap, sebagai pihak yang dimenangkan BUMN mengajukan

permohonan eksekusi kepada ketua pengadilan negeri, karena

pengadilan bersikap pasif. Pengadilan tidak mungkin

mengeksekusi putusannya sendiri apabila tidak diminta.

Semua grosse akta yang berkepala Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dapat dimintakan

permohonan eksekusi kepada pengadilan karena dengan title

eksekutorial tersebut grosse akta memiliki kekuatan yang

sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap.

Pengajuan permohonan eksekusi grosse akta tanpa perlu

dilakukan pemeriksaan seperti perkara gugatan perdata.

Dengan permohonan eksekusi ketua pengadilan dapat langsung

mengeluarkan penetapan eksekusi grosse akta.

Untuk gadai, meskipun dalam gadai tidak dikenal adanya

grosse akta, karena gadai dapat dilakukan secara lisan,

namun Pasal 1156 KUH.Perdata memungkinkan untuk melakukan

eksekusi melalui pengadilan. Pasal tersebut menyebutkan,

bahwa bagaimanapun apabila debitur atau pemberi gadai cidera

janji, kreditor dapat menuntut di muka Hakim supaya

barangnya gadai dijual menurut cara yang ditentukan oleh

Hakim untuk melunasi utang beserta bunga dan biaya, ataupun

Hakim, atas tuntutan kreditur, dapat mengabulkan bahwa

barang gadainya akan tetap pada kreditor untuk suatu jumlah

yang akan ditetapkan dalam putusan hingga sebesar utangnya

beserta bunga dan biaya.

Dalam praktik pernah terjadi kasus, perusahan dari

Singapore BECKKETT PT E. LTD., menggugat DEUTSCHE BANK

AKTIENGESELLSCHAFT, dkk., dengan dasar penggugat adalah

pemilik saham PT. Swabara Mining Energy sebanyak 7.420

lembar saham atau sebesar 74,2%. Penggugat sebagai pemberi

gadai dan Tergugat I (Deutsche Bank Aktiengesellschaft)

16

Page 17: Paper Diskusi BUMN

sebagai penerima gadai telah ditandatangani akta gadai

saham, yaitu Share Pledge Agreement Nomor 5, tanggal 05

November 1997. tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih

dahulu yang diberikan secara patut dari Tergugat I dan tanpa

dilandasi oleh dasar hukum yang sah, pada tanggal 15

Februari 2002, Tergugat I menjual saham-saham Penggugat

kepada PT. MULHENDI SENTOSA ABADI Tergugat III secara

tertutup atau di bawah tangan.

Belakangan diketahui Tergugat I menjual saham-saham

Penggugat dengan harga US$ 800,000,- sesuai Deed of Sell and

Purchase of Share Agreement No. 21 tanggal 15 Februari 2002

dan Akta Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi Gadai Saham

Secara Jual Beli No. 22 tanggal 15 Februari 2002, keduanya

dibuat di hadapan Ilmiawan Dekrit Supatmo, S.H., Notaris di

Jakarta.

Dasar penjualan saham-saham Penggugat adanya 3 (tiga)

Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, masing-masing

tertanggal 11 Desember 2001 yang memang sengaja diminta

secara sepihak (voluntair) oleh Tergugat I ke Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan sebagai berikut:

a. Penetapan No. 338/Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel., tanggal 11

Desember 2001.

b. Penetapan No. 339/Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel., tanggal 11

Desember 2001.

c. Penetapan No. 340/Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel., tanggal 11

Desember 2001.

Setelah berhasil menjual Saham-saham Penggugat secara

tertutup atau di bawah tangan, Tergugat I kembali meminta

penetapan secara sepihak (voluntair) ke Pengadilan Negeri

17

Page 18: Paper Diskusi BUMN

Jakarta Selatan untuk mengesahkan tindakannya, ternyata

dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan

mengeluarkan Penetapan No. 34/Pdt.P/2002/PN.Jak.Sel.,

tanggal 19 Februari 2002 .

