PANTUN BAJAWEK DALAM ACARA MANANTI TANDO DI...
Transcript of PANTUN BAJAWEK DALAM ACARA MANANTI TANDO DI...
2
PANTUN BAJAWEK DALAM ACARA MANANTI TANDO DI
BINJAI KECAMATAN TIGO NAGARI KABUPATEN PASAMAN:
Telaah Struktur dan Nilai Pendidikan
SKRIPSI
untuk memenuhi sebagian persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
ERMI YENTI
NIM: 2008/04559
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
i
i
i
ABSTRAK
Ermi Yenti. 2012. “Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai
Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman: Telaah Struktur dan
Nilai Pendidikan”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan daerah,
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh masyarakat Binjai yang saat ini sudah
jarang melaksanakan acara pantun bajawek dalam acara mananti tando,
masyarakat kebanyakan hanya langsung menikah maka pantun bajawek dalam
acara mananti tando ini akan hilang dengan sendirinya. Pantun bajawek dalam
acara mananti tando di Binjai dilaksanakan oleh kaum ibu dan kaum bapak tidak
diikutsertakan.
Sesuai dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan: (1) struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di
Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman, dan (2) nilai-nilai pendidikan
di dalam Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo
Nagari Kabupaten Pasaman. Untuk mencapai tujuan, pemecahan masalah dalam
penelitian ini, dilakukan dengan menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut:
(1) Bagaimanakah struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai
Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman? (2) Apa saja nilai-nilai pendidikan
di dalam Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo
Nagari Kabupaten Pasaman?
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.
Entri penelitian ini adalah pantun bajawek dalam acara mananti tando.
Pengumpulan data dilakukan dengan merekam penuturan pantun bajawek pada
situasi kejadian dan wawancara. Penganalisisan data dilakukan dengan
menstrankripsikan data hasil rekaman ke dalam bahasa tulis, dan menganalisisnya
berdasarkan tujuan penelitian.
Berdasarkan temuan dan pembahasan penelitian, dapat disimpulkan hal-
hal berikut. Struktur pantun bajawek dalam acara mananti tando di Binjai
Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman, sama dengan pantun biasa,
mempunyai sampiran dan isi dan terdiri atas empat baris, dan talibun yaitu enam
baris, delapan baris dan sepuluh baris. Selain itu, pantun tersebut juga dibangun
oleh struktur fisik dan batin. Nilai pendidikan yang terdapat di dalam pantun
bajawek dalam acara mananti tando dapat dikelompokkan ke dalam tiga hal yaitu
nilai pendidikan agama, nilai pendidikan moral dan, nilai pendidikan adat.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang
berjudul, “Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan
Tigo Nagari Kabupaten Pasaman: Telaah Struktur dan Nilai Pendidikan”.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan (S. Pd) pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
di Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mendapat bantuan, masukan, saran
dan bimbingan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Pada
kesempatan ini dengan tulus penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: (1) Drs. Hamidin Dt. R.E., M.A.
selaku pembimbing I dan juga selaku Penasehat Akademis, (2) Drs. Amril Amir,
M.Pd. selaku pembimbing II, (3) Dr. Ngusman, M.Hum. dan Zulfadhli, S.S.,
M.A. selaku pimpinan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, (4)
Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih terdapat
kekurangannya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Padang, April 2012
Penulis
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Fokus Masalah ....................................................................... 4
C. Rumusan Masalah .................................................................. 4
D. Pertanyaan Penelitian ............................................................. 4
E. Tujuan Penelitian ................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ................................................................. 5
G. Definisi Operasional ............................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoretis .................................................................. 7
1. Hakikat Sastra Lisan ......................................................... 7
2. Pantun sebagai Sastra Lisan ............................................. 8
3. Nilai-Nilai Pendidikan di dalam Pantun ........................... 16
4. Acara Mananti Tando ....................................................... 19
B. Penelitian yang Relevan ......................................................... 21
C. Kerangka Konseptual ............................................................. 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Metode Penelitian ................................................... 23
B. Latar, Entri dan Kehadiran Peneliti ........................................ 23
C. Informan Penelitian ................................................................ 24
D. Instrumen Penelitian ............................................................... 25
E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................. 25
F. Teknik Pengabsahan Data ...................................................... 27
G. Metode dan Teknik Pengalisisan Data ................................... 27
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Temuan penelitian ................................................................... 28
B. Pembahasan ............................................................................. 39
BAB V SIMPULAN
A. Simpulan ................................................................................. 84
B. Implikasi dalam Pembelajaran ................................................ 85
C. Saran ........................................................................................ 86
KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pantun merupakan bentuk sastra lisan yang paling sering digunakan dalam
berbagai situasi kehidupan. Pantun merupakan bentuk puisi tradisional Indonesia
yang paling tua. Tiap bait pantun biasanya terdiri dari empat baris yang bersajak
ab ab. Tiap baris terdiri dari empat sampai delapan kata. Baris pertama dan kedua
disebut sampiran dan baris ketiga dan keempat disebut isi pantun. Pantun adalah
puisi rakyat yang paling tua dan paling umum di Indonesia. Pantun merupakan
bentuk sastra rakyat yang tidak tertulis perlu dipertahankan karena di dalamnya
terkandung nilai-nilai sastra dan budaya yang tinggi dan merupakan cerminan
bagi masyarakat Minangkabau itu sendiri.
Pada masa dahulunya pantun sebagai salah satu sastra lisan sangat
mewarnai kehidupan masyarakat Minangkabau. Pantun digunakan dalam berbagai
situasi kehidupan, ketika gembira orang berpantun, ketika sedih pun orang
berpantun, anak-anak berpantun, orang tua pun berpantun, untuk kegiatan adat
orang berpantun, untuk kegiatan muda-mudi pun orang berpantun. Begitu
banyaknya pantun yang digunakan dalam situasi kehidupan, dalam kegiatan adat
salah satunya yaitu pantun bajawek yang ada dalam acara mananti tando.
Mananti tando merupakan acara yang diawali dengan kedatangan pihak
calon mempelai laki-laki kerumah pihak calon mempelai wanita secara adat
dengan persyaratan yang telah disepakati sebelumnya antara kedua belah pihak,
yaitu pihak laki-laki sebagai tamu (si alek) dan pihak wanita sebagai tuan rumah
2
(si pangka). Semuanya bertujuan untuk menyampaikan maksud yang ingin
disampaikan kedua belah pihak. Di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten
Pasaman dalam acara mananti tando terdapat acara pantun bajawek yang terdapat
di luar pasambahan maupun di dalam pasambahan. Pantun bajawek yaitu pantun
yang dilaksanakan secara langsung dan bersifat dua arah (berbalasan) antara pihak
laki-laki sebagai tamu (si alek) dengan pihak wanita sebagai tuan rumah (si
pangka). Pantun bajawek tersebut diwakili oleh seorang juru bicara yang harus
mampu berpantun dan menyampaikan pasambahan dari pihak laki-laki sebagai
tamu (si alek) dan satu orang pula dari pihak wanita sebagai tuan rumah (si
pangka).
Pasambahan merupakan kemahiran berbicara untuk menuturkan buah
pikiran melalui bahasa yang penuh dengan keindahan dengan menggunakan
ungkapan-ungkapan dan pantun-pantun. Pantun bajawek dalam acara mananti
tando di mulai saat pihak laki-laki sebagai tamu (si alek) ingin menaiki rumah
pihak wanita sebagai tuan rumah (si pangka) dan berakhir ketika acara mananti
tando selesai. Di dalam acara mananti tando juga dibuat janji lama masa
pertunangan, lama janji pertunangan biasanya 3 bulan, 6 bulan atau setahun. Di
Binjai Kecamatan Tigo Nagari ada dua tahap acara mananti tando sebelum
pernikahan dan pesta perkawinan dilangsungkan yaitu tahap pertama mananti
tando umun dan tahap kedua mananti tando gadang (besar). Mananti tando umun
yaitu acara mananti tando yang hanya dilaksanakan oleh kerabat-kerabat dekat
kedua belah pihak dan hanya disertai dua buah pantun sedangkan mananti tando
3
gadang (besar) dilaksanakan dengan memberi tahu orang banyak atau masyarakat
kampung tersebut dan disertai beberapa pantun yaitu pantun bajawek.
Namun, tidak selalu masyarakat Binjai melaksanakan kedua tahap mananti
tando tersebut sebelum pernikahan dan pesta perkawinan, hanya tergantung
kepada kesepakatan kedua belah pihak saja. Saat sekarang masyarakat sudah
banyak yang hanya langsung menikah tanpa adanya masa pertunangan atau
walaupun ada bertunangan tapi hanya sampai pada mananti tando umun saja dan
menikah sehingga dengan sendirinya pantun bajawek dalam acara mananti tando
gadang (besar) akan hilang atau terlupakan. Pantun bajawek ini juga berfungsi
sebagai sarana tanya jawab dalam acara tersebut. Pantun bajawek dalam acara
mananti tando dipilih sebagai objek penelitian karena pantun bajawek pada acara
mananti tando gadang (besar) ini hanya dilaksanakan oleh kaum ibuk dan kaum
bapak tidak diikutsertakan. Sedangkan pada daerah lain, dalam acara adat
meminang (batuka tando) biasanya yang menyampaikan pasambahan ialah kaum
bapak-bapak. Pantun bajawek dalam acara mananti tando perlu dipertahankan
karena hanya dilakukan pada acara pertunangan di Binjai Kecamatan Tigo Nagari
Kabupaten Pasaman. Pantun yang disampaikan dalam acara mananti tando
berbeda dengan pantun lain.
Selain itu, dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari
hanya dihadiri oleh kaum wanita saja walaupun ada laki-laki hanya anak-anak,
sedangkan kaum bapak dalam acara ini tidak diikutsertakan. Pada daerah lain
biasanya dalam acara pertunangan ini hanya ada pasambahan atau yang disebut
pasambahan maanta tando, tapi di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten
4
Pasaman ada pantun bajawek. Berdasarkan hal ini penulis tertarik mengkaji dan
meneliti Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo
Nagari Kabupaten Pasaman: Telaah Struktur dan Nilai Pendidikan.
B. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini difokuskan pada: (1)
struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo
Nagari Kabupaten Pasaman, (2) nilai-nilai pendidikan di dalam Pantun Bajawek
dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten
Pasaman.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan fokus permasalahan yang telah dikemukakan, rumusan
masalah penelitian ini adalah: (1) berkaitan dengan struktur Pantun Bajawek
dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten
Pasaman, dan (2) nilai-nilai pendidikan di dalam Pantun Bajawek dalam Acara
Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman.
D. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang bisa diajukan sebagai dasar pelaksanaan
penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Bagaimanakah struktur Pantun Bajawek
dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten
Pasaman? (2) Apa saja nilai-nilai pendidikan di dalam Pantun Bajawek dalam
Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman?
5
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan: (1) struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di
Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman, dan (2) nilai-nilai pendidikan
di dalam Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo
Nagari Kabupaten Pasaman.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: (1) peneliti, untuk
menambah pengetahuan dan pengalaman tentang sastra lisan khususnya pantun,
(2) mahasiswa, untuk menambah pemahaman dan wawasan, serta pengetahuan
tentang karya sastra, (3) bagi pembaca, penelitian ini diharapkan bisa menambah
pengetahuan serta pemahaman tentang sastra lisan dan sebagai bahan pengajaran
apresiasi sastra.
G. Defenisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini perlu
dijelaskan beberapa hal berikut ini. (1) Struktural pada pokoknya berarti bahwa
pada sebuah karya seni atau peristiwa dalam masyarakat menjadi suatu
keseluruhan, karena relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dengan
keseluruhan. (2) Pantun adalah puisi lama yang digunakan sebagai alat untuk
menyampaikan pikiran atau digunakan sebagai alat dalam soal jawab antara dua
orang. Ciri-ciri pantun adalah tiap-tiap bait terdiri atas empat baris, tiap-tiap baris
terdiri atas empat sampai dua belas suku kata. (3) Pantun bajawek adalah pantun
6
yang dilaksanakan secara langsung dan bersifat dua arah (berbalasan) antara pihak
laki-laki sebagai tamu (si alek) dengan pihak wanita sebagai tuan rumah (si
pangka). (4) Mananti tando adalah acara yang diawali dengan kedatangan pihak
calon mempelai laki-laki kerumah pihak calon mempelai wanita secara adat
dengan persyaratan yang telah disepakati sebelumnya antara kedua belah pihak,
yaitu pihak laki-laki sebagai tamu (si alek) dan pihak wanita sebagai tuan rumah
(si pangka). (5) Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan , dicita-
citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat.
(6) Pendidikan adalah proses penanggulangan masalah-masalah serta penemuan
dan peningkatan kualitas hidup pribadi serta masyarakat yang berlangsung seumur
hidup.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Dalam kajian teori ini akan dijelaskan tentang hakikat sastra lisan, pantun
sebagai sastra lisan, nilai-nilai pendidikan di dalam pantun serta acara mananti
tando.
1. Hakikat Sastra Lisan
Pada umumnya masyarakat Indonesia dalam masa pra-modern tidak
mengenal tradisi tulis. Hanya sebagian kecil saja daerah-daerah di Indonesia yang
telah mempunyai tradisi tulis. Bagi yang mengenal tradisi tulis pun tidak atau
jarang menggunakannya untuk menulis karya sastra. Sastra pada masa pra-modern
itu umumnya disampaikan melalui cara lisan, dan diturun-temurunkan secara lisan
pula. Di beberapa sastra daerah tradisi itu masih tetap berkembang di samping
adanya usaha perekaman dan penulisannya.
Sastra lisan yang terdapat pada masyarakat suku bangsa di Indonesia telah
lama ada, bahkan setelah tradisi tulis berkembang, sastra lisan masih kita jumpai.
Baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas sastra lisan di Indonesia luar
biasa kayanya dan luar biasa ragamnya. Melalui sastra lisan, masyarakat dengan
kreativitas tinggi menyatakan diri dengan menggunakan bahasa yang artistik.
Bahkan pada saat sekarang pun, kita masih menjumpai kehidupan sastra lisan
terutama yang digelarkan dalam upacara-upacara adat. Sastra lisan adalah istilah
yang digunakan untuk menyebutkan sastra yang disampaikan secara lisan, atau
sastra yang disampaikan dari mulut ke mulut.
8
Djamaris (2001:4) sastra lisan adalah sastra yang disampaikan dari mulut
ke mulut. Hal senada juga dikemukan oleh Atmazaki (2005:134) bahwa sastra
lisan adalah sastra yang disampaikan secara lisan dari mulut seorang pencerita
atau penyair kepada seseorang atau kelompok pendengar. Begitu juga awal
kehidupan sastra Minangkabau, berupa sastra lisan, sastra yang disampaikan dari
mulut ke mulut. Salah satu jenis sastra lisan Minangkabau yaitu pantun. Pantun
banyak terdapat dalam sastra lisan Minangkabau karena pantun digemari oleh
orang Minangkabau.
Secara umum pantun merupakan bentuk puisi tradisional Indonesia yang
paling tua. Tiap bait pantun biasanya terdiri dari empat baris yang bersajak ab ab.
Umumnya tiap baris terdiri dari empat sampai delapan kata. Baris pertama dan
kedua disebut sampiran dan baris ketiga dan keempat disebut isi pantun. Pantun
ialah puisi Minangkabau yang banyak jumlahnya dan sering diucapkan dalam
berbagai kesempatan, salah satunya pantun yang ada dalam acara mananti tando
di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman.
2. Pantun sebagai Sastra Lisan
Teori yang mencakup hakikat pantun yaitu: (a) pengertian pantun, (b) ciri-
ciri pantun, (c) jenis-jenis pantun, dan (d) struktur teks pantun.
a. Pengertian Pantun
Menurut Navis (1984:233) menyatakan separuh jumlah baris permulaan
disebut dengan sampiran, separuh berikutnya adalah isi pantun yang
sesungguhnya. Fungsi sampiran adalah sebagai pengantar dari isi, bunyi dan
iramanya. Jumlah baris sampiran harus sama dengan isi. Tanpa sampiran
9
serangkaian puisi tidak mungkin dikatakan sebagai pantun. Waluyo (1991:8)
pantun atas dua bagian, yakni sampiran dan isi. Sampiran merupakan dua baris
pantun yang memiliki saran bunyi untuk menuju isi. Pantun ialah jenis puisi lama
yang setiap baitnya terdiri dari empat larik berirama bersilang ab ab, tiap larik
biasanya berjumlah empat kata, dua larik pertama sampiran, dua larik berikutnya
isi (Hasanuddin, 2004:580). Seiring dengan itu, Gani (2010:79) menyatakan
pantun yaitu puisi rakyat yang paling tua dan paling umum di Indonesia. Isi
pantun biasanya berkaitan dengan perasaan rindu, dendam, kesedihan, gurauan,
pengajaran, norma-norma, hiburan, dan lain-lain. Umumnya pantun mempunyai
bait yang terdiri dari empat baris, dengan delapan sampai dua belas suku kata
pada tiap-tiap barisnya. Baris pertama bersajak dengan baris ketiga dan baris
kedua bersajak dengan baris keempat (ab-ab). Bagian pertama pantun (baris
pertama dan kedua) disebut dengan sampiran dan bagian kedua (baris ketiga dan
keempat) disebut dengan isi.
b. Ciri-Ciri Pantun
Navis (1984:234) menekankan bahwa pantun yang sempurna itu tidak
banyak, yang banyak dijumpai adalah pantun yang sampirannya sekenanya saja
asal berirama dengan isi pantun. Waluyo (1991:8) mengatakan bahwa pantun
terdiri atas dua bagian yaitu sampiran dan isi. Sampiran merupakan saran bunyi
untuk menuju isi. Hubungan sampiran dengan isi hanyalah hubungan saran atau
bunyi. Dua baris pertama yang menjadi sampiran saling berhubungan. Menurut
Zulkarnaini (2003:67) ciri-ciri pantun sebagai berikut: (1) jumlah kata dalam satu
baris berkisar antara tiga sampai lima kata, (2) bersajak ab ab, dan (3) satu bait
terdiri atas empat baris.
10
c. Jenis-jenis Pantun
Menurut Navis (1984:235) mengemukakan bahwa berdasarkan jumlah
barisnya sebuah pantun Minangkabau dapat dibedakan atas pantun dua baris,
empat baris, enam baris, delapan baris, sepuluh baris, dan dua belas baris. Pantun
yang terdiri dari enam baris lebih disebut juga dengan talibun. Menurut isinya, ada
lima jenis pantun, yaitu: pantun adat, pantun tua, pantun muda, pantun duka, dan
pantun suka (Navis, 1984:239). Pantun adat itu digunakan dalam pidato, isinya
kutipan undang-undang, hukum, tambo, dan sebagainya, yang berhubungan
dengan adat. Pantun tua berisi petuah orang tua kepada anak muda, yang
mengandung nasihat serta ajaran etika yang lazim berlaku di masa itu. Pantun
muda ialah pantun asmara, yang mengiaskan atau menyindirkan betapa dalam
cinta asmara yang terpendam. Kadang-kadang pantun itu sangat cabul. Isi pantun
ini sering merupakan dialog antara bujang dan gadis, yang seorang menyatakan
cintanya dan yang seorang meminta bukti. Juga isinya kadang-kadang pemujaan
atas kecantikan seorang kekasih yang dikiaskan kepada wajah yang berisikan
cinta yang patah. Disenangi karena demikian halus lukisannya. Pantun suka ialah
pantun jenaka yang berisikan olok-olok. Kadang-kadang isi pantun ini juga ejekan
yang tajam terhadap buah perangai orang-orang yang tidak menyenangkan.
Pantun duka ialah pantun yang umumnya diucapkan anak dagang yang miskin,
yang tidak sukses hidupnya di rantau orang.
Jenis-jenis pantun menurut Waluyo (1991:9) meliputi: pantun anak-anak,
pantun muda, pantun tua, dan pantun jenaka. Djamaris (2003:18) menyebutkan
bahwa jenis pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak-anak, pantun orang
11
muda, dan pantun orang tua. Zulkarnaini (2003:68) mengemukakan bahwa pantun
terdiri atas beberapa jenis, yaitu pantun adat, pantun tua, pantun muda, pantun
suka, dan pantun duka. Hasanuddin (2004:580) menyebutkan dari segi isi, pantun
dibedakan menjadi pantun kanak-kanak, pantun orang muda (pantun berkasih-
kasihan), pantun orang tua (berisi nasihat, adat, dan agama), pantun jenaka, dan
pantun teka-teki. Hasanuddin (dalam Gani, 2010:79) dari sisi bentuknya, pantun
dibedakan atas pantun biasa, pantun berkait, talibun (pantun yang panjang, yaitu
terdiri dari enam baris), dan karmina (pantun pendek, yaitu terdiri dari dua baris)
atau pantun kilat. Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian yaitu sampiran dan
isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerapkali berkaitan dengan alam
(menciptakan budaya agragris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tidak
punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk
mengantarkan rima/sajak.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pantun adalah
bentuk puisi lama yang memiliki bait yang terdiri dari sampiran dan isi.
d. Struktur Teks Pantun
Struktur dari segi istilah berasal dari bahasa Inggris yaitu structure yang
berarti bentuk. Suatu karya sastra dibangun atas unsur-unsur tertentu. Menurut
Atmazaki (2005:96) struktur adalah susunan yang mempunyai data hubungan
antarunsur yang saling berkaitan, artinya struktur karya sastra merupakan ciri dari
unsur-unsur yang membangun suatu karya sastra. Menurut Piaget (dalam
Atmazaki, 2005:95) struktur adalah suatu sistem transformasi yang di dalamnya
unsur-unsur menyiratkan hukum tertentu, yang saling menguatkan dan
12
memperkaya melalui seluruh perubahan bentuk tanpa melampaui batas sistem
atau memasukkan unsur-unsur yang tidak relevan. Struktur fisik puisi terdiri dari:
diksi (diction), imaji (imagery), kata konkret (the concrete words), bahasa
figuratif (figurative language), rima dan ritma (rhyme and rhytm) (Waluyo,
1991:71). Struktur batin puisi (pantun) terdiri dari: tema (thema), nada (tone),
perasaan (feelling), dan amanat (intention) (Waluyo, 1991:106). Berikut ini adalah
uraian para ahli mengenai unsur-unsur struktur fisik dan batin puisi (pantun)
tersebut.
1) Struktur Fisik
a) Diksi (diction)
Diksi adalah penggunaan atau penempatan kata-kata tertentu dalam puisi
(pantun) yang dilakukan penyair agar tujuan puisi (pantun) dapat disampaikan
dengan sempurna (Tarigan, 1984:29). Pradopo (1987:54) menjelaskan apabila
penyair hendak mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya
seperti yang dialami batinnya. Selain itu, juga ia ingin mengekspresikannya
dengan ekspresi yang dapat menjelmakan pengalaman jiwanya tersebut, untuk itu
harus dipilih kata setepatnya. Pemilihan kata seringkali penyair kata yang
digunakan berkali-kali, yang dirasa belum tepat, bahkan meskipun sajak (pantun)
telah disiarkan (dimuat dalam majalah), masih sering diubah kata-katanya untuk
ketepatan dan kepadatannya. Diksi menurut Waluyo (1991:72) adalah pemilihan
kata-kata oleh penyair untuk mempertimbangkan makna, komposisi bunyi dalam
rima dan irama. Diksi menurut Siswanto (2008:114) pemilihan kata-kata yang
dilakukan oleh penyair dalam puisinya.
13
b) Imaji (imageri)
Imaji menurut Tarigan (1984:31) adalah segala yang dirasai atau dialami
secara imajinatif. Pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan (Waluyo, 1991:78). Imaji menurut Siswanto (2008:18) adalah kata atau
kelompok kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti
penglihatan, pendengaran, dan perasaan.
c) Kata Konkret (the concrete words)
Kata konkret adalah kata-kata yang khusus ditempatkan dalam puisi
(pantun) untuk menjelmakan imaji dengan mudah, melalui kata konkret pembaca
(pendengar) dapat merasakan atau membayangkan segala sesuatu yang dialami
oleh penyair (Tarigan, 1984:32). Setiap penyair berusaha mengkonkretkan hal
yang ingin dikemukakan agar pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau
merasa apa yang dilukiskan oleh penyair (Waluyo, 1991:81). Kata konkret
menurut Siswanto (2008:119) kata-kata yang dapat ditangkap dengan indra.
d) Bahasa Figuratif (figurative language)
Pradopo (1987:61-62) untuk mendapatkan kepuitisan ialah bahasa kiasan
(figurative language). Adanya bahasa kiasan ini menyebabkan sajak (pantun)
menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama
menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa figuratif (majas) adalah bahasa
yang digunakan penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara tidak biasa, yakni
secara tidak langsung mengungkapkan makna (Waluyo, 1991:83). Sudjito (dalam
Siswanto, 2008:120) bahasa figuratif (majas) adalah bahasa berkias yang dapat
menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu.
14
e) Rima dan Ritma (rhyme and rhytm)
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi (pantun) untuk membentuk
musikalitas atau orkestrasi (Waluyo, 1991:90). Menurut Atmazaki (2008:76) rima
adalah persamaan bunyi akhir kata. Bunyi itu secara terpola dan biasanya terdapat
diakhir baris sajak, tetapi kadang-kadang juga terdapat di awal atau di tengah
baris. Rima menurut Siswanto (2008:122) adalah persamaan bunyi pada puisi
(pantun). Ritma menurut Pradopo (1987:40) adalah irama yang disebabkan
pertentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur, tetapi tidak
merupakan jumlah suku kata yang tetap, melainkan hanya menjadi gema dendang
sukma penyairnya. Ritma adalah irama yang berperan di dalam pembacaan puisi
(pantun). Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan dengan
pengulangan bunyi, kata, frase, dan kalimat (Waluyo, 1991:94). Ritma menurut
Siswanto (2008:123) adalah tinggi-rendah, panjang-pendek, keras-lemahnya
bunyi.
