Outline LATIFAH
Click here to load reader
-
Upload
abdul-aziz -
Category
Documents
-
view
43 -
download
5
Transcript of Outline LATIFAH
USULAN JUDUL PENELITIAN
I. Identitas :
Nama : Latifah Arifiyatun
NIM : 08 / 269853 / PN / 11393
Angkatan : 2008
Tanda tangan :
II. Judul : Karakterisasi Bahan Humus Pada Berbagai Kedalaman
Tanah Di Lahan Sayuran Organik
III. Lokasi : Lahan sayuran, Ciwidey, Jawa Barat
IV. Latar Belakang:
Revolusi Hijau adalah usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan
produksi pangan. Mengubah dari pertanian yang tadinya menggunakan teknologi tradisional
menjadi pertanian yang menggunakan teknologi lebih maju atau modern. Penggunaan pupuk
dan pestisida kimiawi (anorganik) memberikan dampak buruk terhadap produktivitas tanaman
jangka panjang. Dengan memberikan kontribusi terbesar terhadap pertambahan produksi
pangan, pemupukan anorganik menjadi sangat diandalkan yaitu 32% lebih besar dari irigasi
(18%), benih (17%), mesin pertanian (13%), dan faktor lain (6%). Setelah penerapan
pemupukan anorganik secara terus menerus pada masa revolusi hijau, produktivitas padi pada
umumnya tidak signifikan walaupun telah menambahkan dosis pupuk anorganik (Sisworo,
W.H. 2011).
Penggunaan pupuk anorganik dalam pertanian konvensional pada masa revolusi hijau
mengakibatkan keseimbangan hara di dalam tanah terganggu. Penggunaan pupuk buatan atau
kimia yang berkonsentrasi tinggi dan tidak proporsional pada lahan sawah berdampak pada
penimpangan status hara dalam tanah. Dampak lain adalah menyusutnya kandungan bahan
organik tanah karena berkurangnya penggunaan pupuk organik. Dilaporkan, sekitar 60 %
areal sawah di Jawa kandungan bahan organiknya kurang dari 1 % (Sugito., et al, 1995).
Selain itu bahan organik tanah menjadi sulit terhumifikasi, akibatnya banyak unsur hara yang
tidak tersedia bagi tanaman walaupun unsur hara tersebut ada di dalam tanah.
Penerapan teknologi pemupukan organik juga sangat penting dalam pengelolaan
kesuburan tanah karena mengandung hara makro N, P, K dan hara mikro dalam jumlah cukup
yang sangat diperlukan pertumbuhan tanaman juga berfungsi sebagai bahan pembenah tanah
(Sutanto, 2002). Pupuk organik dapat bersumber dari sisa panen, pupuk kandang, kompos
atau sumber bahan organik lainnya. Bahan organik tanah itu sendiri dapat diartikan semua
bahan berasal dari tanaman atau hewan, baik masih hidup atau sudah mati yang terdapat
dalam tanah. Selain menyumbang hara yang tidak terdapat dalam pupuk anorganik, seperti
unsur hara mikro, pupuk organik juga penting untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi
tanah. Bahan organik memiliki peran penting dalam memperbaiki sifat kimia, fisik, dan
biologi tanah. Meskipun kontribusi unsur hara dari bahan organik tanah relatif rendah,
peranannya cukup penting karena selain unsur NPK, bahan organik juga merupakan sumber
unsur esensial lain seperti C, Zn, Cu, Mo,Ca, Mg, dan Si (Tate, 1987).
Mengingat jumlah dan kualitas bahan organik yang banyak dijumpai di lapangan,
maka pemilihan terhadap bahan organik yang digunakan perlu dipertimbangkan karena
penggunaan bahan organik dipandang sebagai yang paling sesuai dalam penerapan konsep
teknologi masukan rendah. Heal., et al. (1997) dan Suntoro (2001), menyebutkan beberapa
parameter penting yang dipakai dalam menentukan kualitas bahan organik sebagai sumber
pupuk organik, antara lain nisbah C/N rendah, kandungan lignin, kandungan polifenol yang
juga rendah, lebih efektif untuk mereduksi Al dalam larutan tanah.
Bahan organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari biomasa tanah
(akar) dan biomasa luar tanah (daun, batang, cabang,ranting, bunga, buah dan biji). Bahan
organik tanah terdiri atas akar hidup dan mati, edafon, jaringan organik mati, hasil
dekomposisi bahan organik, dan senyawa organik neo formasi (humus). Bahan organik
menjalankan peranan pemanduan rangkap yaitu, memadukan semua faktor lingkungan dan
menjadi kakas penggerak pedogenesis, termasuk pelapukan (Notohadiprawiro, 1998).
