PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA...

117
PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER TENTANG HUKUM PRAKTEK JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI (Studi Analisis Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 77/DSN-MUI/V/2010) Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: RYCO PUTRA IRAWAN 107043203700 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2014 M

Transcript of PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA...

Page 1: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER

TENTANG HUKUM PRAKTEK JUAL BELI EMAS

SECARA TIDAK TUNAI

(Studi Analisis Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 77/DSN-MUI/V/2010)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana

Syariah (S.Sy)

Oleh:

RYCO PUTRA IRAWAN

107043203700

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H / 2014 M

Page 2: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

ii

PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER

TENTANG HUKUM PRAKTEK JUAL BELI EMAS

SECARA TIDAK TUNAI

(Studi Analisis Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 77/DSN-MUI/V/2010)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (Ssy)

Oleh:

Ryco Putra Irawan

NIM : 107043203700

Pembimbing

Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA

NIP : 194512301967122001

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013 M

Page 3: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri diajukan untuk memenuhi salah

satu syarat memperoleh gelar sarjana (SI) di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil

jiplak karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 28 Desember 2013

Ryco Putra Irawan

Page 4: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul Pandangan Empat Imam Mazhab dan Ulama

Kontemporer Tentang Hukum Praktek Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai

(Studi Analisis Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 77/DSN-MUI/V/2010). Telah

diujikan dalam siding munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Januari 2014. Skripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum (Perbandingan Hukum).

Jakarta,

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 1955 0505 1982 0310 12

PANITIA UJIAN

Ketua : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag (…....……………)

NIP. 196511191994031004

Sekretaris : Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, MSi (..…..……………)

NIP. 1974121310031211002

Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA (.....….…………..)

NIP. 194512301967122001

Penguji I : Dr. H. A. Mukri Aji, MA (…....……………)

NIP. 195703121985031003

Penguji II : Afwan Faizin, MA (….....……...……)

NIP. 197210262003121001

Page 5: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

v

ABSTRAK

DSN-MUI mengeluarkan fatwa tentang jual beli emas secara tidak tunai ini

untuk menjawab pertanyaan tentang hukum apa yang melekat pada emas saat

bertransaksin jual beli . dalil yang menjadi dasar adalah hadis Nabi Saw. dalam ijma’

para ulama bahwasannya emas adalah termasuk kedalam barang ribawi akan tetapi

fatwa no: 77/DSN-MUI/V/2010 menghukumi mubah jual beli tersebut. Maka secara

otomatis fatwa tersebut bertentangan dengan dengan hadis Nabi Saw dan ijma’ para

ulama mazhab empat yang mengatakan bahwa jual beli emas dengan emas, perak

dengan perak, serta emas dengan perak atau sebaliknya, mensyaratkan, antara lain,

agar pertukaran itu dilakukan secara tunai; dan jika dilakukan secara tidak tunai,

maka ulama sepakat bahwa pertukaran tersebut dinyatakan sebagai transaksi riba;

sehingga emas dan perak dalam pandangan ulama dikenal sebagai amwal ribawiyah

(barang ribawi).

Dari latar belakang di atas, penulis akan menganalisa fatwa DSN-MUI tersebut

dengan dua pokok permasalahan, yaitu apa alasan diperbolehkannya jual beli emas secara

tidak tunai menurut fatwa DSN-MUI Nomor:77/DSNMUI/ V/2010 dan bagaimana

relevansi fatwa tersebut dengan pendapat para ulama mazhab

Untuk menjawab permasalahan di atas penulis menggunakan Jenis penelitian

kepustakaan (library research) yaitu membaca atau meneliti buku-buku yang

menurut uraian berkenaan dengan kepustakaan. Sumber data, baik data primer

maupun data sekunder diperoleh dengan metode dokumentasi. Kemudian data yang

sudah ada dianalisa dengan metode komparatif, metode komparatif ini digunakan

untuk membandingkan fatwa DSN/MUI No.77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual-beli

emas secara tidak tunai dengan pendapat ulama madzhab dan melihat relevansi fatwa

tersebut dengan pendapat ulama madzhab.

Dari hasil penelitian, penulis menemukan bahwa: Pertama, alasan DSN-MUI

melalui fatwa No.77/DSN-MUI/V/2010 membolehkan jual beli emas secara tangguh

DSN-MUI menafsirkan hadis Nabi saw tata cara penjualan / tukar menukarnya adalah

secara kontekstual ini menjadikan hasil dari istinbath mereka dalam jual beli emas

secara tidak tunai dihukumi mubah . Kedua, relevansi fatwa DSN-MUI relevan

dengan ulama mazhab yang membolehkan jual beli emas secara tidak tunai, yaitu

pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dengan ketentuan emas sudah tidak lagi

menjadi alat tukar atau dapat dengan tangguh pada pembayaran jasa pembuatannya .

Page 6: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

vi

بسم اهلل الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji serta rasa syukur yang tak terhingga penulis

panjatkan kehadirat Allah swt yang senantiasa memberikan limpahan rahmat dan

kasih saying-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktunya.

Shalawat teriring salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad

SAW yang telah menebarkan cahaya Islam keseluruh penjuru dunia sehingga penulis

dapat menikmati indahnya hidup dalam naungan cahaya Islam.

Skripsi ini sebagai bentuk nyata dari perjuangan penulis selama menuntut

ilmu di bangku kuliah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Berbagai hambatan dan kesulitan selama proses penulisan skripsi ini dapat penulis

lalui. Semua ini karena doa dan dukungan orang-orang yang ada di sekitar penulis.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih kepada para

pihak yang telah mendukung penulis dalam penulisan skripsi ini, diantaranya adalah :

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiqi, M.Ag dan Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi,

S.Ag, M.Si. Selaku Ketua Prodi dan Sekretaris Prodi program studi Perbandingan

Mazhab dan Hukum yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis selama

menempuh pendidikan S1 di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan arahan dan meluangkan waktu dengan penuh keiklasan dan

sabar, serta bimbingan kepada penulis.

4. Bapak/Ibu dosen pengajar Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberi ilmu,

pengalaman dan nasehat kepada penulis. Semoga ilmu yang penulis dapatkan dari

Page 7: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

vii

Bapak/Ibu dapat bermanfaat dunia dan akhirat serta menjadi amal kebaikan bagi

Bapak/Ibu dosen.

5. Pimpinan dan segenap staff Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

6. Ayahanda dan Ibunda tercinta serta adik-adik dan saudara-saudaraku tersayang

yang tak pernah kenal lelah untuk terus berkorban bagi penulis.

7. Untuk Nesia Suci Aristawati yang selalu sabar menemani penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini, dan kepada teman-temanku, Andri Agus Salim,

Arwani, Rizki DP, M. Hanafi “terima kasih atas masukannya kepada penulis”.

8. Terima kasih kepada Guru-Guruku yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang

insya Allah yang tidak mengurangi rasa ta’zim dan hormat penulis.

9. Teman- teman seperjuangan PMH 2007. Selama 4 tahun kenal dan kuliah

bersama kalian merupakan hal terindah dalam hidup penulis.

Semoga semua pengorbanan dan kebaikan yang diberikan mendapatkan

nilai kebaikan di sisi Allah SWT dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Jakarta, 23 Januari 2014 M

21 Robiul Awal 1435 H

Penulis

Page 8: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………........................i

PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………….....................ii

LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………......................iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN……………………………………………...…iv

ABSTRAK …………………………………………………………………………...v

KATA PENGANTAR ……………………………………………….......................vi

DAFTAR ISI …………………………………………………………....................viii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………1

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………….1

B. Pembatasan Masalah ……………………………………………..5

C. Perumusan Masalah ………………………………………………5

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………...6

E. Metode Penelitian ………………………………………………...7

F. Review Studi Terdahulu ………………………………………….9

G. Sistematika Penulisan ………………………………………..….10

BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM………………………….12

A. Pengertian Jual Beli …………..…………………………………12

B. Sumber Hukum ………………………………………………….14

C. Rukun dan Syarat Jual Beli ……………....……………………..19

D. Macam-macam Jual Beli ………………………………………..26

Page 9: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

ix

E. Jual Beli Yang Dilarang dalam Islam …….……………………..32

BAB III BIOGRAFI ULAMA EMPAT MAZHAB DAN ULAMA

KONTEMPORER………………………………………………....38

A. Riwayat Hidup Ulama Empat Imam Mazhab ….……………...38

1. Imam Abu Hanifah ………………………………………...38

2. Imam Malik ………………………………………………..42

3. Imam Syafi’I ……………………………………………….47

4. Imam Hanbali ………………………………………………52

B. Ulama Kontemporer…………………………………………….56

1. DSN-MUI ………………………………………………….56

2. Yusuf Al-Qardawi …………………………………………59

3. Wahbah al-Zuhaily...………………………………………..65

4. Syaikh Ali Jumu’ah………………………………………....70

BAB IV JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI MENURUT IMAM

MAZHAB EMPAT DAN ULAMA KONTEMPORER…………74

A. Hukum Praktek Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai Menurut Para

Imam Mazhab Empat dan Ulama Kontemporer…………………74

B. Analisis Pandangan Ulama Empat Imam Mazhab Tentang Hukum

Praktek Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai……………………..84

C. Analisis Terhadap Relevansi Fatwa DSN-MUI Nomor: 77 / DSN-

MUI/ V/ 2010, Yusuf al-Qardhawi, Ibnu Qayyim, dan Ibnuu

Taimiyyah………………………………………………………..93

Page 10: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

x

BAB V PENUTUP…………………………………………………………100

A. Kesimpulan …………………………………………………….100

B. Saran-saran ………………………………………………….…102

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………103

LAMPIRAN……………………………………………………………………….107

Page 11: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Umat Islam dalam mensosialisasikan ajaran agama Islam dengan

menggunakan berbagai macam cara, agar agama Islam dan ajarannya tetap

tegak di dunia sampai akhir zaman. Kewajiban menegakkan dan melestarikan

ajaran agama Islam tersebut, tentunya menyangkut segala aspek kehidupan

manusia secara luas, baik merupakan amal duniawi maupun pencarian bekal

untuk kehidupan akhirat yang dijalankan oleh seluruh lapisan masyarakat

sampai kapanpun.

Hukum Islam mengatur peri kehidupan manusia secara menyeluruh,

mencakup segala aspeknya. Hubungan manusia dengan Allah di atur dalam

bidang ibadah sedangkan hubungan manusia dengan manusia di atur dalam

bidang muamalat1 dalam arti luas, baik dalam jual-beli, pewarisan, perjanjian-

perjanjian, hukum ketatanegaraan, hubungan antar negara, kepidanaan,

peradilan dan lain sebagainya. Keseluruhan dari aturan-aturan ini telah

tertuang dalam hukum muammalat, karena sebagaimana diketahui bahwa

sekecil apapun amal perbuatan manusia di dunia pasti akan dimintai

pertanggung jawaban kelak di kehidupan setelah mati.

1 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muammalat (Hukum Perdata Islam) (Yogyakarta:

UII Press, 2000), h. 11

Page 12: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

2

Hubungan antara sesame manusia berkaitan dengan harta ini

dibicarakan dan diatur dalam kitab-kitab fiqh karena kecendrungan manusia

kepada harta itu begitu besar dan sering menimbulkan persengketaan

sesamanya, kalau tidak diatur, dapat menimbulkan ketidak stabilan dalam

pergaulan hidup antara sesame manusia. Disamping itu penggunaan harta

dapat bernilai ibadah bila digunakan sesuai dengan kehendak Allah yang

berkaitan dengan harta itu.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial, yaitu

makhluk yang memiliki kodrat hidup bermasyarakat maka sudah semestinya

jika mereka akan saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya dalam

bentuk hubungan guna mencukupi segala kebutuhannya.2

Sejarah dunia telah membuktikan, bahwa manusia tidak akan pernah

bisa lepas dari pergaulan yang mengatur hubungan antara sesamanya di dalam

segala keperluannya3 karena sejak dilahirkan sampai meninggal dunia

manusia selalu mengadakan hubungan dengan manusia lain. Hubungan itu

timbul berkenaan dengan pemenuhan kebuttuhan jasmani dan rohaninya.

Untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani manusia selalu mewujudkan

dalam suatu kegiatan yang lazim disebut sebagai “tingkah laku”. Tingkah laku

yang kelihatan sehari-hari terjadi sebagai hasil proses dari adanya minat yang

2 H. Faturahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, bag. I, cet I, (Jakarta: Balai Pustaka,

1997) hlm. 40 3 Abdullah Siddiq al-Haji, Inti Dasar Hukum Dagam Islam, Cet I, (Jakarta: Balai Pustaka,

1993) hlm. 55

Page 13: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

3

diniatkan dalam suatu gerak untuk pemenuhan kebutuhan saat tertentu. Di

dalam kegiatan itulah pada umumnya manusia melakukan kontak dengan

manusia lainnya.

Islam tidak membatasi kehendak seseorang dalam mencari

memperoleh harta selama yang demikian tetap dilakukan dalam prinsip umum

yang berlaku yaitu halal dan baik.

Dalam jual beli, Islam juga telah menentukan aturan-aturan sehingga

timbullah suatu perbuatan hukum yang mempunyai konsekuensi terhadap

peralihan hak atas suatu benda (barang) dari pihak penjual kepada pihak

pembeli baik itu secara langsung maupun secara tidak (tanpa perantara). Maka

dalam jual beli tidak lepas dari rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Oleh karena

itu, dalam praktek jual beli harus dikerjakan berdasarkan ketentuan-ketentuan

yang sudah digariskan oleh Islam.

Sehubungan dengan hal itu, Islam sangat menekankan agar dalam

bertransaksi harus didasari i’tikad yang baik, karena hal ini memberikan

pedoman kepada umatnya untuk selalu berupaya semaksimal mungkin dalam

usahanya, sehingga di antara kedua pihak tidak ada yang merasa dirugikan.

Manusia sebagai makhluk individual yang memiliki berbagai keperluan

hidup, manusia telah disediakan Allah swt berbagai benda yang dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang

beragam tersebut tidak mungkin hanya akan diproduksi sendiri oleh individu

yang bersangkutan, dengan kata lain ia harus bekerja sama dengan orang lain.

Page 14: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

4

Syari’at juga mengatur larangan memperoleh harta dengan jalan batil

seperti perjudian, riba, penipuan dalam jual beli, dan mengharamkan riba.

Oleh karena itu, bunga transaksi tersebut bukanlah cara yang dibenarkan

untuk memperoleh dan mengembangkan harta. Batasan antara perkara yang

halal dan haram sangatlah jelas. Hal ini telah dinyatakan dalam firman Allah

swt dalam surat al-Baqarah ayat 275 :

Artimya: Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah

menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Dari ayat tersebut, Allah melarang mencampurkan yang hak dengan

yang batil dalam semua perkara, terdapat batas yang jelas terhadap keduanya.

Sesungguhnya segala yang halal dan yang haram telah dijelaskan-Nya, serta

sesuatu yang ada di antara keduanya (syubhat) yang mana kebanyakan

manusia tidak mengetahuinya. Prinsip pokok dalam Islam adalah

mengerjakan kedua hal yang ada (didunia dan diakhirat), kecuali segala seuatu

yang telah diharamkan dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi. Larangan tersebut

sangatlah terbatas jumlahnya, baik berupa barang maupun perbuatan.

Dalam praktek jual beli di masyarakat, kadangkala tidak

mengindahkan hal-hal yang sekiranya dapat merugikan satu sama lain.

Kerugian tersebut ada kalanya berkaitan dengan obyek ataupun terhadap

harga. Kerugian ini disebabkan karena ketidaktahuan ataupun kesamaran dari

Page 15: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

5

jual beli tersebut. Paktek jual beli emas yang terjadi pada masa sekarang, yaitu

jual beli yang mengandung unsur ketidaktahuan atau kesamaran terhadap

obyek yang telah diperjualbelikan, baik penjual maupun pembeli tidak dapat

memastikan wujud dari obyek yang diperjualbelikan berdasarkan tujuan akad,

yakni jual beli emas dengan sistem “investasi”. Kegiatan jual beli tersebut

sudah terbiasa dilakukan dan sudah menjadi adat atau kebiasaan oleh

masyarakat, sehingga hal tersebut suatu hal yang wajar dan dapat diterima

secara umum. Untuk itu penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang

“Pandangan Empat Imam Mazhab Dan Ulama Kontemporer Tentang

Hukum Praktek Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka perlu

adanya pembatasan yang menjadi fokus dalam pembahasan skripsi ini. Untuk

mengefektifkan dan memudahkan pengelolahan data, maka penulis

membatasi permasalahan dalam penulisan skripsi ini pada seputar

pembahasan tentang pandangan ulama empat imam mazhab dan ulama

kontemporer tentang hukum praktek jual beli emas secara tidak tunai.

2. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pandangan Empat Imam mazhab tentang hukum praktek jual

beli emas secara tidak tunai?

Page 16: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

6

b. Bagaimana relevansi fatwa DSN-MUI nomor: 77/DSN-MUI/V/2010 dan

pandangan Ulama kontemporer tentang hukum praktek jual beli emas secara

tidak tunai dengan pendapat para ulama empat mazhab?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana pandangan para empat Imam mazhab

tentang hukum praktek jual beli emas secara tidak tunai

b. Untuk mengetahui bagaimana relevansi fatwa DSN-MUI nomor:

77/DSN-MUI/V/2010 dan pandangan Ulama kontemporer tentang

hukum praktek jual beli emas secara tidak tunai dengan pendapat para

ulama empat mazhab

2. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi masyarakat

dalam hukum praktek jual beli emas secara tidak tunai, dilihat dari

segi manfaat dan mudharat dalam jual beli tersebut.

b. Dapat mendorong masyarakat untuk bermuamalat sesuai dengan

syariat Islam.

c. Dapat menjadi bahan pertimbangan dan acuan dalam melaksanakan

penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan sumber daya alam yang

dimonopoli oleh seorang, atau pihak tertentu.

Page 17: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

7

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research)

yaitu membaca atau meneliti buku-buku yang menurut uraian berkenaan

dengan kepustakaan.4 Penelitian deskripsi dari obyek-obyek yang diamati

yaitu jenis penelitian studi yang relevan dengan pokok-pokok

permasalahan dan diupayakan jalan penyelesaiannya

2. Sumber Data

Sumber-sumber penelitian ini dapat dibedakan kepada dua jenis

sumber data: data primer dan data sekunder.

a. Sumber Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah buku-buku fikih para

imam empat mazhab, fatwa DSN/MUI No.77/DSN-MUI/V/2010

tentang Kebolehan Jual-Beli Emas Secara Tidak Tunai, dan buku-

buku karya ulama kontemporer.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder merupakan jenis data yang dapat dijadikan sebagai

pendukung data pokok atau merupakan sumber data yang mendukung

dan melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada pada data

primer.5Dalam penelitian ini, sumber data sekundernya berupa buku-

4Kartini Kartono, MetodologiSosial, Bandung : MandarMaju, 1991, hlm 32

5Saifudin Anwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: PustakaPelajar, 1998, hlm.91

Page 18: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

8

buku, dokumen-dokumen, karya-karya, atau tulisan-tulisan yang

berhubungan atau relevan dengan kajian ini.

3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dokumen dan

literatur yang berupa buku-buku, tulisan dan fatwa DSN-MUI tentang jual

beli emas.Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode dokumentasi, yaitu menelaah dokumen-dokumen yang

tertulis, baik data primer maupun sekunder. Kemudian hasil telaahan itu

dicatat dalam komputer sebagai alat bantu pengumpulan data.6

4. Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah melakukan

analisis data. Dalam hal ini, penulis menggunakan metode Komparatif.

Metode komparatif ini digunakan untuk membandingkan fatwa DSN-MUI

dan ulama kontemporer tentang kebolehan jual-beli emas secara tidak

tunai dengan pendapat ulama empat madzhab.

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku

Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas

Syariah dan Hukum 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan

Hukum.

6 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 1993, hal. 131

Page 19: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

9

E. Review Terdahulu

1. Siti Mubarokah (2103109) yang berjudul “Analisis Fatwa Dewan Syariah

Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual

Beli Mata Uang (al-Sharf)”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa jual beli

mata uang harus dilakukan secara tunai dan nilainya harus sama. Artinya

masing-masing pihak harus menerima atau menyerahkan mata uang pada saat

yang bersamaan. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai

tukar pada saat transaksi dan secara tunai. Transaksi ini akan berubah menjadi

haram apabila transaksi pembelian dan penjualan valuta asing yang nilainya

ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan

datang, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan dan

penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga waktu penyerahan

tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati. Fatwa relevan dengan

pendapat ulama mazhab, transaksi jual beli mata uang disyari’atkan nilainya

sama dan transaksi dilakukan secara tunai sesuai dengan akad yang dilakukan.

2. Mudrikah (2102185) yang berjudul “Persepsi Ulama Karanggede Tentang

Praktek Penukaran Emas Di Toko Emas Pasar Karanggede Kecamatan

Karanggede Kabupaten Boyolali”. Membahas tentang Pertukaran (al-sharf)

antara emas dengan emas hukumnya tidak boleh, kecuali memenuhi syarat-

syarat dalam pertukaran barang sejenis yaitu: sepadan (sama timbangannya,

dan takarannya, dan sama nilainya), spontan (seketika itu juga), saling bisa

diserahkan terimakan. Adapun praktek penukaran emas tersebut dilakukan

Page 20: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

10

oleh pedagang emas dengan pembeli. Faktor yang menjadi motivasi

masyarakat untuk melakukan praktek penukaran emas dengan emas tersebut

karena: Masyarakat merasa bosan dengan modelnya Masyarakat ingin

menukarkan emas yang lebih besar ukuran gramnya (timbangannya) ,

Biasanya oleh masyarakat, emas dijadikan barang simpanan (untuk di

tabung). Pendapat sebagian ulama di Kecamatan Karanggede Kabupaten

Boyolali, bahwa praktek penukaran emas dengan emas tidak sah. Namun

praktek penukaran emas tersebut sudah menjadi adat atau kebiasaan dari

masyarakat sejak dulu, sehingga sulit untuk dihilangkan. Praktek penukaran

emas dengan emas di Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali tidak

sesuai dengan hukum Islam, karena syarat-syarat yang ada dalam penukaran

barang sejenis banyak yang belum dipenuhi oleh kedua belah pihak.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, penulis merasa perlu

menetapkan suatu kerangka dasar penulisan. Secara garis besar dapat

memberikan gambaran sebagai berikut:

Bab Pertama, penulis memaparkan tentang pendahuluan yang

berisikan latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu,

sistematika penulisan skripsi.