2) Struktur Batin
Struktur batin disebut juga dengan struktur makna. Struktur batin terdiri
dari tema (theme), perasaan (feelling), nada (tone) dan suasana, dan amanat
(intention). Berikut uraian mengenai struktur batin puisi (pantun) tersebut.
a) Tema (theme)
Tema adalah gagasan pokok (sentral) yang menjadi dasar terbentuknya
suatu karya. Gagasan sentral ini mengandung pokok pikiran atau pokok persoalan
yang begitu kuat dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama puisinya
(Waluyo, 1991:106).
15
b) Perasaan (feelling)
Perasaan adalah suasana perasaan penyair yang ikut diekspresikan dalam
karyanya (Waluyo, 1991:121). Menurut Atmazaki (2008:12) rasa atau feelling
adalah sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung di
dalam puisinya.
c) Nada (tone) dan Suasana
Nada dalam puisi (pantun) maksudnya sikap penyair terhadap
pembaca/pendengar. Ada nada menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau
bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca/pendengar (Waluyo,
1991:125). Menurut Atmazaki (2008:18) nada adalah sikap sang penyair terhadap
pembacanya. Nada menurut Siswanto (2008:125) sikap penyair terhadap
pembacanya. Sedangkan suasana adalah keadaan jiwa pembaca/pendengar setelah
membaca/mendengar puisi (pantun) itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan
puisi (pantun) itu terhadap pembaca/pendengar (Waluyo, 1991:125).
d) Amanat (intention)
Amanat, tujuan, atau intention adalah sesuatu maksud yang terkandung
dalam sebuah puisi (pantun). Tujuan atau amanat merupakan hal yang mendorong
penyair untuk menciptakan puisinya (Waluyo, 1991:130).
Dari beberapa pendapat pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa struktur
dalam sebuah karya sastra tidak terlepas dari susunan yang mempunyai hubungan
antar unsur yang membangun karya sastra tersebut. Struktur dalam pantun adalah
proses berlangsungnya pantun mulai dari awal berpantun sampai berakhirnya
pantun bajawek tersebut.
16
3. Nilai-nilai Pendidikan di dalam Pantun
a. Hakikat Nilai
Menurut Cheng (dalam Setiadi, 2007:120) nilai merupakan sesuatu yang
potensial, dalam arti terdapatnya hubungan yang harmonis dan kreatif, sehingga
berfungsi untuk menyempurnakan manusia, sedangan kualitas merupakan atribut
atau sifat yang seharusnya dimiliki. Menurut Lasyo (dalam Setiadi, 2007:121)
nilai bagi manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku
atau perbuatannya. Menurut Dardji Darmodihardjo (dalam Setiadi, 2007:121)
nilai adalah yang berguna bagi kehidupan manusia jasmani dan rohani. Menurut
Setiadi (2007:31) nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-
citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat.
b. Nilai-nilai Pendidikan
Menurut Immanuel Kant (dalam Gani, 2010:168), manusia hanya dapat
menjadi manusia yang sesungguhnya melalui pendidikan dan pembentukan diri
yang berkelanjutan. Manusia hanya dapat dididik oleh manusia lain yang juga
dididik oleh manusia yang lainnya lagi. Menurut Ki Hadjar Dewantara (dalam
Gani, 2010:24) mengemukakan pendidikan ialah proses penanggulangan masalah-
masalah serta penemuan dan peningkatan kualitas hidup pribadi serta masyarakat
yang berlangsung seumur hidup. Sudirman mendefenisikan pendidikan (dalam
Gani, 2010:25) sebagai usaha yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok
orang dalam rangka mempengaruhi seseorang atau kelompok orang lain, agar
orang lain itu menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup yang lebih baik. Nilai-
nilai pendidikan banyak terdapat dalam pantun Minangkabau, sehingga ia mampu
17
memainkan perannya sebagai sarana dalam kegiatan pendidikan masyarakat
Minangkabau. Peran tersebut sangat menonjol dalam pendidikan agama, moral,
dan adat (Gani, 2010: 168).
1) Nilai-nilai Pendidikan Agama
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1996:6) Agama adalah
kepercayaan kepada Tuhan. Agama yang dianut oleh masyarakat Minangkabau
adalah agama Islam, suatu agama yang berasal dari Allah SWT dan disampaikan
melalui rasulullah Muhammad SAW. Menurut adat dan masyarakat
Minangkabau, Islam merupakan satu-satunya agama yang sah dan patut dianut.
Dalam batin masyarakat Minangkabau tidak ada agama lain yang paling bagus
selain agama Islam. Pelaksanaan pendidikan agama ditekankan pada kebiasaan-
kebiasaan seseorang untuk melaksanakan atau mengamalkan ajaran-ajaran agama,
seperti melaksanakan sholat, berpuasa, dan kegiatan agama lainnya. Ajaran dan
norma agama Islam sangat mewarnai dinamika kehidupan masyarakat
Minangkabau, termasuk dalam hal pandangan dan pelaksanaan kependidikannya.
2) Nilai-nilai Pendidikan Moral
Dalam bidang pendidikan, bukan hanya nilai moral individu yang dikaji,
tetapi juga membahas kode-kode etik yang menjadi patokan individu dalam
kehidupan sosialnya. Oleh karena itu, orang tidak cukup memahami apa yang
diyakininya tanpa menggunakan aturan main yang mengatur kehidupan manusia
dalam masyarakat. Demikian pula untuk mempertimbangkan dan
mengembangkan keyakinan diri dan aturan masyarakatnya. Dalam Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia (1996:359) pengertian moral ialah ajaran tentang budi
18
pekerti mulia; ajaran kesusilaan. Jadi pendidikan moral ialah pendidikan yang
mengenai budi pekerti seseorang atau susilanya.
Menurut masyarakat Minangkabau, mutiara berharga yang terkandung
dalam ajaran moral adalah budi bahasa, yaitu budi baiak baso katuju (budi yang
baik dan bahasa yang disukai). Orang Minangkabau akan dinilai bermoral apabila
memiliki budi pekerti yang tinggi, hormat pada yang tua, kasih pada yang muda
dan menyegani sesama besar. Budi bahasa merupakan hal yang harus selalu
dipelihara dan dipertinggi karena budi bahasa merupakan dasar dalam
bersosialisasi. Dengan ini, hidup akan penuh dengan nilai-nilai pergaulan yang
baik. Masyarakat menjalani aktivitasnya dengan toleransi, penuh dengan tolak
angsur, dan gemar tolong-menolong.
3) Nilai-nilai Pendidikan Adat
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1996:2) adat adalah aturan,
kebiasaan. Menghayati dan menafsirkan kandungan ajaran adat Minangkabau,
tidaklah dapat dilakukan kalau pemahaman seseorang terhadap ungkapan-
ungkapan Minangkabau (misalnya pantun) hanya secara lahiriah semata, tanpa
mendalami arti tersirat yang terkandung di dalamnya. Untuk mengetahui adat
Minangkabau secara baik dan benar, hingga dapat diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari, pemahaman terhadap aneka makna yang terdapat di dalam pantun
Minangkabau sangat diperlukan. Di dalam pantun banyak terhimpun kaidah-
kaidah, norma-norma, peraturan-peraturan, dan hukum-hukum yang berhubungan
dengan nilai-nilai adat. Pantun dan berpantun merupakan salah satu cara yang
dilakukan untuk mengkomunikasikan ajaran-ajaran adat.
19
4. Acara Mananti Tando
Mananti tando merupakan istilah acara pemberian tando oleh keluarga
yang bersangkutan dengan tujuan untuk menguatkan ikatan antara pihak
perempuan dan pihak laki-laki. Salah satu pihak yaitu pihak laki-laki memberikan
benda kepada pihak wanita sebagai tanda ikatan sesuai dengan hukum perjanjian
pertunangan Minangkabau yang berbunyi: batampuak lah buliah dijinjiang batali
lah buliah diirik. Artinya kalau tanda telah diberikan dalam satu acara resmi oleh
pihak laki-laki kepada pihak wanita, maka bukan saja antar kedua anak muda
tersebut telah ada keterikatan dan pengesahan masyarakat sebagai dua orang yang
telah bertunangan, tetapi juga antar kedua belah keluarga pun telah terikat untuk
saling mengisi adat dan terikat untuk tidak dapat memutuskan secara sepihak
perjanjian yang telah disepakati itu. Siriah pinang timbang tando, dimaksudkan
agar kedua belah pihak menemukan kata sepakat. Pada hakikatnya dalam
meminang, tando yang dibawa ialah cincin selain itu, sirih pinang lengkap,
tidaklah disebut beradat sebuah acara, kalau tidak ada sirih diketengahkan.
Bertunangan berguna atau menghalangi masing-masing pihak bertindak
lain. Pada umumnya wanita yang sudah bertunangan dibatasi geraknya, agar tidak
timbul fitnah dan dia juga akan diperhatikan oleh keluarga lelaki dan ketidak
senangan salah satu pihak akan dapat berakibat putusnya pertunangan. Pertukaran
tanda ini mempunyai makna yang cukup sakral dan mempunyai sangsi-sangsi
tertentu apabila terjadi pelanggaran. Putusnya pertunangan ditandai dengan
pengembalian tando dengan membayar denda. Bila pihak laki-laki yang
20
melakukan pelanggaran maka tando yang ia berikan kepada pihak perempuan
dianggap sudah hilang dan sebaliknya jika pihak perempuan yang melakukan
pelanggaran maka ia harus mengembalikan tando tersebut dua kali lipat kepada
pihak laki-laki.
Pada pertemuan batimbang tando dimufakati pula hari yang baik untuk
melaksanakan pernikahan, dan bentuk perhelatan yang akan diadakan, serta
syarat-syarat atau permintaan masing-masing. Acara adat yang salah satu
unsurnya acara mananti tando ini melibatkan dua pihak, pihak yang maanta tando
dan pihak yang mananti tando atau tuan rumah. Masing-masing pihak ini
mempunyai juru bicaranya yang mampu berpantun dan menyampaikan
pasambahan. Juru bicara ini harus hafal apa yang biasa disampaikan dan pantun
dalam acara mananti tando itu, hafal kata-kata, fasih berkata-kata dan jelas supaya
orang yang hadir dalam acara itu mendengarnya begitu juga dengan pihak yang
maanta tando juga mempunyai juru bicara. Tata cara dan urutan pembicaraan
pada pantun bajawek dalam acara mananti tando itu sebagai berikut. Pantun
bajawek dimulai saat pihak lelaki ingin menaiki rumah pihak wanita hingga
selesai acara mananti tando atau ketika pihak lelaki ingin pulang ke rumah.
Pantun bajawek adalah pantun yang dilaksanakan secara langsung dan
bersifat dua arah (berbalasan) antara si alek dan si pangka. Pantun yang satu
berkaitan dengan pantun yang lainnya. Keterkaitan yang dimaksud adalah isi dari
pantun itu saja, sedangkan sampiran hanya berperan menyesuaikan bunyi saja.
21
B. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan studi kepustakaan yang telah dilakukan, penelitian yang
relevan dengan penelitian ini antara lain:
1. ” Struktur Pantun dalam Randai di Andaleh Kecamatan Luhak Lima Puluh
Kota” oleh Salmi (2001). Penelitian tersebut difokuskan pada struktur fisik
dan struktur batin pada pantun dalam randai.
2. “Nilai-nilai Pendidikan dalam Pepatah-Petitih Minangkabau Kumpulan H.
Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu oleh Asnety (2004). Penelitian tersebut
difokuskan pada nilai-nilai pendidikan yang terdapat di dalam pepatah-petitih
Minangkabau kumpulan Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu.
Beda penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian yang relevan
adalah, penelitian ini mengkaji pantun bajawek sebagai sastra lisan dalam acara
mananti tando dengan memfokuskan struktur pantun bajawek dan nilai-nilai
pendidikan di dalam pantun bajawek dalam acara mananti tando di Binjai
Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman.
C. Kerangka Konseptual
Pantun adalah salah satu sastra lisan yang dimiliki masyarakat
Minangkabau. Sastra lisan khususnya pantun memiliki struktur dan nilai-nilai
pendidikan yang berguna dalam kehidupan. Salah satu pantun yang memiliki
struktur dan nilai pendidikan yaitu pantun bajawek dalam acara mananti tando di
Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman. Dalam penelitian ini akan
dijabarkan mengenai struktur pantun bajawek dan nilai-nilai pendidikan di dalam
22
pantun bajawek dalam acara mananti tando. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
karangka konseptual berikut ini.
Bagan 1
Kerangka Konseptual
Pantun Minangkabau
Pantun Lisan Pantun Tulisan
Struktur
Fisik Batin
Nilai-nilai Pendidikan di
dalam Pantun
1. Nilai-nilai pendidikan agama
2. Nilai-nilai pendidikan moral
3. Nilai-nilai pendidikan adat
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Metode Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dan metode yang digunakan
metode deskriptif. Moleong (2005:11) mengungkapkan bahwa metode deskriptif
adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.
Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2005:4) penelitian kualitatif
sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Aminuddin (1990:16)
juga menyatakan penelitian kualitatif selalu bersifat deskriptif, artinya data yang
dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi fenomena, tidak berupa angka-
angka atau koefisien tentang hubungan antar variabel. Semi (1993:23)
menyatakan, penelitian kualitatif ini dilakukan dengan tidak mengutamakan pada
angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi
antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif ialah penelitian yang
tidak mengutamakan angka-angka tetapi kata-kata atau lisan dan kedalaman
penghayatan.
B. Latar, Entri dan Kehadiran Peneliti
Latar penelitian ini adalah di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten
Pasaman. Entri penelitian ini adalah sastra lisan pantun bajawek dalam acara
mananti tando yang mencakup struktur pantun bajawek dan nilai-nilai pendidikan
24
di dalam pantun bajawek tersebut. Dalam penelitian ini peneliti langsung berada
pada situasi kejadian. Data penelitian ini adalah struktur pantun bajawek dalam
acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman dan
nilai-nilai pendidikan di dalam pantun bajawek dalam acara mananti tando di
Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman. Sumber data penelitian ini
adalah sumber lisan. Sumber lisannya yaitu pantun bajawek yang diucapkan
dalam acara mananti tando.
C. Informan Penelitian
Informan penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai
dengan substansi, sifat, dan masalah penelitian yang ada dan bertujuan untuk
menjaga tingkat validitas data. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Samarin
(dalam Gani, 2010:282) yang mengemukakan bahwa orang yang ditetapkan
sebagai informan dalam penelitian bahasa dan sastra harus dipilih berdasarkan
kriteria tertentu. Sekaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian Pantun Bajawek
dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten
Pasaman: Telaah Struktur dan Nilai Pendidikan, informannya ialah penutur asli,
yaitu Ibuk Rubiati yang berumur 53 tahun, bersuku Melayu dan tinggal di Padang
Ranjau Nagari Binjai kemudian Ibuk Mainar yang berumur 51 tahun, bersuku
Koto dan bertempat tinggal di Padang kubu Nagari Binjai. Kedua orang tersebut,
penutur asli yang menguasai atau memahami pantun dan langsung
menyampaikan struktur pantun bajawek dalam acara mananti tando.
25
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dan
menggunakan tape recorder untuk perekam; serta format/panduan wawancara.
Tape recorder digunakan untuk merekam penuturan pantun bajawek dalam acara
mananti tando berlangsung. Sedangkan format/panduan wawancara digunakan
untuk mengarahkan pelaksanaan wawancara.
E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu membuat gambaran
secara sistematis, faktual, akurat mengenai data-data. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik seperti berikut ini: (1)
observasi, peneliti langsung ke lapangan atau pada situasi kejadian untuk
mendapatkan data pantun bajawek. Hal ini meliputi daerah keberadaan pantun
bajawek, pemilihan responden, dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan data
yang dibutuhkan, (2) rekam, data yang diperoleh merupakan hasil dari merekam
data dalam situasi yang sebenarnya, (3) wawancara, yaitu dengan mengajukan
pertanyaan kepada informan untuk mendapatkan keterangan yang berhubungan
dengan objek penelitian, dan (4) pengolahan data, data yang diperoleh dalam
bentuk rekaman ditranskripsikan dari bentuk lisan menjadi bentuk tulisan
kemudian hasil olah data dan hasil analisis dituliskan berupa laporan lengkap hasil
penelitian.
26
Format 1
Pengumpulan Data
Struktur Pantun
No Pantun Struktur Fisik Struktur Batin
1 2 3 4 5 1 2 3 4
Keterangan:
Struktur Fisik
1. Diksi
2. Imaji
3. Kata konkret
4. Bahasa figuratif
5. Rima dan ritma
Struktur Batin
1. Tema
2. Perasaan
3. Nada dan suasana
4. Amanat
Format 2
Pengumpulan Data
Nilai-nilai Pendidikan
No Pantun Nilai-nilai Pendidikan
1 2 3
Keterangan:
1. Nilai-nilai pendidikan agama
2. Nilai-nilai pendidikan moral
3. Nilai-nilai pendidikan adat
27
F. Teknik Pengabsahan Data
Teknik pengabsahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
teknik uraian rinci. Teknik ini sesuai dengan prinsip penelitian kualitatif yang
harus melaporkan hasil penelitian seteliti dan secermat mungkin yang
menggambarkan tempat dan konteks penelitian yang diselenggarakan.
G. Metode dan Teknik Penganalisisan Data
Metode deskriptif yaitu membuat gambaran secara sistematis, faktual,
akurat mengenai data-data. Data penelitian ini dianalisis dengan cara berikut ini:
(1) menstranskripsi, data yang berupa rekaman pantun bajawek ditranskripsikan
ke dalam bahasa tulis. (2) menterjemahkan, hasil transkripsi data pantun bajawek
yang berbahasa Minang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berdasarkan
tuturan pantun bajawek yang disampaikan informan. (3) menelaah, setelah seluruh
data pantun bajawek diterjemahkan, peneliti menelaah data pantun bajawek
berdasarkan struktur atau susunan pantun bajawek dan nilai-nilai pendidikannya.
(4) mengklasifikasikan data, data yang telah dikumpulkan diklasifikasikan
berdasarkan struktur dan nilai-nilai pendidikannya. (5) setelah diklasifikasikan
lalu membuat kesimpulan. (6) dari kesimpulan peneliti membuat laporan
penelitan.
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Temuan Penelitian
1. Struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando
Pada bagian ini akan dideskripsikan data penelitian tentang struktur pantun
bajawek dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten
Pasaman. Pantun bajawek adalah pantun yang dilaksanakan secara langsung dan
bersifat dua arah (berbalasan) antara pihak laki-laki sebagai tamu (si alek) dengan
pihak wanita sebagai tuan rumah (si pangka). Data diperoleh dengan cara
merekam penuturan pantun bajawek dalam acara mananti tando yang sedang
berlangsung. Data dikumpulkan pada hari Minggu, 15 April 2012 di Binjai. Dari
hasil rekaman tersebut diperoleh data pantun bajawek sebanyak 81 buah pantun,
yang terdiri atas 71 buah pantun empat baris seuntai, 8 buah pantun enam baris
seuntai, 1 buah pantun delapan baris seuntai, dan 1 buah pantun sepuluh baris
seuntai (data lengkap terlampir).
Pada umumnya pantun bajawek dalam acara mananti tando bersajak ab ab
baris pertama (1) mempunyai persamaan bunyi dengan baris ketiga (3), sedang
baris kedua (2) mempunyai persamaan bunyi dengan baris keempat (4).
Selanjutnya juga terdapat pantun yang terdiri atas enam baris atau lebih dikenal
dengan talibun. Pantun tersebut bersajak abc abc, persamaan bunyi terdapat pada
baris pertama (1) dengan baris keempat (4), baris kedua (2) mempunyai
persamaan bunyi dengan baris kelima (5), dan baris ketiga (3) mempunyai
persamaan bunyi dengan baris keenam (6). Seterusnya pantun yang berjumlah
29
delapan baris, empat baris bagian awal sampiran dan empat baris seterusnya
bagian isi, persajakannya abcd abcd baris pertama (1) mempunyai persamaan
bunyi dengan baris kelima (5), baris kedua (2) dengan baris keenam (6), baris
ketiga (3) mempunyai persamaan bunyi dengan baris ketujuh (7), sedangkan baris
keempat (4) mempunyai persamaan bunyi dengan baris kedelapan (8). Dan ada
juga pantun yang berjumlah sepuluh baris, pada pantun yang seperti ini lima baris
pertama disebut dengan sampiran dan lima baris berikutnya disebut dengan bagian
isi pantun. Persajakan pantun sepuluh baris seuntai ialah abcde abcde baris
pertama (1) dengan baris keenam (6), baris kedua (2) dengan baris ketujuh (7),
baris ketiga (3) mempunyai persamaan bunyi dengan baris kedelapan (8), baris
keempat (4) dengan baris kesembilan (9), sedangkan baris kelima (5) mempunyai
persamaan bunyi dengan baris kesepuluh (10).
Dilihat dari bentuk dan urutannya, pantun bajawek tidak selalu pantun 1
jawab 1 dari awal acara sampai akhir acara mananti tando. Tetapi, memang
pantun di dalam acara mananti tando di Binjai disebut pantun bajawek karena
pantunnya dari awal sampai acara akhir ada pantun berbalasnya walaupun tidak
selalu balasannya pantun 1 jawab 1. Seperti pantun yang terdapat di dalam
pasambahan yang terdiri dari beberapa pantun dan ini hanya disampaikan oleh
salah satu pihak saja dan jika sudah selesai maka baru dibalas oleh pihak yang
lain.
Struktur pantun bajawek dalam acara mananti tando tidak selalu dimulai
oleh pihak tuan rumah atau pihak wanita tapi juga ada pantun bajawek yang
dimulai oleh pihak laki-laki atau pihak tamu. Beberapa pantun bajawek yang
30
dimulai oleh pihak tuan rumah atau pihak wanita yaitu pantun bajawek ketika
pihak laki-laki ingin menaiki rumah pihak wanita, dan pantun bajawek di dalam
dan di luar pasambahan menjelang minum. Sedangkan pantun bajawek yang
dimulai oleh pihak tamu atau pihak laki-laki yaitu pantun di dalam dan di luar
pasambahan meminjam dan mengembalikan carano, pantun di dalam
pasambahan memakan sirih, pantun bajawek di dalam dan di luar pasambahan
memberikan tando, dan pantun bajawek ketika pihak laki-laki ingin pulang ke
rumah dan menerima kiriman dari pihak wanita.
Mananti tando merupakan suatu acara yang diawali dengan kedatangan
pihak calon mempelai laki-laki ke rumah pihak calon mempelai wanita secara adat
dengan persyaratan yang telah disepakati sebelumnya antara kedua belah pihak,
yaitu pihak laki-laki sebagai tamu (si alek) dan pihak wanita sebagai tuan rumah
(si pangka). Orang yang akan mengadakan acara mananti tando, mengundang
kaum kerabat dan orang nagari yang patut tahu dan hadir. Di waktu hari mananti
tando pihak wanita (si pangka) bersama kaum kerabat dan orang nagari tersebut
bersiap-siap untuk menanti kedatangan dari pihak laki-laki (si alek) sebagai
rombongan yang maanta tando. Di rumah pihak wanita banyak kaum perempuan
yang menanti, selain itu juga mempersiapkan makanan dan minuman yang akan
dihidangkan kepada pihak laki-laki nantinya. Acara mananti tando dilakukan pada
siang hari, yaitu pihak laki-laki (si alek) datang ke rumah pihak wanita (si pangka)
setelah waktu zuhur.
Dalam acara mananti tando pihak laki-laki (si alek) yang datang,
membawa beberapa peralatan yang telah diadatkan antara lain: kampia siriah,
31
kampia siriah yaitu sebuah kantong yang terbuat dari anyaman pandan berbentuk
empat persegi panjang, diberi motif dengan sistem anyaman. Kampia siriah
berisikan sirih selengkapnya yaitu sirih, gambir, pinang, kapur sirih dan
tembakau. Kampia siriah dan carano walaupun sama-sama wadah sirih pinang,
tetapi fungsi penyajiannya berbeda. Kampia siriah difungsikan sebagai alat
maanta tando kepada pihak wanita, sedangkan carano disajikan waktu memulai
pembicaraan atau pembuka kata. Pada saat meminang baik kampia siriah maupun
carano diletakkan ditengah lingkar peserta duduk. Untuk kampia siriah yang akan
dibahas adalah maksud dan tujuan membawa kampia siriah itu. Selain itu pihak
laki-laki juga membawa cincin yaitu cincin emas dan cincin perak, biasanya berat
cincin satu emas, dua emas atau tiga emas. Jika ingin mengadakan pesta
perkawinan maka cincin yang diambil oleh pihak perempuan ialah cincin emas
tapi jika hanya ingin berdoa kecil saja maka cincin yang diambilnya cincin perak.
Kain yang digunakan untuk membungkus cincin ialah kain yang berwarna kuning
dan di dalamnya juga dilengkapi dengan benih-benih seperti ketimun, labu, padi
dan lain-lain.
Dalam acara mananti tando, pantun bajawek dimulai saat pihak laki-laki
ingin menaiki rumah pihak wanita. Di depan pintu rumah pantun bajawek di
mulai oleh pihak wanita (si pangka) terlebih dahulu dan dibalas oleh pihak laki-
laki (si alek). Setelah semua rombongan pihak laki-laki naik ke rumah dan duduk,
maka pihak wanita menghidangkan minuman dan kue-kue yang telah disediakan
sebelumnya. Saat akan meminum minuman dan memakan kue-kue yang telah
dihidangkan maka pihak wanita memulai dengan pasambahan yang disertai
32
pantun bajawek. Setelah acara makan kue dan minum selesai maka akan
dilanjutkan dengan acara meminjam carano. Kegiatan meminjam carano dan
meminta memakan sirih dimulai oleh pihak laki-laki (si alek) dengan
menyampaikan pasambahan yang di dalamnya terdapat pantun bajawek kemudian
dari pihak wanita juga membalas dengan pasambahan yang disertai dengan
pantun bajawek di dalamnya. Setelah selesai pasambahan meminjam carano
maka dilanjutkan dengan pasambahan dan pantun bajawek memberikan tando.
