P 4 lap res
-
Upload
nina-vianti -
Category
Documents
-
view
642 -
download
16
Transcript of P 4 lap res
PERCOBAAN 4
I. NAMA PERCOBAAN
ANALGETIK
II. PENDAHULUAN
II.1. Tujuan percobaan
Mengenal, mempraktekkan dan membandingkan daya analgetik
asetosal dan parasetamol menggunakan metode rangsang kimia.
II.2. Dasar teori
Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua proses, yakni
penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar dan reaksi-reaksi
emosional dan individu terhadap perangsang ini (Anief, 2000).
Obat penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses
pertama dengan mempertinggi ambang kesadaran akan perasaan
sakit, sedangkan narkotik menekan reaksi-reaksi psychis yang
diakibatkan oleh rangsangan sakit (Anief, 2000).
Yang mengatur suhu tubuh kita adalah hipotalamus yang
terletak di otak. Hipotalamus ini berperan sebagai thermostat.
Thermostat adalah alat untuk menyetel suhu seperti yang terdapat
pada AC. Hipotalamus kita mengetahui berapa suhu tubuh kita yang
seharusnya dan akan mengirim pesan ke tubuh kita untuk menjaga
suhu tersebut tetap stabil (Wibowo, S., 2006).
Analgetik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa
nyeri yang dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsang mekanis,
kimia, dan fisis yang melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai
ambang nyeri). Rasa nyeri tersebut terjadi akibat terlepasnya
mediatornyeri dari jaringan yang rusak yang kemudian merangsang
reseptor nyeri diujung saraf perifer ataupun ditempat lain. Dari
tempat ini selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di
korteks serebri oleh saraf sensoris melalui sumsum tulang belakang
dan thalamus.
Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam
dua kelompok besar yaitu:
a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat
yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika
antiradang termasuk kelompok ini.
b. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk mengahalau rasa
nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker.
Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer (parasetamol,
asetosal, mefenamat atau aminofenazon). Untuk nyeri sedang dapat
ditambahkan kofein dan kodein. Nyeri yang disertai pembengkakan
sebaiknya diobati dengan suatu analgetikum antiradang
(aminofenazon, mefenaminat dan nifluminat). Nyeri yang hebat
perlu ditanggulangi dengan morfin. Obat terakhir yang disebut dapat
menimbulkan ketagihan dan menimbulkan efek samping sentral
yang merugikan. (Tjay, 2007).
Penggolongan analgetika perifer secara kimiawi dibawah ini,
antara lain :
a. Paracetamol
b. Salisilat : Na-salisilat, asetosal, salisilamida, dan benirilat
c. Derivat pirazolion : propifenazon, isopropilaminofenazon, dan
metamizol.
d. Derivat antranilat : glafenin, asam mefenamat.
e. Penghambat prostaglandin (NSAIDs) : ibufrofen, dll
f. lainnya : bezidamin (tantum). (Tjay, 2007).
Demam adalah suatu bagian penting dari mekanisme
pertahanan tubuh melawan infeksi. Kebanyakan bakteri dan virus
yang menyebabkan infeksi pada manusia hidup subur pada suhu 37
derajat C. Meningkatnya suhu tubuh beberapa derajat dapat
membantu tubuh melawan infeksi. Demam akan mengaktifkan
system kekebalan tubuh untuk membuat lebih banyak sel darah
putih, membuat lebih banyak antibodi dan membuat lebih banyak
zat-zat lain untuk melawan infeksi (Wibowo, S.,2006).
Rasa Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak
nyaman, berkaitan dengan ( ancaman ) kerusakan jaringan. Batas
nyeri untuk suhu konstan, yakni pada 44-45°C. Nyeri disebabkan
oleh rangsangan yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan,
rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut
mediator nyeri.
Sebagai mediator nyeri, antara lain adalah sebagai berikut :
a. histamine, yang bertanggungjawab untuk kebanyakan reaksi
alergi ( bronchokontriksi, pengembangan mukosa, pruritus ) dan
nyeri.
b. bradikin, adalah polipeptida ( rangkaian asam amino ) yang
dibentuk dari protein plasma.
c. leukontrien, dan
d. prostaglandin, mirip struktur dengan asam lemak dan terbentuk
dari asam arachidonat. (Tjay, 2007).