Page 21: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

11

Bab kedua, membahas tentang pengertian jual beli dalam Islam

meliputi pengertian jual beli, sumber hukum jual beli, rukun dan syarat jual

beli, macam-macam jual beli, dan jual beli yang dilarang dalam Islam

Bab ketiga, membahas tentang profil ulama empat imam mazhab dan

ulama kontemporer serta istinbat hukum masing-masing

Bab keempat, menjelaskan analisis penelitian tentang hukum praktek

jual beli emas secara tidak tunai menurut para imam mazhab empat dan ulama

kontemporer, analisis pandangan ulama empat imam mazhab tentang hukum

praktek jual beli emas secara tidak tunai, dan analisis terhadap relevansi fatwa

DSN-MUI Nomor: 77/ DSN-MUI/V/ 2010, Yusuf al-Qardhawy, Ibnu Qayyim

dan Ibnu Timiyah dengan pendapat para ulama mazhab.

Bab kelima, mengemukakan kesimpulan yang diperoleh pada bab-bab

sebelumnya disertai dengan pemberian saran-saran yang konstruktif

sehubungan dengan masalah yang ditemui sebagai bahan pertimbangan bagi

perusahaan penulis laiannya untuk perbaikan lebih lanjut.

Page 22: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

12

BAB II

JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Jual Beli

Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-bai‟, al-tijarah, al-

mubadalah (menukar/mengganti sesuatu dengan sesuatu).1 Menurut etimologi

adalah:

مقب بهت انشئ ببنشئ

Artinya:“Tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lainnya”2

Sebagaimana Allah swt berfirman dalam Q.S. Fathir (35) ayat 29

/(۳:۹۲ۺ)فاطر

Artinya:“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (al-

Qur‟an) dan melaksanakan shalat dan menginfakkan sebagai rezeki

yang kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam dan terang-

terangan. Mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan

rugi”.

Menurut kitab fikih Mazhab Syafi’i, yang dimaksud dengan jual beli adalah

menukarkan barang dengan barang atau barang dengan uang, dengan jalan

melepaskan hak milik dari seseorang terhadap orang lainnya atas dasar kerelaan

kedua belah pihak.3

1 Imam Ahmad bin Husain, Fathu al-Qorib al-Mujib, (Surabaya: al-Hidayah), hal. 30

2 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2002), hal. 67

3 Ibnu Mas’ud dan Zaenal Abidin, Fiqih Mazhab Syafi‟I, (Bandung : Pustaka Setia, 2001),

hal. 22

Page 23: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

13

Menurut mazhab Hanafiah, jual beli adalah pertukaran harta (maal) dengan

harta dengan menggunakan cara tertentu. Pertukaran harta dengan harta di sini,

diartikan harta yang memiliki manfaat serta terdapat kecendrungan manusia untuk

menggunakannya, cara tertentu dimaksud adalah sighat atau ungkapan ijab dan

qabul.

Menurut Imam Nawawi dalam kitab majmu’, jual beli adalah pertukaran

harta dengan harta dengan maksud untuk memiliki.Sedangkan menurut Ibnu

Qudamah menyatakan jual beli adalah pertukaran harta dengan harta dengan

maksud untuk memiliki dan dimiliki.4

Jual beli menurut burgerlijk wetboek (BW) adalah suatu perjanjian

bertimbal balik dalam mana pihak-pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk

menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli)

berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan

dari perolehan hak milik tersebut.5

Dari beberapa definisi di atas dapat di pahami bahwa inti jual beli ialah

suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara

sukarela antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak

lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan syara‟

dan disepakati. Sesuai dengan ketetapan hukum syara‟ maksudnya ialah

memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lain yang ada

4 Dimyauddin Djuwaini,Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), hal. 69

5 Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1989), hal. 1

Page 24: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

14

kaitannya dengan jual beli sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak

terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara‟.6

B. Sumber Hukum Jual Beli

Tidak sedikit kaum muslim yang lalai mempelajari hukum jual beli, bahkan

melupakannya, sehingga tidak memperdulikan apakah yang dilakukan dalam jual

beli itu haram atau tidak. Keadaan seperti itu merupakan kesalahan besar yang

harus dicegah, agar semua kalangan yang bergerak pada bidang perdagangan

mampu membedakan mana yang dibolehkan dan mana yang tidak.

Bagi mereka yang terjun dalam dunia usaha, khususnya perdagangan atau

transaksi jual beli, berkewajiban mengetahui hal-hal apa saja yang dapat

mengakibatkan jual beli tersebut sah atau tidak. Ini bertujuan supaya usaha

dilakukan sah secara hukum terhindar dari hal-hal yang tidak dibenarkan.

Jual beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas yaitu:

1. Al-Qur’an diantaranya:

a. Surah al-Baqarah (2) ayat 275

) )/۹:۹۷۳البقرة)

Artinya :“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan

6 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, , (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2002), hal. 69

Page 25: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

15

lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian

itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),

Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah

telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-

orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,

lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa

yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan

urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali

(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni

neraka; mereka kekal di dalamnya.

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba.7 Ayat di atas juga dipahami untuk melakukan jual

beli dengan mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dalam

Islam dan tidak melakukan apa yang dilarang dalam Islam.

b. Surah al-Baqarah (2) ayat 188

)/۹:۸۱۱البقرة)

Artinya :“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian

yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan

(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,

supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta

benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal

kamu mengetahui.

c. Surah an-Nisa’(4) ayat 29

/(۴:۹۲)النساء

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan

harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan

7Dimyauddin Djuwaini,Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), hal. 71

Page 26: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

16

perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara

kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya

Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Berdasarkan surat al-Baqarah ayat 188 dan an-Nisa ayat 29 bahwa

keharusan mengindahkan peraturan-peraturan yang ditetapkan dan tidak

melakukan apa yang diistilahkan oleh ayat di atas dengan batil, yakni

pelanggaran terhadap ketentuan agama atau persyaratan yang disepakati.

Penggunaan kata makan dalam kedua ayat diatas untuk melarang

memperoleh harta secara batil dikarenakan kebutuhan pokok manusia

adalah makan.Kalau makan yang merupakan kebutuhan pokok itu terlarang

memperolehnya dengan batil, maka tentu lebih terlarang lagi bila perolehan

dengan batil menyangkut kebutuhan sekunder maupun tersier.

Selanjutnya dalam surat an-Nisa’ ayat 29 menekankan juga keharusan

adanya keelaan kedua belah pihak, atau yang diistilahkan ( عه تراض(

Walaupun kerelaan adalah sesuatu tersembunyi dilubuk hati, tetapi.مىكم

indikator dan tanda-tandanya dapat terlihat. Ijab dan qabul atau apa saja

yang dikenal adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-bentuk

yang digunakan hukum untuk menunjukkan kerelaan.8

2. As-Sunah

سئم ا انكسب اطب ؟ قبل : انعه رفبعت به رافع رض اهلل عى, ان انىب صهي اهلل عه وسهم

عمم انرجم بدي, و كم بع مبرور. )رواي انبزار وصحح انحبكم(9

8 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hal. 413

9 Al Hafiz Ibn Hajar Asqalani, Bulughul Maram min Adillatul Ahkam, (Surabaya : Hidayat,

tt), hal. 165

Page 27: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

17

“Rifa‟ah bin Rafi‟ mengatakan bahwasannya Nabi saw. Ketika ditanya

usaha apa yang terbaik. Jawab Nabi saw: Pekerjaan seseorang dengan

tangannya sendiri dan tiap jual beli yang halal. (H.R. Al-Bazzar dan

disyahkan oleh Al-Hakim)

Berdasarkan hadis di atas, Nabi saw telah menghalalkan pekerjaan

seseorang dengan tangannya sendiri. Maksud dari pekerjaan dengan

tangannya sendiri disini adalah sendiri untuk melakukan perniagaan atau

jual beli. Jadi jual beli merupakan pekerjaan yang disukai dan dianjurkan

oleh Nabi saw.

3. Ijma’

Jumhur ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan

alasan manusia tidak mampu mencukupi kebutuhan dirinya tanpa bantuan

orang lain yang dibutuhkannya itu harus diganti dengan barang lainnya

yang sesuai.10

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap orang

harus mengetahui apa saja yang dapat mengakibatkan suatu perdagangan

atau jual beli itu sah secara hukum. Seperti yang telah dijelaskan di atas

bahwa Allah swt mengharamkan adanya riba dan usaha yang paling baik

adalah usaha yang dihasilkan dari tangannya sendiri, tentunya dari hasil

usaha yang halal pula.

Dari beberapa ayat-ayat Al-Qur’an, sabda Rasul dan ijma’ di atas,

dapat diambil kesimpulan bahwa hukum jual beli itu mubah (boleh).Akan

tetapi hukum jual beli bisa berubah dalam situasi tertentu.

10

Nasroen Haroen, Fiqih Mu'amalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2000), hal. 114

Page 28: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

18

Menurut Imam Al-Syathibi (ahli fikih Mazhab Maliki) dalam buku

Nasroen Haroen, hukum jual beli bisa menjadi wajib ketika situasi tertentu,

beliau mencontohkan dengan situasi ketika terjadi praktek penimbunan

barang sehingga stok hilang dari pasar dan harga melonjak naik, ketika hal

ini terjadi maka pemerintah boleh memaksa para pedagang untuk menjual

barang-barang dengan harga pasar sebelum terjadi kenaikan harga, dan

pedagang wajib menjual barangnya sesuai dengan ketentuan pemerintah.11

Dari uraian yang telah diungkapkan di atas, penulis dapat mengambil

kesimpulan bahwa hukum jual beli dibentuk guna untuk mengetahui hal-

hal apa saja yang dapat mengakibatkan jual beli tersebut menjadi sah atau

tidak. Adapun yang disyariatkan untuk hukum jual beli berdasarkan Al-

Qur’an, Al-Sunnah, ijma’ dan qiyas. Jika berdasarkan Al-Qur’an

disebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 275 yang menjelaskan bahwa

Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, surah al-Baqarah

ayat, 188 dan surah an-Nisa’ ayat 29. Jika menurut Al-Sunnah, Nabi saw

menghalalkan perdagangan atau jual beli sebagai pekerjaan sendiri, dimana

seseorang bekerja dengan usahanya sendiri yaitu perniagaan dan jual beli.

Ijma di dapat dari jumhur ulama yang menyatakan jual beli diperbolehkan

dengan alasan manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri

tanpa bantuan orang lain, namun tidak boleh lepas dari yang disyaratkan

11

Nasroen Haroen, Fiqih Mu'amalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2000), hal. 114

Page 29: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

19

Al-Qur’an dan hadis sehingga jual beli atau perniagaan tersebut dapat

berjalan sesuai dengan syriat Islam.

C. Rukun dan Syarat Jual Beli

1. Rukun-rukun jual beli

Dalam pelaksanaan jual beli ada lima rukun yang harus dipenuhi

seperti dibawah ini:

a. Penjual: ia harus memiliki barang yang dijualnya atau mendapatkan

izin untuk menjualnya, dan sehat akalnya.

b. Pembeli: ia disyratkan diperbolehkan dalam arti ia bukan yang kurang

waras, atau bukan anak kecil yang tidak mempunyai izin untuk

membeli.

c. Barang yang dijual: barang yang dijual merupakan barang yang

diperbolehkan dijual, bersih, bisa diserahkan kepada pembeli, dan

barangnya jelas atau bisa diketahui pembeli meskipun hanya dengan

ciri-cirinya.

d. Ikrar atau akad (ijab qabul) ijab adalah perkataan penjual, sedangkan

qabul adalah ucapan si pembeli. Penyerahan (ijab) dan penerimaan

(qabul) dilakukan dengan perkataan atau ijab qabul dengan

perbuatan.12

12

Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: PT. Rineka

Cipta,2003), hal. 135

Page 30: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

20

e. Kerelaan kedua belah pihak, penjual dan pembeli. Jadi, jual beli tidak

sah dengan ketidakrelaan salah satu dari dua pihak.13

Adanya kerelaan

tidak dilihat sebab kerelaan berhubungan dengan hati, kerelaan dapat

diketahui melalui tanda-tanda lahirnya, tanda yang jelas menunjukkan

kerelaan adalah ijab dan qabul.14

2. Syarat-syarat jual beli

Syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan

jumhur ulama’ adalah sebagai berikut:

a. Penjual dan pembeli, syaratnya yaitu:

1) Berakal, agar tidak terkecoh. Orang gila atau bodoh tidak sah jual

belinya.

2) Dengan kehendak sendiri (bukan paksaan).

3) Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang yang mubazir itu

ditangan walinya.

4) Baligh (berumur 15 tahun keatas atau dewasa). Anak kecil tidak

sah jual belinya. Adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi

belum sampai umurnya, menurut pendapat sebagian ulama’

mereka diperbolehkan berjual beli barang yang kecil-kecil, karena

kalau tidak diperbolehkan sudah tentu menjadi kesulitan dan

kesukaran, sedangkan agama Islam sekali-kali tidak akan

13

Ismail Nawawi,Fiqih Muamalah, (Surabaya: Vira Jaya Multi Press, 2009), hal. 46 14

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2002), hal. 70

Page 31: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

21

menetapkan peraturan yang mendatangkan kesulitan kepada

pemeluknya.15

b. Uang dan benda yang dibeli, syaratnya yaitu:

1) Suci barangnya

Suci barangnya adalah barang yang diperjualbelikan bukanlah

barang yang dikategorikan barang najis atau barang yang

diharamkan oleh syara’

2) Dapat dimanfaatkan

Barang yang dapat dimanfaatkan adalah setiap benda yang akan

diperjualbelikan sifatnya dibutuhkan untuk kehidupan manusia

pada umumnya. Bagi benda yang tidak mempunyai kegunaan

dilarang untuk diperjualbelikan atau ditukarkan dengan benda yang

lain, karena termasuk dalam arti perbuatan yang dilarang yaitu

menyia-nyiakan harta. Akan tetapi, pengertian barang yang dapat

dimanfaatkan ini sangat relatif.Sebab, pada hakekatnya seluruh

barang yang dijadikan objek jual beli adalah barang yang dapat

dimanfaatkan, baik untuk dikonsumsi secara langsung ataupun

tidak.Sejalan dengan perkembangan zaman yang makin canggih,

banyak orang yang semula dikatakan tiodak bermanfaat kemudian

di nilai bermanfaat.

3) Milik orang yang melakukan akad

15

Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, (tt: Sinar Baru al-Gensindo, 1986). 279

Page 32: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

22

Barang harus milik orang yang melakukan akad ialah orang yang

melakukan transaksi jual beli atas suatu barang adalah pemilik sah

dari barang tersebut atau orang yang telah mendapat izin dari

pemilik sah barang.Dengan demikian, jual beli barang oleh

seseorang yang bukan pemilik sah atau tidak berhak berdasarkan

kuasa si pemilik sah, dipandang sebagai jual beli yang batal.

4) Barang dapat diserahkan

Barang dapat diserahkan adalah barang yang ditransaksikan dapat

diserahkan pada waktu akad terjadi, tetapi hal ini tidak berarti

harus diserahkan seketika.Maksudnya adalah pada saat yang telah

ditentukan objek akad dapat diserahkan karena memang benar-

benar ada dibawah kekuasaan pihak yang bersangkutan.

5) Dapat diketahui barangnya (barang jelas)

Barang dapat diketahui maksudnya ialah keberadaan barang

diketahui oleh penjual dan pembeli, yaitu mengenai bentuk,

takaran, sifat dan kualitas barang.Apabila dalam suatu transaksi

keadaan barang dan jumlah harganya tidak di ketahui, maka

perjanjian jual beli tersebut mengandung unsure penipuan

(gharar). Hal ini sangat perlu untuk menghindari timbulnya

peristiwa hukum lain setelah terjadi perikatan. Misalnya dari akad

yang terjadi kemungkinan timbul kerugian dipihak pembeli atau

adanya cacat yang tersembunyi dari barang yang dibelinya.

Page 33: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

23

6) Barang yang ditransaksikan ada ditangan

Barang yang ditransaksikan ada ditangan maksudnya ialah objek

akad harus telah wujud pada waktu akad diadakan penjualan atas

barang yang tidak berada dalam penguasaan penjual adalah

dilarang, karena ada kemungkinan kualitas barang sudah rusak atau

tidak dapat diserahkan sebagaimana perjanjian.16

c. Lafaz ijab dan qabul

Ulama fikih sepakat menyatakan, bahwa urusan utama dalam

jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak.Kerelaan ini dapat

terlihat pada saat akad berlangsung.Apabila ijab dan qabul telah

diucapkan dalam akad jual beli, maka pemilikan barang dan uang

telah berpindah tangan.17

Adapun macam-macam akad dalam ijab qabul, diantaranya

adalah:

1) Akad dengan tulisan

Sebagaimana dijelaskan pada pembahasan sebelumnya,

akad jual beli dinyatakan sah apabila disertai dengan ijab dan

qabul secara lisan, namun sah pula hukumnya apabila

dilakukan dengan tulisan, dengan syarat kedua belah pihak

(pelaku akad) tempatnya berjauhan tempat atau pelaku akad

16

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal.

37-40 17

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada,2003), hal. 406

Page 34: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

24

bisu. Jika pelaku akad dalam suatu tempat dan tidak ada

halangan untuk mengucapkan ijab qabul, maka akad jual beli

tidak dapat dilakukan dengan tulisan, karena tidak ada sebab

atau alasan penghalang untuk tidak berbicara.18

2) Akad dengan perantara utusan

Selain dapat menggunakan lisan dan tulisan, akad juga

dapat dilakukan dengan perantara utusan kedua belah pihak

yang berakad, dengan syarat utusan dari salah satu pihak

menghadap ke pihak lainnya.Jika tercapai kesepakatan antara

kedua belah pihak, maka akad sudah menjadi sah.19

3) Akad orang bisu

Sebuah akad juga sah apabila dilakukan dengan bahasa

isyarat yang dipahami oleh orang bisu. Isyarat bagi orang

merupakan ungkapan dari apa yang ada didalam jiwanya tak

ubahnya ucapan bagi orang yang dapat berbicara. Bagi orang

bisu boleh berakad dengan tulisan, sebagai ganti dari bahasa

isyarat, ini jika si bisu memahami baca tulis.

Disamping syarat-syarat yang berkaitan dengan rukun

jual beli di atas, para ulama’ fikih mengemukakan beberapa

syarat lain yaitu:

18

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 4, hal. 122 19

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 4, hal 50-51

Page 35: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

25

(1) Syarat sah jual beli

Para ulama’ fikih menyatakan bahwa suatu jual beli baru

dianggap sah apabila tersebut terhindar dari cacat dan apabila

barang yang dijualbelikan itu benda bergerak, maka barang itu

boleh langsung dikuasai pembeli dan harga barang dikuasai

penjual. Sedangkan barang tidak bergerak, boleh dikuasai

pembeli setelah surat menyuratnya diselesaikan.

(2) Syarat yang terkait dengan pelaksanaan jual beli

Jual beli baru boleh dilaksanakan apabila yang berakad

mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli. Misalnya,

barang itu milik sendiri (barang yang dijual itu bukan milik

orang lain atau hak orang lain terkait dengan barang itu). Akad

jual beli tidak boleh dilaksanakan apabila orang yang

melakukan akad tidak memiliki kekuasaan untuk melaksanakan

akad.

(3) Syarat yang terkait dengan kekuatan hukum akad jual beli

Para ulama’ fikih sepakat menyatakan akad jual beli baru

bersifat mengikat apabila jual beli itu terbebas dari segala

macam khiyar. Apabila jual beli itu masih punya hak khiyar,

maka jual beli itu belum mengikat dan masih boleh

dibatalkan.20

20

Nasrun Haroen,Fiqih Muamalah , hal. 115-120

Page 36: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

26

Dari uraian yang telah diungkapkan di atas, seperti yang sudah

kita ketahui untuk melakukan jual beli tentunya harus adanya

pedagang dan pembeli. Oleh karena itu, agar suatu perniagaan berjalan

sesuai syariat Islam maka haruslah ada hukum dan syaratnya, adapun

yang menjadi rukun jual beli meliputi penjual, pembeli, barang yang

dijual, ikrar atau akad (ijab qabul), kerelaan kedua belah pihak. Untuk

syaratnya meliputi 3 hal dari segi penjual dan pembeli, uang dan yang

dibeli, dan lafaz ijab dan qabul, selain yang diwajibkan tersebut para

ulama fikih mengemukakan beberapa pendapat mengenai syarat yang

berkaitan dengan rukun jual beli, yaitu syarat sah jual beli, syarat yang

terkait dengan pelaksanaan jual beli, dan syarat yang terkait dengan

kekuatan hukum akad jual beli tersebut.

D. Macam-Macam Jual Beli

Adapun macam-macam jual beli yang perlu kita ketahui, antara lain yaitu:

1. Jual beli yang sah

Suatu jual beli dikatakan sebagai jual beli yang sahih apabila jual

beli tersebut disyari’atkan memenuhi rukun dan syarat yang

ditentukan, bukan milik orang lain, tidak bergantung pula pada hak

khiyar lagi, jual beli seperti ini dikatakan sebagai jual beli yang

sahih.Misalnya, seseorang membeli sebuah kendaraan roda empat.

