Paper Defisit Anggaran

5
PRIVATISASI BUMN DALAM KEBIJAKAN DEFISIT ANGGARAN Oleh: Devri Radistya Kelas 8D Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Bintaro email: [email protected] Abstrak – Defisit anggaran pemerintah yang terjadi harus dibiayai dengan sumber-sumber yang mungkin dilakukan oleh pemerintahan, sumber-sumbernya adalah utang luar negeri, utang dalam negeri, pencetakan uang, privatisasi, dan running down cadangan devisa pemerintah. Pengalaman internasional memperlihatkan bahwa tujuan utama privatisasi ada dua, yaitu: pertama, untuk mengurangi defisit fiskal dan atau menutupi kewajiban-kewajiban (hutang-hutang) pemerintah yang jatuh tempo, dan kedua, untuk mendorong kinerja ekonomi makro atau efisiensi makro. Kehati- hatian dalam menentukan BUMN mana yang bisa di privatisasi atau tidak menjadi poin penting dalam penentuan kebijakan privatisasi secara keseluruhan, karena perlu juga melihat bagaimana posisi BUMN tersebut pada perannya di perekonomian negara secara keseluruhan. Kata Kunci : pemerintah, defisit anggaran, privatisasi, BUMN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan defisit anggaran adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Para ahli memperhitungkan defisit anggaran Negara sebagai persentase dari PDB, dengan begitu didapatkan gambaran berapa persen suatu negara dapat menghimpun dana untuk menutup dana defisit tersebut dan seberapa besar dampaknya terhadap keadaan perekonomian. Pemerintah menerapkan kebijakan defisit anggaran ini dengan tujuan salah satunya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi seperti untuk pembangunan infrastruktur dan kebijakan ekspansif lainnya. Defisit anggaran pemerintah yang terjadi harus dibiayai dengan sumber-sumber yang mungkin dilakukan oleh pemerintah. Strategi pemilihan sumber pembiayaan anggaran perlu dilakukan secara hati-hati dan tepat sasaran agar sumber-sumber pembiayaan anggaran. Hal ini ditujukan agar opsi strategi pembiayaan dapat digunakan seoptimal mungkin untuk menghindari terjadinya penumpukan beban fiskal di masa mendatang yang berpotensi mengganggu kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). Sumber pembiayaan defisit anggaran secara konvensional terdiri dari money financed dan bond financed defisit, yaitu pembiayaan dengan pencetakan uang dan pembiayaan dengan menerbitkan bonds atau obligasi negara (Turnovsky dan Wohar, 1987; dan Scarth, 1996). Pembiayaan pemerintah untuk mengatasi defisit anggaran pemerintah tidak hanya melalui bond, ataupun percetakan uang, namun juga dapat dilakukan dengan melakukan privatisasi BUMN seperti yang diungkapkan oleh Buiter (1982 dan 1995) mengidentikasi sumber pembiayaan

description

Paper Defisit Anggaran

Transcript of Paper Defisit Anggaran

Page 1: Paper Defisit Anggaran

PRIVATISASI BUMN DALAM KEBIJAKAN DEFISIT ANGGARAN

Oleh: Devri RadistyaKelas 8D Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Bintaro

email: [email protected]

Abstrak – Defisit anggaran pemerintah yang terjadi harus dibiayai dengan sumber-sumber yang mungkin dilakukan oleh pemerintahan, sumber-sumbernya adalah utang luar negeri, utang dalam negeri, pencetakan uang, privatisasi, dan running down cadangan devisa pemerintah. Pengalaman internasional memperlihatkan bahwa tujuan utama privatisasi ada dua, yaitu: pertama, untuk mengurangi defisit fiskal dan atau menutupi kewajiban-kewajiban (hutang-hutang) pemerintah yang jatuh tempo, dan kedua, untuk mendorong kinerja ekonomi makro atau efisiensi makro. Kehati-hatian dalam menentukan BUMN mana yang bisa di privatisasi atau tidak menjadi poin penting dalam penentuan kebijakan privatisasi secara keseluruhan, karena perlu juga melihat bagaimana posisi BUMN tersebut pada perannya di perekonomian negara secara keseluruhan.

