ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

22
ORGANIXATIONAL CULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA UNTUK PENGEMBANGAN ORGANISASI Ahmad Sobirin* Abstrak 3 Scmcnjak tulisan Andrew Pcttigrcw (1979) muncul di jumal Admnistative Scienu Quarterly, Or^anizatUmalfCorponUe Culture mendapat perhadan j^ng cukup luas baik dan kalangan akademisi, praktisi bisnis maupim o^anizatum dr^tists. Namun sq'ak scmida konsep corporate cultur mendatangkan kontrovcrsi. Disatu pihak ada yang menganggap bahwa prganisasi adalah h^il budaya dan dipihak Iain mengatakan organisasi mempunyai budaya (Smircich, 1983). Tcrlepas dari kontrovcrsi ini, corporate ct^re mempunyai karaktcristik scbag^ bcrikut (Hofitcdc ct.al., 1990) (1) bcrsifat holistik;(2) dit^tukan secara historis; (3) berakar pada disiplin antropologi; (4) ^bangun c^am lingkungan sosial; (5) bcrsifet lunak; d^ (6) sulit untuk bcrubsh. Dari karaktcrisdk ini, elemen corporate culture dapat diklasifikasikan dalam elemen yang bcrsi&t observable dan urtobservahle. Dilihac dari proses pembentukkannya, key pmtmr-para pendiri maupun para pcmimpin puncak mempunyai peranan y^ng sangat p)cnting dalam pembcntukkan dan pengkomunikasian kultur. Jika kiilnir ini sudah terinternalisasi kedalam seluruh anggota ^ oiganisasi, maka kulcur menjadi salah satu variabcl kunci yang dapat meningl^tkan efektifitas. perusahaan, khususnya jika kultur didukung oleh hard system tools yang tcpat. PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari, kita sudah terbiasa mendengar kata "budaya" dalam konteks misalnya: "budaya korupsi" yang bcrkonotasi n^tif, atau "budaya sehat", "budaya bcrsih", "budaya antri" yang berkonotasi positif. Walaupun kata budaya yang asalnya dari disiplin ilmu anthropolog (Evan,1990, p.24(S; Kotter and Hesk^ 1992, p. 1, Rcichers and Schneider, 1990, p. 19) sudah sejak seabad yang lalu digunakan para anthropolog untuk menjelaskan (1) keunikan sekdompok masyarakat dibanding dengan sekelompok masyarakat lainny^ dan (2) mengapa periiaku sekelompok masyarakat bisa bcr^an dari satu generasi ke generasi berikumya^, namun bam sekitar dua d^de yang lalu - sekitar akhir ) FenulisadalahDosenTetap FakultasEkonomiUniversitas IslamIndonesia 152 m vjaune i mo. a ^epreiBeR 1997

Transcript of ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

Page 1: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

ORGANIXATIONAL CULTURE:KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA

UNTUK PENGEMBANGAN ORGANISASI

Ahmad Sobirin*

Abstrak

3

Scmcnjak tulisan Andrew Pcttigrcw (1979) muncul di jumal Admnistative ScienuQuarterly, Or^anizatUmalfCorponUe Culture mendapat perhadan j^ng cukup luas baikdan kalangan akademisi, praktisi bisnis maupim o^anizatum dr^tists. Namun sq'akscmida konsep corporate cultur mendatangkan kontrovcrsi. Disatu pihak ada yangmenganggap bahwa prganisasi adalah h^il budaya dan dipihak Iain mengatakanorganisasi mempunyai budaya (Smircich, 1983). Tcrlepas dari kontrovcrsi ini, corporatect^re mempunyai karaktcristik scbag^ bcrikut (Hofitcdc ct.al., 1990) (1) bcrsifatholistik;(2) dit^tukan secara historis; (3) berakar pada disiplin antropologi; (4)^bangun c^am lingkungan sosial; (5) bcrsifet lunak; d^ (6) sulit untuk bcrubsh. Darikaraktcrisdk ini, elemen corporate culture dapat diklasifikasikan dalam elemen yang bcrsi&tobservable dan urtobservahle.

Dilihac dari proses pembentukkannya, key pmtmr-para pendiri maupun parapcmimpin puncak mempunyai peranan y^ng sangat p)cnting dalam pembcntukkan danpengkomunikasian kultur. Jika kiilnir ini sudah terinternalisasi kedalam seluruh anggota ^oiganisasi, maka kulcur menjadi salah satu variabcl kunci yang dapat meningl^tkanefektifitas. perusahaan, khususnya jika kultur didukung oleh hardsystem tools yang tcpat.

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sudah terbiasa mendengarkata "budaya" dalam konteks misalnya: "budaya korupsi" yangbcrkonotasi n^tif, atau "budaya sehat", "budaya bcrsih", "budayaantri" yang berkonotasi positif. Walaupun kata budaya yang asalnyadari disiplin ilmu anthropolog (Evan,1990, p.24(S; Kotter andHesk^ 1992, p. 1, Rcichers and Schneider, 1990, p. 19) sudahsejak seabad yang lalu digunakan para anthropolog untukmenjelaskan (1) keunikan sekdompok masyarakat dibanding dengansekelompok masyarakat lainny^ dan (2) mengapa periiakusekelompok masyarakat bisa bcr^an dari satu generasi ke generasiberikumya^, namun bam sekitar dua d^de yang lalu - sekitar akhir

) FenulisadalahDosenTetap FakultasEkonomiUniversitas IslamIndonesia

152 m vjaune i mo. a ^epreiBeR 1997

Page 2: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

ISSN: 1410- 2420 Organizational Culture.t,./l/rm«^S0^»

tahun 197Q-an/awal tahun 1980an, kata budaya dikaitkan denganorganisasi/perusahaw...Fengkaitan kata budaya dehgan lutaorganisasi nienghasilkan istUah bam 'ljudaya orgahisasi" atau'"budayapenisahaan*^. Dalam teori organisasi kata budaya organisasidigunak^ untuk menjelaskan mengapa karakteristik satu organisasiberbeda dengan.karakteristik organisasi lainnya dan ^krar-faktoryang menyebabkanperbedaan tersebuL

Ada satu fenomena )^g menyebabkan istilah budaya o^anisasipada awal-awal tahun 1980an begitu populer dikalangan akademisi,para pratisi bisnis dan para ahli organisasi. Fenomena ini ddak lainadalah keberhasilan - perekonomian Jcpang dan pcrusahaan-perusahaan Jepang disatu sisi dan'disisi yang lain menurunnya kinetjaperusahaan-perusahaan Ameril^ khususnya perusahaan- perusahaanyang bergerak dibidang manufaktur. Mengapa fenomena ini teijadi,misalnya, dijelaskan oleh William Ouchie (1981), Pascale and Athos(1981), Dei and Kennedy (1982) Peter and Waterman, Jr. (1982);

Ouchie dalam teori 2rnya mengemukakan bahwa yangmenyebabkm' perusahaan Jepang berbeda dengan perusahaanAmerika adalah kultur perusahaan )^g mengajak dan melibatkahsemua karyawan untuk ikut berpartisipasi dalam pengambilankeputusan. Sementara itii iPascale dan Athos' berkcsimpulan bahwaperusahaan-perusahaan Amerika sangat pandai dal^ menyusun danmengembangkan perangkat keras perusahaan (hard systems tools)seperti strategi, struktur dan sistem organisasi; dilain pihakperusahaan-perusahaan Jepang lebih berkonsentrasi pada aspekmmusianya. Dengan mendasarkan diri pada budaya setempat,

^Kata "Culture" muncul pertama kali dalam tiilisan Edwvd B. tylor, The PrimitiveCulture: Baeareba into the Development (fMycology, Pbilosophy, Bdigi^ Art,and CitffoOT tahun 1887. (Uhatmisalnya Edward B.Tylor, 1958).