Seluruh rukun dan syarat jual beli telah terpenuhi, kendaraan roda

empat itu telah diperiksa oleh pembeli dan tidak ada cacat, tidak ada

Page 37: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

27

yang rusak, tidak ada manipulasi harga dan harga buku (kwitansi)

itupun telah diserahkan, serta tidak ada lagi hak khiyar dalam jual beli

itu. Jual beli yang demikian ini hukumnya sahih dan telah mengikat

kedua belah pihak.21

Ulama’ sepakat bahwa jual beli dikategorikan sahih apabila

dilakukan oleh orang yang balig, berakal, dapat memilih, dan mampu

ber-tasarruf secara bebas dan baik. Mereka yang dipandang tidak sah

jual belinya adalah berikut ini:

a. Jual beli orang gila

Ulama’ fikih sepakat jual beli orang gila tidak sah.Begitu pula

sejenisnya, seperti orang mabuk dan lain-lain.22

b. Jual beli anak kecil

Ulama fikih sepakat bahwa jual beli anak kecil (belum

mumayiz) dipandang tidak sah, kecuali dalam perkara-perkara yang

ringan atau kecil.Menurut ulama’ Syafi’iyah, jual beli anak

mumayiz yang belum balig tidak sah. Adapun menurut ulama’

Malikiyah, Hanafiyah, dan Hanabilah, jual beli anak kecil

dipandang sah jika ada izin walinya. Mereka antara lain beralasan,

salah satu cara untuk melatih kedewasaan adalah dengan memberi

keleluasaan untuk jual beli dan juga pengamalan, sesuai atas

firman Allah swt dalam Al-Qur’an surah an-Nisa’ (4) ayat 6:

21

Nasrun Haroen,Fiqih Muamalah, hal. 121 22

Rachmat Syafe'i, Fiqih Mua'malah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), hal.93

Page 38: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

28

Artinya:“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk

kawin.kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas

(pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka

harta-hartanya.

c. Jual beli orang buta

Jual beli orang buta di kategorikan sah menurut jumhur ulama

jika barang yang dibelinya diberi sifat (diterangkan sifat-sifatnya).

Adapun menurut ulama Syafi’iyah, jual beli orang buta itu tidak

sah sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan yang

baik.23

d. Jual beli terpaksa

Menurut ulama’ Hanafiyah, hukum jual beli orang terpaksa

seperti jual beli fudul (jual beli tanpa seizin pemiliknya), yakni

ditangguhkan (mauqữf). Oleh karena itu, keabsahannya

ditangguhkan sampai rela (hilangnya rasa terpaksa).Menurut ulama

Malikiyah tidak lazim baginya ada khiyar.Adapun menurut ulama

Syafi’iyah dan Hanabilah jual beli tersebut tidak sah, karena tidak

ada kerida’an ketika akad.24

e. Jual beli fusul

Jual beli fusul adalah jual beli milik orang tanpa seizin

pemiliknya.Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah jual beli ini

23

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada,2003), h. 136 24

Al-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, jilid 12 ,( Bandung: al- Ma’arif, 1996), h. 71

Page 39: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

29

ditangguhkan sampai ada izin pemilik.Adapun menurut ulama

Hanabilah dan Syafi’iyah jual beli fusul tidak sah.

f. Jual beli orang yang terhutang

Jual beli orang yang terhutang merupakan jual beli yang

terhalang.Maksud terhalang disini adalah terhalang karena

kebodohan, bangkrut, atau sakit.Jual beli orang bodoh yang suka

mengharamkan hartanya, menurut pendapat ulama Malikiyah,

Hanafiyah, dan pendapat paling sahih dikalangan Hanabilah, harus

ditangguhkan.Adapun menurut ulama Syafi’iyah, jual beli tersebut

tidak sah karena tidak ahli dan ucapannya tidak dapat

dipegang.25

Begitu pula di tangguhkan jual beli orang yang sedang

bangkrut berdasarkan ketetapan hukum, menurut ulama Malikiyah,

dan Hanafiyah, sedangkan menurut ulama Syafi’iyah dan

Hanabilah, jual beli tersebut tidak sah.

Menurut jumhur selain Malikiyah, jual beli orang sakit parah

yang sudah mendekati mati hanya dibolehkan sepertiga dari

hartanya (tirkah), dan bila ingin lebih dari sepertiga, jual beli

tersebut ditangguhkan kepada izin ahli warisnya.Menurut ulama

Malikiyah, sepertiga dari hartanya hanya dibolehkan pada harta

yang tidak bergerak, seperti rumah, tanah, dan lain-lain.

25

Rachmat Syafe'i, Fiqih Muamalah, hal.94

Page 40: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

30

g. Jual beli malja‟

Jual beli malja’ adalah jual beli orang yang sedang dalam

bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan zalim.Jual beli

tersebut fasid, menurut ulama hanafiyah dan batal menurut ulama

Hanabilah.

2. Jual beli yang batil

Jual beli yang batil yaitu jual beli yang apabila salah satu atau

seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli tersebut pada dasar dan

sifatnya tidak disyari’atkan, seperti jual beli yang dilakukan anak-

anak, orang gila, atau barang yang dijual itu barang-barang yang

diharamkan syara’, seperti bangkai, darah, babi, dan khamar.

3. Jual beli yang fasid

Ulama Hanafiyah yang membedakan jual beli yang fasid dengan

jual beli yang batil.Apabila kerusakan dalam jual beli itu terkait

dengan barang yang dijualbelikan, maka hukumnya batal, seperti

memperjualbelikan barang-barang haram (khamar, babi,

darah).Apabila kerusakan pada jual beli itu menyangkut harga barang

dan boleh diperbaiki, maka jual beli tersebut dinamakan fasid.

Akan tetapi jumhur ulama tidak membedakan jual beli yang fasid

dengan jual beli yang batil.Menurut mereka jual beli itu terbagi

menjadi dua, yaitu jual beli yang sahih dan jual beli yang batil.Apabila

syarat dan rukun jual beli terpenuhi, maka jual beli itu sah.Sebaliknya,

Page 41: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

31

apabila salah satu rukun atau syarat jual beli itu tidak terpenuhi, maka

jual beli itu batal.26

4. Transaksi jual beli yang barangnya tidak ada di tempat akad

Transaksi jual beli yang barangnya tidak ada di tempat akad,

hukumnya boleh dengan syarat barang tersebut diketahui dengan jelas

klasifikasinya. Namun apabila barang tersebut tidak sesuai dengan apa

yang diinformasikan, akad jual beli akan menjadi tidak sah, maka

pihak yang melakukan akad dibolehkan untuk memilih menerima atau

menolak, sesuai dengan kesepakatan antara pihak pembeli dan penjual.

5. Transaksi atas barang yang sulit dan berbahaya untuk melihatnya

Diperbolehkan juga melakukan akad transaksi atas barang yang

tidak ada di tempat akad, bila kriteria barang tersebut diketahui

menurut kebiasaan, misalnya makanan kaleng, obat-obatan dalam

tablet, tabung-tabung oksigen, bensin dan minyak tanah melalui kran

pompa dan lainnya yang tidak dibenarkan untuk dibuka kecuali pada

saat penggunaannya, sebab sulit melihat barang tersebut dan

membahayakan.27

Dari uraian yang telah diungkapkan di atas, penulis dapat

mengambil kesimpulan bahwa macam-macam jual beli dibagi dalam

lima kategori yang pertama yaitu jual beli yang sah, untuk jual beli

yang sah dikategorikan menjadi beberapa pilahan diantaranya yaitu,

26

Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, hal. 125-126 27

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 4, (Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2006). hal. 131-132

Page 42: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

32

jual beli orang gila, jual beli anak kecil, jual beli orang buta, jual beli

terpaksa, jual beli fusul, jual beli orang yang terhutang, dan jual beli

malja’. Yang kedua, yaitu jual beli yang bathil, ketiga jual beli yang

fasid, keempat jual beli yang barangnya tidak ada ditempat akad, dan

yang terakhir jual beli yang barangnya sulit dan bernahaya untuk

melihatnya.

E. Jual Beli yang Dilarang dalam Islam

1. Bai‟ al-gharar

Secara bahasa gharar bermakna ketidakpastian, ketidakpastian

bagi dua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli.Secara istilah

gharar berarti suatu transaksi yang akibat atau risikonya terlipat bagi dua

pihak yang bertransaksi.28

Bai‟ Al-Gharar adalah jual beli yang mengandung unsur risiko dan

akan menjadi beban bagi salah satu pihak dan mendatangkan kerugian

financial. Gharar bermakna suatu yang wujudnya belum bisa dipastikan,

diantara ada dan tiada, tidak diketahui kualitas dan kuantitas atau sesuatu

yang tidak bisa diserahterimakan.29

Menurut Imam Nawawi, gharar merupakan unsur akad yang

dilarang dalam syariat Islam. Menurut Imam al-Qarafi mengemukakan

gharar adalah suatu akad yang tidak diketahui dengan tegas, apakah efek

28

Al-Mu‟jam Al-Wasith, hal. 648 29

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah,

Page 43: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

33

akad terlaksana atau tidak seperti melakukan jual beli ikan yang masih

dalam air (tambak).

سمك عه ابه مسعود رض اهلل عى قبل : قبل رسو ل اهلل صهي اهلل عه و سهم : ال تشتروا ان

(دف انمبء فإو غرر )رواي أحم30

Artinya:“Jangan membeli ikan yang masih dalam air, maka sesungguhnya

itu tipuan.”(H.R Ahmad dari Ibnu Mas’ud).

Pendapat Imam al-Qarafi diatas sejalan dengan pendapat Imam as-

Sarakhsi dan Ibnu Taimiyah yang memanfang gharar dari ketidakpastian

akibat yang timbul dari suatu akad.Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan,

bahwa gharar adalah suatu obyek akad yang tidak mampu diserahkan,

baik obyek itu ada maupun tidak, seperti penjual sapi yang sedang lepas.31

Sedangkan menurut Ibn Jazi Al-Maliki, gharar yang dilarang ada

10 (sepuluh) macam:

a. Tidak dapat diserahkan, seperti menjual anak hewan yang masih dalam

kandungan induknya.

b. Tidak diketahui harga dan barangnya.

c. Tidak diketahu sifat barang atau harga.

d. Tidak diketahui ukuran barang dan harga.

e. Tidak diketahui masa yang akan dating, seperti: “saya jual kepadamu,

jika Jaed datang”.

30

Al Hafidh Ibn Hajar Asqolani, Buluqhul Maram min Adillatul ahkam, hal. 174 31

M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, hal.148

Page 44: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

34

f. Menghargakan dua kali pada satu barang, seperti: kujual buku ini

seharga Rp. 10.000 dengan tunai atau seharga Rp. 15.000 dengan cara

utang.

g. Menjual barang yang diharapkan selamat.

h. Jual beli husda‟, misalnya pembeli memegang tongkat jatuh wajib

membeli.

i. Jual beli munabadzah, yaitu jual beli dengan cara lempar-melempar,

seperti seorang melempar bajunya kemudian yang lainpun melempar

bajunya, maka jadilah jual beli.

j. Jual beli mulasamah apabila mengusap baju atau kain, maka wajib

membelinya.32

2. Jual Beli Barang yang tidak ada penjualnya (bai‟ al-ma‟dlum)

Bentuk jual beli atas objek transaksi yang tidak ada ketika kontrak jual

beli dilakukan. Ulama mazhab sepakat atas ketidaksahan akad ini.Seperti

menjual mutiara yang masih ada didasar lautan, wol yang masih

dipunggung domba, menjual buku yang belum dicetak dan lainnya.

Mayoritas ulama sepakat tidak diperbolehkan akad ini, karena objek

tidak bisa ditentukan secara sempurna.Kadar dan sifatnya tidak bisa

teridentifikasi secara jelas serta objek tersebut tidak bisa diserahterimakan.

32

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, h. 98

Page 45: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

35

Ibnu Qayyim dan Ibnu Taimyah memperbolehkan bai‟ al-ma‟dum

dengan catatan objek transaksi dapat dipastikan adanya diwaktu

mendatang karena adanya unsur kebiasaan.33

3. Jual beli suatu barang yang belum diterima.

Dilarang menjual belikan barang yang baru dibeli sebelum diterimakan

kepada pembelinya, kecuali jika barang itu diamanatkan oleh si pembeli

kepada penjualnya, maka menjualnya itu sah, karena telah dimiliki dengan

penuh. Sabda Rasul saw:

اشترى طعبمب فال عه اب ررة رض اهلل عى : ان رسول اهلل صهي اهلل عه و سهم قبل : مه

بع حتي كتبن )رواي مسهم(34

Artinya:“Abu Hurairah r.a mengatakan, sesungguhnya telah bersabda

Rasulullah SAW: barang siapa yang membeli makanan

janganlah ia menjualnya sehingga ia menerima takaran

itu “. (HR. Muslim).

4. Jual beli barang najis

Menurut Hanafiyah, jual beli minuman keras, babi, bangkai dan darah

tidak sah, karena hal ini tidak bisa dikategorikan harta secara asal. Tapi

perniagaan atas anjing, macan, srigala, kucing diperbolehkan.Karena

secara hakiki terdapat manfaat, seperti untuk keamanan dan berburu

sehingga digolongkan sebagai harta.

Menjual barang najis dan manfaatnya diperbolehkan, asalkan tidak

untuk dikonsumsi. Seperti kulit hewan, minyak dan lainnya.Intinya, setiap

33

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),

hal. 83 34

Al Hafidh Ibn Hajar Asqolani, Buluqhul Maram min Adillatul ahkam, 169

Page 46: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

36

barang yang memiliki nilai manfaat yang dibenarkan syara’, maka boleh

ditransaksikan.35

5. Bai‟ al-„inah

Bai‟ al-„inah adalah pinjaman ribawi yang direkayasa dengan praktik

jual beli. Misalnya, Salwa menjual mobilnya seharga Rp.125.000.000

kepada Najwa secara tempo dengan jangka waktu pembayaran 3 bulan

mendatang. Sebelum waktu pembayaran tiba, Salwa membelinya dari

Najwa dengan harga Rp.100.000.000 secara kontan.

Najwa menerima uang cash tersebut, tapi ia tetap harus membayar

Rp.125.000.000 kepada Salwa untuk jangka waktu 3 bulan mendatang.

Selisih Rp.25.000.000 dengan adanya perbedaan waktu merupakan

tambahan ribawi yang diharamkan.

6. Bai‟atan fi bai‟ah

Imam Syafi’i menjelaskan 2 penafsiran, yaitu:

a. Seorang penjual berkata, saya menjual barang ini Rp.2.000.000 secara

tempo dan Rp.1.000.000 secara kontan, terserah mau pilih yang mana

dan kontrak jual beli berlangsung tanpa adanya satu pilihan pasti dan

jual beli mengikat salah satu pihak.

b. Saya akan menjual rumahku, tapi kamu juga harus menjual mobil

kamu kepadaku.

35

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah,h.83-84

Page 47: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

37

Alasan dilarangnya bentuk transaksi pertama adalah adanya unsur

gharar karena ketidak jelasan harga, pembeli tidak tahu secara pasti harga

dalam akad yang disepakati penjual. Bentuk transaksi kedua dilarang

karena mengandung unsur eksploitasi kepada orang lain. Penjual

memanfaatkan kebutuhan pembeli dan mendapatkan sesuatu yang

diinginkan dan kemungkinan akan mengurangi kerida’an pembeli.

7. Barang yang tidak bisa diserah terimakan.

Mayoritas ulama Hanafiyah melarang jual beli ini walaupun objek

tersebut merupakan milik penjual.Seperti menjual burung merpati yang

keluar dari sangkarnya, mobil yang dibawa pencuri dan lainnya.Ulama

empat mazhab sepakat atas batalnya kontrak jual beli ini, karena objek

transaksi tidak bisa di serahterimakan dan mengandung unsur gharar.36

Dari uraian yang telah diungkapkan di atas, penulis dapat mengambil

kesimpulan bahwasanya dalam Islam adapula jual beli yang dilarang,

untuk jual beli yang termasuk didalamnya yaitu Ba’i al-Gharar dimana

jual beli tersebut mengandung unsur risiko dan akan menjadi beban bagi

salah satu pihak dan mendatangkan kerugian finansial, kemudian jual beli

yang tidak ada penjualnya (ba‟i al-ma‟dlum) jual beli suatu barang yang

belum diterima, jual beli barang najis, ba‟i al-inah yaitu pinjaman atau

jual beli yang direkayasa, bai‟atan fi bai‟ah dan yang terakhir barang yang

tidak bisa diserah terimakan.

36

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, h. 93

Page 48: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

38

BAB III

BIOGRAFI EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER

A. Riwayat Hidup Empat Imam Mazhab

1. Riwayat Hidup Imam Abu Hanifah

Pendiri mazhab ini adalah Abu Hanifah (80-150 H) dikenal sebagai

ulama Ahl al-Ra‟yi.1Sehingga dapat diketahui bahwa dalam menetapkan

hukum Islam, baik yang diistinbathkan dari al-Qura‟an ataupun Hadis, beliau

banyak menggunakan nalar. Beliau lebih menggunakan ra‟yi dari khabar ahad.

Apabila terdapat hadis yang bertentangan, beliau menetapkan hukum dengan

jalan qiyas dan istihsan. Jika dipandang bahwa menggunakan qiyas kurang

tepat, dipergunakan istihsan. Jika tidak dapat dipergunakan istihsan, diambillah

„urf. Hal ini menjadikan Imam Hanafi banyak sekali mengemukakan masalah-

masalah baru, bahkan beliau banyak menetapakan hukum-hukum yang belum

terjadi.

Adapun metode istidlal Imam Abu Hanifah dapat dipahami dari ucapan

beliau sendiri yakni:

ت ثسة زسل اهلل صه اهلل ػهي سهى االثبز في أخردنى أج إذا جدج فإثكحبة اهلل تي أخرإ

نى أجد في كحبة اهلل السة زسل اهلل صه اهلل ػهي فشث في أيد انثقبت. فإػ انحي انصحبح

ا ذفإت ثقل أصحبث ي شئث أدع قل ي شئث ثى ال أخسج ي قنى إن قل غيسى. رسهى أخ

1 Huzaemah Tahido Yanggo, pengantar Perbandingan Mazhab (Ciputat: Logos Wacana Ilmu,

2003), h.98

Page 49: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

39

سؼيد ث انسيت ػد زجبال قد اجحدا فهي اح االيس إن إثسيى انشؼجي انحس اث سيسي

كب اجحدا. أ أجحد2

Artinya:”Sesunggguhnya saya berpegang kepada Kitab Allah (al-Qura‟an)

apabila menemukannyya. Jika saya tidak menemukannya, saya

berpegang kepada Sunnah Rasulullah saw dan atsar-atsar yang

memiliki tingkat keshahihan yang tersebar luas dikalangan perawi

terpercaya. Jika tidak saya temukan dalam kitab dan sunnah, saya

berpegang kepada pendapat para sahabat dan mengambil mana yang

saya sukai dan meninggalkan yang lainnya, saya tidak keluar (pindah)

dari pendapat mereka yang lainnya. Maka jika persoalan sampai

kepada Ibrahim, al-Sya‟bi, al-Hasan, Ibn Sirrin, Said ibn al-Musayyab

dan Abu Hanifah menyebut beberapa orang lagi, maka mereka itu

orang-orang yang telah berijtihad, karena itu saya pun berijtihad

sebagaimana mereka telah berijtihad.

ساز ي انقجح انظس في يؼبيالت انبس يباسحقبيا ػهي صه ػهي كالو أثي حيفة أخر ثبنثقة ف

أيزى يض األيس ػه انقيبس فإذا قجح انقيبس يضيب ػه اسححسب يب داو يض ن. فإذا نى

يض ن زجغ إن يب يحؼبيم انسه ث. كب يصم انحديث انؼسف ثى يقيس ػهي يبداو

كب أفق زجغ إني. إن اإلسححسب أيب انقيبس سبئغب ثى يسجغ3

Artinya: “pendirian Abu Hanifah ialah mengambil hal yang diyakini dan

dipercayai dan lari dari keburukan serta memperhatikan muamalah-

muamalah manusia dan apa yang mendatangkan maslahat bagi

manusia, ia menjalankan urusan atas qiyas. Apabila qiyas tidak baik

dilakukan, ia melakukannya atas istihsan selama dapat dilakukannya.

Apabila tidak dapat dilakukan, ia kembali kepada „urf manusia. Dan

ia mengamalkan hadis yang sudah terkenal dan kemudian ia

mengqiyaskan sesuatu kepada hadis itu selama qiyas dapat dilakukan.

Kemudian ia kembali kepada istihsan. Di antara keduanya yang mana

lebih tepat, kembalilah ia kepadanya”.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Imam Abu Hanifah dalam

melakukan istinbath hukum berpegang kepada sumber dalil yang sistematika

2 Muhammad Ali al-Sayis, Tarikh al-Fiqh al-Islami (Kairo: Maktabah wa Matba‟ah Ali Sabih

wa auladuh, t.th),h.91-92 3 Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah (al-Qahirah: Daar al-Fikr al-Arabiy, 1987), Juz

II, h. 161

Page 50: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

40

atau tertib aturannya seperti apa yang ia ucapkan tersebut. Dari sistematika

atau tertib urutan sumber dalil di atas nampak bahwa Imam Abu Hanifah

menempatkan Al-Qura‟an pada urutan pertama, kemudian al-Sunnah pada

urutan kedua dan seterusnya secara berurutan pendapat sahabat, qiyas, istihsan,

dan terakhir „urf. Tidak disebutkannya ijma‟ dalam rumusan ini bukan berarti

Imam Abu Hanifah menolak ijma‟ tetapi menggunakan ijma‟ sahabat yang

tergambar dalam ucapannya di atas.4 Jika terjadi pertentangan qiyas dengan

istihsan, sementara qiyas tidak dapat dilakukan, maka Imam Abu Hanifah

meninggalkan qiyas dan berpegang kepada istihsan karena ada pertimbangan

maslahat. Dengan kata lain pengguna qiyas dapat digunakan sepanjang ia dapat

memenuhi persyaratan. Jika qiyas tidak mungkin dilakukan terhadap kasus-

kasus yang dihadapi, maka pilihan alternatifnya adalah menggunakan istihsan

dengan alasan maslahat.5

Secara terperinci dasar Imam Abu Hanifah dalam menetapkan suatu

dasar hukum adalah:

a. Al-Qur‟an sebagai sumber dari segala sumber hukum

b. Al-Sunnah

Al-Sunnah berfungsi sebagai penjelasan al-Qur‟an, merinci yang

masih bersifat umum (global). Jika dalam al-Qur‟an tidak dijumpai nash

mengenai suatu hukum, maka harus kembali ke al-Sunnah. Apabila

4 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h.106

5 Romli SA, Muqaranah Mazahib fil Ushul, (Jakarta: Gaya Media Pratam, 1999), h. 48

Page 51: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

41

didalam al-Sunnah didapati hukum yang pasti, maka al-Sunnah tersebut

harus diikuti.

