OPTIMASI SUHU DAN LAMA WAKTU PENGERINGAN SERBUK …repository.ub.ac.id/3958/1/Nurul...

107
OPTIMASI SUHU DAN LAMA WAKTU PENGERINGAN SERBUK KALDU INSTAN CEKER AYAM PADA SKALA PILOT PLANT SKRIPSI Oleh: NURUL HIDAYATI 135100101111034 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of OPTIMASI SUHU DAN LAMA WAKTU PENGERINGAN SERBUK …repository.ub.ac.id/3958/1/Nurul...

  • OPTIMASI SUHU DAN LAMA WAKTU PENGERINGAN SERBUK KALDU

    INSTAN CEKER AYAM PADA SKALA PILOT PLANT

    SKRIPSI

    Oleh:

    NURUL HIDAYATI

    135100101111034

    JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • ii

    OPTIMASI SUHU DAN LAMA WAKTU PENGERINGAN SERBUK KALDU

    INSTAN CEKER AYAM PADA SKALA PILOT PLANT

    Oleh:

    NURUL HIDAYATI

    135100101111034

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

    gelar Sarjana Teknologi Pertanian

    JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    RIWAYAT HIDUP

    Nurul Hidayati dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal

    14 Mei 1995, yang merupakan anak pertama dari tiga

    bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Mokh.

    Mokhtarom, M. MPd. dan Ibu Amisih. Penulis

    menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN

    Kepatihan pada tahun 2007, kemudian melanjutkan ke

    SMPN 1 Bojonegoro dengan tahun kelulusan 2010,

    dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN

    1 Bojonegoro pada tahun 2013.

    Selama masa pendidikannya, penulis aktif sebagai Asisten Praktikum Biologi,

    Mikrobiologi dan Evaluasi Gizi Pangan, Staff Departemen Multimedia Forum

    Kajian Islam Teknologi Pertanian 2013-2014, Staf Biro Kesekretariatan

    Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian 2014/2015 dan anggota Divisi

    Kreatif Flotus EO. Kegiatan kepanitiaan yang diikuti oleh penulis adalah sebagai

    anggota Divisi Pendamping pada OPJH THP 2014 dan PKKFTP 2015, anggota

    Divisi Acara pada Pestaflogista Himalogista Great Event 9, dan anggota Divisi

    Konsumsi pada Flotus Fest ’15. Selain aktif di kepanitiaan, penulis juga aktif

    dalam kegiatan kompetisi dan mendapatkan dana penelitian PKM-PE dari Dikti

    dalam program Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional 2016. Pada tahun 2017,

    penulis berhasil menyelesaikan pendidikannya dan mendapatkan gelar Sarjana

    Teknologi Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi

    Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

  • vii

    Alhamdu lillahi rabbil ‘alamin...

    “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,

    sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.

    Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan),

    tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)

    dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

    Asy-Syarh (94): 5-8

  • viii

    NURUL HIDAYATI. 135100101111034. Optimasi Suhu dan Lama Waktu

    Pengeringan Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Pada Skala Pilot Plant.

    Skripsi. Pembimbing: Dr. Ir. Tri Dewanti Widyaningsih, M. Kes.

    RINGKASAN

    Permintaan pasar akan kebutuhan ayam pedaging di Indonesia yang sangat tinggi menghasilkan ceker ayam sebanyak 65.894 ton/tahun yang hingga saat ini pemanfaatannya masih minim. Ceker ayam yang seringkali dimanfaatkan sebagai kaldu berpotensi diproduksi pada skala industri menjadi bentuk instan sebagai pangan fungsional antiinflamasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimasi parameter kritis yaitu proses pengeringan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan suhu dan lama waktu pengeringan optimum serbuk kaldu instan ceker ayam pada skala pilot plant, untuk mengetahui perbandingan karakteristik produk skala laboratorium dengan skala pilot plant, serta untuk mengetahui kelayakan finansal pada rencana usahanya. Penelitian skala laboratorium menggunakan modifikasi formulasi dari penelitian sebelumnya. Penelitian optimasi skala pilot plant disusun dan dirancang dengan Respon Surface Methodology-Central Composite Design. Faktor yang dioptimasi adalah suhu (55oC, 60oC, 65oC) dan lama waktu (10 menit, 11 menit, 12 menit) pengeringan serbuk kaldu dengan respon kadar air dan kadar kondroitin sulfat. Kondisi optimum yang diperoleh adalah proses pengeringan dengan suhu 60,85oC selama 10,05 menit. Hasil verifikasi menunjukkan kadar air serbuk kaldu instan ceker ayam sebesar 1,90% dan kadar kondroitin sulfat sebesar 0,99% yang berada pada prediction interval. Hasil analisa produk akhir memiliki karakteristik, yaitu kadar air 1,90 ± 0,02%, kadar protein 32,48 ± 0,28%, kadar lemak 12,05 ± 0,80%, kadar abu 28,92 ± 0,09%, kadar karbohidrat 24,64 ± 0,52%, kadar glukosamin 1,26 ± 0,05%, kadar kondroitin sulfat 0,99 ± 0,23%, kelarutan 50,87 ± 1,00%, daya serap uap air 8,59 ± 0,19%, kadar asam lemak bebas 0,37% dan bilangan peroksida 13,66 ± 4,49%. Pengukuran warna menghasilkan nilai L* 60,33 ± 1,24, nilai a* 3,83 ± 0,26 dan nilai b* 21,77 ± 0,42. Analisa kelayakan finansial serbuk kaldu instan ceker ayam menyatakan proyek usaha ini layak untuk dijalankan. Kriteria investasi usaha yaitu net present value sebesar Rp. 5.838.964.104,00; internal rate of return 35,26%, net benefit/cost 2,305, pay back period selama 2 tahun 9 bulan 21 hari, dan break event point sebanyak 1.076.033 unit. Produk serbuk kaldu fungsional dijual seharga Rp. 3.600,00/packs dengan berat 11 g.

    Kata kunci: analisa finansial, kaldu instan ceker ayam, scale up, response

    surface methodology

  • ix

    NURUL HIDAYATI. 135100101111034. Optimization of Instant Powdered

    Chicken Feet Broth’s Drying Temperature and Time on Pilot Plant Scale

    Production. Undergraduate Thesis. Supervisor: Dr. Ir. Tri Dewanti

    Widyaningsih, M. Kes.

    SUMMARY

    The market demand for broiler chickens in Indonesia which is very high produced chicken feets about 65.894 tons/year which the utilization is still minimal until now. Chicken feet which are often used as broths are potentially produced into an instant form as an antiinflammatory functional food on industrial scale. Therefore, it is necessary to optimize the critical parameters of the drying process. The aim of this study was determining the optimal temperature and time of instant powdered chicken feet broth’s drying on pilot plant scale, finding out the characteristics comparison of the laboratory and pilot plant’s product, and knowing financial feasibility of the business plan. The research of the laboratory scale was using modification of formulation from previous research. The optimization of pilot plant scale’s research prepared and designed with Response Surface Methodology-Central Composite Design. The optimized factors were powdered broth’s drying temperature (55oC, 60oC, 65oC) and time (10 minutes, 11 minutes, 12 minutes) with the response of water and chondroitin sulfate content. The optimum condition obtained was drying process with temperature 60,85oC for 10,05 minutes. The verification results showed the instant powdered chicken feet broth’s water content was 1.90% and chondroitin sulfate content was 0.99% which is on prediction interval. The final product were 1,90 ± 0,02% water content, 32,48 ± 0,28% protein content, 12,05 ± 0,80% fat content, 28,92 ± 0,09 % ash content, 24,64 ± 0,52% carbohydrate content, 1,26 ± 0,05% glucosamine content, 0,99 ± 0,23% chondroitin sulfate content, 50,87 ± 1.00% solubility, 8.59 ± 0.19% water vapor absorption, 0.37% free fatty acid content and 13.66 ± 4.49% peroxide number. Color analysis showed the value of L* 60.33 ± 1.24, a* 3.83 ± 0.26 and b* 21.77 ± 0.42. Financial analysis of instant powdered chicken feet broth stated that this business project was feasible to run. Feasibility of this project were net present value of Rp. 5.838.964.104,00; internal rate of return 35,26%; net benefit / cost 2,30; pay back period for 2 years 9 months 21 days, and break event point 1,076,033 units. Functional powdered broth sold for Rp. 3.600,00/packs with weigh of 11 g.

    Keywords: financial analysis, instant chicken feet broth, scale up, response

    surface methodology

  • x

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat

    dan ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

    “Optimasi Suhu dan Lama Waktu Pengeringan Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam

    Pada Skala Pilot Plant” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah

    satu syarat akademik dalam menempuh jenjang pendidikan Sarjana Teknologi

    Pertanian, Universitas Brawijaya Malang. Dalam menyelesaikan skripsi ini,

    penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk

    itu sebagai ungkapan rasa hormat yang mendalam, penulis menyampaikan

    terima kasih kepada:

    1. Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

    2. Ibu, Bapak, adik, serta seluruh keluarga atas doa, semangat, motivasi, dan

    kasih sayangnya yang selalu melimpah setiap waktu.

    3. Ibu Dr. Ir. Tri Dewanti W, M. Kes. selaku dosen pembimbing yang telah

    memberikan bimbingan, saran dan motivasi atas terselesaikannya skripsi ini.

    4. Bapak Jasman Silalahi selaku General Manager Production yang telah

    memberikan bimbingan dan bantuan saat penelitian skala pilot plant.

    5. Ibu Dr. Siti Narsito Wulan, STP., MP., M.Sc dan Ibu Wenny Bekti S., STP.,

    M.Food St., PhD selaku dosen penguji.

    6. Ibu Prof. Dr. Teti Estiasih, STP., MP. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil

    Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang.

    7. Mas Nizar Rohman Saputra yang begitu banyak memberikan dukungan

    secara materiil dan moril selama penelitian pilot plant berlangsung.

    8. Mbak Nida, Mas Ryan dan Mas Rochman sebagai tim sukses ceker yang

    telah banyak sekali membantu selama penelitian.

    9. Elina, Anis, Nana, Via, Ida, Erna, Ella, Iput, Nike, Gaby, dan Vela sebagai

    sahabat-sahabat yang telah menemani suka duka masa-masa kuliah.

    10. Mbak Nova, Mbak Devit, Pak Wiwit, Mas Rizal, Mas Wulung, Edy, Rafly,

    Mas Verta, Mas Alfan, Mas Alif, Pak Wahid, Pak Mamad, Pak Hari, Pak

    Ngateno dan seluruh keluarga IFTC serta QA&P Department yang begitu

    banyak memberikan bantuan, keceriaan, dukungan, pengetahuan dan saran

    selama penelitian pilot plant berlangsung.

  • xi

    11. Mbak Eva, Hilya, Anindyah, Mbak Luluk dan seluruh teman-teman yang

    telah membantu analisa-analisa yang diperlukan dalam penelitian.

    12. Keluarga THP 2013, Kost KSR30 dan Gisoven Dance Cover yang

    senantiasa memberikan semangat dengan cara masing-masing.