Pemberian tando ini diberikan oleh seseorang yang mewakili dari pihak laki-laki
dan seseorang dari pihak wanita untuk menerima. Orang yang mewakili ialah
orang yang pandai menyampaikan pasambahan dan pantun bajawek tersebut.
Setelah acara inti selesai yaitu memberikan tando dari pihak laki-laki kepada
pihak wanita maka akan dilanjutkan dengan acara makan, setelah selesai acara
makan dan semua hidangan telah dikemaskan oleh pihak wanita maka dari pihak
wanita membawa beberapa tempat makanan yang disebut juga dengan rantang
yang berisi makanan yang akan dikirim ke rumah pihak laki-laki. Seusai makan
dari pihak laki-laki akan menyampaikan pantun bajawek yang isinya tentang
pengembalian carano yang dipinjam dan pemberitahuan bahwa rombongannya
akan pulang ke rumahnya masing-masing dan pantun bajawek menerima kiriman
dari pihak wanita yang akan dikirimkan ke rumah pihak laki-laki.
Struktur dalam pantun adalah proses berlangsungnya pantun mulai dari
awal berpantun sampai berakhirnya pantun bajawek tersebut. Secara garis besar
urutan acara pantun bajawek dalam acara mananti tando ialah (1) pantun bajawek
ketika pihak laki-laki ingin menaiki rumah pihak wanita, (2) pantun bajawek di
33
dalam dan di luar pasambahan menjelang minum, (3) pantun bajawek di dalam
dan di luar pasambahan meminjam carano, (4) pantun di dalam pasambahan
memakan sirih, (5) pantun bajawek di dalam dan di luar pasambahan memberikan
tando,(6) pantun bajawek mengembalikan carano dan, (7) sedikit pantun bajawek
ketika pihak laki-laki ingin pulang ke rumah dan menerima kiriman dari pihak
wanita.
Selain struktur dalam pantun adalah proses berlangsungnya pantun mulai
dari awal berpantun sampai berakhirnya pantun bajawek tersebut, pantun juga
dibangun oleh dua struktur yaitu struktur fisik yang terdiri dari: diksi (diction),
imaji (imagery), kata konkret (the concrete words), bahasa figuratif (figurative
language), rima dan ritma (rhyme and rhytm). Struktur batin pantun terdiri dari:
tema (thema), perasaan (feelling), nada (tone), dan amanat (intention). Berikut ini
uraian dari struktur pantun tersebut.
a. Sruktur Fisik
1) Diksi
Diksi adalah penggunaan atau penempatan kata-kata tertentu dalam pantun
bajawek yang dilakukan penutur agar tujuan pantun dapat disampaikan dengan
sempurna. Hal tersebut dapat dilihat pada salah satu contoh pantun bajawek
berikut ini.
Anak bebek dalam jilatang „Anak kambing dalam jilatang
Mamuleh pucuak dalu-dalu Memakan pucuk dalu-dalu
Sabab talambek kami datang Sebab terlambat kami datang
Jalan bakelok bakeh lalu (4) Jalan berkelok tempat lalu‟
34
2) Imaji
Kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
sensoris, seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan di dalam pantun bajawek.
Kambang sabatang bungo pandan „Kembang sebatang bunga pandan
Camiah sulasiah mangguruik i Hampir selasih mengguguri
Kini lah datang sisinyo badan Kini lah datang sisinya badan
Camiah lah kami manuruik i (1) Hampir lah kami menuruti‟
3) Kata konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang khusus ditempatkan dalam pantun
untuk menjelmakan imaji dengan mudah, melalui kata konkret pendengar dapat
merasakan atau membayangkan segala sesuatu yang dialami penutur. Hal tersebut
dapat dilihat pada salah satu contoh pantun bajawek berikut.
Mamukek urang di Tiagan „Memukat orang di Tiagan
Rami dek anak Simpang Tigo Ramai oleh anak Simpang Tiga
Ambiak kain singkok lah kaban Ambil kain buka lah kaban
Tando talatak di dalamnyo (63) Tanda terletak di dalamnya‟
4) Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif (majas) adalah bahasa berkias yang dapat menghidupkan
atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Hal tersebut dapat
dilihat pada salah satu contoh pantun bajawek berikut ini.
Gambia dadiah ulu silayang „Gambir dadih hulu silayang
Sapiah sampai ka pucuak e Serpih sampai ke pucuknya
Batamu kasiah nan jo sayang Bertemu kasih dengan sayang
Bakuncang alam dimabuak e (28) Bergoncang alam dimabuknya‟
5) Rima dan Ritma
Rima adalah pengulangan bunyi dalam pantun untuk membentuk
musikalitas atau orkestrasi. Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga
35
berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Hal berikut
dapat dilihat pada pantun bajawek berikut ini.
Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman
Dijuluak jo ampu kaki Dijolok dengan ibu jari
Usah lamo tagak di halaman Usah lama berdiri di halaman
Iko cibuak basuah lah kaki (5) Ini cibuk cuci lah kaki‟
Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman
Dipatiak anak si Fatimah Dipetik anak si Fatimah
Sabab kami tagak di halaman Sebab kami berdiri di halaman
Disangko aciak indak di rumah (6) Disangka kakak tidak di rumah‟
b. Struktur Batin
1) Tema
Tema adalah gagasan pokok (sentral) yang menjadi dasar terbentuknya
suatu karya. Gagasan sentral ini mengandung pokok pikiran atau pokok persoalan
yang begitu kuat dalam jiwa penutur, sehingga menjadi landasan utama
pantunnya. Penentuan tema pantun bajawek berpatokan pada anggapan pokok
yang dikemukakan penutur. Pantun bajawek dapat ditentukan temanya, yaitu
(1)cinta kasih antara pria dan wanita, (2) basa-basi dalam hidup bermasyarakat,
(3) permintaan dan harapan, (4) kehidupan beradat, (5) adat kebiasaan, (6)
merendahkan diri, (7) hiburan teka-teki.
2) Perasaan
Perasaan adalah suasana perasaan penutur atau pemuda yang meminang
yang ikut diekspresikan dalam pantun bajawek. Hal berikut dapat dilihat pada
salah satu contoh pantun bajawek berikut ini.
Kundua nan indak takunduan „Labu yang tidak terlabukan
Daun lantimun nampak mudo Daun ketimun terlihat muda
Tidua nan indak tatiduan Tidur yang tidak tertidurkan
Dalam kalumun nampak juo (58) Dalam kelumun terlihat juga „
36
3) Nada dan Suasana
Nada adalah sikap penutur terhadap pendengar pantun bajawek.
Sedangkan suasana adalah keadaan jiwa pendengar setelah mendengar pantun
bajawek. Hal tersebut dapat dilihat pada salah satu contoh pantun bajawek berikut
ini.
Manyasa pandan babungo „Menyesal pandan berbunga
Dek alang indak salayangan Oleh elang tidak selayangan
Dek balam indak talayok an Oleh balam tidak terlayangkan
Dek jauah rantau di Palembang Karena jauh rantau di Palembang
Di baliak rantau Indopuro Di balik rantau Indopuro
Manyasa badan basuo Menyesal badan bersua
Siang nan indak tasanangan Siang yang tidak tersenangkan
Malam indak talalok an Malam tidak terlelapkan
Hati pacah pikiran bimbang Hati pecah pikiran bimbang
Niaik baraso sampai juo (59) Niat berasa sampai juga‟
4) Amanat
Amanat adalah sesuatu maksud yang terkandung di dalam pantun. Pantun
bajawek dapat ditentukan amanatnya, yaitu (1) adanya kata sopan seperti basa-
basi antara tuan rumah dengan tamu ketika menaiki rumah, (2) segala sesuatu itu
memang dimulai dari awal seperti berbilang dari satu dan membaca Alquran dari
alif, (3) segala sesuatu terjadi menurut adat kebiasaan, (4) kehidupan dalam
beradat saat akan mengadakan sesuatu acara atau upacara perlunya memberitahu
dan mamanggia masyarakat, (5) adanya basa-basi ketika menikmati hidangan
antara tuan rumah dan tamu, (6) hidup bermasyarakat perlunya saling tolong-
menolong seperti pinjam-meminjamkan, (7) hidup beradat mengetengahkan sirih
dalam carano ketika ingin memulai kata, (8) Jika seseorang sedang dimabuk cinta
maka berbagai rasa yang dirasakan seperti rasa rindu, sayang, kecewa, menyesal,
sedih, terluka, berharap dan lain-lain sebagainya, dan (9) untuk mengikat janji
dalam pertunangan adanya pemberian tando.
37
2. Nilai-Nilai Pendidikan di dalam Pantun Bajawek dalam Acara Mananti
Tando
Pantun bajawek dalam acara mananti tando juga tidakterlepas dari nilai-
nilai pendidikan yang sangat berguna bagi masyarakat dalam kehidupannya.
Berikut nilai-nilai pendidikan yang terdapat di dalam pantun bajawek dalam acara
mananti tando.
a. Nilai-nilai Pendidikan Adat
Pantun bajawek dalam acara mananti tando merupakan suatu acara yang
telah mencapai separuh dari perkawinan, mengapa dikatakan demikian karena
dalam kegiatan ini telah mengikuti aturan adat, seperti memberitahu atau
mamanggia orang banyak dan sepengetahuan ninik dan mamak. Kegiatan
memberikan tando dalam acara mananti dan maanta tando merupakan suatu acara
adat maka dengan sendirinya akan terdapat nilai-nilai pendidikan adat yang
mengatur jalannya acara. Ini juga terlihat dari pantun bajawek ini digunakan
sebagai alat berkomunikasi untuk menyampaikan maksud dan tujuan dalam acara
adat Minangkabau itu sendiri yaitu acara mananti tando. Berikut salah satu contoh
pantun bajawek yang terdapat nilai pendidikan adat.
Galang dititik nak rang Buro „Gelang dititik anak orang Buro
Baukia batampuak manggih Berukir bertampuk manggis
Mulo babilang dari aso Mula berbilang dari asa
Mangaji iyo dari alih (11) Mengaji iya dari alif‟
b. Nilai-nilai Pendidikan Moral
Menjalankan acara adat dengan baik dengan sendirinya juga akan
terjalankan suatu kegiatan yang bermoral atau suatu kegiatan yang memiliki nilai
pendidikan moral, karena nilai pendidikan moral itu sendiri ialah suatu hal yang
38
membimbing seseorang untuk berprilaku sesuai dengan aturan atau norma yang
berlaku. Seperti adanya kegiatan sopan-santun ketika berbasa-basi menjelang naik
ke rumah dan menjelang minum pada acara mananti tando. Berikut salah satu
contoh pantun bajawek yang terdapat nilai pendidikan moral.
Babuah lantimun dandang „Berbuah ketimun dandang
Babuah buliah diputiak i Berbuah boleh diputik i
Batanyo kami sakian janjang Bertanya kami sekian jenjang
Tanggo buliah dinaiak i (9) Tangga boleh dinaiki‟
c. Nilai-nilai Pendidikan Agama
Diadakan pantun bajawek dalam acara mananti tando yang mengandung
nilai-nilai pendidikan, selain untuk mengikat suatu perjanjian dan untuk tidak
saling mengingkari juga bertujuan untuk mencapai atau membina keluarga yang
sakinah, mawaddah dan warrahmah nantinya. Agar tidak terjadi hal-hal yang
melanggar agama antara seorang lelaki dengan seorang wanita maka orang tua
dan ninik mamaknya akan mempertunangkan anak cucu kemenakannya, karena
hal demikian di dalam adat suatu langkah pertama yang lebih baik menjelang
upacara pernikahan dilaksanakan. Namun, tujuan akhir dari sebuah pertunangan
ialah menyatukan hubungan antara seorang lelaki dengan perempuan dengan akad
nikah yang menjadikan hubungannya diridhoi Allah dunia dan akhirat, maka dari
tujuan inilah terlihat nilai pendidikan agamanya. Berikut salah satu contoh pantun
bajawek yang terdapat nilai pendidikan agama.
Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman
Diambiak ka junjuang siriah Diambil untuk junjung sirih
Jatuah malayang sularonyo Jatuh melayang selaranya
Usah lamo tagak di halaman Usah lama berdiri di halaman
Naiak ka rumah makan siriah Naik ke rumah makan sirih
Siriah mananti di carano (7) Sirih menanti di cerana‟
39
Secara umum nilai pendidikan yang terdapat di dalam pantun bajawek
dalam acara mananti tando dapat dikelompokkan ke dalam tiga hal yaitu nilai
pendidikan adat, nilai pendidikan moral dan, nilai pendidikan agama.
B. Pembahasan
1. Struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando
Pada umumnya pantun bajawek yang terdapat dalam acara mananti tando
bentuk dan struktur pantun yang sama dengan pantun biasa, mempunyai sampiran
dan isi dan terdiri dari empat baris seuntai, enam baris seuntai, delapan baris
seuntai dan sepuluh baris seuntai. Berikut uraian pantun-pantun tersebut:
a. Pantun Empat Baris Seuntai
Pada pantun empat baris seuntai, baris pertama dan kedua disebut dengan
bagian sampiran, dan baris ketiga dan keempat disebut dengan bagian isi pantun.
Jenis pantun empat baris seuntai ini sering juga disebut dengan pantun biasa.
Berikut contoh pantun empat baris seuntai.
Hari patang matohari pantai „Hari petang matahari pantai
Kok dusun jauah ka dijalang Jika dusun jauh mau dijelang
Kok lapeh kumbang nan barantai Jika lepas kumbang yang berantai
Kalayua bungo nan jolong kambang (57) Akan layu bunga yang baru kembang‟
b. Pantun Enam Baris Seuntai
Pantun enam baris seuntai disebut dengan talibun. Pada pantun enam baris
seuntai, baris pertama sampai baris ketiga (tiga baris pertama) disebut dengan
sampiran dan tiga baris berikutnya disebut dengan bagian isi pantun. Berikut
contoh pantun enam baris seuntai.
40
Bagalah barantang perak „Bagalah barantang perak
Limau manih di pandakian Jeruk manis di pendakian
Jelo urek selo-baselo Jelo akar sila-bersila
Kalah indak manang pun indak Kalah tidak menang pun tidak
Sadang manih kito antian Sedang manis kita hentikan
Dima alek awak ulang pulo (24) Dimana pesta kita ulang pula‟
c. Pantun Delapan Baris Seuntai
Pantun delapan baris seuntai disebut juga dengan talibun. Pada pantun
yang seperti ini empat baris pertama disebut dengan sampiran pantun dan empat
baris berikutnya disebut dengan bagian isi pantun. Berikut contoh pantun delapan
baris seuntai.
Usak pandan sabab dek api
Api nan indak tapadaman
Kinco-bakinco jo daun ginggiang
Daun kaladi tampak mudo
Usak badan sabab dek hati
Hati nan indak tatahanan
Mato jo a lah ka di dindiang
Awak salabuah satapian pulang pai mandi tampak juo (55)
„Rusak pandan karena api
Api yang tidak terpadamkan
Campur-bercampur dengan daun geringging
Daun keladi terlihat muda
Rusak badan karena hati
Hati yang tidak tertahankan
Mata dengan apa lah mau di dinding
Kita sejalan setepian pulang pergi mandi terlihat juga‟
d. Pantun Sepuluh Baris Seuntai
Pada pantun yang seperti ini, lima baris pertama disebut dengan sampiran
dan lima baris berikutnya disebut dengan bagian isi pantun, pantun ini juga
disebut talibun. Berikut contoh pantun sepuluh baris seuntai.
Manyasa pandan babungo „Menyesal pandan berbunga
Dek alang indak salayangan Oleh elang tidak selayangan
Dek balam indak talayok an Oleh balam tidak terlayangkan
41
Dek jauah rantau di Palembang Karena jauh rantau Palembang
Di baliak rantau Indopuro Di balik rantau Indopuro
Manyasa badan basuo Menyesal badan bersua
Siang nan indak tasanangan Siang yang tidak tersenangkan
Malam indak talalok an Malam tidak terlelapkan
Hati pacah pikiran bimbang Hati pecah pikiran bimbang
Niaik baraso sampai juo (59) Niat be rasa sampai juga‟
Pantun-pantun bajawek saling berkaitan dan saling menunjang. Sampiran
merupakan pengantar isi dalam pantun yang saling mendukung satu dengan lain.
Maksudnya sampiran dan isi pada pantun harus seiring dan seirama sehingga
mangandung arti tersendiri bagi pendengarnya.
Berdasarkan uraian di atas maka pantun bajawek yang terdapat dalam
acara mananti tando mempunyai struktur yang sama dengan pantun yang
digunakan pada umumnya. Pantun tersebut dibangun oleh dua unsur yaitu
sampiran dan isi yang diucapkan dengan intonasi dan irama yang teratur.
Pada umumnya pantun dibangun oleh dua struktur yaitu struktur fisik dan
struktur batin. Berikut uraian mengenai struktur fisik dan struktur batin pantun
bajawek dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten
Pasaman.
a. Struktur Fisik
1) Diksi
Diksi merupakan penggunaan kata-kata tertentu dalam puisi (pantun) yang
dilakukan oleh penyair agar tujuan puisi (pantun) dapat disampaikan dengan
sempurna. Pantun bajawek yang disampaikan dalam acara mananti tando dipilih
kata-kata tepat untuk mendukung maksud yang ingin disampaikan. Ada dua aspek
pemilihan kata pada pantun bajawek yaitu aspek makna dan aspek kepuitisan.
42
Aspek kepuitisan yang dimaksudkan adalah keberadaan pantun yang hakikatnya
terdiri dari dua bagian, yakni sampiran dan isi. Keduanya disesuaikan dengan
unsur persajakan dalam puisi. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan
membedakan secara tepat dan selaras nuansa-nuansa dari gagasan yang ingin
disampaikan dapat tercapai. Diksi juga kemampuan untuk memiliki kata-kata, lalu
menyusun menjadi rangkaian kalimat yang sesuai dengan keselarasan dari segi
konteks.
Kambang sabatang bungo pandan „Kembang sebatang bunga pandan
Camiah sulasiah mangguruik i Hampir selasih mengguguri
Kini lah datang sisinyo badan Kini lah datang sisinya badan
Camiah lah kami manuruik i (1) Hampir lah kami menuruti‟
Indak bana guruik mangguruik i „Tidak benar gugur mengguguri
Bungo pandan ka kambang juo Bunga pandan mau kembang juga
Indak bana turuik manuruik i Tidak benar turut menuruti
Nan kami ka datang juo (2) Yang kami mau datang juga‟
Alah panek kami dek babansi „Sudah penat kami karena berbansi
Gabauk tasanda di pamatang Rebab tersandar di pematang
Alah panek kami dek mananti Sudah penat kami karena menanti
Baa sabab kok talambek datang (3) Apa sebab jika terlambat datang‟
Anak bebek dalam jilatang „Anak kambing dalam jilatang
Mamuleh pucuak dalu-dalu Memakan pucuk dalu-dalu
Sabab talambek kami datang Sebab terlambat kami datang
Jalan bakelok bakeh lalu (4) Jalan berkelok tempat lalu‟
Dari rangkaian kata pada pantun bajawek di atas dapat dilihat pemilihan
kata yang tersusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan bunyi yang indah dan
memiliki makna yang dalam. Selain itu, kata-kata pantun tidak dapat ditukar
letaknya maupun diganti dengan kata lain, jika susunannya ditukar maka dapat
menimbulkan kekacauan bunyi dan makna yang berbeda sehingga kepuitisan
pantun tersebut juga berkurang.
43
Untuk keindahan pola persajakan pada pantun (3), pengulangan kata dan
huruf terakhirnya sama-sama menggunakan diftong “ang” pada baris kedua dan
keempatnya sehingga terlihatlah keindahan pantun itu begitu juga pada pantun (4)
pada baris pertama dan ketiga.
Aspek makna merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan dalam diksi
sebait pantun. Ada dua bentuk makna yang digunakan pada pantun (1 dan 2) yaitu
makna konotatif dan denotatif. Pilihan kata yang bermakna konotatif akan
memantulkan keindahan pantun bajawek yang dilantunkan dalam acara mananti
tando. Karena dengan pilihan kata yang bermakna konotatif akan menimbulkan
kesan yang lebih halus terhadap maksud yang ingin disampaikan.
2) Pengimajian
Pengimajian (pencitraan) adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat
memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair dalam
puisinya (pantunnya). Melalui pengimajian, apa yang digambarkan seolah-olah
dapat dilihat, didengar, atau dirasa. Ada hubungan yang erat antara diksi,
pengimajian, dan kata konkret. Gambaran angan dalam sajak disebut citra atau
imaji (image) sedangkan setiap gambaran-gambaran pikiran dan bahasa yang
menggambarkan disebut citraan (imageri). Citraan merupakan salah satu cara
pemanfaatan sarana kebahasaan dalam sajak. Pemanfaatan citraan secara baik dan
tepat dapat menciptakan suasana kepuitisan. Pengimajian atau citraan merupakan
salah satu unsur yang membangun unsur fisik puisi (pantun). Pengimajian adalah
kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris,
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan, perabaan, penciuman, dan
44
pengecapan. Pada dasarnya citraan (imaji) ada enam yang sering digunakan dalam
sebuah puisi (pantun), antara lain: citraan penglihatan (visual imagery), citraan
pendengaran (auditory imagery), citraan penciuman (smell imagery), citraan
rasaan (taste imagery), citraan rabaan (tactile imagery), dan citraan gerak
(kinaesthetic imagery).
Ada beberapa citraan yang terdapat dalam pantun bajawek dalam acara
mananti tando yaitu sebagai berikut ini:
a) Citraan penglihatan
Citraan penglihatan adalah citraan yang timbul karena daya saran
penglihatan, lewat citraan penglihatan sesuatu yang abstrak digambarkan sebagai
sesuatu yang terlihat. Kata atau kata-kata yang ditampilkan menyebabkan dan
merangsang indera penglihatan sehingga apa yang diungkapkan atau digambarkan
penutur pantun bajawek lebih jelas seolah-olah dilihat oleh pendengar. Lihatlah
penggunaan citraan penglihatan yang terdapat dalam pantun bajawek berikut.
Kambang sabatang bungo pandan „Kembang sebatang bunga pandan
Camiah sulasiah mangguruik i Hampir selasih mengguguri
Kini lah datang sisinyo badan Kini lah datang sisinya badan
Camiah lah kami manuruik i (1) Hampir lah kami menuruti‟
Pantun bajawek di atas citraan penglihatan terdapat pada baris pertama dan
kedua kambang sabatang bungo pandan, camiah sulasiah mangguruik i. Dari
penuturan pantun bajawek pendengar seolah-olah mampu melihat atau
membayangkan ada sebatang bunga pandan yang sedang kembang dan di dekat
bunga pandan tersebut juga tumbuh selasih yang sangat dekat hampir membuat
bunga pandan gugur atau berjatuhan.
45
Alah panek kami dek babansi „Sudah penat kami karena berbansi
Gabauk tasanda di pamatang Rebab tersandar di pematang
Alah panek kami dek mananti Sudah penat kami karena menanti
Baa sabab kok talambek datang (3) Apa sebab jika terlambat datang‟
Pantun bajawek di atas pada baris kedua gabauk tasanda di pamatang.
Citraan penglihatan dari pantun bajawek tersebut ialah pendengar seolah-olah
benar melihat rebab yang terletak tersandar di dekat pematang.
Anak bebek dalam jilatang „Anak kambing dalam jilatang
Mamuleh pucuak dalu-dalu Memakan pucuk dalu-dalu
Sabab talambek kami datang Sebab terlambat kami datang
Jalan bakelok bakeh lalu (4) Jalan berkelok tempat lalu‟
Pada pantun bajawek di atas terdapat citraan penglihatan pada baris
pertama dan kedua anak bebek dalam jilatang, mamuleh pucuak dalu-dalu. Dari
baris-baris tersebut pendengar seolah-olah melihat ada anak kambing di dalam
semak yaitu tumbuhan yang disebut jilatang sedang memakan pucuk dalu-dalu.
Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman
Dijuluak jo ampu kaki Dijolok dengan ibu jari
Usah lamo tagak di halaman Usah lama berdiri di halaman
Iko cibuak basuah lah kaki (5) Ini cibuk cuci lah kaki‟
Pantun bajawek di atas pada baris pertama dan kedua cubadak tangahi
halaman, dijuluak jo ampu kaki. Citraan penglihatannya adalah seolah-olah
pendengar benar-benar melihat ada sebatang pohon cempedak yang tumbuh di
tengah halaman. Dan ada orang yang menjolok pohon cempedak tersebut dengan
ibu jarinya.
Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman
Dipatiak anak si Fatimah Dipetik anak si Fatimah
Sabab kami tagak di halaman Sebab kami berdiri di halaman
Disangko aciak indak di rumah (6) Disangka kakak tidak di rumah‟
46
Pada pantun bajawek di atas terdapat citraan penglihatan pada baris
pertama dan kedua cubadak tangahi halaman, dipatiak anak si Fatimah. Dari kata
cubadak tangahi halaman maka pendengar seolah-olah melihat sebatang pohon
cempedak yang tumbuh di tengah halaman dan kata dipatiak anak si Fatimah
seolah-olah pendengar melihat ada seorang anak yaitu anak dari Fatimah yang
sedang mengambil buah cempedak.
Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman
Diambiak ka junjuang siriah Diambil untuk junjung sirih
Jatuah malayang sularonyo Jatuh melayang selaranya
Usah lamo tagak di halaman Usah lama berdiri di halaman
Naiak ka rumah makan siriah Naik ke rumah makan sirih
Siriah mananti di carano (7) Sirih menanti di cerana‟
Pada pantun bajawek di atas terdapat citraan penglihatan pada baris
pertama dan ketiga cubadak tangahi halaman. Pada baris pertama, cubadak
tangahi halaman dari kata tersebut pendengar seolah-olah dapat melihat ada
sebatang pohon cempedak yang tumbuh di tengah halaman. Pada baris ketiga
pada kata jatuah malayang sularonyo pendengar seolah-olah melihat pohon
cempedak yang tumbuh di tengah halaman jatuh melayang daunnya yang sudah
tua.