Abu Hanifah mensyaratkan bahwa hadis yang diriwayatkan harus

masyhur di kalangan perawi hadis terpercaya.6 Perawi hadis harus beramal

berdasarkan hadis yang diriwayatkan dan tidak boleh menyimpang dari

periwayatnya. Perawi hadis tidak boleh merupakan seseorang yang aibnya

tersebar dikalangan umum.7

c. Aqwalu al-Shahabah (pendapat sahabat)

Fatwa sahabat (Aqwalu al--Shahabah) karena mereka semua

menyaksikan turunnya ayat dan mengetahui asbabun nuzul-nya

serta asbabul wurud hadis dan para perawinya. Sedangkan fatwa para

tabiin tidak memiliki kedudukan sebagaimana fatwa sahabat. Perkataan

sahabat memperoleh posisi yang kuat dalam pandangan Abu Hanifah.8

d. Al-Qiyas (Analogi) yang digunakan apabila tidak ada nash yang sharih

dalam Al Quran, Hadis maupun Aqwal Asshabah

e. Al-Istihsan

Abu Hanifah banyak menetapkan hukum dengan istihsan. Tetapi ia

tidak pernah menjelaskan pengertian dan rumusan dari istihsan yang

dilakukannya itu. Istihsan menurut bahasa, sebagaimana telah dijelaskan,

6 Muhammad Ali al-Sayis, Tarikh al-Fiqh al-Islami,

h. 94

7 Muhammad Ali al-Sayis, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqh: Hasil Refleksi

Ijtihad. Penerjemah M. Ali Hasan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 100 8

Muhammad Ali Hasan, Perbandingan Mazhab (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h.

189.

Page 52: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

42

berarti menganggap atau memandang baik terhadap sesuatu.9 Karena Abu

Hanifah tidak menjelaskan pengertian dan rumusan dari istihsan itu, maka

orang mengatakan bahwa Abu Hanifah dalam menetapkan hukum

menurut keinginannya saja tanpa menggunakan metode.

f. „Urf

Abu Hanifah berpegang kepada‟urf dalam menetapkan hukum.10

Pendirian Abu Hanifah ialah mengambil hal yang sudah diyakini dan

dipercayai dan lari dari keburukan serta memperhatikan mauamalah-

muamalah manusia dan apa yang mendatangkan maslahat bagi manusia.

2. Riwayat Hidup Imam Malik

Pendiri mazhab ini adalah Imam Malik (93-179 H). Imam Malik adalah

seorang tokoh yang dikenal para ulama sebagai alim besar dalam ilmu hadis.11

Al-Muwaththa‟ adalah kitab hadis yang merupakan karya Imam Malik. Kitab

ini banyak mengandung hadis-hadis yang berasal dari Rasulullah saw atau

dari sahabat dan tabi‟in. Oleh karena itu, Imam Malik juga lebih dikenal

termasuk beraliran al-Hadis.

Adapun metode yang digunakan dalam menetapkan hukum

(istinbath) adalah :

9

Iskandar Usman, Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam (jakarta: Raja Grafindo Persada,

1994), h. 43 10

Muhammad Hasbi ash shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab, h. 177 11

Huzaemah Tahido Yanggo, pengantar Perbandingan Mazhab (Ciputat: Logos Wacana

Ilmu, 2003), h. 105

Page 53: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

43

a. Al-Qur‟an

Imam Malik bersandarkan nash Al-Qur‟an sebagai pegangan pokok

dalam pengambilan hukum Islam. Pengambilan hukum itu berdasarkan

zahir nash Al-Qur‟an atau keumumannya.12

b. Al-Sunnah

Imam Malik tidak mensyaratkan kepopuleran hadis seperti yang

disyaratkan Imam Hanafi dalam penerimaan hadis. Imam Malik tidak

menolak khobar wahid hanya karena bertentangan dengan qiyas atau

karena perawinya bertindak tidak sesuai dengan hadis periwayatannya.

Imam malik tidak mendahulukan qiyas dari khabar wahid. Selain itu,

Imam Malik juga menggunakan hadis mursal dalam mengistinbathkan

hukum. Beliau mensyaratkan dalam penerimaan khabar ahad yakni khabar

ahad tersebut tidak bertentangan dengan amal ahl Madinah dan tolak ukur

dalam hadis adalah hadis yang diriwayatkan oleh ulama Hijaz.13

c. Amal Ahl al-Madinah

Amal Ahl al-Madinah ada dua macam yakni Amal Ahl al-Madinah yang

asalnya dari al-Naql, hasil dari mencontoh Rasulullah saw, bukan dari

hasil ijtihad Ahl al-Madinah seperti tentang penentuan suatu tempat,

seperti tempat mimbar Nabi saw atau tempat dilakukannya amalan-amalan

rutin seperti azan ditempat yang tinggi dan lain-lain. Ijma‟ semacam ini

12

Muhammad Ali al-Sayis, Tarikh al-Fiqh al-Islami, h. 99

13 Muhammad Ali al-Sayis, Tarikh al-Fiqh al-Islami, h. 101

Page 54: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

44

dijadikan hujjah oleh Imam Malik.14

Akan tetapi terkadang beliau menolak

hadis apabila ternyata berlawanan atau tidak diamalkan oleh para ulama

madinah.

d. Khabar Ahad dan al-Qiyas

Dalam penggunaan khabar ahad, Imam Malik tidak selalu konsisten.

Kadang-kadang ia mendahulukan qiyas daripada khabar ahad. Kadang-

kadang ia mendahulukan khabar ahad daripada qiyas.15

Jika khabar ahad

tidak dikenal dikalangan masyarakat Madinah, maka khabar ahad itu tidak

dianggap sebagai petunjuk dan tidak dianggap benar sebagai sesuatu yang

berasal dari Rasulullah saw. Dengan demikian, khabar ahad tidak

digunakan sebagai dasar hukum, akan tetapi ia menggunakan qiyaas dan

maslahah. Hal ini menunjukkan bahwa Imam Malik tidak mengakui

khabar ahad sebagai sesuatu yang dating dari Rasulullah jika khabar ahad

itu bertentangan dengan sesuatu yang sudah dikenal oleh masyarakat

Madinah. Kecuali khabar ahad itu dilakukan dengan dalil-dalil qat‟i.

e. Al-Maslahah al-Mursalah

Al-maslahah al-mursalah adalah maslahah yang tidak ada

ketentuannya secara tersurat atau sama sekali tidak disinggung dalam nash

dengan tujuan untuk memelihara tujuan-tujuan syara‟ dengan jalan

menolak segala sesuatu yang merusak makhluk. Jadi, maslahah mursalah

14

Huzaemah Tahido Yanggo, pengantar Perbandingan Mazhab (Ciputat: Logos Wacana

Ilmu, 2003), h. 106 15

Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah,h. 215

Page 55: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

45

itu kembali kepada memelihara syariat yang diturunkan. Tujuan syariat

dapat diketahui melalui al-Qur‟an, sunnah, dan ijma‟ ulama.

Imam Malik terlalu bebas dalam penggunaan prinsip istishlah,

sehingga prinsip metodologi ini dinisbatkan pada dirinya. Memang,

kadangkala para imam mujtahid menggunakan prinsip ini, tetapi dalam

bentuk lain, misalnya istihsan.16

Adapun syarat-syarat penggunaan maslahah mursalah sebagai dasar

hukum yakni sebagai berikut.17

1. Maslahah harus benar-benar merupakan maslahah menurut penelitian

seksama, bukan sekedar diperkirakan secara sepintas saja.

2. Maslahah harus bersifat umum bukan maslahah yang hanya berlaku

untuk orang-orang tertentu.

3. Maslahah tersebut merupakan maslahah yang bersifat umum yang

tidak bertentangan dengan nash atau ijma‟.

f. Fatwa Sahabat

Imam Malik berpegang kepada fatwa sahabat besar karena mereka

dianggap memiliki pengetahuan terhadap suatu masalah yang didasarkan

pada al-naql. Menurut Imam Malik,18

para sahabat besar tersebut tidak

akan memberi fatwa kecuali atas dasar apa yang difahami dari Rasulullah

16

Muhammad Ali al-Sayis, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqh: Hasil Refleksi

Ijtihad. Penerjemah M. Ali Hasan, h. 102-103 17

Muhammad Ali al-Sayis, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqh: Hasil Refleksi

Ijtihad. Penerjemah M. Ali Hasan, h. 110 18

Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab, h. 206

Page 56: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

46

saw. Pada perkembangannya di kalangan muta‟akhirin mazhab Maliki,

mereka menjadikan fatwa sahabat yang semata-mata hasil ijtihad mereka

sebagai hujjah.

g. Al-Istihsan

Pendapat Imam malik dengan penggunaan prinsip istihsan terdapat

pada banyak kasus (persoalan) seperti persoalan saksi yang melihat

langsung dan bersumpah, pemaksaan majikan dan para pemimpin untuk

penyamarataan pemberian upah kerja bagi para pekerja. Hanya saja, Imam

Malik tidak seberani mazhab Hanafiyah dalam menggunakan prinsip ini.19

h. Sadd al-Zara‟i

Imam Malik menggunakan sad al-zara‟I sebagai landasan dalam

menetapkan hukum.20

Menurutnya, semua jalan atau sebab yang menuju

kepada yang haram atau terlarang, maka hukumnya juga haram. Dan

semua jalan atau sebab yang menuju kepada yang halal, maka halalnya

juga hukumnya.

i. Istishab

Imam Malik menjadikan istishab sebagai landasan dalam

menetapkan hukum. Istishab adalah menetapkan sesuatu berdasar keadaan

19

Muhammad Ali al-Sayis, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqh: Hasil Refleksi

Ijtihad. Penerjemah M. Ali Hasan, h. 103 20

Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah, h. 219

Page 57: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

47

yang berlaku sebelumnya hingga ada dalil yang menunjukkan adanya

perubahan keadaan itu.21

3. Riwayat Hidup Imam Syafi‟i

Mengenai dasar-dasar hukum yang dipakai oleh Imam Syafi‟i (150 H-

204 H) dalam menetapkan hukum adalah sebagai berikut:

األصم قرأن سىة فإن نم يكه فقياس عهيما. إرا اجصم انحذيث مه رسل اهلل صح اإلسىاد ف

انمىحى. اإلجماع أكبر مه انخبر انمفرد انحذيث عهى ظار إرا اححمم انمعاوي فما أشب مىا

ب إرا جكافأت االحاديث فأصحا إسىادا أالا, نيس انمىقطع بسيء ما عذا مىقطع ابه ظاري أالا

انمسيب ال قياس أصم عهى أصم ال يقال ألصم نم, كيف ؟ إوما يقال نهفرع نم؟ فإرا صح قياس عهى

االصم صح قامث ب حجة. 22

Artinya:”Dasar utama dalam menetapkan hukum adalah Al-Qur‟an dan As-

Sunnah. Jika tidak ada, maka dengan mengqiyaskan kepada Al-

Qur‟an dan As-Sunnah. Apabila sanad hadis bersambung sampai

kepada Rasulullah saw, dan shahih sanadnya, maka itulah yang

dikehendaki. Ijma‟ sebagai dalil adalah lebih kuat khabar ahad dan

hadis menurut zahirnya. Apabila suatu hadis mengandung arti lebih

dari satu pengertian, maka arti yang zahirlah yang utama. Kalau

hadis itu sama tingkatannya, maka yang lebih shahihlah yang lebih

utama. Hadis munqathi‟ tidak dapat dijadikan dalil kecuali jika

diriwayatkan oleh Ibnu al-Musayyab. Suatu pokok tidak dapat

diqiyaskan kepada pokok yang lain dan terhadap pokok tidak dapat

dikatakan mengapa dan bagaimana, tetapi kepada cabang dapat

dikatakan mengapa. Apabila sah mengqiyaskan cabang kepada

pokok, maka qiyas itu sah dan dapat dijadikan hujjah”.

Dari perkataan imam Syafi‟i tersebut, dapat diambil kesimpulan

bahwa pokok-pokok pemikiran beliau dalam mengistinbathkan hukum adalah:

21

Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Kairo: Dar al-Hadits,t.th), h. 102 22

Muhammad Ali al-Sayis, Tarikh al-Fiqh al-Islami, (Kairo: Maktabah wa Matba‟ah Ali

Sabih wa Awladuh, t.th), h. 105

Page 58: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

48

a. Al-Qur‟an dan Al-Sunnah

Imam Syafi‟i berpendapat bahwa Al-Qur‟an dan Al-Sunnah

mempunyai kedudukan yang sama yakni dalam satu martabat. Hal ini

dikarenakan bahwa kedua-duanya berasal dari Allah dan keduanya

merupakan dua sumber yang membentuk syariat Islam.23

Al-Sunnah

menurut beliau adalah menjelaskan Al-Qur‟an oleh karenanya Al-Sunnah

sejajar dengan Al-Qur‟an. Akan tetapi beliau tidak menyamakan hadis

ahad dengan Al-Qur‟an dan hadis mutawatir karena tidak sama nilainya.

Al-Qur‟an dan Al-Sunnah mempunyai derajat yang sama. Untuk

menghindari kekeliruan terhadap pandangan yang mempersamakan Al-

Qur‟an dan Al-Sunnah, maka perlu digaris bawahi:24

1. Al-Sunnah yang seperingkat dengan Al-Qur‟an adalah Al-Sunnah al-

Mutawatirah(Sabitah), sama-sama qath‟I al-wurud. Sedangkan hadis

ahad tidak seperingkat dengan Al-Qur‟an karena zanni al-wurud.

Akan tetapi, hadis ahad dibolehkan mentakhsiskan ayat-ayat Al-qur‟an

yang zanni al-dalalah.

2. Al-Qur‟an dan Al-sunnah seperingkat dalam mengistinbathkan hukum

furu‟ bukan dalam menetapkan akidah.

3. Kesamaan peringkat tersebut tidak boleh diartikan sebagai

menurunkan Al-Qur‟an dari posisinya sebagai pokok dan sendi agama

23

Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab, h. 239 24

Sulaiman Abdullah, Dinamika Qiyas dalam Pembaharuan Hukum Islam: Kajian Konsep

Qiyas Imam Syafi‟i (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 57

Page 59: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

49

Islam. Demikian juga tidak boleh diartikan sebagai menaikkan posisi

Al-Sunnah dari posisinya sebagai cabang dan penjelasan Al-qur‟an.

Persamaannya hanya dalam hal sama-sama menjadi landasan istinbath

hukum furu‟.

Imam Syafi‟i mengambil Al-Qur‟an dengan makna (arti) yang

lahir kecuali didapati alasan yang menunjukkan bukan arti yang lahir

itu yang harus dipakai atau dituruti. Dalam hal sunnah, beliau tidak

hanya mewajibkan mengambil hadis yang mutawatir saja, tetapi beliau

juga mengambil dan menggunakan hadis ahad sebagai dalil selam

perawi hadis tersebut terpercaya, kuat ingatan dan bersambung

sanadnya langsung sampai kepada Nabi saw.25

b. Ijma‟

Imam syafi‟i menyatakan bahwa ijma‟ menjadi hujjah setelah Al-

Qur‟an dan Al-Sunnah sebelum qiyas dalam menetapkan hukum.26

Pengertian ijma‟ dalam pandangannya ialah bahwa para ulama suatu masa

bersatu pendapat tentang sesuatu persoalan, sehingga ijma‟ mereka

menjadi hujjah terhadap persoalan yang mereka ijma‟kan, seperti yang

dikemukakannya bahwa (“saya dan tidak seorangpun dari kalangan

ulama pernah mengatakan: “ini adalah persoalan yang telah disepakati”,

kecuali menyangkut persoalan yang tidak seorang ahli pun pernah

25

M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, h. 211 26

Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab, h. 253

Page 60: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

50

mempersoalkannya lagi kepada anda dan meriwayatkannya dari orang-

orang yang mendahuluinya, seperti shalat zuhur empat rakaat, bahwa

khamar itu diharamkan dan sebagainya”).27

Statemennya tersebut mengandung pengertian bahwa mereka

berijma‟ adalah para ulama karena merekalah yang bisa menemukan apa

yang halal dan apa yang haram atas sesuatu yang tidak disebutkan dalam

Al-Qur‟an dan Al-Sunnah. Mereka terdiri dari ulama semasa dari seluruh

negeri Islam. Ijma‟ yang bisa dijadikan hujjah adalah ijma‟ yang berasal

dari ulam seluruh penjuru Islam bukan ijma‟ ulama ahl Madinah. Artinya,

ijma‟ ahl Madinah tidak dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum.

Dengan demikian, Imam Syafi‟i menolak ijma‟ ulama yang diakui

gurunya, Imam Malik. Hal ini sesuai dengan pernyataan beliau bahwa

ijma‟ adalah ijma‟ ulama pada suatu masa di seluruh dunia Islam, bukan

ijma‟ suatu negeri saja dan juga bukan ijma‟ kaum tertentu saja.28

c. Qiyas

Imam Syafi‟i menjadikan qiyas sebagai hujjah dan dalil dalam

menetapkan hukum setelah Al-Qur‟an, Al-Sunnah, dan ijma‟. Beliau

adalah mujtahid yang mula-mula menguraikan dasar-dasar qiyas. Beliau

adalah mujtahid pertama yang membicarakan qiyas dengan patokan

kaidahnya dan menjelaskan alasan-alasannya. Maka pantaslah beliau

27

Muhammad Idris al-Syafi‟I, Al-Risalah, (Kairo: Dar al-Turas, 1979), Juz III, h. 534 28

Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah, (al-Qahirrah: Dar al-Fikr al-Arabiy, 1987),

h. 259

Page 61: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

51

diakui sebagai peletak pertama metodologi qiyas sebagai satu disiplin

ilmu dalam menetapkan hukum Islam sehingga dapat dipelajari dan

diajarkan.29

Sedangkan mujtahid sebelumnya sekalipun telah

menggunakan qiyas dalam berijtihad, namun mereka belum membuat

rumusan patokan kaidah dan asas-asasnya, bahkan dalam praktek ijtihad

secara umum belum mempunyai patokan yang jelas sehingga sulit

diketahui mana hasil ijtihad yang benar dan mana yang keliru. Disini

Imam Syafi‟i tampil ke depan memilih metode qiyas serta memberikan

kerangka teoritis dan metodologinya dalam bentuk kaidah rasional namun

tetap praktis. Bahkan Imam Syafi‟i mengatakan bahwa ijtihad itu adalah

qiyas.30

Beliau menggunakan qiyas berdasarkan firman Allah dalam Q.S. Al-

Nisa ayat 59:

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah

Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu

berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia

kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu

benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang

demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”

29

Sulaiman Abdullah, Dinamika Qiyas dalam Pembaharuan Hukum Islam: Kajian Konsep

Qiyas Imam Syafi‟i, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 96 30

Muhammad Idris al-Syafi‟i, Al-Risalah, (Kairo: Dar al-Turas, 1979), Juz III, h. 477

Page 62: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

52

Imam Syafi‟I berpendapat bahwa maksud “kembalikan kepada Allah

dan Rasul-Nya” maksudnya adalah kembalikanlah kepada salah satu dari

keduanya yakni Al-Qur‟an atau Al-Sunnah.31

Selain berdasarkan kepada Al-Qur‟an, imam Syafi‟i juga

berdasarkan kepada Al-Sunnah dalam menetapkan qiyas sebagai hujjah,

yaitu berdasarkan hadis tentang dialog Nabi dengan sahabat yang bernama

Mu‟adz Ibn Jabal, ketika ia akan diutus ke Yaman sebagai gubernur

disana. Mu‟adz Ibn Jabal memutuskan masalah berdasarkan Al-Qur‟an,

jika beliau tidak menemukan dalam Al-Qur‟an maka diputuskan

berdasarkan Al-Sunnah. Jika tidak ditemukan dalam Al-Sunnah, maka

beliau berijtihad berdasarkan pendapatnya.

4. Riwayat Hidup Imam Hambali

Imam Ahmad bin Hanbal (164-241H) merupaka ahli hadis sebagaimana

yang telah disepakati oleh para ulama. Akan tetapi terjadi perselisihan di antara

ulama tentang kemampuan beliau sebagai ahli fikih. Ibn Jarir al-Thabary

berpendapat bahwa Imam Ahmad ibn Hanbal termasuk ahlu al-Hadis. Oleh

karena itu, beliau tidak memperhitungkan pendapat-pendapat imam Ahmad

dalam menghadapi khilaf dalam persoalan fikih. Ibnu Qutaibah memasukkan

Ahmad ibn Hanbal dalam bilangan muhadditsin, bukan fuqaha.32

31

Muhammad Idris al-Syafi‟I, Al-Risalah, Juz I, h. 81 32

Abu Zahrah, Tarikh al-Islamiyyah, h. 323

Page 63: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

53

Adapun metode istidlal Imam Ahmad ibn Hanbal dalam menetapkan

hukum adalah:

a. Nash dari Al-Qur‟an dan Al-Sunnah yang shahih

Apabila beliau telah menghadapi suatu nash dari Al-Qur‟an dari

Al-Sunnah Rasul yang shahih, maka beliau dalam menetapkan hukum

adalah dengan mengambil dari kedua sumber hukum tersebut

b. Fatwa para Sahabat Nabi saw

Imam Ahmad ibn Hanbal akan menetapkan hukum dengan

mengambil dasar dari fatwa para sahabat Nabi saw yang tidak ada

perselisihan diantara mereka jika beliau tidak menemukan suatu nash

yang jelas dari Al-Qur‟an dan Rasul yang shahih.

c. Fatwa Sahabat yang diperselisihkan

Imam Ahmad ibn Hanbal akan menetapkan hukum dari fatwa

sahabat yang diperselisihkan dengan memilih fatwa sahabat yang lebih

mendekati Al-Qur‟an dan Al-Sunnah. Hal ini beliau lakukan jika

beliau tidak menemukan nash yang jelas dari Al-Qur‟an, Al-Sunnah

dan fatwa sahabat yang tidak ada perselisihan di antara mereka.

d. Hadis Mursal dan Hadis Dha‟if

Imam Ahmad ibn Hanbal membagi hadis menjadi dua yakni

hadis mursal dan hadis dha‟if tidak seperti ulama yang membagi hadis

menjadi shahih, hasan dan dha‟if. Apabila dalam suatu perkara tidak

terdapat penyelesaian, maka hadis mursal dan dha‟if digunakan

Page 64: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

54

sebagai hujjah. Akan tetapi hadis dha‟if yang digunakan bukan berarti

hadis dha‟if yang batil, mungkar dan hadis yang dalam periwayatnya

terdapat perawi yang diragukan kejujurannya. Apabila hadis dha‟if

tersebut tidak terdapat atsar yang membantah keabsahannya, atau

pendapat sahabat, tidak pula ijma‟, maka lebih mengamalkan hadis

dha‟if lebih utama daripada melakukan qiyas.33

e. Qiyas

Apabila Imam Ahmad tidak mendapatkan nash, baik Al-Qur‟an

san Sunnah yang shahih seta fatwa-fatwa sahabat, maupun hadis dha‟if

dan mursal, maka Imam Ahmad dalam menetapkan hukum

menggunakan qiyas. Kadang-kadang Imam Ahmad pun menggunakan

al-Mashaliha al-Mursalah terutama dalam bidang siyasah. Sebagai

contoh, Imam Ahmad pernah menetapkan hukum ta‟zir terhadap orang

yang selalu buat berbuat kerusakan dan menetapkan hukum had yang

lebih berat terhadap orang yang minum khamar pada siang hari di

bulan Ramadhan. Cara tersebut banyak diikuti oleh pengikut-

pengikutnya. Begitu pula dengan istihsan, istishab dan dadd al-Zara‟I,

sekalipun Imam Ahmad sangat jarang menggunakannya dalam

menetapkan hukum.34

33

Muhammad Ali al-Sayis, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqh: Hasil Refleksi

Ijtihad. Penerjemah M. Ali Hasan, h. 107-108 34

Huzaemah Tahido Yanggo, pengantar Perbandingan Mazhab (Ciputat: Logos Wacana

Ilmu, 2003), h. 143

Page 65: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

55

Kesimpulan dari uraian di atas Imam Abu Hanifah dikenal sebagai Ahl al-

Ra‟yi. Beliau mengistinbathkan hukum Islam dari Al-Qur‟an ataupun Hadis

banyak menggunakan nalar, beliau lebih menggunakan ra‟yi dari khabar ahad.