    13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, telah

    banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

    Semoga Allah SWT selalu memberikat rahmat, hidayah serta inayah-Nya

    kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

    Menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi dan pengalaman,

    penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di

    waktu yang akan datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan

    manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

    Malang, 4 Agustus 2017

    Nurul Hidayati

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii

    LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................... iii

    LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iv

    PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...................................................... v

    RIWAYAT HIDUP .................................................................................... vi

    RINGKASAN ........................................................................................... viii

    KATA PENGANTAR ............................................................................... x

    DAFTAR ISI ............................................................................................ xii

    DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv

    I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

    1.2 Perumusan Masalah .................................................................... 2

    1.3 Tujuan ......................................................................................... 3

    1.4 Manfaat ........................................................................................ 3

    1.4 Hipotesis ....................................................................................... 3

    II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4

    2.1 Ceker Ayam ................................................................................. 4

    2.2 Tulang Rawan .............................................................................. 6

    2.3 Glukosamin .................................................................................. 7

    2.4 Kondroitin Sulfat ........................................................................... 10

    2.5 Osteoarthritis ................................................................................ 12

    2.6 Mekanisme Antiinflamasi Glukosamin dan Kondroitin Sulfat......... 13

    2.7 Kaldu Instan ................................................................................. 16

    2.8 Penggandaan Skala ..................................................................... 19

    2.9 Metode Permukaan Respon ......................................................... 20

    2.10 Analisa Kelayakan Finansial ......................................................... 21

    III METODE PENELITIAN ....................................................................... 25

    3.1 Waktu dan Tempat ....................................................................... 25

    3.2 Bahan dan Alat ............................................................................. 25

    3.3 Metode Penelitian ......................................................................... 26

    3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 29

    3.5 Pengamatan Penelitian ................................................................ 32

    3.6 Analisa Data ................................................................................. 33

    3.7 Diagram Alir Penelitian ................................................................. 34

    IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 38

    4.1 Analisa Bahan Baku Skala Laboratorium...................................... 38

    4.2 Pembuatan Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Laboratorium ................................................................................ 41

    4.3 Perbedaan Kondisi Skala Laboratorium dengan Pilot Plant .......... 46

    4.4 Analisa Bahan Baku Skala Pilot Plant .......................................... 48

    4.5 Penetapan Center Point serta Kombinasi Perlakuan .................... 51

  • xiii

    4.6 Hasil Pengukuran dan Analisa Respon Optimasi Pembuatan Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Pilot Plant ...................... 52

    4.7 Analisa Signifikansi ANOVA Respon Optimasi Pembuatan Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Pilot Plant ...................... 54

    4.8 Optimasi Pembuatan Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Pilot Plant dengan Design Expert 7.1.5 ........................................ 67

    4.9 Verifikasi Formula Optimum Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Pilot Plant ........................................................................... 68

    4.10 Pembandingan Karakteristik Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Pilot Plant dengan Skala Laboratorium ............................... 69

    4.11 Analisa Kelayakan Finansial Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam .... 76

    V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 82

    5.1 Kesimpulan .................................................................................. 82

    5.2 Saran ........................................................................................... 82

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 84 LAMPIRAN .............................................................................................. 93

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Hasil Analisa Proksimat Ceker Ayam ..................................... 5

    Tabel 3.1 Formulasi Rancangan Penelitian Tahap I .............................. 26

    Tabel 3.2 Formulasi Rancangan Penelitian Tahap II ............................. 27

    Tabel 3.3 Rancangan Penelitian Tahap II .............................................. 28

    Tabel 4.1 Hasil Analisa Bubuk Ceker Ayam Skala Laboratorium .......... 38

    Tabel 4.2 Hasil Analisa Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Laboratorium ......................................................................... 41

    Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Analisa Bubuk Ceker Ayam ................... 48

    Tabel 4.4 Hasil Penelitian Pendahuluan Skala Pilot Plant ..................... 51

    Tabel 4.5 Hasil Optimasi Olahan Program Design Expert 7.1.5 ............ 52

    Tabel 4.6 Hasil Pemilihan Model Uraian Jumlah Kuadrat Respon Kadar Air ............................................................................... 55

    Tabel 4.7 Lack of Fit Test Respon Kadar Air ......................................... 56

    Tabel 4.8 Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon Kadar Air ............................................................................... 56

    Tabel 4.9 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Pada Respon Kadar Air Model Kuadratik ..................................................................... 57

    Tabel 4.10 Hasil Pemilihan Model Uraian Jumlah Kuadrat Respon Kadar Kondroitin Sulfat .......................................................... 61

    Tabel 4.11 Lack of Fit Test Respon Kondroitin Sulfat .............................. 62

    Tabel 4.12 Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Statistik Respon Kadar Kondroitin Sulfat .......................................................... 63

    Tabel 4.13 Hasil Analisa Ragam (ANOVA) Pada Respon Kadar Kondroitin Sulfat Model Linear ............................................... 64

    Tabel 4.14 Komponen dan Respon yang Dioptimasi, Target, Batas Atas dan Bawah, serta Importance pada Optimasi Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Pilot Plant ..................................... 67

    Tabel 4.15 Solusi Titik Optimum Terpilih Hasil Perhitungan Design Expert 7.1.5 ........................................................................... 68

    Tabel 4.16 Hasil Prediksi dan Verifikasi Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Pilot Plant .......................................................... 68

    Tabel 4.17 Perbandingan Hasil Analisa Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam ..................................................................................... 70

    Tabel 4.18 Asumsi-asumsi Pada Analisa Finansial Usaha Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam ................................................................ 77

    Tabel 4.19 Nilai Kriteria Investasi Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam ....... 79

  • xv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Ceker Ayam ...................................................................... 4

    Gambar 2.2 Morfologi Ceker Ayam ....................................................... 5

    Gambar 2.3 Struktur Tulang Rawan ..................................................... 7

    Gambar 2.4 Struktur Kimia Glukosamin ................................................ 7

    Gambar 2.5a Glukosamin Hidroklorida ................................................... 8

    Gambar 2.5b Glukosamin Sulfat ............................................................. 8

    Gambar 2.5c Glukosamin Sulfat-Natrium Kloriida Kopresipitat ............... 8

    Gambar 2.6 Sintesis Glukosamin dari Glukosa ..................................... 9

    Gambar 2.7 Struktur Kimia Kondroitin Sulfat ........................................ 10

    Gambar 2.8a Kondroitin Sulfat A ............................................................ 11

    Gambar 2.8b Kondroitin Sulfat C ............................................................ 11

    Gambar 2.9 Biosintesis Kondroitin Sulfat .............................................. 11

    Gambar 2.10 Mekanisme Antiinflamasi Glukosamin ............................... 14

    Gambar 2.11 Mekanisme Antiinflamasi Kondroitin Sulfat ........................ 16

    Gambar 3.1 Proses Pembuatan Bubuk Ceker Ayam Pada Skala Laboratorium ..................................................................... 34

    Gambar 3.2 Proses Pembuatan Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Laboratorium ..................................................................... 35

    Gambar 3.3 Proses Pembuatan Bubuk Ceker Ayam Pada Skala Pilot Plant ................................................................................. 36

    Gambar 3.4 Proses Pembuatan Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala

    Pilot Plant .......................................................................... 37

    Gambar 4.1a Bagian Ceker yang Diproses Menjadi Bubuk Ceker Ayam 40

    Gambar 4.1b Bubuk Ceker Skala Laboratorium...................................... 40

    Gambar 4.2 Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Laboratorium ...... 42

    Gambar 4.3 Mesin Reo Kneader .......................................................... 47

    Gambar 4.4a Bagian Ceker yang Diproses Menjadi Bubuk Ceker Ayam 50

    Gambar 4.4b Bubuk Ceker Skala Pilot Plant .......................................... 50

    Gambar 4.5 Kurva Normal Plot of Residuals Respon Kadar Air ............ 59

    Gambar 4.6a Kontur Plot ........................................................................ 60

    Gambar 4.6b Kurva Permukaan Respon Variabel Suhu dan Lama Waktu Pengeringan Terhadap Respon Kadar Air ......................... 60

    Gambar 4.7 Kurva Normal Plot of Residuals Respon Kadar Kondroitin

    Sulfat ................................................................................ 65

    Gambar 4.8a Kontur Plot ........................................................................ 66

    Gambar 4.8b Kurva Permukaan Respon Variabel Suhu dan Lama Waktu Pengeringan Terhadap Respon Kadar Kondroitin Sulfat ... 66

    Gambar 4.9 Kurva Permukaan Respon Titik Optimum ......................... 67

    Gambar 4.10 Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Pilot Plant ........... 69

  • 1

    I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Penduduk Indonesia lebih suka mengonsumsi daging ayam karena harganya

    yang cenderung lebih murah. Hal tersebut menyebabkan permintaan pasar akan

    kebutuhan ayam pedaging sangat tinggi. Pemotongan ayam pedaging yang

    berlebih penyediaannya menghasilkan bagian-bagian dari ayam yang kurang

    termanfaatkan seperti kepala, kulit dan ceker (Hashim et. al., 2014). Berdasarkan

    data Direktorat Jendral Peternakan pada tahun 2016, terdapat ceker ayam

    sebanyak 1.689.584 ton. Belum banyak masyarakat yang mengetahui bahwa di

    dalam ceker ayam terdapat komponen glikosaminoglikan (GAG), terdiri dari

    glukosamin dan kondroitin sulfat yang berpotensi sebagai agen antiinflamasi.

    Komponen GAG pada ceker ayam dapat dimanfaatkan sebagai alternatif

    pengganti antiinflamasi dari tulang sirip ikan hiu dikarenakan hiu adalah hewan

    yang dilindungi dan harganya cenderung mahal (Widyaningsih et. al., 2015).

    Ceker ayam seringkali digunakan oleh masyarakat untuk membuat kaldu.

    Penggunaan ceker ayam untuk kaldu dikarenakan kandungan lemak dan

    proteinnya yang masih cukup tinggi yaitu sebanyak 20% untuk protein dan 4%

    untuk lemak. Dewasa ini banyak industri makanan memproduksi kaldu dalam

    bentuk instan dengan tujuan untuk kepraktisan penggunaannya (Swasono,

    2008). Namun, kaldu siap olah yang beredar di pasaran cenderung belum ada

    yang berfungsi sebagai pangan fungsional.

    Penelitian mengenai bumbu ceker ayam telah dilakukan oleh Milala (2014).

    Namun, bumbu ceker dengan karakteristik fisik dan kimia terbaik cenderung

    kurang disukai oleh panelis, sehingga diperlukan modifikasi bumbu tambahan

    yang digunakan. Bumbu ceker yang telah diteliti terbukti dapat berfungsi sebagai

    agen antiinflamasi, dimana penghambatan peradangan udema mengalami

    peningkatan dari jam ke-1 hingga jam ke-5 mencapai 78,19% dengan pemberian

    dosis 200 mg/kgBB tikus. Berdasarkan aspek kemanfaatan yang besar tersebut,

    serbuk kaldu instan ceker ayam berpotensi untuk diproduksi pada skala industri.

    Produk baru yang akan diproduksi pada skala industri memerlukan tahap uji

    coba yang mampu menjembatani perbedaan proses dari skala laboratorium ke

    skala industri. Penggandaan skala melalui pilot plant merupakan tahapan uji

  • 2

    coba produksi yang dapat memberikan gambaran proses produksi mendekati

    skala industri dengan cara mengidentifikasi kondisi proses kritis, sehingga

    kestabilan mutu proses produksi dapat dipertahankan.