Pertanian organik dapat mengurangi dampak penggunaan pupuk kimia atau anorganik
pada kesuburan tanah jangka panjang. Penambahan bahan organik di dalam tanah sawah
dibutuhkan untuk mempercepat ketersediaan hara bagi tanaman (fungsi unsur hara untuk
kesuburan tanah) dan nutrusi bagi biota tanah. Kandungan asam fulvat, asam humat dan
humus sebagai penentu kualitas bahan organik tanah. Bahan organik tanah terdiri dari dua
macam yaitu bahan humat dan bahan non humat. Bahan humat adalah bahan organik dengan
berat molekul tinggi, warna coklat sampai dengan hitam, bahan yang dibentuk pada reaksi
sintesis kedua seperti : asam humat, asam fulvat dan asam humin. Asam humat adalah bahan
organik berwarna gelap yang dapat diekstrak dari tanah oleh berbagai reagen dan tidak larut
dalam asam. Asam fulvat adalah bahan organik lebih cerah dari humat, larut dalam asam dan
basis. Sedangkan asam humin adalah bahan organik yang tidak larut dalam asam dan basis.
Bahan non humat adalah senyawa seperti : asam amino, karbohidrat, dan asam-asam organik
dan gugus-gugus fungsional (carboxyl, phenolic OH) yang kebanyakan mengandung senyawa
biokimia dari proses sintesis jasad renik tanah (Stevenson, 1982).
Perlunya karakterisasi humus untuk menentukan kesuburan tanah terutama
ketersediaan bahan organik bagi tanaman. Karakterisasi bahan organik tanah penting
diketahui untuk melihat kualitas bahan organik tanah. Presentasi dan karakteristik humus
dapat dilihat melalui fraksi humik yang terdapat di dalam tanah dan dipengaruhi oleh tipe
penggunaan lahan. Sebagai contoh, humus di lahan hutan dikarakterisasi oleh tingginya
kandungan asam fulvat, sementara di lahan gambut dan padang rumput dikarakterisasi oleh
tingginya kandungan asam humat. Rasio asam humat /asam fulvat seringkali terjadi
penurunan dengan semakin dalamnya kedalaman tanah (Stevenson, 1982).
Kualitas bahan organik dan humus ditentukan oleh karakterisasi bahan organik itu
sendiri. Melihat dampak penggunaan bahan anorganik terhadap penurunan dan produktivitas
lahan dan tanaman, serta memperhatikan keunggulan pertanian organik serta karakterisasi
bahan organik dalam menentukan kesuburan tanah maka penelitian tentang Karakterisasi
Bahan Humus Pada Berbagai Kedalaman Tanah Di Lahan Sayuran Organik dengan
tipe penggunaan lahan yang berbeda perlu dilakukan. Lokasi persawahan yang menjadi lokasi
penelitian adalah di Ciwidey, Jawa Barat dengan penggunaan lahan sawah yang berbeda,
yaitu lahan sawah anorganik dan lahan sawah organik dengan kedalaman tanah yang berbeda
sebagai acuan karakterisasi humus.
V. Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik bahan humus pada lahan
sayuran yang dibudidayakan secara organik pada berbagai kedalaman tanah di Ciwidey,
Jawa Barat. Untuk menjawab tujuan tersebut maka lahan yang dikelola secara non organik
dipakai sebagai kontrol dan pembeda dalam menilai dampak pertanian non organik terhadap
proses karakterisasi humus.
VI. Metodologi
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian dikerjakan dengan dua tahap yaitu pengamatan langsung di lapangan dan
analisis laboratorium. Pengamatan lapangan dilaksanakan lahan sayuran organik dan non
organik di Ciwidey, Jawa Barat. Sedangkan analisis laboratorium dilaksanakan di
laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan humus diekstrak dari sampel tanah lahan sayuran organik pada tanaman berakar
<10 cm dan berumur pendek (sawi) serta lahan sayuran berakar >10 cm dan berumur panjang
(cabai) pada berbagai kedalaman tanah yaitu 0- 20 cm dan 20- 40 cm. Alat-alat yang
digunakan antara lain :
1. Bor tanah
2. Palu pedologi
3. Belati
4. GPS
5. Klinometer
6. Muncell Soil Color Chart
7. Kantong plastic
8. Borlist
9. Alat tulis
10. Label
C. Tahapan Penelitian
1) Pengambilam sampel
Lokasi dan pembuatan profil tanah ditentukan dengan observasi di lapangan.
Profil tanah dibuat pada masing-masing lokasi pengamatan baik di lahan sayuran
organik dan non organik.
Pengamatan sifat dan karakteristik tanah di lapangan melalui pengamatan profil
tanah pada masing-masing lokasi (Soil Survey Staff).
Pengambilan sampel tanah ditentukan berdasarkan sistem pertanian yang dipakai
diwilayah tersebut, yaitu: Sistem pertanian organik (tanah yang diperlakukan
secara organik) dan sistem pertanian non organik sebagai kontrol (tanah yang
diperlakukan secara non organik).