Apabila terdapat hadis yang bertentangan, beliau menetapkan dengan jalan qiyas

dan ihtisan. Menurut imam Abu Hanafiah dalam menetapkan sumber hukum

yaitu Al-Qur‟an, Al-Sunnah, Aqwalu al- Shahabah, al-Qiyas, al-Ihtisan, „Urf. Jika

menurut Imam Malik metode yang digunakan dalam menentapkan (Istinbath)

didasarkan pada Al-Qur‟an, Al-Sunnah, Amal Ahl al-Madinah, Khabar Ahad dan

al-Qiyas, Al-Maslahah al-Mursalah, Fatwa Sahabat, Al-Istihsan, Saad al-Zara‟I,

Istishab. Jika menurut Imam Syafi‟i metode yang digunakan dalam menetapakan

hukum (istinbath) yaitu berdasarkan Al-Qur‟an dan Al-Sunnah, Ijma‟ terhadap

sesuatu yang tidak terdapat dalam Al-Qur‟an dan Al-Sunnah lebih diutamakan

atas khabar mufrad, qaul sebagian sahabat tanpa ada yang menyalahinya,

pendapat sahabat Nabi yang ikhtilaf, qiyas terhadap Al-Qur‟an dan Al-Sunnah,

hadis muttasil dan sanadnya shahih, makna dzahir hadits diutamakan, al-Ashl

tidak boleh diqiyaskan kepada pokok, qiyas dapat menjadi hujjah, dan terakhir

Imam bin Hanbal ada lima landasan pokok yang dijadikan dasar penetapan

hukum dan fatwa dalam mazhab beliau, yaitu Al-Qur‟an dan Al-Sunnah, fatwa

sahabat yang terkenal dan tak ada yang menentangnya, jika para sahabat berbeda

pendapat maka beliau akan memilih pendapat yang dinilainya sesuai dan

mendekati Al-Qur‟an dan Al-Sunnah, mengambil hadis mursal dan yang terakhir

qiyas.

Page 66: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

56

B. Ulama Kontemporer

1. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

a. Sejarah Lahirnya

Sejalan dengan berkembangnya Lembaga Keuangan Syari‟ah di tanah

air, berkembang pulalah jumlah Dewan Pengawas Syari‟ah yang berada dan

mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyaknya dan beragamnya

Dewan Pengawas Syari‟ah di masing-masing Lembaga Keuangan Syari‟ah

adalah suatu hal yang harus disyukuri. Tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan

ini berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda-

beda dari masing-masing Dewan Pengawas Syari‟ah dan hal itu tidak mustahil

akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, Majelis Ulama

Indonesia (MUI) sebagai payung dari lembaga dan organisasi keislaman di

Indonesia, menganggap perlu dibentuknya satu dewan syari'ah yang bersifat

nasional dan memahami seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya

bank-bank syari'ah. Lembaga ini kemudian dikenal dengan Dewan Syari‟ah

Nasional. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

adalah salah satu lembaga yang dibentuk merupakan perangkat kerja MUI.

Kehadirannya merupakan implementasi dari orientasi, fungsi, dan tugas MUI,

antara lain memberikan fatwa, pengayoman, dan bimbingan kepada umat

dalam melaksanakan ajaran Islam, serta merupakan langkah proaktif MUI

dalam merespon kebutuhan umat Islam untuk dapat memiliki sistem

perekonomian Islami dan lembaga keuangan non ribawi.

Page 67: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

57

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dibentuk

pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi lokakarya reksadana syariah

pada bulan Juli tahun 1997. Lembaga ini merupakan lembaga otonomi di bawah

Majelis Ulama Indonesia (MUI), dipimpin oleh ketua umum Majelis Ulama

Indonesia dan sekretaris (ex-oficio).35

Selanjutnya, pada tanggal 14 Oktober 1997, MUI mengadakan rapat

tim pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN). Dua tahun setelah tim

pembentukan DSN bekerja, dewan pimpinan MUI menerbitkan SK No. Kep-

754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Februari 1999 tentang pembentukan Dewan

Syariah Nasional MUI. Kemudian dewan pimpinan MUI mengadakan acara

ta‟aruf dengan pengurus DSN-MUI tanggal 15 Februari 1999 di hotel

Indonesia, jakarta dalam acara ta‟aruf ini Menteri Agama, saat itu, Prof. H. A.

Malik Fadjar, M. Ed., melantik pengurus DSN-MUI.

Pembentukan Dewan Syariah Nasional MUI ini pun merupakan

langkah efisien dan koordinatif para ulama dalam menanggapi isu-isu yang

berhubungan dengan masalah ekonomi/keungan. Berbagai masalah/kasus

yang memerlukan fatwa akan ditampung dan dibahas bersama agar diperoleh

kesamaan pandangan dalam penanganannya oleh masing-masing Dewan

Pengawas Syariah (DPS) yang ada di lembaga keuangan syariah. Penguru

DSN-MUI untuk pertama kalinya mengadakan rapat pleno I DSN-MUI

35

Mohammad Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah dan Teori dan Praktek, (Jakarta: Gema Insani

Press, 2003) , hlm. 32

Page 68: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

58

tanggal 1 April 2000 di Jakarta dengan mengesahkan pedoman dasar dan

pedoman rumah tangga DSN-MUI.

b. Tugas DSN-MUI

Tugas dan fungsi DSN-MUI adalah mengeluarkan fatwa tentang

ekonomi syariah untuk dijadikan pedoman bagi praktisi dan regulator. Saat

ini, DSN MUI telah mengeluarkan fatwa sebanyak 81 fatwa. Fatwa-fatwa

tersebut mengikat Dewan Pengawas Syariah di masing-masing lembaga

keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait. Selain itu,

fatwa-fatwa tersebut menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan syariah, dan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah

Negara (SBSN).

c. Wewenang DSN-MUI

1) Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah di

masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan

hukum pihak terkait.

2) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan

yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen

Keuangan dan Bank Indonesia.

3) Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-

nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada

suatu lembaga keuangan dan bisnis syariah.

Page 69: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

59

4) Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang

diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas

moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.

5) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk

menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh

Dewan Syariah Nasional.

6) Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil

tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.36

2. Yusuf Al-Qardhawi

a. Riwayat Hidup

Nama lengkap Yusuf al-Qardhawi adalah Muhammad Yūsuf al-

Qaradhāwī, ia lahir pada tanggal 9 September 1926 di sebuah desa kecil di

Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta. Ia berasal dari keluarga yang

taat menjalankan ajaran agama Islam. Ketika usia dua tahun, ayahnya

meninggal dunia yang kemudian diasuh oleh pamannya yang keluarganya pun

taat menjalankan ajaran Islam, ia diasuh sebagaimana layaknya terhadap anak

kandungnya sendiri. Sehingga Yūsuf al-Qardhāwī menganggapnya sebagai

orang tuanya sendiri, maka tidak heran kalau Yūsuf al-Qardhāwī menjadi

seorang yang kuat beragama.

36

Himpunan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional, Untuk Lembaga Keuangan Syari'ah, Edisi I,

(Jakarta: Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Bank Indonesia, 2001) , hlm. 178-180

Page 70: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

60

Kecerdasan Yūsuf al-Qardhāwī sudah mulai tampak sejak usianya

terhitung sangat belia, ketika usianya lima tahun ia di didik menghafalkan Al-

Qur‟an secara intensif oleh pamannya dan pada usianya yang kesepuluh

sudah hafal al-Qur‟an dengan fasih. Karena kemahirannya dalam bidang al-

Qur‟an pada masa remajanya ia terbiasa dipanggil oleh orang-orang dengan

sebutan Syekh Qardhāwī. Dan dengan kemahirannya serta suaranya yang

merdu, ia selalu ditunjuk untuk menjadi imam pada salat jahriyyah (salat yang

mengeraskan bacaannya).37

Dalam pendidikan, Yūsuf al-Qardhāwī telah lulus dari Ma‟had Tanta,

selama empat tahun. Kemudian di Ma‟had Sanawi yang diselesaikan dalam

waktu lima tahun. Yūsuf al-Qardhāwī kemudian melanjutkan pendidikannya

ke Universitas Al-Azhar Cairo, beliau mengambil Fakultas Ushuludin,

jurusan Tafsir Hadis dan lulus pada tahun 1953 dengan predikat terbaik.

Pada tahun 1957 Yūsuf al-Qardhāwī masuk ke Ma‟had al-Buhus ad-

Dirasat al-Arabiyah al-Aliyah sehingga mendapatkan diploma tinggi di bidang

bahasa dan sastra. Di jurusan ini pun ia lulus dengan peringkat pertama di

antara 500 mahasiswa. Kemudian melanjutkan studinya ke lembaga tinggi

riset dan penelitian masalah-masalah Islam dan perkembangannya, selama

tiga tahun. Dan pada saat yang sama ia mengikuti kuliah pada program pasca

sarjana (Dirāsāt al-'Ūlā) di Universitas yang sama dengan mengambil jurusan

37

Ensiklopesdi Hukum Islam, diedit oleh Abdul Aziz Dahlan, cet.I (Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve, 1996), V: 1448, artikel “al-Qardhāwy, Yūsuf ”.

Page 71: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

61

Tafsir Hadis, berhasil diselesaikan pada tahun 1960. Setelah itu Yūsuf al-

Qardhāwī melanjutkan program doktor yang selesai dalam dua tahun, gelar

doktornya baru ia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi “Zakat Dan

Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan”, yang kemudian

disempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat komprehensif

membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Yūsuf al-Qardhāwī terlambat dalam meraih gelar doktor dari yang

diperkirakan semula karena ia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya

rezim yang berkuasa saat itu. Pada tahun 1961 beliau menuju Qatar,

di sana Yūsuf al-Qardhāwī sempat mendirikan fakultas Syari‟ah di

Universitas Qatar. Pada saat yang sama Yūsuf al-Qardhāwī mendirikan Pusat

Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi.

Sebab yang lain yaitu pada tahun 1968-1970, Yūsuf al-Qardhāwī

ditahan oleh penguasa militer Mesir atas tuduhan mendukung pergerakan

Ikhwanul Muslimin.38

Setelah keluar dari tahanan, beliau hijrah

ke Daha, Qatar yang kemudian dijadikan sebagai tempat tinggalnya.

Dalam perjalan hidupnya, Yūsuf al-Qardhāwī pernah mengenyam

pendidikan penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, ia

masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatannya

dalam pergerakan al-Ikhwan al-Muslimun. Pada April tahun 1956, ia

38

David Commins, “Hasan al-Banna (1906-1949), para Perintis Zaman Baru Islam, alih

bahasa Ilyas Hasan (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 133

Page 72: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

62

ditangkap lagi saat terjadi revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober Yūsuf al-

Qardhāwī kembali mendekam di penjara militer selama dua tahun.39

b. Metode ijtihad Yusuf Al-Qardhawi

Yūsuf al-Qardhāwī adalah seorang pemikir produk sejarah.40 Oleh

karena itu, untuk membaca pemikirannya, aspek historis yang mengitarinya

tidak dapat dilepas begitu saja, namun jelas pemikiran Yūsuf al-Qardhāwī

tidak dapat dilepas dari pemikiran Islamnya. Sikap moderat sering dilekatkan

pada pribadi Yūsuf al-Qardhāwī. Sikap moderat tersebut tidak dapat

diabaikan, karena hampir dalam semua karya Yūsuf al-Qardhāwī selalu

mengedepankan prinsip al-Wasatiyah al-Islamiyah (Islam pertengahan).

Corak pemikiran pertama yang bisa ditangkap dengan jelas dari pemahaman

Yūsuf al-Qardhāwī adalah pemahaman fiqhnya yang mampu menggabungkan

antara fiqh dan hadis. Ciri seperti ini merupakan ciri yang tidak pernah lepas

dari tulisan-tulisannya secara keseluruhan.

Sebagai ulama yang memiliki kepekaan apresiasi tinggi terhadap al-

Qur‟an dan as-Sunah, Yūsuf al-Qardhāwī telah berhasil dengan sangat jenius

menangkap ruh dan semangat ajaran kedua sumber hukum Islam tersebut.

Fleksibelitasnya, kedalaman dan ketajamannya dalam menangkap ajaran

Islam sangat membantunya untuk selalu bersikap arif dan bijak, namun pada

saat yang sama ia pun sangat kuat dalam mempertahankan pendapat-

39

Yūsuf al-Qaradāwī, "Tentang Pengarang", http:// www. ISNET, akses 9 Juli 2004 40

A. Luthfi Assyaukanie, “Tipologi Dan Wacana Pemikiran Arab Kontemporer” Paradigma

Jurnal Pemikiran Islam, Vol. I, Juli-Desember 1998, hlm. 58.

Page 73: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

63

pendapatnya yang digalinya dari al-Qur‟an dan as-Sunnah. Yūsuf al-

Qardhāwī dengan gencar mengedepankan Islam yang toleran serta kelebihan-

kelebihannya oleh umat-umat lain diluar agama Islam. Ia juga sangat berhati-

hati dan sangat selektif terhadap berbagai propoganda pemikiran Barat atau

Timur, termasuk dari karangan umat Islam sendiri, Yūsuf al-Qardhāwī tidak

pernah terjebak dalam dikotomi Barat dan Timur.41

Dalam masalah ijtihad, Yūsuf al-Qardhāwī merupakan seorang ulama

kontemporer yang menyuarakan bahwa menjadi seorang ulama mujtahid yang

berwawasan luas dan berpikir obyektif, ulama harus lebih banyak membaca

dan menelaah buku-buku agama yang ditulis oleh orang non Islam serta

membaca kritik-kritik pihak lawan Islam.42

Yūsuf al-Qardhāwī adalah salah seorang dari sedikit ulama yang tak

jemu mengembalikan identitas umat melalui tulisan-tulisannya. Keresahan

menyaksikan tragedi perpecahan umat dan galau akan kebodohan umat

terhadap ajaran Islam menjadi titik tolak sikapnya mengembangkan budaya

menulis. Sekali lagi, Yūsuf al-Qardhāwī berkeyakinan bahwa mengambil

jalan pertengahan (sikap moderat) adalah yang terbaik dan yang paling sesuai

dengan warisan nilai Islam. Dan cara menyebarkan opini itu adalah melalui

tulisan.

41

Sri Vira Chandra, “DR Yūsuf al-Qaradāwī: Revolusi Pemikiran Lewat Ikatan Ilmu, Sabili,

No. 25, Th. VII (31 Mei 2000), hlm. 80. 42

Ensiklopedi Hukum Islam, hlm. 1449

Page 74: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

64

Menanggapi adanya golongan yang menolak pembaharuan, termasuk

pembaharuan hukum Islam. Yūsuf al-Qardhāwī berkomentar bahwa mereka

adalah orang-orang yang tidak mengerti jiwa dan cita-cita Islam dan tidak

memahami parsialitas dalam kerangka global. Menurutnya, golongan modern

ekstrem yang menginginkan bahwa semua yang berbau kuno harus

dihapuskan meskipun telah mengakar dengan budaya masyarakat, sama

dengan golongan di atas yang tidak memahami jiwa dan cita-cita Islam yang

sebenarnya. Yang diinginkannya adalah pembaharuan yang tetap berada di

bawah naungan Islam. Pembaharuan hukum Islam, menurutnya bukan berarti

ijtihad semata, karena ijtihad lebih ditekankan pada bidang pemikiran dan

bersifat ilmiah, sedangkan pembaharuan harus meliputi bidang pemikiran

sikap mental dan sikap bertindak yakni ilmu, iman dan amal.43

Dalam metode ijtihad yang ditempuh oleh Yūsuf al-Qardhāwī dalam

berfatwa ini ditegaskan atas beberapa prinsip sebagai berikut:44

1) Tidak fanatik dan tidak taqlid.

2) Mempermudah, tidak mempersulit.

3) Berbicara dengan bahasa aktual.

4) Berpaling dari sesuatu yang tidak bermanfaat.

5) Bersikap moderat: antara memperlonggar dan memperkuat.

43

Yūsuf al-Qaradāwī, Umat Islam Menyongsong Abad 21 (Ummatuna Baina Qarnain), alih

bahasa Yogi P. Izza, (Solo: Intermedia, 2001), h. 327. 44

Yūsuf al-Qaradāwī, Fatwa-fatwa Kontemporer (Fatawa Mu‟asirah), alih bahasa As‟ad

Yasin (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h: 21

Page 75: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

65

6) Memberikan hak fatwa berupa keterangan dan penjelasan.

3. Wahbah al-Zuhaili

a. Riwayat Hidup

Wahbah al-Zuhaili lahir di Desa Dir Athiah, Damaskus, Syiria, pada tahun

1932 M, terlahir dari pasangan H. Mustafa dan Hj. Fatimah binti Mustafa

Sadah. Wahbah Zuhaili mulai belajar al-Quran dan Ibtidaiyah di kampungnya.

Menamatkan pendidikan ibtidaiyah di Damaskus pada tahun 1946 M. Wahbah

Zuhaili lalu melanjutkan pendidikannya di kuliah syariah dan tamat pada

tahun 1952 M. Dia sangat suka belajar, sehingga ketika pindah ke Kairo

Mesir, dia mengikuti beberapa kuliah secara bersamaan. Yaitu di fakultas

Bahasa Arab di Universitas Al-Azhar dan fakultas Hukum Universitas Ain

Syams.45

Wahbah Zuhaili memperoleh ijazah takhasus pengajaran Bahasa Arab di

al-Azhar pada tahun 1956, kemudian memperoleh ijazah Licence (Lc) bidang

hukum di Universitas Ain Syams pada tahun 1957. Magister Syariah dari

fakultas Hukum Universitas Kairo didapatnya pada tahun 1959. Sedangkan

gelar Doktor diperoleh pada tahun 1963.

Setelah memperoleh ijazah Doktor, Wahbah Zuhaili menjadi staf pengajar

pada fakultas Syariah, Universitas Damaskus pada tahun 1963, kemudian

45

Sayyid Muhammad Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manahijuhum, (Teheran:

Wizanah al Tsiqafah wa al-Insyaq al-Islam, th. 1993), cet. I., h. 684-685

Page 76: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

66

menjadi asisten dosen pada tahun 1969, dan menjadi profesor pada tahun

1975. Sebagai guru besar, Wahbah Zuhaili juga menjadi dosen tamu di

sejumlah Universitas di Negara-negara Arab, seperti pada fakultas Syariah

dan Hukum, serta Fakultas Adab Pascasarjana Universitas Benghazi Libya,

Univeresitas Khurtum, Universitas Ummu Darman, Universitas Afrika yang

ketiganya berada di Sudan.46

Wahbah Zuhaili sangat produktif dalam menulis, mulai dari artikel dan

makalah, sampai kitab besar yang terdiri dari 16 jilid. Badi al-Lahlam

menyebutkan sebanyak 199 karya tulis Wahbah Zuhaili selain jurnal.

Diantara karya-karya terpenting Wahbah Zuhaili adalah al-Fiqh al-Islam

wa adillatuhu, at-Tafsir al-Munir, al-Fiqh al-Islam fi Uslubih al-Jadid,

Nazariyat adh-Dharurah asy-Syariyah, Ushul al-Fiqh al-Islami, as-Zharaiah

fi as-Siyasah asy-Syariah, al- Alaqat ad-Dualiyah fi al-Islam,

Kitab karyanya yang membuat Wahbah Zuhaili menjadi terkenal dan

banyak mempengaruhi pemikiran-pemikiran fikih kontemporer adalah al-Fiqh

al-Islam wa Adillatuhu. Kitab ini berisi fikih perbandingan, terutama

madzhab-madzhab fikih yang masih hidup dan diamalkan oleh umat Islam di

seluruh dunia.47

46

Muhammad Khoirudin, Kumpulan Biografi Ulama Kontemporer, (Bandung: Pustaka Ilmu,

2003.)

47 wahbah Zuhaili, Fiqh IslamWa Adillatuha, Penerjemah Abdul Hayyi al-Kattani, dkk

(Jakarta: Gema Insani, 2011)

Page 77: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

67

b. Ijtihad Wahbah Zuhaili

Ijtihad kontemporer menjadi suatu kebutuhan primer terutama pada

era globalisasi dengan dinamika problematika keumatan dan

perkembangan teknologi yang cukup pesat. Hampir semua ulama

kontemporer menyatakan akan wajibnya berijtihad bagi siapa saja yang

telah mampu dan memenuhi kriteria untuk berijtihad. Bagi Wahbah

Zuhali, tuntutan perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan di masa

ini mengharuskan kita untuk menggunakan ijtihad sebagai instrumen

pengambilan hukum. Menurut Yusuf Qardhawi, dalam bukunya al-Ijtihâd

al-Mu‟âshir bain al-Indhibath wa al-Infirâth, ijtihad kontemporer bukan

hanya jaiz (boleh) akan tetapi lebih kepada fardhu kifayah bagi setiap

muslim. Beliau mengkritisi model ijtihad Intiqâi (elektis) yaitu pilihan

terhadap pendapat ulama fiqh terdahulu yang lebih kuat atau utama dari

pendapat-pendapat para ulama lainnya tentang fatwa atau hukum sesuatu.