^budaya oiganisasT atau "budayaperusahaan adalah dua istilah yang mempunyai artisama dan dapat dipakai secara bergantiaii Untuk penjclasan ini lihat misalnya, ErezEarly .(1S>93) p. 67. Scdangkan pcnggunaan istilah budaya organisasi secara formaluntuk pertama kalinya dapat dilihat dari tulisan Andrew Fettigrew "On sttsdyiryoiganizationaleultur^, Administradve Science Quattrly,24,1979.

^Pascale dan Adios selanu bebmpa tahun. melakukah penelidan di Jepang atassponsor McKenae andCo.sebuah lembaga penelitian Amerika. Mereka mempelajariperilaku perusahaan Jepang. Hasil dari penelitian ini adalah suatu konsep yang bi^disebut 7S(Strat^, Structure, System, Skill, Staff, s^e andSupetOTdlnate goals)

m voune 1 no. o. TePTenio 1997 153

Page 3: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

Orgaiiizational.CuIture..,^«a</&)Wn» ISSN ; 1410 - 2420

perusahaan Jepang umumnya mengembangkan apa yang disebut sq/^systems tools (perangkat liinak) yang mcliputi work skiU, managerialstyUj communication ^sterns dan social ^sterns yang didasarkan pada ^shartdvalues,

Sementara ituDeal and Kennedy dan Peter and Waterman yangmemfokuskan penelitiann)^ pada perusahaan-perusahaan Amerikamenekankan pada pentingnya shared beliefs dan values uhtukmencapai efekdfitas organisasi. Mereka men^daim b^wa suksestidaknya sebuah perusahaan terletak pada kuat ddaknya buda) '̂perusahaan tersebut. Alasannya: kinerja para individu dan kinerjaperusahaan serta bagaimana sense of behngit^. karyawan terhadapperusahaan tidak dapat dipahami dengan baik kecuali kitamemahamibudayaperusahaannya.

Penjelasan-penjelasan diatas, paling tidak, memberikan kesim-pulan sementara bahwa sesungguhnya ada hubungan positif antarabudaya perusahaan dan kinerja perusahaan. Semakin kuat budayasebuah perusahaan semakin baik pula kinetjanya, demikiansebaliknya. Dari kesimpulan sementara tersebut bisa dikatakan pulabahwa budaya organisasi merupakan salah satu variable futorsyang dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Jika kesimpulan inibenar, maka sudah selayaknya jika salah satu strategi yang dapatdikemban^^ oleh perusahaan adalah membangun budayaperusahaan yang kuat yang cocok dengan filosofi dan misi yangdiembanoleh perusahaan tersebut.

KONSEP BUDAYA ORGANISASI

Memahami konsep budaya organisasi bukan peketjaan )^ggampang karena (1) sebagai bidang studi, budaya organisasi masihrelatif muda sehingga belum banyak artikel dan kritik terhadapkonsep budaya organisasi (Reichers and Schneider, p.21) (2) sepertitelah discbutkan tUmuka isdlah budaya berasal dari disiplin anthro-pologi sosial, namun dianmra para anthropolog sendiri tidak adakesepakatan tentang definisi buda)^^ dan (3) adanya resistensi dari

^Krod)er and Kluckhon (1952, pp. 42-56) dalam mono^afiiya: CulturttA CritiealReriefpqfQmaptiand Definition^ mengudp ddakkurang dari 164 definisi budayayang dapat diklasifikasikan kedalam definisi yang bcrsifiit deskriptif^ historik, normatif,psikdo^ strukturaldan gendik.

154 jAAi Maune 1 no. a sgptghdq 1997

Page 4: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

ISSN : 1410 - 2420 O^anizadoi^ Cv\tarc..^ Ahmad Sobirin

kelompok Fositivist yang menganggap konsep budaya ridak layakdigunakan untuk menjelaskan aspek-aspek studi organisasi^.

Karena bdum adanya kesepakatan konsep budaya organisasi,pemahaman budayaorganisasi pun sangat bcrvariasi (SmirdchvlPSS,p. 339) dan kontroversi pun disana-sini masih teijadi." Sebagaicontoh, dalam oiisi khususnya tahun 1983, AdministraiivS'̂ ScimceQuarterly memuat sembilan artikel tentang budaya orgarlisasi 'denganberbagai konsep danpendekatan. Pada tahun yang sama Or^dnizdtimDynamics juga mencrbitkan edisi khusus budaya organisasi yangmemfokuskan pada implikasi budaya organisasi terhadap manajer.Dari sini jelas bahwa konsep budaya organisasi masih daJam rangikmencari bcntuk. Akan tetapi •pendapat Linda Smircich yangmenyatakan akan adanya dua kubu budaya organisasi patut dicatat:(1) organization isa culturedan (2) oi^anizationhasculture.

Aliran pertama menganggap bahwa organisasi adalah hasUbudaya. Oldi karenwya aliran ini lebih menekankan pada pcntingnyapenjelasan deskriftif sebuah organisasi. Aliran kedua berpendapatbahwa organisasi menpunyai budaya. Disini •penekinan iberikankepada faktor penyebab terjadinya budaya dalam •organisasi danimplikasinya terhadap organisasi •tersebut. Jika aliran pertamapendekatannya adalah anthropologis (diwakili'oleh Gregory, 1983)maka aliran kedua mclakukan pendekatan manajerial (misalnya;diwakili oleh Schein, 1983, 1985, 1990). Menurut hemat penuhssendiri, aliran kedua lebih cocok urituk diterapkan dalam kepentinganorganisasi atau perusahaan karena menekankan pada pentingnyabudaya sebagai variabel yang dapat mempengaruhi efektifitasorganisasi/perusahaan. Lebih lanjut, tulisan ini akan mengarah padapendekatan kubu kedua.

Untuk lebih memahami konsep budaya organisasi, definisi -definisi berikut, baik )^g berasal dari. definisi anthropologisamaupunyanglebih prakdkal, dikemukakan.

^Kelompok Posidvist bcranggapan bahwa semua fakta yang menggambarkan situasidapat dicntifikui dan diukur berdamkan logika. Hal ini berarti pcncHdan tentangstudi organisasi harus mcnggunakan variabel yang dapat diukur secara kuandtadfdengan bantuan teknik statistik walaupun studi tersebut merupakan bidang-bidangstudiyangsi&tnyaA^seperdmodvasi dan kcpemimpinan. Fadahal pendekatan dalamstudi tentang budaya, seperd yang dilakukan oleh para anthropolog padai'vmumnyamenggunakan pendekatan pardsipadf dan bersifat kualitatif. (Untuk penjelasan inilihatmisalnya Steven Caveleri and Kizysztof Obloj,1993,p. 268). •

JAAl MOLUne 1 MO. Q. ?€PT€riBa 1997 155

Page 5: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

Organizational C\Atmc..^ Ahmad Sobirin ISSN : 1410 - 2420

Seabad yang lalu Edward Tylor (1958, p.l) mendifinisikanbudaya sebagai sesuatu yang bersifat kompiek yang dipcrolehmanusia sebagai bagian dari keanggotaannya dalam masyarakat.Sesuatu yang kompiek ini meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan, art,moral, hukum, kebiasaan-kebiasaan dan segala kemampuan manusialainnya®. Dari definisi y^gsifamya holistik ini Jocano (1988, p. 23)menjelaskan bahwa (1) sebagai sesuatu yang kompiek, kultur terdiridari elemen-elemen yang bersifat ideation^ dan behavioral^ (2)berdasarkan komposisi ini, keterkaitan dan ketergantungan unsur-unsur kulturlah yang akan membentuk sam kesatuan dan (3) kulturhanya akan terjadi dalam sebuah grupatau masyarakat.