    Kondisi kritis pada pembuatan serbuk kaldu instan ceker ayam adalah proses

    pengeringan. Dari beberapa faktor yang memengaruhi proses pengeringan, suhu

    dan lama waktu merupakan parameter kritis. Proses pengeringan bumbu ceker

    oleh Milala (2014) dilakukan menggunakan oven kabinet selama 6 jam pada

    suhu 60oC. Namun, kondisi pengeringan tersebut menghasilkan kadar air 7%

    yang belum memenuhi standar dari BPOM untuk bumbu ekstrak daging ayam

    yaitu kadar air tidak lebih dari 4%. Suhu dan lama waktu pengeringan serbuk

    kaldu skala pilot plant dapat dimungkinkan berbeda dengan skala laboratorium

    dikarenakan jumlah bahan yang digunakan menjadi berlipat sesuai dengan

    kapasitas penggandaan skala serta peralatan dan kondisi proses yang berbeda.

    Dari penelitian pendahuluan skala pilot plant, diperoleh center point dari

    parameter kritis adalah suhu 60oC selama 11 menit.

    Penelitian optimasi skala pilot plant kemudian disusun dengan Respon

    Surface Methodology-Central Composite Design. Faktor yang dioptimasi adalah

    suhu (55oC, 60oC, 65oC) dan lama waktu (10 menit, 11 menit, 12 menit)

    pengeringan serbuk kaldu dengan respon kadar air dan kadar kondroitin sulfat.

    Kadar air dipilih untuk dioptimasi agar dapat sesuai dengan standar BPOM,

    sedangkan kadar kondroitin sulfat dipilih karena produk yang akan dihasilkan

    merupakan produk fungsional antiinflamasi yang mengunggulkan komponen

    GAG. Produk dengan respon optimal akan dianalisa kelayakan finansialnya

    sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan penerimaan gagasan

    proyek dari rencana usaha serbuk kaldu instan ceker ayam.

    1.2 Perumusan Masalah

    Perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

    1. Bagaimana menentukan waktu pengeringan optimum serbuk kaldu instan

    ceker ayam pada skala pilot plant?

    2. Bagaimana perbandingan karakteristik serbuk kaldu instan ceker ayam

    skala laboratorium dengan skala pilot plant?

    3. Bagaimana studi kelayakan finansial pada rencana usaha pembuatan

    serbuk kaldu instan ceker ayam ini?

  • 3

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah:

    1. Untuk menentukan suhu dan waktu pengeringan optimum serbuk kaldu

    instan ceker ayam pada skala pilot plant.

    2. Untuk mengetahui perbandingan karakteristik serbuk kaldu instan ceker

    ayam skala laboratorium dengan skala pilot plant.

    3. Untuk mengetahui kelayakan finansial pada rencana usaha pembuatan

    serbuk kaldu instan ceker ayam.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat dari penelitian ini adalah:

    1. Diperoleh suhu dan waktu pengeringan optimum serbuk kaldu instan ceker

    ayam pada skala pilot plant yang menghasilkan kadar kondroitin-sulfat

    yang tinggi dan kadar air yang rendah.

    2. Menciptakan inovasi serbuk kaldu instan ceker ayam di kalangan

    masyarakat luas, sehingga produk ini dapat dirasakan manfaatnya.

    1.5 Hipotesis

    Semakin tinggi suhu yang digunakan dan semakin lama waktu pengeringan

    serbuk kaldu instan ceker ayam skala pilot plant yang dilakukan akan

    menyebabkan penurunan kadar air dan kadar kondroitin sulfat.

  • 4

    II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Ceker Ayam

    Populasi ayam di Indonesia sangat tinggi dibandingkan dengan hewan

    lainnya. Hal tersebut berkaitan dengan penduduk Indonesia yang lebih suka

    mengonsumsi daging ayam karena harganya yang lebih murah bila dibandingkan

    dengan harga daging sapi. Pemotongan ayam pedaging yang berlebih

    penyediaannya menghasilkan bagian-bagian dari ayam yang kurang

    termanfaatkan secara optimal seperti kepala, kulit dan ceker. Bagian-bagian ini

    kemudian kebanyakan diproses menjadi pakan hewan (Hashim et al., 2014).

    Gambar ceker ayam dapat dilihat pada Gambar 2.1.

    Gambar 2.1 Ceker Ayam (Wesi, 2011)

    Ceker ayam adalah suatu bagian dari tubuh ayam yang kurang diminati

    karena jumlah daging yang menempel pada ceker sangat sedikit dan banyak

    tulang. Ceker ayam terdiri atas komponen kulit, tulang utama, tulang rawan, otot

    dan kolagen. Berat ceker ayam sendiri hanya sekitar 2-3% dari berat badan

    seekor ayam. Ceker ayam memiliki ukuran keliling minimal 4 cm dan panjangnya

    mencapai 13 cm (Miwada dan Simpen, 2013). Morfologi ceker ayam dapat dilihat

    pada Gambar 2.2.

  • 5

    Gambar 2.2 Morfologi Ceker Ayam (Anonim, 2016)

    Analisa proksimat yang dilakukan oleh Hashim et al. (2014) pada Tabel 2.1

    menunjukkan bahwa ceker ayam dapat digunakan sebagai substrat protein

    karena kandungan proteinnya yang tinggi mencapai 20,10%.

    Tabel 2.1 Hasil Analisa Proksimat Ceker Ayam

    Analisa Komposisi (%)

    Kadar air 65,08 ± 0,90 Kadar lemak 3,90 ± 1,16 Kadar protein 20,10 ± 0,98

    Kadar abu 8,16 ± 1,92

    Sumber: Hashim et al. (2014)

    Selama ini ceker ayam banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kaldu

    dan olahan makanan dengan harga terjangkau. Selain mengandung komponen-

    komponen pada Tabel 2.1, ceker ayam juga kaya akan kalsium, fosfor dan

    hydroxypatite serta memiliki kandungan senyawa aktif seperti gelatin, kondroitin

    sulfat, kitin/kitosan dan kolagen. Hydroxypatite merupakan jenis kalsium yang

    dapat berpotensi menyembuhkan osteoporosis. Komponen dasar penyusun

    protein pada ceker adalah asam amino glisin-prolin dan hidroksiprolin-arginin-

    glisin. Ceker juga mengandung zat kapur dan mineral (Suryati et al., 2015).

    Protein kolagen pada ceker ayam memiliki antigen imunogenik yang mampu

    menghasilkan antibodi. Antigen imunogenik mampu berikatan dengan antibodi

    spesifik dan mampu menghasilkan antibodi spesifik terhadap antigen. Kolagen

    juga dapat bertindak sebagai antihipertensi golongan ACE-inhibitor yang

    memperlambat aktivitas enzim ACE dengan mengurangi produksi angiotensin II.

    Angiotensin II dapat menyebabkan kontraksi dan menyempitkan pembuluh darah

  • 6

    yang mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi. Kolagen dapat menurunkan

    kadar renin dalam plasma, sehingga tidak mengakibatkan tekanan darah menjadi

    lebih tinggi (Guimaraes et al., 2012).

    2.2 Tulang Rawan

    Tulang terdiri dari sel, serat dan bahan pengisi. Bahan pengisi pada tulang

    adalah protein dan garam-garam mineral seperti kalsium fosfat sebanyak 58,3%,

    kalsium karbonat 1%, magnesium fosfat 2,1% dan protein sebanyak 30,6%.

    Proteoglikan yang terdapat pada tulang rawan adalah molekul yang besar dan

    kompleks, tersusun atas asam hialuronat yang akan menjadi cabang dari

    beberapa kondroitin sulfat dan keratan sulfat yang dihubungkan dengan sebuah

    protein penghubung (Kalangi, 2014).

    Menurut Marks (2000), komponen antar sel pada tulang rawan terdiri atas:

    1. Serabut atau serat yang terdiri dari serabut kolagen, retikular dan elastis.

    2. Substansi dasar yang terdiri dari glikoprotein dan glikosaminoglikan.

    Sebagian besar glikosaminoglikan terikat menyilang pada kolagen dengan

    protein sebagai proteoglikan, dimana proteoglikan yang terpenting dalam

    jaringan ikat adalah asam hialuronat.

    3. Sel-sel, seperti sel fibroblast, sel adiposa, mast cell dan makrofag.

    Tulang rawan yang terdapat pada ceker ayam merupakan protein kompleks

    yang membentuk suatu glikosaminoglikan dan proteoglikan yang mengandung

    glukosamin, kolagen dan kondroitin sulfat yang dapat berfungsi sebagai

    antiinflamasi. Pada tulang rawan ayam, lebih umum dijumpai perulangan Gly-

    Ser-Gly daripada perulangan Ser-Gly. Proteoglikan pada tulang rawan sebagian

    besar berupa agrekan yang secara alami memiliki 3 bagian terpisah. Bagian di

    antara G1 dan G2 biasa disebut interglobular domain (IGD) yang memiliki

    struktur seperti batang. Bagian ini memiliki beberapa daerah pemecahan

    proteolitik seperti matriks metaloproteinase (MMP), protease serin seperti

    plasmin dan leukosit elastase, dan protease asam seperti katepsin B (sistein

    protease). Domain IGD adalah domain yang diserang pada penyakit persendian

    seperti osteoarthritis yang mengakibatkan hilangnya seluruh bagian yang

    mengandung GAG (Kiani et al., 2002). Letak kondroitin sulfat dan glukosamin

    pada tulang rawan disajikan pada Gambar 2.3.

  • 7

    Gambar 2.3 Stuktur Tulang Rawan (Shao, 2005)

    Protein kompleks dapat dimanfaatkan sebagai suplemen bagi penderita

    osteoporosis, rematik, radang sendi dan tumor yang merupakan inflamasi kronik

    pada manusia atau hewan (Lane, 1992 dalam Dhyantari, 2014). Kolagen yang

    terdapat pada tulang rawan baik untuk kesehatan kulit karena dapat mengurangi

    efek penuaan (Pramudiartha, 2011).

    2.3 Glukosamin

    Glukosamin (2-amino-2-deoxy-D-glukosa) merupakan amino monosakarida

    yang paling melimpah di jaringan ikat dan tulang rawan. Struktur kimia

    glukosamin dapat dilihat pada Gambar 2.4

    Gambar 2.4 Struktur Kimia Glukosamin (Shao, 2005)

    Glukosamin ditemukan dalam berbagai bentuk, antara lain glukosamin sulfat,

    hidroklorida, N-asetilglukosamin, atau garam klorohidrat dan isomer

  • 8

    dekstraoratorik. Beberapa bentuk glukosamin disajikan pada Gambar 2.5.

    Glukosamin yang umum dikonsumsi adalah dalam bentuk cocrystals atau

    coprecipitates glukosamin sulfat dan glukosamin hidroklorida (Dahmer and

    Schiller, 2008). Produksi glukosamin hidroklorida dapat dilakukan dari kitin

    melalui reaksi hidrolisis sederhana dan depolimerisasi melalui perendaman

    didalam larutan asam hidroklorida (Mojarrad et al., 2007).

    (A) (B)

    (C)

    Gambar 2.5 (a) Glukosamin hidroklorida, (b) Glukosamin sulfat, (c) Glukosamin sulfat-

    natrium klorida kopresipitat (Miller and Clegg, 2011)

    Glukosamin merupakan senyawa yang dapat disintesis dalam tubuh manusia

    dari glukosa yang menjadi prekursor untuk biosintesis beberapa makromolekul

    (Jerosch, 2011). Pada pembentukan dan perbaikan kartilago, glukosamin dalam

    bentuk aminomonosakarida akan terkonsentrasi pada kartilago dan membentuk

    sebuah ikatan yang lebih panjang yang dikenal sebagai glikosaminoglikan dan

    akan membentuk ikatan yang lebih besar yaitu proteoglikan (Syafril, 2006).