Beliau mengatakan hal semacam ini bukanlah proses ijtihad yang

diinginkan, akan tetapi ini sebuah taklid buta karena hanya mengambil

perkataan seorang yang tidak ma‟shum (suci) tanpa suatu alasan. Beliau

lantas menganjurkan untuk menggunakan model ijtihad Insyâî

(konstruktif) yaitu penemuan hukum baru terhadap suatu masalah, yang

belum pernah difatwakan. Termasuk dalam kategori Ijtihad Insyâî

mengkaji kembali permasalahan-permasalahan lama, hingga menemukan

pendapat baru. Ada rambu-rambu yang harus diperhatikan oleh setiap

Page 78: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

68

mujtahid dalam berijtihad di era kontemporer. Di antara rambu-rambu itu,

seperti yang dijelaskan oleh Ahmad Bu‟ud dalam bukunya , Ijtihad, baina

haqaiq al-tarikh wa mutathalibat al-waqi, adalah sebagai berikut:

Pertama, fikih nashiy dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Yaitu

penguasaan yang mendalam terhadap al-Quran dan Sunah, dan

menghindari sedapat mungkin terjadi kesalahan dalam pemahaman. Oleh

karena itu beberapa kaidah dalam memahami teks harus dimiliki oleh

seorang mujtahid, diantaranya; a) memiliki kapabilitas dalam pengetahuan

bahasa Arab, b) mengetahui sebab turunnya sebuah ayat atau hadis (asbab

al-nuzul wa al-wurud), c) mengetahui tujuan atau maksud dari turunnya

ayat tersebut (maqashid al-Syari‟ah).

Kedua, fikih realitas (al-waqa‟iy) Hal kedua yang harus dilakukan oleh

mujtahid setelah memahami teks al-Quran dan Sunah adalah memahami

realita atau yang sering diistilahkan dengan fiqh al-waqi‟, yaitu

pemahaman yang integral terhadap sebuah obyek atau realitas yang

dihadapi oleh manusia dalam ranah hidupnya. Adapun hal-hal yang

mencakup fiqh al-waqi‟ adalah: a) Memahami dan mengetahui pengaruh-

pengaruh alami yang muncul di lingkungan sekitarnya, terutama kondisi

geografis wilayah tertentu dimana mujtahid tersebut hidup dan tinggal. b)

Mengetahui kondisi sosial kemasyarakatan dan transformasinya dalam

berbagai bentuk yang memiliki keterikatan sosial dengan manusia, baik

dalam ranah agama, budaya, ekonomi, politik atau militer. c) Mempelajari

Page 79: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

69

kondisi psikologi manusia sekitarnya. Karena antara realitas dan sisi

dalam kemanusiaan individu manusia memiliki keterikatan yang kuat,

keduanya tidak bisa dipisahkan.

Ketiga, ijtihad kolektif (jama‟iy). ijtihad kontemporer hanya bisa

dilakukan dengan merealisasikan ijtihad kolektif (ijtihâd jamâ‟îy), kecuali

ketika keadaan benar-benar mendesak. Kebutuhan ijtihad kolektif didasari

oleh realita dan problematika masyarakat yang komplikatif, yang tidak

bisa hanya diselesaikan oleh individu perorangan saja, walaupun orang

tersebut memilki kapabilitas. Maka, keberadaan sebuah lembaga atau

institusi yang mengakomodir para mujtahid dari berbagai bidang ilmu,

mutlak diperlukan di era kontemporer ini. Dengan ijtihad kolektif,

aktifitas musyawarah (syûrâ) dapat terwujud. Problem solving (Solusi

masalah) akhirnya dapat ditemukan.

Yusuf Qardhawi mengingatkan kepada para ulama agar tidak

tergelincir dalam melakukan ijtihad kontemporer. Diantara penyebabnya

adalah: 1. Melupakan atau melalaikan nushush (Al-Quran dan Hadits serta

hukum-hukum yang telah disepakati) 2. Pemahaman yang dangkal dan

penyimpangan terhadap nushush. 3. Berpaling dari ijma‟ yang pasti. 4.

Qiyas (analogi) tidak pada tempatnya. 5. Terhanyut kedalam apa yang

Page 80: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

70

terjadi di masa kini. 6. Berlebih-lebihan dalam mengasumsi maslahat

walaupun diikuti dengan adanya nushush.48

4. Syaikh Ali Jumu‟ah

a. Riwayat Hidup

Nama lengkap beliau adalah Ali Jum'ah Muhammad Abdul Wahhab

(lahir 3 Maret 1952 di Bani Suwayf, Mesir). Sejak 28 September 2003

beliau menjabat sebagai Mufti Republik Arab Mesir.

b. Latar Belakang

Syaikh Ali Jum'ah mulai menghafal Al-Qur'an pada usia sepuluh

tahun. Meskipun beliau tidak masuk sekolah agama, beliau telah

mempelajari kutubu sittah serta fiqih Maliki usai lulus dari bangku SMA.

Kemudian beliau masuk fakultas teknik atau fakultas perdagangan. Beliau

memilih Fakultas perdagangan karena bidang ini yang akan

memungkinkan dia untuk mengisi waktu luang ketika melanjutkan studi

agama.

Setelah lulus dari perguruan tinggi, Sheikh Ali Jum'ah terdaftar di

Universitas al-Azhar. Setelah menyelesaikan gelar sarjana kuliah Dirasat

Islamiyyah wal Arabiyyah Universitas al-Azhar pada tahun 1979, Sheikh

Ali Jum'ah terdaftar dalam program magister dalam Ushulul Fiqih kuliah

Syari'ah wal Qanun Universitas al-Azhar. Beliau memperoleh gelar

48

http://www.as-salafiyyah.com/ wahbah-zuhaili-dan-ijtihad-kontemporer.html. Diakses

tanggal 24 januari 2014

Page 81: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

71

magister pada tahun 1985 dengan nilai mumtaz. Diikuti dengan gelar

doktor dalam Ushulul Fiqih Kuliah Syari'ah wal Qanun Universitas al-

Azhar tahuan 1988 M dengan nilai Syaraf Ula.

Selain studi resminya, Sheikh Ali Jum'ah juga belajar kepada banyak

syekh dan ahli ilmu-ilmu syariah. Diantaranya ulama hadits Maroko dan

Syekh Abdullah bin Siddiq al-Ghumari. Sehingga mereka menganggap

Syekh Ali Jum'ah adalah salah satu mahasiswa yang paling berhasil.

Selain itu Syeikh Ali Jum'ah juga belajar pada: Sheikh Abd al-Fattah

Abu Ghuda, Sheikh Muhammad Abu Nur Zuhayr, Sheikh Jad al-Rabb

Ramadan Goma', Sheikh al-Husayni Yusif al-Shaykh, Sheikh Muhammad

Yasin al-Fadani, Sheikh Abd al-Jalil al-Qarnishawi al-Maliki, Sheikh al-

Azhar Sheikh Jad al-Haqq Ali Jadd al-Haq, Sheikh Abd al-'Aziz al-Zayat,

Sheikh Ahmed Muhammad Mursi al-Naqshibandi, Sheikh Muhammad

Zaki Ibrahim, and Sheikh Muhammad Hafidh al-Tijani.

Sebelum diangkat menjadi Grand Mufti Republik Arab Mesir, beliau

menjadi rujukan dalamManahij Fiqhiyyah di Universitas al-Azhar. Di

pertengahan 1990 Sheikh Ali Jum'ah mencetuskan kembali tradisi lama

yaitu memberi pelajaran agama di masjid al-Azhar, yang mana pelajaran

ini terbuka untuk umum sehingga orang-orang yang ingin lebih

mendalami tentang agama, bisa mengikuti pelajaran ini. Kuliah umum ini

terletak di ruangan dekat masjid al-Azhar.

Page 82: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

72

Pada tahun 2003 Sheikh Ali ditunjuk sebagai Grand Mufti Mesir.

Sejak menjabat sebagai Grand Mufti Republik Arab Mesir, beliau

membuat Dar al-Ifta menjadi sebuah institusi modern dengan dewan

fatwa dan sistem checks and balances . Sheikh Ali Jum'ah juga

menambahkan aspek teknologi untuk institusi tersebut dengan

mengembangkan sebuah website canggih dancall center dimana orang

semakin mudah untuk meminta fatwa tanpa harus datang ke institusi

tersebut. Sheikh Ali adalah seorang penulis yang produktif tentang isu-isu

Islam dan ia menulis kolom mingguan di surat kabar al-Ahram Mesir di

mana ia membahas masalah-masalah kontemporer.

c. Pendidikan

1. Beliau mendapat gelar Bachelor of Commerce dari Universitas 'Ain

Syams tahun 1973 M.

2. Beliau juga mendapat gelar sarjana kuliah Dirasat Islamiyyah wal

Arabiyyah Universitas al-Azhar tahun 1979 M.

3. Magister dalam Ushulul Fiqih kuliah Syari'ah wal Qanun Universitas

al-Azhar tahun 1985 M dengan nilai mumtaz.

4. Mendapat gelar doktor dalam Ushulul Fiqih Kuliah Syari'ah wal

Qanun Universitas al-Azhar tahuan 1988 M dengan nilai Syaraf Ula.

d. Karya-karya

1. al-Hukm al-Shar‟i 'inda al-Ushuliyyin

2. Atsr Dhihab al-Mahal fi al-Hukm

Page 83: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

73

3. al-Madkhal li-Darasah al-Madhahib al-Fiqhiyyah

4. 'Alaqah Ushul al-Fiqh bi al Falasifah

5. al-Nashkh 'inda al-Ushuliyyin

6. al-Ijma' inda al-Ushuliyyin

7. 'Aliyat al-Ijtihad

8. al-Imam al-Bukhari

9. al-Imam al-Syafi‟i wa Madrasatuhu al-Fiqhiyyah

10. al-Awamir wa al-Nawahi49

49

http://www.muslimedianews.com/ biografi-ulama-sunni-syaikh-ali-jumah.html. Diakses

pada tanggal 24 januari 2014

Page 84: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

74

BAB IV

HUKUM PRAKTEK JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

MENURUT ULAMA EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA

KONTEMPORER

A. Hukum Praktek Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai Menurut Imam

Mazhab Empat dan Ulama Kontemporer

Jual beli secara tidak tunai atau kredit adalah cara menjual atau membeli

barang dengan pembayaran tidak secara tunai (pembayaran ditangguhkan atau

diangsur). Menurut istilah perbankan yang dimaksud dengan tidak tunai atau

kredit, yaitu menukar harta tunai dengan harta tidak tunai.1Emas merupakan

komoditas unik. Emas mungkin satu-satunya komoditas yang ditimbun,

sementara komoditas lain diolah kembali untuk dikonsumsi.

Telah disepakati oleh sebagian besar ulama (ijma‟), dalam jual beli, emas

dan perak dikategorikan sebagai barang ribawi2 dikarenakan illat-nya sama yaitu

sebagai patokan harga dan merupakan sebagai alat pembayar, yang sama

fungsinya, seperti mata uang modern.3 Oleh sebab itu emas dan perak bisa

dijadikan mata uang, sehingga para ulama hadis memahami uang berasal dari

emas sebagai mata uang sejenis yaitu emas dengan istilah dan ukuran yang

berbeda.

1Syuhada Abu Syakir, Ilmu Bisnis dan Perbankan. hlm. 124

2 Benda-benda yang telah ditetapkan ijma‟ atas keharamannya karena riba ada enam macam

yaitu: emas, perak, gandum, syair, dan kurma, dan garam. Syaikh Al-Allamah Muhammad, Fiqh

Empat Mazhab, Jakarta: Hasyimi Press, 2010, hlm.226 3Syuhada Abu Syakir, Ilmu Bisnis dan Perbankan. hlm. 86

Page 85: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

75

Jika seseorang menjual barang yang mungkin mendatangkan riba (barang

ribawi), bukan berdasarkan jenisnya, maka di sini ada dua persoalan. Pertama,

jika barang itu dijual dengan barang yang tidak sepakat dalam illat riba, misalnya

menjual barang makanan dengan salah satu mata uang, maka tidaklah ada riba

padanya. Kedua, jika seseorang menjual dengan barang yang sepakat dalam sifat

(illat) riba, tetapi tidak sejenis, seperti menjual dirham dengan dinar (menjual

uang perak dengan emas), atau menjual makanan dengan makanan lain yang tidak

sejenis, maka menjualnya boleh berlebih atau berkurang. Hanya disyariatkan

padanya “kontan sama kontan, dan timbang terima di majelis akad”.4

Jual beli barang yang sejenis yang didalamnya terkena hukum riba, seperti

emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras, kurma dengan

kurma, agar tidak terkena riba ada 3 syarat:5

1) Sepadan, sama timbangannya, dan takarannya, dan sama nilainya.

2) Spontan, artinya seketika itu juga.

3) Saling bisa diserah terimakan.

Para ulama telah sepakat bahwa riba terdapat pada dua perkara, yakni pada

jual beli dan pada penjualan atau pinjaman, atau hal lain yang berada dalam

tanggungan.

4 Idris Ahmad, Fiqh Menurut Mazhab Syafi‟i, Jakarta: Widjaya Jakarta, 1974, hlm.50

5 Mohammad Rifa,i, et al. Terjamah Khulashah Kifayatul Akhyar, Semarang: Toha Putra

Semarang, 1991, hlm. 190

Page 86: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

76

Riba pinjaman terbagi dua yaitu riba jahiliyah dan riba utang piutang,

sedangkan riba jual beli juga terbagi dua yaitu riba fadl dan nasiah. Pada transaksi

jual beli emas ini masuk kepada riba jual beli yaitu jika:

a) Riba fadl, yaitu riba dengan pelebihan pembayarannya,6 atau tambahan dalam

salah satu baarang yang dipertukarkan. Illatnya menurut ibnu Taymiyyah

yang dikutip oleh Saleh Al-Fauzan adalah takaran, atau timbangan.7

Makna “pelebihan pembayarannya” adalah tidak sama ukurannya,

contohnya:

- Menukar satu bakul kurma jenis ajwah dengan 2 bakul kurma jenis sukari

dengan cara tunai.

- Menukar 100 gram emas baru dengan 200 gram emas using dengan cara

tunai

- Menukar Rp.10.000,- kertas dengan Rp.9800,- logam dengan cara tunai.

b) Riba nasi‟ah yaitu menukar harta riba dengan harta riba yang „illatnya

(alasannya) sama dengan cara tidak tunai,8

1. Makna”„illatnya sama “barang yang berupa objek tukar menukar sama

illatnya, seperti keduanya adalah alat tukar, atau keduanya makanan pokok

yang tahan lama, baik jenisnya sama ataupun tidak.

6Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, terj. Imam Ghazali, Achmad Zaidun, “Bidayatul Mujtahid

Wa Nihayatul Muqtashid”, Jakarta: Pustaka Amani, Cet III, 2007, hlm.705 7Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, Terj. Abdul Hayyie Al-Kattani, et al, Al-Mulakhkhasul

Fiqhi, Jakarta: Gema Insani, 2005, hlm. 392 8 Syuhada Abu Syakir, Op, Cit, hlm.85

Page 87: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

77

2. Maksud “tidak tunai” transaksi serah terima kedua barang dilakukan pada

saat yang tidak sama, contohnya:

a. Menukar 1 ember kurma dengan 1 ember gandum dengan tidak tunai.

b. Menukar 100 gram emas dengan 100 gram emas secara tidak tunai.

c. Menukar SR. 100,- dengan Rp. 2.000.000,- dengan cara tidak tunai.

Terdapat perbedaan pandangan antara para ulama mazhab tentang jual beli

emas secara tidak tunai, ada yang mengharamkan dan ada pula yang

membolehkan, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Ulama yang Tidak Membolehkan Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai

Para ulama yang mengharamkan jual beli emas secara tidak tunai adalah

para Imam Mazhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi‟i dan Ahmad Hanbali) .

Dinyatakan dalam hadis „Ubadah bin Shamit ra, ia berkata:

سمعت زسىل اهلل ينه عه بيع الرهب ببلرهب والفضة ببلفضة والبس ببلبس والشعيس ببلشعيس والتمس

ببلتمس والملح ببلملح مثال بمثل سىاء بسىاء يدا بيد فإذا اختلفت هره األصنبف فبيعىا كيف شئتم إذا كبن

يدا بيد.9

Artinya:“Aku mendengar Rasulullah Saw melarangemas ditukar dengan

emas, perak ditukar dengan perak, gandum bulat ditukar dengan

gandum bulat, gandum panjang ditukar dengan gandum panjang,

kurma ditukar dengan kurma, garam ditukar dengan garam dan

harus serupa dan sama utkurannya serta tunai. Apabila jenisnya

berbeda, maka juallah semau kalian dengan syarat tunai”.(HR.

Muslim)

Benda-benda yang diharamkan riba yang dinashkan dengan ijma‟ ada

enam, yaitu: emas, perak, gandum, sya‟ir, kurma, dan garam, akan tetapi illat

9 Hadis, ”Shahih Muslim”, hadis no. 2970 dalam Mausū‟at al-Hadīts al- Syarīf, edisi 2,

Global Islamic Software Company, 1991-1997

Page 88: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

78

emas dan perak berbeda dengan yang lainnya. Menurut Malik dan Syafi‟i

dikarenakan illat barang itu dijadikan patokan harga dan benda-benda

tersebutlah yang hanya bisa disamakan dengan uang.10

Menurut Imam Syafi‟I

illat keharaman yang demikian hanya dengan emas dan perak saja. Jika

melakukan jual beli atasnya mesti diterima masing-masing sebelum berpisah,

dan pendapat ini disetujui Imam Malik.

Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa illat keharaman

menjual emas dengan emas dan perak dengan perak secara tidak tunai, ialah

benda-benda itu adalah benda-benda yang ditimbang, di samping kesamaan

jenisnya, dan haram terhadap empat jenis barang lainnya pula karena benda-

benda itu benda-benda yang disukat, dan sama hukumnya.11

Dalil mereka

adalah banyaknya isyarat tentang itu dalam Al-Quran, diantaranya :

QS. Asy Syu‟ara (42) ayat 181-183;

/(۱۸۱-۱۸۱: ۲۴)الشىزي

Artinya:”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu Termasuk orang-

orang yang merugikan; Dan timbanglah dengan timbangan yang

lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya

dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat

kerusakan;

10

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam, Semarang: Pustaka

Rizki Putra, 2001, hlm.340-343 11

Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Mutiara Hadits 5, Jilid V , Semarang: Pustaka

Rizki Putra, 2003 , hlm.262

Page 89: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

79

QS. Al-Muthaffifin (83) ayat 1-3

(۱-۱: ۸۱طففيه/)الم

Artinya:“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (1) (yaitu)

orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain

mereka minta dipenuhi (2) dan apabila mereka menakar atau

menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi (3)”

Kemudian hadis Nabi Saw tentang keberadaan sebab (illat) yang juga

dijadikan dalil oleh imam Ahmad bin Hanbal yaitu berdasarkan riwayat Ibnu

Umar, bahwasannya Rasulullah saw bersabda:

م ال نذيىبسيه انذيىبسبب تبيعا ال ببنصبعيه بعانص بن ببنذسميه انذس

Artinya:“jangan kalian menjual satu dinar dengan dua dinar,jangan pula

menjual satu dirham dengan dua dirham, dan jangan pula satu sha‟

dengan dua sha‟.”(HR. Ahmad)12

Sehingga dalam hadis diatas emas diangap sebagai takaran atau

timbangan dalam jenis yang sama karena terwujudnya sebab.

Menurut jumhur ulama, bahwa emas dan perak memiliki kesamaan illat,

sedangkan kurma, gandum, sya‟ir, dan garam juga memiliki illat tersendiri.

b. Ulama yang membolehkan jual beli emas secara tidak tunai

Para ulama yang membolehkan jual beli emas secara tidak tunai sebagaimana

disebutkan dalam fatwa DSN-MUI diantaranya Ibnu Qayyim, Ibnu Taimiyah dan

Syekh Ali Jumu‟ah, mufti Mesir.

12

Hadis, ”Musnad Ahmad bin Hanbal”, hadis no. 5619 dalam Mausū‟at al-Hadīts al-Syarīf,

edisi 2, Global Islamic Software Company, 1991-1997.