Dari definisi diatas maka jelas bahwa l^tur bersifat holistikyang terdiri dari unsur-unsur yang saling terkait dan salingtergantung satusama Jika satu unsur lepas dari unsur yang lainmaka apa yang semula disebut kultur tidak lagi bisa disebut kultur.Demikian pula kultur hanya altan terjadi pada sckelompok orang,baik sekelompok orang tersebut merupakan kelompok kecil sepertiorganisasi RT, RW, Sekolah, Perguruan Tinggi dan Perusahaan,maupun kelompok yang lebih besar seperti masyarakat, suku bangsaataupun sebuah bangsa. Dengan kata Iain, jika dalam sebuahkelompok sudah terbentuk kultur, maka anggota-anggota kelompoktersebut akan mempunyai i^eologi dan berperilaku sama yang akanmembedakan satu kelompok dengan kelompok lainnya^. Namun kitaharus menyadari bahwa kelompok kecil yang merupakan bagian darikelompok yang lebih besar tidak hams mempunyai kultur yang sama.Kultur mereka bisa berbeda (lihat Robbins, 1991, 587) Sebagaicontoh, sebuah universitas yang terdiri dari berbagai fakultas tidakharus fakultas-fakultas tersebut mempunyai kultur yang sama. Bisajadi kultur fakultas ekonomi berbeda dengan kultur fakultas hukumataupun kultur fakultas teknik. Tetapi karena pembentukan fakultas-fakultas tadi berasal dari satu ide yang sama yaitu universitas, maka

^andingkan dengan definisi aslinya. CtdtHre is a complex whole which includesknowledge, beli^, art, laws, morals, customs andodser capabilities acquired by man as amember (^society.

^Hams kita akui bahwa grup/kelompok terdiri dari beberapa orang yang mempunyaipcrilaku yang berbeda satu dengan lainnya. Pcrbedaan perilaku individu ini daiamdisiplin psikologi disebut sebagai kepribadian (personalia). Dengan demikian jikakedua konsep ini digabungkan, maka kultur bagi sebuah kelompok sama halnya bagipersonality bagi individual

156 JAAIVJOLUMG 1 MO. <2 SePTEMBa 1997

Page 6: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

ISSN : 1410 - 2420 Organizational Culture.., Sobirin

dalam satu tingkatan tertentu clemen-clemen dari kultur universitasmenjadi bagian dari elemen-elemen kultur fakultas.

Dari definisi kultur dan penjelasannya seperti tersebut diatas,mal^ selanjutnya dikemukakan beberapa definisi budaya organisasi.Andrew Petrigrew (1979, p.574), orang pertama yang secara formalmenggunakan istilah budayaorganisasi, menyatakan:

"culture is the system of .... publicly and collectivelyaccepted meanings operating for a given group at a giventime"

la lebihlanjut menyatakan bahwakultur dapat dikatakan sebagaisumber dari beberapa kelompok konsep seperti: simbol, bahasa,ideologi, keyakinan, ritual d^ myth atau legenda. Sementara ituGagliardi (1986, p.ll9) menjelaskan bahwa kultur adalah sistemasumsi dan nilai-nilai dasar yang koheren yang membedakan satukelompok dengan kelompok lainnya dan memberikan orientasibagaimana kelompok tersebut menentukan pilihannya. Sathe (1985,p.10) menegaskan bahwa kultur adalah satu set asumsi (bahkankadang-kadang tidak tertulis) yang dimiliki dan dijiwai oleh anggotakomunitas dan diantaranya saling berbagi pengalaman (share) akanasumsi tersebut.

Definisi yang lebih praktis diberikan oleh Schein 1985, p.9;1990, p. 111). Dia menyatakan:

"Culture is a pattern of basic assumption-invented,discovered, or developed by a given group as it learns tocope with its problem of external adaptation and internalintegration that has worked well enough to be consideredvalid and therefore to be taught to new members as correctway to perceive, think, and feel in relation to thoseproblems".

Disini Schein dengan tegas mengemukakan bahwa kulturmerupakan asumsi dasar yang terpola yang ditemukan, dipahami dandikembangkan oleh anggota grup. Karena asumsi ini telah terbuktikebenaraimya ketdka digunakan untuk menyeJesaikan masalah yangdihadapi oleh grup tersebut baik masalah adaptasi ekstemal maupunmasalah integrasi internal maka asumsi-asumsi ini diajarkan kepadaanggota-anggota baru sebagai cara pandang, cara berpersepsi danpola pikir yang benar untuk menghadapi masalah-masalah sama

m MOLUMC 1 MO. Q. SGPTCNBeR 1997 157

Page 7: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

OrgaiuzationalCulture.;,' ISSN : 1410 - 2420

dimasa yang akan datang. Sejalan dengan definisi ini, Hofstede(1980, 1992) menegasl^ bahwa culture is collective mentalprogramnUn^. Sebagai pemrograman mental secara kolektif, olehkarenanya kultur sukar untuk berubah. Kalau toh terjadi perubahanpola pikir, hal itu akan berubah secara perlahan-lahan. Utamanyabukan karena semata-mata kultur tcrsebut telah menjadi bagian daridiri para anggota grup, tetapi kultur terscbut telah terkristaiisasikcdaiamlembagayang mereka bangun bersama.

Definisi-definisi diatas telah menuntun kita pada suatukesimpulan sebagaimana dikemukan oleh Hofstede et. al.(1990)bahwa budaya organisasi mempunyai karakteristik sebagai berikut:(1) bersifat holistik, (2) ditentukan secara historis, (3) berhubungandengan disiplin anthropologi, (4) dibangun dalam lingkungan sosial,(5) bersifat lunakdan (6) sulit untuk berubah.

ELEMEN BUDAYA ORGANISASI

Tentang elemen-elemen kultur, Clyde Kluckhohn sebagai manadikutip Erezand Early (1993,p.41) menyatakan:

"Culture consists in patterned ways of thinking,feeling, and reacting, acquired and transmitted mainly bysymbols, constituting the distinctive achievement of humangroups, including their embodiments in artifacts; theessential core of culture consists of traditional (i.e.historically derived and scleaed) ideas and especially theirattached values."

Kluckhohn dalam hal ini menjelaskan bahwa esensi dari kulturadalah values (nilai-nilai) dimana values ini merupakan hasil derivasidan seleksi dari pengalaman sejarah masa lalu. Artinya, valuesmerupakan hasil dari sebuah proses yang panjang yang dengandemiidan jika sudah terinternalisir kedalam diri masing-masinganggota kelompok, values ini susah untuk berubah. Sementara itu,pengejawantahan values akan muhcul dalam bentuk artijak yangtercermin misalnya dalam pola pikir, rasa dan reaksi para anggotakelompok. Umumnya pola-pola ini diartikiilasikan dalam bentuksimbol-simbol.