    Struktur dasar glikosaminoglikan seperti asam hialuronat dan kondroitin sulfat

    terdiri dari asam uronat (seperti asam glukuronat) dan turunan glukosamin

    (seperti N-asetil-glukosamin dan N-asetil galaktosamin). Sintesis glukosamin dari

    glukosa terjadi melalui jalur biosintesis heksosamin (HBP), seperti yang

    digambarkan pada Gambar 2.6.

  • 9

    Gambar 2.6 Sintesis Glukosamin dari Glukosa (Robles-Flores et al., 2012)

    Sintesa glukosamin dimulai dengan fosforilasi glukosa menjadi glukosa-6-

    fosfat oleh enzim heksokinase yang dapat dialihkan dari jalur glikolitik/glikogen

    utama ke jalur sekunder. Kemudian glukosa-6-fosfat akan diubah menjadi

    fruktosa-6-fosfat yang selanjutnya dikonversi menjadi glukosamin-6-fosfat oleh

    glutamin fruktosa-6-fosfat aminotransferase (GFAT) dengan penambahan gugus

    amino dari glutamin. Jalur sintesis heksosamin ini menghubungkan metabolisme

    glikolitik dengan metabolisme asam amino melalui kebutuhan glutamin untuk

    menghasilkan glukosamin-6-fosfat. Selanjutnya, glukosamin-6-fosfat diubah

    menjadi N-asetil-glukosamin (GlcNAc) dan N-asetil galaktosamin (GalNAc).

    Turunan glukosamin ini digabungkan dengan asam uronat untuk membentuk

    glikosaminoglikan yang ada di tulang rawan sendi, kulit dan jaringan lainnya.

    Jalur HBP sendiri memuncak dengan pembentukan uridin difosfo-β-N-

    asetilglukosamin (UDP-GlcNAc) yaitu substrat donor tinggi energi untuk O-linked

    N-acetylglucosaminyl transferase (OGT).

    Dalam tulang rawan, glukosamin sangat penting untuk pembentukan asam

    hialuronat, kondroitin sulfat serta keratan sulfat. Ketiga senyawa tersebut

    merupakan komponen yang paling penting dari matriks ekstraselular tulang

    rawan artikular dan cairan sinovial (Kirkham and Samarasinghe, 2009).

    Glukosamin berperan dalam sintesis membran lapisan sel, kolagen, osteosid dan

  • 10

    tulang matriks. Glukosamin berfungsi untuk menghambat degradasi proteoglikan,

    memperbaiki tulang rawan yang rusak dan memiliki efek antiarthritis. Toksisitas

    dari glukosamin sendiri tidak pernah dilaporkan dan berbagai studi klinis telah

    membuktikan bahwa glukosamin aman untuk dikonsumsi (FDA, 2004; EFSA,

    2009). Penelitian Hathcock and Shao (2007) menunjukkan bahwa dosis

    glukosamin batas aman konsumsi oral adalah sebesar 2000 mg/hari.

    2.4 Kondroitin Sulfat

    Kondroitin sulfat (CS) merupakan komponen utama dari tulang rawan dan

    jaringan ikat pada sendi. CS adalah salah satu senyawa GAG alami yang

    terbentuk oleh unit-unit disakarida yang terdiri dari asam D-glukoronat (GlcA) dan

    N-asetil-D-galaktosamin (GalNAc). Kondroitin sulfat merupakan GAG tersulfatasi

    yang biasa ditemukan terikat pada protein sebagai bagian dari proteoglikan.

    Proteoglikan merupakan suatu protein yang mengandung satu atau lebih ikatan

    kovalen dengan komponen GAG. Proteoglikan memiliki sifat hidrofilik sehingga

    menyebabkan tulang rawan memiliki kadar air yang tinggi. Kadar air yang tinggi

    pada tulang rawan berfungsi sebagai bantalan dan menyediakan nutrisi bagi

    jaringan avascular (Jerosch, 2011).

    Sebagai komponen utama dari matriks ekstraseluler, kondroitin sulfat

    dianggap penting dalam menjaga kesehatan tulang rawan. Struktur kimia dari

    kondroitin sulfat dapat dilihat pada Gambar 2.7. Sedangkan bentuk-bentuk

    kondroitin sulfat disajikan pada Gambar 2.8. Kondroitin sulfat memberikan

    ketahanan tulang rawan pada saat terjadi tekanan. Hilangnya CS akan

    menurunkan retensi terhadap tekanan dan dapat mengakibatkan kerusakan

    pada tulang rawan. Kondroitin sulfat juga dapat menghambat gejala osteoarthritis

    seperti nyeri dan peradangan (Gregory et al., 2008).

    Gambar 2.7 Struktur Kimia Kondroitin Sulfat (Shao, 2005)

  • 11

    (A) (B)

    Gambar 2.8 (a) Kondroitin Sulfat A (b) Kondroitin Sulfat C (Kardiman, 2013)

    Kondroitin sulfat dapat dibentuk dari glukosamin, dimana glukosamin

    ditransport dari jaringan ekstraseluler oleh transporter glukosa yang kemudian

    difosforilasi oleh enzim heksokinase menjadi glukosamin-6-fosfat. Glukosamin-6-

    fosfat yang terbentuk diasetilasi menjadi N-asetil-glukosamin-6-fosfat oleh enzim

    glukosamin-fosfat-N-asetiltransferase dan dikonversi menjadi uridin difosfo

    glukosamin (UDP-GlucNAc) oleh enzim UDP-N-asetil-glukosamin fosforilase.

    UDP-GlucNAc berikatan dengan protein dari residu serin dan treonin yang

    dikatalisis oleh enzim uridin difosfo N-asetil glukosamin polipeptida-β-N-

    asetilglukosaminiltransferase. UDP-GlucNAc pada inner surface retikulum

    endoplasma dan vesikel golgi dikonversi menjadi N-asetil galaktosamin oleh

    enzim UDP-galaktosa 4’epimerase, dimana terjadi penambahan sulfat pada

    posisi 4 dan 6 oleh enzim sulfo transferase dan dari tahapan ini terbentuklah

    kondroitin sulfat. Biosintesis CS ini disajikan pada Gambar 2.9.

    Gambar 2.9 Biosintesis Kondroitin Sulfat (Silbert and Sugumaran, 2002)

  • 12

    2.5 Osteoarthritis

    Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang banyak

    ditemukan di masyarakat, khususnya masyarakat dewasa atau usia lanjut.

    Osteoarthritis merupakan penyakit radang yang ditandai dengan hilangnya tulang

    rawan secara bertahap pada area persendian yang mengakibatkan gesekan

    antara tulang, sehingga menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan. Selain

    memengaruhi tulang rawan, OA juga menyebabkan perubahan pada tulang

    periartikular dan peradangan pada membran sinovial. Ketika terjadi osteoarthritis,

    tulang periartikular bereaksi dengan formasi osteofit yang menyebabkan

    pembatasan dalam gerakan sendi (Felson, 2009).

    Konsep inflamasi pada patogenesis OA didasari oleh banyaknya bukti

    respons inflamatif baik akut maupun kronik. Salah satu pertanda respons

    inflamasi akut adalah peningkatan C-reactive protein (CRP). Peningkatan jumlah

    leukosit dalam cairan sendi, rendahnya kadar protein dan buruknya viskositas,

    serta adanya radang pada sinovium merupakan bukti kuat yang menunjang teori

    inflamasi pada patogenesis OA. Selanjutnya, inflamasi akan memicu rangkaian

    enzimatik seperti peningkatan enzim metaloproteinase (MMP) dan kolagenase

    yang diinduksi oleh interleukin-1 (IL-1) yang kemudian menghambat sintesis

    matriks dan mengakibatkan kerusakan pada sendi. Beberapa tipe osteoarthritis

    antara lain OA inflamatif, OA nodal dan OA sekunder. OA inflamatif mempunyai

    manifestasi inflamasi yang sangat menonjol dan seringkali dijumpai pada efusi

    sendi. OA nodal yaitu bentuk OA yang disertai nodus-nodus DISH (diffuse

    idiopathic skeletal hyperosthosis). OA sekunder merupakan osteoarthritis yang

    terkait dengan penyakit lainnya (Depkes, 2006).

    Terapi OA umum berfokus terutama pada pengobatan gejala seperti

    pengurangan rasa sakit, tetapi tidak mengobati penyebabnya. Bagaimanapun,

    tujuan dari terapi harus diutamakan pada penundaan degenerasi tulang rawan

    dan bahkan regenerasi struktur tulang rawan. Salah satu pendekatan dalam

    tujuan terapi osteoarthritis tersebut adalah pengobatan dengan kondroprotektif,

    seperti glukosamin sulfat, kondroitin sulfat, asam hialuronat, hidrolisat kolagen,

    atau nutrien seperti antioksidan dan asam lemak omega-3. Sejumlah studi klinis

    telah menunjukkan bahwa penggunaan mikronutrien menyebabkan penurunan

    gejala OA yang lebih efektif dengan kerugian yang lebih minimal (Jerosch, 2011).

    Tindakan kondroprotektif oleh mikronutrien dapat dijelaskan dengan

    mekanisme ganda yaitu: (1) sebagai komponen dasar tulang rawan dan cairan

  • 13

    sinovial, mikronutrien merangsang proses anabolik metabolisme tulang rawan;

    (2) tindakan antiinflamasi dari nutrien dapat menunda berbagai proses katabolik

    inflamasi yang diinduksi di tulang rawan. Kedua mekanisme tersebut dapat

    memperlambat perkembangan kerusakan tulang rawan dan dapat membantu

    untuk menumbuhkan struktur sendi, yang selanjutnya dapat mengurangi rasa

    sakit dan meningkatkan mobilitas sendi yang terkena OA (Jerosch, 2011).

    2.6 Mekanisme Antiinflamasi Glukosamin dan Kondroitin Sulfat

    2.6.1 Mekanisme Antiinflamasi Glukosamin

    Mekanisme efek kondroprotektif glukosamin yang mungkin adalah stimulasi

    langsung kondrosit, pemasukkan sulfur ke dalam tulang rawan sendi dan

    perlindungan terhadap proses degenerasi dengan cara mengubah ekspresi

    genetik. Secara molekuler penggunaan GS menyebabkan peningkatan signifikan

    protein inti agrekan dan mRNA, penurunan matriks MMP-3, pencegahan

    interleukin 1 (IL-1) dan stimulasi prostaglandin E (Miller and Clegg, 2011).

    Hasil model penampang lintang dari ligamentum anterior crucatium (ACLT)

    menunjukkan bahwa glukosamin memberikan tindakan kondroprotektif dengan

    menghambat degradasi kolagen tipe II melalui pengaturan penurunan MMP dan

    meningkatkan sintesis kolagen tipe II pada tulang rawan artikular. Kedua,

    vitrostudy menggunakan kondrosit dan sel sinovial menunjukkan bahwa GS

    meningkatkan kadar enzim pensintesis asam hialuronat (HAS) dan menginduksi

    produksi asam hialuronat. Akhirnya, GS dapat mengatur ekspresi SIRT1 (sebuah

    gen putatif dari metabolisme tulang rawan normal) dalam kondrosit, sehingga

    menunjukkan tindakan kondroprotektif (Nagaoka, 2014).