Kata Kunci: pemerintah, defisit anggaran, privatisasi, BUMN

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang MasalahKebijakan defisit anggaran adalah kebijakan

pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Para ahli memperhitungkan defisit anggaran Negara sebagai persentase dari PDB, dengan begitu didapatkan gambaran berapa persen suatu negara dapat menghimpun dana untuk menutup dana defisit tersebut dan seberapa besar dampaknya terhadap keadaan perekonomian. Pemerintah menerapkan kebijakan defisit anggaran ini dengan tujuan salah satunya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi seperti untuk pembangunan infrastruktur dan kebijakan ekspansif lainnya.

Defisit anggaran pemerintah yang terjadi harus dibiayai dengan sumber-sumber yang mungkin dilakukan oleh pemerintah. Strategi pemilihan sumber pembiayaan anggaran perlu dilakukan secara hati-hati dan tepat sasaran agar sumber-sumber pembiayaan anggaran. Hal ini ditujukan agar opsi strategi pembiayaan dapat digunakan seoptimal mungkin untuk menghindari terjadinya penumpukan beban fiskal di masa mendatang yang berpotensi mengganggu kesinambungan fiskal (fiscal sustainability).

Sumber pembiayaan defisit anggaran secara konvensional terdiri dari money financed dan bond financed defisit, yaitu pembiayaan dengan pencetakan uang dan pembiayaan dengan menerbitkan bonds atau obligasi negara (Turnovsky dan Wohar, 1987; dan Scarth, 1996). Pembiayaan pemerintah untuk mengatasi defisit anggaran pemerintah tidak hanya melalui bond, ataupun percetakan uang, namun juga dapat dilakukan dengan melakukan privatisasi BUMN seperti yang diungkapkan oleh Buiter (1982 dan

1995) mengidentikasi sumber pembiayaan defisit berasal dari: Utang luar negeri, Utang dalam negeri, Pencetakan uang, Privatisasi, dan Running down cadangan devisa pemerintah. Masing-masing mekanisme pembiayaan defisit memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perekonomian baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.

Privatisasi adalah pemindahan kepemilikan aset-aset milik negara kepada swasta dan asing (Mansour: 2003). Pengertian privatisasi dalam Pasal 1 (12) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN yang menyebutkan : “Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat”.

Privatisasi secara umum dapat dipandang sebagai langkah untuk mengurangi intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi yang seharusnya dapat dilaksanakan oleh sektor swasta. Privatisasi diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan efisiensi perusahaan yang selanjutnya mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tujuan awal privatisasi diharapkan agar BUMN dapat meningkatkan daya saing dan efisiensi yang selanjutnya mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, privatisasi yang dilakukan pemerintah saat ini bukan dalam tujuan diatas, melainkan untuk menutup defisit APBN. Hal ini disebabkan karena sektor-sektor penerimaan dan pembiayaan lainnya tidak mencukupi dalam keseimbangan anggaran yang telah ditetapkan (Ika dan Samosir, 2002).

1.2 Maksud dan Tujuan Untuk mengetahui bagaimana

Page 2: Paper Defisit Anggaran

privatisasi sebagai salah satu sumber pembiayaan dalam defisit anggaran

2. LANDASAN TEORI

2.1 Metode penelitianKajian mengenai privatisasi dalam pembiayaan

defisit anggaran dilakukan dengan metode kepustakaan dan internet.

2.2 Landasan hukum Landasan hukum yang digunakan Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, UU no 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1. Privatisasi

Privatisasi dalam arti sempit adalah menjual kepemilikan saham-saham perusahaan yang dimiliki negara kepada pihak lain. Privatisasi dalam arti luas adalah menyerahkan bidang tugas negara kepada pihak lain dan/atau mendirikan perikatan privat termasuk badan usaha milik negara seperti perubahan BULOG menjadi Perum Bulog, pendirian Perum Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia. Privatisasi dalam arti sempit dipelopori oleh pemerintah Partai Konservatif semasa Margareth Thatcher menjadi Perdana Menteri Inggris dengan menjual British Gas, British Airways, British Waters, taat melaksanakan the Washington Consensus (Williamson:2004). Pemerintah RI mulai melaksanakan privatisasi dalam arti sempit mulai tahun 1995 diawali dengan divestasi atas saham-saham negara di Indosat, diikuti oleh Telkom dan seterusnya. Sedangkan privatisasi dalam arti luas mulai dilaksanakan sejak ditekennya Letter of Intent dengan IMF pada tahun 1997.