Penjelasan diatas menunjukkan bahwakultur paling tidak terdiridari dua elemen penting (1) elemen yang ada pada lapisan dalamyang merupakan core ofculture berupa values dan (2) elemen yangada dilapisan luar berupa artifak. Hofetede et.al. (1990) juga

158 m Maune 1 mo. q. ^GPTOiBeii 1997

Page 8: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

ISSH : 1410 - 2420 Organizational C\3[x\xc^..y Ahmad Sobirin

berpendapat sama yakni the core of culture adalah value yangdimanifestasiin^ dalam b^tuk '"practices" dan terdiri dari symbols,heroes dan rituals. Lapisan dalam kultur, karena sifatnya susahdiamati, oleh Jocano (1990) disebut sebagai implicit culture yangterdiri dari ideology, philosophy, values, beli^, dan norms, sedangkanlapiran luar yang lebih kasat mata (ol^ervable) disebut explicit culturesepertibahasa, artifak, dan perilaku.

Jika pendapat-pendapat di atas hanya menyebutkan bahwakultur terdiri dari dua elemen penting, Schein (1987) menganggapperlu untuk menambah satu elemen lagi yakni basic assumption,dimana menurut Schein basic assumption merupakan elemen kulturyang berada pada lapisan paling dalam, lebih dalam dari value.Dengan demikian Schein membagi elemen kultur menjadi tigatingkatan sebagaimana terlihat padagambar 1. Tingkatan palingluarberupa artijak dan kreasi. Term^uk didalamnya adalah teknologi,seni dan pola perilaku yangkasat mata. Walaupun artifak dan kreasipada umumnya observable tetapi kadang-kadang orang luar tidakdapat menguraikan maknanya dengan jelas. Disini artijak berfiingsiuntuk menjelaskan bagaimana sebuah grup/kelompok membentuklingkungannya dan perilaku-perilakunya. K^ena sifamya yang kasatmata, maka artifak ini mudah ditiru dan dicontohkan kepadaanggota-anggota grup/kelompok lainnya.

Level kedua adalah values. Disini value akan berfiingsi untukmenjawab pertanyaan "why" yakni mengapa anggota kelompokberperilaku sebagaimana biasanya merely lakukan. Jadi perilakuanggota kelompok akan dipengaruhi oleh sistem nilai yang merekaanut. Jika sebuah organisasi membawa bendera Islam misalnya makaanggota organisasi akan (dan seharusnya) berperilaku sesuai dengannilai-nilai yang dianut oleh Islam. Jika anggota organisasi yangberbeda jenis kelamin bukan muhrim, maka nilai-nilai Islammenuntun agar mereka menjaga jarak karena yang demikian bisamenghindarkan fimah. Sebaliknya.jika_nilai-nilai Islam ini dilanggaratau nilai-nilai ini sudah tidak lagi menjadi pedoman, maka dengansendirinyaperilaku anggota organisasiinipun berubah.

Underlying/Basic assumptions - Asumsi-asumsi dasar merupakanelemen kultur pada lapisan paling dalam menurut klasifikasi Schein.Pada lapisan ini, Schein beranggapan bahwa apa yang dilakukan paraanggota kelompok/organisasi adakih sesuatu yang bersifatunconsciousatau dibawah kesadarannya sendiri. Namun, justru elemen inilahyang menentukan pola anggota kelompok berpersepsi, berpikir danberperasaan. Oleh karena sifatnya yang invisible sukar dideteksiapalagi oleh orang luar, maka elemen ini sifamya undiscussable

JAA! VIOLUne 1 NO. Q. ?€PT€inB0l 1997 159

Page 9: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

Organizational Culture.., &>Wn»

(Hofstede,et.ai., p.291), makaorang luar agar bisamemahami kultursebuah kelompok khususnya elemen ini, terlebih dulu harus menjadiinsider. Pandangan Schein ini didasarkan pada teori the variation invalue orientations yang dikemukakan bleh F. Kluckhbhn dan F.Strbdtbeck (1961). Teori ini berasumsi bahwa pada dasarnyapersoaian umum yang dihadapi oleh manusia sangat terbatas sifatnyadan dengan demikian solusinya pun terbatas. Secara' lengkapKluckhohn dan Strodtbeck mengemukakari:

Value orientations are complex but definitelypatterned (rank order) principles, resulting from thetransactional interplay ofthree ^stinguishable elements ofthe evaluative process - the cognitive, the aflhrmative, andthe direcdve elements - which give order and direction tothe ever-flowing stream of humanacts and thoughts asthese relate to the solution of "commonhuman" problems.

Gambar 1

The levels of Culture and Their Interactions

Artifacts and Creation

• Technology• Art

• Visible B audible behaviorpatterns

Values

Basic Assumptions• Relation to Environment

• Nature of Reality, Time andSpace

• Nature of Human Nature

• Nature of Human Activity• Nature of Human

Relationship

Surnber: Edgar Schein(1985) p. 14

Visible but often

Not decipherable

Greater level of

Awareness

Taken for Granted

Invisible

Preconscious

ISSN : 1410 - 2420

160 JAA! MOLUne 1 NO. 9. ^CPTCMDeK 1997

Page 10: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

ISSN ; 1410 • 2420 Organizational CyAt\iic..^AhnuuiSobinn

Sqalan dengan apa yang dikemukakan Schein, Rousseau (1990,pp. 157-8) mengatakan bahwa kultur itu layaknya bawang yangterdiri dari beberapa lapis, diniana pada lapis paling luar mudahmengelupas sedang lapis paling dalam biasanya akan tetap utuh.Secara lebih rind, menunit Rousseau, kultur terdiri dari lima elemenyakni (diurutkan dari elemen yang mudah di akses ke elemen yangsukar diakses: (1) Artifacts, (2) Patterns of Behavior, (3) BehavioralNorms, (4) Valuesdan (5) Fundamental Assumptions.

SISTEM NILAI

Penjelasan dimuka menunjukkan bahwa kultur terdiri dari duaelemen yakni elemen yang sifatnya obserpable dan elemen yangunobservabU. Sekali elemen-elemen ini terinternalisir kedalam diri

anggota-anggota organisasi, ia akan menjadi pola atau cara pikir danmenjadi pedoman anggota organisasi berperilaku. Itulah sebabnyakultur sulit untuk diubah. Hal ini bukan berarti kultur tidak dapatdiubah. Sebetulnya dari elemen-elemen kultur yang ada, elemen-elemen yang ada dilapisan luar merupakan elemen yang mudahdirubah. Namun jika hanya elemen lapis luar yang bcrubah,barangkali esensi kultur tetap sama. Oleh karenanya untuk bisamerubah kultur (secara permanen) elemen lapis dalamlah yang(se)harus(nya) diubah. Artinya memahami sistem nilai suatu organisasi sangat penting artinya jika kita ingin memahami kultur sebuahorganisasi.