Jelo-bajelo jariang lawah „Juntai-berjuntai jaring laba-laba
Jelo lalu ka Sitindiah Juntai lalu ke Sitindih
Usah lamo tagak di bawah Usah lama berdiri di bawah
Naiak ka rumah makan siriah (8) Naik ke rumah makan sirih‟
Pada pantun bajawek di atas citraan penglihatan terdapat pada baris
pertama yaitu jelo-bajelo jariang lawah. Dari baris tersebut pendengar seolah-
olah melihat jaring laba-laba yang banyak juntai-berjuntai.
Babuah lantimun dandang „Berbuah ketimun dandang
Babuah buliah diputiak i Berbuah boleh diputik i
47
Batanyo kami sakian janjang Bertanya kami sekian jenjang
Tanggo buliah dinaiak i (9) Tangga boleh dinaiki‟
Babuah lantimun dandang „Berbuah ketimun dandang
Babuah buliah diputiak i Berbuah boleh diputik i
Batanyo bana tibo di janjang Bertanya benar tiba di jenjang
Alah buliah bana tanggo dinaiak i (10) Sudah boleh benar tangga dinaiki‟
Pada pantun bajawek di atas pada pantun (9) baris pertama dan pantun
(10) pada baris pertama juga babuah lantimun dandang. Citraan penglihatannya
adalah seolah-olah pendengar melihat ada ketimun yang sedang berbuah yaitu
ketimun besar, karena besar buahnya maka namanya ketimun dandang.
Bungo kasumbo di Kumpulan ‘Bunga kesumba di Kumpulan
Buahnyo paliang-paliangan Buahnya paling-palingan
Siang biaso kaciciran Siang biasa keciciran
Lalok biaso kamaliangan (si P) (12) Lelap biasa kemalingan‟
Pantun di atas pada baris pertama dan kedua bungo kasumbo di Kumpulan,
buahnyo paliang-paliangan. Citraan penglihatannya adalah pendengar seolah-
olah melihat ada serumpun bunga kesumba yang tumbuhnya di Kumpulan dan
buahnya banyak atau berbuah lebat sehingga diistilahkan buahnya yang lebat
paling-palingan.
Gadang aia batang Tingkok „Besar air batang Tingkap
Anyuik kulari duo lapan Hanyut kelari dua delapan
Nan aun mintak tuan singkok Yang harum minta tuan buka
Nan lamak mintak tuan makan (14) Yang enak minta tuan makan‟
Gadang aia batang Tingkok „Besar air batang Tingkap
Anyuik kulari duo lapan Hanyut kelari dua delapan
Urang Panta manggaleh lado Orang Panta berjualan cabe
Nan aun mintak tuan singkok Yang harum minta tuan buka
Nan lamak mintak tuan makan Yang enak minta tuan makan
Urang pangka baa kabanyo (16) Orang pangkal apa kabarnya‟
48
Pada pantun bajawek di atas, pantun (14 dan 16) pada baris pertama dan
kedua sampiran gadang aia batang Tingkok, anyuik kulari duo lapan.
Menggambarkan seolah-olah pendengar penuturan pantun tersebut melihat air
yang besar di sungai Tingkap dan ada ikan yang hanyut diperkirakan dua puluh
delapan karena kekuatan air yang besar itu. Kemudian pada sampiran pantun (14)
pada baris ketiga urang Panta manggaleh lado. Menggambarkan seolah-olah
pendengar penuturan pantun bajawek melihat seseorang yang berasal dari negeri
Panta pergi berjualan cabe.
Gadang aia batang Tingkok „Besar air batang Tingkap
Surian di ateh papan Surian di atas papan
Sicerek pupua jo bungonyo Sicerek gugur dengan bunganya
Nan aun mintak tuan singkok Yang harum minta tuan buka
Nan lamak mintak tuan makan Yang enak minta tuan makan
Tabuang apo kagunonyo (15) Terbuang apa kegunaannya‟
Pada pantun bajawek di atas citraan penglihatan terdapat pada baris
pertama, kedua dan ketiga gadang aia batang Tingkok, surian di ateh papan,
sicerek pupua jo bungonyo. Pendengar pantun bajawek yang penutur sampaikan
seolah-olah melihat air besar di sungai Tingkap, ada kayu surian di atas papan dan
ada sejenis tumbuhan untuk obat-obatan yang disebut sicerek yang berbunga
sedang gugur atau berjatuhan.
Badarun batu tarolek „Berderum batu tergolek
Surian di ateh papan Surian di atas papan
Dahulu sakalian alek Dahulu sekalian tamu
Kudian kami sapangkalan (17) Kemudian kami sepangkalan‟
Pantun bajawek di atas pada baris kedua surian di ateh papan. Seolah-olah
pendengar pantun mampu melihat ada kayu surian yang terletak di atas papan.
49
Tarolek batu tarolek „Tergolek batu tergolek
Tarolek ka tangah jalan Tergolek ke tengah jalan
Dulu sakalian alek Dahulu sekalian tamu
Kudian kami sapangkalan (18) Kemudian kami sepangkalan‟
Pantun bajawek di atas pada baris pertama dan kedua tarolek batu tarolek,
tarolek katangah jalan. Pendengar pantun seolah-olah melihat ada batu yang
tergolek-golek ke tengah jalan.
Sakali amuah jalan ka kabun „Sekali mau jalan ke kebun
Babelok jalan ka Palupuah Berbelok jalan ke Pelupuh
Sakali amuah kito minum Sekali mau kita minum
Basamo kito mambasuah (21) Bersama kita mencuci‟
Pantun bajawek di atas pada baris kedua babelok jalan ka Palupuah.
Pendengar pantun seolah-olah bisa melihat bahwa ada jalan yang berbelok ke arah
Pelupuh.
Anak alai tabang ka alai „Anak alai terbang ke alai
Inggok di ateh puluik-puluik Hinggap di atas pulut-pulut
Kok iyo taulan cadiak pandai Jika iya tahu cerdik pandai
Apo asa nasi puluik (22) Apa asal nasi ketan‟
Pantun bajawek di atas pada baris pertama dan kedua anak alai tabang ka
alai, inggok di ateh puluik-puluik. Seolah-olah pendengar pantun melihat ada
seekor burung alai yang terbang ke arah alai dan hinggap di atas pulut-pulut.
Anak alai tabang ka alai „Anak alai terbang ke alai
Mamukek urang di Tiagan Memukat orang di Tiagan
Nyo nak hilia ka Sinuruik Dia ingin hilir ke Sinurut
Kok iyo tuan cadiak pandai Jika iya tuan cerdik pandai
Nasi batanak jo santan Nasi bertanak dengan santan
Itu asa nasi puluik (23) Itu asal nasi ketan‟
Pantun bajawek di atas pada baris pertama dan kedua anak alai tabang ka
alai, mamukek urang di Tiagan. Seolah-olah pendengar pantun melihat seekor
burung alai yang terbang ke arah alai dan pendengar seolah-olah juga bisa melihat
ada orang yang sedang memukat di Tiagan.
50
Bagalah barantang perak „Bagalah barantang perak
Limau manih di pandakian Jeruk manis di pendakian
Jelo urek selo-baselo Jelo akar sila-bersila
Kalah indak manang pun indak Kalah tidak menang pun tidak
Sadang manih kito antian Sedang manis kita hentikan
Dima alek awak ulang pulo (24) Dimana pesta kita ulang pula‟
Pantun bajawek di atas pada baris pertama, kedua dan ketiga bagalah
barantang perak, limau manih di pandakian, jelo urek selo-baselo. Pendengar
penuturan pantun bajawek seolah-olah melihat ada sejenis kayu yang digunakan
untuk mengait buah-buahan yang tinggi yang disebut galah, dan ember yang
berwarna perak. Dan ada jeruk manis yang tumbuh di pendakian yang uratnya
bersilang siur.
Si Upiak gadih Sicikam „Si Upik gadis Sicikam
Anak urang Padang Palak Anak orang Padang Palak
Carano kami carano hitam Cerana kami cerana hitam
Antah paguno antah indak (25) Entah perguna entah tidak‟
Si Upiak gadih Sicikam „Si Upik gadis Sicikam
Anak urang Padang Kubu Anak orang Padang Kubu
Carano nangko iyo hitam Cerana ini iya hitam
Iko bana dek kami nan katuju (26) Ini benar oleh kami yang suka‟
Pantun bajawek di atas pantun (25) dan (26) pada baris pertama dan ketiga
si Upiak gadih Sicikam, carano kami carano hitam/carano nangko iyo hitam.
Pendengar penuturan pantun bajawek seolah-olah melihat ada seorang anak gadis
daerah Sicikam dan pendengar juga seolah-olah melihat ada sebuah cerana yang
berwarna hitam.
Bungo cimpago tuan erak „Bunga cempaka tuan bawa
Tumbuah di jiraik tuan haji Tumbuh di kuburan tuan haji
Adaik basandi dengan syarak Adat bersendi dengan syarak
Syarak bapapa dengan kaji (27) Syarak bersendi dengan kitab‟
51
Pada pantun di atas baris pertama dan kedua bungo cimpago tuan erak,
tumbuah di jiraik tuan haji. Pendengar seolah-olah melihat ada bunga cempaka
yang tumbuh di kuburan tuan haji dibawa oleh seseorang lelaki.
Gambia dadiah ulu silayang „Gambir dadih hulu silayang
Sapiah sampai ka pucuak e Serpih sampai ke pucuknya
Batamu kasiah nan jo sayang Bertemu kasih dengan sayang
Bakuncang alam dimabuak e (28) Bergoncang alam dimabuknya‟
Pantun di atas pada baris pertama dan kedua gambia dadiah ulu silayang,
Sapiah sampai ka pucuak e. Seolah-olah pendengar pantun melihat gambir yang
enak tapi serpih sampai ke pucuknya.
Siriah dibolai kuniang gagang „Sirih dibolai kuning gagang
Dirantiah sado nan mudo Diambil semua yang muda
Batamu kasiah dengan sayang Bertemu kasih dengan sayang
Baputa alam dimabuaknyo (29) Berputar alam dimabuknya‟
Pantun pada baris pertama dan kedua siriah di bolai kuniang gagang,
dirantiah sado nan mudo. Pendengar pantun bajawek seolah-olah melihat ada
sirih yang bagus yang ditandai dengan gagangnya yang kuning diperoleh atau
diambil semua daun yang mudanya.
Timbakau Sirambun Aceh „Tembakau Sirambun Aceh
Diduduih Sirambun Alam Dihisap Sirambun Alam
Bukannyo masiak kanai paneh Bukannya kering kena panas
Masiak barambun tangah malam (30) Kering berembun tengah malam‟
Pantun di atas pada baris pertama dan kedua timbakau Sirambun Aceh,
diduduih Sirambun Alam. Seolah-olah pendengar bisa membayangkan atau
melihat ada tembakau milik Sirambun Aceh yang dihisap oleh Sirambun Alam.
Antah sapek antah mantilo
Gamo-gamo di dalam gantang
Antah dapek antah tido
Pasambahan dek lah lamo indak baulang (31)
52
„Entah sepat entah mantilo
Rama-rama di dalam rantang
Entah dapat entah tidak
Pasambahan karena sudah lama tidak diulang‟
Pantun di atas pada baris pertama dan kedua antah sapek antah mantilo,
gamo-gamo di dalam gantang. Seolah-olah pendengar pantun bajawek melihat
seekor ikan, entah ikan sepat entah ikan mantilo dan ada kupu-kupu di dalam
rantang.
Cincin akiak bamato akiak „Cincin akik bermata akik
Tagilang-gilang di ateh atok Tergilang-gilang di atas atap
Kasiah lah lamo dek bacaliak Kasih lah lama karena dilihat
Sayang pabilo ka dikakok (44) Sayang kapan mau disentuh‟
Pada pantun di atas, baris pertama dan kedua cincin akiak bamato akiak,
tagilang-gilang di ateh atok. Pendengar seolah-olah melihat ada cincin berukir
yang berkilau-kilau di atas atap.
Kalam banamo kalam binau „Kalam bernama kalam binau
Kalam tasisik ateh kasau Kalam tersisik atas kasau
Angku manauah balam mau Angku menaruh balam mau
Taniaik di hati nak mancakau (48) Terniat di hati mau menangkap‟
Pantun di atas, pada baris pertama dan kedua kalam banamo kalam binau,
kalam tasisik ateh kasau. Seolah-olah pendengar pantun melihat ayat Alquran
yang disebut kalam binau yang dijepitkan diantara atap dan kayu-kayu yang
disebut juga dengan kasau.
Jambu mawar di pakan akaik „Jambu mawar di pasar minggu
Pucuak malepai gaduang Cino Pucuk menjulai gedung Cina
Kini di duya bisuak akiraik Kini di dunia besok akhirat
Manga dikicuah dagang hino (49) Mengapa didustai dagang hina‟
Pada pantun di atas, baris pertama dan kedua jambu mawar di pakan
akaik, pucuak malepai gaduang Cino. Pendengar seolah-olah melihat ada
53
sebatang pohon jambu mawar yang tumbuh di pasar minggu dan pucuknya yang
menjulai-julai yang diibaratkan seperti gedung Cina.
Muaro pungkuik batang batindiah „Muara pungkut batang bertindih
Di baliak batang nan tarandam Di balik batang yang terendam
Singkok lah bungkuih kunyah lah siriah Buka lah bungkus kunyah lah sirih
Badan den mintak tuan ganggam (62) Badan saya minta tuan genggam‟
Pada pantun di atas, baris pertama dan kedua muaro pungkuik batang
batindiah, di baliak batang nan tarandam. Pendengar pantun seolah-olah melihat
muara yaitu muara pungkut batang bertindih yang terletak di balik batang yang
terendam.
Kaciak-kaciak jajak koreta „Kecil-kecil jejak sepeda
Anak alang patah kakie Anak elang patah kakinya
Cincin aciak salang sabanta Cincin kakak pinjam sebentar
Kok hilang supiak ka gantie (66) Jika hilang Upik jadi gantinya‟
Dari pantun bajawek di atas pada baris pertama kaciak-kaciak jajak
koreta. Seolah-olah pendengar melihat adanya jejak sepeda kecil-kecil di jalanan
dan pada baris kedua seolah pendengar penuturan pantun bajawek melihat ada
seekor burung yaitu anak burung elang yang kakinya patah.
Gadang aia batang Timah „Besar air batang Timah
Hanyuik balendan batang padi Hanyut berdempet batang padi
Guluang lah lapiak sapu lah gimah Gulung lah tikar sapu lah rimah
Kami alah ka pulang hanyo lai (71) Kami sudah mau pulang hanya lagi‟
Dari pantun bajawek di atas, pada baris pertama dan kedua gadang aia
batang Timah, hanyuik balendan batang padi. Pendengar seolah-olah melihat air
yang besar di sungai Timah yang menghanyutkan batang padi yang banyak
sehingga batang padi hanyut saling berdempetan.
54
b) Citraan pendengaran
Citraan pendengaran adalah gambaran angan yang berhubungan usaha
memancing bayangan pendengaran guna membangkitkan suasana tertentu.
Sesuatu yang tidak ada dibuat seolah-olah ada menyentuh indera pendengaran.
Penciptaan ungkapan oleh penutur pantun bajawek, sehingga pendengar seolah-
olah mendengarkan suara seperti yang digambarkan oleh penutur. Berikut pantun
bajawek yang termasuk ke dalam citraan pendengaran.
Badarun batu tarolek „Berderum batu tergolek
Surian di ateh papan Surian di atas papan
Dahulu sakalian alek Dahulu sekalian tamu
Kudian kami sapangkalan (17) Kemudian kami sepangkalan‟
Pada pantun bajawek di atas pada baris pertama pada kata badarun batu
tarolek terdapat citraan pendengaran. Dari kata tersebut pendengar seolah-olah
mendengar adanya bunyi batu yang jatuh berderum dan tergolek.
c) Citraan penciuman
Lewat citraan ini digambarkan sesuatu oleh penutur pantun bajawek
dengan mengetengahkan atau memilih kata untuk membangkitkan daya
rangsangan seolah-olah pembaca dapat mengetahui sesuatu dengan indera
penciuman. Berikut pantun bajawek yang memuat citraan penciuman.
Gadang aia batang Tingkok „Besar air batang Tingkap
Anyuik kulari duo lapan Hanyut kelari dua delapan
Nan aun mintak tuan singkok Yang harum minta tuan buka
Nan lamak mintak tuan makan (14) Yang enak minta tuan makan‟
Gadang aia batang Tingkok „Besar air batang Tingkap
Surian di ateh papan Surian di atas papan
Sicerek pupua jo bungonyo Sicerek gugur dengan bunganya
Nan aun mintak tuan singkok Yang harum minta tuan buka
Nan lamak mintak tuan makan Yang enak minta tuan makan
Tabuang apo kagunonyo (15) Terbuang apa kegunaannya‟
55
Gadang aia batang Tingkok „Besar air batang Tingkap
Anyuik kelari duo lapan Hanyut kelari dua delapan
Urang Panta manggaleh lado Orang Panta berjualan cabe
Nan aun mintak tuan singkok Yang harum minta tuan buka
Nan lamak mintak tuan makan Yang enak minta tuan makan
Urang pangka baa kabanyo (16) Orang pangkal apa kabarnya‟
Pantun bajawek pada kata nan aun mintak tuan singkok (14) citraan
penciuman terdapat pada baris ketiga, pantun bajawek (15) citraan penciuman
terdapat pada baris keempat dan pantun bajawek (16) citraan penciuman terdapat
pada baris keempat. Seolah-olah pendengar atau pihak tamu mampu mencium
bau harum dari hidangan yang telah disediakan oleh pihak tuan rumah.
d) Citraan perasaan
Lewat citraan ini digambarkan sesuatu oleh penutur pantun bajawek
dengan mengetengahkan atau memilih kata untuk membangkitkan emosi pada
sajak guna mengiringi daya rangsangan pendengar lewat sesuatu seolah-olah
dapat dirasakan atau mampu mempengaruhi perasaan sehingga pendengar ikut
terpengaruh perasaannya. Berikut pantun bajawek yang termasuk ke dalam citraan
perasaan.
Usak pandan sabab dek api ‘
Api nan indak tapadaman
Kinco-bakinco jo daun ginggiang
Daun kaladi tampak mudo
Usak badan sabab dek hati
Hati nan indak tatahanan
Mato jo a lah ka di dindiang
Awak salabuah satapian pulang pai mandi tampak juo (55)
„Rusak pandan karena api
Api yang tidak terpadamkan
Campur-bercampur dengan daun geringging
Daun keladi terlihat muda
Rusak badan karena hati
Hati yang tidak tertahankan
56
Mata dengan apa lah mau di dinding
Kita sejalan setepian pulang pergi mandi terlihat juga‟
Dari pantun bajawek di atas yang terdiri dari empat baris keatas sampiran
dan empat baris ke bawah adalah isi. Dari empat baris isi pantun bajawek tersebut
terlihatlah citraan perasaan seolah-olah pendengar juga merasakan bagaimana
perasaan atau keadaan seorang pemuda yang sedang dimabuk cinta melalui
penuturan pantun bajawek. Karena hati dan pikiran yang begitu kuat memikirkan
orang yang disayangi sehingga badan menjadi kurus dan hasrat belum juga
tercapai untuk memiliki pujaan hati. Sedangkan si gadis yang diimpikan setiap
hari selalu terlihat karena antara pemuda dengan si gadis memang berdekatan
tinggal atau sekampung.
e) Citraan rabaan
Citraan rabaan adalah citraan yang berupa lukisan yang mampu
menciptakan suatu daya saran bahwa seolah-olah pendengar dapat tersentuh,
bersentuhan ataupun yang melibatkan efektivitas indera kulit. Berikut pantun
bajawek yang terdapat citraan rabaan.
Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman
Dijuluak jo ampu kaki Dijolok dengan ibu jari
Usah lamo tagak di halaman Usah lama berdiri di halaman
Iko cibuak basuah lah kaki (5) Ini cibuk cuci lah kaki‟
Pantun bajawek di atas pada baris kedua dijuluak jo ampu kaki. Seolah-
olah kaki tepatnya ibu jari dengan sengaja menyentuh pohon nangka yang tumbuh
di tengah halaman.
Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman
Dipatiak anak si Fatimah Dipetik anak si Fatimah
Sabab kami tagak di halaman Sebab kami berdiri di halaman
Disangko aciak indak di rumah (6) Disangka kakak tidak di rumah‟
57
Pantun bajawek di atas pada baris kedua dipatiak anak si Fatimah. Adanya
aktivitas yang bersentuhan dengan kulit yaitu kegiatan anak si Fatimah
mengambil buah cempedak.
f) Citraan gerak
Citraan ini dimanfaatkan dengan tujuan lebih menghidupkan gambaran
dengan melukiskan suatu yang dilihat seolah-olah bergerak.
Tarolek batu tarolek „Tergolek batu tergolek
Tarolek ka tangah jalan Tergolek ke tengah jalan
Dulu sakalian alek Dahulu sekalian tamu
Kudian kami sapangkalan (18) Kemudian kami sepangkalan‟
Pada baris pertama dan kedua pantun di atas tarolek batu tarolek, tarolek
ka tangah jalan. Seolah-olah memang ada batu yang tergolek-golek dan sampai
ke tengah jalan. Di sinilah terlihat citraan gerak pada batu tergolek.
Anak alai tabang ka alai „Anak alai terbang ke alai
Inggok di ateh puluik-puluik Hinggap di atas pulut-pulut
Kok iyo taulan cadiak pandai Jika iya tahu cerdik pandai
Apo asa nasi puluik (22) Apa asal nasi ketan‟
Dari pantun bajawek di atas baris pertama anak alai tabang ka alai. Baris
pantun tersebut dari kata tabang adanya citraan gerak yang seolah-olah memang
sesuatu itu terbang dari suatu tempat ke tempat lain.
3) Kata Konkret
Kata konkret adalah kata yang memperjelas pengimajian. Kata konkret
yang terdapat dalam pantun adalah kata-kata yang dapat membangkitkan
pengimajian atau citraan dan mengarah kepada arti yang menyeluruh jika penutur
pantun bajawek memakai kata-kata konkret, maka pendengar seolah-olah melihat,
mendengar atau merasakan sesuatu yang dilukiskan oleh penutur pantun bajawek.
58
Dengan demikian pendengar terlibat penuh secara batin ke dalam fungsinya atau
membayangkan keadaan yang dilukiskan penutur pantun bajawek atau sebagai
orang yang mewakili perasaan pemuda yang ingin melamar.
Kata konkret pada pantun bajawek merupakan kata yang dapat
membangkitkan imaji dan dalam yang menyeluruh dalam sebait pantun bajawek,
baik sampiran maupun isi. Penggunaan kata konkret pada pantun bajawek terlihat
di bawah ini.
Mamukek urang di Tiagan „Memukat orang di Tiagan
Rami dek anak Simpang Tigo Ramai oleh anak Simpang Tiga
Ambiak kain singkok lah kaban Ambil kain buka lah kaban
Tando talatak di dalamnyo (63) Tanda terletak di dalamnya‟
Pada pantun bajawek di atas penutur pantun berusaha mengkonkretkan
kata-katanya mamukek urang di Tiagan, rami dek anak Simpang Tigo. Dengan
kata-kata yang diperkonkret tersebut seolah-olah pendengar pantun dapat melihat
ada orang yang sedang memukat yaitu orang-orang Simpang Tiga di Tiagan.
Kemudian baris ambiaklah kain singkoklah kaban, tando talatak di dalamnyo.
Pada umumnya pantun memiliki bahasa kias, tapi baris ketiga dan keempat
tersebut seorang penutur pantun bajawek dari pihak laki-laki dalam acara mananti
tando memang meminta atau menyuruh pihak tuan rumah untuk mengambil kain
atau kaban dan membukanya karena tando terletak di dalamnya. Istilah kaban
adalah suatu tempat yang digunakan untuk membungkus tando.
Dengan kata yang konkret, pendengar dapat membayangkan atau mengerti
secara jelas peristiwa atau keadaan yang dialami atau diinginkan penutur.
59
4) Bahasa Figuratif
Penggunaan bahasa figuratif (majas), penutur menggunakan bahasa yang
tersusun atau berfigura, penggunaan bahasa figuratif pada pantun bajawek dalam
acara mananti tando ialah sebagai berikut.
Gambia dadiah ulu silayang „Gambir dadih hulu silayang
Sapiah sampai ka pucuak e Serpih sampai ke pucuknya
Batamu kasiah nan jo sayang Bertemu kasih dengan sayang
Bakuncang alam dimabuak e (28) Bergoncang alam dimabuknya‟
Bahasa figuratif yang digunakan dalam pantun di atas berupa kiasan atau
gaya bahasa, pada pantun (28) menggambarkan kiasan atau gaya bahasa
hiperbola, hal tersebut telihat pada baris ketiga dan keempat batamu kasiah nan jo
sayang, bakuncang alam dimabuak e. Dari kata-kata pantun tersebut terlihatlah
keadaan seseorang yang sedang jatuh cinta dan seolah-olah karena cintanya
membuat dia pusing seolah-olah alam ini berputar karena dimabuknya di sini
terlihatnya sesuatu itu yang dilebih-lebihkan.
Anak baju suto majaipun „Anak baju sutra majaipun
Unduang-unduang bagerai rabah Undung-undung bergerai rebah
Tadorong kasiah bagai racun Terdorong kasih bagai racun
Kiramaik duya mangko sudah (35) Kiamat dunia maka sudah‟
Dari pantun (35) di atas juga menggunakan kiasan atau gaya bahasa
hiperbola, yaitu gaya bahasa yang berlebih-lebihan, hal tersebut terlihat pada baris
ketiga dan keempat tadorong kasiah bagai racun, kiramaik duya mangko sudah.