Namun empat Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan Penetapan

No. PTJ.KPT.01.2005 tertanggal 25 Februari 2005, Putusan

Mahkamah Agung tgl. 23 September 2010 No, 1130 K.Pdt/2010

dalam pertimbangan hukumnya membenarkan putusan Pengadilan

Tinggi Jakarta tanggal 10 Desember 2009 No. 475?PDT/2009

yang menguatkan putusan Pengadilan negeri Jakarta Selatan

tanggal 8 April 2009 No. 649/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel., yang

menolak gugatan penggugat seluruhnya.

H. KEPAILITAN BUMN

Kedudukan BUMN sebagai badan hukum perdata dapat

sebagai kreditur dan dapat pula sebagai debitur. Jika BUMN

mempunyai utang dan sudah jatuh tempo tetapi tidak membayar

utangnya, apakah BUMN dapat dipailitkan ? Dasar hukum

kepailitan adalah UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Kepailitan adalah salah satu cara yang digunakan

kreditur untuk menyelesaikan utang piutang. Dalam Pasal 1

angka 1 UUK, disebutkan kepailitan adalah sita umum atas

semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan

pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan

Hakim Pengawas .

Sebagaimana diketahui dalam pembahasan di atas, BUMN

kedudukannya adalah sebagai perusahaan dan sebagai badan

hukum memiliki harta kekayaan sendiri. Oleh karena itu pada

18

Page 19: Paper Diskusi BUMN

prinsipnya jika utang BUMN tidak dibayar terbuka kemungkinan

BUMN dapat dipailitkan oleh pengadilan.

Suatu perusahaan dinyatakan pailit apabila dilakukan

dengan putusan pengadilan niaga sebagai yang berwenang.

Kepailitan baru terjadi apabila memenuhi syarat-syarat Pasal

2 ayat (1) UUK yaitu: Debitur yang mempunyai dua atau lebih

Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang

telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan

putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun

atas permohonan satu atau lebih krediturnya. BUMN dapat

dipailitkan, jika BUMN memiliki minimal dua utang dan salah

satu utangnya tidak dibayar meskipun telah jatuh tempo.

Untuk dapat mempailitkan BUMN tidak dapat diajukan oleh

krediturnya, akan tetapi harus memenuhi syarat-syarat Pasal 2

ayat (5) UUK, yaitu:

a. usaha BUMN bergerak di bidang kepentingan publik,

b. permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh

Menteri Keuangan.

Sampai saat ini belum pernah terjadi di dalam praktik ada

BUMN yang dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga. Meskipun

demikian terdapat suatu permasalahan, bagaimana menteri

keuangan sdebagai satu-satu pihak yang dapat mengajukan

permohonan pailit dapat membuktikan bahwa BUMN mempunyai

lebih dari satu utang di depan persidangan? Tampaknya hal ini

merupakan suatu hambatan bagi menteri keuangan, yang imbasnya

sangat tipis kemungkinan BUMN yang usahanya bergerak dibidang

pelayangan publik dapat dipailitkan.

Bandingkan dengan kepailitan bank, bank hanya dapat

dipailitkan oleh BI. Pasal 2 ayat (3) menyebutkan, dalam hal

debitur adalah bank, maka permohonan pernyataan pailit hanya

dapat diajukan oleh Bank Indonesia. BI dapat mengajukan

pailit, karena berdasarkan UU Perbankan BI selaku pengawas

19

Page 20: Paper Diskusi BUMN

bank, sehingga dari hasil pengawasannya dapat mengetahui ada

bank yang tidak sehat. Selain itu dari hasil pengawasannya

pula BI mengetahui sebuah bank mempunyai berapa utang dan

berapa besar utangnya. Oleh karena itu BI dimungkinkan untuk

dapat membuktikan utang-utang bank di pengadilan dan mana

utang yang tidak dapat ditagih meskipun telah jatuh tempu.

I. SITA TERHADAP HARTA KEKAYAAN BUMN

Sebagai badan hukum BUMN memiliki kekayaan sendiri yag

terpisah dari kekayaan pengurus/pendirinya. Kekayaan BUMN

bukan milik negara. Oleh karena kekayaan BUMN bukan milik

negara maka pengadilan dapat dilakukan penyitaan baik sita

jaminan atau sita eksekusi untuk kepentingan suatu perkara

perdata.