Rokeach (1973,p.5) menjelaskan bahwa value adalah keyakinanabadi (enduring beli^ yang dipilih oleh seseorang/sekelompok orangsebagai dasar untuk bertindak (tmde ofconduct) atau sebagai tujuanakhir tindakannya (end-state of existence). Jika misalnya seseorangyakin menjadi seorang doscn akan memberikan rasa aman bagidirinya dan keluarganya, maka walaupun ada jenis pekerjaan lainmemberikan reward lebih baik, ia akan memilih dosen sebagaipekerjaannya ketimbang misalnya menjadi financial analyst di pasarmodal. Demikian juga bagi sebuah organisasi. Jika STIE (WW)Widya Wiwaha, Yogyakarta atau Universitas Islam Indonesia (UII),Yogyakarta misalnya yakin bahwa kerjasama yang baikdiantara civitasacademica akanlebih membawa hasilketimbang carakerja individual,maka strategi dan poUcy organisasi akan diarahkan agar tercapainyakerjasama tersebut. Disini Rokeach menggambarkan bahwa nilaimerupakan suatu keyakinan yang umumnya bersumber dariharapan-harapan baik harapan individu maupun masyarakat ataustakeholders.

m VJOLUMG 1 NO. Q. TePTGMDGIl 1997 161

Page 11: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

O^anizational Culture.., SoHrin

Rokeach membedakan nilai (value) menjadi dua yaitu yangdisebut dengan instrumental valu^ dan terminal value. Sementarainstrumental value berhubungan dengan alat (mode of conduct).,terminal value merupakan end-state of existence atau nilai tujuan.Untuk mengetahui perbedaan value dari satu kelompok dengankelompok lainnya, Rokeach menyusun elemcn instrumental danterminal value yang masing-masing terdiri dari 18 elemen.Elemen-elemcn ini disebut Rokeach Value Survey. Berdasar valuesurvey ini penulis menggunakan 15 elemen terminal value untukmengetahui nilai yang dipegang oleh dosen dari 8 univcrsitas ymgberafiliasi agama (Lihat Sobirin, 1997). Hasilnya dapat dilihat padatabcl 1 dan 2. Dari 298 responden (tanpa memperhatikan indukorganisasi mereka), InnerHarmony menempati posisi pertama diikutioleh Family Security dan Happiness. Urutan berikutnya adalah Sense ofAccomplishment pada posisi keempat. Posisi ke 5 dan ke 6 ditempatioleh Wisdom dzn Mature Love. Sementara itu Equality^ TrueFriendshipdan A Comfortable Life menempati posisi sama pada urutanberikutnya. Scdangkan lima urutan terakhir ditempati oleh AnExciting Life, A World at Peace, A World ofBeauty, National Securitydan Pleasure.

Tabcl 1

RankingNilaiMenurut PersepsiDosen Universitas Islam

Un(N=42) UMM (N=40)Values Values

(1) Happiness (1) Inner Harmony(2) FamilySecurity (2) Family Security(3.5) A Sense of Accomplish. (3) Happiness(3.5) Inner Harmony (4) A Comfortable Life

(5) Mature Love (5) A Sense of Accomplish.(6) Wisdom (6) Wisdom

(7) Equality (7) Freedom

(8) True Friendship (8) Equality(9) A Comfortable Life (9) True Friendship(10) Freedom (10) Mature Love

(11) A World at Peace (11) Exciting Life(12) An ExcitingLife (12) National Security(13) Pleasure (13) A World of Beauty(14) A World of Beauty (14) Pleasure

(15) National Security (15) A World at Peace

ISSN : 1410 - 2420

162 jAAi vjOLune 1 no. o. ^epiemev 1997

Page 12: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

ISSN ; 1410 - 2420 Organizational C\AxMrc..^^tnadSobirin

UIA (N=25) UNISLILA (N=32)Values Values

(1) Inner Harmony (1) Inner Harmony(2) Happiness (2) A Sense ofAccomplish.(3) A Senseof Accomplish. (3) Happiness(4) FamilySecurity (4) FamilySecurity(5) A Osmfortable Life (5) A World at Peace

(6) ExcitingLife (6.5) A Comfortable Life

(7) Wisdom (6.5) Freedom

(8) Freedom (8) Equality(9) True Friendship (9) Wisdom

(10) Equality (10.5) Mature Love

(11) Mature Love (10.5) True Friendship(12) A World of Peace (12) An Exciting Life(13) A World of Beauty (13) A World ofBeauty(14) Pleasure (14) National Security(15) National Security (15) Pleasure

Tabel2

Ranking NUai Mcnurut PersepsiDosen Universitas Katholik

UAJ (N=43) UAY (N=45)Values Values

(1) Happiness (1) Inner Harmony(2.5) Inner Harmony (2) Happiness(2.5) FamilySecurity (3) Mature Love

(4) Freedom (4) Wisdom

(5) Wisdom (5) Freedom

(6) Accoplishment (6) A Senseof Accomplish.(7.5) A Comfortable Life (7) A Comfortable Life(7.5) An ExcitingLife (8) Equality(9) Equality (9) True Friendship(10) Mature Love (10) FamilySecurity(11) A World at Peace (11) Exciting Life(12) True Friendship (12) A World at Peace

(13) National Security (13) National Security(14) AWorldof Beauty (14) A World of Beauty(15) Pleasure (15) Pleasure

JAAI MOlUMe 1 NO. Q. ?Q>TenBeR 1997 163

Page 13: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

Organizational Q\Atxat..^ AhmadSobirin

UNPAR (N=42)Values

USP (N=39)Values

(1) Inner Harmony (1) Iner Harmony

(2) Freedom (2) Happiness(3) Happiness (3) Family Security(4) Wisdom (4) Mature Love

(5) FamilySecurity (5) Wisdom

(6) Accoplishment (6) Freedom

(7) True Friendship (7) True Friendship

(8) Equality (8) Equality

(9) Mature Love (9) A Senseof Accomplish.(10) An Exciting Life (10) A Comfortable Life

(11) A Comfortable Life (11) A World at Peace

(12) A World at Peace (12) An Exciting Life(13) National Security (13) A World of Beauty(14) A World of Beauty (14) National Security

(15) Pleasure (15) Pleasure

Dengan Inner Harmony, Family Security dan Happinessmenempati 3 urutan pertama, tampaknya hasil ini sejalan denganpendapat umum yang menyatakan bahwa Harmony, KeamananKeluarga dan Kebahagiaan adalah nilai-nilai budaya bangsa yangsangat dijunjung tinggi. Namun ada satu hal menarik yang dihasilkandari hasil survey ini yakni sementara Inner Harmony menempatiurutan pertama, A World at Peace hanya menempati urutan 12 danwalaupun Family Security menempati posisi kedua, National Securitybahkan menempati urutankedua terbawah.

Tcmuan ini barangkali dapat diinterpretasikan dengan carademikian: ketika innerharmony sudah tercapai maka pada umumnyakita tddak lagi berharap akan terjadi konflik dalam skala yang lebihluas secaranasional/internasional, demikian juga ketika ada rasa amandilingkungan keluarga maka secara nasionalpun akan terjadi hal yangsama, dengan demikian keamanan nasional bukan lagi menjadi urutanprioritas. Jika survey ini dilakukan secara nasional dan menghasilkantemuan yang sama, kitadapat memprcdiksi pola pcrilaku*bangsa dandapat pula mengarahkarmya agar pola perilaku iniJunctional.

