Outcome Perinatal Oligohidramnion Terisolasi

20
Terjemahan Jurnal OUTCOME PERINATAL OLIGOHIDRAMNION TERISOLASI KEHAMILAN ATERM DAN POST-TERM : REVIEW LITERATUR SISTEMATIS DENGAN META-ANALISIS Presentan : dr. Felicia Fionna Counterpart : dr. Mulya Kurniawan BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Transcript of Outcome Perinatal Oligohidramnion Terisolasi

Terjemahan Jurnal

OUTCOME PERINATAL OLIGOHIDRAMNION TERISOLASI

KEHAMILAN ATERM DAN POST-TERM :

REVIEW LITERATUR SISTEMATIS

DENGAN META-ANALISIS

Presentan :

dr. Felicia Fionna

Counterpart :

dr. Mulya Kurniawan

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

RSUP DOKTER KARIADI

SEMARANG

2013

Outcome Perinatal Oligohidramnion Terisolasi

Kehamilan Aterm Dan Post-Term :

Review Literatur Sistematis Dengan Meta-Analisis

A. Cristina Rossi, Federico Prefumo

Tujuan: Manajemen oligohidramnion terisolasi (IO) dalam kehamilan

aterm/post-term masih kontroversial. Tujuan dari makalah ini adalah untuk

meninjau outcome kehamilan aterm dan post-term dengan IO dibandingkan cairan

ketuban (AF) yang normal pada penilaian persalinan.

Desain Studi: Sebuah pencarian di PubMed, Medline, EMBASE, dan daftar

referensi dilakukan. Kriteria inklusi untuk artikel pilihan: kehamilan tunggal,

definisi olgohidramnios yaitu AFI <5 cm, penilaian AF pada 37-42 minggu

kehamilan. Kriteria eksklusi: malformasi janin, kelahiran prematur, ketuban pecah

dini, restriksi pertumbuhan intrauterin. Outcome perinatal adalah: intervensi

obstetri untuk denyut jantung janin yang tidak meyakinkan (operasi caesar,

persalinan operatif), AF bercampur mekonium, skor Apgar <7 pada 5 menit, pH

arteri umbilikalis <7,0, bayi kecil untuk usia kehamilan (SGA), perawatan ke unit

perawatan intensif neonatal (NICU) dan kematian perinatal. Meta-analisis

membandingkan outcome dari kehamilan dengan IO vs AF yang normal.

Heterogenitas antarstudi diuji. Pemusatan odds ratio (OR) dan interval

kepercayaan 95% (95% CI) dihitung. Perbedaan antara kedua kelompok dianggap

signifikan jika CI 95% tidak mencakup 1. Guideline MOOSE diikuti.

Hasil: Empat artikel menampilkan 679 (17,2%) kasus dengan IO dan 3264

(82,8%) dengan AF normal. Intervensi obstetrik terjadi lebih sering pada IO

daripada kelompok AF normal (IO: 89/679, 13% vs normal, AF: 166/3354, 5%,

OR: 2,30, 95% CI: 1,00-5,29). Meta-analisis tidak menunjukkan perbedaan yang

berkaitan dengan mekonium, Apgar, pH, SGA, NICU dan kematian perinatal.

Kesimpulan: Pada kehamilan aterm atau post-term, IO dikaitkan dengan

peningkatan risiko intervensi obstetri namun outcomenya mirip dengan kehamilan

dengan AF yang normal.

Insiden oligohidramnion bervariasi, dari sekitar 0,5% [1] sampai 5% [2],

tergantung pada populasi penelitian dan definisi oligohidramnion.

Oligohidramnion dapat diisolasi atau berhubungan dengan kondisi ibu atau janin

seperti hipertensi, ketuban pecah dini, pembatasan pertumbuhan janin dan

kelainan bawaan. Sementara outcome perinatal terkait oligohidramnion

berhubungan dengan kondisi yang mendasari, proses alamiah terjadinya

oligohidramnion terisolasi masih belum jelas. Pada kehamilan post-term,

insufisiensi plasenta telah diusulkan sebagai faktor utama penurunan volume

cairan ketuban [3]. Atau, pematangan sistem ginjal dapat menyebabkan

peningkatan fisiologis penyerapan cairan ketuban [3].