Dalam suatu BUMN ada kemungkinan terdapat barang-barang

milik negara yang masih dikuasai baik barang bergerak maupun

barang tidak bergerak. Barang-barang ini statusnya bukan

milik BUMN. Sebagai barang milik Negara tidak dapat

dilakukan penyitaan, dasar hukumnya adalah Pasal 50 UU No. 1

Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, mengatur sebagai

berikut:

Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:

a. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang

berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;

b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada

negara/daerah;

c. barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada

instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;

d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik

negara/daerah;

20

Page 21: Paper Diskusi BUMN

e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh

negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas

pemerintahan.

Penyitaan terhadap kekayaan BUMN karena sebagai barang

bukan milik Negara prosedurnya tidak perlu minta izin dari

Mahkamah Agung sebagaimana putusan MA No. 1109 K/PDT/2004

tanggal 14 Oktober 2005.

Sejak berlakunya BUMN dalam praktik sudah ada penyitaan

yang dilakukan oleh pengadilan antara lain yaitu:

a. Penyitaan yang dilakukan PN. Tenggarong terhadap

kekayaan Pertaminasebagaimana Penetapan Penetapan No.

11/Pdt.G/1998/PN.Tgr. tanggal 23 Mei 2007 sebagai

berikut :

1. Mengabulkan Permohonan Eksekusi dari Pemohon tersebut;

2. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri

Tenggarong untuk meminta bantuan (delegasi) kepada Ketua

Pengadilan Negeri Balikpapan untuk melaksanakan Sita

Eksekusi atas sejumlah uang milik Termohon Eksekusi I

sebesar Rp.20.000.000.000,- (dua puluh milyar rupiah),

serta ditambah biaya perkara dan pelaksanaan putusan

yang jumlahnyaditentukan kemudian pada :

1. Bank Rakyat Indonesia Cabang Balikpapan, Nomor

Rekening 012101000201309, atas nama

PTMN-BRI-PMS6/BPP/PR1 (Termohon Eksekusi I);

2. Bank Mandiri Balikpapan, Nomor Rekening :

1490072000013, atas nama PTMN-MDR-PMS6/BPP/PR1

(Termohon Eksekusi I);

3. Bank Negara Indonesia Balikpapan, Nomor Rekening :

0076393559, atas nama PERTAMINA UP. V (Termohon

Eksekusi I);

21

Page 22: Paper Diskusi BUMN

3. Memerintahkan pula kepada Panitera Pengadilan Negeri

Tenggarong untuk meminta bantuan (Delegasi) kepada Ketua

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk melaksanakan Sita

Eksekusi atas sejumlah uang milik Termohon Eksekusi II

sebesar Rp.20.000.000.000,- (dua puluh milyar rupiah),

serta ditambah biaya perkara dan pelaksanaan putusan

yang jumlahnya ditentukan kemudian pada : ABN Amro Bank

Jakarta Pusat, Nomor Rekening A/C : 1114565USD, atas

nama TOTAL E&P INDONESIE (Termohon Eksekusi II);

Pihak Pertamina (termohon eksekusi I) dan TOTAL E&P

INDONESIE (termohon eksekusi II) tidak terima barangnya

disita eksekusi mengajukan kasasi terhadap penetapan

eksekusi tersebut. MA dengan putusannya No. 1958

K/Pdt/2007 tanggal tanggal 9 Juni 2009keberatan terhadap

Eksekusi putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum

tetap upaya hukumnya bukan kasasi tetapi perlawanan dan

menyatakan permohonan kasasi Pertamina dkk., dinyatakan

tidak dapa diterima.

b. Penyitaan yang dilakukan terhadap tanah dan bangunan

PLN oleh PN. Pinrang. Sita Eksekusi dilakukan terhadap

tanah dan bangunan yang terletak di atas Persil No.21

Kohir No.677 (bentuk L) serta persil 23 D.I NOP.003-0152,0

luas ± 2.166 m2 berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan

Negeri Pinrang tanggal 14 April 1999

No.10/Pen.EB/99/PN.Pinrang Jo. Berita Acara Penyitaan

tanggal 19 April 1999 Berita Acara Penyitaan tanggal 20

April 1999.