ISSN : 1410 - 2420

PROSES TERBENTUKNYA KULTUR

Dalam sebuah organisasi-atau perusahaan, paling tidak ada tigakelompok yarig berkepcntingan terhadap keberadaan organisasi/

164 JAAI VJOLUn€ 1 MO. Q. 9€PT€HDGR 1997

Page 14: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

ISSN : 1410 - 2420 Organizational Culture.., Sobirin

perusahaan tersebut. Pertama adalah stockholder yang menanamkanuangnya ke perusahaan, kedua manajemen yang diserahi tugas untukmengciola perusahaan yang berarti-sekaligus diserahi mengeiola uangyang ditanamkan stockholder dan ketiga adalah para karyawan/buruh(rank and files) yang sama-sama berada dalam perusahaan tetapi tidakmempunyai akses dalam pengambilan keputusan. Ketiganya dengandemikian, kemungkinan mempunyai tujuan yang berbeda walaupunmereka sama-sama berada pada satu perusahaan. Seseorang maubergabung dengan organisasi/perusahaan dengan asumsi bahwadengan cara ini dia dapat mencapai tujuan personalnya, demikianpula organisasi didirikan karena ingin mencapai satu tujuan tertentu.Hal ini berarti bahwa dalam satu perusahaan, paling tidak, ada duatujuan yang hendak dicapai yaitu: tujuan perusahaan sebagaiorganisasi dan tujuan personal yang ingin dicapai olehindividu-individu yang terlibat dalam organisasi tersebut. Yangmenjadi persoalan adalah bagaimana agar kedua tujuan tersebutselaras (congruence). Inilah tugas manajemen untuk menselaraskankedua tujuan yang bisa jadi berbeda.

Jika kita mengatakan tujuan organisasi, sebetulnya tujuansiapakah tujuan organisasi tersebut? Dilihat dari proses terbentuknyaorganisasi/perusahaan, jika kita mengatakan tujuan organisasi, hal ituberarti tujuan para pendirinya. Sebelum perusahaan didirikan, parapendiri tentunya mempunyai alasan mengapa perusahaan tersebutdidirikan. Alasan inilah yang tertuang dalam filosofi perusahaan.Filosofi ini memuat ide, alasan, kcinginan dan cita-cita dari parapendiri. SHE WW misalnya, didirikakan karena dulu para pendirimenginginkan agar sampah bisa diubah menjadi kompos. Itulahfilosofi.

Dalam kaitannya dengan pembentukan kultur perusahaan,dengan demikian para pendiri mempunyai peranan yang penting.Karena pada dasamya budaya perusahaan tidak dengan scndirinyaterbentuk (Jocano, 1990), pasti ada seseorang yang berinisiatif danmenciptakannya. Inisiatif ini pada umumnya tertuang dalam filosofiperusahaan. Dengan demikian pembentukan kultur dimulai darifilosofi perusahaan. Sejalan dengan hal ini Schein (1983)merumuskan langkah-langkah pembentukan kultur.1. A singleperson (founder)has an ideafor a new enterprise2. A founding group is createdon the basis ofinitial concensus that

the idea is a good one: workable and woth running some risksfor.

m vjOLune 1 no. o. TepTCdBOi 1997 i65

Page 15: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

Organizational Culture.., Ahmad Sobirin ISSN : 1410 - 2420

3. The founding group begin to act in concert to create theorganization by raising funds, obtaining patents, incorporatingetc.

4. Others arebrought into the group according to what thefounderor founding group considers necessary, and the group begins tofunction, developing its own history.

Setclah filosofi terbentuk, kemudian filosofi ini dijabarkan olehmanajemen dalam bentuk misi dan visi perusahaan yang dilanjutkandengan penyusunan strategi, policy dan seterusnya. Sejalan denganpcmbentukan hard systems tools ini, pimpinan perusahaan mulaimenteijemahkan misi dan visi kedalam tata nilai dan norma-normaperilaku yangsesuai dengan misidan visiperusahaan., Tata nilai inilahyang ditransmisikan kepada karyawan dalam bentuk cerita suksesperusahaan, ritual, simbol dan cara berpakaian, tata ruang, bahasakomunikasi dsb. (Trice and Bayer, 1984; Bayer and Trice, 1987).Jika budaya perusahaan sudah terbentuk dan sudah dikomunikasikankeseluruh anggota organisasi, maka langkah selanjumya adalahmenjaga agar kultur tersebut tetap eksis dan dikembangkan bilamanaperlu. Untuk menjaga eksistensi kultur, O'Reily menyarankanlangkah-langkah sebagai berikut:1. Identify the strategic objectives of the unit. Once identified,

specify the short-term objectives and critical actions that need tobe accomplished.

2. Analyze the existing values and norms that charaaerize theorganization. This can be done byfocusing on what people in theunit feel is expected of them by their peers and bosses and whatactually rewarded. What does it take to get ahead? What storiesare routinely told? Who are the people who exemplify the group?Look for the norms that arewidely shared andstrongly felt?

3. Once these are identified, look for norms that may hinder theaccomplishement of critical task; norms that would help but arenot currently present; and conflicts between what is needed andwhat is currently awarded.

4. Once these are identified, programs can be designedto begin toshape or develop the desired norms.

Sec^a garis besar, Robbins (1991, p.580) menyarankan agarperusahasm menggunakan tiga pendekatan agar budaya perusahaanterjaga keberadaannya - tindakan-tindakan pimpinan puncak,sosialisasi tcrhadap karyawan dan ketika rekruiting karyawan. Dalam

166 JAAI yOLUMG 1 NO. Q. rePTGMBeK 1997

Page 16: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

ISSN : 1410 - 2420 Organizational Cv^voic..^ Ahmad Sobirin

hal rekruiting karyawan, mekanisme berikut ini dapat dipenim-bangkan, (Pascale, 1985, p.29-33).

Gambar 2

Patcmof Sodalizating Organizational Culture

STARTCareful selection

ofentry levelcandidates

Consistent

role models

Humility inducinge?q3ereince promote

openness towar acceptingorganization's norms and

values

reinforcingfolklore

\ Adherence to value

enables the

reconciliation of

personal sacrifices

DESELECT

In-the tranches

training leads tomastery ofa.core

discipline

Reward and control

system are maticulouslyrefined to re-inforce

behaviour that is

deemed pivotal tosuccess in the market

place

Sumber: Richard Pascale, 1985, p.38

MANFAAT BUDAYA ORGANISASI

Dimuka telah dijelaskan bahwa budaya organisasi dapatdipertimbangkan sebagai salah satu variabel. kunci yang dapatmendorong kebcrhasilan perusahaan. Walaupun demikian,perdebatan antara yang pros dan kens masih terus berlangsung. Disatu sisi a'da yang berargumentasi bahwa budaya organisasi secara

JAAIVJOLUNG 1 NO. Q. rcPTCnDCR 1997 167

Page 17: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

Organizational QxAxmxc..^ Ahmad Sobirin ISSN: 1410- 2420

langsung dapat dihubungkan dengan financuU petjbnnance. Hal inimisalnya dibuktikan oleh Denison (1990), Kotter dan Heskett(1992). Denison membuktikan bahwa involvement culture secarakuantitatif mempunyai dampak positif terhadap short term dan lon^term perfmnance^ sementara itu hubungan langsung dari adaptahilitysystem terhadap financial petjbrmance kurang tampak. Sementara ituKotter dan Heskett menyimpulkan bahwa perusahaan yangmempunyai kultur yang kuat akan mempunyai excellent perfinmancejika kultur tersebut sejalan dengan penyusunan strategi yang tepat.Hal ini barangkali sejalan dengan yang dikemukakan oleh Wilkinsdan Ouchie (1983) yang menyatakan bahwa budaya organisasikompatibel dengan manajemen strategi. Artinya, budaya organisasiakan efektif jika dibarengi dengan penyusunan hardsystems tools yangbenar.