Pengelolaan yang optimal dari kehamilan aterm atau post-term dengan

oligohidramnion terisolasi masih kontroversial. Meta-analisis terbaru tentang

topik ini menunjukkan bahwa AFI <5 cm dikaitkan dengan peningkatan risiko 2

kali lipat dari kelahiran caesar karena gawat janin dan peningkatan 5 kali lipat

untuk skor Apgar <7 pada 5 menit dibandingkan dengan kehamilan dengan air

ketuban yang normal [4]. Meta-analisis ini dipublikasikan pada tahun 1999.

Tujuan dari kajian ini adalah untuk menganalisis literatur selanjutnya, dalam

rangka untuk menentukan apakah risiko outcome perinatal yang merugikan pada

kehamilan berkomplikasi dengan oligohidramnion terisolasi pada persalinan

meningkat dibandingkan dengan kehamilan dengan cairan ketuban normal.

BAHAN DAN METODE

Seperti dalam meta-analisa sebelumnya, oleh Chauhan et al [4], kami

mendefinisikan oligohidramnion sebagai AFI <5 cm dalam pengaturan persalinan

aktif.

Sebuah pencarian di PubMed, EMBASE, Medline dan daftar referensi

dilakukan untuk artikel yang relevan bahwa outcome perinatal dibandingkan pada

kehamilan aterm dan post-term rumit dengan oligohidramnion terisolasi

(kelompok studi) dengan kehamilan aterm atau post-term dengan volume cairan

ketuban normal (kelompok kontrol). Masa studi dari review berkisar dari Januari

2000 sampai Januari 2012. Kata kuncinya adalah: cairan ketuban, kehamilan

aterm, oligohidramnion terisolasi, volume cairan ketuban (AFI), outcome

perinatal. Kriteria inklusi untuk pemilihan penelitian adalah: kehamilan tunggal,

definisi olgohidramnion yaiut AFI <5 cm, deteksi oligohidramnion pada 37-42

minggu kehamilan, penilaian volume cairan amnion pada masuk inpartu dan

persalinan aktif, oligohidramnion dinilai selama persalinan, dan outcome

dibandingkan dengan kontrol. Kriteria eksklusinya adalah: menghilangkan

setidaknya satu kriteria inklusi, malformasi janin, kelahiran prematur,

oligohidramnion sekunder untuk ketuban pecah dini, deteksi antenatal untuk

restriksi pertumbuhan intrauterin, dan data dilaporkan dalam bentuk grafik atau

persentase daripada tingkat proporsil. Komunikasi pribadi, surat, dan bahasa

publikasi non-Inggris juga dieksklusikan.

Outcome perinatal didefinisikan sebagai tingkat cairan ketuban bercampur

mekonium, intervensi obstetrik untuk denyut jantung janin yang tidak meyakinkan

(persalinan vaginal operatif atau seksio caesaria darurat), skor Apgar <7 pada 5

menit, pH arteri umbilikalis <7,0, bayi kecil untuk usia kehamilan (SGA, yaitu

berat lahir <sentil ke-20 untuk usia kehamilan), perawatan ke unit perawatan

intensif neonatal (NICU) dan kematian perinatal (lahir mati atau kematian

neonatal dalam waktu 28 hari sejak lahir). Data dikelompokkan untuk kehamilan

beresiko tinggi atau rendah. Wanita berisiko tinggi didefinisikan sebagai

kehamilan berkomplikasi dengan pre/eklampsia, restriksi pertumbuhan intrauterin,

malformasi janin yang menyebabkan oligohidramnion, penyakit ginjal pada ibu,

atau gangguan hipertensi.

Upaya untuk menghubungi penulis yang sesuai dilakukan dalam upaya

untuk mendapatkan data yang tidak dipublikasikan atau tidak lengkap. Kedua

penulis mereview artikel dan mengabstraksi data secara independen.

Ketidaksesuaian itu diselesaikan dengan konsensus. Guideline MOOSE diikuti.

Risiko bias dalam dan antarstudi dinilai menurut dengan alat Cochrane

Collaboration untuk menilai risiko bias.

Analisis Perbandingan dilakukan antara kelompok studi dan kelompok

kontrol. Untuk tujuan ini, heterogenitas antarstudi didefinisikan menurut Higgins

et al [5] sebagai persentase dari total variasi studi karena heterogenitas bukan

kebetulan (I2) dan diuji dengan uji chi-square untuk heterogenitas pada tingkat

signifikan P = 0,10. Sebuah model random effect dibentuk setiap kali I2 ≥ 25%.

