Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

13
Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan Abdon Nababan Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Indigenous Peoples Alliance of the Archipelago Website: www.aman.or.id Seminar “MP3EI dan Kedaulatan Ruang Hidup Rakyat Pedesaan Nusantara” Botani Square - Bogor, 29 Pebruari 2014

description

Dibuat oleh: Abdon Nababan Sekertaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara

Transcript of Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

Page 1: Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

Abdon NababanSekretaris JenderalAliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)Indigenous Peoples Alliance of the ArchipelagoWebsite: www.aman.or.id

Seminar “MP3EI dan Kedaulatan Ruang Hidup Rakyat Pedesaan Nusantara”Botani Square - Bogor, 29 Pebruari 2014

Page 2: Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

Otonomi Masyarakat Adat (Indigenous Autonomy)

- Dimaksudkan untuk mengakui hak-hak masyarakat adat atas bentuk-bentuk penyelenggaraan pemerintahan mereka sendiri dan organisasi-organisasi sosial yang sesuai dengan identitas, sejarah, sistim nilai dan kepercayaan, serta budaya mereka

- Sebagai pelaksanaan dari hak menentukan nasib sendiri, otonomi masyarakat adat ini harus dipahami sebagai penghormatan atas praktek-praktek internal dan cara pengambilan keputusan oleh masyarakat adat: bisa sebagai satu komunitas (community), tetapi bisa juga sebagai suatu bangsa (nation)

- Otonomi Masyarakat Adat ini ada dan dipersoalkan dalam hubungannya dengan negara (lama dan baru). Dalam hal ini otonomi ini juga harus dipahami dalam kerangka partisipasi masyarakat adat dalam pembuatan kebijakan negara di berbagai tingkatan

Page 3: Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

MASYARAKAT ADAT NUSANTARA:4 UNSUR PENCIRI UTAMA

• Identitas Budaya: bahasa, spritualitas, nilai-nilai, sikap dan perilaku yang membedakan kelompok sosial yang satu dengan yang lain.

• Sistem Nilai dan Pengetahuan: (kearifan) tradisional bukan semata-mata untuk dilestarikan, tetapi juga untuk diperkaya/dikembangkan sesuai kebutuhan hidup berkelanjutan.

• Wilayah Hidup (wilayah adat, wilayah hak ulayat, ancestral domain) : tanah, hutan, laut dan SDA lainnya bukan semata-mata barang produksi (ekonomi), tetapi juga menyangkut sistem religi dan sosial-budaya.

• Aturan-Aturan dan Tata Kepengurusan Hidup Bersama Sosial (Hukum Adat dan Lembaga Adat) : untuk mengatur dan mengurus diri sendiri sebagai suatu kelompok sosial, budaya, ekonomi dan politik

Page 4: Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

- Kepulauan: 13.466 pulau, hanya 5 pulau besar- Populasi: 237,6 juta (BPS, 2010)- mega-biodiversity – 47 tipe ekosistim utama- mega-cultural diversity – 1128 suku/sub-suku

berdasarkan bahasa (BPS, 2010), hanya 14 suku utama dengan populasi lebih dari 1 juta jiwa

Page 5: Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

Landasan Moral dan Politik dan Hukum: Pengakuan Negara (UUD’45 & TAP MPR) terhadap Otonomi Masyarakat Adat Keberagaman budaya masyarakat adat diakui dalam motto nasional “Bhinneka Tunggal Ika”.

Amandemen ke-2 (1999) UUD 1945:

Pasal 18B ayat (2): hak-hak tradisional masyarakat [hukum] adat untuk mengurus dan mengatur masyarakatnya dan mengelola sumberdayanya diakui dan dihormati oleh negara

Pasal 28I ayat (3): identitas budaya dan hak-hak tradisional masyarakat [hukum] adat dihormati dan dilindungi oleh negara sebagai hak azasi manusia

TAP MPR RI No. 9/IX/2001 -- prinsip reforma agraria & PSDA: negara mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat [hukum] adat dalam pengelolaan sumberdaya alam

Page 6: Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

Pemiskinan dan kemiskinan yang merajalela di kalangan masyarakat adat - ‘tikus yang mati di lumbung padi’ Pelanggaran HAM Masyarakat Adat di daerah-daerah kaya sumberdaya alam – ‘kriminalisasi: menjadi pencuri harta sendiri’ Kerusakan lingkungan yang semakin meluas dan telah mengancam kapasitas keberlanjutan ekosistem dan penyangga kehidupan masyarakat adat – ‘menjadi korban dari perbuatan orang lain’ Pendatang (pekerja, pengelola perusahaan, pekerja dan pengusaha sektor pendukung industri ekstraktif) menjadi mayoritas dan/atau dominan – ‘menjadi Orang Asing di Tanah Sendiri’ Individualisasi hak-hak kolektif/komunal

Masalah-masalah yang muncul karena hilangnya Otonomi Masyarakat Adat mengatur dan mengelola wilayah adatnya:

Page 7: Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

Penguasaan Hutan Lewat HPH, HTI (IUPHHK-HA, IUPHHK-HT)