    Chan et al. (2005) menemukan bahwa glukosamin terbukti mampu

    menurunkan ekspresi dari enzim nitrit oxide synthase-2 (NOS-2) dan

    cyclooxygenase-2 (COX-2) pada sel. Namun, mekanisme penurunan NOS-2 dan

    COX-2 oleh glukosamin hingga saat ini masih belum diketahui pasti. Penelitian

    terbaru menduga bahwa aktivitas anti inflamasi glukosamin terjadi melalui

    penurunan aktivasi dari faktor NF-κB. Glukosamin diduga mampu berinteraksi

    langsung dengan struktur protein dari NF-κB akibat adanya gugus bermuatan

    seperti sulfat. Hal ini juga didukung dengan fakta bahwa terjadi pengurangan

    ekspresi mRNA TNF-α dan IL-1β pada hewan coba yang telah diterapi

    menggunakan glukosamin (Bak et al., 2014).

  • 14

    Efek antiinflamasi dari glukosamin juga dapat menurunkan produksi IL-8 yang

    diinduksi oleh IL-1β. Mekanisme penurunan IL-8 dilakukan melalui modifikasi

    protein Sp1 oleh glukosamin. Glukosamin dalam tubuh akan masuk kedalam sel

    dan dikonversi menjadi UDP-N-acetylglucosamine (UDP-GlcNAc). UDP-GlcNac

    kemudian ditambahkan ke residu serin atau treonin oleh enzim O-GlcNac

    transferase (OGT) yang dapat diinhibisi oleh senyawa aloksan. Sp1 merupakan

    protein yang meregulasi ekspresi gen sitokin seperti IL-8 (Nagaoka, 2014).

    Mekanisme antiinflamasi glukosamin digambarkan pada Gambar 2.10.

    Gambar 2.10 Mekanisme Antiinflamasi Glukosamin (Nagaoka, 2014)

    Varghese et al. (2007) membuktikan bahwa glukosamin dapat meningkatkan

    produksi komponen matriks tulang rawan dalam kultur kondrosit, seperti agrekan

    dan kolagen tipe II. Glukosamin juga meningkatkan produksi asam hialuronat

    pada eksplan sinovium. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh Tiku et al.

    (2007) menunjukkan bahwa glukosamin mencegah degenerasi kolagen dalam

    kondrosit dengan menghambat reaksi lipoksidasi dan oksidasi protein. MMP dan

    agrekanase adalah enzim pembelah dominan dalam tulang rawan. Enzim MMP

    berfungsi untuk membelah domain interglobular dari molekul agrekan yang

    kemudian menyebabkan hilangnya fungsi agrekan. Glukosamin mampu

    menghambat sintesis MMP. Glukosamin juga menghambat proses inflamasi

    yang bertanggung jawab dalam degenerasi tulang rawan.

  • 15

    2.6.2 Mekanisme Antiinflamasi Kondroitin Sulfat

    Kondroitin sulfat dan glukosamin merupakan senyawa yang sering diberikan

    bersama-sama sebagai agen antiinflamasi. Pemberian kedua senyawa

    dilaporkan dapat menurunkan mediator inflamasi seperti IL-1β, IL-6, TNF-α, IL-8,

    NOS dan PGE2 (Nagaoka, 2014). Efek antiinflamasi CS diduga berhubungan

    dengan kemampuannya mengurangi pembentukan oksigen reaktif dan

    melindungi membran sel dari oksigen reaktif (Canas et al., 2010). Pada inflamasi

    gout, terjadi peningkatan level oksigen reaktif akibat infiltrasi sel neutrofil untuk

    proses fagositosis sel (Ashley et al., 2010). Penghambatan radikal bebas ini

    merepresentasikan aktivitas antioksidan dari komponen CS.

    Kondroitin sulfat juga dilaporkan dapat memengaruhi regulasi gen pro-

    inflamasi dengan memblokir translokasi faktor NF-κB ke nukelus. Selain itu, CS

    dapat menghambat fosforilasi extracellular signal-regulated kinase ½ (Erk ½) dan

    p38 mitogen-activated protein kinase (p38MAPK) dan menghambat translokasi

    nuklear dari faktor NF- κB. NF- κB merupakan kunci penting dalam respon

    inflamasi, sehingga sering dijadikan target untuk penghambatan penyakit yang

    berhubungan dengan inflamasi. Terhambatnya aktivitas NF- κB akan

    menyebabkan terhambatnya sintesis enzim proteolitik (MMP-3, MMP-9, MMP-13

    dan katepsin B), enzim pro-inflamasi (phospholipase A2/ PLA2, cyclooxygenase-

    2/ COX-2 dan nitrit oxide synthase-2/ NOS-2) dan sitokin pro-inflamasi (TNF-α

    dan IL-1) (du Souich et al., 2009). PLA2 dan COX-2 merupakan enzim yang

    berperan dalam proses produksi mediator inflamasi prostaglandin E2 (PGE2).

    Sedangkan NOS-2 merupakan enzim yang mengkonversi L-arginin menjadi nitrit

    oxide (NO). Peningkatan semua enzim tersebut akan meningkatkan respon rasa

    sakit dan produksi sitokin (Chan et al., 2005).

    Kemampuan kondroitin sulfat untuk memperlambat perkembangan

    osteoarthritis telah dibuktikan dalam uji klinis yang dilakukan oleh Clegg et al.

    (2006). Dalam penelitian tersebut, asupan CS menyebabkan peningkatan yang

    signifikan secara statistik pada lutut sendi yang bengkak, dimana rasa sakit pada

    lutut pasien dapat berkurang hingga 20%. Penelitian yang dilakukan oleh

    Huskisson (2008) membuktikan bahwa kondroitin sulfat dapat merangsang

    metabolisme kondrosit serta mendorong sintesis kolagen dan proteoglikan yang

    merupakan komponen dasar penyusun tulang rawan. Selain itu, CS dapat

    menghambat kerja enzim leukosit elastase dan hialuronidase yang diketahui

    memiliki konsentrasi tinggi dalam cairan sinovial dari pasien dengan penyakit

  • 16

    rematik. Kondroitin sulfat juga meningkatkan produksi asam hialuronat oleh sel

    sinovial, yang kemudian dapat meningkatkan viskositas dan tingkat cairan

    sinovial. Pada umumnya kondroitin sulfat menghambat destruksi tulang rawan

    dan menstimulasi proses anabolik pembentukan tulang rawan (Kardiman, 2013).

    Mekanisme antiinflamasi CS digambarkan pada Gambar 2.11.

    Gambar 2.11 Mekanisme Antiinflamasi Kondroitin Sulfat (du Souich et al., 2009)

    2.7 Kaldu Instan

    Kaldu ayam merupakan salah satu bentuk produk olahan daging ayam yang

    sering digunakan oleh masyarakat sebagai bahan pemberi rasa pada masakan.

    Kaldu diperoleh dari daging dengan atau tanpa penambahan bumbu, lemak yang

    dapat dimakan, natrium klorida, rempah-rempah dan sari-sari alami atau

    destilatnya serta bahan makanan lain untuk meningkatkan rasa dengan

    tambahan bahan lain yang diizinkan dan sesuai dengan petunjuk penggunaan.

    Dewasa ini banyak industri makanan memproduksi kaldu dalam bentuk instan

    dengan tujuan untuk kepraktisan penggunaannya (Swasono, 2008).

    Di Indonesia, rempah dimanfaatkan sebagai bumbu masakan yang bertujuan

    sebagai pengawet dan penambah citarasa. Bumbu instan memiliki daya simpan

    yang lebih lama dibandingkan dengan rempah-rempah yang belum diolah

    (Rahayu, 2000). Bumbu instan dapat mempermudah proses pemasakan untuk

    menghasilkan makanan yang lezat dan sesuai selera. Berikut adalah bahan-

    bahan yang digunakan dalam pembuatan serbuk kaldu instan ceker ayam:

  • 17

    2.7.1 Bawang Putih

    Bawang putih termasuk familia Liliaceae yang memiliki nilai komersial tinggi

    dan tersebar diseluruh dunia. Manfaat utama bawang putih adalah sebagai

    bumbu penyedap masakan yang membuat masakan menjadi beraroma dan

    mengundang selera. 100 gram umbi bawang putih mengandung mineral kalsium

    (Ca) sebesar 26-28 mg, fosfat (P2O5) 79-109 mg, zat besi (Fe) 1,4-1,5 mg,

    natrium (Na) 16-28 mg, kalium (K) 346-377 mg dan beberapa mineral lain dalam

    jumlah yang tidak besar. Dalam umbi bawang putih juga terdapat beberapa

    vitamin seperti thiamin, riboflavin, niasin dan asam askorbat (Milala, 2014).

    Bawang putih mengandung minyak volatil yang berwarna kuning kecoklatan

    dan berbau pedas. Komponen-komponen yang terdapat pada minyak volatil

    tersebut adalah dialil sulfida (60%), dialil trisulfida (20%), alil propil disulfida (6%)

    dan sedikit dietil disulfida, dialil polisulfida, allinin dan allisin. Allisin adalah

    komponen utama yang berperan memberi aroma bawang putih dan merupakan

    salah satu antibakteri karena dapat membunuh kuman-kuman penyakit. Sifat

    antibakteri dari bawang putih dikarenakan adanya gugus asam amino pada

    amino benzoat. Selain itu, pada bawang putih terdapat pula scordinin yang

    merupakan enzim oksido-reduktase. Bawang putih berfungsi sebagai antibakteri,

    antiinflamasi dan antioksidan (Bongiorn, 2008).

    2.7.2 Bawang Merah

    Bawang merah termasuk dalam keluarga Alliaceae dalam order Asparagales.

    Bawang merah seringkali dimanfaatkan sebagai obat tradisional karena

    mengandung efek antiseptik dan senyawa allin. Senyawa allin oleh enzim

    allinase akan diubah menjadi asam piruvat, amonia dan allisin sebagai

    antimikroba yang bersifat bakteriosida. Bawang merah juga mengandung kalsium

    dan zat besi, serta hormon auksin dan giberelin. Bawang merah juga dapat

    bersifat sebagai antiradang dan dapat mencegah kanker karena adanya

    kandungan sulfur (Milala, 2014). Dini et al. (2008) menyatakan bahwa dalam

    bawang merah terkandung 10,5% air, 20,4% lemak dan 24,8% protein.

    2.7.3 Bawang Bombay

    Bawang bombay mengandung beberapa komponen aktif diantaranya adalah

    asam amino (kalsium, fosfor, kalsium, mangan, natrium, belerang, zat besi, seng,

    tembaga dan selenium), vitamin (vitamin C, asam folat dan vitamin E), minyak

  • 18

    esensial (dipropil disulfida dan metil metantiosulfinat), quersetin dan allisin.

    Bawang bombay memiliki manfaat untuk mencegah penggumpalan darah dan

    penyakit diuretik, bersifat sebagai antibakteri dan antioksidan, serta berfungsi

    sebagai desinfektan. Bawang bombay biasa digunakan untuk menambah rasa

    sedap pada jenis masakan tertentu (Wuryanti dan Murnah, 2009). Hu et al.

    (2006) menyatakan bahwa bawang bombay mengandung 7,8% kadar air, 2,4%

    kadar abu, 15,8% kadar lemak, dan 12,3% kadar protein.