Terhadap penyitaan tersebut PLN keberatan dan mengajukan

perlawan dengan alasan barang yang disita adalah milik

Negara dan tidak ada izin dari MA, sehingga penyitaan

22

Page 23: Paper Diskusi BUMN

bertentangan dengan Pasal 55 dan 56 ICW dan harus

dinyatakan tidak berkekuatan hukum.

Putusan No. 23/Pdt.G/2002/PN.Pinrang. tanggal 27 Januari

2003 yang menolak perlawanan PLN dikuatkan oleh Pengadilan

Tinggi Makasar dengan putusan No.225/Pdt/2003/PT.Mks.

tanggal 8 Oktober 2003.

Di tingkat kasasi MA dengan putusan No.1190 K/Pdt/2004

tanggal 14 Oktober 2005 menolak permohonan kasasi PLN

dengan pertimbangan, PLN yang semula merupakan BUMN

diubah menjadi Perseroan Terbatas (milik Pemerintah,

tetapi tidak seluruh harta kekayaannya adalah milik

Negara, oleh karena itu tidak diperlukan izin dari MA, dan

PLN adalah partai dalam perkara (bukan derden verzet) dan

Sita Eksekusi tersebut dilakukan dalam rangka memenuhi

putusan No.02/Pdt.G/1998/PN.Pinrang Jo

No.54/Pdt/1999/PT.MKS., yang telah berkekuatan hukum

tetap.

J. JAKSA PENGACARA NEGARA

BUMN adalah badan hukum perdata yang bentuknya berupa

perusahaan yang bertujuan untuk mencari keuntungan yang

sebesar-besarnya. Dengan memperhatikan kedudukan hukum

tersebut, apakah dalam sengketa perdata BUMN dapat diwakili

oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) di persidangan

pengadilan ?

Dasar hukum JPN terdapat di dalam UU No. 16 Tahun 2004

tenang Kejaksaan RI. Di dalam UU tersebut kejaksaan

mempunyai kewenangan bertindak di bidang hukum pidana, hukum

perdata dan hukum TUN. Dalam perkara pidana jaksa hadir di

persidangan sebagai penuntut umum dengan dilengkapi surat

tugas dari kepala kejaksaan.

23

Page 24: Paper Diskusi BUMN

Di bidang perdata dan TUN Pasal 30 ayat UU No. 16

Tahun 2004 kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak

baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama

negara atau pemerintah. Kejaksaan datang menghadap di

persidangan dalam sengketa perdata kedudukan sebagai JPN

dapat mewakili penggugat atau tergugat dengan menyerahkan

surat kuasa khusus.

Sejalan dengan kedudukannya tersebut, maka pihak yang

berperkara yang diwakili JPN adalah Negara, dalam hal ini

dapat dari lembaga eksekutif, legislatif atau yudikatif yang

sedang bersengketa. Apabila kedudukan JPN dihubungan dengan

BUMN yang sedang menghadapi sengketa perdata, tampaknya JPN

tidak dapat mewakili BUMN karena BUMN statusnya bukan

lembaga Negara atau lembaga pemerintah.

Kedudukan BUMN dalam kenyataannya tidak berada di dalam

struktur organisasi pemerintah maupun Negara. Ada sementara

orang yang mengatakan bahwa BUMN berada di bawah Kemeneg

BUMN, namun pendapat ini tidak dapat dibenarkan, karena

lembaga-lembaga atau kantor-kantor yang berada di bawah

kementerian adalah UPT (unit pelaksana teknis). BUMN bukan

sebagai UPT dari Kementeg BUMN. Oleh karena itu BUMN

keberadaannya di luar Kemeneg BUMN karena BUMN bukan bagian

dari organisasi Negara/pemerintah.