Pada baris tersebut karena kasih yang sudah terlanjur maka takkan bisa diungkai
lagi hingga berakhirnya dunia karena kasih dan sayang tersebut benar-benar tidak
bisa dialihkan lagi ke lain hati, yaitu kiasan atau gaya bahasa yang berlebih-
lebihan.
60
Kalam banamo kalam binau „Kalam bernama kalam binau
Kalam tasisik ateh kasau Kalam tersisik atas kasau
Angku manauah balam mau Angku menaruh balam mau
Taniaik di hati nak mancakau (48) Terniat di hati mau menangkap‟
Dari pantun (48) di atas seorang gadis yang cantik, pintar serta berbudi
pekerti diibaratkan seekor balam yang mau yaitu yang suka berbunyi dan banyak
orang yang ingin memilikinya. Diibaratkan seperti itulah seorang gadis yang
cantik, pintar serta berbudi pekerti sehingga ingin sekali pemuda untuk
menyuntingnya.
Induak janjang kanso batuang „Induk jenjang kanso bertuang
Dituang Puti Reno Ali Dituang Putri Reno Ali
Lapehlah buruang nak nyo tabang Lepas lah burung biar terbang
Untuang babaliak ka nagari (50) Untung berbalik ke negeri‟
Pada pantun (50) di atas baris ketiga dan keempat lapehlah buruang nak
nyo tabang, untuang babaliak ka nagari. Seorang pemuda diibaratkan dengan
seekor burung. Seorang pemuda yang mencari pasangan hidupnya diibaratkan
burung terbang dan berharap pemuda tersebut menemukan jodoh dan mengabari
ayah dan ibunya atau masyarakat tempat tinggalnya.
Hari patang matohari pantai „Hari petang matahari pantai
Kok dusun jauah ka dijalang Jika dusun jauh mau dijelang
Kok lapeh kumbang nan bagantai Jika lepas kumbang yang berantai
Kalayua bungo nan jolong kambang (57) Akan layu bunga yang baru kembang
Pantun (57) di atas pada baris ketiga dan keempat kok lapeh kumbang nan
bagantai, kalayua bungo nan jolong kambang. Pada baris-baris tersebut seorang
pemuda dan gadis diibaratkan seekor kumbang dan setangkai bunga yang
kembang. Dalam kenyataan kehidupan sehari kalau kumbang sangat menyukai
bunga yang baru kembang.
61
5) Rima dan Ritma
Verifikasi merupakan bunyi dalam puisi. Bunyi dalam sajak memegang
peranan penting, karena tanpa bunyi yang ditata secara serasi dan apik, unsur
kepuitisan dalam sajak tidak mungkin dibangun. Pantun bajawek merupakan salah
satu puisi lama yang mengutamakan keindahan bunyi selain makna dan pesan
yang terkandung di dalamnya. Pantun bajawek yang terdapat dalam acara mananti
tando juga memiliki bunyi tersendiri. Hal ini jelas terlihat dari beberapa
pantunnya yang bunyi dan konsonannya dirangkai dan disusun sedemikian rupa
sehingga mampu menimbulkan bunyi yang menarik, berirama, dan menciptakan
suasana yang tidak membosankan.
Verifikasi atau bunyi menghasilkan rima dan ritma. Rima adalah
pengulangan bunyi dalam puisi (pantun), bunyi-bunyi yang berulang ini
menciptakan konsentrasi dan kekuatan bahasa. Sedangkan ritma berhubungan
dengan bunyi dan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Ritma berupa
pengulangan yang teratur suatu baris puisi (pantun) menimbulkan gelombang
yang menciptakan keindahan. Berikut pantun bajawek yang memiliki rima.
Ditabang talang katurak „Ditebang bambu katurak
Diambiak ka junjuang siriah Diambil untuk junjung sirih
Malang indak dapek ditulak Malang tidak dapat ditolak
Mujua indak dapek digayiah (32) Mujur tidak dapat diraih‟
Persamaan bunyi pada setiap baris dengan pola ab ab terlihat pada pantun
di atas, pantun (32) adanya persamaan bunyi pada setiap akhir baris dari pantun.
Persamaan bunyi pada akhir baris pertama yaitu ak pada kata katurak dengan
akhir baris ketiga ak pada kata ditulak. Kemudian persamaan bunyi pada akhir
62
baris kedua iah pada kata siriah dengan akhir baris keempat iah pada kata
digayiah.
Amuah bana kami ka kabun „Mau benar kami ke kebun
Dadok sia lah ka manutuah Dadap siapa lah mau menutuh
Ditutuah anak urang Koto Tuo Ditutuh anak orang Koto Tuo
Amuah bana kami samo minun Mau benar kami sama minum
Mangkuak sia ka mambasuah Gelas siapa mau mencuci
Kami ndak ado ba urang sumando (20) Kami tidak ada berorang semenda‟
Pantun bajawek di atas dengan rima abc abc dan terdiri dari enam baris
dalam satu bait. Hal itu terlihat pada akhir persamaan bunyi baris pertama yaitu
bunyi akhiran un dari kata kabun dengan un dari kata minun pada akhir baris
ketiga. Persamaan bunyi akhiran uah dari kata manutuah pada baris kedua dengan
bunyi uah dari kata mambasuah pada baris kelima. Selanjutnya, persamaan bunyi
pada setiap akhir baris ketiga dan keenam pantun yaitu bunyi o dari kata tuo dan
sumando.
Usak pandan sabab dek api
Api nan indak tapadaman
Kinco-bakinco jo daun ginggiang
Daun kaladi tampak mudo
Usak badan sabab dek hati
Hati nan indak tatahanan
Mato jo a lah ka di dindiang
Awak salabuah satapian pulang pai mandi tampak juo (55)
„Rusak pandan karena api
Api yang tidak terpadamkan
Campur-bercampur dengan daun geringging
Daun keladi terlihat muda
Rusak badan karena hati
Hati yang tidak tertahankan
Mata dengan apa lah mau di dinding
Kita sejalan setepian pulang pergi mandi terlihat juga‟
63
Pada pantun di atas, pantun (55) terdapat delapan baris dalam satu bait
maka rimanya adalah abcd abcd. Persamaan bunyi terdapat pada setiap akhir baris
pantun yaitu baris pertama bunyi i dari kata api dengan bunyi akhiran i dari kata
hati pada baris kelima. Akhir baris kedua an dari kata tapadaman dengan an dari
kata tatahanan pada akhir baris keenam. Begitu juga bunyi akhir baris ketiga ang
dari kata ginggiang dengan kata ang dari kata dindiang pada baris ketujuh.
Terakhir, pada baris keempat persamaan bunyi akhir baris o dari kata mudo
dengan o dari kata juo pada baris delapan.
Manyasa pandan babungo „Menyesal pandan berbunga
Dek alang indak salayangan Oleh elang tidak selayangan
Dek balam indak talayok an Oleh balam tidak terlayangkan
Dek jauah rantau di Palembang Karena jauh rantau di Palembang
Di baliak rantau Indopuro Di balik rantau Indopuro
Manyasa badan basuo Menyesal badan bersua
Siang nan indak tasanangan Siang yang tidak tersenangkan
Malam indak talalok an Malam tidak terlelapkan
Hati pacah pikiran bimbang Hati pecah pikiran bimbang
Niaik baraso sampai juo (59) Niat berasa sampai juga‟
Pantun di atas adalah pantun yang paling panjang yang terdapat pada
pantun bajawek dalam acara mananti tando di Binjai. Pantun terdiri dari sepuluh
baris dalam satu bait, pantun ini disebut juga pantun sepuluh baris seuntai. Rima
pada pantun (59) ini ialah abcde abcde. Rimanya yaitu terlihat pada, bunyi akhir
baris pertama o dari kata babungo dengan o dari kata basuo pada baris keenam.
Baris kedua ngan dari kata salayangan dengan baris ketujuh ngan dari kata
tasanangan. Pada baris ketiga an dari kata talayok an dengan kata an dari kata
talalok an pada baris kedelapan. Akhir baris keempat ang dari kata Palembang
dengan ang dari kata bimbang. Kemudian, bunyi akhir baris kelima o dari kata
Indupuro dengan o dari kata juo pada baris kesepuluh.
64
Pada pantun bajawek terdapat ritma berupa pemotongan baris sehingga
membentuk ritma yang padu. Ritma sebagai kata pengikat tidak hanya berupa
pemotongan namun berupa pengulangan kata-kata tertentu untuk mengikat
beberapa baris pantun bajawek. Berikut pantun bajawek yang terlihat jelas
ritmanya yaitu pengulangan kata-kata baik dalam sebait pantun itu sendiri maupun
antara bait pantun yang pertama dengan bait pantun berikutnya.
Kambang sabatang bungo pandan „Kembang sebatang bunga pandan
Camiah sulasiah mangguruik i Hampir selasih mengguguri
Kini lah datang sisinyo badan Kini lah datang sisinya badan
Camiah lah kami manuruik i (1) Hampir lah kami menuruti‟
Indak bana guruik mangguruik i „Tidak benar gugur mengguguri
Bungo pandan ka kambang juo Bunga pandan mau kembag juga
Indak bana turuik manuruik i Tidak benar turut menuruti
Nan kami ka datang juo (2) Yang kami mau datang juga‟
Ritmanya terlihat pada bait pantun bajawek (1) pada baris kedua kata
camiah diulangi lagi pada baris keempatnya masih dalam sebait pantun tersebut.
Sedangkan ritma antar bait pantun terlihat pada kata kambang, bungo pandan,
mangguruik i, manuruik i pada bait pantun (1) dan diulang lagi kata tersebut pada
bait pantun (2), yaitu pada baris pertama kata mangguruk i, pada baris kedua kata
bungo pandan, kambang dan baris ketiga kata manuruk i.
Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman
Dijuluak jo ampu kaki Dijolok dengan ibu jari
Usah lamo tagak di halaman Usah lama berdiri di halaman
Iko cibuak basuah lah kaki (5) Ini cibuk cuci lah kaki‟
Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman
Dipatiak anak si Fatimah Dipetik anak si Fatimah
Sabab kami tagak di halaman Sebab kami berdiri di halaman
Disangko aciak indak di rumah (6) Disangka kakak tidak di rumah‟
65
Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman
Diambiak ka junjuang siriah Diambil untuk junjung sirih
Jatuah malayang sularonyo Jatuh melayang selaranya
Usah lamo tagak di halaman Usah lama berdiri di halaman
Naiak ka rumah makan siriah Naik ke rumah makan sirih
Siriah mananti di carano (7) Sirih menanti di cerana‟
Ritma dari pantun-pantun bajawek di atas, pantun (5) kata halaman pada
baris pertama diulang lagi pada baris ketiga, kata kaki pada baris kedua diulang
lagi pada baris keempat. Pantun (6) kata halaman pada baris pertama diulangi lagi
pada baris ketiga. Dan pantun (7) kata halaman pada baris pertama diulang lagi
pada baris keempat, kata siriah pada baris kedua diulangi lagi pada baris kelima
dan keenam.
Ritma antar bait pantun bajawek yaitu pantun (5) dengan pantun (6) adalah
frasa cubadak tangahi halaman, pada pantun (5) terdapat pada baris pertama dan
pada bait pantun (6) diulang lagi pada baris pertamanya juga. Sedangkan ritma
antara pantun (6) dengan pantun (7) frasa cubadak tangahi halaman, pada pantun
(6) terdapat pada baris pertama dan pada pantun (7) terdapat pada baris pertama
juga.
Babuah lantimun dandang „Berbuah ketimun dandang
Babuah buliah diputiak i Berbuah boleh diputik i
Batanyo kami sakian janjang Bertanya kami sekian jenjang
Tanggo buliah dinaiak i (9) Tangga boleh dinaiki‟
Babuah lantimun dandang „Berbuah ketimun dandang
Babuah buliah diputiak i Berbuah boleh diputik i
Batanyo bana tibo di janjang Bertanya benar tiba di jenjang
Alah buliah bana tanggo dinaiak i (10) Sudah boleh benar tangga dinaiki‟
Ritma pantun bajawek di atas, pantun (9) kata babuah pada baris pertama
diulangi lagi pada baris kedua dan kata buliah pada baris kedua diulangi lagi pada
baris keempat. Ritma pada pantun (10) kata babuah pada baris pertama diulangi
66
lagi pada baris kedua, dan kata buliah pada baris kedua diulangi lagi pada baris
keempat.
Ritma antara pantun (9) dengan pantun (10), frasa babuah lantimun
dandang, babuah buliah diputiak i dalam pantun (9) terdapat pada baris pertama
dan kedua dan diulangi lagi pada pantun (10) baris pertama dan kedua.
Gadang aia batang Tingkok „Besar air batang Tingkap
Anyuik kulari duo lapan Hanyut kelari dua delapan
Nan aun mintak tuan singkok Yang harum minta tuan buka
Nan lamak mintak tuan makan (14) Yang enak minta tuan makan‟
Gadang aia batang Tingkok „Besar air batang Tingkap
Anyuik kulari duo lapan ‘Hanyut kelari dua delapan
Urang Panta manggaleh lado Orang Panta berjualan cabe
Nan aun mintak tuan singkok Yang harum minta tuan buka
Nan lamak mintak tuan makan Yang enak minta tuan makan
Urang pangka baa kabanyo (16) Orang pangkal apa kabarnya‟
Ritma pada pantun bajawek (14) adalah kata nan, mintak tuan pada baris
ketiga diulang lagi pada baris keempat. Begitu juga pada pantun (16), kata nan,
mintak tuan pada baris ketiga diulang lagi pada baris keempat.
Ritma antara pantun (14) dengan pantun (16) adalah, frasa gadang aia
batang Tingkok, anyuik kulari duo lapan, nan aun mintak tuan singkok dan nan
lamak mintak tuan makan. Dalam pantun (14) terdapat pada baris pertama dan
kedua dan diulang lagi dalam pantun (16) pada baris pertama dan kedua.
b. Struktur Batin
Struktur batin memiliki peranan yang penting dalam membangun karya
sastra. Struktur batin merupakan unsur estetik yang membangun struktur dalam
puisi. Struktur batin ini berkaitan dengan hal-hal yang diungkapkan oleh penyair
yang menggambarkan isi hati dan kejiwaan. Struktur batin pantun adalah struktur
67
yang mengungkapkan makna yang hendak dikemukakan penutur dengan perasaan
dan suasana jiwanya. Struktur batin dalam pantun bajawek dalam acara mananti
tando merupakan makna atau maksud yang hendak dikemukakan penutur pantun
bajawek dan ungkapan atau gambaran perasaan dan suasana hati pemuda yang
ingin meminang. Pihak tamu atau pihak laki-laki (si alek) yang diwakili oleh
seorang penutur pantun bajawek menyampaikan maksud tersebut kepada pihak
tuan rumah dalam acara pantun bajawek.
Pantun bajawek dalam acara mananti tando selain dibangun oleh struktur
fisik juga dibangun oleh struktur batin. Struktur batin pantun bajawek dalam acara
mananti tando mencakup tema, perasaan, nada, suasana serta amanat. Masing-
masing unsur tersebut saling terkait dan saling berhubungan satu sama lainnya
dalam membangun makna yang ingin disampaikan dalam sebait pantun. Berikut
ini akan diuraikan unsur-unsur tersebut satu-persatu serta telaah keempat unsur
itu.
1) Tema
Tema merupakan gagasan pokok yang diungkapkan seorang penyair.
Penentuan tema pantun bajawek dalam acara mananti tando berpatokan pada
anggapan pokok yang dikemukakan. Adapun tema pantun bajawek dalam acara
mananti tando sebagai berikut.
a) Cinta kasih antara pria dan wanita
Tema cinta kasih antara pria dan wanita terdapat pada pantun (28, 29, 30,
33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, dan
68).
68
b) Basa-basi dalam hidup bermasyarakat
Tema basa-basi dalam hidup bermasyarakat terdapat pada pantun (1, 2, 3,
4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 24, 64, 66 dan 71).
c) Permintaan dan harapan
Tema permintaan dan harapan terdapat pada pantun (47, 48, 50, 62, 63,
dan 65).
d) Kehidupan beradat
Tema kehidupan beradat terdapat pada pantun (13, 27, 50, 60, 69 dan 70).
e) Adat kebiasaan
Tema adat kebiasaan terdapat pada pantun (11, 12, 32, dan 51).
f) Merendahkan diri
Tema merendahkan diri terdapat pada pantun (25, 26, 31, 39, 46, 49, 67,
72, dan 73).
g) Hiburan teka-teki
Tema hiburan teka-teki terdapat pada pantun (22, dan 23).
2) Perasaan
Pantun bajawek yang disampaikan dalam acara mananti tando, ungkapan
perasaan tersebut ada pada pantun bajawek yang diungkapkan penutur pantun,
kata-kata yang diungkapkan itu dapat sekaligus dirasakan. Perasaan yang
diungkapkan penutur dalam acara mananti tando berisikan tentang.
Kundua nan indak takunduan „Labu yang tidak terlabukan
Daun lantimun nampak mudo Daun ketimun terlihat muda
Tidua nan indak tatiduan Tidur yang tidak tertidurkan
Dalam kalumun nampak juo (58) Dalam kelumun terlihat juga „
69
Pantun bajawek di atas pada baris ketiga dan keempat tidua nan indak
tatiduan, dalam kalumun nampak juo. Maknanya karena dimabuk cinta mata pun
tidak mau dipejamkan lagi yang ada bayang-bayang wajah yang terlihat yang
tidak pernah bisa untuk dihilangkan. Hal tersebut ialah suasana perasaan seorang
pemuda yang sedang jatuh cinta dan disampaikan oleh penutur pantun bajawek
dalam acara mananti tando.
Manyasa pandan babungo „Menyesal pandan berbunga
Dek alang indak salayangan Oleh elang tidak selayangan
Dek balam indak talayok an Oleh balam tidak terlayangkan
Dek jauah rantau di Palembang Karena jauh rantau di Palembang
Di baliak rantau Indopuro Di balik rantau Indopuro
Manyasa badan basuo Menyesal badan bersua
Siang nan indak tasanangan Siang yang tidak tersenangkan
Malam indak talalok an Malam tidak terlelapkan
Hati pacah pikiran bimbang Hati pecah pikiran bimbang
Niaik baraso sampai juo (59) Niat berasa sampai juga‟
Pantun di atas dari baris keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan dan
kesepuluh yang merupakan isi pantun. Dari pantun tersebut seolah-olah pendengar
tahu atau merasakan bagaimana perasaan seorang pemuda yang sedang jatuh
cinta, pikiran dan perasaan yang selalu tertuju kepada si gadis sehingga siang dan
malam selalu terpikirkan, dan timbulnya angan-angan yang serasa akan terwujud
untuk dapat memiliki gadis yang dicintai terkadang timbul penyesalan dalam hati
mengapa harus bertemu jika seperti ini akhir dari perasaan dan pikirannya.
Perasaan sedih, rindu, gembira, terharu, terasing, patah hati, cemburu, kesepian,
takut, menyesal, cinta dan sayang. Hal tersebut disampaikan oleh penutur pantun
bajawek dalam acara mananti tando.
Diambiak pulo luji tangan „Diambil pula jam tangan
Buatan anak Indopuro Buatan anak Indopuro
Siang dimabuak angan-angan Siang dimabuk angan-angan
Malam mabuak mimpi pulo (41) Malam mabuk mimpi pula‟
70
Pantun di atas pada baris ketiga dan keempat yang merupakan isi pantun
siang dimabuak angan-angan, malam mabuak mimpi pulo. Dari pantun tersebut
maka pendengar tahu bagaimana perasaan pemuda yang sedang jatuh cinta,
siangnya sudah dimabuk angan-angan sedangkan malamnya juga selalu mimpi.
3) Nada dan Suasana
Nada adalah sikap atau pencipta yang ditujukan kapada pendengar pantun
bajawek sedangkan suasana dapat diartikan sebagai pengaruh psikologis bagi
pendengar setelah mendengarkan pantun bajawek tersebut. Berikut nada dan
suasana yang terdapat dalam pantun bajawek dalam acara mananti tando.
Kabek pinggang si Rajo Baraik „Ikat pinggang si Raja Barat
Lipek patah sambilan Lipek patah sembilan
Ditimbang raso mularaik Ditimbang rasa melarat
Tolong lah baa patenggangan (34) Tolong lah dipertenggangkan‟
Pantun di atas pada baris ketiga dan keempat ditimbang raso mularaik,
tolong lah baa patenggangan. Nada ingin dimengerti, yang disampaikan oleh
penutur pantun bajawek dalam acara mananti tando yaitu mewakili perasaan
pemuda yang ingin meminang gadis tersebut. Karena begitu besarnya perasaan
pemuda ini kepada si gadis dan ingin memilikinya, dan pemuda berharap si gadis
mau menerimanya.
Jambu mawar di pakan akaik „Jambu mawar di pasar minggu
Pucuak malepai gaduang Cino Pucuk menjulai gedung Cina
Kini di duya bisuak akiraik Kini di dunia besok akhirat
Manga dikicuah dagang hino (49) Mengapa didustai dagang hina‟
Pantun pada baris ketiga dan keempat kini di duya bisuak akiraik, manga
dikicuah dagang hino. Nada pantun tersebut ialah nada menasehati supaya tidak
mengecewakan keinginan dari pihak tamu kepada pihak tuan rumah. Bahwa
pinangannya jangan ditolak atau diabaikan.
71
Manyasa pandan babungo „Menyesal pandan berbunga
Dek alang indak salayangan Oleh elang tidak selayangan
Dek balam indak talayok an Oleh balam tidak terlayangkan
Dek jauah rantau di Palembang Karena jauh rantau di Palembang
Di baliak rantau Indopuro Di balik rantau Indopuro
Manyasa badan basuo Menyesal badan bersua
Siang nan indak tasanangan Siang yang tidak tersenangkan
Malam indak talalok an Malam tidak terlelapkan
Hati pacah pikiran bimbang Hati pecah pikiran bimbang
Niaik baraso sampai juo (59) Niat berasa sampai juga‟
Sedangkan suasana atau pengaruh psikologis yang ditimbulkan oleh
pantun di atas terhadap pendengar adalah perasaan haru, hiba terhadap apa yang
dirasakan oleh seorang pemuda, dan pendengar pun berharap agar pinangan
pemuda tersebut juga jangan ditolak karena begitu besarnya perasaan seorang
pemuda terhadap gadis tersebut.
4) Amanat
Amanat atau pesan yang disampaikan penutur pantun bajawek dapat
ditelaah setelah memahami tema, perasaan, dan nada pantun bajawek tersebut.
Berdasarkan isi cerita maka amanat pada pantun bajawek dalam acara mananti
tando adalah sebagai berikut.
a) Adanya kata sopan seperti basa-basi antara tuan rumah dengan tamu ketika
menaiki rumah.
b) Segala sesuatu itu memang dimulai dari awal seperti berbilang dari satu dan
membaca Alquran dari alif.
c) Segala sesuatu terjadi menurut adat kebiasaan.
d) Kehidupan dalam beradat saat akan mengadakan sesuatu acara atau upacara
perlunya memberitahu dan mamanggia masyarakat.
e) Adanya basa-basi ketika menikmati hidangan antara tuan rumah dan tamu.
72
f) Hidup bermasyarakat perlunya saling tolong-menolong seperti pinjam-
meminjamkan.
g) Hidup beradat mengetengahkan sirih dalam carano ketika ingin memulai kata.
h) Jika seseorang sedang dimabuk cinta maka berbagai rasa yang dirasakan
seperti rasa rindu, sayang, kecewa, menyesal, sedih, terluka, berharap dan
lain-lain sebagainya.
i) Untuk mengikat perjanjian dalam pertunangan adanya pemberian tando.
Dalam pantun bajawek menjelang minum terdapat juga pantun teka teki,
seperti berikut ini:
Anak alai tabang ka alai „Anak alai terbang ke alai
Inggok di ateh puluik-puluik Hinggap di atas pulut-pulut
Kok iyo taulan cadiak pandai Jika iya tahu cerdik pandai
Apo asa nasi puluik (22) Apa asal nasi ketan‟
Pantun bajawek di atas pada baris ketiga dan keempat kok iyo taulan
cadiak pandai, apo asa nasi puluik. Dari baris-baris pantun tersebut adanya
kegiatan tebak-tebakan yang diajukan oleh pihak si pangka kepada pihak si alek,
yaitu menanyakan apa asal dari nasi ketan. Dan berikut pantun balasan yang
disampaikan oleh si alek:
Anak alai tabang ka alai „Anak alai terbang ke alai
Mamukek urang di Tiagan Memukat orang di Tiagan
Nyo nak hilia ka Sinuruik Dia ingin hilir ke Sinuruik
Kok iyo tuan cadiak pandai Jika iya tuan cerdik pandai
Nasi batanak jo santan Nasi bertanak dengan santan
Itu asa nasi puluik (23) Itu asal nasi ketan‟
Pada baris kelima dan keenam pada pantun di atas nasi batanak jo santan,
itu asa nasi puluik. Itu merupakan jawaban dari pantun bajawek sebelumnya,
bahwa nasi ketan itu berasal dari beras ketan yang dimasak dengan santan kelapa
maka hasilnya ialah nasi ketan.
73
2. Nilai-nilai Pendidikan di dalam Pantun Bajawek dalam Acara Mananti
Tando
Berikut nilai-nilai pendidikan di dalam pantun bajawek dalam acara
mananti tando yang dibahas sesuai dengan data yang diperoleh dan teori yang
digunakan.
a. Nilai-nilai Pendidikan Agama
Pantun bajawek dalam acara mananti tando ini terdapat nilai agama yang
membimbing seseorang mengamalkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Berikut
bentuk pantun bajawek yang terdapat nilai pendidikan agamanya yaitu:
Galang dititik nak rang Buro „Gelang dititik anak orang Buro
Baukia batampuak manggih Berukir bertampuk manggis
Mulo babilang dari aso Mula berbilang dari asa
Mangaji iyo dari alih (11) Mengaji iya dari alif‟
Pantun bajawek di atas terlihat pada baris keempat pada isi pantun mulo
babilang dari aso, mulo mangaji dari alih. Bahwa orang jika berhitung dimulai
dari satu sedangkan orang Islam jika membaca Alquran yaitu dari alif. Alif
merupakan huruf pertama yang harus diketahui dalam mempelajari Alquran. Ini
menandakan bahwa dalam menjalani kehidupan kita mempelajari Alquran sebagai
pedoman hidup. Karena di dalam Alquran tersebut terkandung berbagai ajaran
sebagai pedoman hidup di dunia dan akhirat.