Odds ratio terpusat (OR) dan interval kepercayaan 95% (95% CI) dihitung.

Perbandingan antarkelompok dianggap signifikan secara statistik jika 95% CI

tidak mencakup 1. Meta-analisis dilakukan dengan RevMan (Revision Manager,

Versi 4.2 untuk Windows, Copenaghen: The Nordic Cochrane Centre, The

Cochrane Collaboration 2003).

HASIL

Langkah-langkah untuk meta-analisis dicantumkan pada Gambar. 1.

Empat artikel tersedia, dimana satu artikel [6] memasukkan kehamilan berisiko

tinggi untuk oligohidramnion karena kondisi ibu dan tiga studi [7-9] dilakukan

pada kehamilan tanpa faktor risiko ibu untuk oligohidramnion. Tabel 1

menunjukkan karakteristik dari artikel yang disertakan. Secara keseluruhan, 3873

kasus dikumpulkan, dimana 657 (17,0%) kasus menyajikan oligohidramnion

terisolasi (kelompok studi) dan 3216 (83,0%) memiliki volume cairan ketuban

normal (kelompok kontrol). Intervensi obstetrik untuk denyut jantung janin yang

tidak meyakinkan dilakukan pada 254 kasus dan terdiri dari persalinan

pervaginam operatif pada 76 (29,8%) dan operasi caesar darurat pada 178 (70,2%)

kehamilan. Metaanalisis menunjukkan insiden yang lebih tinggi dari intervensi

obstetri dalam kelompok studi (89/657; 13,5%) dibandingkan dengan kelompok

kontrol (165/3306, 5,0%) (Gambar 2). Cairan ketuban bercampur mekonium

sama-sama ada dalam kelompok studi (86/657; 13,1%) dan kelompok kontrol

(387/3216, 12,0%,. Gambar 3). Saat lahir, tidak ada perbedaan yang ditemukan

berkaitan dengan skor Apgar <7.0 (kelompok studi: 4/657, 0.6% dibandingkan

kelompok kontrol: 18/3216, 0,5%) (Gambar 4), pH arteri umbilikalis <7

(kelompok studi: 11/547, 2.0% vs kelompok kontrol: 24/2914, 0,8%) (Gambar 5),

dan perawatan di NICU (kelompok studi: 18/316, 5,7% vs kelompok kontrol:

27/428, 6,3%) (Gambar 6). Dari dua artikel, kejadian SGA neonatus dianalisis

[7,8]. Ini terjadi dalam studi (57/547; 10,4%) dan kelompok kontrol (166/2914,

5,7%) dengan frekuensi yang sama (Gambar 7).

Kematian neonatal diamati hanya terjadi pada satu kehamilan. Ini terjadi

pada 41,2 minggu usia kehamilan, yang mengikuti kehamilan berkomplikasi

dengan AFI dari 10 cm dan mungkin sekunder untuk simpul yang benar di tali

pusat dan tiga loop sekitar leher [7].

Ketika meta-analisis dilakukan dengan hanya mengumpulkan kehamilan

berisiko rendah, outcome perinatal didapati serupa pada oligohidramnion

terisolasi dan kelompok kontrol (Tabel 2).

PEMBAHASAN

Review ini menunjukkan bahwa oligohidramnion terisolasi dalam dan

kehamilan aterm dan post-term tanpa komplikasi dikaitkan dengan dua kali lipat

peningkatan risiko persalinan operatif dan operasi caesar karena gawat janin.

Meskipun demikian, gawat janin sekunder untuk oligohidramnion tidak

menyebabkan peningkatan risiko Apgar skor rendah, pH arteri umbilikalis rendah,

perawatan NICU dan tingkat kematian dibandingkan dengan kehamilan dengan

cairan ketuban normal. Bisa dikatakan bahwa outcome perinatal tidak berbeda

secara signifikan antara oligohidramnion dan kelompok cairan ketuban normal

karena intervensi dipicu oleh oligohidramnion (apakah dengan kebijakan institusi

atau sikap dokter obsgyn) dapat mencegah kematian perinatal pada kelompok

oligohidramnion. Bagaimanapun, tidak ada bukti bahwa penilaian yang sistematis

untuk volume cairan amnion dan identifikasi oligohidramnion terisolasi pada

kehamilan aterm mengurangi kematian perinatal [10].