Page 90: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

80

Dalil yang digunakan oleh mereka adalah hadis Nabi Saw :

ب تبيعا ال ب انز ا ال بمثم مثال إال ببنز ب تبيع بىبجز غبئبب مى

Artinya: “Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali dengan ukuran

yang sama, dan janganlah menjual emas yang gha‟ib(tidak diserahkan

saat itu) dengan emas yang tunai.”(HR. al-Bukhari).13

Menurut Syekh Ali Jumu‟ah yang dikutip dalam fatwa, emas dalam hadis ini

mengandung illah yaitu bahwa emas dan perak merupakan media pertukaran dan

transaksi di masyarakat dahulu. Ketika saat ini kondisi itu telah tiada, maka tiada

pula hukum tersebut. Ini dikaitkan dengan dengan kaidah ushul :

س انحكم مع يذ دا عهت مب عذ ج

Artinya: “Hukum berputar (berlaku) bersama ada atau tidak adanya‟illat.”14

Ketika saat ini kondisi itu telah tiada, maka tiada pula hukum tersebut, karena

hukum berputar (berlaku) bersama dengan „illat-nya, baik ada maupun tiada. Atas

dasar itu, maka tidak ada larangan syara‟ untuk menjualbelikan emas yang telah

dibuat atau disiapkan untuk dibuat dengan angsuran.15

Selanjutnya dalam fatwa DSN-MUI mengutip pendapat Ibnu Taymiyah

yaitu,“Boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan jenisnya

tanpa syarat harus sama kadarnya (tamatsul), dan kelebihannya dijadikan sebagai

kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu dengan pembayaran

13

Hadis, ”Shahih al-Bukhari”, hadis no. 2031 dalam Mausū‟at al-Hadīts al-Syarīf, edisi 2,

Global Islamic Software Company, 1991-1997. 14

„Ali Ahmad al-Nadawiy, Mawsu‟ah al-Qawa‟id al-Dhawabith al- Fiqhiyah al-Hakimah li-

al-Mu‟amalat al-Maliyah fi al-Fiqh al-Islamiy, (Riyadh: Dar „Alam al-Ma‟rifah, 1999), h. 395 15

Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai,

hlm. 275

Page 91: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

81

tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama perhiasan tersebut tidak

dimaksudkan sebagai harga (uang).”16

Selanjutnya kutipan dari Ibnul Qayyim lebih lanjut menjelaskan, “Perhiasan

(dari emas atau perak) yang diperbolehkan, karena pembuatan (menjadi

perhiasan) yang diperbolehkan, berubah statusnya menjadi jenis pakaian dan

barang, bukan merupakan jenis harga (uang). Oleh karena itu, tidak wajib zakat

atas perhiasan (yang terbuat dari emas atau perak) tersebut, dan tidak berlaku pula

riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara perhiasan dengan harga (uang),

sebagaimana tidak berlaku riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara harga

(uang) dengan barang lainnya, meskipun bukan dari jenis yang sama. Hal itu

karena dengan pembuatan (menjadi perhiasan) ini, perhiasan (dari emas) tersebut

telah keluar dari tujuan sebagai harga (tidak lagi menjadi uang) dan bahkan telah

dimaksudkan untuk perniagaan. Oleh karena itu, tidak ada larangan untuk

memperjualbelikan perhiasan emas dengan jenis yang sama.”17

Dari uraian yang telah diungkapkan di atas, penulis dapat mengambil

kesimpulan bahwasannya hukum praktek jual beli emas secara tidak tunai atau

kredit adalah cara menjual atau membeli barang dengan pembayaran tidak secara

tunai (pembayaran ditangguhkan atau diangsur). Sebagian besar ulama telah

sepakat dalam jual beli emas dan perak dikategorikan sebagai barang ribawi

16

Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai,

hlm. 279 17

Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai,

hlm. 280

Page 92: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

82

dikarenakan illatnya sama yaitu sebagai patokan harga dan merupakan sebagai

alat pembayar, yang sama fungsinya, seperti mata uang modern. Oleh sebab itu

enas dan perak bisa dijadikan mata uang, sehingga para ulama hadis memahami

uang sebagai mata uang yang sejenis yaitu emas. Jual beli barang yang sejenis

yang didalamnya terkena hukum riba, seperti emas dengan emas, perak dengan

perak, beras dengan beras, kurma dengan kurma, agar tidak terkena riba ada 3

syarat diantaranya harus sepadan yaitu sama timbangannya, spontan artinya

seketika itu juga, dan saling bisa diserah terimakan.

Para ulama telah sepakat bahwa riba terdapat dua perkara, yakni jual beli dan

pada penjualan atau pinjaman, atau hal lain yang berada dalam tanggungan. Riba

pinjaman terbagi dua yaitu riba jahiliyah dan riba utang piutang, sedangkan riba

jual beli terbagi dua yaitu riba fadl dan riba nasiah. Terdapat perbedaan

pandangan antara para ulama mazhab tentang jual beli emas secara tidak tunai,

ada yang mengharamkan dan ada pula yang membolehkan. Ulama yang tidak

membolehkan jual beli emas secara tidak tunai diantaranya ulama imam empat

mazhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi‟i, dan Ahmad Hanbali). Menurut Imam

Malik dan syafi‟i dikarenakan illat barang itu dijadikan patokan harga dan benda-

benda tersebutlah yang hanya bisa disamakan dengan uang, menurut Imam Syafi‟i

illat keharaman yang demikian hanya dengan emas dan perak saja. Jika

melakukan jual beli atasnya mesti diterima masing-masing sebelum berpisah, dan

pendapat ini disetujui Imam Malik. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat

bahwa illat keharaman menjual emas dengan emas dan perak dengan perak secara

Page 93: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

83

tidak tunai, ialah benda-benda itu adalah benda-benda yang ditimbang, dan sama

jenisnya. Kemudian hadis Nabi saw tentang keberadaan sebab (illat) yang juga

dijadikan dalil oleh imam Ahmad bin Hanbal yaitu berdasarkan riwayat Ibnu

Umar , bahwasannya Rasulullah saw bersabda “Janganlah kalian menjual satu

dinar emas dengan dua dinar, dan jangan pula menjual satu dirham dengan dua

dirham, dan jangan pula satu sha‟ dengan dua sha‟(HR. Ahmad), sehingga

dalam hadis ini emas dianggap sebagai takaran atau timbangan dalam jenis yang

sama karena terwujudnya sebab.

Ulama yang membolehkan jual beli emas secara tidak tunai sebagaimana

disebutkan dalam fatwa DSN-MUI diantaranya Ibnu Qayyim, Ibnu Taimiyyah,

dan Syekh Ali Jumu‟ah. Menurut Syekh Ali Jumu‟ah yang dikutip dalam fatwa,

emas mengandung illah yaitu bahwa emas dan perak merupakan media

pertukaran dan transaksi dimasyarakat terdahulu, ketika saat ini kondisi itu telah

tiada, maka tiada pula hukum tersebut. Selanjutnya pendapat Ibnu Taimiyyah

yaitu boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan jenisnya

tanpa syarat harus sama kadarnya, dan kelebihannya dijadikan sebagai

kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli dengan cara tunai

ataupun tidak tunai, selama perhiasan tersebut tidak dimaksudkan sebagai harga.

Selanjutnya kutipan dari ibnul Qayyim “perhiasan (emas atau perak) yang

diperbolehkan, karena pembuatan (menjadi perhiasan) yang diiperbolehkan,

berubah statusnya menjadi jenis pakaian dan barang, bukan merupakan jenis

Page 94: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

84

harga (uang). Tidak wajib zakat atas perhiasan (emas dan perak) dan tidak berlaku

pula riba (dalam pertuakaran atau jual beli) antara perhiasan dengan harga.

B. Analisis Tentang Hukum Praktek Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai

Setiap ketetapan hukum mempunyai sumber pengambilan dalam ilmu fiqh

yang dikenal dengan istilah istinbath hukum. Setiap istinbath (pengambilan

hukum) dalam syariat Islam harus berpijak kepada al-Quran, as-Sunnah dan

ijtihad.

Pada fatwa DSN-MUI dalil yang menjadi acuan utama dalam menetapkan

fatwa adalah hadis Nabi saw tentang jual beli emas. Dalam memahami hadis yang

baik dalam pendekatannya menurut Yusuf Qardawi salah satunya dengan

memperhatikan sebab khusus yang melatar belakangi diucapkannya satu hadis,

atau kaitannya dengan sebab atau alasan (illat) tertentu. Yang dikemukakan dalam

hadis tersebut atau disimpulkan darinya, ataupun dapat dipahami dari kejadian

yang menyertainya. Selain itu untuk memahami hadis harus diketahui kondisi

yang meliputinya serta dimana dan untuk tujuan apa diucapkan. Dengan demikian

maksud hadis benar-benar menjadi jelas dan terhindar dari berbagai perkiraan

yang menyimpang.18

Untuk dapat memahami hadis dengan pemahaman yang benar dan tepat,

haruslah diketahui kondisi yang meliputinya serta dimana dan untuk kajian apa ia

diucapkan. Sehingga dengan demikian maksudnya benar-benar menjadi jelas dan

18

Yusuf al-Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw, (Bandung: Karisma, 1993),

hlm.132

Page 95: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

85

terhindar dari berbagai perkiraan yang menyimpang dan terhindar dari pengertian

yang jauh dari tujuan sebenarnya.

Dalam fatwa DSN-MUI ada dalil-dalil dari hadis Nabi saw hadis yang

digunakan untuk menjadi landasan dalam fatwa. Dari hadis Nabi tersebut,:

1. Hadis Nabi riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa‟i, dan Ibnu Majah,

dengan teks Muslim dari „Ubadah bin Shamit, Nabi saw bersabda:19

ب ب انز مثال ببنمهح انمهح ببنتمش انتمش ببنشعيش انشعيش ببنبش انبش ضة ببنف انفضة ببنز

اء ,بمثم ا ف األصىب زي اختهفت فإرا ,بيذ يذا , بساء س .بيذ يذا كبن إرا شئتم كيف فبيع

“(Jual-beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan

gandum, sya‟ir dengan sya‟ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan

garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika

jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai”.

2. Hadits Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa‟i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan

Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi saw bersabda:20

سق بزان بء بء بإن سبب ببن ....

“(Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan secara tunai”.

3. Hadits Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa‟id al-Khurdi, Nabi saw bersabda:21

ا ب التبيع ب انز ا ال بمثم مثال إال ببنز بعهى تشف ا ال ,بعض بعض سق تبيع سق ان مثال إال ببن

ا ال بمثم ب تشف ا ال ,بعض عهى بعض ب تبيع بىبجز غبئبب مى

“Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan

janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain, janganlah

19

Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai,

hlm. 269 20

Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai,

hlm. 270 21

Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai,

hlm. 270

Page 96: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

86

menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah

menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual

emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai”.

4. Hadits Nabi riwayat Muslim dari Bara‟ bin „Azib dan Zaid bin Arqam:22

ى ل و اهلل صهى اهلل سس سق بيع عه سهم عهي ب ان ديىب ببنز

“Rasulullah Saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak

tunai).”

Dalam metode memahami hadis oleh Yusuf Qardawi bahwa

Berubahnya adat kebiasaan yang menjadi nash seperti berubahnya illat emas

yang sebelumnya tsaman menjadi sil‟ah adalah kondisi dimana saat ini emas

sudah tidak lagi menjadi alat pembayar yang resmi. Dalam

mempertimbangkan nash-nash yang berkaitan dengan tradisi yang muncul

pada masa Nabi Saw yang bersifat temporer. Oleh ulama kontemporer

membolehkan menghilangkan makna harfiah atau tekstualnya.23

Keempat hadis diatas yang melarang berjual beli emas secara tidak tunai

ini telah menegaskan betapa spesialnya emas sebagai sebuah benda, sehingga

tata cara mentransaksikannya diingatkandengan begitu detail oleh Nabi Saw.

Mengingat emas adalah logam mulia yang secara kebendaan memiliki sifat

kualitas yang stabil sehingga melekat padanya fungsi sebagai benda yang

menyimpan nilai dan sebagai pengukur nilai barang lain, sehingga emas

menjadi benda yang paling pantas menjadi alat pertukaran atau uang.

22

Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai,

hlm. 270-271 23

Yusuf Qardawi, Studi Kritis Sunnah, Bandung: Trigenda Karya, 1995, hlm. 132

Page 97: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

87

Para ulama juga menyepakati hadis-hadis diatas, bahwa mereka

membatasi jenis ribapada keenam jenis komoditas tersebut (emas, perak,

gandum, sya‟ir, kurma dan garam)24

dan juga berdasarkan penetapan nash dan

ijma‟.

Di dalam kitab Al-Mughni disebutkan bahwa sebab musabab riba pada

emas dan perak adalah karena mereka bisa ditimbang, sedangkan keempat

barang lainnya karena bisa ditakar.25

Berdasarkan riwayat diatas, maka semua

yang ditakar dan ditimbang menjadi riba apabila dijual dengan sesama jenis,

baik itu berbentuk makanan atau bukan.Maka kesimpulan hadis-hadis diatas

adalah:

a. Haramnya menjual (menukar) emas dengan perak atau sebaliknya disertai

rusaknya transaksi ini ketika kedua belah pihak yang melakukan transaksi

tidak menyerahkan barangnya secara tunai dalam majelis akad.

b. Haramnya menjual bur dengan bur atau sya‟ir dengan sya‟ir disertai

rusaknya akad apabila kedua belah pihak yang bertransaksi tidak

menyerahkan barangnya secara tunai sebelum berpisah dari majelis akad.

c. Sahnya barter dalam musharafah (tukar menukar) apabila dilakukan

secara tunai, demikian pula menjual bur dengan bur, sya‟ir dengan sya‟ir

dalam majelis akad.

24

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, terj. Imam Ghazali, Achmad Zaidun, “Bidayatul Mujtahid

Wa Nihayatul Muqtashid”, Jakarta: Pustaka Amani, Cet III , 2007, hlm.711 25

Ibnu Qudamah, Al Mughni, Jilid 5, terj.Anshari Taslim, Al Mughni Jakarta: Pustaka

Azzam, 2008, hlm.364

Page 98: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

88

d. Yang dimaksud dengan majelis akad adalah tempat melakukan transaksi,

baik dengan duduk, kedua pihak sama-sama berjalan atau menaiki

kendaraan. Sedangkan “perpisahan” adalah sesuatu yang dikenal dengan

perpisahan menurut kebiasaan masyarakat.

Menurut abu yusuf yang dikutip oleh Yusuf Qardawi berpendapat

bahwa ketentuan memperhitungkan jenis-jenis tersebut dengan takaran

atau timbangan adalah berlandaskan urf (kebiasaan setempat) . maka

apabila kebiasaan setempat mengalami perubahan, maka jual beli

mengacu kepada kebiasaan baru tersebut.26

Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S An-Nisa‟ (4) ayat 29:

/(۲:۴9)النسبء

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di

antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu.

Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan

membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti

membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.”

Sedangkan Abu Surai Abdul Hadi dalam bukunya Bunga Bank

dalam Islam berpendapat bahwa harus memperhatikan kepentingan

26

Yusuf Qardawi, Studi Kritis Sunnah, Bandung: Trigenda Karya, 1995, hlm. 154

Page 99: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

89

umum, semua macam transaksi itu halal sebelum ada pemerasan dan

sesuai dengan keadaan ekonomi masing-masing negara.27

Menurut DSN-MUI hadis ini mengandung illat yaitu bahwa emas

dan perak merupakan media pertukaran dan transaksi di masyarakat

dahulu. Ketika saat ini kondisi itu telah tiada, maka tiada pula hukum

tersebut.

kata “dzahab” (emas) itu bersifat umum bagi semua, baik yang

dijadikan alat tukar maupun yang tidak demikian juga dengan “al waraq”

(perak), dan sabdanya:

سق سبب ب ببن سهم: "انز آن ل اهلل صهى اهلل عه عمش به انخطب سضى اهلل, قبل: قبل سس

بء. بء انبش ببنبش سبب إال بء, بء ساي مسهم((إال

Artinya:“Dari Umar bin Khattab, dia berkatabahwa Rasulullah Saw

bersabda: “Menjual emas dengan perak itu riba kecuali dengan

kontan seluruhnya, kurma dengan kurma itu riba kecuali dengan

kontan seluruhnya, gandum dengan gandum itu riba kecuali

dengan kontan seluruhnya, dan sya‟ir (sejenis gandum)

dengansya‟iritu riba kecuali dengan kontan seluruhnya”28

.

Dan dalam jual belinya disebutkan kata بء بء memiliki banyak إال

cara pengucapan. Yang paling terkenal adalah dengan memanjangkan

(huruf ha‟) dan memfathahkan hamzah. Maknanya adalah tunai.29

Ini

27

Abu Surai Hadi, Bunga Bank dalam Islam, terj.Thalibi, ar-Ribawal Qarudl , Surabaya: al-

Ikhlas, 1993, hlm. 162 28

Hadis, ”Sunan al-Nasa‟i”, hadis no. 4482,dalam Mausū‟at al-Hadīts al-Syarīf, edisi 2,

Global Islamic Software Company, 1991-1997 29

Abdullah Bin Abdurrahman, Taisirul Allam Syarah „Umdatul Ahkam, terj. Fathul Mujib,

Taisirul „Allam Syarhu Umdatil Ahkam, Malang: Cahaya Tauhid Press, Cet.VII, 2010, hlm. 193

Page 100: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

90

berarti dalam pembayarannya haruslah masih dalam keadaan bertatap

muka antara penjual dan pembeli.

Dalam hadis diatas Nabi Saw menjelaskan tata cara jual beli yang

benar untuk macam-macam barang di atas yaitu barang-barang yang

padanya terkena hukum riba. Caranya adalah orang yang hendak menjual

emas dan perak atau sebaliknya harus dilakukan satu waktu dan kontan.

Kalau tidak, maka akad jual beli tidak sah. Karena jual beli ini adalah

tukar menukar dimana untuk sahnya disyaratkan dilakukan tunai.

Hal ini dipertegas lagi oleh Abdullah Saeed dalam bukunya yang

berjudul Islamic Banking and Interest: A Study of The Prohibition of Riba

and its Contemporary Interpretation bahwa, jika komoditi yang

ditransaksikan meliputi emas, perak, gandum, gerst, kurma, dan garam,

serta jenis komoditi lainnya yang semisal yang ditentukan dengan metode

qiyas, maka transaksinya harus dilakukan secara langsung (dari person ke

person), tidak boleh ditangguhkan, dan kadarnya harus sama (equal).

Karena penangguhan penyerahan komoditi yang menyebabkan

meningkatnya salah satu nilai tukar komoditi adalah termasuk riba.30

Berijtihad dengan „urf itu perlu karena disini hukum ditetapkan

dengan yang biasanya terjadi bukan dengan yang jarang terjadi,31

penting

30

Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, hlm. 63 31

Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, hlm. 86

Page 101: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

91

untuk meluruskan suatu masalah dengan syarat mujtahidnya adalah

mereka yang mumpuni dalam hal-hal yang akan diijtihadkan.

Adat kebiasaan suatu masyarakat memberi daya vitalitas dan gerak

dinamis dari hukum Islam dengan tidak kehilangan identitasnya sebagai

hukum Islam. Hukum Islam menerima adat yang baik dan tidak

bertentangan dengan nash yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT dan

Nabi-Nya.

Jika dipahami secara kontekstual, maksud hadis-hadis diatas adalah

tukar menukar emas selama emas tersebut dijadikan barang maka tidak

akan terkena hokum riba padanya. Jika dilihat dari sosio historis juga pada

saat itu emas dan perak memanglah menjadi alat tukar dunia dan sekarang

sudah beralih mengikuti zaman. Dalam fatwanya, DSN-MUI juga

mendasarkan fatwanya kepada pendapat para ulama yang membolehkan

transaksi jual beli emas secara tidak tunai, seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu

Qayyim dan ulama kontemporer yang sependapat. Mereka

mengemukakan bahwa, emas dan perak adalah barang (sil‟ah) yang dijual

dan dibeli seperti halnya barang biasa, dan bukan lagi tsaman (harga, alat

pembayaran, uang). Emas dan perak setelah dibentuk menjadi perhiasan

berubah menjadi seperti pakaian dan barang, dan bukan merupakan

tsaman (harga, alat pembayaran, uang). Oleh karenanya tidak terjadi riba

(dalam pertukaran atau jual beli) antara perhiasan dengan harga (uang),

sebagaimana tidak terjadi riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara

Page 102: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

92

harga (uang) dengan barang lainnya, meskipun bukan dari jenis yang

sama.32

Penulis berpendapat bahwa merubah illat emas yang sebelumnya

tsaman (harga) menjadi sil‟ah (barang) ini sah-sah saja karena memang

saat ini emas sudah jarang dijadikan alat tukar. Akan tetapi dalam hal jual

belinya emas yang sudah berubah illat menjadi barang ini tentunya dilihat

kembali barang ini tadinya adalah benda yang melekat sifat itu padanya

penyimpan kekayaan dan juga disebutkan dalam ijma‟para ulama

termasuk barang ribawi, maka hendaklah berhati-hati dalam memperjual

belikannya agar tidak terjerumus pada praktek ribawi.

Menurut Yusuf Qardhawi, emas pada zaman sekarang tidak

kehilangan fungsinya sebagai alat pembayar hanya saja perannya

tergantikan dengan uang kertas saat ini yang lebih efisien.33

Oleh karena

itu haram hukumnya dikelola secara riba.

Bahwa Allah tidak akan berlaku zalim pada hamba-hamba-Nya dan

apa yang Dia peritahkan itu akan menjadi kebaikan kepada hamba-hamba-

Nya dan apa yang Allah haramkanpun akan menjadi kebaikan jika

hambahamba- Nya mematuhi-Nya.

32

Fatwa DSN_MUI Nomor:77/DSN-MUI/V/2010, Jual-beli Emas Secara Tidak Tunait, hlm.

280 33

Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer 1, terj. As‟ad Yasin, Hadyul Islam Fatawi

Mu‟ashirah, Jakarta: Gema Insani, Cet I, 1995, hlm.771-772

Page 103: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

93

C. Analisis Terhadap Relevansi Fatwa DSN-MUI Nomor: 77 / DSN-MUI/ V/

2010, Yusuf al-Qardhawi, Ibnu Qayyim, dan Ibnu Taimiyyah Dengan

Pendapat Para Ulama Mazhab dan Pendapat Ulama Kontemporer

Relevansi memiliki arti hubungan atau kaitan, secara umum relevansi

adalah kecocokan, bersangkut paut.34

Dan dalam analisis disini penulis akan

menganalisis relevansi fatwa DSN-MUI dengan pandangan para ulama

mazhab yang akan menghasilkan fatwa lebih memiliki kecocokan dengan

ulama mazhab yang mana. Fatwa adalah usaha memberikan penjelasan

tentang hukum syara‟ oleh seorang ahlinya kepada orang yang belum

mengetahuinya. Ini mengindikasikan bahwa fatwa lebih khusus dari pada

ijtihad, fatwa dilakukan setelah adanya orang bertanya sedangkan ijtihad

dilakukan tanpa menunggu adanya pertanyaan dari pihak manapun.35

Sebenarnya antara ijtihad dan fatwa tidak dapat dibandingkan karena

subyeknya berbeda. Ijtihad adalah usaha menggali hukum dari sumber dan

dalilnya, sedangkan fatwa adalah usaha menyampaikan hasil penggalian

melalui ijtihad tersebut kepada orang lain melalui ucapan atau perbuatan

seperti seorang hakim yang memutus suatu perkara yang harus dijalankan.

Dalam pengambilan suatu ketetapan hukum Pengaruh adat dalam

kehidupan hukum adalah sesuatu hal yang tidak bisa dipisahkan. Sebab,

hukum yang bersumber dari adat pada prinsipnya mengandung proses dinamis

34

TimPenyusunKamusPusatBahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:Departemen

Pendidikan Nasional, 2008.hlm.1191 35

Abdul Fatah Idris, IstinbathHukum Ibnu Qayyim, Semarang: Pustaka Zaman,2007, hlm.109

Page 104: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

94

penolakan bagi yang buruk dan penerimaan bagi yang baik sesuai dengan

kebutuhan objektif masyarakat. Persoalan menjadi serius manakala

pertumbuhan suatu kebiasaan masyarakat, secara absolut bertentangan dengan

hukum. Hukum Islam mengakomodasi adat suatu masyarakat sebagai sumber

hukum selama tradisi tersebut tidak bertentangan dengan nash al-Qur'an

maupun al-sunnah.36

Kegiatan ekonomi dewasa ini, dalam hal jual beli emas terdapat macam-

macam bentuk, seperti membeli emas secara kredit, menukar emas lama

dengan emas yang baru, membeli emas dengan menggunakan cek, dan

sebagainya yang sepertinya hal itu susah dihilangkan dari masyarakat dunia.