Dalam putusan perkara antara PT. ANGKASA PURA (PERSRO)

sebagai pelawan melawan PT. PRIMA GRIYA LESTARI sebagai

terlawan dan Kepala BPN sebagai turut terlawan yang diputus

PN. Tangerang dengan putusan No.111/Pdt.Plw/2005/PN.Tng.

tanggal 26 September 2005 eksepsi terlawan diterima dan

gugatan perlawanan terlawan tidak dapat diterima, dengan

pertimbangan, pelawan merupakan BUMN statusnya adalah

perusahaan sehinga bukan sebagai Negara, karena

keberadaannya tidak berada di dalam struktur salah satu

24

Page 25: Paper Diskusi BUMN

organisasi lembaga Negara atau lembaga pemerintah. Dengan

demikian Jaksa Pengacara Negara tidak memiliki dasar untuk

mewakili pelawan di persidangan.

Putusan tersebut di tingkat banding dikuatkan oleh PT.

Banten dengan putusannya No. 27/Pdt/2006/PT.Btn. tanggal 31

Agustus 2006. Selanjutnya di tingkat kasasi MA dengan

putusannya No.233 K/Pdt/2007 tanggal 22 Januari 2008 menolak

permohonan kasasi yang diajukan oleh pelawan, dengan

pertimbangan judex factie (pengadilan tinggi dan pengadilan

negeri) tidak salah menerapkan hukum.

Dari putusan tersebut telah menunjukkan bahwa JPN tidak

dapat mewakili BUMN dalam perkara perdata di persidangan

pengadilan.

K. PENGARUHNYA TERHADAP PERKARA KORUPSI DI BUMN

Sebagaimana telah dibahas di atas bagaimana pengaruh

keuangan negara terhadap BUMN, dimana pengaruhnya terbatas

pada kepemilikan saham/modal yang dimasukkan ke dalam BUMN,

sedangkan harta kekayaan BUMN merupakan milik BUMN sendiri

dan bukan lagi milik negara. Pengaruh keuangan negara tidak

sampai masuk ke urusan interen BUMN.

BUMN sebagai perusahaan yang bertujuan mencari

keuntungan yang sebesar-besarnya, di dalam menghadapi

persaingan bisnis dari dalam dan luar negeri terkadang

menderita kerugian. Kerugian dapat disebabkan karena direksi

BUMN salah mengambil langkah dalam berusaha atau terjadi

miss management. Apakah kerugian BUMN ini dapat disebut

kerugian negara dan pergurusnya dapat dengan tidak pidana

korupsi?

Tindak pidana korupsi diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999

jo UU No. 20 Tahun 2001. Dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU

tersebut antara lain disebuatkan bahwa perbuatan

25

Page 26: Paper Diskusi BUMN

korupsidapat merugikan keuangan negara. Kerugian negara

merupakan salah satu untuk yang harus dipertimbangan oleh

hakim.

Mengenai keuangan dalam Penjelasan Umum UU TPPK

dijelaskan, bahwa yang dimaksud dengan keuangan adalah

seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan

atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala

bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang

timbul karena :

(a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan

pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di

tingkat pusat maupun di daerah;

(b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan

pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha

Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang

menyertakan modal negara, atau perusahaan yang

menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian

dengan Negara. Sedangkan yang dimaksud dengan

Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang

disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas

kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri

yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di

tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan

memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada

seluruh kehidupan rakyat.

Dari penjelasan UU TPPK di atas menunjukkan bahwa

keuangan Negara meliputi harta kekayaan yang yang berada

dalam pengurusan dan dikuasai oleh BUMN. Singkatnya harta

kekayaan BUMN adalah milik Negara, sehingga kerugian BUMN

merupakan kerugian Negara. Personil atau pejabat BUMN yang

berbuat merugikan BUMN dapat dipidana dengan UU TPPK.

26

Page 27: Paper Diskusi BUMN

Memperhatikan tentang kerugian Negara tersebut, maka

terdapat perbenturan kepentingan antara UU TPPK dengan UU

BUMN, karena terjadi perbedaan prinsip pada kedua UU itu.

Prinsip UU TPPK menghendaki kerugian Negara termasuk

kerugian BUMN, sedangkan prinsip UU BUMN kerugian BUMN

merupakan kerugian BUMN sendiri dan bukan kerugian Negara.