Masalah utama dalam interpretasi data ini adalah bahwa semua studi yang

diikutsertakan dalam review, dokter pengelola pasien tidak “dibutakan” untuk

outcome penilaian cairan ketuban dan bahwa kedua kebijakan institusional

mereka mengindikasikan induksi persalinan dalam kasus oligohidramnion

terisolasi. Oleh karena itu, janin dengan AFI <5 cm lebih mungkin untuk

menjalani induksi persalinan dan tes janin oleh kardiotokografi. Karena

interpretasi rekaman jantung janin sangat subjektif, mungkin berspekulasi bahwa

adanya oligohidramnion mempengaruhi dokter obsgyn untuk melakukan

intervensi obstetri yang mungkin tidak diperlukan, seperti yang disarankan oleh

outcome normal saat lahir. Sikap dokter obsgyn terhadap intervensi dalam kasus

oligohidramnion terisolasi pada kehamilan yang dinyatakan normal ditunjukkan

oleh Elsandabesee et al [11], yang melaporkan bahwa bahkan dalam ketiadaan

kebijakan institusi tertentu, 50% dari perempuan berisiko rendah dengan

oligohidramnion menghadapi risiko intervensi obstetri, yang terutama diwakili

oleh induksi persalinan, yang pada gilirannya menempatkan perempuan pada

peningkatan risiko persalinan operatif [12]. Menurut pendapat kami, akan menarik

untuk menyelidiki apakah manajemen persalinan dokter obsgyn akan berubah jika

mereka “dibutakan” terhadap penilaian sonografi cairan ketuban. Selain itu, jika

studi yang memasukkan kehamilan berisiko tinggi dikeluarkan, masih ada insiden

obstetrik intervensi yang lebih tinggi untuk gawat janin dalam kelompok

oligohidramnion dibandingkan dengan kelompok kontrol, walaupun

perbedaannya tidak mencapai signifikansi statistik. Penting untuk menyelidiki

lebih lanjut apakah peningkatan tingkat kelahiran operasi yang kami amati dalam

review kami adalah akibat sekunder untuk induksi persalinan atau

oligohidramnion.

Menurut review kami, ketika pemantauan elektronik janin digunakan,

oligohidramnion secara konsisten dilaporkan terkait dengan kelainan denyut

jantung janin dalam persalinan, yang dilaporkan sebagai indikasi utama untuk

intervensi obstetri.

Kontroversi yang ada berkaitan dengan hubungan antara oligohidramnion

dan cairan ketuban bercampur mekonium. Review kami menunjukkan bahwa

oligohidramnion terisolasi tidak menyebabkan keluarnya mekonium dan

selanjutnya menegaskan bahwa kondisi ini tidak merupakan faktor risiko untuk

kesejahteraan janin.

Telah dijelaskan bahwa pengurangan cairan ketuban pada kehamilan aterm

dapat dikaitkan dengan involusi plasenta, yang menyebabkan restriksi

pertumbuhan [13]. Oleh karena itu, oligohidramnion telah diusulkan sebagai

metode skrining sederhana untuk mendeteksi neonatus aterm SGA, karena dalam

kehamilan aterm dengan komplikasi membawa peningkatan risiko >2 kali lipat

untuk neonatus SGA [7]. Kami menemukan bahwa kejadian neonatus dengan

berat lahir <10th lebih tinggi pada kelompok oligohidramnion (10%) dibandingkan

dengan kontrol (5%), tetapi perbedaan ini tidak mencapai tingkat yang signifikan

secara statistik. Dalam artikel terakhir, tidak ada informasi yang tersedia tentang

pertumbuhan janin selama kehamilan. Ketika pengurangan cairan ketuban

terdeteksi sebelum 37 minggu, intervensi obstetri mungkin mengakibatkan

neonatus dengan berat badan lahir rendah. Meskipun hubungan antara

oligohidramnion dan neonatus prematur SGA secara jelas dikaitkan dengan

persalinan iatrogenik, hubungan antara oligohidramnion dan berkurangnya

pertumbuhan janin pada kehamilan aterm masih belum jelas.