Bungo cimpago tuan erak ‘Bunga cempaka tuan erak
Tumbuah di jiraik tuan haji Tumbuh di kuburan tuan haji
Adaik basandi dengan syarak Adat bersendi dengan syarak
Syarak bapapa dengan kaji (27) Syarak bersendi dengan kitab „
Pantun di atas terlihatlah pada baris ketiga dan keempat adaik basandi
dengan syarak, syarak bapapa dengan kaji. Segala sesuatu kegiatan yang
berkaitan dengan adat selalu berpedoman kepada agama yaitu agama Islam dan
74
adanya ajarannya terdapat dalam kitab Alquran yang menjadi pengajaran dalam
kehidupan sehari-hari. Nilai pendidikan agamanya adalah apapun kegiatan adat
selalu berpedoman kepada agama, karena agama Islam lah ajaran yang paling
benar.
b. Nilai-nilai Pendidikan Moral
Moral menyangkut bagaimana tingkah laku seseorang dalam kehidupan
sehari-hari. Setiap manusia mempunyai tanggungjawab moral terhadap dirinya
dan orang lain. Bertanggungjawab berarti mengfungsionalkan harga dirinya
sebagai manusia. Tanggungjawab moral tersebut menuntut setiap orang dapat
menunaikan tugas dan kewajiban yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-
baiknya. Sebagai pencerminan jiwa yang berkepribadian. Di dalam pantun
bajawek dalam acara mananti tando juga terdapat nilai moral yang akan
membimbing seseorang untuk bertingkah laku baik yang sesuai dengan norma-
norma yang berlaku dalam berkehidupan bermasyarakat di Minangkabau. Pantun
bajawek membimbing masyarakat Binjai untuk bertingkah laku yang baik karena
dalam pantun bajawek terkandung nilai-nilai, norma-norma, aturan maupun
hukum yang berlaku di tengah masyarakat. Berikut pantun bajawek yang di
dalamnya terkandung nilai-nilai pendidikan moral:
Babuah lantimun dandang „Berbuah ketimun dandang
Babuah buliah diputiak i Berbuah boleh diputik i
Batanyo kami sakian janjang Bertanya kami sekian jenjang
Tanggo buliah dinaiak i (9) Tangga boleh dinaiki‟
75
Pantun bajawek pada baris ketiga dan keempat batanyo kami sakian
janjang, tanggolah buliah dinaiak i. Nilai pendidikan moralnya adalah adanya
sikap sopan, kata minta izin dengan cara bertanya dari pihak tamu untuk masuk ke
rumah pihak tuan rumah. Ini menandakan walaupun pihak tamu sudah diundang,
namun ketika pihak tamu memasuki rumah pihak tuan rumah perlunya sikap
sopan yaitu salah satunya minta izin kepada pihak tuan rumah.
Gadang aia batang Tingkok „Besar air batang Tingkap
Anyuik kulari duo lapan Hanyut kelari dua delapan
Urang Panta manggaleh lado Orang Panta berjualan cabe
Nan aun mintak tuan singkok Yang harum minta tuan buka
Nan lamak mintak tuan makan Yang enak minta tuan makan
Urang pangka baa kabanyo (16) Orang pangkal apa kabarnya‟
Pantun bajawek di atas pada baris keenam urang pangka baa kabanyo.
Nilai pendidikan moralnya yaitu nilai basa-basi, pihak tamu sudah dihidangkan
makanan dan minuman oleh tuan rumah, sebelum memakan dan meminumnya
pihak tamu terlebih dahulu menanyakan terlebih dahulu kepada tuan rumah
apakah pihak tuan rumah tidak ikut serta dengan pihak tamu memakan dan
meminum hidangan tersebut.
Badarun batu tarolek „Berderum batu tergolek
Surian di ateh papan Surian di atas papan
Dahulu sakalian alek Dahulu sekalian tamu
Kudian kami sapangkalan (17) Kemudian kami sepangkalan‟
Pantun bajawek di atas pada baris ketiga dan keempat yang merupakan isi
pantun dahulu sakalian alek, kudian kami sapangkalan. Nilai pendidikan
moralnya yaitu menghormati dan memuliakan tamu yaitu pihak tamu (si alek).
Memuliakan tamu dengan cara menyuruh si alek makan terlebih dahulu dan si
pangka nanti saja.
76
Manga surian pulo „Mengapa surian pula
Samo ka kabun kito baa Sama ke kebun kita bagaimana
Dek kito jarang ka rimbo Karena kita jarang ke rimba
Manga kudian pulo Mengapa kemudian pula
Samo minum kito baa Sama minum kita bagaimana
Dek kito jarang basuo (19) Karena kita jarang bersua‟
Pantun bajawek di atas juga terdapat nilai pendidikan moral yaitu basa-
basi hal itu terlihat pada baris keempat, kelima dan keenam manga kudian pulo,
samo minum kito baa, dek kito jarang basuo. Yaitu meminta pihak tuan rumah
untuk ikut bersama dengan pihak tamu menyantap hidangan tersebut.
Sakali amuah jalan ka kabun „Sekali mau jalan ke kebun
Babelok jalan ka Palupuah Berbelok jalan ke Pelupuh
Sakali amuah kito minum Sekali mau kita minum
Basamo kito mambasuah (21) Bersama kita mencuci‟
Pantun bajawek di atas baris ketiga dan keempat yang merupakan isi
pantun sakali amuah kito minum, basamo kito mambasuah. Nilai pendidikan
moralnya ialah nilai basa-basi, walaupun sebenarnya pihak tamu tidak ada
menolong mencuci piring tuan rumah, dan ini hanya bermakna kias saja. Sehingga
asalkan mau makan dan minum bersama pihak tamu mau menolong pihak tuan
rumah.
Antah sapek antah mantilo
Gamo-gamo di dalam gantang
Antah dapek antah tido
Pasambahan dek lah lamo indak baulang (31)
„Entah sepat entah mantilo
Rama-rama di dalam rantang
Entah dapat entah tidak
Pasambahan karena sudah lama tidak diulang‟
Pantun di atas terdapat nilai pendidikan moral pada baris ketiga dan
keempat yang merupakan isi pantun. Antah dapek antah tido, pasambahan dek
77
lah lamo indak baulang, pada kata tersebut adanya sikap yang baik yaitu sikap
merendah diri karena manusia memiliki keterbatasan sehingga saat memulai
untuk mengungkapkan sesuatu seorang penyampai pasambahan terlebih dahulu
mengakui kelemahannya, jika pun ada terdapat kesalahan nantinya pada
penyampaian pasambahan pendengarnya harap memaklumi saja.
Dijaloan lah jalo nan ketek „Dijalakan lah jala yang kecil
Dijaloan ka tapi rimbo Dijalakan ke tepi rimba
Dikatoan kato nan ketek Dikatakan kata yang kecil
Satau ibu dengan bapo (60) Setahu ibu dengan bapak‟
Pantun di atas pada baris ketiga dan keempat yang merupakan bagian isi
pantun dikatoan kato nan ketek, satau ibu dengan bapo. Nilai pendidikan
moralnya adalah segala sesuatu permasalahan yang dialami seorang anak harus
diketahui oleh orang tuanya, atau anak yang harus memberitahukan orang tuanya
apalagi persoalan akan meminang, karena sah atau tidaknya pernikahan seseorang
nantinya juga tergantung kepada izin dari orang tua. Maka sangat perlunya orang
tua mengetahui dan juga mengurusnya.
Anak urang Koto Marapak „Anak orang Koto Marapak
Pai ka balai baduo-duo Pergi ke pasar berdua-dua
Cincin kami ko cincin perak Cincin kami ini cincin perak
Mintak disorongan ka anak daro (67) Minta disorongkan ke pengantin‟
Pantun bajawek di atas baris ketiga cincin kami ko cincin perak, adanya
nilai pendidikan moral yaitu sikap rendah diri walaupun yang sebenarnya cincin
yang dibawanya bukan hanya cincin perak tapi cincin emas. Tapi disini hanya
dikiaskan sebagai cincin perak saja.
Kaciak-kaciak jajak koreta „Kecil-kecil jejak sepeda
Anak alang patah kakie Anak elang patah kakinya
Cincin aciak salang sabanta Cincin kakak pinjam sebentar
Kok hilang supiak ka gantie (66) Jika hilang si upik jadi gantinya‟
78
Pantun bajawek di atas pada baris ketiga dan keempat cincin aciak salang
sabanta, kok hilang supiak ka gantie. Nilai pendidikan moralnya adalah adanya
makna tersirat yaitu rasa bertanggungjawab oleh pihak tuan rumah terhadap
kepercayaan yang diberikan oleh pihak tamu.
Pilin-bapilin aka cino „Pilin-berpilin akar cina
Bapilin lalu ka ateh ambun Berpilin lalu ke atas embun
Jawek pakirim dagang hino Terima kiriman dagang hina
Nasi batungkuih dengan daun (72) Nasi berbungkus dengan daun‟
Pantun bajawek di atas baris ketiga dan keempat jawek pakirim dari
dagang hino, nasi batungkuih dengan daun. Nilai pendidikan moral yaitu sikap
baik yaitu rendah diri dengan ungkapan bahwa orang yang berkirim menyatakan
dirinya orang dagang yang hina dan kirimannya hanya berbungkus dengan daun.
Namun, sebenarnya orang yang berkirim tersebut bukanlah seorang dagang yang
hina dan kirimannya juga bukan berbungkus dengan daun tapi kirimannya terletak
di dalam rantang yang bagus.
Kuawek sangka nan panjang „Kuawek sangka yang panjang
Panabang sigantiah mudo Penebang sirantih muda
Manjawek tangan nan panjang Menerima tangan yang panjang
Mambaleh sakali tido (73) Memberi sekali tidak‟
Pantun bajawek di atas baris ketiga dan keempat manjawek tangan nan
panjang, mambaleh sakali tido, terdapatnya makna kias yaitu menerima kiriman
dengan senang hati dan tidak akan menolaknya oleh pihak tamu tapi dari pihak
yang menerima kiriman belum ada mengirimi balik pada yang berkirim. Di sini
juga ada nilai pendidikan moral yaitu menghargai pemberian dari orang lain
walaupun belum dapat membalasnya.
79
c. Nilai-nilai Pendidikan Adat
Pada pantun bajawek dalam acara mananti tando terdapat nilai-nilai
pendidikan adat. Ini terlihat dari pantun bajawek ini digunakan sebagai alat
berkomunikasi untuk menyampaikan maksud dan tujuan dalam acara adat
Minangkabau itu sendiri yaitu acara mananti tando. Berikut pantun bajawek yang
ada nilai pendidikan adatnya.
Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman
Diambiak ka junjuang siriah Diambil untuk junjung sirih
Jatuah malayang sularonyo Jatuh melayang selaranya
Usah lamo tagak di halaman Usah lama berdiri di halaman
Naiak ka rumah makan siriah Naik ke rumah makan sirih
Siriah mananti di carano (7) Sirih menanti di cerana‟
Pantun bajawek di atas pada baris keempat, kelima dan keenam usah lamo
tagak di halaman, naiak kumah makan siriah, siriah mananti di carano. Nilai
pendidikan adatnya adalah setiap acara adat selalu ada dengan sirih di carano atau
mengetengahkan sirih yang melambangkan kalau orang Minang itu punya adat
atau beradat, hal itu terlihat jelas dalam pemakaian kata pertama untuk mengajak
tamu untuk masuk ke rumah oleh tuan rumah, yaitu untuk memakan sirih yang
ada di carano.
Paradah batali banang „Paradah bertali benang
Bari barambuik banang suto Beri berambut benang sutra
Dipadah iyolah datang Dipadah iyalah datang
Dipanggia iyolah tibo (13) Dipanggil iyalah tiba‟
Pantun di atas pada baris ketiga dan keempat dipadah iyolah datang,
dipanggia iyolah tibo. Nilai pendidikan adatnya adalah setiap orang Minang
melaksanakan acara adat maka kerabat dan warga masyarakat diberitahu dengan
mendatangi rumah mereka dan membawa sirih serta kegiatan yang pertama yang
80
dilakukan oleh orang yang ingin mengadakan acara adat adalah menyuguhkan
sirih untuk dimakan, sebelum memulai kata untuk menyampaikan maksud
kedatangannya, kegiatan inilah yang dinamakan mamanggia. Orang yang
diharapkan hadir dalam acara adat tersebut adalah orang yang dipanggia. Maka
orang yang dipanggia insyaalah akan datang dalam acara adat tersebut karena
mereka merasa harus datang ke acara tersebut. Selain itu, karena nanti-nantinya
mereka pasti juga ada mengadakan acara dan juga berharap orang lain pun datang.
Jika kita menghadiri panggilan maka panggilan kita nantinya juga dihadiri dan
sebaliknya. Hal inilah yang dinamakan dipadah (tantangan atau imbangan).
Bungo cimpago tuan erak „Bunga cempaka tuan erak
Tumbuah di jiraik tuan haji Tumbuh di kuburan tuan haji
Adaik basandi dengan syarak Adat bersendi dengan syarak
Syarak bapapa dengan kaji (27) Syarak bersendi dengan kitab‟
Pantun di atas pada baris ketiga adaik basandi dengan syarak. Nilai
pendidikan adatnya adalah ajaran adat sangat perlu dipertahankan karena di
dalamnya terkandung nilai-nilai yang baik bagi kehidupan. Adat Minang yang
berpedoman kepada agama Islam, jadi jika seseorang menjalani kehidupan sesuai
dengan ketentuan adat secara tidak langsung berarti telah menjalani kehidupan
yang sesuai dengan aturan agama Islam.
Antah sapek antah mantilo
Gamo-gamo di dalam gantang
Antah dapek antah tido
Pasambahan dek lah lamo indak baulang (31)
„Entah sepat entah mantilo
Rama-rama di dalam rantang
Entah dapat entah tidak
Pasambahan karena sudah lama tidak diulang‟
81
Pantun bajawek pada baris keempat pasambahan dek lah lamo indak
baulang. Nilai pendidikan adatnya adalah pada kata pasambahan, bahwa orang
Minang khususnya masyarakat Binjai dalam acara adat mananti tando ada
pasambahan untuk menyampaikan maksud dan tujuan dengan sopan, dan di
dalam pasambahan banyak terkandung pepatah-petitih dan pantun yang
merupakan pengajaran dalam berkehidupan.
Dijaloan jalo nan gadang „Dijalakan jala yang besar
Dijaloan ka tapi samak Dijalakan ke tepi semak
Dikatoan kato nan gadang Dikatakan kata yang besar
Satau niniak dengan mamak (61) Setahu ninik dengan mamak‟
Pantun bajawek di atas pada baris ketiga dan keempat dikatoan kato nan
gadang, satau niniak dengan mamak. Nilai pendidikan adatnya adalah dalam
acara adat meminang harus setahu ninik dan mamak karena di Minangkabau
setiap kegiatan yang menyangkut tentang adat harus setahu mamak karena mamak
yang akan mengurus kemenakannya. Walaupun di Binjai dalam mananti tando
gadang hanya diwakili oleh kaum ibuk atau kaum perempuan saja bukan berarti
acara mananti tando dilakukan tanpa sepengetahuan ninik mamak tetapi tidak
terlepas dari kata sepakat dari kaum lelaki atau ninik mamak terlebih dahulu.
Muaro pungkuik batang batindiah „Muara pungkut batang bertindih
Di baliak batang nan tarandam Di balik batang yang terendam
Singkok lah bungkuih kunyah lah siriah Buka lah bungkus kunyah lah sirih
Badan den mintak tuan ganggam (62) Badan saya minta tuan genggam‟
Pantun di atas pada baris ketiga singkoklah bungkuih kunyahlah siriah.
Nilai pendidikan adatnya adalah segala sesuatu yang akan dibicarakan dalam
acara adat selalu mengetengahkan sirih terlebih dahulu. Karena sirih merupakan
lambang dari orang Minang itu beradat dan merupakan acara adat.
82
Si Upiak gadih sari ameh „Si Upik gadis sari emas
Anak urang Simpang Tigo Anak orang Simpang Tiga
Siriah abih pinang lah kameh Sirih habis pinang lah habis
Carano pulangan ka nan punyo (69) Cerana kembalikan ke yang punya‟
Pantun bajawek di atas pada baris ketiga dan keempat siriah abih
pinanglah kameh, carano pulangan ka nan punyo. Nilai pendidikan adatnya
adalah setiap segala sesuatu untuk memulai kata di dalam acara adat selalu di
dahului dengan acara memakan sirih yang ada di carano atau mengetengahkan
sirih secukupnya karena semua itu melambangkan bahwa kita orang yang
memiliki adat. Setelah sirih dimakan barulah maksud dan tujuan diutarakan. Di
Binjai dalam acara mananti tando sebelum maksud dan tujuan disampaikan dan
tando diberikan dilakukan kegiatan meminjam carano oleh pihak tamu (si alek)
kepada pihak tuan rumah (si pangka). Hal ini bukan berarti pihak tamu tidak
membawa sirih secukupnya, sirih secukupnya ada dibawa tapi dengan kampia
siriah.
Si Upiak gadih sari ameh „Si Upik gadis sari emas
Anak urang Koto Tuo Anak orang Koto Tuo
Siriah abih pinang lah kameh Sirih habis pinang lah habis
Cando itu adaik kami di siko (70) Seperti itu adat kami di sini‟
Pantun bajawek di atas pada baris ketiga dan keempat siriah abih pinang
lah kameh, cando itu adaik kami di siko. Saat akan memulai kata maka orang
mengetengahkan sirih secukupnya di carano untuk memulai acara adat. Dan
itulah yang dinamakan acara adat dan sirih dimakan terlebih dahulu barulah
maksud dan tujuan disampaikan.
83
Demikianlah struktur dan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam
pantun bajawek dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari
Kabupaten Pasaman.
84
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan terhadap struktur pantun bajawek
dan nilai-nilai di dalam pantun bajawek dalam acara mananti tando di Binjai
Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Struktur pantun bajawek dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo
Nagari Kabupaten Pasaman, bentuk dan struktur pantun yang sama dengan
pantun biasa, mempunyai sampiran dan isi dan terdiri dari empat baris seuntai,
enam baris seuntai, delapan baris seuntai dan sepuluh baris seuntai. Pantun
enam baris, delapan baris dan sepuluh baris disebut juga dengan talibun. Pada
umumnya pantun bajawek dalam acara mananti tando bersajak ab ab baris
pertama (1) mempunyai persamaan bunyi dengan baris ketiga (3), sedang baris
kedua (2) mempunyai persamaan bunyi dengan baris keempat (4). Selanjutnya
juga terdapat pantun yang terdiri atas enam baris atau lebih dikenal dengan
talibun. Pantun tersebut bersajak abc abc, persamaan bunyi terdapat pada baris
pertama (1) dengan baris keempat (4), baris kedua (2) mempunyai persamaan
bunyi dengan baris kelima (5), dan baris ketiga (3) mempunyai persamaan
bunyi dengan baris keenam (6). Seterusnya pantun yang berjumlah delapan
baris, empat baris bagian awal sampiran dan empat baris seterusnya bagian isi,
persajakannya abcd abcd baris pertama (1) mempunyai persamaan bunyi
dengan baris kelima (5), baris kedua (2) dengan baris keenam (6), baris ketiga
(3) mempunyai persamaan bunyi dengan baris ketujuh (7), sedangkan baris
85
keempat (4) mempunyai persamaan bunyi dengan baris kedelapan (8). Dan
ada juga pantun yang berjumlah sepuluh baris, pada pantun yang seperti ini
lima baris pertama disebut dengan sampiran dan lima baris berikutnya disebut
dengan bagian isi pantun. Persajakan pantun sepuluh baris seuntai ialah abcde
abcde baris pertama (1) dengan baris keenam (6), baris kedua (2) dengan baris
ketujuh (7), baris ketiga (3) mempnyai persamaan bunyi dengan baris
kedelapan (8), baris keempat (4) dengan baris kesembilan (9), sedangkan baris
kelima (5) mempunyai persamaan bunyi dengan baris kesepuluh (10). Selain
itu, pantun bajawek juga dibangun oleh struktur fisik terdiri dari: diksi, imaji,
kata konkret, bahasa figuratif, rima dan ritma. Struktur batin pantun terdiri
dari: tema, nada, perasaan, dan amanat.
2. Nilai-nilai pendidikan di dalam pantun bajawek dalam acara mananti tando,
secara umum yaitu nilai pendidikan agama yaitu membimbing seseorang
mengamalkan ajaran agama di dalam kehidupan sehari-hari. Nilai pendidikan
moral yang membimbing seseorang untuk bertingkah laku baik yang sesuai
dengan norma-norma yang berlaku dalam berkehidupan bermasyarakat dan,
nilai pendidikan adat, ini terlihat dari pantun bajawek ini digunakan sebagai
alat berkomunikasi untuk menyampaikan maksud dan tujuan dalam acara adat
Minangkabau itu sendiri yaitu acara mananti tando.
B. Implikasi dalam Pembelajaran BAM
Penelitian tentang struktur dan nilai-nilai pendidikan pantun bajawek
dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari kabupaten Pasaman
dapat diimplikasikan untuk pembelajaran muatan lokal BAM. Nilai-nilai
86
pendidikan dapat membantu siswa memahami pantun bajawek yang juga ada
dalam pasambahan yang terkandung nilai-nilai di dalamnya. Pembelajaran BAM
di SMP kelas IX semester 2 memakai pidato pasambahan sebagai salah satu
media pembelajaran.
Kurikulum muatan lokal BAM dapat terlihat pada standar kompetensi,
yaitu mengenal, memahami, dan mengahayati bahasa dan sastra Minangkabau
serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, kompetensi dasar mengenal,
memahami serta mengapreasiasikan pidato adat Minangkabau. Strategi
pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Standar
kompetensi ini sangat berkaitan dengan penelitian yang berjudul pantun bajawek
dalam acara mananti tando.
C. Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka diajukan beberapa
saran kepada pihak-pihak berikut.
1. Untuk pemerintah atau khususnya Depdiknas, adanya suatu usaha untuk
membentuk suatu organisasi yang dapat mengolah seni pertunjukan, baik
tingkat propinsi maupun tingkat kodya atau Kabupaten.
2. Untuk dosen, diharapkan dapat memberikan motivasi dan peluang kepada
mahasiswa untuk meneliti berbagai corak kebudayaan nasional agar nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya dapat dibiaskan lagi.
3. Untuk mahasiswa, tumbuhnya minat untuk meneliti berbagai corak
kebudayaan nasional ini, baik yang berbentuk kesusastraan maupun yang
lainnya, agar kebudayaan ini tetap berkembang.
87
4. Bagi peneliti lain, dapat melanjutkan penelitian ini dengan mengambil
pembahasan yang lebih mendalam.
5. Sebagai masyarakat pemilik kebudayaan khususnya masyarakat Binjai
Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman, hendaklah kita mempertahankan
kebudayaan yang kita miliki agar tidak punah dan hilang.
88
KEPUSTAKAAN
Aminuddin. 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa
dan Sastra. Malang: Y A 3 Malang.
Asnety. 2004. “Nilai-Nilai Pendidikan dalam Pepatah-Petitih Minangkabau
Kumpulan H. Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu”. (Makalah). Padang:
Universitas Negeri Padang.
Atmazaki. 2005. Ilmu Sastra: Teori dan Terapan. Padang: Yayasan Citra Budaya
Indonesia.
_______. 2008. Analisis Sajak: Teori, Metodologi dan Aplikasi. Padang: UNP
Press.
Djamaris, Edwar. 2001. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Gani, Erizal. 2010. Pantun Minangkabau dalam Perspektif Budaya dan
Pendidikan.Padang: UNP Pres Padang.
Hasanuddin, WS. 2004. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu.
Ibnu, Suhadi, dkk., 2003. Metodologi Penelitian. Malang: Lembaga Penelitian
Universitas Negeri Malang.
Isman, William H. dan Ali M. B. 1996. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.
Bandung: Citra Umbara.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexi J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Navis, A. A. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta: Grafiti Pers.
Pradopo, Rahmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Salmi. 2001. ”Struktur Pantun dalam Randai di Andaleh Kecamatan Luhak Lima
Puluh Kota”. (Skripsi). Padang: Universitas Negeri Padang.
Saydam, Gouzali. 2004. Kamus Lengkap Bahasa Minang. Padang: PPIM.
Semi, Atar. M. 1990. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
89
Setiadi, Elly dkk. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Bandung: Prenada Media
Group.
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar sastra. Bandung: Angkasa.
Waluyo, J. Herman. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Zulkarnaini. 2003. Budaya Alam Minangkabau untuk SMP. Bukittinggi: Usaha
Ikhlas.
90
Lampiran 1
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Rubiati
Umur : 53 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku : Melayu
Alamat : Padang Ranjau Nagari Binjai
2. Nama : Mainar
Umur : 51 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku : Koto
Alamat : Padang Kubu Nagari Binjai
91
Lampiran 2
PANDUAN WAWANCARA
1. Apakah yang dimaksud dengan pantun bajawek, Buk?
2. Apa yang dimaksud dengan acara mananti tando, Buk?
3. Mengapa pantun di dalam acara mananti tando disebut dengan pantun
bajawek, Buk?
4. Apakah beda pantun bajawek dalam acara mananti tando dengan pantun lain-
lainnya, Buk?
5. Mengapa acara pantun bajawek hanya dilakukan pada acara mananti tando
gadang saja, Buk?
6. Siapa saja yang berperan sebagai penutur pantun bajawek dalam acara
mananti tando, Buk?
7. Apakah Ibuk bisa berperan sebagi pihak mananti tando atau sebagai pihak
yang maanta tando dalam acara pantun bajawek?