    2.7.4 Garam

    Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metode pengawetan

    pangan yang pertama dan masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan

    berbagai macam bahan pangan. Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu

    banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan atau salting out

    dan rasa produk menjadi asin. Garam pada konsentrasi tertentu berfungsi

    sebagai penambah citarasa pada bahan pangan. Garam mengandung yodium

    yang berperan untuk perkembangan kecerdasan otak, mencegah penyakit

    gondok, dan membentuk tirosin pada kelenjar tiroid. Garam juga mengandung

    fosfor yang berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi, klor yang digunakan

    untuk membentuk HCl pada lambung dan magnesium yang berfungsi sebagai

    pembentuk sel darah merah berupa zat pengikat oksigen dan hemoglobin.

    2.7.5 Gula

    Gula adalah karbohidat ringkas yang membekalkan sumber tenaga yang

    mudah diserap oleh tubuh. WHO (2003) menyarankan pengambilan gula

    tambahan tidak melebihi 10% dari jumlah tenaga harian. Pemanfaatan gula pada

    bumbu dilakukan hanya dalam jumlah yang sedikit karena tujuannya adalah

    untuk memberikan rasa yang gurih ketika bercampur dengan garam.

    2.7.6 Merica

    Merica atau lada termasuk ke dalam familia Piperaceae. Komposisi kimia

    setiap 100 gram berat terdiri dari 10,5 gram air, 11 gram protein, 3,3 gram lemak,

    64,8 gram karbohidrat, 13,2 gram serat, 4,3 gram abu, mineral, niasin dan

    vitamin A. Penyebab rasa segar pada minyak atsiri merica adalah manoterpen, α

    dan β-pinen. Piperine merupakan suatu alkaloid penyebab utama rasa pedas

    pada merica.

  • 19

    2.7.7 Dekstrin dan Maltodekstrin

    Dekstrin merupakan produk degradasi pati sebagai hasil hidrolisis tidak

    sempurna pati dengan katalis asam atau enzim pada kondisi yang dikontrol.

    Dekstrin mudah larut dalam air, lebih cepat terdispersi, tidak kental, serta lebih

    stabil daripada pati. Dekstrin juga memiliki fungsi sebagai bahan pengikat dan

    enkapsulasi untuk melindungi senyawa volatil dan senyawa yang peka terhadap

    oksidasi atau panas. Pemilihan dekstrin didasari oleh sifat kelarutan tinggi,

    mampu mengikat air dan viskositas relatif rendah (Hustiany, 2006 dalam

    Herawati, 2010). Menurut Nurdin (2012), daya larut dengan dekstrin lebih tinggi

    bila dibandingkan dengan maltodekstrin karena dekstrin memiliki rumus molekul

    (C6H10O5)n yang memiliki bobot molekul lebih rendah dan merupakan golongan

    polisakarida yang memiliki struktur kimia lebih sederhana terdiri dari ikatan 1,6 α-

    glukosidik dan 1,4 α-glukosidik dan lebih mudah menyerap air.

    2.8 Penggandaan Skala (Scale Up)

    Penggandaan skala adalah suatu tindakan pengembangan produk atau

    tahapan proses yang diperoleh dari skala laboratorium menjadi skala semi

    komersial. Tujuan utama dari penggandaan skala adalah menjaga kualitas

    produk yang dapat diterima, yang berarti membuat produk pada unit yang lebih

    besar sama persis seperti yang diproduksi pada unit skala laboratorium.

    Berdasarkan proses dan tingkat produksi yang diinginkan, scale up

    merupakan proses yang cukup sulit untuk diaplikasikan. Oleh karena itu, perlu

    dilakukan percobaan yang bersifat kontinyu. Percobaan tersebut dibutuhkan

    untuk menentukan parameter optimum untuk skala yang lebih besar dan untuk

    menentukan desain peralatan dan kondisi proses yang akan dimodifikasi,

    dikarenakan terdapat perbedaan karakteristik antara produk skala laboratorium

    dengan produk scale up. Penggandaan skala mempertimbangkan proses yang

    menyertakan tipe teknologi (mesin dan peralatan yang digunakan). Melalui

    penggandaan skala akan diperoleh rancangan proses produksi dengan kapasitas

    yang lebih besar untuk mutu atau kualitas produk yang sama dengan produksi

    skala laboratorium. Produksi skala pilot plant atau industri dapat dilakukan

    setelah diperoleh kondisi optimum proses pembuatan skala laboratorium.

    Produk pangan yang digandakan skalanya tidak akan menghasilkan produk

    yang identik dengan produk aslinya, tetapi akan menghasilkan produk yang

  • 20

    menyerupai aslinya. Perbedaan karakteristik antara produk laboratorium dengan

    produk scale up dapat dipengaruhi salah satunya oleh kondisi proses, sehingga

    scale up memerlukan suatu perencanaan yang matang, fleksibel dan pendekatan

    yang konsisten. Titik kritis produksi perlu dikaji dan dikontrol agar didapatkan

    karakteristik produk yang serupa dengan skala laboratorium (Scott et al., 2007).

    Penggandaan skala erat kaitannya dengan penerapan pilot plant. Proses

    produksi pada skala pilot plant merupakan kunci penghubung proses pengolahan

    produk dari skala laboratorium menuju skala industri. Pilot plant merupakan

    langkah yang bertujuan untuk menghasilkan informasi yang cukup untuk

    menentukan apakah proyek dapat dikembangkan ke skala komersial. Pada

    prinsipnya, teknik skala pilot plant adalah perbesaran skala proses produksi dari

    skala laboratorium ke skala dengan volume produksi yang lebih besar dengan

    penilaian efisiensi yang lebih terperinci, sehigga diperoleh teknologi yang mampu

    menghasilkan suatu produk yang layak secara ekonomis (Keynote, 2006).

    2.9 Metode Permukaan Respon

    Metode permukaan respon atau Response Surface Methodology (RSM)

    merupakan kumpulan teknik statistik dan matematik yang berguna dalam

    mengembangkan, memperbaiki dan mengoptimasi berbagai proses. RSM juga

    memiliki aplikasi penting dalam desain, pengembangan dan formulasi produk

    baru serta perbaikan produk yang sudah ada (Myers, 2002). RSM digunakan

    oleh banyak industri karena kemampuannya menyajikan data dengan cepat.

    Pada tahap awal, RSM menggunakan run percobaan paling sedikit untuk

    menghemat sumber daya yang digunakan saat optimasi proses. Di saat kondisi

    optimum suatu proses diketahui, penelitian lebih jauh dilakukan (Vining, 2006).

    Metode permukaan respon merupakan salah satu metode yang dapat

    digunakan untuk melakukan proses optimasi respon pada percobaan dengan

    faktor perlakuan bersifat kuantitatif. Secara umum, metode permukaan respon

    dapat digambarkan secara visual melalui plot permukaan respon dan plot kontur.

    Melalui plot tersebut dapat diketahui bentuk hubungan antara respon dengan

    variabel bebasnya (Bradley, 2007).

    Menurut Nugroho (2011), strategi dasar dari metode ini terdiri dari empat

    langkah yaitu:

    1. Prosedur untuk berpindah ke daerah optimum

  • 21

    2. Perilaku respon pada daerah optimum

    3. Estimasi kondisi-kondisi optimum

    4. Verifikasi hasil optimum

    2.10 Analisa Kelayakan Finansial

    Analisa finansial adalah analisa yang ditujukan untuk meneliti suatu proyek

    secara finansial layak atau tidak untuk dijalankan, dimana kelayakan dapat

    dinyatakan apabila proyek tersebut menguntungkan bila dibandingkan resikonya.

    Aspek finansial merupakan aspek kunci dari studi kelayakan, karena sekalipun

    aspek lain tergolong layak, jika aspek finansial memberikan hasil yang tidak

    layak, maka usulan akan ditolak karena tidak memberikan manfaat ekonomi.

    Tujuan menganalisa aspek finansial adalah untuk menentukan rencana

    investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan

    membandingkan antar pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana,

    biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam

    waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang

    terus. Penentuan layak atau tidaknya suatu proyek yang akan didirikan, terdapat

    beberapa kriteria yang dapat digunakan antara lain:

    2.10.1 Harga Pokok Produksi (HPP)

    Harga pokok produksi adalah seluruh biaya baik secara langsung maupun

    tidak langsung yang dikeluarkan untuk memproduksi barang atau jasa yang

    merupakan operasi utama proyek dalam suatu periode tertentu (Sugiyono, 2011).

    HPP merupakan akumulasi dari biaya-biaya yang dibebankan pada produk yang

    dihasilkan oleh proyek. Unsur-unsur biaya pokok produksi mencakup biaya

    bahan baku langsung (direct material cost), biaya tenaga kerja langsung (direct

    labor cost) dan biaya overhead (Carter, 2006). Biaya overhead adalah biaya

    selain bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung yang turut membantu

    dalam merubah bahan menjadi produk jadi (Bustami et al., 2007). Idham et. al.

    (2011) menyatakan bahwa HPP dapat diketahui menggunakan rumus berikut:

    HPP =

  • 22

    2.10.2 Net Present Value (NPV)

    Net present value adalah selisih antara total present value arus benefit

    dengan total present value arus biaya atau jumlah present value bersih

    tambahan selama umur proyek. Kriteria ini mengatakan bahwa proyek

    dinyatakan layak apabila nlai NPV > 0 (Burhanuddin, 2007). Gray et al. (2007)

    menyatakan bahwa NPV dapat diketahui melalui rumus berikut:

    NPV =

    Keterangan:

    Bt = benefit pada tahun ke-t

    Ct = biaya total yang dikeluarkan pada tahun ke-t

    n = umur ekonomis usaha

    i = tingkat suku bunga

    t = tahun

    2.10.3 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

    Net B/C ratio adalah suatu rasio yang membandingkan antara jumlah present

    value (PV) yang positif (sebagai pembilang) dengan jumlah present value (PV)

    yang negatif (sebagai penyebut). Suatu usaha dinyatakan layak jika nilai net B/C

    rationya ≥1. Gray et al. (2005) menyatakan Net B/C dapat diketahui melalui:

    (+)

    (-)

    2.10.4 Internal Rate of Return (IRR)

    Internal rate of return merupakan metode yang digunakan untuk mencari

    tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di

    masa datang dengan mengeluarkan ivestasi awal. Proyek dinilai layak jika nilai

    IRR lebih besar dari persentasi biaya modal atau sesuai dengan persentase

    keuntungan yang ditetapkan investor (Sayuti, 2008). Suliyanto dalam Ginting

    (2013) menyatakan bahwa IRR dapat diketahui menggunakan rumus berikut:

    Net B/C =

  • 23

    IRR =

    Keterangan:

    i = Tingkat discount rate yang menghasilkan NPV

    i = Tingkat discount rate yang menghasilkan NPV

    2.10.5 Payback Period (PP)

    Payback period merupakan suatu periode yang menunjukkan berapa lama

    modal yang ditanamkan dalam proyek dapat kembali, oleh karena itu satuan

    hasilnya bukan persentase melainkan satuan waktu (tahun, bulan dan hari).

    Semakin cepat periode pengembalian biaya investasi, maka semakin baik suatu

    proyek. Jika payback period ini lebih cepat daripada umur proyek yang

    disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan (Pinesti, 2009). Umar

    (2007) menyatakan bahwa payback period dapat diketahui melalui rumus berikut:

    PP = t +

    Keterangan:

    t = tahun terakhir dimana kumulatif net cash belum mencapai initial investment

    b = initial invesment (modal awal)

    c = kumulatif net cash inflow pada tahun t

    d = kumulatif net cash inflow pada tahun t+1

    2.10.6 Break Event Point (BEP)

    Break event point merupakan suatu keadaan atau penjualan usaha dimana

    jumlah pendapatan sama besarnya dengan pengeluaran, dengan kata lain suatu

    keadaan dimana proyek tidak mendapat keuntungan dan tidak menderita

    kerugian. Analisa BEP secara umum dapat memberi informasi kepada pemimpin

    bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, biaya dan keuntungan yang

    akan diperoleh pada penjualan tertentu. Proyek dinyatakan memperoleh

    keuntungan apabila nilai penjualannya diatas nilai BEP (Burhanuddin, 2007).