Dibandingkan dengan meta-analisis sebelumnya [4], kami menyetujui

ditemukannya peningkatan risiko yang signifikan dari kelahiran caesar untuk

gawat janin pada kehamilan dengan oligohidramnion terisolasi dalam persalinan.

Namun, Chauhan et al juga melaporkan skor Apgar rendah pada 5 menit pada

kelompok oligohidramnion, sedangkan kita tidak menemukan tingkat morbiditas

neonatal yang lebih tinggi [4]. Sebuah penjelasan yang mungkin bisa jadi bahwa

kita memasukkan pH arteri umbilikalis <7.0 dan perawatan di NICU sebagai

outcome neonatal yang merugikan, berbeda dengan Chauhan et al, yang hany

memeriksa skor Apgar karena kurangnya informasi dalam artikel terakhir mereka.

Selain itu, Chauhan et al mengumpulkan artikel yang dipubikasikan pada periode

1987-1997. Karena artikel terakhir kami dipublikasikan dalam dekade terakhir,

dirasa cukup wajar untuk menganggap bahwa kami menemukan morbiditas yang

lebih rendah tingkat berkat perbaikan dalam hal perawatan obstetrik dan pediatrik

selama sepuluh tahun terakhir.

Keterbatasan review ini harus ditekankan. Dalam satu artikel,

oligohidramnion dinilai pada kehamilan berisiko tinggi, dan dengan demikian

dapat dikaitkan dengan kondisi ibu bukannya pada ologohidramnion terisolasi.

Kami meyakini bahwa kehadiran penyakit ibu mungkin tidak membiaskan

outcome kami, karena hal itu mempengaruhi perempuan dalam kedua studi dan

kelompok kontrol. Selain itu, morbiditas neonatal dan kematian didapatkan

hampir mirip antara kedua kelompok, karena hal itu tidak dikondisikan oleh

kondisi ibu. Hal ini ditegaskan oleh temuan kami bahwa jika studi ini dikeluarkan

dari meta-analisis, outcome perinatal antara kehamilan dengan oligohidramnion

terisolasi dan kontrol akan menjadi serupa.

Karakteristik obstetrik selain mengurangi cairan ketuban bisa bertanggung

jawab untuk perbedaan diamati dalam tingkat persalinan operatif dan operasi

caesar. Hal ini ditegaskan oleh Locatelli et al, yang menemukan tingkat kelahiran

caesar yang lebih tinggi pada kehamilan aterm dengan komplikasi dengan

oligohidramnion dibandingkan dengan kehamilan aterm dengan volume cairan

amnion yang normal [7]. Perbedaan ini hilang setelah mengendalikan nuliparitas

dan induksi persalinan. Interval waktu antara penilaian cairan ketuban dan

persalinan tidak dibahas dalam metaanalisis kami. Hal ini disebabkan oleh fakta

bahwa pada sekitar 30% wanita diinduksi, dan hal ini jelas mempersingkat

penilaian untuk waktu persalinan.

Penelitian yang dimasukkan difokuskan pada perbandingan antara

kehamilan dengan oligohidramnion dan mereka dengan jumlah normal cairan

ketuban. Kami percaya bahwa studi di masa yang akan datang diperlukan untuk

membandingkan manajemen kehamilan dibandingkan obstetri intervensi dalam

kehamilan dengan oligohidramnion terisolasi. Dalam satu artikel, yang dibatasi

oleh ukuran sampel yang kecil, penulis tidak menemukan perbedaan yang

signifikan dalam morbiditas neonatal dan kematian antara janin dengan

oligohidramnion yang menjalani induksi persalinan atau seksio caesaria elektif

untuk oligohidramnion sebagai indikasi unik dan janin dengan oligohidramnion

yang dikelola secara konservatif [10] . Demikian pula, penelitian acak yang

membandingkan manajemen kehamilan dan induksi persalinan pada kehamilan

dengan oligohidramnion melampaui 40 minggu tidak mampu mendeteksi

perbedaan signifikan antara kedua kelompok berkaitan dengan pH arteri

umbilikalis, skor Apgar pada menit ke-1, 5 dan 10 dan tingkat transfer ke NICU

[3].