Masing-masing sampel diambil pada kedalaman 0- 20 cm dan 20- 40 cm. Sampel
tersebut di ambil di bawah tegakan tanaman sayuran berakar pendek (<10 cm)
dengan umur pendek (sawi) dan tanaman sayuran berakar panjang (>10 cm)
dengan umur panjang (cabai).
Sampel juga diambil pada masing-masing lahan sebanyak tiga (3) kali sebagai
ulangan dalam analisis di laboratorium.
2. Analisis bahan humus
Pemisahan bahan humus metode ekstraksi Stevenson (1982)
Penetapan kemasaman total metode barium hidroksida (Djadmo, 2006)
Penetapan kandungan karboksil dan OH-fenolik bahan humus metode kalsium
asetat (Djadmo, 2006)
Nisbah E4/E6 (Stevenson, 1982)
Pemisahan fraksionasi molekul dengan kromatografi gel TLC (Thin Layer
Chromatography) (Tan, 1982)
Pencirian bahan humat dengan alat FTIR (Fourier Transform Infra Red)
3. Analisis sifat kimia tanah
Analisis kimia tanah meliputi :
pH H2O (aktual), pH KCl (potensial) dengan pH meter
KPK tanah pH 7 dengan Ammonium Asetat netral (NH4Oac pH 7)
Karbon organik (C-organik) dengan menggunakan metode Walkley and Black
N total dengan metode Kjeldahl
4. Interpretasi hasil analisis tanah
Data hasil analisis yang telah diperoleh akan diinterprestasikan dalam bentuk tabel dan
atau grafik. Informasi yang diperoleh dari tabel dan atau grafik tersebut dideskripsikan untuk
mengetahui adanya karakterisasi humus yang terjadi di lokasi penelitian akibat penerapan
pertanian organik dan pertanian non organik berdasarkan parameter-parameter yang telah
dianalisis tersebut.
VII. Dosen yang pernah dihubungi (nama, tandatangan) :
1. Dr. Ir. Benito Heru Purwanto, M.Agr.Sc 1................
Yogyakarta, 2 Desember 2011
Mahasiswa,
(Latifah Arifiyatun)
DAFTAR PUSTAKA
Foth, D. Henry. Purbayati, D.R. Rahayuning, T. 1998. Dasar – dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Handayanto, E.1999. Komponen biologi tanah sebagai bioindikator kesehatan dan produktivitas
tanah. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Biologi Tanah. Fakultas
Pertanian Universitas brawijaya. Malang.
Heal, O.W., Anderson, J.M. and Swift, M.J. 1997. Plant litter quality and decomposition : An
Historical overview in G. Cadish and K.E. Giller (ed.), Driven by Nature Plant Litter
Quality and Decomposition. CAB International, Wallingford. p. 3 – 33.
Lambert, K.A.S. dan Eko, H., 1993. Petunjuk Penggunaan Alat dan Dasar-Dasar Analisis Kimia
Tanah. UGM Yogyakarta.
Mithorpe, F. L. 2003. A balance of typic tropaquet soil organic matertal.
Soil Tropical Journal. 17 (1) : 69 – 71.
Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Depdikbud, Jakarta.
Poerwawidodo, 1992. Metode Selidik Tanah. Usaha Nasional, Surabaya
Purwanto, B. H. dan Sasmita, K. D. 2007. Panduan Analisa Nimia Tanah. Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.
Sisworo. H. W. 2011. Revolusi Hijau Dan Swasembada Beras. Bagian kedua. Dewan Riset
Nasional, Komisi Teknis Ketahanan Pangan, Jakarta.
Stevenson. 1982: Gonzales-perez, J. A.,Gonzales-Vila, F. J and Almenbros, G.2010. Advance In
Natural Organic Matter and Humic Substances Research 2008-2010: XV Meeting of the
International Humic Substances Society. Cuerto de la Crus, Tenerife, Canary Islands.
Proceedings Vol. 2.
Sugito, Y., Y. Nuraini dan E. Nihayati. 1995. Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian
Universitas brawijaya. Malang.
Suntoro (2001). Kajian Imbangan K, Ca, Mg dan Ketersediaan P Dalam Budidaya Kacang Tanah
(Arachis hypogaea L.) Melalui Penambahan Bahan Organik. Disertasi Program
Pascasarjana. Universitas Brawijaya. Malang.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Tate, R. l. 1987. Soil Organic Matter Biological and Ecological Effects. A Wiley Interscience
Publ. John Wiley and Sons, New York Chichester Brisbane Toronto Singapore.
Wolf, L. L. And Aspinall, D. 2002. A role of soil organic material for palnt.
Soil Tropical Journal. 47 (3) : 156 – 172.