Dilain pihak, Robbins masih meragukan hubungan langsungantara budaya organisasi denganfinancial petfinmance. Robbins tidakmenyangkal bahwa hubungan antara budaya organisasi denganfinancial perjbrmance kemungkinan tetap ada, tetapi sifamya remotedan perlu ada moderating variabel yang menjembatani hubungantersebut. Pros dan kons ini muncul biasanya bersumber pada metodeyang digunakan dalam penelitian budaya organisasi (Siehl andMartin, 1990). Salah satu penyebabnya seperti dikemukakan dimukabelum matangnya konsep budaya organisasi. Sejalan denganpandangan ini, Reichers and Schneider (1990) mengemukakanbahwa pada dasarnya penelitian tentang budaya organisasi dapatdikelompokkan keddam tiga tahapan. Tahap pertama yang disebutintroduction and elaboration^ tahapkedua evaluation and augmenta-Uondan tahap ketiga consolidation and acconwdation. Persoalannya,penelitian yang sudah sampai pada tahap kedua dan ketiga masihtergolong sedikit dan sebagian besar artikel dan penelitian masihberkutat pada tahapan pertama yakni membahas konsep budayaorganisasi.

Lepas dari kontroversi sebagaimana dikemukakan dimuka,budaya organisasi menjadi penting karena dua hal (1) membantuimplementasi strategi perus^aan dan (2) meningkatkan komitmenparakaryawan (O'Reilly,1989).

Disadari atau tidak, harus kita akui bahwa perubahan padalingkungan dunia usaha, bahkan perubahan lingkungan PerguruanTinggi (PT) begitu cepat terjadi. Bagi PT, hal ini misalnya ditandaidengan menurunnya jumlah calon mahasiswa selama tahun 90an, dansemakin meratanya perguruan tinggi di daerah serta perubahan sikapcalon mahasiswa itu.Dalam perubahan barusemacam ini PTdituntut

168 JAAI MDLUPIG 1 NO. Q. ?ePT€nD0l 1997

Page 18: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

ISSN : 1410 - 2420 Organizational O^Atazc..^ Ahmad Sobirin

untuk bisa lebih produktif, siap untuk mengadopt teknologi baru,lebih responsif terhadap kebutuhan client^ dan yang lebih pentingharus lebih kompetitif.

Untuk dapat merespon perubahan lingkungan PT, maka (1)fungsi-fimgsi manajemen yang sebelumnya tidak pemah mcnjadiperhatian PT hams segera diaktifkan, (2) kesiapan semua dvitasacademika untuk secara fleksibel mengadaptasi lingkungan bammempakan seuatu kehamsan. Untuk itu Pimpinan PT hamsberfungsi bukan semata-mata sebagai administrator, tetapi harusberperan sebagai CEO. Tambahan lagi semua dosen dan karyawanharus lebih responsif terhadap pembahan lingkimgan. Aitinyatanggung jawab untuk mencapai tujuan organisasi harus dipiloilbersama bukan semata-mata tanggungjawab pimpinan. Dalam hal inidosen dan karyawan harus saling menyatukan pandangan, memikultanggung jawab bersama dan kooperatif. Jika persyaratan inidipenuhi baik oleh dosen dan karyawan, ha] ini menunjukkan bahwatingkat koheshitas anggota organisasi cukup tinggi (Davis andNcwstorm, 1989, p. 367). Walaupun kohesivitas karyawan bisamenimbulkan pengamh negatif seperti dikemukakan Lcvine (1991,p.250), tetapi jika organisasi tersebut memiliki pimpinan yang kuat,yang dapat menetapkan dan mengkomunikasikan sistem nilai denganbaik maka pengaruh negatif dari kohesiritas itu dapat dieliminir. Sebabnorma dan nilai-nilai organisasi pada dasarnya dapat mendoronganggota organisasi mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi(Selznick, sebagaimana dikutip Cavaleri and Obloj, 1988). Dengankata lain, pembahan lingkungan mendorong manajemen untukmembah strategi. Namun strategi ini tidak bisa berfiangsi sebagaimana mestinya jika tidak didukung oleh semua anggota organisasi.Untuk itukecocokan antara kultur dan strategi tidak dapat dielakkan.

Akhirnya, untuk melengkapi kedua requirmmt iatas, budayaorganisasi yang dapat mengadaptasi pembahan lingkungan hamsdiciptakan. Hal ini karena budaya organisasi dapat menjadi semen'antara kepentingan organisasi dan kepentingan individu (Jocano,1988). Dcmikian juga budaya organisasi akan menciptakankomitmen dikalangan para karyawan yang seterusnya akanmcningkatkan kepuasan kerja dan mcningkatkan efektifitas organisasi.

KULTUR DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN

Di bidang akuntansi, khususnya akuntansi manajemen, budayaorganisasi cukup berperan dalam mendesain sistem pengendalianmanajemen, paling tidak jika akuntansi manajemen didekad dengan

JAAI MOLUM€ 1 HQ. Q. SCPTGMB011997 169

Page 19: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

OrganizationalCulture..,Sobirin ISSN : 1410 - 2420

pendekatan behavioral. Seiain qmntitative/technical approach,akuntansi manajemen bisa dibahas dengan pendekatan keperilakuanSudibyo, (1989). Dengan pendekatan ini aspek manusia dalampelaksanaan sistem menjadi perhatian utama. Disinilah titik singgungantara budaya organisasi dengan sistem pengendalian manajementerjadi. Budaya organisasi sebagai soft system tool mempunyai peranpenting dalam menciptakan komitmen agar para manajer maumelaksanakan sistem pcrencanaan stategik, pemrograman,penganggaran, biaya standar dsb. Sebagai contoh, jika kitamengendalikan biaya expense centre, kita menyusun perangkat kerasuntuk tujuan itu. Tetapi tujuan sistem pengendalian ini tidak akantercapai jika tujuan tersebut tidak dikomunikasikan kepada merekayang akan dikendalikan sehingga tidak ada komitmen dari merekakarena, pada dasarnya yangdikendalikan bukansemata-mata biayanyatetapi manajer yang bertanggungjawab pada expense centre tersebut.Dalam bahasa OVeilly (1989) soft system ini disebut sebagai socialcontrol dan hard system sebagai management control dan keduanyaharussalingmengisi. Seiain itu, sistempengendalian manajemen yangbersumber pada konsep manajemen Amerika tidak bisa begitu sajaditerapkan pada negera-negara yang secara kulturai berbeda denganAmerika (Hofstede, 1984, 1987). Maka suatu hal yang wajar jikapengendalian manajemen Matsushita berbeda dengan sistempengendalian ll i (Pascale 8c Athos, 1981). Demikian juga jikasistem pengendalian manajemen model Amerika akan diterapkan diIndonesia beberapa modifikasi diperlukan (Sobirin, 1994). Hal inikarenaasumsi dasar dalam penyusunan konsepnya berbeda. Sebagaicontoh, sistemkomunikasi di Indonesiapada umumnya adalah sistemkomunikasi tidak langsung dan bersifat informal; Financial rewardumumnya bukan satu-satunya alat modvasi untuk meningkatkankinetja. Demikian juga walaupun fimgsi tujuan telah ditetapkan,penyimpangan terhadap tujuan umumnya ditolelir dan olehkarenanya i\is\^ifpunishment cenderungminimal.