8. Pihak manakah biasanya yang terlebih dahulu memulai acara pantun bajawek
di dalam acara mananti tando, Buk?
9. Bagaimanakah pelaksanaan pantun bajawek dalam acara mananti tando, Buk?
10. Apa sajakah nilai-nilai pendidikan di dalam pantun bajawek, Buk?
11. Apa saja pantun yang termasuk ke dalam nilai pendidikan agama, Buk?
12. Pantun apa saja yang termasuk ke dalam nilai pendidikan moral, Buk?
13. Apa saja pantun yang termasuk ke dalam nilai pendidikan adat, Buk?
92
Lampiran 3
Data Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo
Nagari Kabupaten Pasaman
No Bahasa pantun bajawek di Binjai Bahasa Indonesia
1 Kambang sabatang bungo pandan
Camiah sulasiah mangguruik i
Kini lah datang sisinyo badan
Camiah lah kami manuruik i
Kembang sebatang bunga pandan
Hampir selasih mengguguri
Kini lah datang sisinya badan
Hampir lah kami menuruti
2 Indak bana guruik mangguruik i
Bungo pandan ka kambang juo
Indak bana turuik manuruik i
Nan kami ka datang juo
Tidak benar gugur mengguguri
Bunga pandan mau kembang juga
Tidak benar turut menuruti
Yang kami mau datang juga
3 Alah panek kami dek babansi
Gabauk tasanda di pamatang
Alah panek kami dek mananti
Baa sabab kok talambek datang
Sudah penat kami karena berbansi
Rebab tersandar di pematang
Sudah penat kami karena menanti
Apa sebab jika terlambat datang
4 Anak bebek dalam jilatang
Mamuleh pucuak dalu-dalu
Sabab talambek kami datang
Jalan bakelok bakeh lalu
Anak kambing dalam jilatang
Memakan pucuk dalu-dalu
Sebab terlambat kami datang
Jalan berkelok tempat lalu
5 Cubadak tangahi halaman
Dijuluak jo ampu kaki
Usah lamo tagak di halaman
Iko cibuak basuah lah kaki
Cempedak di tengah halaman
Dijolok dengan ibu jari
Usah lama berdiri di halaman
Ini cibuk cuci lah kaki
6 Cubadak tangahi halaman
Dipatiak anak si Fatimah
Sabab kami tagak di halaman
Disangko aciak indak di rumah
Cempedak di tengah halaman
Dipetik anak si Fatimah
Sebab kami berdiri di halaman
Disangka kakak tidak di rumah
7 Cubadak tangahi halaman
Diambiak ka junjuang siriah
Jatuah malayang sularonyo
Usah lamo tagak di halaman
Naiak ka rumah makan siriah
Siriah mananti di carano
Cempedak di tengah halaman
Diambil untuk junjung sirih
Jatuh melayang selaranya
Usah lama berdiri di halaman
Naik ke rumah makan sirih
Sirih menanti di cerana
8 Jelo-bajelo jariang lawah
Jelo lalu ka Sitindiah
Usah lamo tagak di bawah
Naiak ka rumah makan siriah
Juntai-berjuntai jaring laba-laba
Juntai lalu ke Sitindih
Usah lama berdiri di bawah
Naik ke rumah makan sirih
9 Babuah lantimun dandang
Babuah buliah diputiak i
Batanyo kami sakian janjang
Tanggo buliah dinaiak i
Berbuah ketimun dandang
Berbuah boleh diputik i
Bertanya kami sekian jenjang
Tangga boleh dinaiki
93
10 Babuah lantimun dandang
Babuah buliah diputiak i
Batanyo bana tibo di janjang
Alah buliah bana tanggo dinaiak i
Berbuah ketimun dandang
Berbuah boleh diputik i
Bertanya benar tiba di jenjang
Sudah boleh benar tangga dinaiki
11 Galang dititik nak rang Buro
Baukia batampuak manggih
Mulo babilang dari aso
Mangaji iyo dari alih
Gelang dititik anak orang Buro
Berukir bertampuk manggis
Mula berbilang dari asa
Mengaji iya dari alif (3 pantun lagi sama)
12 Bungo kasumbo di Kumpulan
Buahnyo paliang-paliangan
Siang biaso kaciciran
Lalok biaso kamaliangan
Bunga kesumba di Kumpulan
Buahnya paling-palingan
Siang biasa kececeran
Tidur biasa kemalingan
13 Paradah batali banang
Bari barambuik banang suto
Dipadah iyolah datang
Dipanggia iyolah tibo
Paradah bertali benang
Beri berambut benang sutra
Dipadah iyalah datang
Dipanggil iyalah tiba
14 Gadang aia batang Tingkok
Anyuik kulari duo lapan
Nan aun mintak tuan singkok
Nan lamak mintak tuan makan
Besar air batang Tingkap
Hanyut kelari dua delapan
Yang harum minta tuan buka
Yang enak minta tuan makan
15 Gadang aia batang Tingkok
Surian di ateh papan
Sicaraik pupua jo bungonyo
Nan aun mintak tuan singkok
Nan lamak mintak tuan makan
Tabuang apo kagunonyo
Besar air batang Tingkap
Surian di atas papan
Sicerek gugur dengan bunganya
Yang harum minta tuan buka
Yang enak minta tuan makan
Terbuang apa kegunaanya
16 Gadang aia batang Tingkok
Anyuik kulari duo lapan
Urang panta manggaleh lado
Nan aun mintak tuan singkok
Nan lamak mintak tuan makan
Urang pangka baa kabanyo
Besar air batang Tingkap
Hanyut kelari dua delapan
Orang Panta berjualan cabe
Yang harum minta tuan buka
Yang enak minta tuan makan
Orang pangkal apa kabarnya
17 Badarun batu tarolek
Surian di ateh papan
Dahulu sakalian alek
Kudian kami sapangkalan
Berderum batu tergolek
Surian di atas papan
Dahulu sekalian tamu
Kemudian kami sepangkalan
18 Tarolek batu tarolek
Tarolek ka tangah jalan
Dulu sakalian alek
Kudian kami sapangkalan
Tergolek batu tergolek
Tergolek ke tengah jalan
Dahulu sekalian tamu
Kemudian kami sepangkalan
19 Manga surian pulo
Samo ka kabun kito baa
Dek kito jarang ka rimbo
Manga kudian pulo
Samo minum kito baa
Dek kito jarang basuo
Mengapa surian pula
Sama ke kebun kita bagaimana
Karena kita jarang ke rimba
Mengapa kemudian pula
Sama minum kita bagaimana
Karena kita jarang bersua
94
20 Amuah bana kami ka kabun
Dadok sia lah ka manutuah
Ditutuah anak urang koto tuo
Amuah bana kami samo minun
Mangkuak sia ka mambasuah
Kami ndak ado ba urang sumando
Mau benar kami ke kebun
Dadap siapa lah mau menutuh
Ditutuh anak orang Koto Tuo
Mau benar kami sama minum
Mangkuk siapa mau mencuci
Kami tidak ada berorang semenda
21 Sakali amuah jalan ka kabun
Babelok jalan ka Palupuah
Sakali amuah kito minum
Basamo kito mambasuah
Sekali mau jalan ke kebun
Berbelok jalan ke Pelupuh
Sekali mau kita minum
Bersama kita mencuci
22 Anak alai tabang ka alai
Inggok di ateh puluik-puluik
Kok iyo taulan cadiak pandai
Apo asa nasi puluik
Anak alai terbang ke alai
Hinggap di atas pulut-pulut
Jika iya tahu cerdik pandai
Apa asal nasi ketan
23 Anak alai tabang ka alai
Mamukek urang di tiagan
Nyo nak hilia ka sinuruik
Kok iyo tuan cadiak pandai
Nasi batanak jo santan
Itu asa nasi puluik
Anak alai terbang ke alai
Memukat orang di Tiagan
Dia ingin hilir ke Sinuruik
Jika iya tuan cerdik pandai
Nasi bertanak dengan santan
Itu asal nasi ketan
24 Bagalah barantang perak
Limau manih di pandakian
Jelo urek selo-baselo
Kalah indak manang pun indak
Sadang manih kito antian
Dima alek awak ulang pulo
Bagalah barantang perak
Jeruk manis di pendakian
Jelo akar sila-bersila
Kalah tidak menang pun tidak
Sedang manis kita hentikan
Dimana pesta kita ulang pula
25 Si Upiak gadih Sicikam
Anak urang Padang Palak
Carano kami carano hitam
Antah paguno antah indak
Si Upik gadis Sicikam
Anak orang Padang Palak
Cerana kami cerana hitam
Entah perguna entah tidak
26 Si Upiak gadih Sicikam
Anak urang Padang Kubu
Carano nangko iyo hitam
Iko bana dek kami nan katuju
Si Upik gadis Sicikam
Anak orang Padang Kubu
Cerana ini iya hitam
Ini benar oleh kami yang suka
27 Bungo cimpago tuan erak
Tumbuah di jiraik tuan haji
Adaik basandi dengan syarak
Syarak bapapa dengan kaji
Bunga cempaka tuan erak
Tumbuh di kuburan tuan haji
Adat bersendi dengan syarak
Syarak bersendi dengan kitab (1 pantun
lagi sama)
28 Gambia dadiah ulu silayang
Sapiah sampai ka pucuak e
Batamu kasiah nan jo sayang
Bakuncang alam dimabuak e
Gambir dadih hulu silayang
Serpih sampai ke pucuknya
Bertemu kasih dengan sayang
Bergoncang alam dimabuknya (1 pantun
lagi sama)
29 Siriah dibolai kuniang gagang
Dirantiah sado nan mudo
Sirih dibolai kuning gagang
Diambil semua yang muda
95
Batamu kasiah dengan sayang
Baputa alam dimabuaknyo
Bertemu kasih dengan sayang
Berputar alam dimabuknya
30 Timbakau Sirambun Aceh
Diduduih Sirambun Alam
Bukannyo masiak kanai paneh
Masiak barambun tangah malam
Tembakau Sirambun Aceh
Dihirup Sirambun Alam
Bukannya kering kena panas
Kering berembun tengah malam (1
pantun lagi sama)
31 Antah sapek antah mantilo
Gamo-gamo di dalam gantang
Antah dapek antah tido
Pasambahan dek lah lamo indak baulang
Entah sepat entah mantilo
Rama-rama di dalam rantang
Entah dapat entah tidak
Pasambahan karena sudah lama tidak
diulang
32 Ditabang talang katurak
Diambiak ka junjuang siriah
Malang indak dapek ditulak
Mujua indak dapek digayiah
Ditebang bambu katurak
Diambil untuk junjung sirih
Malang tidak dapat ditolak
Mujur tidak dapat diraih
33 Sigawa guntiangan Aceh
Buatan anak pulau Telok
Tujuan mukasuik indak lapeh
Dima mato amuah lalok
Celana guntingan Aceh
Buatan anak pulau Telok
Tujuan maksud tidak lepas
Dimana mata mau lelap
34 Kabek pinggang si Rajo Baraik
Lipek patah sambilan
Ditimbang raso mularaik
Tolong lah baa patenggangan
Ikat pinggang si Raja Barat
Lipek patah sembilan
Ditimbang rasa melarat
Tolong lah dipertenggangkan
35 Anak baju suto majaipun
Unduang-unduang bagerai rabah
Tadorong kasiah bagai racun
Kiramaik duya mangko sudah
Anak baju sutra majaipun
Undung-undung bergerai rebah
Terdorong kasih bagai racun
Kiamat dunia maka sudah
36 Baju Piaman ragi duo
Tanunan anak Banuhampu
Satahun musim pabilo
Bilo masonyo badan kabatamu
Baju Pariaman berwarna dua
Tenunan anak Banuhampu
Setahun musim kapan
Bila masanya badan bertemu
37 Diambiak cando minyak manih
Rambuik nan kusuik nak salasai
Hati nan ibo-ibo bangih
Mukasuik hati nan alun sampai
Diambil seperti minyak manis
Rambut yang kusut ingin selesai
Hati yang hiba-hiba marah
Maksud hati yang belum sampai
38 Minyak tanco buatan Japang
Jualan toko Bukittinggi
Sajak mancaliak bungo kambang
Hati nan indak sanang lai
Minyak tanco buatan Jepang
Jualan toko Bukitinggi
Sejak melihat bunga kembang
Hati yang tidak senang lagi
39 Kok cabiak bana kain deta
Dililik an juo di kapalo
Kok cadiak bana di nan susah
Sakeh taimpik di nan kayo
Jika sobek benar kain deta
Dililikkan juga di kepala
Jika cerdik benar di yang susah
Pasti terhimpit di yang kaya
40 Detanyo saluak nak rang Bugih
Buatan anak Indopuro
Detanya saluak anak orang Bugis
Buatan anak Indopuro
96
Adiak nan layuak kuniang mipih
Buah hati tapian mato
Adik yang layuak kuning tipis
Buah hati tepian mata
41 Diambiak pulo luji tangan
Buatan anak Indopuro
Siang dimabuak angan-angan
Malam mabuak mimpi pulo
Diambil pula jam tangan
Buatan anak Indopuro
Siang dimabuk angan-angan
Malam mabuk mimpi pula
42 Sabuah banamo ikek apik
Buatan anak pasa gadang
Makin diubek makin sakik
Musim pabilo nan kasanang
Sebuah bernama ikat apik
Buatan anak pasar besar
Makin diobat makin sakit
Musim pabila mau senang
43 Cincin ameh mato dalimo
Tagah dek duo satuangan
Hati lah lamo dek binaso
Tagah dek pandai mailangan
Cincin emas mata delima
Tetapi oleh dua setuangan
Hati lah lama karena binasa
Tetapi oleh hati pandai menghilangkan
44 Cincin akiak bamato akiak
Tagilang-gilang di ateh atok
Kasiah lah lamo dek bacaliak
Sayang pabilo ka dikakok
Cincin akik bermata akik
Tergilang-gilang di atas atap
Kasih lah lama karena dilihat
Sayang pabila mau disentuh
45 Sabuah banamo ganto sori
Patuik ditanggai di kalingkiang
Hilang kamano ka dicari
Lautan sajo bakuliliang
Sebuah bernama ganto sori
Patut dibuka di kelingking
Hilang kemana mau dicari
Lautan saja berkeliling
46 Sisampiang ragi sapik udang
Banang saratuih tigo puluah
Jualan toko Bukittinggi
Awak bansaik duya takambang
Hari patang duduak mangaluah
Galak nan kayo mamandangi
Sisamping warna jepit udang
Benang seratus tiga puluh
Jualan toko Bukittinggi
Kita miskin dunia terkembang
Hari petang duduk mengeluh
Tertawa yang kaya memandangi
47 Marokok sabatang sadam
Minyak di dalam buli-buli
Si sikok semba baa balam
Balam jinak di kami lai
Merokok sebatang sadam
Minyak di dalam buli-buli
Si sikok sambar bagaimana balam
Balam jinak sama kami ada
48 Kalam banamo kalam binau
Kalam tasisik ateh kasau
Angku manauah balam mau
Taniaik di hati nak mancakau
Kalam bernama kalam binau
Kalam tersisik atas kasau
Angku menaruh balam mau
Terniat di hati mau menangkap
49 Jambu mawar di pakan akaik
Pucuak malepai gaduang Cino
Kini di duya bisuak akiraik
Manga dikicuah dagang hino
Jambu mawar di pasar minggu
Pucuk menjulai gedung Cina
Kini di dunia besok akhirat
Mengapa didustai dagang hina
50 Induak janjang kanso batuang
Dituang Puti Reno Ali
Lapehlah buruang nak nyo tabang
Untuang babaliak ka nagari
Induk jenjang kanso bertuang
Dituang Putri Reno Ali
Lepas lah burung biar dia terbang
Untung berbalik ke negeri
51 Kok pauah alun karampai
Karambia mudo to kini
Jika pauh belum kerampai
Kelapa muda itu kini
97
Itu kini dek jauah alun ka sampai
Hampia tibo itu kini tibo
Itu kini karena jauh belum mau sampai
Hampir tiba itu kini tiba (1 pantun lagi
sama)
52 Hari nan sadang tangah hari
Sadang buntak bayang-bayang
Batang tubuah dapek diganti
Parangai indak kunjuang hilang
Hari yang sedang tengah hari
Sedang bulat bayang-bayang
Batang tubuh dapat diganti
Perangai tidak kunjung hilang
53 Jelo-bajelo tali pukek
Kaja-bakaja apuang-apuangan
Caliak sakileh pandang lakek
Kasiah bakumpa dalam jantuang
Jelo-berjelo tali pukat
Kejar-berkejar apung-apungan
Lihat sekilas pandang lengket
Kasih berkumpul dalam jantung (1
pantun lagi sama)
54 Tibo lah bujang di galanggang
Duduak bajuntai di kurisi
Ambo manampak bungo kambang
Takana juo sampai kini
Tiba lah pemuda di gelanggang
Duduk berjuntai di kursi
Saya melihat bunga kembang
Teringat juga sampai sekarang
55 Usak pandan sabab dek api
Api nan indak tapadaman
Kinco-bakinco jo daun ginggiang
Daun kaladi tampak mudo
Usak badan sabab dek hati
Hati nan indak tatahanan
Mato jo a lah ka di dindiang
Awak salabuah satapian pulang pai
mandi tampak juo
Rusak pandan karena api
Api yang tidak terpadamkan
Campur-bercampur dengan daun
geringging
Daun keladi terlihat muda
Rusak badan karena hati
Hati yang tidak tertahankan
Mata dengan apa lah mau di dinding
Kita sejalan setepian pulang pergi mandi
terlihat juga
56 Tanam lah tabu tigo barih
Di kida jalan rang ka balai
Ambo manampak rendo gadih
Taniaik di hati nak mamakai
Tanam lah tabu tiga baris
Di kiri jalan orang ke pasar
Saya melihat rendo gadis
Terniat di hati ingin memakai
57 Hari patang matohari pantai
Kok dusun jauah ka dijalang
Kok lapeh kumbang nan bagantai
Kalayua bungo nan jolong kambang
Hari petang matahari pantai
Jika dusun jauh mau dijelang
Jika lepas kumbang yang berantai
Akan layu bunga yang baru kembang
58 Kundua nan indak takunduan
Daun lantimun nampak mudo
Tidua nan indak tatiduan
Dalam kalumun nampak juo
Labu yang tidak terlabukan
Daun ketimun terlihat muda
Tidur yang tidak tertidurkan
Dalam kelumun terlihat juga
59 Manyasa pandan babungo
Dek alang indak salayangan
Dek balam indak talayok an
Dek jauah rantau di Palembang
Di baliak rantau Indopuro
Manyasa badan basuo
Siang nan indak tasanangan
Malam indak talalok an
Menyesal pandan berbunga
Oleh elang tidak selayangan
Oleh balam tidak terlayangkan
Karena jauh rantau di Palembang
Di balik rantau Indopuro
Menyesal badan bersua
Siang yang tidak tersenangkan
Malam tidak terlelapkan
98
Hati pacah pikiran bimbang
Niaik baraso sampai juo
Hati pecah pikiran bimbang
Niat berasa sampai juga
60 Dijaloan lah jalo nan ketek
Dijaloan ka tapi rimbo
Dikatoan kato nan ketek
Satau ibu dengan bapo
Dijalakan lah jala yang kecil
Dijalakan ke tepi rimba
Dikatakan kata yang kecil
Setahu ibu dengan bapak
61 Dijaloan jalo nan gadang
Dijaloan ka tapi samak
Dikatoan kato nan gadang
Satau niniak dengan mamak
Dijalakan jala yang besar
Dijalakan ke tepi semak
Dikatakan kata yang besar
Setahu ninik dengan mamak
62 Muaro pungkuik batang batindiah
Di baliak batang nan tarandam
Singkok lah bungkuih kunyah lah siriah
Badan den mintak tuan ganggam
Muara pungkut batang bertindih
Di balik batang yang terendam
Buka lah bungkus kunyah lah sirih
Badan saya minta tuan genggam
63 Mamukek urang di tiagan
Rami dek anak simpang tigo
Ambiak kain singkok lah kaban
Tando talatak di dalamnyo
Memukat orang di Tiagan
Ramai oleh anak Simpang Tiga
Ambil kain buka lah kaban
Tanda terletak di dalamnya
64 Hujan paneh batuduang pinggan
Jatuah sabuah masuak kasiak
Cincin ameh parmato intan
Talatak iyo kami ambiak
Hujan panas berpayung piring
Jatuh sebuah masuk pasir
Cincin emas permata intan
Terletak iya kami ambil
65 Batang Masang aianyo karuah
Tampaik urang Gudang pai mandi
Iko lah barang ka ganti tubuah
Tando alamaik putiah hati
Batang Masang airnya keruh
Tempat orang Gudang pergi mandi
Ini lah barang untuk ganti tubuh
Tanda alamat putih hati
66 Kaciak-kaciak jajak koreta
Anak alang patah kakie
Cincin aciak salang sabanta
Kok hilang supiak ka gantie
Kecil-kecil jejak sepeda
Anak elang patah kakinya
Cincin kakak pinjam sebentar
Jika hilang Upik jadi gantinya
67 Anak urang Koto Marapak
Pai ka balai baduo-duo
Cincin kami ko cincin perak
Mintak disorongan ka anak daro
Anak orang Koto Marapak
Pergi ke pasar berdua-dua
Cincin kami ini cincin perak
Minta disorongkan ke pengantin
68 Sariak indak talang pun indak
Sadang eloknyo ka juaran
Kaciak indak gadang pun indak
Sadangnyo elok batunangan
Sarik tidak talang pun tidak
Sedang baiknya untuk juaran
Kecil tidak besar pun tidak
Sedangnya baik bertunangan
69 Si Upiak gadih sari ameh
Anak urang Simpang Tigo
Siriah abih pinang lah kameh
Carano pulangan ka nan punyo
Si Upik gadis sari emas
Anak orang Simpang Tiga
Sirih habis pinang lah habis
Cerana kembalikan ke yang punya
70 Si Upiak gadih sari ameh
Anak urang Koto Tuo
Siriah abih pinang lah kameh
Cando itu adaik kami di siko
Si Upik gadis sari emas
Anak orang Koto Tuo
Sirih habis pinang lah habis
Seperti itu adat kami di sini
99
71 Gadang aia Batang Timah
Hanyuik balendan batang padi
Guluang lah lapiak sapu lah gimah
Kami alah ka pulang hanyo lai
Besar air Batang Timah
Hanyut berdempet batang padi
Gulung lah tikar sapu lah rimah
Kami sudah mau pulang hanya lagi
72 Pilin-bapilin aka cino
Bapilin lalu ka ateh ambun
Jawek pakirim dagang hino
Nasi batungkuih dengan daun
Pilin-berpilin akar cina
Berpilin lalu ke atas embun
Terima kiriman dagang hina
Nasi berbungkus dengan daun
73 Kuawek sangka nan panjang
Panabang sigantiah mudo
Manjawek tangan nan panjang
Mambaleh sakali tido
Kuawek sangka yang panjang
Penebang sirantih muda
Menerima tangan yang panjang
Memberi sekali tidak
100
Lampiran 4
Struktur Pantun
Tabel 1
Data Struktur Pantun Bajawek
No Pantun Struktur Fisik Struktur Batin
1 2 3 4 5 1 2 3 4
1 Kambang sabatang bungo pandan
Camiah sulasiah mangguruik i
Kini lah datang sisinyo badan
Camiah lah kami manuruik i
√ √ √ √ √ √
2 Indak bana guruik mangguruik i
Bungo pandan ka kambang juo
Indak bana turuik manuruik i
Nan kami ka datang juo
√ √ √ √ √
3 Alah panek kami dek babansi
Gabauk tasanda di pamatang
Alah panek kami dek mananti
Baa sabab kok talambek datang
√ √ √ √ √ √ √
4 Anak bebek dalam jilatang
Mamuleh pucuak dalu-dalu
Sabab talambek kami datang
Jalan bakelok bakeh lalu
√ √ √ √ √ √
5 Cubadak tangahi halaman
Dijuluak jo ampu kaki
Usah lamo tagak di halaman
Iko cibuak basuah lah kaki
√ √ √ √ √ √
6 Cubadak tangahi halaman
Dipatiak anak si Fatimah
Sabab kami tagak di halaman
Disangko aciak indak di rumah
√ √ √ √ √ √
7 Cubadak tangahi halaman
Diambiak ka junjuang siriah
Jatuah malayang sularonyo
Usah lamo tagak di halaman
Naiak ka rumah makan siriah
Siriah mananti di carano
√ √ √ √ √ √
8 Jelo-bajelo jariang lawah
Jelo lalu ka Sitindiah
Usah lamo tagak di bawah
Naiak ka rumah makan siriah
√ √ √ √ √ √
9 Babuah lantimun dandang
Babuah buliah diputiak i
Batanyo kami sakian janjang
Tanggo buliah dinaiak i
√ √ √ √ √ √
101
10 Babuah lantimun dandang
Babuah buliah diputiak i
Batanyo bana tibo di janjang
Alah buliah bana tanggo dinaiak i
√ √ √ √ √ √
11 Galang dititik nak rang Buro
Baukia batampuak manggih
Mulo babilang dari aso
Mangaji iyo dari alih
√ √ √ √ √
12 Bungo kasumbo di Kumpulan
Buahnyo paliang-paliangan
Siang biaso kaciciran
Lalok biaso kamaliangan
√ √ √ √ √
13 Paradah batali banang
Bari barambuik banang suto
Dipadah iyolah datang
Dipanggia iyolah tibo
√ √ √ √ √
14 Gadang aia batang Tingkok