Pengalaman internasional memperlihatkan bahwa tujuan utama privatisasi ada dua, yaitu: pertama, untuk mengurangi defisit fiskal dan atau menutupi kewajiban-kewajiban (hutang-hutang) pemerintah yang jatuh tempo, dan kedua, untuk mendorong kinerja ekonomi makro atau efisiensi makro. Tujuan pertama umumnya diadopsi oleh negara-negara maju (industri) dan tujuan kedua umumnya diadopsi oleh negara-negara berkembang utamanya dalam kerangka tujuan jangka pendek (Ika dan Samosir:2002).

3.2. Perbedaan pandangan dalam privatisasiTerdapat perbedaan pandangan dalam

pelaksanaan privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Pihak yang setuju dengan privatisasi BUMN berargumentasi bahwa privatisasi perlu

dilakukan untuk meningkatkan kinerja BUMN serta menutup defisit APBN. Privatisasi yang dilakukan ditujukan agar BUMN akan mampu beroperasi secara lebih profesional lagi. Apabila privatisasi dilakukan diatas 50%, maka kendali dan pelaksanaan kebijakan BUMN akan bergeser dari pemerintah ke investor baru. Sebagai pemegang saham terbesar, investor baru tentu akan berupaya untuk meletakkan manajer-manajer yang akan bekerja secara efisien, sehingga mampu menciptakan laba yang optimal, mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, serta mampu memberikan kontribusi yang lebih baik kepada pemerintah melalui pembayaran pajak dan pembagian dividen.

Pihak yang tidak setuju dengan privatisasi berargumentasi bahwa apabila privatisasi tidak dilaksanakan, maka kepemilikan BUMN tetap di tangan pemerintah dengan demikian segala keuntungan maupun kerugian sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Mereka berargumentasi bahwa defisit anggaran harus ditutup dengan sumber lain, bukan dari hasil penjualan BUMN. Perkiraan bahwa defisit APBN juga akan terjadi pada tahun-tahun mendatang, menimbulkan pendapat bahwa apabila BUMN dijual setiap tahun untuk menutup defisit APBN, suatu ketika BUMN akan habis terjual dan defisit APBN pada tahun-tahun mendatang tetap akan terjadi.

3.3. Pelaksanaan privatisasiPada umumnya ada 2 metode privatisasi

BUMN yang dipraktekkan di beberapa negara, yakni public offering dan private offering. Pemilihan terhadap metode privatisasi tersebut perlu mempertimbangkan paling tidak 9 aspek, yaitu porsi saham pemerintah pada masing-masing BUMN, nilai saham pemerintah, nilai ekuitas, laba sebelum pajak, laba ditahan, tingkat kesehatan BUMN, rencana ekspansi, status go public, dan porsi saham yang bersedia bisa dilepas pemerintah (Ika dan Samosir:2002).

Metode yang dipraktikkan dalam privatisasi di Indonesia, antara lain, initial public offering (IPO), strategic sales (SS), serta employee and mangement buy out (EMBO). Initial public offering (IPO) melalui pasar saham mempunyai kelemahan, terutama berkaitan dengan daya serap pasar modal. Apabila pasar modal tidak mampu menyerap jumlah saham yang ditawarkan, harga yang diperoleh rendah sehingga dapat merugikan negara. Strategic sales (SS) merupakan penjualan saham kepada mitra strategis dengan alasan-alasan tertentu. Alasan yang digunakan pemerintah adalah harga yang ditawarkan investor biasanya lebih tinggi daripada harga pasar. Selain itu, adanya komitmen investor (dalam bentuk kontrak tertulis)