PENUTUP

Dimuka telah dijelaskan konsep budaya organisasi yangpemahamimya masih simpang siur. Demikian juga keterkaitannya

financial perjbrmance masih terjadi pros dan kons. Lepas darikontroversi ini, penulis percaya bahwa budaya organisasi jikadiperlakukan sebagai something organization has akan sangatbermanfaat bagi^pengembangan organisasi. Disini, budayaorganisasi

170 m yaune 1 no. o. rcPTCMDCft 1997

Page 20: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

ISSN : 1410- 2420 Organizatioml Culture.., Sobirin

berfungsi scbagai "ruh''nya organisasi karena disana bersemayamfilosofi, misi dan visi organisasi yang jil^ diintemalisasi oleh semuaanggota organisasi akan menjadi kekuatan bagi organisasi tersebutuntiik coTHpete. Namun ruh ini akan sia-sia jika tidak dibarengi denganhard^sterns tools yzn^ cocok. Dengan demikian antara rah danhardsystems tools bersifat mutually dependent. Inilah barangkali peiajarwyang ingin diberikan darinilisan iniwalaupun sifatnya serba sedikit.

DAFTAR PUSTAKA . - . ^

Beyer, J.M. and HM. Trice (1987), How an Organiza^m's ^tesRevealItsCulture^ O^anization Dynamics, pp. 5-24.

Cavaleri, S. and K. Obloj (1993), Management Systems: A GlobalPerspective, Bclmont OA.: Wadsworth Pub. Co.

DaviS, K. and J.W. Ncwsnom (1989), Human Behavior At Work:Organizational Behavior, 8th, New York,McGrawHill.

Deal, T.E. and AA Kennedy (1982), Corporate Culture, Addi-son-Wesley.

Denison, D.R. (1990), Corporate Culture and OrganizationalEffectiveness, New York, John Wiley and Son

Erez, M. and P.C. Barley (1993), Culture, Self-Identity, andWork, NewYork: Oxford University Press.

Evan, W. (1990), Organizatipn Theory: Research and Design:Nw York, Mcmillan Publishing Co.

Gagliardi, P. (1986), The CreaHon and Change of OrganizationalCulture: A Conceptual Framework^ Organization Studies,pp. 117-134.

Gregory, K.L. (1983), Na^e-View Fara^gms: Multiple Cidture andCulture Conflict in Organization^ Administrative ScienceQuarterly, pp. 359-376

Hofetede, G. (1980), Cultural Consequences: InternationalDifference in Work Related Valties, Beverly Hills, CA:SagePublications:

Hofetcde, G. (1983), Dimensions of National Culture in .FiftyCountries and Three RegionSy in J.B. Deregowski, S.Dziurawiec, and R.C. Anies (ed.) Esqpiscations in CrossCultural Psychology, Lisse, Neth.: Sweets and T^itlinger,pp. 335-355

Hofetede, G. (1984), Cultural Dimensions in Management andPlanningy Pacific Journal of Management, pp. 81-99

Hofetede, G. (1992), Motivation, Leadership, and Organization: DoAmerican Theories Apply Abroad?, in H.W. Lane and J.J.

JAAIVIOLUnei-nO. Q.?€PT€nBeK1997 ' 171

Page 21: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

Organizational C\Ax\xct..^Ahfnad Sobirin ISSN : 1410 - 2420

DiStefano (ed.), International Management Behavior, 2ndedition, PWS-KENT Pub. Co.

Hofstede, G., B. Neujen, D. Ohayv and G. Sanders (1990),Measuring Organizational Cultures: A Qualitative andQuantitative Study Acnss Twenty Cases, AdminitrativeScience Quarterly, June, pp. 286-318

Jocano, F.L. (1988), Towards Developing Filipino CorporateCulture, Metro Manila, Punlad ResearchHouse.

Jocano, F.L. (1990), Management by Culture, Metro Manila,Punlad Research House.

Kluckhohn, F. and F. Stroedtbeck (1961), Variation in ValueOrientation, Westport, CT,: Greenwood Press.

Kotter, J.P. and J.L. Heskett (1992), Corporate Culture andPerformance, New York,The Free Press.

Kroeber, AL. and C. Kluckhohn (1952), Culture: A CriticalConcept andDefinitions, Cambridge: Peabody Museum.

Levine, D.I. (1991), Cohesiveness, Productivity, and Wag Disperson,Journal of Economic Behavior and Organization, pp.237-255

Martin, J. and C. Siehl (1983), Organizational Culture andCounter Culture: An Uneasy Symbiosis, OrganizationDynamics, pp. 52-64.

O'Reilly, C. (1989), Corporations, Culture, and Commitment:Motivation and Social Control in Organization, CaliforniaMan^ement Review, pp. 9-25

Ouchie, W.G. (1981), Theory Z, Reading MA: Addison WesleyPascale, R.T. (1985), The Paradox of Corporate Culture,California Management Review, pp. 26-41.

Pascale, R.T. and AG. Athos (1981), The Art of JapaneseManagement, Warner Book Edition.

Peters, T.J. and R.H. Waterman, Jr. (1982), In Search of Excellence, New York,Harper and Row.

Reichcrs. AE. and B. Schneider (1990), ClimaUand Culture: AnEvolution of Constracts in benjamin Schneidw (ed)Organization Climate and Culture, Jossey-Bass Pub.,Oxford.

Robbins, S.P. (1991), Organizational Behavior: Concept, Controversies, and Apllications, 5thedition, Englewood Clifif.WenJersey: Prentice Halllnc.

Rokeach, M. (1973), The Nature of Human Values, New York:Free Press.

172 JAAI VJOLUne 1 NO. a 90>TeMDeR 1997

Page 22: ORGANIXATIONALCULTURE: KONSEP, KONTROVERSI DAN MANrAATNYA ...

ISSN : 1410 - 2420 ^ Organizadonal Ciilturc.., SoWrw

Sath'c, y. (1983), Implications ^ Corporate Culture: A Manager'sL Guide toAcAms^ Organization D^amics, pp. 5-23'-<• "El:!.. {19%Z), The^lecfFounder in CreatingXhgankational

CutturCy Organization Dynamics, pp. 13-18Sdiein, . E.H. (1990), Organizational Culture^ American

Psychologist, pp. 109-119Smircich, L. (1983), Concept of Culture and Organizational

Analysis^ Administrative Science Quarterly, pp. 339-358Sobirin, A. (1994), Factors Affecting Management Control Systems:

Some CulturalAspect^ Unisia,pp,68-77Sobirin, A. (1997) Organizational c^ture <f Selected Catholics and

Islamic Uninersities in Indonesia: A Comparatipe Study^Unpublished Dissertation, University of Santo TomasPhilippines. .

Sudibyo, B. (1989), Fenerapan Bmu Perilaku dalam AkuntansiManajemenj Makalah disampaikan pada Konvensi NasionalAkuntansi I, Surabaya 14-16Desember.

^ . Trice H.M. and J.M. Beyer (1984), Studying Organizational Culturethrough Bites and Ceremonials^ Academy of ManagementReview, pp. 653-669

Tylor, E.B. (1958), The Origm of Culture, New York: Harper^ andBrother Publisher.

Wilkins, A.L. and W.G. Ouchie (1983) Effkieni' Cultures: Exploringthe Relationship between Culture and OrganizationPerfirmance, Administrative Science Quarterly, pp.468-481.

JAAI ViOLUM€ 1 NO. Q. 9€PT€MBeR 1997 173