    Umar (2007) menyatakan bahwa BEP dapat diketahui melalui rumus berikut:

    BEP unit =

  • 24

    BEP harga =

    Keterangan:

    FC = fixed cost (biaya tetap)

    VC = variable cost (biaya variabel)

    p = price (harga jual produk)

    P = total pendapatan

  • 25

    III METODE PENELITIAN

    3.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian tahap I yaitu pembuatan serbuk kaldu instan ceker ayam yang

    dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2016 dan penelitian tahap II

    yaitu penggandaan skala serbuk kaldu instan ceker ayam yang dilakukan pada

    bulan Februari hingga Juni 2017. Pembuatan serbuk kaldu instan ceker ayam

    skala laboratorium dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Analisa Pangan serta

    Laboratorium Rekayasa dan Teknologi Pengolahan Pangan, Jurusan Teknologi

    Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Sedangkan

    penggandaan skala serbuk kaldu instan ceker ayam akan dilakukan di IFTC

    Department dan QA&P Department di salah satu industri yang bergerak di

    bidang jasa pembuatan produk bumbu penyedap makanan.

    3.2 Bahan dan Alat Penelitian

    3.2.1 Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ceker ayam ras pedaging

    yang diperoleh dari Hypermart Malang Plaza dan dari pabrik. Bahan pelengkap

    serbuk kaldu yang digunakan pada skala laboratorium adalah dekstrin, gula,

    bawang putih, bawang bombay dan air. Sedangkan bahan pelengkap yang

    digunakan pada skala pilot plant adalah maltodekstrin, gula, garam, garlic

    granule, shallot granule, fancy onion powder, merica, chicken fat dan air yang

    diperoleh dari pabrik.

    Bahan yang digunakan dalam pengujian serbuk kaldu instan ceker ayam

    antara lain bahan dengan kemurnian p.a yaitu NaOH (Merck), H2SO4 pekat

    (Merck), HCl 0,1 N, asam borat, indikator PP, methyl red, tablet kjeldahl,

    petroleum eter, standar glucurunolactone (Sigma), sodium tetraborat (Sigma),

    ethanol absolute, larutan carbazole (Sigma), glucosamine kit assay (Megazyme),

    aquades, hydrobatt dan es batu yang diperoleh dari Krida Tama Persada,

    Panadia dan Makmur Sejati.

  • 26

    3.2.2 Alat

    1. Alat yang digunakan pada pembuatan serbuk kaldu instan ceker ayam pada

    skala laboratorium adalah kompor, panci presto, pisau, loyang, solet, blender

    kering (Maspion), pengering kabinet manual suhu ± 60˚C dan ayakan.

    2. Alat yang digunakan dalam pembuatan serbuk kaldu instan ceker ayam pada

    skala pilot plant adalah mesin autoklaf, chopper, reo kneader, tray oven,

    crusher, speed kneader, fluidize, mesin packing, solet, loyang dan ayakan.

    3. Alat yang digunakan untuk analisa serbuk kaldu instan ceker ayam adalah

    timbangan analitik (Mettler AE 160), gelas arloji, labu ukur 10 ml dan 100 ml

    merk Pyrex, erlenmeyer 100 ml merk Pyrex, tabung reaksi, rak tabung reaksi,

    kuvet, pipet tetes, pipet volume, bulb, oven kering (Binder), lemari asam,

    kompor listrik (Maspion), tanur, soxhlet, freezer, spektrofotometer UV-Vis

    (Shimadzu) dan ice bath.

    3.3 Metode Penelitian

    3.3.1 Penelitian Tahap I (Pembuatan Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam

    Skala Laboratorium)

    Penelitian pada tahap pertama yaitu pembuatan serbuk kaldu instan ceker

    ayam skala laboratorium menggunakan modifikasi formulasi perlakuan terbaik

    dari pembuatan bumbu instan ceker ayam penelitian Milala (2014). Modifikasi

    dilakukan pada bumbu-bumbu yang digunakan yang juga didasarkan pada hasil

    uji organoleptik yang telah dilakukan dengan 30 orang panelis tidak terlatih.

    Pada skala pilot plant, proses perebusan ceker ayam dilakukan dengan

    menggunakan mesin autoklaf, sehingga pada skala laboratorium diperlukan

    pengkondisian proses pengolahan agar produk yang dihasilkan dapat serupa.

    Pengkondisian proses pengolahan dilakukan menggunakan metode pressure

    cooking. Formulasi ancangan penelitian tahap I dapat dilihat pada Tabel 3.1.

    Tabel 3.1 Formulasi Rancangan Penelitian Tahap I

    Bahan Persentase (%)

    Bubuk ceker ayam Bubuk bawang putih Bubuk bawang bombay Garam Dekstrin

    60 10 10 18 2

  • 27

    3.3.2 Penelitian Tahap II (Pembuatan Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam

    Skala Pilot Plant)

    3.3.2.1 Formulasi Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam

    Serbuk kaldu instan ceker ayam skala pilot plant memiliki perbedaan formulasi

    dengan skala laboratorium. Reformulasi resep dilakukan untuk memperoleh

    serbuk kaldu instan yang lebih baik dari segi citarasa dengan melakukan

    penyesuaian terhadap bahan-bahan yang digunakan pada pabrik. Hal ini

    didasarkan pada klaim serbuk kaldu instan yang merupakan produk fungsional,

    dimana artinya produk dapat dikonsumsi dalam diet sehari-hari selayaknya

    bahan makanan lainnya. Sehingga penerimaan konsumen dari sisi citarasa

    merupakan hal yang penting. Dalam menentukan formulasi terpilih, dilakukan trial

    error yang didasarkan pada formulasi skala laboratorium dan formulasi kaldu

    instan komersil. Pengujian trial error ini hanya sebatas pada pengujian

    organoleptik. Rancangan penelitian tahap II dapat dilihat pada Tabel 3.2.

    Tabel 3.2 Formulasi Rancangan Penelitian Tahap II

    Bahan Persentase (%)

    Bubuk ceker ayam Garlic granule Bubuk bawang bombay Shallot granule Garam Gula Merica Chicken fat Air

    60 3,2 1,5 3

    22,5 8,5 2

    0,8 0,6

    Untuk filler yang digunakan pada skala pilot plant ini adalah maltodekstrin

    yang dicampurkan sebanyak 20% pada saat pembuatan bahan baku bubuk

    ceker ayam. Pada formulasi ini tidak ditambahkan bahan penguat rasa ataupun

    flavor karena tujuan produk yang merupakan produk fungsional, sehingga hanya

    digunakan bumbu-bumbu dasar tanpa penambahan MSG.

    3.3.2.2 Optimasi Suhu dan Lama Waktu Pengeringan Serbuk Kaldu Instan

    Ceker Ayam

    Proses pengeringan dipilih sebagai proses yang dioptimasi karena pada

    pembuatan serbuk kaldu instan ceker ayam, pengeringan merupakan kondisi

    kritis dimana apabila proses tidak optimum maka akan memengaruhi karakteristik

  • 28

    fisik produk. Penentuan suhu dan lama waktu pengeringan didasarkan pada

    penelitian sebelumnya dan melalui pertimbangan kondisi proses pada skala pilot

    plant. Penelitian optimasi pengeringan serbuk kaldu instan ceker ayam disusun

    dan dirancang dengan menggunakan Respon Surface Methodology-Central

    Composite Design. Faktor yang dikaji adalah suhu dan lama waktu pengeringan.

    Rancangan penelitian pada tahap kedua dapat dilihat pada Tabel 3.3.

    Tabel 3.3 Rancangan Penelitian Tahap II

    Std Run Factor 1 A: Suhu

    (C)

    Factor 2 B: Lama waktu

    (menit)

    Response 1 Kadar air (%)

    Response 2 Kadar CS (%)

    1 1 55.00 10.00 2 3 65.00 10.00 3 9 55.00 12.00 4 2 65.93 12.00 5 8 52.93 11.00 6 4 67.07 11.00 7 13 60.00 9.59 8 11 60.00 12.41 9 7 60.00 11.00 10 5 60.00 11.00 11 6 60.00 11.00 12 10 60.00 11.00 13 12 60.00 11.00

    Keterangan: Hasil Rancangan Penelitian menggunakan program Design Expert 7.1.5

    3.3.3 Verifikasi Hasil Optimum

    Verifikasi merupakan tindakan pengecekan kesesuaian antara hasil analisa

    dan respon. Suhu dan lama waktu pengeringan serbuk kaldu instan ceker ayam

    yang optimum akan ditunjukkan dengan kadar air yang rendah dan kadar

    kondroitin sulfat yang tinggi. Kondisi optimum didapatkan dari hasil analisa data

    penelitian utama. Proses verifikasi dilakukan dengan membuat kembali serbuk

    kaldu instan ceker ayam menggunakan suhu dan lama waktu pengeringan

    optimum yang telah didapat. Sampel hasil verifikasi dilakukan analisa kadar air

    dan kadar kondroitin sulfat, lalu dicocokkan dengan prediksi hasil optimasi.

    Langkah terakhir yaitu analisa produk meliputi kadar air, protein, lemak, abu,

    karbohidrat, glukosamin, kondroitin sulfat, warna, tingkat kelarutan, daya serap

    uap air, FFA dan peroksida pada serbuk kaldu instan tersebut serta

    dibandingkan dengan produk serbuk kaldu instan ceker ayam pada skala

    laboratorium.

  • 29

    3.4 Pelaksanaan Penelitian

    3.4.1 Pembuatan Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Laboratorium

    (modifikasi Milala, 2014)

    1. Sortasi dan Pressure Cooking

    Ceker ayam yang telah dipotong kukunya dibersihkan dari kotoran yang

    menempel dengan menggunakan air mengalir agar diperoleh bahan baku yang

    bersih dan baik. Ceker dimasak dengan metode pressure cooking selama 1 jam

    ± 2 menit agar tulang rawan dapat dengan mudah dipisahkan dari tulang utama.

    2. Penggilingan basah dan Pemotongan Rempah-Rempah

    Setelah dimasak, seluruh bagian ceker ayam yang dapat dimakan dipisahkan

    dari tulang utamanya dan kemudian digiling. Penggilingan pada ceker yang

    masih semi-basah bertujuan untuk memperluas permukaan dan meningkatkan

    keseragaman ceker agar mempercepat proses pengeringan. Rempah-rempah

    berupa bawang putih dan bawang bombay yang telah dibersihkan kemudian

    dipotong menjadi ukuran yang sangat kecil.

    3. Pengeringan

    Pengeringan dilakukan menggunakan oven kabinet suhu 60±5oC selama 12

    jam ± 5 menit dengan tujuan untuk menghilangkan kadar air pada ceker ayam.

    Sedangkan rempah-rempah yang telah dipotong juga dikeringkan dengan

    menggunakan oven kabinet suhu 60±5oC selama 6 jam ± 5 menit. Pengurangan

    kadar air bertujuan untuk mempermudah proses penggilingan dan pengayakan.