Karena kurangnya informasi, kami tidak bisa membedakan antara

kehamilan aterm dan post-term. Terdapat cukup bukti untuk kapan tepatnya

penilaian cairan ketuban dilakukan. Hal ini penting, karena penilaian tersebut

akan dilakukan secara rutin sebagai tes skrining pada usia kehamilan 41 atau 42

minggu, sebagai bantuan dalam memutuskan apakah untuk memungkinkan untuk

melanjutkan kehamilan atau untuk menyarankan induksi persalinan.

Kami tidak menganalisis apakah metode lain dalam mengukur volume

cairan ketuban, seperti persentil untuk usia kehamilan dan kantong vertikal

terdalam, lebih sensitif dalam mendeteksi outcome neonatal merugikan pada janin

beresiko tinggi. Magann et al menunjukkan bahwa baik AFI <5 cm maupun

kantong vertikal terdalam <2 cm tidak berbeda untuk mengidentifikasi normal

volume cairan ketuban [14].

Ukuran sampel dari review mungkin tidak seimbang, yaitu 17% kelompok

studi dan 83% kelompok kontrol. Hal ini disebabkan fakta bahwa artikel terakhir

tidak menghitung ukuran sampel untuk mencapai 80% kekuatan untuk mendeteksi

perbedaan statistik pada tingkat alpha dua sisi P ≤ 0.05.

Sebagai kesimpulan, oligohidramnion terisolasi pada kehamilan aterm

dikaitkan dengan peningkatan risiko intervensi obstetri. Literatur tidak memiliki

informasi mengenai apakah intervensi yang lebih mungkin dilakukan dengan

adanya oligohidramnion terisolasi untuk denyut jantung janin yang tidak

meyakinkan atau dilakukan karena sikap dokter obsgyn. Dalam pandangan kami,

literatur saat ini tidak benar-benar memberikan informasi lebih lanjut dalam

memahami pentingnya oligohidramnion pada usia kehamilan tertentu, baik dari

segi patofisiologi dan manajemen. Mungkin satu-satunya cara yang benar-benar

valid untuk menyelidiki hal ini akan dilakukan dengan uji coba terkontrol secara

acak, dimana wanita dengan oligohidramnion akan diacak untuk menjalani

induksi dibandingkan dengan manajemen kehamilan, dan kemudian yang dikelola

dengan manajemen kehamilan yang dibandingkan dengan kelompok kontrol

normal.

Flow chart untuk seleksi dalam studi

Studi yang potensial relevan mengenai oligohidrambion terisolasi pada kehamilan aterm / post-term (N=710)

Studi yang diambil karena informasinya yang lebih detail (N=17)

Studi yang potensial sesuai untuk dimasukkan ke dalam review sistematik (N=10)

Studi dengan informasi yang dapat digunakan dalam review sistematik (N=4)

Studi yang dieksklusikan menurut judul dan abstrak (N=693)

Studi yang diekskulikan dari review sistematik karena tidak memenuhi kriteria inklusi (N=710)

Tabel 1. Karakteristik dari studi yang diikutsertakan

Penulis Tahun Sampel Ukuran Sampel Faktor risiko

material

Indikasi untuk

penilaian

Usia kehamilan

saat penilaian

Locatelli 2004 Oligohidramnion

kontrol

341

2708

rendah

rendah

rutin 40-42

Alchatabi 2006 Oligohidramnion

kontrol

66

114

tinggi

tinggi

induksi 37-42

Rainford 2001 Oligohidramnion 44 rendah Post-term, gerakan

janin menurun

37-42

Manzanares 2007 Oligohidramnion

kontrol

206

206

rendah

rendah

N/A 37–42

Tabel 2. Meta-Analisis dari wanita dengan kehamilan risiko rendah

Oligohidramnion terisolasi

n (%)

Kontrol

n (%)

OR (95% CI) Jumlah artikel Heterogenitas (%)

Meconium 70/591 (11.8%) 374/3102 (12.0) 0.75 (0.45–1.26) 3 61

Interventensi obstetrik

untuk gwat janin

71/613 (11.6) 160/3240 (5.0) 1.73 (0.68–4.39) 4 79

Apgar <7 3/591 (0.5) 17/3102 (0.5) 1.02 (0.32–3.30) 3 0

NICU 6/250 (2.4) 18/314 (5.7) 0.77 (0.30–2.00) 2 0

Kematian perinatal 0 1 (<1) NA 4 NA