Efek-efek samping yang biasanya muncul adalah gangguan-
gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati, dan ginjal
dan juga reaksi-reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama
terjadi pada penggunaan lama atau pada dosis besar, maka sebaiknya
janganlah menggunakan analgetika ini secara terus menerus.
(Katzung, 1997).
III. CARA PERCOBAAN
III.1. Bahan dan alat yang digunakan
A. Bahan
1) Larutan tilosa dalam air 1%
2) Suspensi asetosal 1% dalam tilosa 1%
3) Suspensi paracetamol 1% dalam tilosa 1%
4) Larutan steril asam asetat 1%
B. Alat
1) Spuit injeksi (0.1-1 ml)
2) Jarum oral (ujung tumpul)
3) Beker glass
C. Hewan Uji : mencit betina, umur 40-60 hari, berat 20-30g
III.2. Cara kerja
Mencit 9 ekor, dibagi menjadi 3 kelompok
Kelompok I (kontrol) : diberi larutan tilosa 1% melalui oral
dengan volume sama dengan larutan pembawa obat pada
kelompok tikus perlakuan
Mencit kelompok II : diberi suspensi paracetamol 1%, dosis
300ml/kgBB, melalui oral
Mencit kelompok III : diberi suspensi asetosal 1%, dosis
300ml/kgBB, melalui oral
A. Pengumpulan data
Setelah hewan uji mendapat perlakuan
5 menit kemudian seluruh hewan di suntik intra peritoneal
larutan steril asam asetat 1% v/v dengan dosis 300mg/kgBB
Beberapa menit kemudian mencit akan menggeliat (perut kejang
dan kaki ditarik kebelakang).
Catat jumlah komulatif geliat yang timbul setiap selang waktu 5
menit selama 60 menit.
Hitung persen daya analgetik dengan rumus :
% daya analgetik = 100 – (P/K x 100)
Dengan,
P = jumlah komulatif geliat mencit yang diberi obat analgetik
K = jumlah komulatif geliat mencit yang diberi tilosa (kontrol)
a. Analisis Hasil
Bandingkan daya analgetik asetosal dan paracetamol dengan uji t
dengan taraf kepercayaan 95%
IV. HASIL PERCOBAAN
Jumlah geliatan mencit
Kelompok Tilosa Paracetamol Asetosal
IV 27x 21x 29x
V 16x 16x 9x
VI 27x 16x 15x
% daya analgetika = 100 – (P/K x 100)
% Paracetamol % Acetosal
= 100 – (21/27 x 100)
= 100 – 77,78 %
= 22,22 %
= 100 – (29/27 x 100)
= 100 – 107,40 %
= - 7,40 %
V. PERHITUNGAN
Dosis konversi Dosis larutan stok
Paracetamol 1,305 mg / 20 gr 128,46 mg/50 ml
Acetosal 1,048 mg / 20 gr 255,338 mg/50 ml
PGS Maksimal 1,0 ml
Asam Asetat Maksimal 0,050 ml
Rumus :
Mg Dosis yang di berikan = BB Mecit / 20 gr x DosisManusia
1. Dosis Tilosa, BB mencit 15 gr
maksimal pemakaian 1,0 ml
2. Dosis Paracetamol, BB mencit 20 gr
3. Dosis Acetosal, BB mencit = 30 gr
20 gr
20 grX 1,305 mg = 1,305 mg
1,305 mg
128,46 mg/50 ml = 0,50 ml
30 gr
20 grX 1,048 mg = 1,572 mg
1,572 mg
255,338 mg/50 ml = 0,30 ml
LARUTAN STOK ANALGETIK
Dosis Berat Tablet
Paracetamol 500 mg 562,7 mg / tab
Asetosal 400 mg 1113,8 mg / 5 tab
1. PARACETAMOL
Dosis untuk mencit = 500 mg x 0,00261
= 1,305 mg / 20 g BB.
Dosis untuk mencit ( 35 gr ) = 35gr20gr
x1,305mg=2,284mg
Dosis PCT dalam 50 ml = 50ml1ml
x 2,284mg=114,2mg
Mg PCT untuk lar. stok = 562,7mg500mg
x114,2mg=128,52mg
Jadi, Sebanyak 128,46 mg PCT dilarutkan dalam 50 mL tilosa.