Page 3: Paper Defisit Anggaran

untuk mengembangkan perusahaan, baik dari sisi alih teknologi, perluasan jaringan pemasaran, maupun pendanaan untuk investasi. Kelemahannya, metode SS dianggap kurang transparan dalam proses seleksi investor dan tidak memberikan kesempatan bagi masyarakat luas untuk membeli saham. BUMN yang dijual dengan cara tersebut, antara lain, PT Socfindo (2001), PT WNI (2002), dan PT Indosat (2002). Employee and mangement buy out (EMBO) merupakan penjualan saham kepada karyawan dan manajemen perusahaan. Tujuan penjualan saham BUMN dengan cara ini, antara lain, memberikan nilai tambah bagi perusahaan dengan pengoptimalan kemampuan SDM serta loyalitas karyawan. Program tersebut umumnya diterapkan untuk perusahaan-perusahaan yang peran SDM-nya tinggi. Program itu kali pertama dilaksanakan pemerintah pada awal 2004, yaitu terhadap perusahaan kontraktor PT Pembangunan Perumahan dan PT Adhi Karya.

3.3. Realisasi privatisasiRealisasi hasil privatisasi BUMN dipengaruhi

beberapa faktor diantaranya adalah; kondusif tidaknya pasar modal domestik dan internasional untuk melakukan initial public offering (IPO), persepsi pemodal internasional mengenai risiko negara (country risk), tuntutan masyarakat dalam kaitannya dengan otonomi daerah yang dapat mengganggu program privatisasi terhadap BUMN yang berlokasi di daerah tertentu, masalah internal BUMN, kecenderungan investor untuk mengejar saham BUMN yang mempunyai prospek cerah, serta kestabilan perekonomian dalam negeri. Faktor lain yang turut mempengaruhi pencapaian realisasi privatisasi BUMN adalah perkembangan situasi politik dan keamanan, perubahan tuntutan masyarakat terhadap reformasi, serta kurang cepatnya melakukan penawaran di pasar, karena

BUMN yang akan diprivatisasi harus direstrukturisasi terlebih dahulu, sehingga proses privatisasi mengalami kelambatan.

4. KESIMPULANPada dasarnya BUMN memiliki

peranan sebagai sumber dari APBN, sebagaimana ditunjukkan dengan terus meningkatnya kontribusi BUMN terhadap APBN. Kontribusi tersebut antara lain terdiri dari pembayaran pajak, privatisasi, dan dividen. Namun tidak semua BUMN dapat di privatisasi, hal ini karena sekalipun dalam bahasa Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN mempercantik makna privatisasi dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham masyarakat, apabila metode privatisasi BUMN dilakukan dengan IPO dan strategic sales, maka yang membeli saham-saham BUMN baik sedikit ataupun banyak adalah investor di pasar modal apabila privatisasi dilakukan dengan cara IPO, dan investor tunggal apabila privatisasi menggunakan metode strategic sales. Investor ini belum tentu mewakili kepemilikan saham masyarakat, mengingat apabila ada IPO saham mayoritas biasanya dimiliki oleh satu grup atau sekelompok orang/badan bermodal besar. Kehati-hatian dalam menentukan BUMN mana yang bisa di privatisasi atau tidak menjadi poin penting dalam penentuan kebijakan privatisasi secara keseluruhan, karena perlu juga melihat bagaimana posisi BUMN tersebut pada perannya di perekonomian negara secara keseluruhan.

DAFTAR REFERENSI[1] Republik Indonesia, “Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN”.[2] Republik Indonesia, “Undang-Undang UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara”.[3] Republik Indonesia, “PP No. 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Persero”.[4] Kontribusi Privatisasi Dalam Pembiayaan Pembangunan, http://soebandhiagus.blog.ugm.ac.id/2012/

02/14/kontribusi-privatisasi-bumn-dalam-pembiayaan-pembangunan/ (12 Desember 2013)[5] Melihat Lebih Dalam Privatisasi BUMN, http://www.antikorupsi.org/id/content/melihat-lebih-

dalam-privatisasi-bumn (12 Desember 2013)