Jual beli merupakan salah satu kegiatan bermuamalah, dan prinsip dalam

bermuamalah adalah setiap kegiatan bermuamalah itu diperbolehkan kecuali

ada dalil yang mengharamkannya.

Mengingat bahwa transaksi jual beli emas yang dilakukan masyarakat

saat ini seringkali dilakukan dengan cara pembayaran tidak tunai, baik secara

angsuran (taqsith) maupun secara tangguh (ta‟jil), maka DSN-MUI

memandang perlu menetapkan fatwa tentang transaksi jual beli emas secara

tidak tunai untuk dijadikan pedoman. Maka DSN-MUI mengeluarkan fatwa

Nomor:77/DSN-MUI/V/2010 tentang kebolehan jual-beli emas secara tidak

tunai yang isi keputusannya bahwa jual beli emas secara tidak tunai

36

Said Agil Husein al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas sosial, Jakarta: Permadani,

2004, hlm. 41

Page 105: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

95

diperbolehkan selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang),

dengan batasan dan ketentuan sebagai berikut:

1. Harga jual (tsaman) tidak boleh bertambah selama jangka waktu

perjanjian meskipun ada perpanjangan waktu setelah jatuh tempo.

2. Emas yang dibeli dengan pembayaran tidak tunai boleh dijadikan jaminan

(rahn).

3. Emas yang dijadikan jaminan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tidak

boleh dijualbelikan atau dijadikan obyek akad lain yang menyebabkan

perpindahan kepemilikan37

Dalam hal jual beli emas secara tidak tunai para ulama berbeda pendapat

di antaranya Pertama, Melarang; dan ini pendapat mayoritas fuqaha, dari

mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali .Kedua , membolehkan; dan ini

pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan ulama kontemporer yang

sependapat.

Jika ditelusuri lebih dalam lagi, disini terjadi perbedaan pandangan

mengenai illat pada obyek jual belinya yaitu emas. Dan DSN-MUI

menggunakan pada pendapat Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim yang

membolehkan jual beli emas secara tidak tunai, Ibnu Taimiyah berpendapat,

“Boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan jenisnya

tanpa syarat harus sama kadarnya (tamatsul), dan kelebihannya dijadikan

37

Fatwa DSN_MUI Nomor:77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai,

hlm.11

Page 106: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

96

sebagai kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu dengan

pembayaran tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama perhiasan

tersebut tidak dimaksudkan sebagai harga (uang).”38

Ibnu Qayyim menjelaskan lebih lanjut, “Perhiasan (dari emas atau

perak) yang diperbolehkan, karena pembuatan (menjadi perhiasan) yang

diperbolehkan, berubah statusnya menjadi jenis pakaian dan barang, bukan

merupakan jenis harga (uang). Oleh karena itu, tidak wajib zakat atas

perhiasan (yang terbuat dari emas atau perak) tersebut, dan tidak berlaku pula

riba (dalam pertukaran atau jualbeli) antara perhiasan dengan harga (uang),

sebagaimana tidak berlaku riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara harga

(uang) dengan barang lainnya, meskipun bukan dari jenis yang sama. Hal itu

karena dengan pembuatan (menjadi perhiasan) ini, perhiasan (dari emas)

tersebut telah keluar dari tujuan sebagai harga (tidak lagi menjadi uang) dan

bahkan telah dimaksudkan untuk perniagaan. Oleh karena itu, tidak ada

larangan untuk memperjualbelikan perhiasan emas dengan jenis yang sama.”

DSN-MUI menghukumi jual beli emas secara tidak tunai adalah mubah.

Dalil yang mereka gunakan adalah:

ب تبيعا ال ب انز ا ال بمثم مثال إال ببنز ب تبيع بىبجز غبئبب مى

Artinya:“Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali dengan ukuran

yang sama, dan janganlah menjual emas yang gha‟ib(tidak

diserahkan saat itu) dengan emas yang tunai.”(HR. al-Bukhari).39

38

Fatwa DSN_MUI Nomor:77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai,

hlm. 279

Page 107: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

97

Hadis ini menurut mereka mengandung illat yaitubahwa emas dan perak

merupakan media pertukaran dan transaksi di masyarakat dahulu. Ketika saat

ini kondisi itu telah tiada, maka tiada pula hukum tersebut. Ini dikaitkan

dengan dengan kaidah ushul :

س انحكم مع يذ دا عهت مب عذ ج

Artinya: “Hukum berputar (berlaku) bersama ada atau tidak adanya ‟illat.”40

Meskipun ada dalil yang melarang menjual atau membeli emas secara

tangguh. Sebagaimana hadis berikut:

سمعت زسىل اهلل ينه عه بيع الرهب ببلرهب والفضة ببلفضة والبس ببلبس والشعيس ببلشعيس والتمس

سىاء بسىاء يدا بيد فإذا اختلفت هره األصنبف فبيعىا كيف شئتم إذا كبن ببلتمس والملح ببلملح مثال بمثل

يدا بيد.

Artinya:”Aku mendengar Rasulullah Saw melarang emas ditukar dengan

emas, perak ditukar dengan perak, gandum bulat ditukar dengan

gandum bulat, gandum panjang ditukar dengan gandum panjang,

kurma ditukar dengan kurma, garam ditukar dengan garam dan

harus serupa dan sama utkurannya serta tunai. Apabila

jenisnyaberbeda, maka juallah semau kalian dengan syarat

tunai”.(HR. Muslim)41

Imam Syafi'i berpendapat bahwa menjual emas dan perak (lain jenis)

dengan berbeda lebih banyak adalah boleh, tetapi jika sejenis (emas dengan

emas) tidak diperbolehkan dengan kata lain riba. sedangkan Imam Syafi'I

39

Hadis, ”Shahih al-Bukhari”, hadis no. 2031 dalamMausū‟at al-Hadīts al-Syarīf, edisi 2,

Global Islamic Software Company, 1991-1997 40

Ali Ahmad al-Nadwiy, Mawsu‟ah al-Qawa‟id wa al-Dhawabith al-Fiqhiyah al-Hakimah

li-al-Mu‟amalat al-Maliyah fi al-Fiqh al-Islamiy, (Riyadh: Dar „Alam al-Ma‟rifah, 1991, J. I), h. 359 41

Hadis, ”Shahih Muslim”, hadis no. 2970 dalamMausū‟at al-Hadīts al-Syarīf, edisi 2, Global

Islamic Software Company, 1991-1997

Page 108: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

98

mensyaratkan agar tidak riba yaitu sepadan (sama timbangannya, takarannya

dan nilainya) spontan dan bisa diserahterimakan. Dan mereka sepakat bahwa

jual beli mata uang harus dengan syarat tunai, tetapi mereka berbeda pendapat

tentang waktu yang membatasi. Imam Hambali dan Syafi'i berpendapat bahwa

jual beli mata uang terjadi secara tunai selama kedua belah pihak belum

berpisah, baik penerimanya pada saat transaksi atau penerimaannya terlambat.

Tetapi imam Maliki berpendapat jika penerimaan pada majelis terlambat,

maka jual beli tersebut batal, meski kedua belah pihak belum berpisah.

Emas dan uang kertas itu sama pada dasarnya hal itu dikarenakan

emas diterima oleh masyarakat sebagai alat penukar tanpa perlu dilegalisasi

oleh pemerintah (bank sentral), sedangkan uang kertas diterima sebagai alat

penukar karena pemerintah mengatakan behwa uang kertas itu adalah alat

pembayar yang sah.42

Dalam hal inilah kita dapat melihat bahwa uang dapat

mengambil bentuk barang yang nilainya dianggap sesuai dengan kemampuan

tukarnya. Emas dan perak memiliki nilai yang dianggap sebagai komoditas

untuk menyimpan kekayaan. Ibnu Khaldun menulis, tuhan menciptakan dua

logam mulia (emas dan perak) itu untuk menjadi alat pengukur nilai atau

harga bagi segala sesuatu.43

Al-Maqrizi dalam Ighatsah menambahkan, tuhan

menciptakan dua logam mulia itu bukan sekedar sebagai alat pengukur nilai,

atau untuk menyimpan kekayaan, tapi juga sebagai alat tukar. Para ulama

42

Prathama Rahardja, Uang Dan Perbankan, Jakarta: Rineka Cipta,Cet-III, 1997, hlm. 11 43

Ahmad Riawan Amin, Satanic Finance, Jakarta: Pt.Ufuk Publising House, 2012 , hlm. 92

Page 109: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

99

mazhab yang berpendapat demikian itu ialah Imam Malik, Ahmad dan

sebagian ulama Syafi‟iyah. Alasan mereka ialah karena dengan cara demikian

itu agar tercapai tujuan agama Islam mencegah riba dan menutup

kemungkinan dari praktek riba itu.44

Penulis melihat relevansi fatwa dengan ulama mazhab itu tidak bisa

dipisahkan karena dalam mengeluarkan fatwa salah satu pijakannya adalah

dengan ijtihad para ulama mazhab. Dapat disimpulkan bahwa fatwa DSNMUI

tentang jual beli emas secara tidak tunai relevan dengan ulama mazhab yang

membolehkan jual beli emas secara tidak tunai, yaitu pendapat Ibnu Taimiyah

dan Ibnu Qayyim dengan ketentuan emas sudah tidak lagi menjadi alat tukar

atau penundaan pelunasan dierbolehkan dalam konteks pembayaran jasa

pembuatannya .

44

As Shan‟ani, Terjemahan Subulussalam, Jilid III, terj. Abu Bakar Muhammad, Subulus

Salam III , Surabaya : Al-Ikhlas, 1995, hlm.142

Page 110: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

100

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis mendiskripsikan pembahasan secara keseluruhan sebagai

upaya menjawab pokok-pokok permasalahan dalan menyusun skripsi ini, menarik

dalam beberapa kesimpulan, tentang pelaksanaan dan sistem jual belii emas di GTIS

sebagai berikut :

1. Menurut para ulama empat mazhab bahwa emas merupakan barang yang

ditimbang dan ditakar, karena barang yang ditimbang, atau ditakar sama dengan

jenis harta yang berpotensi riba.

2. Mengenai alasan diperbolehkannya jual beli emas secara tidak tunai dalam fatwa

DSN-MUI No:77/DSN-MUI/V/2010 adalah:

a. DSN-MUI menafsirkan hadis Nabi Saw tentang jual beli emas secara

kontekstual ini menjadikan hasil dari istinbath mereka dalam jual beli emas

secara tidak tunai dihukumi mubah.

b. DSN-MUI tidak beristinbaht secara langsung akan tetapi dalam merumuskan

fatwa mereka mengambil dari istinbath yang dilakukan oleh ulama mazhab

yang membolehkan kemudian dijadikan dalil penguat dalam istinbath mereka.

c. Pada zaman sekarang ini keadaan telah berubah semua, maka emas sudah

bukan lagi menjadi alat tukar, akan tetapi menjadi barang seperti umumnya.

Page 111: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

101

3. Berdasarkan hasil analisis maka Relevansi fatwa DSN-MUI Nomor:77/DSN-

MUI/V/2010 tentang jual beli emas secara tidak tunai dengan pendapat para

ulama mazhab adalah relevan kepada ulama mazhab yang membolehkan. pada

dasarnya jual beli emas ini ada dua pendapat ulama yang berbeda yaitu ada yang

melarang dan ada yang membolehkan. pertama, para imam mazhab empat sepakat

bahwa emas termasuk dalam jenis barang ribawi dan dalam jual belinya

diisyaratkan tunai, mereka memandang emas walau dalam bentuk dan kondisi

apapun tetap melekat sifat pada emas tersebut nilai . kedua, adalah ulama Ibnu

Taymiyah dan Ibnu Qayyim Bahwa Pertama, emas dan perak adalah barang

(sil’ah) yang dijual dan dibeli seperti halnya barang biasa, dan bukan lagi tsaman

(harga, alat pembayaran, uang). Emas dan perak setelah dibentuk menjadi

perhiasan berubah menjadi seperti pakaian dan barang, dan bukan merupakan

tsaman (harga, alat pembayaran, uang). Oleh karenanya tidak terjadi riba (dalam

pertukaran atau jual beli) antara perhiasan dengan harga (uang), sebagaimana

tidak terjadi riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara harga (uang) dengan

barang lainnya, meskipun bukan dari jenis yang sama. Maka fatwa DSN-MUI

tentang jual beli emas secara tidak tunai relevan dengan ulama mazhab yang

membolehkan jual beli emas secara tidak tunai , yaitu pendapat Ibnu Taymiyah

dan Ibnu Qayyim dengan ketentuan emas sudah tidak lagi menjadi alat tukar atau

penundaan pelunasan dierbolehkan dalam konteks pembayaran jasa

pembuatannya. Pendapat ulama kontemporer diantaranya Syaikh Ali Jumu’ah

bahwa emas dan perak mengandung illat merupakan media pertukaran dan

Page 112: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

102

transaksi dimasyarakat. Ketika saat ini kondisi itu telah tiada, maka tiada pula

hukum tersebut, karena hukum berputar (berlaku) bersama dengan illatnya, baik

ada maupun tiada. Dan pendapat dari Dr. Wahbah al-Zuhaily membeli perhiasaan

dari pengrajin dengan pembayaran angsuran tidak boleh, karena tidak dilakukan

penyerahan harga (uang), dan tidak sah juga dengan cara berutang dari pengrajin.

B. Saran-saran

1. Kepada masyarakat untuk memperhatikan setiap transaksi jual beli emas

hendaknya tidak untuk untung-untungan (spekulasi) dan dilakukan sesuai

dengan prinsip-prinsip syari'ah.

2. Penulis menyarankan bahwa apabila seseorang masih ragu melakukan jual

beli emas dengan transaksi tidak tunai seperti ini yang dikhawatirkannya ia

akan terjerumus kedalam riba maka lebih baik menghindari jual belinya

secara tidak tunai.

3. Suatu perkara yang membuat seseorang ragu ataupun bimbang, baik itu

perkara duniawi dan ukhrawi, maka lebih baik kita menyerahkannya kembali

kepada Allah, sehingga tidak terhinggapi perasaan bimbang dalam diri

terhadap apa yang dikerjakan ataupun yang dilakukan.

Page 113: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

103

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟an Al-karim

Abullah, Sulaiman. Dinamika Qiyas dalam Pembaharuan Hukum Islam: Kajian

Konsep Qiyas Imam Syafi‟i. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.

Syafi‟i, al, Muhammad bin Idris. Al-Risalah. Kairo: Dar al-Turas, 1979.

Abdurrahman , Abdullah Bin, Taisirul Allam Syarah „Umdatul Ahkam, terj. Fathul

Mujib, “Taisirul „Allam Syarhu Umdatil Ahkam”, Malang: Cahaya Tauhid

Press, Cet.VII, 2010.

Abu Syakir , Syuhada, Ilmu Bisnis & Perbankan Perspektif Ulama Salafi,

Bandung:Tim Toobagus, 2011.

Ahmad , Idris, Fiqh Menurut Mazhab Syafi‟i, Jakarta: Widjaya Jakarta, 1974.

Ahmad Muhammad Al-Assal, Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem, Prinsip dan

Tujuan Ekonomi Islam, Pustaka Setia, 1999

Al-Qardhawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh Zainal

Arifin dan Dahlia Husain, Jakarta : Gema Insani Press, 1999

Ali, Daud Muhammad,Hukum Islam , Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum

Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Amin, Muhammad, Ijtihad Ibnu Taimiyah Dalam Bidang Fiqh Islam, Jakarta : INIS,

1991.

Antonio , Mohammad Syafi'i, Bank Syari'ah dan Teori dan Praktek, Jakarta: Gema

Insani Press, 2003 .

Anwar, H. Moch, Fiqh Islam, cet. 2, Bandung: Al-Ma‟arif, 1998

Azhar Basyir, Ahmad, Asas-asas Hukum Muammalat, Hukum Perdata Islam,

Yogyakarta: UII Press, 2004

Page 114: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

104

Dimasyqi , Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman, Fiqih Empat Mazhab,

Jakarta, Hasyimi Press, 2010.

Djamil. R. Abdul. Hukum Islam; Asas-Asas Hukum Islam, cet. 1, Bandung : Mandar

mau, 1992

Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2007.

Furhan, Arif, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Surabaya :Usaha Nasional,

1992

GhoZali, Halal, Haram dan Subhat, yang diterjemahkan oleh abdul hamid Zahwan,

Pustaka Mentuq Ikapi, 1945

Ghufron A. Mas'adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, cet ke-1, 2002

Hadi, Sutrisno, Metodologi Penelitian Research, Yogyakarta : FP, UGM, 1987.

Hadis, ”Musnad Ahmad bin Hanbal”, hadis no. 5619 dalam Mausū‟at al-Hadīts al-

Syarīf, edisi 2, Global Islamic Software Company, 1991-1997.

_____________, ”Shahih al-Bukhari”, Mausū‟at al-Hadīts al-Syarīf, edisi 2, Global

Islamic Software Company, 1991-1997.

_____________, ”Shahih Muslim Mausū‟at al-Hadīts al-Syarīf, edisi 2, Global

Islamic Software Company, 1991-1997.

_____________, ”Sunan al-Nasa‟i”, Mausū‟at al-Hadīts al-Syarīf, edisi 2, Global

Islamic Software Company, 1991-1997.

Haroen, Nasroen, Fiqh Muamalat, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2000.

Hasan, M. Ali. Perbandingan Mazhab. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Himpunan Fatwa Dewan Syari'ah Nasional, Untuk Lembaga Keuangan Syari'ah,

Edisi I, Jakarta: Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Bank

Indonesia, 2001 .

Ibnu Rusyid, Terjemah Bidayatu'l-Mujtahid, Asy-Syifa' Semarang, Semarang, cet.

ke-1, 1990

Page 115: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

105

Idris , Abdul Fatah, Menggugat Istinbath Hukum Ibnu Qayyim, Semarang: Pustaka

Zaman,2007.

Jabir, Taha al-alwani, Bisnis Islam, Yogyakarta : AK Group, 2005

Khallaf, Wahhab Abdul, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushulul Fiqh, Jakarta :

PT Raja Grafindo Persada, 2002.

M. Faruq an-Nabahan, Sistem Ekonomi Islam, Pilihan Setelah Kegagalan Sistem

Kapitalis dan Sosialis. UII Press Yogyakarta, 2000

Muh. Sjarief Sukandy, Terjemah Bulughul Maram, PT. Al Ma'Arif Bandung, tth

Muhammad dan R Lukman Fauroni, Sisi Al-Qur'an Tentang Etika dan Bisnis,

Salemba Diniyah Edisi Pertama, Jakarta, 2002

Nazar Bakry, Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam, Pt. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 1994

Praja, Juhaya.S¸ Filsafat Hukum Islam, Bandung : LPPM UNISBA, 1995

R. Subekti, Aneka Perjanjian, cet. 10, Bandung : Diponegoro, 1984

Rahmat Syafei, Figh Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2006

Rodoni, Ahmad, Investasi Syariah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009,

cet 1.

Romli SA. Muqaranah Mazahib fil Ushul, Jakarta: GayaMedia Pratama, 1999.

Salim, Joko, Jangan Investasi Emas Sebelum Baca Buku Ini!,Jakarta:visimedia, 2010.

Sayis, al, Muhammad Ali. Tarikh al-Fiqh al-Islami, Kairo: Maktabah wa Matba‟ah

Ali Sabih wa auladuh, t. th

-----------, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqh: Hasil Refleksi Ijtihad.

Penerjemah M. Ali Hasan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995

Qardhawi , Yusuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer 1, terj. As‟ad Yasin, Hadyul Islam Fatawi

Mu‟ashirah, Jakarta: Gema Insani, Cet I, 1995.

Page 116: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

106

________, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw, Bandung: Karisma, 1993.

________, Studi Kritis As-Sunnah, Bandung: Trigenda Karya, 1995.

Shiddieqy Hasby, Falsafah Hukum Islam, cet 2, Jakarta: Al-Ma‟arif, 1998

Suharnoko, Hukum Perjanjian, Jakarta : Kencana Group, 2007

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Taimiyah, Ibnu, “ Majmu Fatawa”, Bairut: Darul Fikr 1920.

-------------------“Al-Siyasah Al-syar‟iyyah Fi Islahir Raa‟i War Ra‟iyyah”,Terj.Rofi‟

Munawwar,”Siyasah Syari‟ah Etika Politik Islam”,Surabaya:Risalah

Gusti,Cet.ke-1,1995.

------------------- Ash-Sharim Al-Maslul „Ala Syatim Al-Rasul, Beirut- Lebanon : Dar

Al- Kutub Al-Ilmiyah,t,th.

------------------ “Al-Furqan Baina Auliya Al-Rahman Wa Auliya ALSyaithan,” Terj.

Pustaka Panjimas, “ Al-Furqan Antara Kekasih Allah Dan Kekasih Syaitan,

Jakarta : Pustaka Panjimas, 1989.

------------------ “Tafsir Al-Kabir”, Jilid 1, Beirut-Lebanon : Dar Al-Kutub Al-

Ilmiyah, t,th, hlm 37, lihat juga Muhammad Abu Zahrah, Tarikh Al-Mazahib

Al-Islamiyah, Juz 2, Beirut- Lebanon : Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1987.

------------------ “Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyah”, Riyadh: al-Riyad al-Hadisati,

jilid I, tt.

Teungku Muhammad Hasby Ash Shidieqi, Pengantar Fiqh Muamalah, PT. Pustaka

Rizki Putra, Semarang, 1997.

Usman, Iskandar. Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1994.

Yanggo , Huzaemah Tahido, Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, Cet.I , 1997 .

Zahrah, Abu. Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah. Al-Qahirah: Dar al-Fikr al-Arabiy,

1987.

Page 117: PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24875/1/Ryco... · PANDANGAN EMPAT IMAM MAZHAB DAN ULAMA KONTEMPORER ... Mazhab dan Hukum

107