Dengan adanya perbedaan prinsip yang demikian,

berdampak kepada ketidakpastian hukum dan membingungkan

masyarakat pencari keadilan, juga para penegak hukum

termasuk para hakim. Oleh karena itu perlu dicarikan jalan

keluarnya dengan mendudukan pada proporsi yang sebernarnya

dan dapat menciptakan rasa keadilan

Dalam praktik yang terjadi selama ini terhadap BUMN yang

bermasalah selalu pelakunya dihukum dengan pidana korupsi.

Sebagai contoh yang paling mencolok adalah BUMN yang

usahanya di bidang perbankan. Asal ada kredit macet itu

tandanya ada peristiwa korupsi. Kasus Bank BNI dengan

terdakwa A. Waworuntu dan kasus Bank Mandiri dengan terdakwa

ECW. Neloe, keduanya dipidana oleh MA dengan pidana korupsi

karena terbukti salah dalam mengucurkan kredit kepada

nasabahnya.

Dari permasalahan di atas selaku penulis/penyaji

berpendapat, berhubung BUMN adalah perusahaan dan

pengelolaannya tidak mengikuti sistem APBN tetapi dengan

prinsip-prinsip perusahaan yang sehat, dan kerugian BUMN

bukan merupakan kerugian Negara, tindak pidana korupsi tidak

dapat dikenakan kepada personil BUMN yang merugikan BUMN.

Jika tindak pidana korupsi tidak dapat dikenakan, bukan

berarti pejabat BUMN akan lolos dari jerat hukum sama

sekali, akan tetapi pelakunya tetap dapat dipidana dengan

menggunakan delik lain. Pada BUMN perbankan pelakunya dapat

dijerat dengan tindak pidana dibidang perbankan berdasarkan

27

Page 28: Paper Diskusi BUMN

UU Perbankan, karena kesalahan di dalam pemberian kredit

selalu berhubungan dengan teknis perbankan. Selain itu

pelakunya dapat dikenakan dengan delik KUHP, karena

penyimpangan yang sering terjadi di BUMN berhubungan dengan

pemalsuan surat (Pasal 263) atau penggelapan (Pasal 372 dan

374).

L. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari seluruh uraian pembahasan di atas dapat

disimpulkan, bahwa ciri khas BUMN sebagian atau seluruh

modalnya berasal dari Negara, pengelolaannya tidak mengikuti

sistem APBN sebagai konsekuensi dari pemisahan kekayaan

Negara. Modal yang dimaksukkan ke dalam BUMN menjadi milik

BUMN dan Negara sebagai pemegang saha/pemodal tidak dapat

menarik modal tersebut.

Dengan keluarnya PP No. 33 Tahun 2006 yang merupakan

peraturan pelaksanaan UU BUMN sebagai dasar penyelesaian

utang-piutang BUMN tidak lagi melalui PUPN. BUMN dapat

menyelesaikan melalui pengadilan, menjual secara lelang

barang jaminan, atau dengan parate excecutie.

Pembentuk UU sewaktu membuat UU BUMN kurang begitu

cermat di dalam membuat peraturannya, karena prinsip yang

ada di UU BUMN ternyata tidak sinkron dengan UU yang lain

yaitu UU Keuangan Negara, UU PUPN, dan UU TPPK dengan

prinsip keuangan Negara termasuk harta kekayaan BUMN.

Adanya perbenturan prinsip hukum ini berpengaruh kepada

ketidakpastian hukum yang dapat menyebabkan BUMN tidak dapat

berkembang dengan baik karena tidak dapat sepenuhnya

mengelola dengan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

Direksi BUMN mempunyai beban psikologis jika salah urus akan

diadili di Pengadilan TIPIKOR.

28

Page 29: Paper Diskusi BUMN

Sebagai jalan keluarnya dapat disarankan, perlu adanya

perubahan atau penggantian UU Keuangan Negara, UU TPPK dan

UU PUPN dengan secepatnya, agar dapat tercipta kepatian

hukum sehingga kebingungan masyarakat dan penegak hukum

segera berakhir.

29