Anyuik kulari duo lapan
Nan aun mintak tuan singkok
Nan lamak mintak tuan makan
√ √ √ √ √ √
15 Gadang aia batang Tingkok
Surian di ateh papan
Sicaraik pupua jo bungonyo
Nan aun mintak tuan singkok
Nan lamak mintak tuan makan
Tabuang apo kagunonyo
√ √ √ √ √ √
16 Gadang aia batang Tingkok
Anyuik kulari duo lapan
Urang panta manggaleh lado
Nan aun mintak tuan singkok
Nan lamak mintak tuan makan
Urang pangka baa kabanyo
√ √ √ √ √ √ √
17 Badarun batu tarolek
Surian di ateh papan
Dahulu sakalian alek
Kudian kami sapangkalan
√ √ √ √ √ √
18 Tarolek batu tarolek
Tarolek ka tangah jalan
Dulu sakalian alek
Kudian kami sapangkalan
√ √ √ √ √ √
19 Manga surian pulo
Samo ka kabun kito baa
Dek kito jarang ka rimbo
Manga kudian pulo
Samo minum kito baa
Dek kito jarang basuo
√ √ √ √ √ √
102
20 Amuah bana kami ka kabun
Dadok sia lah ka manutuah
Ditutuah anak urang koto tuo
Amuah bana kami samo minun
Mangkuak sia ka mambasuah
Kami ndak ado ba urang sumando
√ √ √ √ √ √
21 Sakali amuah jalan ka kabun
Babelok jalan ka Palupuah
Sakali amuah kito minum
Basamo kito mambasuah
√ √ √ √ √
22 Anak alai tabang ka alai
Inggok di ateh puluik-puluik
Kok iyo taulan cadiak pandai
Apo asa nasi puluik
√ √ √ √ √ √
23 Anak alai tabang ka alai
Mamukek urang di tiagan
Nyo nak hilia ka sinuruik
Kok iyo tuan cadiak pandai
Nasi batanak jo santan
Itu asa nasi puluik
√ √ √ √ √ √
24 Bagalah barantang perak
Limau manih di pandakian
Jelo urek selo-baselo
Kalah indak manang pun indak
Sadang manih kito antian
Dima alek awak ulang pulo
√ √ √ √ √
25 Si Upiak gadih Sicikam
Anak urang Padang Palak
Carano kami carano hitam
Antah paguno antah indak
√ √ √ √ √ √
26 Si Upiak gadih Sicikam
Anak urang Padang Kubu
Carano nangko iyo hitam
Iko bana dek kami nan katuju
√ √ √ √ √ √
27 Bungo cimpago tuan erak
Tumbuah di jiraik tuan haji
Adaik basandi dengan syarak
Syarak bapapa dengan kaji
√ √ √ √ √
28 Gambia dadiah ulu silayang
Sapiah sampai ka pucuak e
Batamu kasiah nan jo sayang
Bakuncang alam dimabuak e
√ √ √ √ √ √ √
29 Siriah dibolai kuniang gagang
Dirantiah sado nan mudo
Batamu kasiah dengan sayang
√ √ √ √ √ √ √
103
Baputa alam dimabuaknyo
30 Timbakau Sirambun Aceh
Diduduih Sirambun Alam
Bukannyo masiak kanai paneh
Masiak barambun tangah malam
√ √ √ √ √ √
31 Antah sapek antah mantilo
Gamo-gamo di dalam gantang
Antah dapek antah tido
Pasambahan dek lah lamo indak
baulang
√ √ √ √ √
32 Ditabang talang katurak
Diambiak ka junjuang siriah
Malang indak dapek ditulak
Mujua indak dapek digayiah
√ √ √ √ √
33 Sigawa guntiangan Aceh
Buatan anak pulau Telok
Tujuan mukasuik indak lapeh
Dima mato amuah lalok
√ √ √ √ √ √ √
34 Kabek pinggang si Rajo Baraik
Lipek patah sambilan
Ditimbang raso mularaik
Tolong lah baa patenggangan
√ √ √ √ √ √ √
35 Anak baju suto majaipun
Unduang-unduang bagerai rabah
Tadorong kasiah bagai racun
Kiramaik duya mangko sudah
√ √ √ √ √ √ √
36 Baju Piaman ragi duo
Tanunan anak Banuhampu
Satahun musim pabilo
Bilo masonyo badan kabatamu
√ √ √ √ √
37 Diambiak cando minyak manih
Rambuik nan kusuik nak salasai
Hati nan ibo-ibo bangih
Mukasuik hati nan alun sampai
√ √ √ √ √ √
38 Minyak tanco buatan Japang
Jualan toko Bukittinggi
Sajak mancaliak bungo kambang
Hati nan indak sanang lai
√ √ √ √ √ √ √
39 Kok cabiak bana kain deta
Dililik an juo di kapalo
Kok cadiak bana di nan susah
Sakeh taimpik di nan kayo
√ √ √ √ √
40 Detanyo saluak nak rang Bugih
Buatan anak Indopuro
Adiak nan layuak kuniang mipih
Buah hati tapian mato
√ √ √ √ √ √ √
104
41 Diambiak pulo luji tangan
Buatan anak Indopuro
Siang dimabuak angan-angan
Malam mabuak mimpi pulo
√ √ √ √ √ √ √
42 Sabuah banamo ikek apik
Buatan anak pasa gadang
Makin diubek makin sakik
Musim pabilo nan kasanang
√ √ √ √ √ √
43 Cincin ameh mato dalimo
Tagah dek duo satuangan
Hati lah lamo dek binaso
Tagah dek pandai mailangan
√ √ √ √ √ √
44 Cincin akiak bamato akiak
Tagilang-gilang di ateh atok
Kasiah lah lamo dek bacaliak
Sayang pabilo ka dikakok
√ √ √ √ √ √
45 Sabuah banamo ganto sori
Patuik ditanggai di kalingkiang
Hilang kamano ka dicari
Lautan sajo bakuliliang
√ √ √ √
46 Sisampiang ragi sapik udang
Banang saratuih tigo puluah
Jualan toko Bukittinggi
Awak bansaik duya takambang
Hari patang duduak mangaluah
Galak nan kayo mamandangi
√ √ √ √ √
47 Marokok sabatang sadam
Minyak di dalam buli-buli
Si sikok semba baa balam
Balam jinak di kami lai
√ √ √ √ √ √ √ √
48 Kalam banamo kalam binau
Kalam tasisik ateh kasau
Angku manauah balam mau
Taniaik di hati nak mancakau
√ √ √ √ √ √ √
49 Jambu mawar di pakan akaik
Pucuak malepai gaduang Cino
Kini di duya bisuak akiraik
Manga dikicuah dagang hino
√ √ √ √ √ √
50 Induak janjang kanso batuang
Dituang Puti Reno Ali
Lapehlah buruang nak nyo tabang
Untuang babaliak ka nagari
√ √ √ √ √ √
51 Kok pauah alun karampai
Karambia mudo to kini
Itu kini dek jauah alun ka sampai
Hampia tibo itu kini tibo
√ √ √ √ √
105
52 Hari nan sadang tangah hari
Sadang buntak bayang-bayang
Batang tubuah dapek diganti
Parangai indak kunjuang hilang
√ √ √ √ √
53 Jelo-bajelo tali pukek
Kaja-bakaja apuang-apuangan
Caliak sakileh pandang lakek
Kasiah bakumpa dalam jantuang
√ √ √ √ √ √ √
54 Tibo lah bujang di galanggang
Duduak bajuntai di kurisi
Ambo manampak bungo kambang
Takana juo sampai kini
√ √ √ √ √ √ √
55 Usak pandan sabab dek api
Api nan indak tapadaman
Kinco-bakinco jo daun ginggiang
Daun kaladi tampak mudo
Usak badan sabab dek hati
Hati nan indak tatahanan
Mato jo a lah ka di dindiang
Awak salabuah satapian pulang pai
mandi tampak juo
√ √ √ √ √ √ √
56 Tanam lah tabu tigo barih
Di kida jalan rang ka balai
Ambo manampak rendo gadih
Taniaik di hati nak mamakai
√ √ √ √ √ √ √ √
57 Hari patang matohari pantai
Kok dusun jauah ka dijalang
Kok lapeh kumbang nan bagantai
Kalayua bungo nan jolong kambang
√ √ √ √ √ √
58 Kundua nan indak takunduan Daun
lantimun nampak mudo
Tidua nan indak tatiduan
Dalam kalumun nampak juo
√ √ √ √ √ √ √
59 Manyasa pandan babungo
Dek alang indak salayangan
Dek balam indak talayok an
Dek jauah rantau di Palembang
Di baliak rantau Indopuro
Manyasa badan basuo
Siang nan indak tasanangan
Malam indak talalok an
Hati pacah pikiran bimbang
Niaik baraso sampai juo
√ √ √ √ √ √ √ √
60 Dijaloan lah jalo nan ketek
Dijaloan ka tapi rimbo
Dikatoan kato nan ketek
√ √ √ √
106
Satau ibu dengan bapo
61 Dijaloan jalo nan gadang
Dijaloan ka tapi samak
Dikatoan kato nan gadang
Satau niniak dengan mamak
√ √ √ √ √
62 Muaro pungkuik batang batindiah
Di baliak batang nan tarandam
Singkok lah bungkuih kunyah lah
siriah
Badan den mintak tuan ganggam
√ √ √ √ √ √ √
63 Mamukek urang di tiagan
Rami dek anak simpang tigo
Ambiak kain singkok lah kaban
Tando talatak di dalamnyo
√ √ √ √ √ √ √
64 Hujan paneh batuduang pinggan
Jatuah sabuah masuak kasiak
Cincin ameh parmato intan
Talatak iyo kami ambiak
√ √ √ √ √ √
65 Batang Masang aianyo karuah
Tampaik urang Gudang pai mandi
Iko lah barang ka ganti tubuah
Tando alamaik putiah hati
√ √ √ √ √
66 Kaciak-kaciak jajak koreta
Anak alang patah kakie
Cincin aciak salang sabanta
Kok hilang supiak ka gantie
√ √ √ √ √
67 Anak urang Koto Marapak
Pai ka balai baduo-duo
Cincin kami ko cincin perak
Mintak disorongan ka anak daro
√ √ √ √ √ √ √
68 Sariak indak talang pun inda
Sadang eloknyo ka juaran
Kaciak indak gadang pun indak
Sadangnyo elok batunangan
√ √ √ √ √
69 Si Upiak gadih sari ameh
Anak urang Simpang Tigo
Siriah abih pinang lah kameh
Carano pulangan ka nan punyo
√ √ √ √ √
70 Si Upiak gadih sari ameh
Anak urang Koto Tuo
Siriah abih pinang lah kameh
Cando itu adaik kami di siko
√ √ √ √ √
71 Gadang aia Batang Timah
Hanyuik balendan batang padi
Guluang lah lapiak sapu lah gimah
√ √ √ √ √ √ √
107
Kami alah ka pulang hanyo lai
72 Pilin-bapilin aka cino
Bapilin lalu ka ateh ambun
Jawek pakirim dagang hino
Nasi batungkuih dengan daun
√ √ √ √ √ √
73 Kuawek sangka nan panjang
Panabang sigantiah mudo
Manjawek tangan nan panjang
Mambaleh sakali tido
√ √ √ √ √ √
Keterangan:
Struktur Fisik
1. Diksi
2. Imaji
3. Kata konkret
4. Bahasa figuratif
5. Rima dan ritma
Struktur Batin
1. Tema
2. Perasaan
3. Nada dan suasana
4. Amanat
108
Lampiran 5
Nilai-nilai Pendidikan di dalam Pantun
Tabel 2
Data Nilai-nilai Pendidikan di dalam Pantun Bajawek
No Pantun Nilai-nilai Pendidikan di dalam
Pantun
1 2 3
1 Kambang sabatang bungo pandan
Camiah sulasiah mangguruik i
Kini lah datang sisinyo badan
Camiah lah kami manuruik i
√
2 Indak bana guruik mangguruik i
Bungo pandan ka kambang juo
Indak bana turuik manuruik i
Nan kami ka datang juo
√
3 Alah panek kami dek babansi
Gabauk tasanda di pamatang
Alah panek kami dek mananti
Baa sabab kok talambek datang
√
4 Anak bebek dalam jilatang
Mamuleh pucuak dalu-dalu
Sabab talambek kami datang
Jalan bakelok bakeh lalu
√
5 Cubadak tangahi halaman
Dijuluak jo ampu kaki
Usah lamo tagak di halaman
Iko cibuak basuah lah kaki
√
6 Cubadak tangahi halaman
Dipatiak anak si Fatimah
Sabab kami tagak di halaman
Disangko aciak indak di rumah
√
7 Cubadak tangahi halaman
Diambiak ka junjuang siriah
Jatuah malayang sularonyo
Usah lamo tagak di halaman
Naiak ka rumah makan siriah
Siriah mananti di carano
√
8 Jelo-bajelo jariang lawah
Jelo lalu ka Sitindiah
Usah lamo tagak di bawah
Naiak ka rumah makan siriah
√
109
9 Babuah lantimun dandang
Babuah buliah diputiak i
Batanyo kami sakian janjang
Tanggo buliah dinaiak i
√
10 Babuah lantimun dandang
Babuah buliah diputiak i
Batanyo bana tibo di janjang
Alah buliah bana tanggo dinaiak i
√
11 Galang dititik nak rang Buro
Baukia batampuak manggih
Mulo babilang dari aso
Mangaji iyo dari alih
√
12 Bungo kasumbo di Kumpulan
Buahnyo paliang-paliangan
Siang biaso kaciciran
Lalok biaso kamaliangan
√
13 Paradah batali banang
Bari barambuik banang suto
Dipadah iyolah datang
Dipanggia iyolah tibo
√
14 Gadang aia batang Tingkok
Anyuik kulari duo lapan
Nan aun mintak tuan singkok
Nan lamak mintak tuan makan
√
15 Gadang aia batang Tingkok
Surian di ateh papan
Sicaraik pupua jo bungonyo
Nan aun mintak tuan singkok
Nan lamak mintak tuan makan
Tabuang apo kagunonyo
√
16 Gadang aia batang Tingkok
Anyuik kulari duo lapan
Urang panta manggaleh lado
Nan aun mintak tuan singkok
Nan lamak mintak tuan makan
Urang pangka baa kabanyo
√
17 Badarun batu tarolek
Surian di ateh papan
Dahulu sakalian alek
Kudian kami sapangkalan
√
18 Tarolek batu tarolek
Tarolek ka tangah jalan
Dulu sakalian alek
Kudian kami sapangkalan
√
110
19 Manga surian pulo
Samo ka kabun kito baa
Dek kito jarang ka rimbo
Manga kudian pulo
Samo minum kito baa
Dek kito jarang basuo
√
20 Amuah bana kami ka kabun
Dadok sia lah ka manutuah
Ditutuah anak urang koto tuo
Amuah bana kami samo minun
Mangkuak sia ka mambasuah
Kami ndak ado ba urang sumando
√
21 Sakali amuah jalan ka kabun
Babelok jalan ka Palupuah
Sakali amuah kito minum
Basamo kito mambasuah
√
22 Anak alai tabang ka alai
Inggok di ateh puluik-puluik
Kok iyo taulan cadiak pandai
Apo asa nasi puluik
√
23 Anak alai tabang ka alai
Mamukek urang di Tiagan
Nyo nak hilia ka sinuruik
Kok iyo tuan cadiak pandai
Nasi batanak jo santan
Itu asa nasi puluik
√
24 Bagalah barantang perak
Limau manih di pandakian
Jelo urek selo-baselo
Kalah indak manang pun indak
Sadang manih kito antian
Dima alek awak ulang pulo
√
25 Si Upiak gadih Sicikam
Anak urang Padang Palak
Carano kami carano hitam
Antah paguno antah indak
√
26 Si Upiak gadih Sicikam
Anak urang Padang Kubu
Carano nangko iyo hitam
Iko bana dek kami nan katuju
√
27 Bungo cimpago tuan erak
Tumbuah di jiraik tuan haji
Adaik basandi dengan syarak
Syarak bapapa dengan kaji
√ √
111
28 Gambia dadiah ulu silayang
Sapiah sampai ka pucuak e
Batamu kasiah nan jo sayang
Bakuncang alam dimabuak e
√
29 Siriah dibolai kuniang gagang
Dirantiah sado nan mudo
Batamu kasiah dengan sayang
Baputa alam dimabuaknyo
√
30 Timbakau Sirambun Aceh
Diduduih Sirambun Alam
Bukannyo masiak kanai paneh
Masiak barambun tangah malam
√
31 Antah sapek antah mantilo
Gamo-gamo di dalam gantang
Antah dapek antah tido
Pasambahan dek lah lamo indak
baulang
√ √
32 Ditabang talang katurak
Diambiak ka junjuang siriah
Malang indak dapek ditulak
Mujua indak dapek digayiah
√
33 Sigawa guntiangan Aceh
Buatan anak pulau Telok
Tujuan mukasuik indak lapeh
Dima mato amuah lalok
√
34 Kabek pinggang si Rajo Baraik
Lipek patah sambilan
Ditimbang raso mularaik
Tolong lah baa patenggangan
√
35 Anak baju suto majaipun
Unduang-unduang bagerai rabah
Tadorong kasiah bagai racun
Kiramaik duya mangko sudah
√
36 Baju Piaman ragi duo
Tanunan anak Banuhampu
Satahun musim pabilo
Bilo masonyo badan kabatamu
√
37 Diambiak cando minyak manih
Rambuik nan kusuik nak salasai
Hati nan ibo-ibo bangih
Mukasuik hati nan alun sampai
√
38 Minyak tanco buatan Japang
Jualan toko Bukittinggi
Sajak mancaliak bungo kambang
Hati nan indak sanang lai
√
112
39 Kok cabiak bana kain deta
Dililik an juo di kapalo
Kok cadiak bana di nan susah
Sakeh taimpik di nan kayo
√
40 Detanyo saluak nak rang Bugih
Buatan anak Indopuro
Adiak nan layuak kuniang mipih
Buah hati tapian mato
√
41 Diambiak pulo luji tangan
Buatan anak Indopuro
Siang dimabuak angan-angan
Malam mabuak mimpi pulo
√
42 Sabuah banamo ikek apik
Buatan anak pasa gadang
Makin diubek makin sakik
Musim pabilo nan kasanang
√
43 Cincin ameh mato dalimo
Tagah dek duo satuangan
Hati lah lamo dek binaso
Tagah dek pandai mailangan
√
44 Cincin akiak bamato akiak
Tagilang-gilang di ateh atok
Kasiah lah lamo dek bacaliak
Sayang pabilo ka dikakok
√
45 Sabuah banamo ganto sori
Patuik ditanggai di kalingkiang
Hilang kamano ka dicari
Lautan sajo bakuliliang
√
46 Sisampiang ragi sapik udang
Banang saratuih tigo puluah
Jualan toko Bukittinggi
Awak bansaik duya takambang
Hari patang duduak mangaluah
Galak nan kayo mamandangi
√
47 Marokok sabatang sadam
Minyak di dalam buli-buli
Si sikok semba baa balam
Balam jinak di kami lai
√
48 Kalam banamo kalam binau
Kalam tasisik ateh kasau
Angku manauah balam mau
Taniaik di hati nak mancakau
√
49 Jambu mawar di pakan akaik
Pucuak malepai gaduang Cino
Kini di duya bisuak akiraik
Manga dikicuah dagang hino
√
113
50 Induak janjang kanso batuang
Dituang Puti Reno Ali
Lapehlah buruang nak nyo tabang
Untuang babaliak ka nagari
√
51 Kok pauah alun karampai
Karambia mudo to kini
Itu kini dek jauah alun ka sampai
Hampia tibo itu kini tibo
√
52 Hari nan sadang tangah hari
Sadang buntak bayang-bayang
Batang tubuah dapek diganti
Parangai indak kunjuang hilang
√
53 Jelo-bajelo tali pukek
Kaja-bakaja apuang-apuangan
Caliak sakileh pandang lakek
Kasiah bakumpa dalam jantuang
√
54 Tibo lah bujang di galanggang
Duduak bajuntai di kurisi
Ambo manampak bungo kambang
Takana juo sampai kini
√
55 Usak pandan sabab dek api
Api nan indak tapadaman
Kinco-bakinco jo daun ginggiang
Daun kaladi tampak mudo
Usak badan sabab dek hati
Hati nan indak tatahanan
Mato jo a lah ka di dindiang
Awak salabuah satapian pulang pai
mandi tampak juo
√
56 Tanam lah tabu tigo barih
Di kida jalan rang ka balai
Ambo manampak rendo gadih
Taniaik di hati nak mamakai
√
57 Hari patang matohari pantai
Kok dusun jauah ka dijalang
Kok lapeh kumbang nan bagantai
Kalayua bungo nan jolong kambang
√
58 Kundua nan indak takunduan
Daun lantimun nampak mudo
Tidua nan indak tatiduan
Dalam kalumun nampak juo
√
59 Manyasa pandan babungo
Dek alang indak salayangan
Dek balam indak talayok an
Dek jauah rantau di Palembang
Di baliak rantau Indopuro
√
114
Manyasa badan basuo
Siang nan indak tasanangan
Malam indak talalok an
Hati pacah pikiran bimbang
Niaik baraso sampai juo
60 Dijaloan lah jalo nan ketek
Dijaloan ka tapi rimbo
Dikatoan kato nan ketek
Satau ibu dengan bapo
√
61 Dijaloan jalo nan gadang
Dijaloan ka tapi samak
Dikatoan kato nan gadang
Satau niniak dengan mamak
√
62 Muaro pungkuik batang batindiah
Di baliak batang nan tarandam
Singkok lah bungkuih kunyah lah
siriah
Badan den mintak tuan ganggam
√
63 Mamukek urang di tiagan
Rami dek anak simpang tigo
Ambiak kain singkok lah kaban
Tando talatak di dalamnyo
√
64 Hujan paneh batuduang pinggan
Jatuah sabuah masuak kasiak
Cincin ameh parmato intan
Talatak iyo kami ambiak
√
65 Batang Masang aianyo karuah
Tampaik urang Gudang pai mandi
Iko lah barang ka ganti tubuah
Tando alamaik putiah hati
√
66 Kaciak-kaciak jajak koreta
Anak alang patah kakie
Cincin aciak salang sabanta
Kok hilang supiak ka gantie
√ √
67 Anak urang Koto Marapak
Pai ka balai baduo-duo
Cincin kami ko cincin perak
Mintak disorongan ka anak daro
√ √
68 Sariak indak talang pun inda
Sadang eloknyo ka juaran
Kaciak indak gadang pun indak
Sadangnyo elok batunangan
√
69 Si Upiak gadih sari ameh
Anak urang Simpang Tigo
Siriah abih pinang lah kameh
Carano pulangan ka nan punyo
√
115
70 Si Upiak gadih sari ameh
Anak urang Koto Tuo
Siriah abih pinang lah kameh
Cando itu adaik kami di siko
√
71 Gadang aia Batang Timah
Hanyuik balendan batang padi
Guluang lah lapiak sapu lah gimah
Kami alah ka pulang hanyo lai
√
72 Pilin-bapilin aka cino
Bapilin lalu ka ateh ambun
Jawek pakirim dagang hino
Nasi batungkuih dengan daun
√
73 Kuawek sangka nan panjang
Panabang sigantiah mudo
Manjawek tangan nan panjang
Mambaleh sakali tido
√
Keterangan:
1. Nilai-nilai pendidikan agama
2. Nilai-nilai pendidikan moral
3. Nilai-nilai pendidikan adat
116
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah : SMP
Mata Pelajaran : Budaya Alam Minangkabau
Kelas/Semester : IX/2
Standar Kompetensi : 1. Mengenal, memahami, dan menghayati bahasa
dan sastra Minangkabau serta penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari
Kompetensi Dasar : 1.1 Mengenal, memahami, serta mengapresiasikan
pidato adat Minangkabau
Indikator : 1. Siswa dapat menyusun garis besar kerangka
pidato adat Minangkabau
2. Siswa dapat berpidato adat Minangkabau
dengan intonasi yang tepat dan artikulasi
serta volume suara yang jelas.
Alokasi waktu : 2/40 menit
1. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat berpidato dengan intonasi yang tepat dan artikulasi serta volume
suara yang jelas
2. Materi Pembelajaran
Cara berpidato dan implementasinya
3. Metode Pembelajaran
a. Pemodelan
b. Inkuiri
c. Demonstrasi
4. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
a. Kegiatan Awal
1. Siswa mendengarkan pidato
2. Siswa mengamati dan mencermati pidato
b. Kegiatan Inti
1. Siswa berdiskusi untuk menyusun garis besar kerangka pidato dengan
topik
lain
c. Kegiatan Akhir
1. Guru dan siswa merefleksi hasil belajar
Pertemuan Kedua
a. Kegiatan Awal
1. Siswa dan guru bertanya jawab tentang kegiatan pidato
b. Kegiatan Inti
1. Siswa berlatih pidato
2. Siswa melaksanakan berpidato dengan artikulasi dan volume suara yang
jelas
3. Siswa menilai temannya secara bergantian dan memberi komentar
4. Guru menilai siswa yang tampil
c. Kegiatan akhir
1. Guru dan siswa merefleksi hasil belajar
117
5. Sumber Belajar
a. Nara sumber/VCD
b. Teks pidato
c. Buku pelajaran Budaya Alam Minangkabau
6. Penilaian
a. Teknik : Tes unjuk kerja
b. Bentuk instrument : Uji petik kerja produk
c. Soal/instrument :
1. Susunlah garis besar kerangka pidato dengan topik tertentu!
Pedoman penskoran :
Soal Skor
Siswa menuliskan garis besar kerangka pidato dengan topik tertentu 3
Siswa menuliskan garis besar kerangka pidato tanpa topik 2
2. Berpidatolah dengan intonasi yang lepas serta artikulasi dan volume suara
yang jelas!
Pedoman penskoran:
Soal Skor
Siswa berpidato dengan intonasi yang lepas serta artikulasi dan
volume suara yang jelas
3
Siswa berpidato dengan intonasi yang lepas serta artikulasi dan
volume suara yang kurang jelas
2
Siswa berpidato dengan intonasi yang lepas serta artikulasi dan
volume suara yang tidak jelas
2
Perhitungan nilai akhir :
Perolehan nilai
Skor maksimal
N1 + N2
………………… 2
......,...........................
Mengetahui
Kepala SMP
.................................
Guru Bidang Studi
.................................
118
119