2. ASETOSAL
Dosis untuk mencit = 400 mg x 0,00261
= 1,048 mg / 20 g BB.
Dosis untuk mencit ( 35 gr ) = 35gr20gr
x1 ,0 48mg=1,834mg
Dosis PCT dalam 50 ml = 50ml1ml
x 1,83 4mg=91,7mg
Mg Asetosal untuk lar. stok = 1113,8mg
4 00mgx 91,7mg=255,338mg
Jadi, Sebanyak 255,338 mg Asetosal dilarutkan dalam 50 ml tilosa.
VI. PEMBAHASAN
Percobaan Analgetika ini ditujukan untuk melihat respon mencit
terhadap asam asetat yang dapat menimbulkan respon menggeliat dari
mencit ketika menahan nyeri pada bagian paha kiri mencit yang
disuntikkan asam asetat secara intra muskular.
Langkah pertama yang dilakukan adalah pemberian obat-obat
analgetik pada tiap mencit per oral. Setelah 5 menit I, mencit II, dan III,
diberikan larutan induksi asam asetat 1 % secara i.m. Dan laruran asam
asetat dikhawatirkan dapat merusak jaringan tubuh jika diberikan melalui
rute lain, misalnya per oral, karena sifat kerongkongan cenderung bersifat
tidak tahan terhadap pengaruh asam.
Mencit menggeliat dengan ditandai perut kejang dan kaki ditarik ke
belakang. Jumlah geliat mencit dihitung setiap 5 menit selama 60 menit.
Pengamatan yang dilakukan agak rumit karena praktikan sulit
membedakan antara geliatan yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari obat
atau karena mencit merasa kesakitan akibat penyuntikan intramuscular
pada paha bagian kiri mencit.
Hasil praktikum analgetika ini tidak sesuai dengan teori, yang
seharusnya jumlah geliatan terbanyak pertama diperoleh dari mencit yang
diberi tilosa, yang kedua mencit yang diberi paracetamol, dan yang
terakhir mencit yang diberi Acetosal. Tapi hasil praktikum kami malah
jumlah geliatan terbanyak pertama diperoleh dari mencit Acetosal, kedua
mencit Tilosa, dan terakhir mencit Paracetamol.
Maka dari itu untuk % analgetika obat Acetosal kami mendapatkan
hasil -7,40 %, sedangkan untuk % analgetika obat Paracetamol
mendapatkan hasil 22,22 %.
Kemungkinan kesalahan hasil praktikum kali ini dikarenakan cara
penyuntikkan intramuscular pada paha mencit yang keliru, mencitnya
yang tidak dapat perlakukan dan menyebabkan mencit strees, atau bisa
karena human error atau kesalah yang diperbuat oleh praktikan sendiri.
Penjelasan tentang data statistic :
1. Data kolom normalitas persen geliatannya untuk kolom Sig. pada
Shapiro Wilk memperoleh 0,190 yang bearti tidak memenuhi syarat
karena data yang didapat harus < 0,05.
2. Dan data pada kolom homogenitas persen geliatannya untuk kolom
Sig. memperoleh 0,030 yang bearti tidak memenuhi syarat karena data
yang didapat harus > 0,05.
3. Jadi digunakan table kruskal wallis karena persen geliat pada
normalitas dan homogenitas terjai perbedaan.
VII. KESIMPULAN
1. Penyuntikkan Asam asetat 1% melalui intramuscular pada paha bagian
kiri mencit.
2. Mencit menggeliat dengan ditandai perut kejang dan kaki ditarik ke
belakang.
3. Jumlah geliatan mencit PGS = 27x
4. Jumlah geliatan mencit Paracetamol = 21x
5. Jumlah geliatan mencit Acetosal = 29x
6. Hasil % analgetika obat Paracetamol = 22,22%
7. Hasil % analgetika obat Acetosal = - 7,40%
8. Hasil praktikum analgetika ini tidak sesuai dengan teori.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Anief,Moh. 2000, Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi, Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada University Press.
Katzung,B.G. 1997, Farmakologi Dasar dan Klinik, ed VI. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mutschler Ernest. 1991, Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi &
Toksikologi, edisi V, Bandung : Penerbit ITB
Tjay,Tan Hoan,Drs., Rahardja,Kirana,Drs., edisi VI, 2007, Obat-obat
Penting, Jakarta : Gramedia