    4. Penggilingan kering

    Penggilingan kering menggunakan blender kering bertujuan untuk

    memperoleh bubuk ceker yang seragam dan bertekstur halus. Hasil dari rempah-

    rempah yang telah dikeringkan juga digiling sampai halus.

    5. Pencampuran dan Pengeringan

    Rempah-rempah yang telah digiling kemudian dicampurkan dengan garam,

    dekstrin dan bubuk ceker ayam yang telah diperoleh. Pada proses pencampuran

    ini juga ditambahkan sedikit air hingga campuran kalis karena bahan-bahan tidak

    dapat tercampur sempurna tanpa penambahan air. Kemudian campuran

    dikeringkan menggunakan oven kabinet 60±5oC selama 6 jam ± 5 menit.

  • 30

    6. Penghalusan dan Pengayakan

    Tahap terakhir dari proses pembuatan serbuk kaldu instan ceker ayam adalah

    penghalusan dan pengayakan dengan ayakan 40 mesh agar diperoleh serbuk

    kaldu instan dengan tekstur dan tingkat keseragaman yang baik.

    3.4.2 Pembuatan Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Pilot Plant

    Terdapat perbedaan kondisi antara skala laboratorium dengan skala pilot

    plant yang terletak pada kondisi proses, volume produksi, serta bahan dan

    peralatan yang digunakan. Volume produksi maksimal serbuk kaldu instan ceker

    ayam pada skala laboratorium sebanyak 100 gram, sedangkan pada skala pilot

    plant diperbesar 5 kali lipat menjadi 500 gram. Penentuan volume produksi 500

    gram disesuaikan dengan kapasitas alat dan kondisi proses yang ada pada skala

    pilot plant, dimana volume produksi tersebut merupakan jumlah yang biasa

    digunakan oleh pabrik saat melakukan development terhadap suatu produk.

    Pada skala laboratorium, peralatan yang digunakan sangat sederhana dengan

    kapasitas kecil seperti panci presto, blender kering, kompor gas dan solet. Pada

    skala pilot plant, peralatan yang digunakan memiliki kapasitas yang lebih besar

    dan cara pengoperasiannya tidak sepenuhnya dilakukan secara manual.

    Peralatan yang digunakan pada skala pilot plant yaitu autoklaf, chopper, reo

    kneader, tray oven, crusher, speed kneader dan fluidize. Masing-masing alat

    memiliki kapasitas antara 3 hingga 5 kg. Perbedaan kondisi yang mencolok

    adalah proses pemasakan dengan steam atau uap panas dan pengeringan

    serbuk kaldu yang menggunakan sistem angin yang ditiupkan pada bahan yang

    dikeringkan. Selain itu, penambahan filler dilakukan saat pembuatan bahan baku

    dikarenakan rendahnya yield yang dihasilkan akibat banyak bahan yang hilang

    selama proses yang disebabkan karakteristik ceker yang lengket. Proses

    pembuatan serbuk kaldu ceker pada skala pilot plant adalah sebagai berikut:

    1. Sortasi dan Perebusan

    Ceker ayam dalam bentuk beku dibersihkan dengan air mengalir agar

    diperoleh bahan baku yang bersih dan baik. Ceker kemudian dimasak

    menggunakan autoklaf dengan temperatur dan tekanan uap tinggi. Proses

    pemasakan menggunakan autoklaf juga berfungsi sebagai tahap sterilisasi untuk

    membunuh mikroba yang merugikan kesehatan seperti Salmonella. Proses

    pemasakan menggunakan autoklaf dilakukan selama 45 menit.

  • 31

    2. Pemisahan Daging dari Tulang dan Penggilingan

    Proses pemisahan ceker dari tulang utama dilakukan secara manual dengan

    tangan. Proses penggilingan bertujuan untuk mendapatkan ukuran bahan yang

    lebih kecil dan seragam menggunakan chopper dengan screen kecil.

    3. Pemasakan dengan Uap Panas/Steam dengan mesin Reo Kneader

    Proses pemasakan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan, sehingga

    waktu untuk pengeringan bahan baku dapat lebih diefisienkan. Proses

    pemasakan dilakukan selama 45 menit ± 15 detik dengan tekanan 1 atm. Selama

    proses pemasakan, tekanan dijaga agar stabil.

    4. Pengeringan dan Penggilingan

    Proses pengeringan pada skala pilot plant dipisahkan menjadi 2 tahap,

    dimana diantara kedua proses pengeringan terdapat proses penggilingan yang

    bertujuan untuk memperkecil luas permukaan sehingga air pada bahan dapat

    diuapkan secara maksimal. Selain itu, penggilingan bertujuan untuk mengurangi

    kandungan lemak pada bahan, dimana sebagian minyak akan keluar melalui

    chopper. Pengeringan pertama dilakukan selama 10 jam ± 5 menit pada suhu

    60oC, sedangkan pengeringan kedua dilakukan selama 4 jam ± 5 menit pada

    suhu yang sama. Setelah proses pengeringan kedua ini, diperoleh ceker ayam

    yang lebih kering yang kemudian digiling kembali untuk membentuk bubuk.

    5. Pencampuran dengan Filler

    Setelah diperoleh bubuk ceker ayam, 20% maltodekstrin ditambahkan

    sebagai filler untuk melindungi senyawa pada bahan yang tidak tahan terhadap

    panas, misalnya kondroitin sulfat. Selain itu, penambahan maltodekstrin juga

    berfungsi untuk meningkatkan rendemen dan tingkat kecerahan.

    6. Penghalusan

    Dalam proses ini, 60% bubuk ceker ayam; 8,5% gula; 1,5% fancy onion

    powder; 3,2% garlic granule; 3% shallot granule dan 0,5% merica dicampur

    menjadi satu dan kemudian dihaluskan untuk membentuk butiran atau granula.

    7. Pencampuran

    Pertama-tama garam dimasukkan kedalam mesin speed kneader dan

    ditambahkan air dengan suhu 60±5oC sebanyak 0,6% serbuk kaldu, lalu

  • 32

    dicampur selama 30 detik. Kemudian ditambahkan chicken fat dengan suhu

    60±5oC sebanyak 0,8% dan dicampur hingga detik ke-90. Proporsi air dan

    chicken fat yang digunakan adalah berat per berat, dimana penimbangan

    dilakukan pada suatu wadah. Setelah 1 menit 30 detik, barulah ditambahkan

    bahan-bahan yang sebelumnya telah dihaluskan dan dicampur hingga 4 menit.

    8. Pengeringan

    Proses pengeringan berfungsi untuk menurunkan kadar air dalam produk,

    sehingga dapat menurunkan cemaran mikroba. Proses pengeringan skala pilot

    plant dilakukan menggunakan fluidize dengan lama waktu pengeringan berkisar

    antara 9,59 hingga 12,41 menit dan suhu pengeringan berkisar antara 52,93oC

    hingga 67,07oC. Setelah proses pengeringan selesai, dilanjutkan dengan proses

    cooling menggunakan alat yang sama dengan suhu 45oC selama 9 menit.

    9. Pengayakan

    Proses pengayakan dilakukan menggunakan ayakan 2 mm (10 mesh) yang

    bertujuan untuk menyeragamkan ukuran serbuk kaldu instan ceker ayam. Pada

    proses ini, bagian serbuk kaldu oversize dapat dipisahkan sehingga diperoleh

    serbuk kaldu dengan tingkat keseragaman ukuran yang baik.

    3.5 Pengamatan Penelitian

    Pada penelitian ini, pengamatan dan analisa yang diamati meliputi:

    a. Kadar air (AOAC, 2000)

    b. Kadar protein (AOAC, 2000)

    c. Kadar lemak (AOAC, 1999)

    d. Kadar abu (AOAC, 2000)

    e. Kadar karbohidrat (AOAC, 2000)

    f. Kadar glukosamin (Tsai et al., 2013)

    g. Kadar kondroitin sulfat (Bitter and Muir, 1962)

    h. Daya serap uap air (Yuwono dan Susanto, 1998)

    i. Tingkat kelarutan (Yuwono dan Susanto, 1998)

    j. Kecerahan warna (Yuwono dan Susanto, 1998)

    k. FFA (AOCS, 1998)

    l. Bilangan peroksida (IDF, 2007)

  • 33

    Selain itu, dilakukan pula analisa kelayakan finansial untuk rencana usaha

    pembuatan serbuk kaldu instan ceker ayam yang meliputi:

    a. Harga Pokok Produksi (HPP) (Idham et al., 2011)

    b. Net Present Value (NPV) (Gray et al., 2007)

    c. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) (Gray et al., 2007)

    d. Internal Rate of Return (IRR) (Ibrahim, 2009)

    e. Payback Period (PP) (Umar, 2007)

    f. Break Event Point (BEP) (Umar, 2007)

    3.6 Analisa Data

    Data hasil pengamatan respon optimasi dianalisa menggunakan Respon

    Surface Methodology-Central Composite Design dan diolah dengan program

    Design Expert DX 7.1.5. Pengolahan data menggunakan program ini meliputi:

    1. Analisa pemilihan model

    2. Analisa ragam (ANOVA)

    3. Penentuan kondisi optimum

    Kemudian hasil analisa produk akhir dan data organoleptik penelitian

    pendahuluan diolah menggunakan Microsoft Excel, sedangkan untuk

    membandingkan karakteristik produk skala laboratorium dan skala pilot plant

    menggunakan uji T (paired t-test) dengan program Minitab 16.2.1.

  • 34

    3.7 Diagram Alir Penelitian

    3.7.1 Diagram Alir Pembuatan Bubuk Ceker Ayam Skala Laboratorium

    Gambar 3.1 Proses pembuatan bubuk ceker ayam skala laboratorium (modifikasi Milala,

    2014)

    Dikeringkan menggunakan oven kabinet pada suhu

    60±5oC selama 12 jam ± 5 menit

    Dihaluskan menggunakan blender kering

    Bubuk Ceker Ayam 113,7 g

    Ceker ayam 1 kg

    Dibersihkan sampel dari bahan pengotor dengan air

    mengalir

    Direbus dengan pressure cooker selama 1 jam ± 2 menit

    Dipisahkan seluruh bagian ceker ayam yang dapat

    dimakan dari tulang utama

    Dihaluskan

    Seluruh bagian ceker yang dapat dimakan

    Analisa:

    Rendemen

    Kimia: Kadar air

    Kadar protein Kadar lemak Kadar abu

    Kadar karbohidrat Kadar glukosamin

    Kadar kondroitin sulfat

  • 35

    3.7.2 Diagram Alir Pembuatan Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam Skala Laboratorium

    Gambar 3.2 Proses pembuatan serbuk kaldu instan ceker ayam skala laboratorium

    (modifikasi Milala, 2014)

    Rempah-rempah (bawang putih dan bawang bombay)

    Dibersihkan dari bahan pengotor dengan air mengalir

    Dipotong rempah-rempah menjadi bagian yang lebih kecil

    Dikeringkan menggunakan oven kabinet pada suhu 60±5oC

    selama 6 jam ± 5 menit

    Digiling

    Bubuk bumbu kaldu instan

    Dihaluskan dan diayak 40 mesh

    Bubuk ceker 60% Garam 18% Dekstrin 2%

    Air hingga campuran kalis

    Ditimbang dengan proporsi masing-masing 10%

    Serbuk Kaldu Instan Ceker Ayam

    Dikeringkan dengan oven kabinet pada

    suhu 60±5oC selama 6 ja