Ijin Perkebunan lewat Skema HGU (terutama Perkebunan Sawit)

Kuasa Pertambangan (KP, KK, KKBB, PKP2B)

Kawasan Lindung/Konservasi ( TN, Suaka Margasatwa, Hutan Raya)

Dulu HP3 sekarang menjadi Ijin P3

Potret Penguasaan Tanah dan SDA di Wilayah Masyarakat Adat

Page 8: Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

Pendekatan HAM (termasuk HAM Kolektif Masyarakat Adat dalam UNDRIP): dari pengabaian menuju pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemajuan HAM, termasuk yang paling penting saat ini tentang pengakuan dan perlindungan hak atas tanah, wilayah dan SDA

Pendekatan ekosistim: - ekstraksi kayu dan budidaya seragam (monokulturisasi hutan) menuju pengelolaan terpadu multi-produk dan multi kultur (keberagaman sistim kelola sesuai ekosistim lokal)- dari emisi karbon tinggi menuju emisi karbon rendah

Kebangsaan dan kewarganegaraan: - dari diskriminasi menuju non-diskriminasi- dari disintegrasi menuju integrasi yang bermartabat

Paradigma pemberantasan kemiskinan menuju pencegahan pemiskinan dan pengelolaan kekayaan

Memposisikan Otonomi Masyarakat Adat dalam Agenda Pembangunan dan Lingkungan Hidup di masa depan:

Page 9: Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

MASYARAKAT ADAT DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

UUPA 5/60, UU PWP-PP 27/2007, UU HAM, dll.

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

UU Ratifikasi Protokol Nagoya

Kendala pengakuan yang efektif selama ini: - Tidak tersedia mekanisme dan prosedur

administrasi atas keberadaan Masyarakat (Hukum) Adat

- UU No. 41/1999 tentang Kehutanan terkait dengan status Hutan Adat sebagai Hutan

Negara

Page 10: Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

Reformasi hukum di tingkat nasional vs. sektoralisme radikal

- Keputusan JR terhadap UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan No. 45/PUU-XII/2011: Kawasan hutan yang masih penunjukan tidak

berkekuatan hukum tetap- Keputusan JR terhadap UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

No. 35/PUU-X/2012: Hutan Adat bukan lagi Hutan Negara- UU Desa berbasis Otonomi Asli ”Desa Adat”

- RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat – menyediakan mekanisme dan prosedur pemberian

pengakuan dan perlindungan hukum, penyelesaian sengketa dan pemberdayaan

- RUU Pertanahan dengan bab khusus tentang administrasi hak masyarakat adat atas tanah adat (wilayah adat?)

Vs.- SE Menhut No. 1/2013 tentang , Permenhut P.62/2013

Page 11: Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

Jalan masuk menuju kebijakan transisional:Putusan MK No. 45/PUU-XII/2011 dan No.

35/PUU-X/2012 tentang Pengujian UU No. 41/1999 ttg Kehutanan

• Kawasan hutan yang masih penunjukan belum berkekuatan hukum tetap• Negara telah melakukan pengabaian hak masyarakat adat atas tanah di Kawasan

Hutan karena lewat UU 41/1999 telah menempatkan hutan adat sebagai hutan negara

• HMN tidak boleh mengambil-alih hak menguasai yang sudah melekat pada keberadaan masyarakat adat: – hutan adat bukan hutan negara tetapi masuk kategori hutan hak, – Hutan adat berada dalam wilayah hak ulayat– Kewenangan pemerintah dibatasi di wilayah adat, hanya untuk menjaga fungsi hutan dan

peredaran hasil hutan • Tantangan pelaksanaan Putusan MK 35: Pasal 67 ayat (3) UU 41

– Perlu ada INPRES untuk menggerakkan Kemenhut, BPN, Kemendagri, BIG dan instansi pemerintah pusat lainnya, dan PEMDA untuk melakukan identifikasi dan inventarisasi keberadaan MA, pemetaan wilayah adat, deliniasi dan demarkasi hutan adat dengan hutan negara

– Perlu ada 2 PP: PP tentang pengukuhan keberadaan MHA/MA dan PP tentang Hutan Adat• Kebijakan transisional: INPRES untuk Pendataan dan Pendaftaran (Klaim) Wilayah

Adat

Page 12: Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

RUU PPHMA (versi inisiatif DPR RI)

• Definisi/kriteria – kriteria utamanya: wilayah adat!• Adminsitrasi keberadaan masyarakat adat • Mekanisme pengakuan hukum atas keberadaan masyarakat

adat• Sistim perlindungan hukum terhadap masyarakat adat dan

hak-hak kolektifnya• Partisipasi masyarakat adat di dalam politik dan di dalam

pembangunan yang terkait dengan wilayah adat mereka• Pemberdayaan masyarakat adat untuk mampu mengelola

hak-haknya sesuai dengan tujuan hidup bersama sebagai bagian dari bangsa Indonesia

Page 13: Otonomi Masyarakat Adat Dalam Dinamika Kebijakan Kehutanan dan Pedesaan

Terimakasih